GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.l RAHMAT HIDAYAT SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.l RAHMAT HIDAYAT SKRIPSI"

Transkripsi

1 GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.l RAHMAT HIDAYAT SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.l adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Desember 2008 RAHMAT HIDAYAT C

3 RAHMAT HIDAYAT, C Gambaran Histologis Testis Muda dan Dewasa pada Ikan Mas Cyprinus carpio.l. (Dibimbing oleh Dinar Tri Soelistyowati dan Alimuddin). Tekanan pada populasi ikan diberbagai ekosistem perairan, baik didarat maupun dilautan, yang disebabkan oleh meningkatnya pencemaran, kerusakan habitat, predasi, maupun penangkapan yang berlebih berpotensi mengancam kepunahan suatu spesies. Dalam konteks pengelolaan sumberdaya perikanan, suatu spesies ikan perlu dipertahankan atau ditingkatkan produksinya agar dapat memenuhi kebutuhan pangan bagi umat manusia serta bebas dieksploitasi untuk kebutuhan generasi mendatang. Solusi dari permasalahan tersebut adalah rehabilitasi dan konservasi biologi stok, terutama pada spesies ikan yang memiliki fekunditas kecil dan fertilitas yang rendah, sehingga perbanyakan populasi menjadi kendala yang serius. Salah satu teknologi pengembangbiakan dalam akuakultur adalah menghasilkan keturunan suatu spesies ikan dengan menitipkan gametnya pada spesies ikan lain, yaitu melalui transplantasi sel spermatogonia. Sel spermatogonia ini akan menurunkan informasi genetik ke generasi berikutnya melalui pematangan gonad dan fertilisasi. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran histologis testis terkait dengan populasi sel spermatogonia pada ikan mas Ciprynus carpio. L muda dan dewasa. Penelitian berlangsung dari bulan Februari sampai Agustus 2008 di Laboratorium Pengembangbiakan Ikan dan Genetika Ikan, Laboratorium Kesehatan Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Sampel ikan mas yang digunakan terdiri dari ikan muda dan dewasa masingmasing sebanyak 3 ekor yang bervariasi bobot tubuhnya. Preparat histologis testis dibuat dengan cara fiksasi menggunakan larutan Bouin selama ± 24 jam, dehidrasi dengan alkohol, secara bertingkat (70 %, 80 %, 90 %, 95 %) dan alkohol absolut (alkohol 100 %) I, II, III, Clearing dengan larutan xylol, infiltrasi dalam parafin cair, embedding dalam blok parafin, pemotongan blok parafin, deparafinisasi, rehidrasi dengan xylol dan alkohol bertingkat, pewarnaan menggunakan Hematoksilin-eosin (HE), dan Pengamatan dengan mikroskop. Gambaran histologis testis muda dan dewasa menunjukkan populasi sel spermatogonia yang paling banyak ditemukan pada ikan mas yang lebih muda yang memiliki nilai GSI paling kecil yaitu pada ikan berukuran terkecil, sedangkan pada ikan yang berukuran besar terdapat perbedaan GSI yang mencolok pada ikan yang telah mengalami pemijahan dibandingkan dengan yang belum memijah, nilai GSI yang lebih kecil menunjukkan siklus reproduksi telah berulang paska pemijahan yaitu menunjukkan populasi spermatogonia yang lebih tinggi, sebaliknya GSI lebih besar menunjukkan puncak kematangan, yaitu lebih banyak ditemukan spermatozoa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa GSI kecil merupakan indikator ketersediaan spermatogonia yang lebih banyak, sedangkan pada penggunaan ikan dewasa perlu mempertimbangkan korelasi GSI dengan bobot tubuhnya untuk meminimalisasi kesalahan pemilihan donor pada transplantasi sel dan meningkatkan keberhasilannya.

4 GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.l RAHMAT HIDAYAT SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Budidaya Perairan PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

5 SKRIPSI Judul Skripsi Nama Mahasiswa NRP Program Studi : Gambaran Histologis Testis Muda dan Dewasa pada Ikan Mas Cyprinus carpio. L : Rahmat Hidayat : C : Teknologi dan Manajemen Akuakultur Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr. Dinar Tri Soelistyowati Dr. Alimuddin NIP NIP Mengetahui, Wakil Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, MSc NIP Tanggal lulus :

6 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT, dengan perkenan-nya jua penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini berjudul Gambaran Histologi Testis Muda dan Dewasa pada Ikan Mas Cyprinus carpio.l, yaitu gambaran secara deskriptif morfologi dan jumlah populasi sel spermatogonia testis ikan mas muda dan dewasa. Berkenaan dengan selesainya penulisan skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ibu Dr. Dinar Tri Soelistyowati dan Bapak Dr. Alimuddin yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahannya dalam penelitian dan penulisan skripsi ini, 2. Bapak Ir. Irzal Effendi, M.Si yang telah berkenan menguji penulis dan memberikan masukannya, 3. Bapak Adi Winarto P.hD atas arahan dan masukannya. 4. Abah dan Mamah, Teteh, Aa tercinta atas dukungan dan do anya selama ini, 5. Teman-teman dan adik- adik BDP (Firman, Anna, Bambang, Erik, Dwi, Ma ul, Hendi, Uu) atas segala bantuannya. 6. Abang-abang dan teman-temanku (mas Warsito, mas Geru, mas Insan, Dekri, Yanuar, Adit, Wasis, Komar, Hilman) atas dorongan dan bantuannya. 7. Semua pihak yang turut membantu penyelesaian skripsi ini. Skripsi ini tidak luput dari kekurangan, namun penulis berharap dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan. Bogor, Desember 2008 Penulis i

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cikedal, Pandeglang, Banten, pada tanggal 8 Agustus 1985 sebagai anak ke empat dari empat bersaudara, dari ayah bernama Ardin, dan ibu bernama Badriyah. Pendidikan Taman Kanak-kanak penulis selesaikan di TK Mathla ul Anwar pada tahun 1992 dan pendidikan Dasar di SDN Tunas Karya pada tahun Tahun 2000 lulus dari SMPN 1 Menes dan menyelesaikan pendidikan menengah umum di SMUN 1 Menes pada tahun Pendidikan di Institut pertanian Bogor (IPB) penulis tempuh sejak tahun 2003 melalui Undangan Saringan Masuk IPB (USMI) dengan memilih Departemen Budidaya perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti pendidikan penulis pernah aktif dalam keanggotaan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (BEM - C), ( ) Penulis juga pernah aktif sebagai asisten Pendidikan Agama Islam ( dan ). Untuk menambah wawasan tentang dunia perikanan penulis lakukan dengan mengikuti Praktek Lapang (PL) di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung pada bulan Juni sampai bulan September 2006 dengan judul Pembenihan dan Pembesaran Ikan Kerapu Tikus Cromileptes altivelis di Balai Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung. Penulis melaksanakan tugas akhir dengan judul penelitian Gambaran Histologis Testis Muda dan Dewasa pada Ikan Mas Cyprinus carpio.l.

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI i DAFTAR GAMBAR.. ii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan.. 2 II. TINJAUAN PUSTAKA Sel Stem Testis Transplantasi Transplantasi Stem Sel Spermatogonia 8 III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Prosedur Kerja Analisis Data. 11 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Gonado Somatic Index (GSI) Morfologi Sel germinal 13 V. KESIMPULAN.. 18 DAFTAR PUSTAKA. 19 LAMPIRAN 21 i

9 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Gambar histologis testis ikan Grafik perbandingan bobot testis dengan nilai GSI pada ikan mas ukuran kecil dan besar Gambar testis secara histologis pada ikan mas ukuran kecil dan besar. 15 ii

10 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan budidaya ikan dilakukan dengan tujuan memproduksi ikan sesuai dengan performa yang diinginkan, seperti morfologi, pertumbuhan, pertambahan jumlah dan kelangsungan hidup yang tinggi. Namun untuk mendapatkan tingkat produksi yang optimal, ternyata banyak sekali kendala yang dihadapi. Pada jenis ikan tertentu, terdapat ikan yang memiliki fekunditas yang kecil dan tingkat fertilitas yang rendah, masa kritis pada fase larva yaitu masa peralihan dari kuning telur menuju pakan alami sebagai sumber energi, serta siklus reproduksi yang terganggu akibat faktor lingkungan seperti predasi atau overeksploitasi oleh manusia, sehingga tidak mampu menghasilkan keturunan dalam jumlah yang besar. Selain itu, beberapa jenis ikan budidaya juga membutuhkan waktu lama untuk mencapai matang kelamin pertama. Teknologi dalam akukultur telah berhasil menghasilkan keturunan suatu spesies ikan yang salah satu sel gametnya dihasilkan pada spesies ikan lain, yaitu dengan melalui transplantasi sel spermatogonia. Teknologi ini mungkin dapat digunakan untuk menjadi alternatif program pengembangbiakan ikan yang jumlahnya terus berkurang, dan diharapkan dapat merevolusi teknik pemeliharaan ikan yang dikembangkan selama ini, sehingga dapat mengkonservasi populasi ikan yang terancam punah. Sel spermatogonia dihasilkan dalam proses spermatogenesis, yaitu merupakan sel yang mengandung populasi sel stem. Dalam proses spermatogenesis, spermatogonia berkembang menjadi spermatosit, spermatid hingga sperma. Sel spermatogonia dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu sel spermatogonia yang belum terdiferensiasi dan sel spermatogonia yang telah terdiferensiasi. Sel spermatogonia yang telah terdiferensiasi akan mengalami perbanyakan melalui pembelahan mitotik dan meiotik hingga menjadi spermatozoa. Sedangkan sel yang belum terdiferensiasi memiliki kemampuan memperbaharui diri sepanjang hidup organisme dan berkembang menjadi spermatozoa sama dengan sel spermatogonia yang telah terdiferensiasi. Stem sel spermatogonia yang belum terdiferensiasi ini dapat menurunkan informasi genetik 1

