VI. VIABILITAS DAN EFISIENSI KOLONISASI SPERMATOGONIA DARI TESTIS IKAN GURAMI PASCAPRESERVASI DINGIN PADA LARVA IKAN NILA
|
|
- Lanny Sudjarwadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 VI. VIABILITAS DAN EFISIENSI KOLONISASI SPERMATOGONIA DARI TESTIS IKAN GURAMI PASCAPRESERVASI DINGIN PADA LARVA IKAN NILA ABSTRAK Pada aplikasi transplantasi, ketersediaan sel donor sering tidak sinkron dengan ketersediaan resipien sedangkan testis tidak dapat bertahan lama di luar tubuh. Oleh karena itu dibutuhkan upaya preservasi jaringan testis sebagai sumber sel donor sebelum transplantasi dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk : 1) mengevaluasi viabilitas spermatogonia dari testis pascapreservasi, dan 2) mengevaluasi efisiensi kolonisasi sel donor dari testis yang dipreservasi. Testis dipreservasi pada larutan NaCl fisiologis pada suhu 4 o C selama 6, 12, 24, dan 48 jam. Testis didisosiasi dalam larutan PBS (phosphate buffered solution) dengan 0,5% trypsin dan 3% DNase 10 IU/µL, 5% FBS (fetal bovine serum), 25 mm HEPES dan 1 mm CaCl 2 untuk mendapatkan suspensi sel testikular. Parameter yang diamati adalah viabilitas spermatogonia (diameter sel > 10 µm) dan kerusakan sel akibat preservasi. Viabilitas sel dianalisis dengan trypan blue sedangkan kerusakan sel dan jaringan dianalisis secara histologis. Suspensi sel testikular dari 24 dan 48 jam preservasi dilabel dengan PKH26 dan ditransplantasikan ke larva ikan nila umur 3 hari pascamenetas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa viabilitas sel mulai menurun pada preservasi 12 jam (P<0,05), dan pada preservasi 48 jam viabilitas sel mencapai 54,48±8,33%. Kerusakan histologis yang ditemukan berupa disintegrasi jaringan dan inti piknotik. Efisiensi kolonisasi rata-rata tidak berbeda nyata antara donor tanpa preservasi (61,11%) dan yang dipreservasi selama 24 jam (55,56%) dan 48 jam (55,56%). Hal ini berarti testis yang dipreservasi pada suhu 4 o C hingga 48 jam masih dapat digunakan sebagai sumber sel donor bagi kegiatan transplantasi sel testikular ikan gurami ke ikan nila. Kata kunci: preservasi, spermatogonia, ikan gurami, viabilitas, efisiensi kolonisasi
2 76 VI. THE VIABILITY AND COLONIZATION EFFICIENCY OF SPERMATOGONIA ISOLATED FROM GIANT GOURAMI COLD PRESERVED TESTIS IN NILE TILAPIA LARVAE ABSTRACT In practice of germ cell transplantation, recipient and donor cell may not be immediately available at the same time whereas the testis can not be survive longer when it is outside of the body. Therefore, preservation of testis tissue may be required before transplantation. The research was conducted to evaluate 1) the viability of spermatogonia isolated from short term preserved testis and 2) colonization efficiency of preserved donor cells after transplantation. Testis was preserved in physiological NaCl solution at 4 o C for 6, 12, 24, and 48 hours. Testis were dissociated in 0.5 % trypsin and 3% DNase 10 IU/µL in PBS (phosphate buffered solution) complemented with 5% FBS ( fetal bovine serum), 25 mm HEPES and 1mM CaCl 2 to obtain testicular germ cell suspension. Parameters observed were viability of spermatogonia (cell diameter > 10 µm) and cell damaged caused by preservation. The viability was analyzed using trypan blue exclusion dye meanwhile cell and tissue damaged were analyzed histologically. Testicular germ cell isolated from 24 and 48 hours preservation and labeled with PKH 26 membrane fluorescent dye then transplanted into 3 days post hatched tilapia recipient. The results showed that the viability of spermatogonia started to decrease significantly in 12 hours preservation (P<0.05) and in 48 hours preservation, the amount of viable cells was only 54,48±8,33%. Histological study showed there were disintegration of interstitial tissue and picnotic nucleus found at the testicular tissue preserved for 6 until 48 hours. Two months post transplantation, the efficiency of colonization were analyzed in recipient and the result showed insignificant difference of efficiency colonization between recipient transplanted with testicular tissue preserved 24 and 48 hours (55,56% each) and without preservation (61,11%). In conclusion, preserved testicular tissue at 4 o C could be used as the source of donor cell for testicular germ cell transplantation of giant gourami into Nile tilapia. Key words: preservation, spermatogonia, giant gourami, viability, efficiency colonization. PENDAHULUAN Selama dua dekade terakhir, teknologi transplantasi sel germinal telah berhasil dilakukan pada beberapa jenis ikan (Takeuchi et al. 2004, Okutsu et al. 2006b, Lacerda et al. 2008, Majhi et al. 2009). Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan, beberapa yang menggunakan donor dan resipien yang berbeda
3 77 spesies yang dikenal dengan istilah xenotransplantasi (Saito et al. 2008, Yazawa et al. 2010). Pada vertebrata tingkat tinggi, xenotransplantasi ini masih banyak terbatasi oleh penolakan sistem imun dari resipien terhadap sel donor yang berbeda spesies. Oleh karena itu xenotransplantasi pada ikan memiliki peluang lebih besar untuk dikembangkan termasuk pengembangan beberapa aplikasi teknik yang mendukung keberhasilan transplantasi seperti preservasi sel donor, identifikasi dan kultur sel donor, transgenesis dan lain-lainnya (Johston et al. 2000, Hills & Dobrinski 2006). Pada aplikasi teknik transplantasi, sering ditemui beberapa kendala diantaranya adalah sinkronisasi ketersediaan sel donor dengan resipien. Terkadang sel atau jaringan donor sudah tersedia namun resipien belum siap ditransplantasi. Sementara itu, jika donor tersebut berupa jaringan testis maka testis setelah dikeluarkan dari tubuh ikan akan beresiko mengalami kerusakan jika tidak segera diproses. Oleh karena itu untuk