BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ginogenesis Ginogenesis pada penelitian dilakukan sebanyak delapan kali (Lampiran 3). Pengaplikasian proses ginogenesis ikan nilem pada penelitian belum berhasil dilakukan sampai diperolehnya larva ikan nilem hasil ginogenesis. Kegagalan proses ginogenesis tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya pengaruh penggunaan sperma ikan mas untuk membuahi telur ikan nilem. Ikan mas dan ikan nilem merupakan ikan dengan spesies yang berbeda, perbedaan spesies tersebut sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses persilangan yang dilakukan. Hal ini sesuai seperti yang diungkapkan Yan dan Ozgunen (1993) yang menyatakan bahwa keterkaitan taksonomi induk yang digunakan akan menentukan keberhasilan dalam pelaksanaan persilangan seperti tidak terjadinya pembuahan telur oleh sperma, kematian embrio, dan ada pula embrio yang bertahan hidup sampai menetas menjadi larva. Yan dan Ozgunen (1993) juga mengungkapakan pendapatnya bahwa pembuahan telur oleh sperma pada persilangan dipengaruhi oleh renggang taksonomi seperti perbedaan spesies induk yang digunakan. Sperma ikan mas yang digunakan untuk membuahi telur ikan nilem memungkinkan menjadi penyebab gagalnya ginogenesis yang dilakukan, mengingat sperma ikan mas berperan langsung pada proses pembuahan telur ikan nilem. Sperma ikan mas berukuran lebih besar dibandingkan ukuran sperma ikan nilem, sebagaimana diungkapkan oleh Risnawati (1995) dalam Yusrizal (2004) bahwa ukuran lebar kepala sperma ikan nilem adalah 1,499 ± 0,151µm, dan panjang ekor 28,829 ± 1,643µm; sedangkan ukuran lebar kepala sperma mas adalah 1,832 ± 0,179µm, dan panjang ekor 33,733 ± 2,093µm. Hal tersebut menjadi dasar bahwa sperma ikan mas akan lebih sulit untuk masuk ke dalam lubang mikropyle telur ikan nilem, selain itu sperma ikan mas yang digunakan telah diradiasi oleh sinar ultraviolet (UV) yang memungkinkan menjadikan sperma ikan mas tersebut dalam kondisi lemah, rusak ataupun mati. Hal ini didukung oleh 28

2 29 pernyataan Yatim (1992) yang mengungkapkan pendapatnya bahwa bentuk spermatozoa abnormal terjadi karena berbagai gangguan dalam spermatogenesis, gangguan itu mungkin karena faktor hormonal, nutrisi, obat, akibat radiasi, atau oleh penyakit. Yan dan Ozgunen (1993) juga mengungkapkan bahwa perbedaan spesies yang berbeda dapat menimbulkan beberapa kemungkinan proses biologis sperma untuk membuahi telur, seperti: 1. Kegagalan sperma asing untuk menembus sel telur, karena sperma yang tidak bisa melewati mikrofyl dari korion telur pada ikan. 2. Sperma asing bisa masuk ke dalam telur, tapi mengecil dan menghilang di sitoplasma telur tanpa melakukan fungsi apapun. 3. Sperma asing bisa masuk ke dalam telur dan membesar sebagai pronukleus jantan, tapi tidak bisa menyatu dengan pronukleus inti telur untuk membentuk zigot. 4. Sperma asing bisa masuk ke dalam telur dan membesar sebagai pronukleus jantan, kemudian menyatu dengan pronukleus inti telur sebagai zigot secara terkoordinasi di dalam telur. Kondisi ini menunjukan proses pembuahan hibridisasi seksual antara sperma dan telur selesai dan hibrida dibuahi, sehingga telur mulai berkembang menjadi embrio. Berdasarkan rentetan kegagalan proses ginogenesis ikan nilem yang dilakukan dengan menggunakan sperma ikan mas, maka dipergunakanlah sperma ikan nilem untuk membuahi telur ikan nilem pada proses ginogenesis. Proses ginogenesis dilakukan dengan tahapan yang sama seperti yang dilakukan menggunakan sperma ikan mas, namun kegagalan juga terjadi pada proses ginogenesis yang dilakukan. Faktor lain yang diduga berpengaruh dalam menentukan keberhasilan ginogenesis ikan nilem adalah keterkaitan ketahanan telur ikan nilem terhadap suhu panas pada proses heat shok (kejutan suhu). Siraj et al. (1993) dalam Haryanto (2004) menyatakan bahwa sedikitnya persentase benih ginogenetik yang dihasilkan disebabkan karena kegagalan polar body II untuk melebur pada inti telur hingga terbentuk individu haploid (abnormal), bisa juga karena keluarnya polar body II tidak bersamaan karena matangnya telur tidak seragam, dan rusaknya telur akibat dari kejutan panas yang dapat membuat

3 30 kerusakan pada telur sehingga membuat telur mati dan tidak sempat berkembang. Hal tersebut ditegaskan oleh Richter dan Rustidja (1985) dalam Nurasni (2011) bahawa kejutan panas berpengaruh pada rendahnya daya tetas telur akibat penurunan aktivitas enzim chorionase yang bersifat mereduksi chorion menjadi lunak, karena suhu yang tinggi akan mereduksi enzim atau menyebabkan kerusakan protein-protein sitoplasma telur. Effendie (1997) menyebutkan bahwa derajat tetas telur dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain kualitas telur dan kualitas sperma, karena telur yang terbuahi sperma merupakan zigot hasil pertemuan gamet betina dan jantan. Faktor eksternal anatara lain suhu, oksigen, dan kondisi tempat telur diinkubasi. Proses embriogenesis embrio ikan nilem hasil ginogenesis hanya dapat hidup selama enam jam dari proses fertilisasi telur (Gambar 4). (a) (b) ( (c) Keterangan: (a) fase cleavage (1 jam dari fertilisasi), (b) fase morula (2 jam dari fertilisasi), (c) fase blastula (4 jam dari fertilisasi), (d) fase gastrula (6 jam dari fertilisasi) (d) Gambar 4. Embriogenesis Ginogenetik Ikan Nilem