11 ke generasi berikutnya melalui pematangan gonad dan fertilisasi. Apabila sel spermatogonia yang belum terdiferensiasi ini ditransplantasikan ke embrio ikan lain, maka akan berkembang menjadi sel gonia dan sel gamet yang sesuai dengan jenis kelaminnya. Kemudian, melalui pembuahan secara buatan dengan ikan donor yang menginjeksikan sel spermatogonia-nya, maka akan menghasilkan keturunan dari ikan donor tersebut. Teknologi rekayasa ini diprediksi akan sangat berguna untuk menyimpan (back-up) material genetik berbagai jenis ikan yang saat ini terancam kepunahan disebabkan karena sel spermatogonia mudah diawetkan dengan pembekuan (cryopreserve) pada suhu yang amat rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Prof. Goro Yoshizaki dan koleganya dari Tokyo University of Marine Science and Teknologi, telah berhasil membuat ikan salmon jantan memproduksi sperma ikan trout aktif setelah menyuntiknya dengan sel spermatogonia dari ikan trout. Sperma itu mampu membuahi telur ikan trout dan menghasilkan anak-anak ikan trout yang sehat. Kemudian Prof. Goro Yoshizaki juga telah menghasilkan seratus persen sel sperma dan sel telur ikan trout dari ikan salmon jantan dan betina yang mandul menggunakan teknologi triploidisasi. Penerapan teknologi transplantasi memerlukan informasi dasar mengenai gambaran sel spermatogonia pada ikan. Informasi ini diperlukan untuk mengetahui donor yang baik dengan porsi sel spermatogonia yang banyak. Donor dengan porsi sel yang banyak dapat menghasilkan induk semang (Surrogate broodstock) yang lebih banyak Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran histologis testis terkait dengan jumlah populasi sel spermatogonia pada ikan mas Cyprinus carpio.l pada tingkat kedewasaan yang berbeda. 2

12 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sel Stem Sel stem ialah sel yang belum berdiferensiasi dan memiliki potensi untuk berdiferensiasi menjadi jenis sel lain. Kemampuan berdiferensiasi tersebut memungkinkan sel stem ini menjadi sistem perbaikan tubuh dengan menyediakan sel-sel baru selama organisme bersangkutan hidup. Sel stem ini merupakan suatu jenis sel yang spesial dengan kemampuannya yang sangat unik untuk memperbanyak dan memperbaharui dirinya sendiri. Keunikan lainnya adalah kemampuannya untuk dapat berubah menjadi berbagai macam jenis sel yang berbeda-beda, sesuai dengan lingkungannya. Bila sel stem di tanam dalam jaringan otak, maka akan menjadi sel otak, bila ditanam di jantung, akan menjadi sel jantung, dan bila ditanam di jaringan tulang maka berkembang menjadi sel tulang (Faried, 2007). Sel-sel induk dapat digolongkan berdasarkan potensi yang dimiliki oleh sel tersebut maupun berdasarkan asalnya. Berdasarkan potensi yang dimiliki oleh sel stem, terdapat 4 macam sel induk, yaitu : 1). Sel induk ber-totipotensi (toti = total) adalah sel induk yang memiliki potensi untuk berdiferensiasi menjadi semua jenis sel. Sel induk bertotipotensi diperoleh dari sel induk embrio, hasil pembuahan sel telur oleh sel sperma; 2). Sel induk ber-pluripotensi (plur I = jamak); 3). Sel induk ber-multipotens; 4). Sel induk ber-unipotensi (uni = tunggal) adalah sel induk yang hanya dapat menghasilkan satu jenis sel tertentu, tetapi memiliki kemampuan memperbarui diri yang tidak dimiliki oleh sel yang bukan sel induk. Sedangkan berdasarkan jenis dan asal sel stem, sel induk dapat dibedakan menjadi 2, yaitu : 1). Embryonal stem cells, yaitu berasal dari embrio pada fase blastosit (5-7 hari setelah pembuahan). Massa sel bagian dalam mengelompok dan mengandung sel-sel induk embrionik. Sel-sel diisolasi dari massa sel bagian dalam dan dikultur secara in vitro. Sel induk embrional dapat diarahkan menjadi semua jenis sel yang dijumpai pada organisme dewasa, seperti sel-sel darah, selsel otot, sel-sel hati, sel-sel ginjal, dan sel-sel lainnya. Embryonal stem cells ini terbagi dua yaitu (Faried, 2007) : a). Embryonic stem cells, berasal dari kumpulan sel, bernama inner cell mass, yang merupakan bagian dari embryo fase awal yang 3

13 dikenal sebagai blastocyte; b). Embryonic germ cells: berasal dari jaringan fetus. Sel tersebut diisolasi dari primordial stem cells yang di ambil dari jaringan gonad. 2). Adult stem cells, yaitu berasal dari sel yang belum berdiferensiasi pada sel individu dewasa, tetapi memiliki sifat-sifat menyerupai sel stem (Faried, 2007). Sel induk dewasa mempunyai dua karakteristik, yaitu : a). Sel-sel tersebut dapat berproliferasi dalam periode yang panjang untuk memperbarui diri; b). Sel-sel tersebut dapat berdiferensiasi untuk menghasilkan sel-sel khusus yang mempunyai karakteristik morfologi dan fungsi yang spesial Testis Testis merupakan sepasang organ memanjang yang terletak pada dinding dorsal (Tang dan Affandi, 2002). Pada ikan mas, testis berbentuk lonjong dan berwarna putih susu. Testis sebagai gonad jantan memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai penghasil spermatogonia dan mensekresi hormon androgen (Nalbandov, 1990). Pada testis muda biasanya terlihat hanya ada sel spermatogonia dan sel sertoli pada tubulusnya (Prasetyaningtyas, 2006). Tubulus biasanya belum mengandung rumen dan terdapat jaringan ikat yang tebal di sekitar tubulus (Prasetyaningtyas, 2001). Terdapat beberapa jaringan di dalam testis (Pergiwa, 2003) yaitu : 1). Tubuli seminiferi, epitelnya terdiri dari dua macam sel yang berbeda, yaitu sel germinatif dan sel sertoli. Sel Germinatif merupakan sel yang akan mengalami perubahan selama proses spermatogenesis sebelum siap untuk mengadakan fertilisasi. Sel sertoli merupakan sel yang berbentuk panjang dan kadang-kadang seperti piramid, terletak dekat atau diantara sel germinatif. Sel ini memberi makan kepada spermatozoa yang masih muda, memfagosit sel-sel spermatozoa yang telah mati atau mengalami degradasi; 2). Sel stroma atau tenunan pengikat di luar tubuli seminiferi, yang mengandung pembuluh darah, limfe, sel saraf dan sel makrofag; 3). Sel interstitial dan sel-sel Leydig. Sel Leydig dapat menghasilkan hormon testosteron, yang juga dihasilkan oleh spermatozoa dan kelenjar adrenal. Sel spermatozoa merupakan hasil perkembangan dari sel spermatogonia yang diproduksi oleh tubul seminiferi dari testis pada epitel germinatif dengan 4