mengatasi kendala ini dibutuhkan teknik penyimpanan (preservasi) untuk menghindari kerusakan sel-sel gamet pada testis sebelum transplantasi dilakukan dan sekaligus menambah daya tahan hidup gamet. Terdapat dua macam teknik preservasi yaitu penyimpanan jangka panjang dengan suhu penyimpanan di bawah 0 o C dan preservasi jangka pendek dengan suhu penyimpanan di atas 0 o C (Browne et al. 2001). Umumnya penyimpanan jangka panjang dilakukan pada suhu beku (biasa dalam nitrogen cair) dikenal dengan istilah kriopreservasi dengan menggunakan krioprotektan tertentu. Pada beberapa vertebrata tingkat tinggi, kriopreservasi testis dengan tingkat kematangan yang tidak merata terkadang menurunkan viabilitas sel terutama bagi sel spermatogonia atau PGC, bahkan menurunkan kemampuan kolonisasi setelah ditransplantasikan pada tubuli seminiferi (Jahnukainen et al. 2006, Ehmcke & Schlatt 2008). Pada ikan, proses penyimpanan testis baru dilakukan pada ikan rainbow trout. Kriopreservasi testis ikan rainbow trout pada berbagai jenis krioprotektan dan berbagai konsentrasi krioprotektan menghasilkan viabilitas sel tertinggi sekitar 50%, menurun sekitar 40% dari kontrol atau tanpa kriopreservasi (Kobayashi et al. 2007). Efek yang ditimbulkan oleh kriopreservasi tersebut
4 78 menyebabkan teknik ini dikatakan tidak efisien untuk penyimpanan jangka pendek (Jahnukainen et al. 2006). Dalam dunia kedokteran, penyimpanan (preservasi) jangka pendek merupakan protokol tetap atau protokol intermediet sebelum melakukan transplantasi organ atau jaringan. Testis yang dipreservasi pada suhu 4 o C (preservasi dingin) terlebih dahulu ternyata tidak mempengaruhi kemampuan kolonisasi sel donor pada tubuli seminiferi bahkan dapat mempercepat spermatogenesis bagi testis prepubertal pada resipien (Jahnukainen et al. 2008, Honaramooz & Yang 2011). Pada hewan vertebrata, Eriani et al. (2008) melakukan preservasi duktus deferens dan epididimis kucing pada suhu 4 o C, dan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sel gamet jantan masih bisa diselamatkan hingga 6 hari. Namun pada ikan, teknik preservasi testis pada suhu 4 o C belum pernah dilakukan. Lahnsteiner et al. (1977) menyatakan bahwa selain untuk tujuan sinkronisasi sel gamet jantan dan betina, preservasi jangka pendek juga digunakan untuk menyelamatkan plasma nutfah selama proses pengangkutan atau transportasi. Dalam pengembangan xenotransplantasi sel germinal, faktor ketersediaan sel punca spermatogonia atau spermatogonia belum berdiferensiasi juga menjadi faktor pembatas (Grisswold et al. 2001). Okutsu et al. (2006a) menyatakan bahwa hanya spermatogonia yang belum berdiferensiasi saja (spermatogonia A) yang memiliki kemampuan terkolonisasi pada resipien dan tipe sel ini jumlahnya paling sedikit dibandingkan tipe sel-sel testikular lainnya (Olive & Cuzin 2005, Lacerda et al. 2006, Oatley et al. 2006). Oleh karena itu ketersediaan spermatogonia sebagai sel donor juga menjadi suatu tantangan dalam mengembangkan teknologi transplantasi spermatogonia. Dengan teknik preservasi dingin selama proses transportasi ini, ketersediaan sel dapat diantisipasi dengan pemanfaatan limbah-limbah testis pada tempat-tempat pemotongan ikan atau restoran-restoran yang menyajikan ikan gurami. Untuk mengevaluasi potensi spermatogonia dari testis ikan gurami pascapreservasi dingin (4 o C), dilakukan transplantasi sel testikular yang diisolasi dari testis pascapreservasi pada beberapa lama waktu penyimpanan.
5 79 BAHAN DAN METODE Preservasi Jaringan Testis Ikan Gurami Sebanyak 5 pasang testis diisolasi dari ikan gurami jantan dewasa berukuran g. Setiap testis dimasukkan ke dalam larutan fisiologis NaCl 0,7% pada cawan petri steril dan dipreservasi pada suhu 4 o C dengan masa penyimpanan masing-masing 0, 6, 12, 24 dan 48 jam. Larutan fisiologis NaCl 0,7% sebelumnya diberi antibiotik gentamycin 1,25 µl/ml. Setelah masa penyimpanan selesai, testis selanjutnya dikeluarkan dari lemari/kotak pendingin. Sepasang testis tersebut dibagi menjadi dua bagian, satu bagian testis didisosiasi dan satu bagian lainnya diproses secara histologis. Penelitian ini diulang sebanyak 3 kali. Disosiasi Testis Ikan Gurami Pascapreservasi Sebanyak ±20 mg dari jaringan testis yang telah dipreservasi diambil untuk didisosiasi menurut metode disosiasi yang optimum pada bab III. Untuk menghilangkan aktivitas tripsin, suspensi sel dicuci dengan PBS sebanyak 2 kali. Parameter yang diamati adalah viabilitas spermatogonia. Sebanyak 10 µl dari 1 ml suspensi sel hasil disosiasi diwarnai dengan trypan blue 0,4% (1:1). Sel yang mati akan terwarnai oleh trypan blue sehingga terlihat berwarna biru; sedangkan yang hidup akan tetap terlihat transparan. Jumlah total spermatogonia dan jumlah spermatogonia yang mati dihitung menggunakan hemositometer di bawah mikroskop. Persentase viabilitas dihitung berdasarkan jumlah spermatogonia yang hidup per jumlah total spermatogonia dikalikan seratus. Pembuatan Preparat Histologis Testis Pascapreservasi Preparat histologis jaringan testis dibuat untuk mengamati adanya perubahan morfologi sel spermatogonia sebelum dan sesudah preservasi. Testis yang telah dipreservasi difiksasi dalam larutan Bouin selama 24 jam dan selanjutnya diproses mengikuti metode Kiernan (1990). Potongan jaringan testikular diwarnai dengan Hematoksilin-Eosin. Perubahan dan kerusakan morfologi yang terjadi pada jaringan atau spermatogonia diamati pada 10 potongan melintang preparat histologis per perlakuan. Perubahan histologi testis