4 31 Perkembangan embrio ikan nilem hasil ginogenesis pada penelitian dimulai dari fase cleavage, yaitu ditandai zigot memebelah menjadi dua buah sel. Menurut Sukra et al. (1989) dalam Nugraha (2004), cleavage adalah proses proliferasi zigot menjadi molural melalui pembelahan mitosis secara berangkai yang terjadi segera setelah pembuahan, di dalam tuba fallopii. Perkembangan embrio ikan nilem dilanjutkan dengan terjadinya perubahan bentuk embrio seperti pembentukan lapisan kedua. Balinsky (1970) dalam Nugraha (2004) mengungkapakan pendapatnya bahwa pada stadium morula sel membelah secara melintang dan mulai membentuk formasi lapisan kedua yang terlihat samar pada kutub anima. Perkembangan embrio setelah melalui fase morula adalah fase balastula. Embrio terus melakukan pembelahan sel untuk berkembang menjadi blastula, yaitu ditandai dengan terbentuknya rongga kosong. Pada stadium blastula, blastomer membelah beberapa kali sehingga blastomer makin mengecil, tetapi besar blastula tidak berbeda dengan besar morula. Menjelang proses pembelahan berakhir sebagian blastomer yang ada di bawah permukaan rongga kosong. Rongga kosong yang terbentuk itu disebut blastosul. Morula memiliki rongga, sedangkan blastula memiliki blastosul (Sukra 1989 dalam Nugraha 2004). Akhir perkembangan embrio ikan nilem pada penelitian ini adalah fase gastrulasi, mengingat embrio mati setelah fase ini, dan fase perkembangan embrio tidak berlangsung sampai fase organogenesis ataupun fase penetasan embrio menjadi larva. Kematian embrio ikan nilem hasil ginogenesis pada penelitian diduga karena embrio yang dihasilkan bersifat lemah, tertambah fase gastrulasi meruapakan fase kritis karena merupakan fase pembentukan bakal organ larva ikan. Energi yang dibutuhkan embrio untuk pembentukan organ kemungkinan akan lebih besar dibandingkan untuk pembelahan sel saja. Effendie (1985) mengungkapkan pada stadium gastrula proses pembelahan sel dengan pergerakannya berjalan lebih cepat dari pada stadium blastula. Garis besarnya proses pergerakan sel dalam stadium gastrula ada dua macam yaitu epiboli dan emboli. Epiboli adalah suatu pergerakan sel-sel yang lelak dianggap akan menjadi epidermis, dimana pergerakannya itu ke depan, kebelakang dan juga ke

5 32 sampingnya dari sumbu bakal embrio. Gerakan yang banyak dan berlangsung cepat memungkinkan akan lebih mudah menimbulkan kematian pada embrio hasil ginogenesis, mengingat kondisi embrio yang lemah memiliki kemampuan yang fasip dalam melakukan gerakan-gerakan. Lemahnya emrio ginogenetik juga terjadi pada penelitian ginogenesis ikan sumatra pada penelitian Yusrizal (2004) melalui pengamatan yang dilakukan dibawah mikroskop diperoleh hasil bahwa embrio ikan hasil ginogenetik yang bersifat lemah ataupun abnormal tidak ditemui pigmen bintik mata, tidak bisa bergerak, hanya berada didasar, dan yang bergerak hanya jantungnya. Sangat berbeda dengan embrio normal yang dapat bergerak tubuh secara bolak-balik (Carman 1990 dalam Yusrizal 2004). 4.2 Hibridisasi Hibridisasi ikan nilem dengan menggunakan donor sperma mas dan ikan nilem (kontrol) dilaksanakan pada tanggal 23 April Berbeda dengan ginogenesis yang dilakukan, hibridisasi ikan nilem yang dilakukan menggunakan sperma ikan mas berhasil dilakukan. Keberhasilan hibridisasi diduga karena sperma ikan mas yang digunakan tetap dapat melakukan penetrasi untuk melakuakan pembuahan telur ikan nilem. Sperma ikan mas dalam hibridisasi sebelumnya tidak di radiasi UV, sehingga sperma ikan mas kemungkinan tetap memiliki energi untuk masuk ke dalam telur melalui lubang mikropyl. Berbeda dengan sperma ikan mas yang digunakan pada proses ginogenesis yang sebelumnya telah diradiasi dengan sinar UV, sehingga sperma bersifat lemah dan akan lebih sulit untuk masuk ke dalam telur. Keberhasilan pemijahan dilakukan dengan pengamatan derajat pembuahan telur (FR) dan derajat penetasan telur (HR) dilakukan dengan menghitung telur yang terbuahi dan kemudian menetas menjadi larva (Lampiran 3). Data hasil pengamatan pemijahan ikan nilem dengan menggunakan sperma ikan mas dan ikan nilem tersaji seperti pada Gambar 5.