14 cara pembelahan. Hal ini terjadi melalui proses spermatogensesis, secara sempurna setelah individu mencapai dewasa kelamin. Proses spermatogenesis dibagi menjadi empat tahap (Ownby, 1999) yaitu : 1) Tahap proliferasi, yaitu dimulai sejak sebelum lahir sampai saat setelah lahir. Bakal sel kelamin yang ada pada lapisan basal dari tubuli seminiferi melepaskan diri dan membelah secara mitosis sampai dihasilkan banyak sel spermatogonia; 2) Tahap tumbuh, yaitu spermatogonia membelah diri secara mitosis sebanyak empat kali sehingga dihasilkan 16 sel spermatogonia; 3) Tahap menjadi masak, yaitu sel spermatogonia menjadi sel spermatosit. Pada tahap ini terjadi pembelahan meiosis sehingga sel spermatosit primer berubah menjadi sel spermatosit sekunder. Kemudian sel spermatosit sekunder akan berubah menjadi spermatid bersamaan dengan pengurangan jumlah kromosom dari diploid (2n) menjadi haploid (n); 4) Tahap transformasi, yaitu terjadi proses metamorfosa seluler dari sel spermatid sehingga terbentuk sel spermatozoa; Menurut Djuwita dkk. (2000), proses spermatogenesis dibagi menjadi dua tahap yaitu : 1). Spermatositogenesis, adalah pertumbuhan jaringan spermatogenik dengan pembelahan mitosis yang diikuti dengan pembelahan reduksi (meiosis). Pada fase ini spermatogonia mempunyai kemampuan memperbaharui diri, sehingga menjadi dasar spermatogonial stem cell (Ogawa et al., 1997). Pada pembelahan meiosis jumlah kromosom dibagi dua sama banyak yaitu dari diploid (2n) menjadi haploid (n), sehingga pada saat yang bersamaan sel benih primordial juga berkembang menjadi spermatogonia yang selanjutnya akan berdiferensiasi menjadi spermatosit primer. Spermatosit primer akan berkembang menjadi spermatosit sekunder. Spermatosit sekunder melalui pembelahan meiosis akan menghasilkan spermatid; 2). Spermiogenesis, yaitu sel spermatid akan mengalami metamorfosa dan membentuk spermatozoa secara sempurna. Perubahan proses metamorfosa ini meliputi pembentukan akrosom, kepala, badan, dan ekor dari spermatozoa. 5

15 Gambar 1.Gambar Histologis Testis Ikan (Takayama dan Hibiya, 1995 ) 2. Sel spermatogonium primer, 3. Sel spermatogonium sekunder, 4. Sel spermatosit primer, 6. Sel spermatosit sekunder 8. Sel spermatid, 9. Sel spermatozoa 2.3. Transplantasi Transplantasi adalah pemindahan sel, jaringan, maupun organ hidup dari donor kepada resipien atau dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh lainnya dengan tujuan mengembalikan fungsi yang telah hilang (Nurcahyo, 2007) Jaringan atau organ yang didonorkan bisa berasal dari tubuh yang masih hidup maupun yang belum lama mati. Yang lebih efektif adalah jaringan yang berasal dari tubuh yang masih hidup karena angka keberhasilannya tinggi. Transplantasi sel induk dapat berupa (Arifin, 2004): 1). Transplantasi autologus, menggunakan sel induk pasien bersangkutan, yang dikumpulkan sebelum pemberian kemoterapi dosis tinggi; 2). Transplantasi alogenik menggunakan sel induk dari donor yang cocok, yaitu berasal dari induk yang memiliki hubungan keluarga atau tanpa hubungan 6

16 keluarga; 3). Transplantasi singenik, menggunakan sel induk dari saudara kembar identik. Masalah terbesar dalam transplantasi adalah rejeksi (penolakan), sebagaimana kuman atau benda asing yang memasuki tubuh, dan tubuh penerima akan mengembangkan berbagai reaksi penolakan atau rejeksi terhadap organ dan jaringan yang baru dicangkokkan tersebut. Untuk mengurangi besarnya penolakan tersebut, maka sebaiknya jaringan donor dan jaringan resipien harus memiliki kesesuaian yang semaksimal mungkin. Untuk mencapai tingkat kesesuaian yang semaksimal mungkin, dilakukan penentuan jenis jaringan donor dan resipien. Transplantasi yang paling baik dilakukan bila organ atau jaringan pengganti berasal dari tubuh sendiri (Anonimous, 2002), karena tidak akan menimbulkan rejeksi. Sebaliknya, organ atau jaringan yang berasal dari orang lain (kecuali saudara kembar satu telur) sering menimbulkan reaksi penolakan yang mungkin mengakibtakan berbagai komplikasi. Jika seseorang menerima jaringan dari donor, maka antigen pada jaringan yang dicangkokkan tersebut akan memberi peringatan kepada tubuh resipien bahwa jaringan tersebut merupakan benda asing (Nurcahyo, 2007). Antigen adalah zat yang dapat merangsang terjadinya suatu respon kekebalan, yang ditemukan pada permukaan setiap sel di tubuh manusia. Tiga antigen spesifik pada permukaan sel darah merah adalah A, B dan Rh, yang menentukan apakah akan terjadi penolakan atau penerimaan pada suatu transfusi darah. Karena itu darah digolongkan berdasarkan ketiga jenis antigen tersebut. Jaringan lainnya memiliki berbagai antigen, sehingga penyesuaian menjadi lebih mungkin terjadi. Sekelompok antigen yang disebut human leukocyte antigen (HLA) merupakan antigen yang paling penting pada pencangkokan jaringan lain selain darah. Semakin sesuai antigen HLA-nya, maka kemungkinan besar pencangkokan akan berhasil. Biasanya sebelum suatu organ dicangkokkan, jaringan dari donor dan resipien diperiksa jenis HLA-nya. Pada kembar identik, antigen HLAnya benarbenar sama. Pada orang tua dan sebagian besar saudara kandung, beberapa memiliki antigen yang sama, 1 diantara 4 pasang saudara kandung memiliki antigen yang sama. Meskipun jenis HLA agak mirip, tetapi jika sistem kekebalan resipien tidak 7

17 dikendalikan, maka organ yang dicangkokkan biasanya ditolak. Penolakan biasanya terjadi segera setelah organ dicangkokkan, tetapi mungkin juga baru tampak beberapa minggu bahkan beberapa bulan kemudian. Penolakan bisa bersifat ringan dan mudah ditekan atau mungkin juga sifatnya berat dan progresif meskipun telah dilakukan pengobatan. Penolakan tidak hanya dapat merusak jaringan maupun organ yang dicangkokkan tetapi juga bisa menyebabkan komplikasi Transplantasi Sel Stem Spermatogonia Dalam setiap proses reproduksi, pada umumnya benih ikan dihasilkan dari embrio yang berkembang dari hasil pembuahan sel telur oleh sel sperma induknya atau yang dikenal dengan istilah fertilisasi. Sel sperma dan sel telur ini berkembang dari sel gonia masing - masing yaitu merupakan sel pertama yang berkembang dari proses gametogenesis. Pada ikan betina disebut sel oogania dan pada ikan jantan disebut sel spermatogonia. Teknologi dalam budidaya telah berhasil menghasilkan keturunan suatu spesies ikan yang salah satu induknya berasal dari spesies lain, yaitu dengan melalui transplantasi sel spermatogonia. Sel spermatogonia secara alamiah akan berkembang akan menjadi sperma, tetapi apabila disuntikkan ke dalam perut embrio ikan betina akan berkembang menjadi sel telur. Namun tak semua spesies bisa menerima transplantasi semacam itu jika tak menemukan kerabat dekat suatu spesies bersangkutan untuk menjadi orang tua pengganti. Sel spermatogonia merupakan sel pertama dari proses spermatogenesis. Sel spermatogonia akan tetap dalam masa dorman hingga masa pubertas (Slomianka, 2006). Pada testis muda biasanya terlihat hanya ada sel spermatogonia dan sel sertoli pada tubulusnya (Prasetyaningtias, 2006). Di dalam epitel seminiferus sel spermatogonia terbagi menjadi dua tipe sel, yaitu sel spermatogonia tipe A dan tipe B (Slomianka, 2006) : 1). Sel spermatogonia tipe A memiliki nukleus yang berbentuk bulat dengan rangkaian benang-benang kromatin, dengan satu atau dua nukleoli. Spermatogonia tipe A merupakan sel yang dapat membentuk generasi baru baik berupa sel spermatogonia tipe B maupun sel spermatogonia tipe A. Sel ini 8

18 memiliki kemampuan memperbaharui diri (self-renewal) sepanjang hidup organisme dan juga dapat terus berkembang menjadi spermatozoa seperti halnya sel spermatogonia terdiferensiasi. Sel spermatogonia tipe A ini dapat menurunkan informasi genetik ke generasi berikutnya melalui pematangan gonad dan fertilisasi ; 2). Sel spermatogonia tipe B memiliki nuklei yang berbentuk bulat dan benangbenang kromatin berbagai ukuran, biasanya terikat pada membran nuklear dan satu nukleolus. Meskipun sel spermatogonia tipe B dapat meregenerasi, akan tetapi tidak dapat berfungsi seperti se steml, dan pembelahan mitosis akhirnya akan selalu berbentuk spermatosit primer. Transaplantasi sel spermatogonia telah berhasil dilakukan diantaranya oleh Goro Yoshizaki dari Universitas Tokyo yaitu dengan mengisolasi spermatogonia dari testis ikan rainbow trout (Onchorhynchus mykiss) dan mentransplantasikan dalam rongga perut ikan jantan dan betina lainnya. Pada tubuh ikan jantan, sel yang ditransplantasikan berkembang menjadi sperma, sedangkan pada ikan betina menjadi sel telur (Wah, 2006). Dalam riset Yoshizaki, sperma ikan salmon jantan yang ditransplantasi dengan bakal gonad atau primordial germ cell tahap awal pembentukan sperma dan digunakan untuk membuahi telur trout hanya menghasilkan 0,4 persen anak ikan trout sehat, sisanya adalah ikan hibrida yang tidak berumur panjang. Untuk meningkatkan persentase itu, tim Yoshizaki berupaya membuat salmon yang didesain memiliki tiga set kromosom sehingga menjadi mandul. Ketika diinjeksi dengan sel spermatogonia, ikan itu memproduksi sperma aktif dan telur seluruhnya dari ikan trout. Anak-anak yang dihasilkan pun 100 persen ikan trout, tak ada lagi ikan hibrida salmon - trout (Dewi, 2007). 9