6 80 atau testis pascapereservasi diamati pada tiga bagian utama dari testis yaitu jaringan interstisial, tubulus dan sista spermatogonia. Perubahan histologis tersebut mengacu pada Pieterse (2004) yang meliputi disintegrasi jaringan interstisial, disorganisasi dan degenerasi lobul atau tubulus serta degenerasi sista dan kondensasi nukleus dari spermatogonia yang dikenal dengan istilah piknotik. Inti piknotik pada spermatogonia juga dapat dikenali dari rasio diameter sel dan inti sel yang melebihi rasio rata-rata diameter sel dan inti sel spermatogonia normal pada bab II. Transplantasi Sel Testikular yang Diisolasi dari Testis Ikan Gurami Pascapreservasi Kelayakan testis pascapreservasi sebagai sumber sel donor diuji melalui pendekatan transplantasi sel. Testis yang digunakan sebagai sumber donor adalah testis yang dipreservasi selama 24 dan 48 jam serta testis tanpa preservasi sebagai kontrol. Testis yang dipreservasi selama 6 jam tidak diuji kelayakannya dalam penelitian ini karena viabilitas selnya tidak berbeda nyata dengan testis tanpa preservasi sedangkan testis yang dipreservasi selama 12 jam tidak diuji karena viabilitas selnya tidak berbeda nyata dengan testis yang dipreservasi 24 jam. Resipien yang digunakan adalah yang optimum untuk kegiatan transplantasi berdasarkan penelitian sebelumnya yaitu larva umur 3 hpm sebanyak 20 ekor per perlakuan. Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali. a. Persiapan sel donor Testis diisolasi dari ikan gurami jantan dewasa dengan bobot tubuh g dan dipreservasi pada larutan fisiologis NaCl 0,7% di dalam cawan petri steril pada suhu 4 o C selama 0 jam, 24 jam dan 48 jam. Testis didisosiasi menurut metode disosiasi optimum pada bab III. Setelah suspensi sel dicuci dengan PBS sebanyak 2 kali, jumlah sel selanjutnya dihitung menggunakan hemositometer di bawah mikroskop CX10 (Olympus) untuk menentukan volume pewarna atau label PKH 26 yang digunakan. Untuk visualisasi, sel donor dilabel dengan PKH 26 fluorescent membrane dye menurut metode pelabelan pada bab IV. Jumlah sel spermatogonia yang diameter selnya 15 µm dihitung menggunakan hemositometer. Suspensi sel
7 81 selanjutnya dipadatkan hingga konsentrasi /0,5 µl lalu disimpan pada suhu dingin dan tanpa cahaya hingga digunakan. b. Transplantasi sel donor ke dalam rongga genital larva resipien dan analisis kolonisasi sel donor pada gonad resipien Transplantasi sel donor ke dalam rongga genital mengikuti metode transplantasi pada bab IV. Suspensi sel yang diinjeksikan sebanyak 0,5 µl dengan jumlah sel testikular sebanyak sel. Resipien larva nila dipelihara dalam aquarium (60x60x60) cm 3 hingga siap dianalisis. Untuk mengevaluasi inkorporasi dari sel donor pada gonad resipien, gonad resipien ikan nila 2 bulan pascatransplantasi diamati di bawah mikroskop fluoresens Nikon Ellips E600. Jumlah resipien yang diperiksa sebanyak 6 ekor per perlakuan. Parameter keberhasilan transplantasi dihitung dari efisiensi kolonisasi yaitu persentase rasio jumlah resipien yang membawa spermatogonia gurami+pkh26 jumlah resipien yang diperiksa. Analisis Data dengan total Semua data kualitatif disajikan secara deskriptif, sedangkan data kuantitatif dalam bentuk nilai tengah diuji secara statistik menggunakan ANOVA (analysis of variance), dan dilanjutkan dengan uji Duncan multiple range test untuk menentukan beda nyata antar perlakuan. Analisis menggunakan program SPSS 17.0 for windows dan MS Office Excell Perbedaan karakter morfologis diuji secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Viabilitas Spermatogonia dari Jaringan Testis Ikan Gurami Pascapreservasi Viabilitas hasil disosiasi testis pascapreservasi 0 (kontrol jaringan testis segar), 6, 12, 24 dan 48 jam dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 11) menunjukkan bahwa lama preservasi dingin (4 o C) jaringan testis dalam larutan NaCl fisiologis berpengaruh nyata terhadap viabilitas sel spermatogonia (P<0,05). Perbedaan nyata mulai terlihat pada lama penyimpanan 12 jam yang mana viabilitas sel telah menurun dan berada di bawah
8 82 80%. Viabilitas menurun drastis pada jaringan testis yang dipreservasi selama 48 jam. Hampir separuh dari spermatogonia mengalami kematian yang ditandai dengan sel berwarna biru (Gambar 19). Tabel 5 Jumlah dan viabilitas rata-rata sel spermatogonia hasil disosiasi jaringan testis ikan gurami pascapreservasi pada lama inkubasi berbeda Lama preservasi (jam) Jumlah rata-rata spermatogonia/mg testis Viabilitas spermatogonia (%) ± ,77 ± 3,23 a ± ,37 ± 3,79 a ± ,70 ± 3,01 b ± ,30 ± 5,41 b ± ,48 ± 8,33 c Huruf superskrip yang berbeda setelah angka pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata (P<0,05). Preservasi adalah suatu cara untuk menyimpan bahan (organ, jaringan, atau sel) yang bertujuan untuk pengawetan, pemeliharaan dan menjaga agar tidak terjadi kerusakan pada bahan tersebut. Preservasi dapat berupa penyimpanan pada suhu rendah atau penyimpanan menggunakan bahan-bahan kimia. Preservasi dalam bentuk penurunan suhu di atas suhu beku dan dibawah suhu tubuh dapat menurunkan aktivitas metabolik, kebutuhan akan oksigen, konsumsi energi dan karenanya preservasi ini dapat memperpanjang viabilitas sel (Honaramooz & Yang 2011). Namun, jika pendinginan dilakukan terlalu lama akan merusak keseimbangan dan homeostasis seluler sehingga sel mengalami kematian. Umumnya suhu penyimpanan untuk jangka pendek adalah suhu refrigerator 4 o C. Ketidakseimbangan pada sel juga dipengaruhi oleh adanya peran reactive oxygen species (ROS), yaitu agen oksidatif yang termasuk dalam kategori radikal bebas hasil turunan metabolisme oksigen selama proses respirasi sel berlangsung (Sikka 1996). Aitken & Baker (2006) mengatakan bahwa produk ROS berupa senyawa-senyawa radikal bebas seperti O 2-, H 2 O 2, OH - dapat menurunkan viabilitas sel. Selama proses preservasi organ/jaringan/sel terus melakukan metabolisme untuk tetap hidup dengan melakukan proses oksidasi. Jika produk ROS pada sel dalam kondisi tidak terkendali akan berakibat negatif pada sel.