6 33 Gambar 5. Diagram persentase derajat pembuahan dan derajat penetasan telur ikan nilem. Rata-rata nilai persentase derajat pembuahan telur dan derajat penetasan telur pada pemijahan ikan nilem dengan menggunakan sperma ikan nilem yaitu FR sebesar 91,44% dan HR sebesar 92,68%; sedangkan pemijahan ikan nilem dengan menggunakan sperma ikan mas atau secara hibridisasi diperoleh FR sebesar 84,22% dan HR sebesar 89,84%. Hasil pemijahan ikan nilem dengan menggunakan donor sperma ikan nilem memiliki rata-rata FR dan HR lebih tinggi dibandingkan pada pemijahan secara hibridisasi menggunakan sperma ikan mas, namun secara keseluruhan hasil pemijahan yang dilakukan baik secara hibridisasi menggunakan sperma ikan mas maupun pemijahan secara normal menggunakan sperma ikan nilem tetap dapat dikatakan baik. menurut Effendie (1997) bahwa derajat pembuahan dan ponetasan telur telur yang mencapai nilai diatas 70% dikategorikan tinggi. 4.3 Karakteristik Morfometrik dan Meristik Nilai morfometrik ikan nilem hasil persilangan dengan ikan mas cenderung meengikuti karakter morfometrik ikan nilem dan ikan mas. Karakter tersebut diketahui dari perbandingan tinggi badan terhadap panjang total, dan panjang cagak terhadap panjang total ikan hibrid yang mengarah ke ikan mas;

7 34 sedangkan perbandingan panjang kepala terhadap panjang total, lebar badan terhadap panjang total, dan lebar kepala terhadap panjang total ikan hibrid yang lebih mengarah ke ikan nilem (Lampiran 8). Keseluruhan karakter meristik ikan hasil persilangan nilem dengan ikan mas cenderung mengarah ke ikan nilem. Penentuan pengarahan karakter tersebut dilakukan dengan membandingkan kisaran karakter yang dimiliki ikan hasil hibridisasi dengan karakter yang dimiliki oleh induknya, dan diperkuat dengan karakter meristik ikan mas ataupun ikan nilem hasil penelitian-penelitian serupa (Lampiran 4, 5, 6 dan 7). Data hasil pengamatan mengenai karakteristik morfometrik dan meristik dapat dilihat pada tabel 2 dan tabel 3. Tabel 2. Nilai Rata-rata karakteristik morfometrik benih ikan hibrid hasil persilangan ikan nilem dengan ikan mas. Karakter Morfometrik Kisaran (mm) Rata-rata (mm) Panjang Total (TL) ,12 ± 4,54 Panjang Cagak (SL)* ,12 ± 3,80 Tinggi Badan (TB)* ,96 ± 1,40 Lebar Badan (LB)* 7-9 7,68 ± 0,63 Lebar Kepala (KP)* 4-7 5,88 ± 0,73 Panjang Kepala (PK)* 6-9 7,48 ± 0,77 * Dibandingakan dengan panjang total Tabel 3. Nilai kisaran karakteristik meristik benih ikan hibrid hasil persilangan ikan nilem dengan ikan mas. No Karakter Meristik Kisaran/Rumus 1 Sirip Punggung (D) /D.I Sirip Dada (P) /P.I-II Sirip Perut (V) 1.7-8/V.I Sirip Dubur (A) /A.I-II Linea Lateralis Perpaduan karakteristik morfometrik dan meristik ikan nilem hasil persilangan dengan ikan mas merupakan peraduan karakter-karakter dari

8 35 induknya. Hal ini sesuai yang diungkapkan Chevasus (1983) dalam Syamsiah (2001) bahwa karakter morfologi ikan hasil persilangan sering berbeda diantara kedua tertuanya, kadang-kadang samadengan salah satu induknya, bahkan diluar kisaran nilai dari tertuanya. 4.4 Nilai Heterositas Kecenderungan karakteristik morfologi ikan dalam persilangan dapat dilihat dari nilai heterositas ikan hasil persilangan. Ikan hasil hibridisasi dalam penelitian ini dibandingkan karakter morfologinya dengan ikan nilem normal hasil persilangan nilem jantan dengan nilem betina. Nilai heterositas ikan nilem hibrid terhadap ikan nilem normal dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai heterositas ikan benih nilem hibrid terhadap benih ikan nilem normal Karakter Morfometrik Ikan Nilem Hasil Hibridisasi Ikan Nilem Normal Nilai Heterositas (%) Panjang Total (mm) 64,12 ± 4,54 46,48 ± 5,36 15,95 Panjang Cagak (mm) 52,12 ± 3,80 35,92 ± 4,91 18,40 Tinggi Badan (mm) 17,96 ± 1,40 10,56 ± 0,80 25,95 Lebar Badan (mm) 7,68 ± 0,63 5,64 ± 0,91 15,32 Lebar Kepala (mm) 5,88 ± 0,73 6,84 ± 0,75 4,47 Panjang Kepala (mm) 7,48 ± 0,77 5,00 ± 0,58 8,09 Bobot Ikan (Gram) 3,39 ± 0,70 1,32 ± 0,41 44,02 Berdasarkan tabel 4 nilai heterositas karakter ikan hibrid bernilai positif terhadap karakter ikan nilem normal. Nilai heterositas tersebut dapat diartikan bahwa ikan nilem hasil hibridisasi memiliki pertambahan lebih cepat dibandingkan ikan nilem normal. Pertambahan dalam hal ini dapat diartikan juga sebagai pertumbuhan, mengingat semua karakter yang diukur juga merupakan pertumbuhan seperti berat, ataupun panjang.