19 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Agustus 2008 di Laboratorium Kesehatan ikan dan Laboratorium Pengembangbiakan dan Genetika Ikan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas perikanan dan Ilmu kelautan, dan di Laboratorium Histologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor Prosedur kerja Sampel ikan yang digunakan ialah ikan mas yang terdiri dari ikan muda dan dewasa, masing-masing sebanyak 3 ekor yang bervariasi bobot tubuhnya. Setiap ekor ikan mas ditimbang bobot tubuhnya, kemudian dibedah untuk diambil testisnya dan ditimbang untuk menghitung nilai GSI-nya. Testis yang didapatkan di fiksasi ke dalam larutan Bouin untuk kemudian dibuat preparat histologis. (Lampiran). Dengan menggunakan mikroskop cahaya maka secara histologis didapatkan gambaran mikroskopik morfologi dan jumlah populasi sel germinal dari jaringan testis pada ikan mas. Penentuan gambaran morfologi dan jumlah populasi sel germinal ini dtentukan berdasarkan perbedaan warna, bentuk, dan letak dari masing-masing kelompok sel-nya. Penggunaan pewarna HE dimaksudkan karena pewarna ini dapat menggambarkan struktur dan komponen dari suatu jaringan. Hematoksilin-Eosin (HE) termasuk pewarna mordant dimana terdapat mordant (metal) sebagai perantara untuk mengikat molekul zat warna. Hematoksilin adalah zat warna alami yang bersifat basa (basofili) yang akan mewarnai jaringan yang bersifat asam (asidofilik) yang memberikan warna biru pada inti. Sedangkan eosin merupakan zat warna sintetik yang bersifat asam (asidofilik) yang akan mewarnai komponen basa dalam jaringan yaitu yang terdapat pada protein sitoplasma, sehingga sitoplasma berwarna merah. 10

20 3.4. Analisis Data Analisis data dilakukan secara deskriptif yang meliputi parameter berat tubuh, berat gonad, dan nilai GSI (Gonado Somatic Index) dan disajikan dalam bentuk grafik dan foto gambaran mikroskopis morfologi dan jumlah sel spermatogonia secara visual pada sampel histologis. Nilai GSI dihitung menggunakan rumus sebagai berikut : GSI = Wg/W x 100 % Keterangan : Wg = Bobot testes W = Bobot ikan 11

21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Gonado Somatic Index (GSI) Perkembangan testis berhubungan dengan nilai GSI. GSI merupakan perbandingan antara bobot gonad dengan bobot tubuh (Effendie, 1997). Grafik perbandingan bobot testis dengan nilai GSI pada ikan mas ukuran kecil dan besar disajikan pada Gambar 1. Gambar 2. Grafik perbandingan bobot testis dengan nilai GSI pada ikan mas ukuran kecil dan besar Bobot testis ikan kecil yang terdiri dari 3 ukuran ikan dengan bobot 30 g bervariasi dari 0.13 g sampai 0.99 g. Sedangkan pada ikan besar yang mempunyai bobot 150 g, bobot testisnya berkisar antara 9.56 g sampai g. Nilai GSI berkisar antara 1.65 sampai Nilai GSI terkecil terdapat pada ikan mas berukuran kecil dengan bobot testis 0.13 g, sedangkan nilai GSI terbesar terdapat pada ikan mas berukuran besar dengan bobot testis g. Pada ketiga ukuran ikan besar, terdapat perbedaan nilai GSI, yaitu GSI lebih kecil pada ikan berbobot 270 g dibandingkan dengan ikan yang berbobot 150 g. Hal ini dapat dijelaskan berdasarkan gambaran histologisnya bahwa pada ikan dengan bobot 270 g (ikan besar ke-iii) telah mengalami pemijahan, sedangkan pada ikan dengan bobot 150 g (ikan besar 1) masih dalam perkembangan untuk menjadi matang. 12

22 4. 2. Morfologi sel germinal Morfologi sel germinal dari setiap organisme secara histologis adalah spesifik. Sel ini berdiferensiasi mulai dari sel spermatogonia hingga menjadi sel spermatozoa. Perkembangan testis ikan mas berdasarkan gambaran histologisnya secara mikroskopis disajikan pada gambar 3. Pada ikan yang masih muda (gambar 3.a) terlihat sel spermatogonia lebih dominan daripada sel lainnya. Sedangkan pada gambar 3.b dan 3.c terlihat populasi sel spermatid, spermatosit primer dan sekunder dalam jumlah yang berimbang. Selain itu ditemukan pula sel spermatogonia dalam jumlah lebih sedikit. Sebaliknya pada ikan yang lebih dewasa (gambar 3.d dan 3.e), sel spermatozoa tampak lebih dominan, juga ditemukan sel spermatogonia. Fase tersebut menggambarkan gonad ikan yang sedang mencapai puncak kematangan dan akan segera memijah. Sedangkan gambar 2. f memperlihatkan sel spermatozoa yang lebih sedikit dan tampak sel-sel germinal lain yang sudah mulai terbentuk, menunjukkan ikan sudah melewati masa pemijahan dan kembali pada siklus awal. Menurut Wodzicka-Tomaszewska dkk (1991), sel spermatogonia merupakan sel yang paling awal yang terdiri dari dan terletak satu lapis dibawah membran dasar, sedangkan turunan berikutnya secara cepat mendekati lumen. Sel spermatosit primer terletak di sekitar sel spermatogonia, tetapi lebih dekat ke lumen, setiap sel membelah secara meitotik menjadi dua sel yang lebih kecil. Sedangkan sel spermatosit sekunder, membelah segera setelah pembentukannya, sehingga jarang terlihat. Sel spermatid merupakan sel yang jauh lebih kecil, sangat dekat dan berhubungan dengan sel sertoli, kebanyakan dari sel ini mempunyai inti dan tidak menunjukkan gambaran mitotik, sel-sel ini mengalami perubahan bentuk menjadi spermatozoa. Yani (1994) dalam Tang dan Affandi (2002), menjelaskan gambaran gonad jantan ikan bentulu, Barbichtys laevis dalam 5 fase, yaitu : 1). Pada ikan muda, sel spermatogonia telah terlihat dengan jelas (pembesaran 200 x), tubulus seminiferus jelas terlihat yang merupakan tempat spermatozoa dihasilkan, banyak dijumpai pada jaringan ikat; 2). Tahap perkembangan gonad, gonad lebih berkembang, jaringan ikat semakin sedikit, kantung tubulus seminiferus sudah mulai di isi spermatosit primer; 3). Dewasa, spermatosit primer berkembang 13

23 menjadi spermatosit sekunder. Spermatosit sudah menyebar, namun masih terbungkus oleh kista; 4). Fase matang, spermatosit sudah berkembang menjadi spermatid dan spermatozoa. Kantung tubulus seminiferus sudah diisi oleh spermatozoa; 5). Fase pemijahan, gonad didominasi oleh spermatosit tapi sudah muncul lagi spermatogonium. Sebagian ruangan gonad terlihat banyak yang kosong. 14

24 3.a 3. b 3. c 3. d 3. e 3. f a. Sel spermatogonia b. Sel Spermatosit primer c. Sel Spermatosit sekunder d. Sel Spermatid e. sel Spermatozoa Gambar 3. Gambar testis secara histologis pada ikan mas ukuran kecil dan besar 15