9 83 Gambar 19 Hasil disosiasi jaringan testikular ikan gurami. A. Tanpa preservasi, B. Pascapreservasi 24 jam, C. Pascapreservasi 48 jam. Kepala panah merah menunjukkan sel spermatogonia yang mati terwarnai oleh trypan blue, sedangkan kepala panah hitam menunjukkan sel spermatogonia hidup. Skala : 50 µm. Deskripsi Histologis Jaringan Testis Pascapreservasi Perubahan histologis semakin banyak ditemukan dengan semakin bertambahnya lama waktu preservasi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa testis yang tidak dipreservasi dan dipreservasi selama 6 jam belum memperlihatkan disintegrasi jaringan interstisial (Gambar 20C,20D). Demikian halnya pada testis yang dipreservasi selama 12 jam, meskipun pada perlakuan ini tampak jaringan interstisial sudah mengalami kerusakan (Gambar 20E,20F). Selsel Leydig dan sel-sel somatik yang terdapat pada jaringan interstisial masih terlihat jelas pada jaringan interstisial. Sedangkan pada testis yang dipreservasi selama 24 jam ditemukan beberapa batas antara tubulus yang sudah tidak terlihat dengan jelas atau dengan kata lain telah terjadi disintegrasi jaringan interstisial (Gambar 20G,20H). Disintegrasi jaringan interstisial sangat jelas terlihat pada sebagian besar area testis yang dipreservasi selama 48 jam sehingga jaringan interstisial antar tubulus tidak dapat dikenali lagi bahkan tubulus utuh sulit ditemukan (Gambar 20I,20J). Fenomena lain yang juga terjadi akibat dari preservasi 24 dan 48 jam tersebut adalah adanya disorganisasi lobul atau tubulus sehingga sel-sel pada jaringan interstisial seperti sel-sel darah dan sel Leydig yang seharusnya berada pada jaringan interstisial sering ditemukan di dalam tubulus (Gambar 20H,20J). Pada preparat histologis jaringan testis preservasi 48 jam, sista sel germinal tidak terlihat dengan jelas.
10 84 Gambar 20 Penampang melintang preparat histologis jaringan testis ikan gurami. A,B: tanpa preservasi, C,D: pascapreservasi 6 jam, E,F: pascapreservasi 12 jam, G,H: pascapreservasi 24 jam, I,J: pascapreservasi 48 jam. Gambar sebelah kanan adalah perbesaran dari kotak hitam di sebelah kiri. Keterangan: sel spermatogonia normal (kepala panah hitam), inti spermatogonia piknotik (kepala panah kuning), disintegrasi jaringan (DiJr), batas antar tubulus (Tb), sel Leydig (SL), sel sertoli (SS), sel darah (SD). Pewarnaan : Hematoksilin-Eosin.
11 85 Disintegrasi jaringan interstisial dan disorganisasi tubulus tersebut mengindikasikan bahwa telah terjadi proses enzimatik baik pada jaringan interstisial maupun pada tunika albuginea dari tubulus meskipun telah dipreservasi pada suhu 4 o C. Menurut Pieterse (2004) disintegrasi jaringan interstisial dan disorganisasi lobul (tubulus) dapat menyebabkan hilangnya spermatogonia, tidak dijelaskan mekanismenya, namun diduga sista spermatogonia utamanya yang berada pada daerah tepi tubulus dan sel-sel yang ada di dalamnya mengalami disintegrasi yang berakibat pada kematian sel spermatogonia. Perubahan histologis lain yang dapat diamati pada penelitian ini adalah beberapa inti sel spermatogonia mengalami penyusutan yang dikenal dengan istilah inti piknotik. Menurut Pieterse (2004) inti piknotik merupakan pertanda kematian sel yang dicirikan oleh berkumpulnya kromatin dan terjadi kondensasi kromatin. Hal inilah yang menyebabkan inti terlihat mengkerut dan berwarna sangat pekat. Inti sel piknotik mulai teramati pada testis yang dipreservasi selama 6 jam (Gambar 20D) dan semakin banyak ditemukan dengan semakin bertambahnya lama waktu preservasi (Gambar 20F,20H,20J). Analisis Kolonisasi Sel Spermatogonia Ikan Gurami yang Diisolasi dari Testis Pascapreservasi yang Ditransplantasikan pada Larva Ikan Nila Sebelum suspensi sel testikular disuntikkan secara i.p ke larva ikan nila, jumlah sel testikular dan viabilitas sel spermatogonia diamati (Tabel 6). Viabilitas sel spermatogonia terlihat mengalami penurunan seiring dengan semakin lamanya testis dipreservasi. Tabel 6 Jumlah dan viabilitas rata-rata sel spermatogonia dalam sel testikular ikan gurami yang disuntikkan pada larva ikan nila Periode preservasi Jumlah spermatogonia/ sel testikular Viabilitas sel testikular (%) Viabilitas spermatogonia (%) 0 jam ± ,47 ± 1,06 92,63 ± 4,11 24 jam ± ,76 ± 2,51 79,84 ± 2,06 48 jam ± ,68 ± 2,18 66,94 ± 3,74
12 86 Dari tiga kali ulangan dengan jumlah larva yang disuntik masing-masing 20 ekor diperoleh sintasan larva ikan nila 24 jam dan 1 bulan pt tidak berbeda nyata antara ketiga kelompok perlakuan periode preservasi 0, 24 dan 48 jam (P>0,05) (Gambar 21). Tingkat kelangsungan hidup di atas 90% pada 24 jam pt pada penelitian ini menegaskan kembali bahwa resipien ikan nila yang berumur 3 hpm secara fisik layak digunakan sebagai sel donor. Gambar 21 Sintasan resipien ikan nila pada 24 jam dan 1 bulan pascatransplantasi. Keterangan gambar : tanpa preservasi ( ), preservasi 24 jam ( ), preservasi 48 jam ( ). Hasil identifikasi sel donor pada gonad resipien berumur sekitar 2 bulan pt menunjukkan bahwa sel spermatogonia baik yang berasal dari testis yang dipreservasi dingin selama 24 jam maupun 48 jam mampu bermigrasi dan terkolonisasi pada gonad resipien. Efisiensi kolonisasi rata-rata sel spermatogonia dari testis yang dipreservasi sedikit lebih rendah dibandingkan tanpa preservasi, namun dari hasil uji statisik menunjukkan bahwa efisiensi kolonisasi sel spermatogonia baik yang berasal dari testis yang dipreservasi maupun tanpa preservasi tidak menunjukkan adanya perbedaan nyata (P>0,05) (Gambar 22, Lampiran 12). Sel spermatogonia dari sumber donor yang dipreservasi mampu bermigrasi dan terkolonisasi pada resipien sama halnya dengan yang berasal dari testis tanpa preservasi. Hal ini menunjukkan bahwa preservasi dingin pada suhu 4 o C tidak menghilangkan respon sel spermatogonia terhadap kemoatraktan yang
13 87 dikeluarkan oleh lingkungan mikro termasuk sel-sel somatik di area gonad resipien sehingga sel spermatogonia ikan gurami tersebut tetap mampu bermigrasi hingga ke saluran gonad larva ikan nila. Periode preservasi (jam) Gambar 22 Efisiensi kolonisasi sel spermatogonia ikan gurami yang diisolasi dari testis pascapreservasi 0, 24 dan 48 jam pada resipien ikan nila. Hasil pengamatan gonad resipien di bawah mikroskop fluoresens juga menunjukkan bahwa sel spermatogonia yang diisolasi dari testis yang dipreservasi tidak hanya terkolonisasi pada gonad resipien jantan (testis) melainkan juga pada gonad betina atau ovari (Gambar 23). Hal ini menunjukkan bahwa proses preservasi testis pada suhu 4 o C hingga 48 jam tidak menghilangkan kemampuan development plasticity dari sel spermatogonia ikan gurami sehingga sel spermatogonia ikan gurami yang terkolonisasi dapat berkembang menjadi sel germinal jantan maupun betina selama niche dari resipien dapat mendukung perkembangan tersebut. Seperti yang telah diungkapkan pada bab IV bahwa diferensiasi kelamin lebih banyak dipengaruhi oleh sel-sel somatik pada jaringan gonad dibandingkan kontrol dari sel eksogen itu sendiri (Yoshizaki et al. 2010). Teknik preservasi dingin merupakan teknik preservasi jangka pendek. Teknik ini sangat mudah diaplikasikan di lapangan karena hanya membutuhkan kotak pendingin (cool box) dan larutan fisologis. Daniel (1971) mengatakan bahwa larutan garam fisiologis selain digunakan sebagai cairan pembilas dari
14 88 organ, juga dapat menjadi medium buffer dan mempertahankan ph fisiologis (7,2 7,6) serta menyediakan lingkungan cairan ionik untuk metabolisme sel. Lensa fluoresens Tanpa lensa fluoresens Lensa fluoresens Tanpa lensa fluoresens Gambar 23 Gonad resipien ikan nila yang membawa sel donor ikan gurami dari testis pascapreervasi dan tanpa preservasi. A C: testis, D F: ovari, A,D: tanpa preservasi, B,E: preservasi 24 jam, C,F: preservasi 48 jam. Tanda panah menunjukkan sel germinal ikan gurami yang terkolonisasi. Skala: 100 µm.