9 Korelasi Panjang dan Berat Perhitungan korelasi panjang berat dilakukan untuk melihat jenis pertumbuhan ikan. Pada penelitian ini analisis korelasi panjang berat dapat digunakan untuk menetukan pertumbuhan ikan nilem hasil hibridisasi lebih mengarah pada ikan nilem atau ikan mas sebgai induknya (Lampiran 10, 11, 12, dan 13). Hasil perhitungan korelasi panjang berat ikan adalah sebagai berikut: Tabel 5. Korelasi Panjang Berat Ikan Ikan b Pertumbuhan Induk Ikan Mas 3,02 Isometrik Induk Ikan Nilem 0,94 Allometrik Ikan Nilem Hibrid 2,23 Allometrik Ikan Nilem Normal (Nilem >< Nilem) 1,95 Allometrik Ket: b (Korelasi panjang berat), b=3 (Isometrik), 3>b<3 (allometrik) Hasil perhitungan korelasi panjang berat menunjukan pertumbuhan ikan nilem hibrid mengikuti ikan nilem. Nilai korelasi panjang berat (b) ikan nilem hibrid yaitu 2,23 atau lebih kecil dari 3, sehingga pertumbuhannya adalah allometrik. Pertumbuhan allometrik disini berarti pertambahan panjang lebih cepat dibandingkan berat, sama halnya seperti pada induk ikan nilem 0,94; ataupun ikan nilem hasi persilangan dengan nilem sebesar 1,95. Berbeda dengan korelasi panjang berat ikan mas adalah 3,02 atau dapat dikatakan sama dengan 3 yang berarti pertambahan panjang dan beratnya berlangsung sama cepat. Walaupun jenis pertumbuhannya sama, dalam hal ini korelasi panjang berat ikan nilem hibrid lebih besar dibandingkan induk ikan nilem atau ikan nilem normal, sehingga dapat diartikan pertambahan bobotnya lebih cepat dibandingkan ikan nilem. Hal tersebut dapat dijadikan dasar bahwa ikan nilem hibrid dalam pertambahan bobotnya cenderung seperti ikan mas dan pertambahan panjang seperti ikan nilem.

10 Rasio Jenis Kelamin Rasio jenis kelamin merupakan salah satu parameter yang penting untuk mengetahui perbandingan jenis kelamin jantan dan kelamin betina ikan, baik ikan nilem hasil hibridisasi maupun ikan nilem normal. Hasil pengamatan rasio jenis kelamin menunjukan bahwa ikan nilem hasil hibridisasi memiliki persentase jenis kelamin betina lebih banyak, yaitu sebesar 52%. Hal tersebut berbeda dengan ikan nilem normal yang memiliki persentase jenis kelamin betina lebih sedikit, yaitu sebesar 44% (Gambar 6). Gambar 6. Rasio Jenis Kelamin Ikan Nilem Hibrid dan Ikan Nilem Normal Pengamatan rasio jenis kelamin menunjukan terjadinya sex dimorfisme pada ikan nilem hasil hibridisasi, yaitu ikan yang memiliki bobot lebih besar cenderung berjenis kelamin betina dan ikan yang memiliki bobot lebih kecil cenderung berjenis kelamin jantan (Lampiran 4 dan 5). Persentase jenis kelamin betina ikan nilem hibrid yang lebih besar dibandingkan ikan nilem normal diduga diturunkan dari genetis induk ikan mas yang digunakan. Hal tersebut sesuai seperti yang diungkapkan Kumar at al. (2011) dalam penelitiannya bahwa keturunan ikan mas memiliki persentase jenis kelamin betina lebih banyak yaitu 57,14% berkelamin betina dan 42,86% berkelamin jantan. Menurut Silverman et al. (2000) jenis kelamin suatu individu ditentukan oleh faktor

11 38 genetik dan faktor lingkungan yang bekerja secara sinergis untuk menentukan ekspresi fenotipe suatu karakter. Faktor genetik yang memegang peranan utama dalam menentukan jenis kelamin disebut kromosom kelamin (gonosom), sedangkan kromosom yang tidak menentukan jenis kelamin autosom (yatim, 1986). Banyaknya persentasi jenis kelamin betina ikan nilem hasil hibridisasi dibandingkan ikan nilem normal menjadi keunggulan tersendiri. Keunggulan komparatif ikan nilem yang memiliki pertumbuhan lebih cepat berpotensi mempercepat waktu panen dan memperkecil biaya operasional dalam budidaya. Proporsi ikan nilem hibrid betina yang lebih besar berperan sebagai daya dukung untuk memaksimalkan produksi telur ikan nilem sebagai bahan baku caviar ataupun untuk pemijahan.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga bulan September 2013 bertempat di Laboratorium Fisisologi Hewan Air dan hatchery Ciparanje

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a b c

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a b c BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Embrio Ikan Nilem Hasil pengamatan embriogenesis ikan nilem, setelah pencampuran sel sperma dan telur kemudian telur mengalami perkembangan serta terjadi fase

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ini dilakukan pada 8 induk ikan Sumatra yang mendapat perlakuan. Hasil penelitian ini menunjukan Spawnprime A dapat mempengaruhi proses pematangan akhir

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLatihan Soal 1.3. igotik. Embrionik. Pasca lahir

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLatihan Soal 1.3. igotik. Embrionik. Pasca lahir 1. Metamorfosis merupakan tahap pada fase... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLatihan Soal 1.3 igotik Embrionik Pasca embrionik Pasca lahir Fase Pasca Embrionik Yaitu pertumbuhan

Lebih terperinci

EMBRIOGENESIS IKAN SYNODONTIS Synodontis eupterus (Boulenger, 1901) Disusun oleh :

EMBRIOGENESIS IKAN SYNODONTIS Synodontis eupterus (Boulenger, 1901) Disusun oleh : EMBRIOGENESIS IKAN SYNODONTIS Synodontis eupterus (Boulenger, 1901) Disusun oleh : FIRMAN HIKMAWAN C14103067 SKRIPSI Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Departemen Budidaya Perairan

Lebih terperinci

EMBRIOLOGI MAS BAYU SYAMSUNARNO MK. FISIOLOGI HEWAN AIR

EMBRIOLOGI MAS BAYU SYAMSUNARNO MK. FISIOLOGI HEWAN AIR EMBRIOLOGI MAS BAYU SYAMSUNARNO MK. FISIOLOGI HEWAN AIR AWAL KEHIDUPAN SEL TELUR SPERMATOZOA ZIGOT EMBRIO Fertilisasi/Pembuahan Diawali dengan masuknya sperma ke dalam sel telur melalui mikropil pada khorion