25 Secara kuantitatif perkembangan testis ikan dapat dilihat dengan membandingkan gambaran histologis testis secara mikroskopis dengan nilai GSI. Pada gambar 3.a terlihat populasi sel spermatogonia yang lebih dominan hampir di seluruh tubulus dengan bentuk bulat dan seragam, terlihat sebuah nukleus di dalamnya. Menurut Chinabut et al., (1991), kebanyakan sel spermatogonia mempunyai sebuah nukleus yang bentuknya tidak beraturan serta mempunyai sebuah nukleolus. Proses akhir sel spermatogonia, akan tumbuh dan membelah menjadi spermatosit primer, spermatosit sekunder, spermatid dan spermatozoa, dan bergerak kedalam mendekati lumen. Pada gambar 3.b, populasi sel spermatogonia jumlahnya jauh lebih sedikit dan populasi sel lainnya sudah mulai berkembang dan mengelompok dengan warna yang berbeda dan bentuk yang spesifik. Populasi sel spermatosit primer sudah terlihat cukup banyak dengan warna biru keunguan, terletak dekat dengan sel spermatogonia dan bentuknya lebih kecil daripada sel spermatogonia. Sel spermatosit sekunder bentuknya lebih kecil daripada sel spermatosit sekunder, sedangkan sel spermatid terlihat lebih kecil daripada sel spermatosit sekunder dengan warna biru pekat, dan jumlahnya lebih banyak daripada sel germinal lainnya. Gambar 3.c memperlihatkan jumlah populasi dari sel spermatogonia yang lebih sedikit dan semakin berkurang, dan sel germinal lainnya yang semakin bertambah. Pada gambar 3.d terlihat populasi sel spermatozoa yang sangat banyak dengan bentuk yang sangat kecil dan berwarna merah pekat hampir memenuhi seluruh ruang tubulus, dan populasi sel germinal lain yang sudah sangat jarang. Populasi sel spermatozoa yang semakin bertambah banyak dan menyebar, terlihat pada gambar 3.e. Sedangkan pada gambar 3.f populasi dari sel spermatozoa jumlah populasinya menjadi menurun, terlihat dengan adanya ruang-ruang kosong pada tubulusnya, sedangkan germinal lainnya mulai muncul kembali. Semakin meningkat nilai GSI dan akan mencapai batas maksimum menunjukkan saat akan terjadi pemijahan (Effendi, 1997). Perkembangan testis ini terlihat jelas pada gambar 3.d dan 3.e. Nilai GSI juga terlihat meningkat dengan bertambahnya bobot tubuh dan bobot testis. Nilai terkecil terdapat pada ikan berukuran kecil I yaitu 1.65 dan terbesar terdapat pada ikan berukuran besar II yaitu Hal ini sesuai yang digambarkan secara histologis (Gambar 3. a). 16

26 bahwa pada ikan kecil I memperlihatkan testis yang lebih muda, yaitu terlihat dengan adanya populasi sel spermatogonia dalam jumlah yang lebih banyak. Pada nilai GSI yang paling besar yaitu ikan besar II, terlihat adanya jumlah populasi sel spermatozoa yang lebih banyak (Gambar 3.e), hal ini memperlihatkan bahwa ikan tersebut sedang mencapai puncak pematangan dan akan mulai memijah. Diantara kelompok ikan besar, ikan besar III nilai GSI-nya lebih kecil, padahal bobot tubuh dan bobot testisnya lebih besar dari ikan besar I yang nilai GSI-nya lebih besar (gambar 3.f). Dalam hal ini, nilai GSI yang lebih kecil ini dikarenakan ikan besar III tersebut sudah melewati proses pemijahan sehingga bobot tubuh dan bobot testisnya pun menjadi menurun. Secara histologis sel- sel spermatozoa-nya terlihat lebih sedikit, kemudian terlihat pula sel-sel germinal lain yang mulai terbentuk kembali. 17

27 V. KESIMPULAN Berdasarkan gambaran histologis testis ikan mas Cyprinus carpio.l, jumlah populasi sel spermatogonia yang paling banyak ditemukan adalah pada ikan yang memiliki nilai GSI yang paling kecil dengan bobot ikan 7.88 g (ikan yang lebih muda). 18

28 VI. DAFTAR PUSTAKA Anonimous Transplantasi. Pengobatan Regeneratif Dengan Sel Induk. Arifin, P Potensi Transplantasi Sel Induk. http//: Chinabut, S. C. Limsuwan and P. Kitsawat Histology Of The Walking Catfish, Clarias batrachus. International Development Research Centre, Canada. Dewi, T Demi Sepotong Sushi Tuna. Djuwita, I. Boediono, A. Mohamad, K Bahan Kuliah Embriologi. FKH.IPB. Bogor. Effendie, M. I Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama Faried, A Cancer, Stem cells, And Cancer Stem Cells. Nalbandov, AV Fisiologi Reproduksi Pada Mamalia Dan Unggas. Keman S, Penerjemah. Jakarta : UI Press. Nurcahyo Pencangkokkan. Ogawa, T. Arechaga, J.M. Avarbock, M.R. Brinster, R.L Transplantation of Testis Germinal Cells In To Mouse Seminiferous Tubules. Int J Dev Biol 41:

29 Ownby, C Spermatogenesis. Pergiwa, S.G Gambaran Morfologi Tahapan Spermatogenesis Pada Kucing Lokal Felis catus. Skripsi. Bogor : FKH. IPB. Prasetyaningtias, W.E Studi Histokimia Lektin Pada Distribusi Glikokonjugat Di Epitel Tubuli Seminiferi Testis Babi Rusa Babyrousa babyrussa. Skripsi. Bogor : FKH. IPB. Prasetyaningtias, W.E Transplantasi Testis Muda Sebagai Upaya Preservasi Gonad In Vivo. Laporan Penelitian Dosen Muda Institut Pertanian Bogor. IPB. Slomianka Blue Histology - Male Reproduction System. School Of Anatomy And Human Biology The University Of Western Australia. Australia. Takashima, F and Hibiya, T An Atlas Of Fish Histology : Normal and Features. Second Edition. Tokyo. Kondasha Ltd. Tang, M. U. Affandi, Ridwan Biologi Reproduksi Ikan. Wah Spermatogonia ikan Jantan Bisa Betina Bisa. Wodzicka-Tomaszewska, Manika. Sutama, I.K. Putu, I.G. Chaniago, Tamrin.D Reproduksi, Tingkah Laku, Dan Produksi Ternak Di Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 20

30 LAMPIRAN

31 Lampiran 1. Pembuatan Preparat Histologis dengan Pewarna Hematoksilin-Eosin (HE) : a. Fiksasi Ikan mas yang telah diambil testisnya dimasukan kedalam larutan fiksatif (Bouin) selama 24 jam. Setelah fiksasi, beberapa bagian dari testis dipotong dan dilabeli, kemudian dimasukkan kedalam basket untuk selanjutnya dimasukkan kedalam larutan dehidrasi. b. Dehidrasi Dehidrasi dilakukan dengan memasukkan potongan testes yang telah difiksasi kedalam alkohol 70 % sebagai stopping point selama jangka waktu yang tidak ditentukan. Setelah itu potongan testes dipindahkan ke dalam alkohol 80 %, 90 %, 95 %, masing-masing selama 24 jam, sedangkan pada alkohol 100 % (absolut I, II, III), lama pemaparan masing-masing I jam. c. Clearing atau Penjernihan Clearing atau penjernihan dilakukan dengan memindahkan jaringan dari alkohol absolut III ke larutan penjernih (Xylol). Pemaparan dilakukan dalam xylol I (30 menit), xylol II (30 menit), dan xylol III (1 jam). d. Infiltrasi dan Embedding Infiltrasi dilakukan dalam parafin cair yang ditempatkan dalam inkubator bersuhu o C dan dilakukan secara bertahap (3 tahap) dengan lama pemaparan masing-masing selama 1 jam. Embedding dilakukan dengan memasukkan potongan jaringan ke dalam cetakan embedding yang sebelumnya telah diisi parafin cair hingga cembung di atas plate panas pada embedding tissue console. Cetakan embedding selanjutnya dipindahkan ke plate dingin, dan setelah parafin setengah membeku, label jaringan dtempelkan dan diapungkan di atas air dingin. Setelah parafin beku sempurna, hasil embedding dapat dilepas dari cetakannya dan diris-iris berbentuk segi empat, lalu ditempelkan pada blok kayu. e. Pemotongan Blok Parafin Proses pemotongan diawali dengan memasang blok jaringan pada mikrotom, selanjutnya dilakukan pemotongan dengan ukuran 5 µm. Proses pemotongan dilakukan berkali-kali hingga diperoleh potongan yang sempurna. Hasil potongan 21