15 89 Dengan dibuktikannya kemampuan kolonisasi sel donor yang diperoleh dari testis pascapreservasi dan dengan teknik isolasi yang optimum maka beberapa permasalahan teknis yang berkaitan dengan prosedur transplantasi dapat teratasi. Telah dipaparkan sebelumnya bahwa tujuan utama dari preservasi jaringan testikular ikan gurami pada suhu 4 o C adalah sinkronisasi ketersediaan sel donor dan resipien dalam kegiatan transplantasi spermatogonia pada ikan gurami. Dengan teknik preservasi dingin ini, limbah testis dari tempat-tempat pemotongan ikan gurami juga akan berpotensi untuk diselamatkan dan digunakan sebagai sumber donor sehingga masalah ketersediaan sel donor yang selama ini menjadi faktor pembatas dalam kegiatan transplantasi juga dapat teratasi. Teknik preservasi ini juga dapat berperan bagi upaya penyelamatan sel gamet ikan-ikan yang hampir punah yang mungkin saja ditemukan jauh dari lokasi laboratorium. KESIMPULAN 1. Testis ikan gurami dapat dipreservasi dingin pada suhu 4 o C. 2. Viabilitas sel menurun menjadi 55% pada preservasi selama 48 jam. 3. Sel testikular hasil preservasi dingin selama 48 jam dapat digunakan dalam transplantasi.
I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG
I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Beberapa tahun terakhir ini, para peneliti mencoba mengatasi masalahmasalah reproduksi pada hewan melalui teknologi transplantasi sel germinal jantan atau disebut juga transplantasi
Lebih terperinciIII. DISOSIASI JARINGAN TESTIKULAR IKAN GURAMI
III. DISOSIASI JARINGAN TESTIKULAR IKAN GURAMI ABSTRAK Disosiasi jaringan testikular untuk mendapatkan suspensi sel donor yang mengandung populasi sel spermatogonia banyak dan viabilitas tinggi merupakan
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Disosiasi Sel Testikular Ikan Gurame Berdasarkan kriteria ukuran sel spermatogonia ikan gurame (5-15 µm) menurut Mauluddin (2009), jumlah dan persentase sel spermatogonia
Lebih terperinciII. KARAKTERISASI MORFOLOGI SEL SPERMATOGONIA IKAN GURAMI DAN PENENTUAN SUMBER DONOR
II. KARAKTERISASI MORFOLOGI SEL SPERMATOGONIA IKAN GURAMI DAN PENENTUAN SUMBER DONOR ABSTRAK Salah satu faktor pembatas dalam melakukan transplantasi adalah bahwa tipe sel spermatogonia yang memiliki kemampuan
Lebih terperinciV. ANALISIS PROLIFERASI SEL SPERMATOGONIA IKAN GURAMI PADA GONAD IKAN NILA
V. ANALISIS PROLIFERASI SEL SPERMATOGONIA IKAN GURAMI PADA GONAD IKAN NILA ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemampuan proliferasi sel spermatogonia ikan gurami yang terkolonisasi pada
Lebih terperinciXENOTRANSPLANTASI SEL TESTIKULAR IKAN GURAMI KEPADA LARVA IKAN NILA IRMA ANDRIANI
XENOTRANSPLANTASI SEL TESTIKULAR IKAN GURAMI KEPADA LARVA IKAN NILA IRMA ANDRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini
Lebih terperinciOPTIMASI TRANSPLANTASI MENGGUNAKAN SEL DONOR DARI IKAN GURAME MUDA DAN IKAN NILA TRIPLOID SEBAGAI RESIPIEN
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, Desember 2010, hlm. 186-191 ISSN 0853 4217 Vol. 15 No.3 OPTIMASI TRANSPLANTASI MENGGUNAKAN SEL DONOR DARI IKAN GURAME MUDA DAN IKAN NILA TRIPLOID SEBAGAI RESIPIEN (OPTIMIZATION
Lebih terperinciTransplantasi sel testikular ikan neon tetra Paracheirodon innesi pada benih ikan mas
Jurnal Akuakultur Indonesia 12 (2), 113 120 (2013) Transplantasi sel testikular ikan neon tetra Paracheirodon innesi pada benih ikan mas Testicular cell transplantation of neon tetra Paracheirodon innesi
Lebih terperinciDAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C
DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C Disajikan oleh : Hotmaria Veronika.G (E10012157) dibawah bimbingan : Ir. Teguh Sumarsono, M.Si 1) dan Dr. Bayu Rosadi, S.Pt. M.Si 2)
Lebih terperinciBAB III METODE PENILITIAN. Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012).
BAB III METODE PENILITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012). Pemeliharaan dan perlakuan terhadap hewan coba dilakukan di rumah hewan percobaan
Lebih terperinciElektroporasi dan transplantasi sel testikular dengan label green fluorescent protein pada ikan nila
Jurnal Akuakultur Indonesia 12 (2), 187 192 (2013) Elektroporasi dan transplantasi sel testikular dengan label green fluorescent protein pada ikan nila Electroporation and green fluorescent protein-labelled
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Besar Veteriner Wates sebagai tempat pembuatan preparat awetan testis.