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Nilem 2.1.1 Klasifikasi Ikan Nilem Di Indonesia ikan nilem dikenal dengan nama nilem, lehat, magut, regis, milem, muntu, palung, palau, pawas, puyau, asang, penopa,

Lebih terperinci

Gambar 6. Rata-rata Fekunditas Telur Ikan Synodontis

Gambar 6. Rata-rata Fekunditas Telur Ikan Synodontis BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fekunditas Fekunditas merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap tingkat produktivitas ikan. Fekunditas adalah jumlah telur matang yang dikeluarkan oleh induk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil yang diperoleh pada penelitian ini meliputi persentase jenis kelamin jantan rata-rata, derajat kelangsungan hidup (SR) rata-rata setelah perlakuan perendaman dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Rasio Kelamin Ikan Nilem Penentuan jenis kelamin ikan dapat diperoleh berdasarkan karakter seksual primer dan sekunder. Pemeriksaan gonad ikan dilakukan dengan mengamati

Lebih terperinci

GINOGENESIS IKAN SUMATRA (Puntius tetrazonn, Bleelter) DENGAN KEJUTAN PANAS PADA SUHU BERBEDA

GINOGENESIS IKAN SUMATRA (Puntius tetrazonn, Bleelter) DENGAN KEJUTAN PANAS PADA SUHU BERBEDA GINOGENESIS IKAN SUMATRA (Puntius tetrazonn, Bleelter) DENGAN KEJUTAN PANAS PADA SUHU BERBEDA ART1 SUPIARTI SKRIPSI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN LAMA WAKTU KEJUTAN SUHU TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN GINOGENESIS IKAN KOI (Cyprinus carpio)

PENGARUH PEMBERIAN LAMA WAKTU KEJUTAN SUHU TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN GINOGENESIS IKAN KOI (Cyprinus carpio) PENGARUH PEMBERIAN LAMA WAKTU KEJUTAN SUHU TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN GINOGENESIS IKAN KOI (Cyprinus carpio) R. Selfi Nendris Sulistiawan, S.Pi * Rukoyah, S.Pi ** RINGKASAN Ginogenesis adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nilem (Osteochilus hasselti) merupakan ikan yang banyak dipelihara di daerah Jawa Barat dan di Sumatera (khususnya Sumatera Barat). Ikan nilem ini mempunyai cita

Lebih terperinci

THE EFFECT OF LONGETH RADIATION AND COOL SHOCK DIFFERENTLY TOWARD GINOGENESIS SHEALTHFISH (Ompok rhadinurus Ng)

THE EFFECT OF LONGETH RADIATION AND COOL SHOCK DIFFERENTLY TOWARD GINOGENESIS SHEALTHFISH (Ompok rhadinurus Ng) 1 THE EFFECT OF LONGETH RADIATION AND COOL SHOCK DIFFERENTLY TOWARD GINOGENESIS SHEALTHFISH (Ompok rhadinurus Ng) By Ahmad Muttaqie 1), Nuraini 2) and Sukendi 2) Hatchery and Fish Breeding Laboratory Fisheries

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were. II. METODOLOGI 2.1 Materi Uji Sumber genetik yang digunakan adalah ikan nilem hijau dan ikan nilem were. Induk ikan nilem hijau diperoleh dari wilayah Bogor (Jawa Barat) berjumlah 11 ekor dengan bobot

Lebih terperinci

Gambar tahap perkembangan embrio ikan lele

Gambar tahap perkembangan embrio ikan lele Perkembangan embrio diawali saat proses impregnasi, dimana sel telur (ovum) dimasuki sel jantan (spermatozoa). Proses pembuahan pada ikan bersifat monospermik, yakni hanya satu spermatozoa yang akan melewati

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perkawinan. Proses perkawinan biasanya terjadi pada malam hari atau menjelang

II. TINJAUAN PUSTAKA. perkawinan. Proses perkawinan biasanya terjadi pada malam hari atau menjelang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sifat Seksualitas Lobster Air Tawar Pada umumnya lobster air tawar matang gonad pada umur 6 sampai 7 bulan. Setelah mencapai umur tersebut, induk jantan dan betina akan melakukan

Lebih terperinci

EMBRIOGENESIS DAN KARAKTERISTIK LARVA PERSILANGAN IKAN PATIN SIAM (Pangasius hypophthalmus) JANTAN DENGAN IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus) BETINA

EMBRIOGENESIS DAN KARAKTERISTIK LARVA PERSILANGAN IKAN PATIN SIAM (Pangasius hypophthalmus) JANTAN DENGAN IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus) BETINA Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. VIII No. 2 /Desember 2017 (17-27) EMBRIOGENESIS DAN KARAKTERISTIK LARVA PERSILANGAN IKAN PATIN SIAM (Pangasius hypophthalmus) JANTAN DENGAN IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus)

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.48/MEN/2012 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.48/MEN/2012 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.48/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN INDUK IKAN NILA JANTAN PANDU DAN INDUK IKAN NILA BETINA KUNTI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

EFFECT OF LONGETH RADIATION AND TEMPERATURE SHOCK TOWARD GINOGENESIS SHEALTFISH (Ompok rhadinurus Ng)

EFFECT OF LONGETH RADIATION AND TEMPERATURE SHOCK TOWARD GINOGENESIS SHEALTFISH (Ompok rhadinurus Ng) 1 EFFECT OF LONGETH RADIATION AND TEMPERATURE SHOCK TOWARD GINOGENESIS SHEALTFISH (Ompok rhadinurus Ng) By Ferry Dua Andhika 1), Sukendi 2) and Nuraini 2) Hatchery and Fish Breeding Laboratory Fisheries