32 diambil dengan cara melekatkan pada kertas basah dan ditempatkan diatas permukaan air dingin selama beberapa saat, pindahkan ke atas permukaan air hangat dan selanjutnya ditempelkan pada gelas objek dan diamati di bawah mikroskop. Hasil potongan yang baik dilabeli pada bagian yang terdapat sediaan, dikeringkan dan disimpan di dalam inkubator. f. Deparafinisasi dan Rehidrasi Proses deparafinisasi dan rehidrasi pada dasarnya membalik rangkaian proses sebelumnya dengan tujuan sediaan bersih dari parafin dan terisi air kembali sehingga agen pewarna dapat bekerja untuk mewarnai sel-sel komponen ekstraseluler. Sediaan dimasukan kedalam xylol sebanyak 3 kali untuk melarutkan parafin. Rehidrasi dilakukan bertahap dengan cara memasukkan sediaan ke dalam larutan alkohol bertingkat dari alkohol absolut tiga kali, 95 %, 90 % 80 % dan 70 % dengan lama pada masing-masing tahap 3-5 menit, setelah itu dilakukan rehidrasi dalam air kran selama 10 menit dan aquades 5 menit. g. Pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) Pewarnaan diawali dengan mencuci preparat pada air mengalir selama 10 menit dan destilated water selama 5 menit. Preparat direndam dalam hematoksilin selama 5-10 menit, kemudian direndam dalam air mengalir selama menit, dan DW selama 5 menit. Setiap tahapan harus diamati di bawah mikroskop untuk mengetahui apakah pewarnaan sudah cukup baik atau belum. Tanda bahwa preparat telah terwarnai dengan baik bila inti berwarna biru. Bila sudah member hasil yang dikehendaki dilanjutkan dengan pewarnaan dengan eosin ± 5 menit, kemudian dilakukan dehidrasi dimulai dengan alkohol konsentrasi mulai 70 %, 80 %, 90 %, 95 % dan alkohol absolut I, II, dan III. Untuk clearing dilakukan dengan xylol I, II, dan III. 22

GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.l RAHMAT HIDAYAT SKRIPSI

GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.l RAHMAT HIDAYAT SKRIPSI GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.l RAHMAT HIDAYAT SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac. MAULUDDIN SKRIPSI

STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac. MAULUDDIN SKRIPSI STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac. MAULUDDIN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Beberapa tahun terakhir ini, para peneliti mencoba mengatasi masalahmasalah reproduksi pada hewan melalui teknologi transplantasi sel germinal jantan atau disebut juga transplantasi

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi

Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi LAMPIRAN 38 Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi Pembuatan preparat histologi terdiri dari beberapa proses yaitu dehidrasi (penarikan air dalam jaringan) dengan alkohol konsentrasi bertingkat,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan 16 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan pengamatan. Proses

Lebih terperinci

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI 5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI Pengukuran parameter reproduksi akan menjadi usaha yang sangat berguna untuk mengetahui keadaan kelamin, kematangan alat kelamin dan beberapa besar potensi produksi dari

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Diameter Tubulus Seminiferus Hasil pengukuran diameter tubulus seminiferus pada gonad ikan lele jantan setelah dipelihara selama 30 hari disajikan pada Gambar

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2007 sampai dengan bulan Juli 2008 di Laboratorium Bersama Hewan Percobaan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

Sistem Reproduksi Pria meliputi: A. Organ-organ Reproduksi Pria B. Spermatogenesis, dan C. Hormon pada pria Organ Reproduksi Dalam Testis Saluran Pengeluaran Epididimis Vas Deferens Saluran Ejakulasi Urethra

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) Penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) Penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan enam perlakuan dan empat ulangan. Hewan coba yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan di kelompokkan menjadi 4 kelompok dengan ulangan

Lebih terperinci

GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN SPERMATOGENESIS PADA DOMBA GARUT BASRIZAL B

GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN SPERMATOGENESIS PADA DOMBA GARUT BASRIZAL B GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN SPERMATOGENESIS PADA DOMBA GARUT BASRIZAL B04103026 DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persentase Ikan Jantan Salah satu faktor yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan proses maskulinisasi ikan nila yaitu persentase ikan jantan. Persentase jantan

Lebih terperinci

TINGKAT KEMATANGAN GONAD IKAN KERLING (Tor tambroides) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI JAMBAK MEUREUBO KECAMATAN PANTE CEUREUMEN: PENDEKATAN HISTOLOGI SKRIPSI

TINGKAT KEMATANGAN GONAD IKAN KERLING (Tor tambroides) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI JAMBAK MEUREUBO KECAMATAN PANTE CEUREUMEN: PENDEKATAN HISTOLOGI SKRIPSI TINGKAT KEMATANGAN GONAD IKAN KERLING (Tor tambroides) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI JAMBAK MEUREUBO KECAMATAN PANTE CEUREUMEN: PENDEKATAN HISTOLOGI SKRIPSI AGUSRIANA 1C143241 PROGRAM STUDI PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian Materi penelitian berupa benih ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V.) berumur 1, 2, 3, dan 4 bulan hasil kejut panas pada menit ke 25, 27 atau 29 setelah

Lebih terperinci

DENSITAS DAN UKURAN GAMET SPONS Aaptos aaptos (Schmidt 1864) HASIL TRANSPLANTASI DI HABITAT BUATAN ANCOL, DKI JAKARTA

DENSITAS DAN UKURAN GAMET SPONS Aaptos aaptos (Schmidt 1864) HASIL TRANSPLANTASI DI HABITAT BUATAN ANCOL, DKI JAKARTA DENSITAS DAN UKURAN GAMET SPONS Aaptos aaptos (Schmidt 1864) HASIL TRANSPLANTASI DI HABITAT BUATAN ANCOL, DKI JAKARTA Oleh: Wini Wardani Hidayat C64103013 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Universitas Pendidikan Indonesia dan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Entok (Cairina moschata) Entok (Cairina moschata) merupakan unggas air yang berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Entok lokal memiliki warna bulu yang beragam

Lebih terperinci

EMBRIOGENESIS IKAN SYNODONTIS Synodontis eupterus (Boulenger, 1901) Disusun oleh :

EMBRIOGENESIS IKAN SYNODONTIS Synodontis eupterus (Boulenger, 1901) Disusun oleh : EMBRIOGENESIS IKAN SYNODONTIS Synodontis eupterus (Boulenger, 1901) Disusun oleh : FIRMAN HIKMAWAN C14103067 SKRIPSI Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Departemen Budidaya Perairan

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian Materi yang diteliti adalah ikan nilem ( Osteochilus hasselti C. V.), pada tahap perkembangan juvenil berumur 13 minggu

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan pada bulan Maret-Mei 2013. Pengambilan sampel ikan mas berasal dari ikan hasil budidaya dalam keramba jaring apung

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN GAMET KARANG LUNAK Sinularia dura HASIL TRANSPLANTASI DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA

PERKEMBANGAN GAMET KARANG LUNAK Sinularia dura HASIL TRANSPLANTASI DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA PERKEMBANGAN GAMET KARANG LUNAK Sinularia dura HASIL TRANSPLANTASI DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA Oleh: Edy Setyawan C64104005 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

SET 5 REPRODUKSI SEL 2 (GAMETOGENESIS) Gametogenesis adalah pembentukan gamet pada tubuh makhluk hidup. a. GametOGenesis pada manusia dan hewan

SET 5 REPRODUKSI SEL 2 (GAMETOGENESIS) Gametogenesis adalah pembentukan gamet pada tubuh makhluk hidup. a. GametOGenesis pada manusia dan hewan 05 MATERI DAN LATIHAN SBMPTN TOP LEVEL - XII SMA BIOLOGI SET 5 REPRODUKSI SEL 2 (GAMETOGENESIS) Gametogenesis adalah pembentukan gamet pada tubuh makhluk hidup. a. GametOGenesis pada manusia dan hewan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2007 sampai Juni 2008 di kandang percobaan Fakultas Peternakan dan di Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi

Lebih terperinci

Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan

Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan LAMPIRAN 30 Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan Dehidrasi merupakan proses mengeluarkan air dari dalam jaringan/organ dengan menggunkan bahan-bahan kimia tertentu. Dehidrasi jaringan dilakukan untuk mengikat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai April 2011 bertempat di Kandang Hewan Laboratorium dan Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik, Reproduksi,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA 19 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. B. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Semarang, Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran Universitas

BAB 3 METODE PENELITIAN. Semarang, Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran Universitas BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1. Lingkup Tempat Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biologi Universitas Negeri Semarang, Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dan 1 kontrol terhadap ikan nila (O. niloticus). bulan, berukuran 4-7 cm, dan berat gram.

BAB III METODE PENELITIAN. dan 1 kontrol terhadap ikan nila (O. niloticus). bulan, berukuran 4-7 cm, dan berat gram. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen menggunakan 1 faktor, yaitu perlakuan limbah cair nata de coco yang terdiri atas 5 variasi kadar dan 1 kontrol

Lebih terperinci

URAIAN MATERI 1. Kultur sel tunggal Sejalan dengan kemajuan teknologi DNA, ilmuwan telah mengembangkan dan menyempurnakan metode untuk melakukan

URAIAN MATERI 1. Kultur sel tunggal Sejalan dengan kemajuan teknologi DNA, ilmuwan telah mengembangkan dan menyempurnakan metode untuk melakukan URAIAN MATERI 1. Kultur sel tunggal Sejalan dengan kemajuan teknologi DNA, ilmuwan telah mengembangkan dan menyempurnakan metode untuk melakukan kloning pada organisme multiseluler melalui kultur sel tunggal.