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2004 Pebruari 2005 di Sub Laboratorium Biologi Laboratorium Pusat MIPA UNS Surakarta sebagai tempat
Lebih terperinciWaktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2007 sampai dengan bulan Juli 2008 di Laboratorium Bersama Hewan Percobaan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persentase Ikan Jantan Salah satu faktor yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan proses maskulinisasi ikan nila yaitu persentase ikan jantan. Persentase jantan
Lebih terperinciII KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Kacang betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. rancangan percobaan post-test only control group design. Pengambilan hewan
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratorium, dengan rancangan percobaan post-test only control group design. Pengambilan hewan uji sebagai sampel
Lebih terperinciKOLONISASI DAN PROLIFERASI SEL TESTIKULAR IKAN NILA PUTIH YANG DITRANSPLANTASIKAN KE IKAN NILA HITAM TRIPLOID ANNA OCTAVERA
KOLONISASI DAN PROLIFERASI SEL TESTIKULAR IKAN NILA PUTIH YANG DITRANSPLANTASIKAN KE IKAN NILA HITAM TRIPLOID ANNA OCTAVERA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 1 PERNYATAAN MENGENAI
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo Lele dumbo merupakan salah satu jenis ikan konsumsi air tawar yang memiliki bentuk tubuh memanjang, memiliki sungut dengan permukaan tubuh
Lebih terperinciTEKNOLOGI TRANSPLANTASI SEL. Testicular cell transplantation technology in manipulation of giant gouramy fry production
TEKNOLOGI TRANSPLANTASI SEL TESTIKULAR DALAM REKAYASA PRODUKSI BENIH IKAN GURAME (Osphronemus gouramy ) Testicular cell transplantation technology in manipulation of giant gouramy fry production Alimuddin,
Lebih terperinciDIAMETER TUBULUS SEMINIFERUS DAN KETEBALAN LAPISAN EPITEL GERMINAL MENCIT JANTAN GALUR
ABSTRAK PENGARUH PASTA TOMAT (Solanum lycopersicum) TERHADAP DIAMETER TUBULUS SEMINIFERUS DAN KETEBALAN LAPISAN EPITEL GERMINAL MENCIT JANTAN GALUR BALB/c YANG DIINDUKSI CISPLATIN Irene, 2008. Pembimbing
Lebih terperinciBAB II. BAHAN DAN METODE
BAB II. BAHAN DAN METODE 2.1 Kultur Bakteri Pembawa Vaksin Bakteri Escherichia coli pembawa vaksin DNA (Nuryati, 2010) dikultur dengan cara menginokulasi satu koloni bakteri media LB tripton dengan penambahan
Lebih terperinciIII. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian
III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai dengan Februari 2010 di Stasiun Lapangan Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan,
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan, Viabilitas, dan Abnormalitas Kultur Primer Sel Paru-Paru Fetus Hamster Yang Dipapar Etanol
Lebih terperinciBAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. Penanaman sel ke 96-wells plate. Uji Viabilitas Sel
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. 4.2 Alur Penelitian Kultur Sel dari Penyimpanan Nitrogen Cair Inkubasi selama 48 jam dalam inkubator dengan
Lebih terperinciJurnal Akuakultur Indonesia 12 (1), 1 13 (2013)
Jurnal Akuakultur Indonesia 12 (1), 1 13 (2013) Transplantasi sel testikular ikan neon tetra Paracheirodon innesi (Characidae) pada larva ikan mas Cyprinus carpio (Cyprinidae): morfologi, proporsi, dan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Rasio Kelamin Ikan Nilem Penentuan jenis kelamin ikan dapat diperoleh berdasarkan karakter seksual primer dan sekunder. Pemeriksaan gonad ikan dilakukan dengan mengamati
Lebih terperinciS. Mulyati, M. Zairin Jr., dan M. M. Raswin
Pengaruh Jurnal Akuakultur Tiroksin Indonesia, terhadap Larva 1(1): Ikan 21 25(2002) Gurami Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai 21 http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id PENGARUH UMUR
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. primer sel otak fetus hamster ini merupakan penelitian eksperimental yang
32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian peran vitamin E (alpha tokoferol) terhadap proliferasi kultur primer sel otak fetus hamster ini merupakan penelitian eksperimental yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya satu tahun berhubungan seksual, sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi (Straight,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Desain pada penelitian ini adalah eksperimen laboratorium dengan
1 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain pada penelitian ini adalah eksperimen laboratorium dengan rancangan percobaan post test only control group design. Pengambilan hewan uji sebagai
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
14 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Domba Segera Setelah Koleksi Pemeriksaan karakteristik semen domba segera setelah koleksi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pemeriksaan secara makroskopis
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul PENGARUH PENAMBAHAN. AIR KELAPA (Cocos nucifera) TERHADAP VIABILITAS KULTUR SEL
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia sampai saat ini sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
Lebih terperinciPENGARUH PENAMBAHAN SERUM DAN ATAU DNase DALAM MEDIUM DISOSIASI TERHADAP JUMLAH DAN VIABILITAS SPERMATOGONIA IKAN GURAME (Osphronemus gouramy Lac.
1 PENGARUH PENAMBAHAN SERUM DAN ATAU DNase DALAM MEDIUM DISOSIASI TERHADAP JUMLAH DAN VIABILITAS SPERMATOGONIA IKAN GURAME (Osphronemus gouramy Lac.) NURIDA DESSALMA SYAHRANIA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan bulan Juli 2011 sampai September 2011 bertempat di Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Purbolinggo, kecamatan Purbolinggo, kabupaten Lampung
Lebih terperinciPENDAHULUAN. 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat produksi daging domba di Jawa Barat pada tahun 2016 lebih besar 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging domba dan kambing di
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. random pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar jantan.
34 BAB III METODE PENELITIAN A. DESAIN PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental laboratorik dengan post-test only control group design. Pemilihan hewan uji sebagai
Lebih terperinciTransplantasi sel testikular ikan neon tetra Paracheirodon innesi pada larva ikan mas Cyprinus carpio
Jurnal Akuakultur Indonesia 12 (1), 1 12 (2013) Transplantasi sel testikular ikan neon tetra Paracheirodon innesi pada larva ikan mas Cyprinus carpio Testicular cells transplantation of neon tetra Paracheirodon
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh Vitamin E (α-tokoferol) terhadap persentase
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh Vitamin E (α-tokoferol) terhadap persentase kerusakan, viabilitas, dan abnormalitas sel yang dipapar etanol pada kultur sel
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diberi 2-ME
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diberi 2-ME Hasil pengamatan pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan.