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP. 52/MEN/2004 T E N T A N G PELEPASAN VARIETAS IKAN NILA JICA SEBAGAI VARIETAS BARU

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP. 52/MEN/2004 T E N T A N G PELEPASAN VARIETAS IKAN NILA JICA SEBAGAI VARIETAS BARU KEPUTUSAN NOMOR : KEP. 52/MEN/2004 T E N T A N G PELEPASAN VARIETAS IKAN NILA JICA SEBAGAI VARIETAS BARU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memperkaya jenis dan varietas serta menambah sumber plasma nutfah

Lebih terperinci

Success and growth of gynogenesis larvae of selais fish (Ompok rhadinurus NG) with cold-temperature shock

Success and growth of gynogenesis larvae of selais fish (Ompok rhadinurus NG) with cold-temperature shock JURNAL PERIKANANAN DAN KELAUTAN ISSN 0853-7607 KEBERHASILAN DAN PERTUMBUHAN LARVA GINOGENESIS IKAN SELAIS (Ompok rhadinurus NG ) DENGAN KEJUTAN SUHU DINGIN Success and growth of gynogenesis larvae of selais

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP. 26/MEN/2004 TENTANG PELEPASAN VARIETAS IKAN LELE SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP. 26/MEN/2004 TENTANG PELEPASAN VARIETAS IKAN LELE SEBAGAI VARIETAS UNGGUL KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP. 26/MEN/2004 TENTANG PELEPASAN VARIETAS IKAN LELE SEBAGAI VARIETAS UNGGUL MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memperkaya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) Nilem (Osteochilus hasselti) merupakan ikan endemik Indonesia yang hidup di sungai-sungai, danau dan rawa-rawa, tersebar di pulau Jawa, Sumatera

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI 5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI Pengukuran parameter reproduksi akan menjadi usaha yang sangat berguna untuk mengetahui keadaan kelamin, kematangan alat kelamin dan beberapa besar potensi produksi dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMIJAHAN, PENETASAN TELUR DAN PERAWATAN LARVA Pemijahan merupakan proses perkawinan antara induk jantan dengan induk betina. Pembuahan ikan dilakukan di luar tubuh. Masing-masing

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN TAWES (PUNTIUS JAVANICUS) JOIS

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN TAWES (PUNTIUS JAVANICUS) JOIS KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN TAWES (PUNTIUS JAVANICUS) JOIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI lkan. Dr. Ir. Usman Muhammad Tang, M.S. Dr. Ir. Ridwan Affandi

BIOLOGI REPRODUKSI lkan. Dr. Ir. Usman Muhammad Tang, M.S. Dr. Ir. Ridwan Affandi BIOLOGI REPRODUKSI lkan Dr. Ir. Usman Muhammad Tang, M.S. Dr. Ir. Ridwan Affandi Intimedia 2017 Biologi Reproduksi Ikan Copyright Ii:) Febru.ri, 2017 Pertam.. kali diterbitkan eli Indonesia dalarn Bahasa

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fenotipe morfometrik Karakteristik morfometrik ikan nilem meliputi 21 fenotipe yang diukur pada populasi ikan nilem hijau (tetua) dan keturunannya dari hasil perkawinan

Lebih terperinci

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda 116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan

Lebih terperinci

3.KUALITAS TELUR IKAN

3.KUALITAS TELUR IKAN 3.KUALITAS TELUR IKAN Kualitas telur dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi: umur induk, ukuran induk dan genetik. Faktor eksternal meliputi: pakan,

Lebih terperinci

Embriogenesis. Titta Novianti

Embriogenesis. Titta Novianti Embriogenesis Titta Novianti EMBRIOGENESIS Proses embriogenesis adalah rangkaian proses yang terjadi sesaat setelah terjadi pembuahan sel telur oleh sperma Proses embriogenesis meliputi; fase cleavage

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama enam bulan dari bulan Mei - Oktober 2011. Pengambilan ikan contoh dilakukan di perairan mangrove pantai Mayangan, Kabupaten

Lebih terperinci

ASPEK MOLEKULER PERKEMBANGAN

ASPEK MOLEKULER PERKEMBANGAN ASPEK MOLEKULER PERKEMBANGAN Pada dasarnya perkembangan organisme multiseluler merupakan manifestasi kegiatan masing-masing sel yang diorganisir dalam sistem hidup. Kegiatan sel dalam perkembangan yang

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jenis Kelamin Belut Belut sawah merupakan hermaprodit protogini, berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa pada ukuran panjang kurang dari 40 cm belut berada pada

Lebih terperinci

MODUL PERKEMBANGAN HEWAN : FERTILISASI. Oleh Siti Pramitha Retno Wardhani, S.Si

MODUL PERKEMBANGAN HEWAN : FERTILISASI. Oleh Siti Pramitha Retno Wardhani, S.Si MODUL PERKEMBANGAN HEWAN : FERTILISASI Oleh Siti Pramitha Retno Wardhani, S.Si Tahapan-tahapan utama perkembangan hewan: 1. Fertitisasi 2. Cleavage 3. Gastrulasi 4. Organogenesis Fertilisasi Fertilisasi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.66/MEN/2011 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.66/MEN/2011 TENTANG Menimbang KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.66/MEN/2011 TENTANG PELEPASAN IKAN TORSORO MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa guna lebih memperkaya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 45/MEN/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 45/MEN/2006 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 45/MEN/2006 TENTANG PELEPASAN VARIETAS IKAN NILA NIRWANA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL INDUK PENJENIS MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juli 2012. Penelitian dilaksanakan di Balai Budidaya Laut Lombok, Dusun Gili Genting, Kecamatan

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6130 - 1999 Standar Nasional Indonesia Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan...1

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EMBRIOGENESIS IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus)

PERKEMBANGAN EMBRIOGENESIS IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) PERKEMBANGAN EMBRIOGENESIS IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) Oleh Imanuel G. Pattipeilohy, Abdul Gani, Herlina Tahang ABSTRAK Ikan Mandarin (Synchiropus splendidus) merupakan salah satu ikan hias

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. elektromagnet. Berdasarkan energi yang dimiliki, gelombang elektromagnetik dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. elektromagnet. Berdasarkan energi yang dimiliki, gelombang elektromagnetik dapat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Medan Elektromagnetik dan pengaruhnya Medan elektromagnetik adalah medan yang terjadi akibat pergerakan arus listrik. Interaksi antara medan listrik dan medan magnet tersebut menghasilkan

Lebih terperinci

-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG PELEPASAN IKAN LELE MUTIARA.