Lebih terperinci

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed Sel akan membelah diri Tujuan pembelahan sel : organisme multiseluler : untuk tumbuh, berkembang dan memperbaiki sel-sel yang rusak organisme uniseluler (misal : bakteri,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat dan waktu pengambilan sampel Sampel diambil di Pantai Timur Surabaya, tepatnya di sebelah Timur Jembatan Suramadu (Gambar 3.1).

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN 2.1 Persiapan Ikan Uji Ikan nila (Oreochromis niloticus) BEST didatangkan dari Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor yang berukuran rata-rata 5±0,2g, dipelihara selama ±

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Pengambilan sampel dilakukan sebulan sekali selama 3 bulan berturutturut, yakni pada tanggal 10-11 Februari 2012, 7 Maret 2012 dan 7 April 2012. Pengambilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows.

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows. 18 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai Agustus 2011. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di Fasilitas Kandang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi terhadap kualitas semen dimaksudkan untuk menentukan kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen tersebut diproses lebih

Lebih terperinci

b. Hasil tangkapan berdasarkan komposisi Lokasi

b. Hasil tangkapan berdasarkan komposisi Lokasi LAMPIRAN 56 57 Lampiran 1. Sebaran hasil tangkap berdasarkan selang ukuran panjang cangkang Nilai maksimum = 46,60 Nilai minimum = 21,30 Kisaran = 25,30 Jumlah kelas = 1+3,32 log (N) = 1+ 3,32 log(246)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan percobaan post-test only control group design. Pengambilan hewan

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan percobaan post-test only control group design. Pengambilan hewan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratorium, dengan rancangan percobaan post-test only control group design. Pengambilan hewan uji sebagai sampel

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung tepatnya di Laboratorium Pembenihan Kuda

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 18 HSI DN MBHSN Hasil 1. Histologi testis Gambaran histologi testis musang luak tersusun atas tubuli seminiferi yang dipisahkan oleh jaringan interstitial. Terdapat tiga komponen penyusun tubuli seminiferi

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp.

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. GENERASI F0 BAMBANG KUSMAYADI GUNAWAN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS Titta Novianti OOGENESIS Pembelahan meiosis yang terjadi pada sel telur Oogenesis terjadi dalam dua tahapan pembelahan : yaitu mitosis meiosis I dan meiosis II Mitosis : diferensaiasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kucing Domestik

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kucing Domestik TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kucing Domestik Kucing domestik (Felis catus, Linneaus 1758) (Gambar 1) menempati sebagian besar penjuru dunia. Bukti arkeologi menunjukkan domestikasi kucing terjadi di

Lebih terperinci

DIKTAT EMBRIOLOGI HEWAN

DIKTAT EMBRIOLOGI HEWAN DIKTAT EMBRIOLOGI HEWAN Tim Penyusun: Dr. Agung Pramana W.M., MS. Dr. Sri Rahayu, M.Kes. Dr. Ir. Sri Wahyuningsih, MS. Drs. Aris Soewondo, MS. drh. Handayu Untari drh. Herlina Pratiwi PROGRAM KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 25 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek

Lebih terperinci

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu :

Tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu : Proses pembentukan dan pemasakan spermatozoa disebut spermatogenesis. Spermatogenesis terjadi di tubulus seminiferus. Spermatogenesis mencakup pematangan sel epitel germinal melalui proses pembelahan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati, 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Spermatogenesis Spermatogenesis adalah suatu proses pembentukan spermatozoa (sel gamet jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Histotehnik. Oleh: Lucia Aktalina. Jum at, 14 September WIB

Laporan Praktikum Histotehnik. Oleh: Lucia Aktalina. Jum at, 14 September WIB Laporan Praktikum Histotehnik Oleh: Lucia Aktalina Jum at, 14 September 2012 14.00 17.00 WIB Tujuan Praktikum: Melihat demo tehnik-tehnik Histotehnik,mulai dari pemotongan jaringan organ tikus sampai bloking,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian adalah eksperimen dengan metode desain paralel.

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian adalah eksperimen dengan metode desain paralel. III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian adalah eksperimen dengan metode desain paralel. Menggunakan 20 ekor mencit (Mus musculus L.) jantan galur Balb/c yang dibagi menjadi 4 kelompok

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di laboratorium Biologi dan Fisika FMIPA Universitas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di laboratorium Biologi dan Fisika FMIPA Universitas 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium Biologi dan Fisika FMIPA Universitas Lampung dan pembuatan preparat histologi hati dilaksanakan di Balai Penyidikan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi eksperimental dengan hewan coba, sebagai bagian dari penelitian eksperimental lain yang lebih besar. Pada penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya satu tahun berhubungan seksual, sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi (Straight,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian ini objek yang diteliti diberi perlakuan dan adanya kontrol sebagai pembanding. B.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK Disusun oleh: Jekson Martiar Siahaan

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK Disusun oleh: Jekson Martiar Siahaan LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK Disusun oleh: Jekson Martiar Siahaan I. Tujuan: 1. Mahasiswa mampu memahami dan melakukan teknik teknik histoteknik yang digunakan dalam pembuatan preparat jaringan 2. Mahasiswa

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jenis Kelamin Belut Belut sawah merupakan hermaprodit protogini, berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa pada ukuran panjang kurang dari 40 cm belut berada pada

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI

LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI Oleh: Connie AstyPakpahan Ines GustiPebri MardhiahAbdian Ahmad Ihsan WantiDessi Dana Yunda Zahra AinunNaim AlfitraAbdiGuna Kabetty T Hutasoit Siti Prawitasari Br Maikel Tio

Lebih terperinci

SDP. YG MENDPT TEKANAN CUKUP BERAT

SDP. YG MENDPT TEKANAN CUKUP BERAT MEMBERIKAN TEKANAN THDP SDA & LH PERTUMBUHAN PENDUDUK YG SEMAKIN CEPAT KBUTUHAN AKAN PROTEIN HWNI MENINGKAT PENDAHULUAN - LAHAN SEMAKIN SEMPIT - PENCEMARAN PERAIRAN SDP. YG MENDPT TEKANAN CUKUP BERAT UTK

Lebih terperinci

II. KARAKTERISASI MORFOLOGI SEL SPERMATOGONIA IKAN GURAMI DAN PENENTUAN SUMBER DONOR

II. KARAKTERISASI MORFOLOGI SEL SPERMATOGONIA IKAN GURAMI DAN PENENTUAN SUMBER DONOR II. KARAKTERISASI MORFOLOGI SEL SPERMATOGONIA IKAN GURAMI DAN PENENTUAN SUMBER DONOR ABSTRAK Salah satu faktor pembatas dalam melakukan transplantasi adalah bahwa tipe sel spermatogonia yang memiliki kemampuan

Lebih terperinci

MENENTUKAN TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPlTlNG BAKAU KAITANNYA DENGAN PERKEMBANGAH GAMET

MENENTUKAN TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPlTlNG BAKAU KAITANNYA DENGAN PERKEMBANGAH GAMET MENENTUKAN TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPlTlNG BAKAU Scy[la serrata ( FORSKAL ) SEGARA MORFOLOGIS DAN KAITANNYA DENGAN PERKEMBANGAH GAMET Olela TITIK RETNOWATI C 23.1695 JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. laboratoris in vivo pada tikus putih wistar (Ratus Norvegicus)jantan dengan. rancangan post test only control group design.

BAB III METODE PENELITIAN. laboratoris in vivo pada tikus putih wistar (Ratus Norvegicus)jantan dengan. rancangan post test only control group design. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan eksperimental laboratoris in vivo pada tikus putih wistar (Ratus Norvegicus)jantan dengan rancangan post

Lebih terperinci

REPRODUKSI SEL REPRODUKSI SEL AMITOSIS. Profase I. Pembelahan I. Metafase I. Anafase I MEIOSIS. Telofase I. Interfase. Profase II.