12 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika dan kolam percobaan pada Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar, Jl. Raya 2 Sukamandi,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan di kelompokkan menjadi 4 kelompok dengan ulangan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. laboratoris in vivo pada tikus putih wistar (Ratus Norvegicus)jantan dengan. rancangan post test only control group design.
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan eksperimental laboratoris in vivo pada tikus putih wistar (Ratus Norvegicus)jantan dengan rancangan post
Lebih terperinciII. BAHAN DAN METODE 2. 1 Rancangan penelitian 2.2 Persiapan wadah 2.3 Penyediaan larva ikan patin
II. BAHAN DAN METODE 2. 1 Rancangan penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 5 kali ulangan. Rancangan perlakuan yang diberikan pada larva ikan
Lebih terperinciOPTIMASI ELEKTROPORASI DENGAN GEN GREEN FLUORESCENT PROTEIN UNTUK TRANSPLANTASI SEL TESTIKULAR IKAN NILA EPRO BARADES
OPTIMASI ELEKTROPORASI DENGAN GEN GREEN FLUORESCENT PROTEIN UNTUK TRANSPLANTASI SEL TESTIKULAR IKAN NILA EPRO BARADES SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS
Lebih terperinciElektroporasi dan transplantasi sel testikular dengan label GFP pada ikan nila
Jurnal Akuakultur Indonesia 12 (2), 186 192 (2013) Artikel Orisinal Elektroporasi dan transplantasi sel testikular dengan label GFP pada ikan nila Electroporation and GFP-labelled transplantation of testicular
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, pada bulan Maret 2013 sampai dengan April 2013.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. dibagi menjadi kelompok kontrol dan perlakuan lalu dibandingkan kerusakan
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental laboratorik. Penelitian dilakukan dengan memberikan perlakuan pada sampel yang telah dibagi menjadi
Lebih terperinciPROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA REKAYASA PRODUKSI IKAN GURAME (Osphronemus gouramy) DENGAN TEKNOLOGI TRANSPLANTASI SEL TESTIKULAR KE IKAN NILA (Oreochromis niloticus) UMUR BERBEDA BIDANG KEGIATAN: PKM-AI
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air
Lebih terperinciPENGARUH EKSTRAK DAUN MINDI (Melia azedarach) DENGAN PELARUT AIR TERHADAP MORTALITAS LARVA CAPLAK ANJING (Rhipicephalus sanguineus)
PENGARUH EKSTRAK DAUN MINDI (Melia azedarach) DENGAN PELARUT AIR TERHADAP MORTALITAS LARVA CAPLAK ANJING (Rhipicephalus sanguineus) R. DANG PINA MANGGUNG FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan
16 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan pengamatan. Proses
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Metode Penelitian
MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai April 2012 bertempat di Indira Farm Hamtaro and Rabbit House, Istana Kelinci, dan di Unit Rehabilitasi
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini meliputi bidang ilmu kedokteran forensik dan
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi bidang ilmu kedokteran forensik dan patologi anatomi. 4.2 Waktu dan lokasi penelitian Penelitian dilakukan di
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Beku Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai prosedur teknis pengawasan mutu bibit ternak kemudian dimasukkan ke dalam straw dan dibekukan
Lebih terperinciFetus Hamster. Ginjal Fetus Hamster FBS
55 Lampiran 1. Kerangka Konsep Penelitian Fetus Hamster Ginjal Fetus Hamster Vitamin E FBS Media DMEM Konsentrasi: 1. 0 µm 2. 25 µm 3. 50 µm 4. 75 µm 5. 100 µm 6. 125 µm Vitamin Asam Amino Garam Glukosa
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan gurame Osphronemus gouramy (Anonim 2011c).
4 TINJAUAN PUSTAKA Ikan Gurame Osphronemus gouramy Lac. Klasifikasi dan sistematika ikan gurame Osphronemus gouramy Lac. menurut Saanin (1984), adalah sebagai berikut: Filum : Chordata Kelas : Pisces Ordo
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows.
18 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai Agustus 2011. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di Fasilitas Kandang
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. motilitas spermatozoa terhadap hewan coba dilaksanakan di rumah hewan,
36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pemeliharaan, perlakuan, pengamatan jumlah, morfologi, viabilitas, dan motilitas spermatozoa terhadap hewan coba dilaksanakan di rumah hewan,
Lebih terperinciUji Sitotoksik Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Sitotoksik Analisis Siklus Sel dengan Flow Cytometry
8 serta doxorubicin 1 µm. Penentuan nilai konsentrasi pada flow cytometry berdasarkan daya penghambatan yang dimungkinkan pada uji sel hidup dan rataan tengah dari range konsentrasi perlakuan. Uji Sitotoksik
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Entok (Cairina moschata) Entok (Cairina moschata) merupakan unggas air yang berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Entok lokal memiliki warna bulu yang beragam
Lebih terperinciABSTRAK. PENGARUH SAOS TOMAT (Solanum lycopersicum) TERHADAP DIAMETER TUBULUS TESTIS MENCIT GALUR DDY YANG TELAH DIINDUKSI DENGAN CISPLATIN
ABSTRAK PENGARUH SAOS TOMAT (Solanum lycopersicum) TERHADAP DIAMETER TUBULUS TESTIS MENCIT GALUR DDY YANG TELAH DIINDUKSI DENGAN CISPLATIN Alvin, 2010. Pembimbing I : Sylvia Soeng, dr., M.Kes Pembimbing
Lebih terperinci5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI
5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI Pengukuran parameter reproduksi akan menjadi usaha yang sangat berguna untuk mengetahui keadaan kelamin, kematangan alat kelamin dan beberapa besar potensi produksi dari
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
i LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA KARAKTERISASI DAN OPTIMASI JUMLAH SEL TESTIKULAR DALAM RANGKA REKAYASA PRODUKSI IKAN CARDINAL (Paracheirodon axelrodi) MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TRANSPLANTASI
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. asiatica L.) terhadap Pertumbuhan Sel Hepar Baby hamster yang Dipapar 7.12-
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian tentang Pengaruh Ekstrak Pegagan (Centella asiatica L.) terhadap Pertumbuhan Sel Hepar Baby hamster yang Dipapar 7.12- dimetilbenz(α)antrasen
Lebih terperinciIII OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini berupa ovarium domba lokal umur <1 tahun 3 tahun
14 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini berupa ovarium domba lokal umur
Lebih terperinciABSTRAK. Antonius Budi Santoso, Pembimbing I: Sylvia Soeng, dr. M.Kes. Pembimbing II: Sri Utami Sugeng, Dra., M.Kes.