-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG PELEPASAN IKAN LELE MUTIARA. KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN IKAN LELE MUTIARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Kegiatan seleksi famili yang dilakukan telah menghasilkan dua generasi yang merupakan kombinasi pasangan induk dari sepuluh strain ikan nila, yaitu TG6, GIFT F2 dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Daya Rekat Telur Ikan Komet Daya rekat merupakan suatu lapisan pada permukaan telur yang merupakan bagian dari zona radiata luar yang mengandung polisakarida dan sebagian

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, pada bulan Maret 2013 sampai dengan April 2013.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN KELABAU (OSTEOCHILUS MELANOPLEURUS) HASIL DOMESTIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Derajat Penetasan Telur Hasil perhitungan derajat penetasan telur berkisar antara 68,67-98,57% (Gambar 1 dan Lampiran 2). Gambar 1 Derajat penetasan telur ikan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR KEP.25/MEN/2006 TENTANG PELEPASAN VARIETAS IKAN PATIN PASUPATI SEBAGAI VARIETAS BENIH UNGGUL

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR KEP.25/MEN/2006 TENTANG PELEPASAN VARIETAS IKAN PATIN PASUPATI SEBAGAI VARIETAS BENIH UNGGUL KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR KEP.25/MEN/2006 TENTANG PELEPASAN VARIETAS IKAN SEBAGAI VARIETAS BENIH UNGGUL MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memperkaya

Lebih terperinci

URAIAN MATERI A. Fertilisasi dan Perkembangan Embrio Fertilisasi adalah proses penyatuan atau peleburan inti sel ovum (ovum) dengan inti sel

URAIAN MATERI A. Fertilisasi dan Perkembangan Embrio Fertilisasi adalah proses penyatuan atau peleburan inti sel ovum (ovum) dengan inti sel URAIAN MATERI A. Fertilisasi dan Perkembangan Embrio Fertilisasi adalah proses penyatuan atau peleburan inti sel ovum (ovum) dengan inti sel spermatozoa yang membentuk makhluk hidup menjadi zigot. Meskipun

Lebih terperinci

Jatinangor, Juli Eka Hariani Suhardi. vii

Jatinangor, Juli Eka Hariani Suhardi. vii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT yang telah memberikan rakhmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Pengaruh Suhu Media

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Berdasarkan tingkat keberhasilan ikan lele Sangkuriang memijah, maka dalam penelitian ini dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok perlakuan yang tidak menyebabkan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ikan nila

TINJAUAN PUSTAKA Ikan nila 6 TINJAUAN PUSTAKA Ikan nila Ikan nila (Oreochromis niloticus) termasuk dalam family Chiclidae. Ciri yang spesifik pada ikan nila adalah adanya garis vertikal berwarna gelap di tubuh berjumlah 6-9 buah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang populasinya

I. PENDAHULUAN. Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang populasinya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang populasinya menyebar di Sumatera Barat dan sebagai plasma nutfah Indonesia dan komoditas unggulan spesifik wilayah

Lebih terperinci

EMBRIOGENESIS DAN INDUKSI EMBRIO (BAGIAN I) LABORATORIUM EMBRIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Indikator pencapaian: Definisi dan tahapan embriogenesis (pembelahan, blastulasi,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Jumlah Zigot yang Membelah >2 Sel pada Hari Kedua

Lampiran 1. Jumlah Zigot yang Membelah >2 Sel pada Hari Kedua Lampiran 1. Jumlah Zigot yang Membelah >2 Sel pada Hari Kedua 1 48 32 2 40 29 3 40 20 4 26 36 5 36 35 6 35 26 7 32 22 Jumlah 257 200 Rataan 36,71 ± 6,95 28,57 ± 6,21 Lampiran 2. Uji Khi-Kuadrat Jumlah

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas benih sebar SNI : 01-6136 - 1999 Standar Nasional Indonesia Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas benih sebar Daftar Isi Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan...1 3 Deskripsi...1

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.23/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA NIRWANA II

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.23/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA NIRWANA II KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.23/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA NIRWANA II MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna lebih

Lebih terperinci

Mengatur perkembangan dan metabolisme individu. (pada peristiwa apa peran ini dapat dilihat/terjadi? ).

Mengatur perkembangan dan metabolisme individu. (pada peristiwa apa peran ini dapat dilihat/terjadi? ). HEREDITAS Hubungan antara gen, DNA, Kromosom & Hereditas Pengertian hereditas? Melalui apa sifat diturunkan? Apa itu gen? Bagaimana hubungan antara gen dengan DNA? Bagaimana hubungan antara gen dengan

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLATIHAN SOAL. Pernyataan yang merupakan ciri dari pertumbuhan ditunjukkan oleh nomor...