REPRODUKSI SEL REPRODUKSI SEL AMITOSIS. Profase I. Pembelahan I. Metafase I. Anafase I MEIOSIS. Telofase I. Interfase. Profase II. REPRODUKSI SEL AMITOSIS REPRODUKSI SEL Pembelahan I Profase I Metafase I Anafase I Proleptotene Leptotene Zygotene Pachytene Diplotene Diakinesis MEIOSIS Interfase Telofase I Pembelahan II Profase II Metafse

Lebih terperinci

4.DINAMIKA DISTRIBUSI GLIKOKONJUGAT PADA GONAD WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

4.DINAMIKA DISTRIBUSI GLIKOKONJUGAT PADA GONAD WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN 4.DINAMIKA DISTRIBUSI GLIKOKONJUGAT PADA GONAD WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan Ovarium merupakan tempat perkembangan folikel, ovulasi dan luteinisasi. Semua proses tersebut meliputi proses

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Seputih Raman, Kabupaten Lampung Tengah, selama 8 minggu.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Seputih Raman, Kabupaten Lampung Tengah, selama 8 minggu. III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Seputih Raman, Kabupaten Lampung Tengah, selama 8 minggu. Pembuatan preparat dilakukan di BBPBL (Balai Besar Pengembangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Fakultas Matematika dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Fakultas Matematika dan 22 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Biologi Universitas Lampung untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar 19 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2013 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung, di Laboratorium Kesehatan Ikan dan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 12 3 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Maret sampai dengan bulan November 2012 di Instalasi Penelitian Plasma Nutfah Perikanan Air Tawar, Cijeruk, Bogor. Analisis hormon testosteron

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap kadar glukosa darah dan histologi pankreas tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 13 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di perairan Cirebon yang merupakan wilayah penangkapan kerang darah. Lokasi pengambilan contoh dilakukan pada dua lokasi yang

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Bobot Tubuh Ikan Lele Hasil penimbangan rata-rata bobot tubuh ikan lele yang diberi perlakuan ekstrak purwoceng (Pimpinella alpina molk.) pada pakan sebanyak 0;

Lebih terperinci

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Relasi panjang berat dan aspek reproduksi ikan beureum panon (Puntius orphoides) hasil domestikasi di Balai Pelestarian Perikanan Umum dan Pengembangan Ikan Hias (BPPPU)

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN SARI TOMAT

PENGARUH PEMBERIAN SARI TOMAT PENGARUH PEMBERIAN SARI TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill) TERHADAP STRUKTUR TESTIS MENCIT (Mus musculus L.) STRAIN BALB C SETELAH PAPARAN METHOXYCHLOR SKRIPSI Oleh: Firda Lutfiatul Fitria NIM 061810401043

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi semen secara makroskopis (warna, konsistensi, ph, dan volume semen) dan mikroskopis (gerakan massa, motilitas, abnormalitas, konsentrasi, dan jumlah spermatozoa per

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai dengan Februari 2010 di Stasiun Lapangan Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menguji antioksidan dari rimpang jahe merah (Zingiber officinale Rosc.)

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menguji antioksidan dari rimpang jahe merah (Zingiber officinale Rosc.) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menguji antioksidan dari rimpang jahe merah (Zingiber officinale Rosc.) terhadap

Lebih terperinci

GAMBARAN HISTOLOGI GINJAL TIKUS BETINA (Rattus rattus) YANG DIINJEKSI VITAMIN C DOSIS TINGGI DALAM JANGKA WAKTU LAMA

GAMBARAN HISTOLOGI GINJAL TIKUS BETINA (Rattus rattus) YANG DIINJEKSI VITAMIN C DOSIS TINGGI DALAM JANGKA WAKTU LAMA GAMBARAN HISTOLOGI GINJAL TIKUS BETINA (Rattus rattus) YANG DIINJEKSI VITAMIN C DOSIS TINGGI DALAM JANGKA WAKTU LAMA TIM PENELITI : 1. NI WAYAN SUDATRI, S.Si., M.Si, 2. IRIANI SEYAWATI, S.Si.,M.Si. 3.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental, dengan rancangan acak lengkap dan menggunakan pendekatan posttest only control design

Lebih terperinci

STEM CELL SEL PUNCA FIKES UMM

STEM CELL SEL PUNCA FIKES UMM STEM CELL SEL PUNCA FIKES UMM History 1908 kata stem cell diperkenalkan oleh Alexander Maksimov 1981 isolasi stem cell pada embrio 1998 aplikasi sel punca untuk kloning 2007 nobel tentang sel punca dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Persiapan Kandang Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Peralatan Persiapan Kandang Penelitian 14 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai November 2011. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di fasilitas kandang hewan percobaan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Skema Prosedur Pembuatan Preparat Histologi Skema langkah-langkah pengujian histologi secara garis besar adalah sebagai berikut:

Lampiran 1 Skema Prosedur Pembuatan Preparat Histologi Skema langkah-langkah pengujian histologi secara garis besar adalah sebagai berikut: 79 Lampiran 1 Skema Prosedur Pembuatan Preparat Histologi Skema langkah-langkah pengujian histologi secara garis besar adalah sebagai berikut: Pengambilan Organ Fiksasi Pemotongan Organ Washing Dehidrasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ini dilakukan pada 8 induk ikan Sumatra yang mendapat perlakuan. Hasil penelitian ini menunjukan Spawnprime A dapat mempengaruhi proses pematangan akhir

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo Lele dumbo merupakan salah satu jenis ikan konsumsi air tawar yang memiliki bentuk tubuh memanjang, memiliki sungut dengan permukaan tubuh

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK NAMA PRAKTIKAN : Ramadhan Bestari GRUP PRAKTIKAN : Grup Pagi (08.00-11.00) HARI/TGL. PRAKTIKUM : Rabu, 24 Oktober 2013 I. TUJUAN PRAKTIKUM 1. Mahasiswa mampu memahami dan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM. : Histoteknik : Selly Oktaria Tanggal Praktikum : 14 September 2012

LAPORAN PRAKTIKUM. : Histoteknik : Selly Oktaria Tanggal Praktikum : 14 September 2012 LAPORAN PRAKTIKUM Judul : Histoteknik Nama : Selly Oktaria Tanggal Praktikum : 14 September 2012 Tujuan Praktikum : 1. Melihat demonstrasi pembuatan preparat histology mulai dari fiksasi jaringan hingga

Lebih terperinci

Nama, Spesifikasi dan Kegunaan Bahan Penelitian No. Nama Bahan Spesifikasi Kegunaan 1. Larva ikan nilem hasil kejut panas

Nama, Spesifikasi dan Kegunaan Bahan Penelitian No. Nama Bahan Spesifikasi Kegunaan 1. Larva ikan nilem hasil kejut panas Lampiran 1. Spesifikasi Bahan Nama, Spesifikasi dan Kegunaan Bahan Penelitian No. Nama Bahan Spesifikasi Kegunaan 1. Larva ikan nilem hasil kejut panas Berumur 30, 60, 90, dan 120 hari Hewan uji 2. Pakan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA 15 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

EFEK PEMAPARAN KEBISINGAN TERHADAP JUMLAH SEL-SEL SPERMATOGENIK DAN DIAMETER TUBULUS SEMINIFERUS MENCIT (Mus musculus L.)

EFEK PEMAPARAN KEBISINGAN TERHADAP JUMLAH SEL-SEL SPERMATOGENIK DAN DIAMETER TUBULUS SEMINIFERUS MENCIT (Mus musculus L.) EFEK PEMAPARAN KEBISINGAN TERHADAP JUMLAH SEL-SEL SPERMATOGENIK DAN DIAMETER TUBULUS SEMINIFERUS MENCIT (Mus musculus L.) Mustika Apriliani 1, Nuning Nurcahyani 1 dan Hendri Busman 1 Jurusan Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

PENGUJIAN EFEKTIVITAS DOSIS VAKSIN DNA DAN KORELASINYA TERHADAP PARAMETER HEMATOLOGI SECARA KUANTITATIF NUR AKBAR MASWAN SKRIPSI

PENGUJIAN EFEKTIVITAS DOSIS VAKSIN DNA DAN KORELASINYA TERHADAP PARAMETER HEMATOLOGI SECARA KUANTITATIF NUR AKBAR MASWAN SKRIPSI PENGUJIAN EFEKTIVITAS DOSIS VAKSIN DNA DAN KORELASINYA TERHADAP PARAMETER HEMATOLOGI SECARA KUANTITATIF NUR AKBAR MASWAN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Disosiasi Sel Testikular Ikan Gurame Berdasarkan kriteria ukuran sel spermatogonia ikan gurame (5-15 µm) menurut Mauluddin (2009), jumlah dan persentase sel spermatogonia

Lebih terperinci

Pembuatan Preparat Utuh (whole mounts) Embrio Ayam

Pembuatan Preparat Utuh (whole mounts) Embrio Ayam Pembuatan Preparat Utuh (whole mounts) Embrio Ayam Epy Muhammad Luqman Bagian Anatomi Veteriner (Anatomi Perkembangan) Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Tujuan : mempelajari keadaan morfologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah konsumen rokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga terbesar di dunia setelah Cina dan India. Tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sediaan mikroteknik atau yang juga dikenal sebagai sediaan Histologi.

BAB I PENDAHULUAN. sediaan mikroteknik atau yang juga dikenal sebagai sediaan Histologi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pengetahuan mengenai anatomi mikroskopis baik tentang hewan maupun tumbuhan banyak diperoleh dari hasil pengembangan sediaan mikroteknik atau yang juga

Lebih terperinci

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan 12 digital dengan sensifitas 0,0001 gram digunakan untuk menimbang bobot total dan berat gonad ikan, kantong plastik digunakan untuk membungkus ikan yang telah ditangkap dan dimasukan kedalam cool box,

Lebih terperinci