ABSTRAK PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG TEMPE KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) SELAMA MASA PREPUBERTALTERHADAP VIABILITAS SPERMATOZOA MENCIT JANTAN GALUR SWISS WEBSTER Antonius Budi Santoso, 2007. Pembimbing
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan Penelitian. Metode Penelitian
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari 2010 sampai dengan Januari 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Embriologi Departemen Anatomi Fisiologi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan, yaitu bulan Januari sampai Maret 2012. Pemeliharaan dan perlakuan terhadap hewan coba dilakukan di rumah
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium Kimia untuk pembuatan ekstrak Myrmecodia pendens Merr. &
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi untuk pengaklimatisasian hewan uji serta
Lebih terperinciLampiran 1 Data Hasil Penelitian Tabel Persen Degranulasi Mastosit Mencit Jantan
Lampiran 1 Data Hasil Penelitian Tabel Persen Degranulasi Mastosit Mencit Jantan Perlakuan Rata-rata jumlah sel Mencit 1 Mencit 2 Mencit 3 Mencit 4 Mencit 5 % Deg Rata-rata jumlah sel % Deg Rata-rata jumlah
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Forensik dan Medikolegal, Thanatologi forensik, Sitologi forensik.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian adalah ruang lingkup disiplin Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Thanatologi forensik, Sitologi forensik. 4.2 Tempat
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Superovulasi Koleksi Sel Telur
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari 2011 s.d. Februari 2012. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Embriologi Departemen Anatomi Fisiologi dan
Lebih terperinciGAMBARAN HISTOLOGI GINJAL TIKUS BETINA (Rattus rattus) YANG DIINJEKSI VITAMIN C DOSIS TINGGI DALAM JANGKA WAKTU LAMA
GAMBARAN HISTOLOGI GINJAL TIKUS BETINA (Rattus rattus) YANG DIINJEKSI VITAMIN C DOSIS TINGGI DALAM JANGKA WAKTU LAMA TIM PENELITI : 1. NI WAYAN SUDATRI, S.Si., M.Si, 2. IRIANI SEYAWATI, S.Si.,M.Si. 3.
Lebih terperinciII. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian
II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember 2011 di Laboratorium Lingkungan dan Laboratorium Kesehatan Ikan, Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN. Semarang, Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran Universitas
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1. Lingkup Tempat Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biologi Universitas Negeri Semarang, Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran
Lebih terperinciBAB III. METODE PENELITIAN
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimental laboratorium posttest-only equivalent-group design dengan kelompok perlakuan dan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat Metode Penelitian Pembuatan Larutan Ekstrak Rumput Kebar
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2008 sampai dengan Mei 2009. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi
Lebih terperincibio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian
III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian Materi penelitian berupa benih ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V.) berumur 1, 2, 3, dan 4 bulan hasil kejut panas pada menit ke 25, 27 atau 29 setelah
Lebih terperinciII KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari
6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Semen Kambing Semen adalah cairan yang mengandung gamet jantan atau spermatozoa dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari suspensi
Lebih terperinciPENDAHULUAN. sehingga dapat memudahkan dalam pemeliharaannya. Kurangnya minat terhadap
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang dikenal di Indonesia sebagai ternak penghasil daging dan susu. Kambing adalah salah satu ternak yang telah didomestikasi
Lebih terperinciKualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (1): 39-44 ISSN: 0852-3581 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Universitas Pendidikan Indonesia dan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar
HASIL DAN PEMBAHASAN Semen adalah cairan yang mengandung suspensi sel spermatozoa, (gamet jantan) dan sekresi dari organ aksesori saluran reproduksi jantan (Garner dan Hafez, 2000). Menurut Feradis (2010a)
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan pada bulan Maret-Mei 2013. Pengambilan sampel ikan mas berasal dari ikan hasil budidaya dalam keramba jaring apung
Lebih terperinciII. METODE PENELITIAN
II. METODE PENELITIAN 2.1 Persiapan Ikan Uji Ikan nila (Oreochromis niloticus) BEST didatangkan dari Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor yang berukuran rata-rata 5±0,2g, dipelihara selama ±
Lebih terperincistatistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks
Persentase Rasio gonad perberat Tubuh Cobia 32 Pembahasan Berdasarkan hasil pengukuran rasio gonad dan berat tubuh cobia yang dianalisis statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin
Lebih terperinciII. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian
II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Ikan nila yang digunakan adalah ikan nila strain BEST yang berasal dari Instalasi Riset Plasma Nutfah, Cijeruk dengan ukuran panjang 4,52±3,9 cm dan bobot 1,35±0,3
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. test only control group design. Pengukuran awal tidak dilakukan karena dianggap sama untuk
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental dengan metode post test only control group design. Pengukuran awal tidak dilakukan karena dianggap
Lebih terperinciGAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.l RAHMAT HIDAYAT SKRIPSI
GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.l RAHMAT HIDAYAT SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU
Lebih terperinciPROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA BIDANG KEGIATAN: PKM-AI
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA TRANSPLANTASI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus BIDANG KEGIATAN: PKM-AI Diusulkan oleh: Yadi Apriadi C14080090 2008 Darmawan
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN. eksperimental dengan Rancangan Acak Terkontrol. Desain ini melibatkan 5
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan Rancangan Acak Terkontrol. Desain ini melibatkan 5 (lima) kelompok
Lebih terperinciTEKNIK PEMBUATAN PREPARAT SMEAR SEL SPERMA
TEKNIK PEMBUATAN PREPARAT SMEAR SEL SPERMA LAPORAN PRAKTIKUM diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Mikroteknik disusun oleh: Kelompok 1 Kelas C Adam Andytra (1202577) Devi Roslina (1200351)
Lebih terperinciABSTRAK. GAMBARAN HISTOLOGIS HATI MENCIT SWISS WEBSTER JANTAN YANG DIBERIKAN MINYAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.)
ABSTRAK GAMBARAN HISTOLOGIS HATI MENCIT SWISS WEBSTER JANTAN YANG DIBERIKAN MINYAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) Agus Prihanto W., 2011. Pembimbing I : Sri Utami Sugeng, Dra., M.Kes. Pembimbing
Lebih terperinciTUGAS AKHIR - SB Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP.
TUGAS AKHIR - SB 091358 Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP. 1507 100 016 DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP. Kebutuhan pangan (ikan air tawar) semakin meningkat Kualitas
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. terhadap proliferasi sel ginjal fetus hamster yang dikultur primer merupakan
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang peran pemberian vitamin E dalam media DMEM terhadap proliferasi sel ginjal fetus hamster yang dikultur primer merupakan penelitian
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014.
10 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014. Pengambilan sampel tanah dilakukan di Hutan mangrove Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Analisis
Lebih terperinciBAB 4 METODE PENELITIAN
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik dan Ilmu Patologi Anatomi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan selama
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.
Lebih terperinci