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLATIHAN SOAL. Pernyataan yang merupakan ciri dari pertumbuhan ditunjukkan oleh nomor... 1. Perhatikan pernyataan di bawah ini 1). Bersifatreversible 2). Bersifat irreversible 3). Menuju ke arah dewasa 4). Jumlah dan ukuran sel semakinmeningkat 5). Perubahan dari kecil jadi besar SMP kelas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik ikan nila merah Oreochromis sp. Ikan nila merupakan ikan yang berasal dari Sungai Nil (Mesir) dan danaudanau yang berhubungan dengan aliran sungai itu. Ikan nila

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 12 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah dan Sebaran Panjang Ikan Kuro Jumlah ikan kuro yang tertangkap selama penelitian berjumlah 147 ekor. Kisaran panjang dan bobot ikan yang tertangkap adalah 142-254 mm

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Pola reproduksi ikan swanggi (Priacanthus tayenus) pada penelitian ini adalah tinjauan mengenai sebagian aspek reproduksi yaitu pendugaan ukuran pertama

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) MARWANA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) MARWANA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) MARWANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan.

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan. 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika dan kolam percobaan pada Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar, Jl. Raya 2 Sukamandi,

Lebih terperinci

ORGANOGENESIS DAN PERKEMBANGAN AWAL IKAN Corydoras panda. Organogenesis and Development of Corydoras panda in Early Stage

ORGANOGENESIS DAN PERKEMBANGAN AWAL IKAN Corydoras panda. Organogenesis and Development of Corydoras panda in Early Stage Jurnal Akuakultur Indonesia, 4(2): 67 66 (2005) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 67 ORGANOGENESIS DAN PERKEMBANGAN AWAL IKAN Corydoras panda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Fertilisasi

TINJAUAN PUSTAKA Fertilisasi TINJAUAN PUSTAKA Fertilisasi Fertilisasi merupakan proses bertemunya sel sperma dengan sel telur. Sel telur diaktivasi untuk memulai perkembangannya dan inti sel dari dua gamet akan bersatu untuk menyempurnakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) NIRWANA III

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) NIRWANA III KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) NIRWANA III DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

Berdasarkan susunan selaput embrionya kembar identik dibedakan menjadi 3 yaitu :

Berdasarkan susunan selaput embrionya kembar identik dibedakan menjadi 3 yaitu : 1. Kembar Identik Kembar identik disebut juga sebagai kembar monozigotik, yaitu kembar yang berasal dari satu telur. Proses terjadinya kembar identik yaitu pada masa pembuahan sebuah sel telur matang dibuahi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI IKAN. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA. Mata Kuliah Iktiologi

IDENTIFIKASI IKAN. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA. Mata Kuliah Iktiologi IDENTIFIKASI IKAN Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA Mata Kuliah Iktiologi IDENTIFIKASI Suatu usaha pengenalan dan deskripsi yang teliti serta tepat terhadap spesies, dan memberi

Lebih terperinci

Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok

Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok Standar Nasional Indonesia SNI 6138:2009 Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional SNI 6138:2009 Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6484.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Prakata... 1 Pendahuluan... 1 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup Embrio dan Derajat Penetasan Berdasarkan hasil pengamatan terhadap derajat kelangsungan hidup

HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup Embrio dan Derajat Penetasan Berdasarkan hasil pengamatan terhadap derajat kelangsungan hidup HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat Kelangsungan Hidup Embrio dan Derajat Penetasan Berdasarkan hasil pengamatan terhadap derajat kelangsungan hidup (DKH-e) dan derajat penetasan (DP) tiap promoter (perlakuan)

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH MERAIH SUKSES DENGAN BISNIS BUDIDAYA IKAN LELE

KARYA ILMIAH MERAIH SUKSES DENGAN BISNIS BUDIDAYA IKAN LELE KARYA ILMIAH MERAIH SUKSES DENGAN BISNIS BUDIDAYA IKAN LELE Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Lingkungan Bisnis NAMA : BUNGA DWI CAHYANI NIM : 10.11.3820 KELAS : S1 TI-2D STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Siklus Hidup C. trifenestrata Studi Perkembangan Embrio C. trifenestrata

PEMBAHASAN Siklus Hidup C. trifenestrata Studi Perkembangan Embrio C. trifenestrata PEMBAHASAN Siklus Hidup C. trifenestrata Tahapan hidup C. trifenestrata terdiri dari telur, larva, pupa, dan imago. Telur yang fertil akan menetas setelah hari kedelapan, sedang larva terdiri dari lima

Lebih terperinci

KEBERNASI LAN PENGGUNAAN SPERMA IKAN Nl LEM

KEBERNASI LAN PENGGUNAAN SPERMA IKAN Nl LEM KEBERNASI LAN PENGGUNAAN SPERMA IKAN Nl LEM ( Osteochilus - hasselti C.V, ) - PADA GIMOGENESIS IKAN MAS Cyprinus carplo - L. SYENI SAMBARA C 21. 0620 JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Embrio partenogenetik memiliki potensi dalam mengatasi permasalahan etika pada penelitian rekayasa embrio. Untuk memproduksi embrio partenogenetik ini, sel telur diambil dari individu

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6138 - 1999 Standar Nasional Indonesia Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Pendahuluan Halaman 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3

Lebih terperinci

PENGARUH SEKS RASIO TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PEMIJAHAN PADA KAWIN SILANG Haliotis asinina DENGAN Haliotis squamata

PENGARUH SEKS RASIO TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PEMIJAHAN PADA KAWIN SILANG Haliotis asinina DENGAN Haliotis squamata PENGARUH SEKS RASIO TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PEMIJAHAN PADA KAWIN SILANG Haliotis asinina DENGAN Haliotis squamata Rio Ary Sudarmawan, Sitti Hilyana, Nunik Cokrowati Program Studi Budidaya Perairan

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6483.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) DAFTAR ISI Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3 Deskripsi...

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Benih Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Benih Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar SNI : 01-6140 - 1999 Standar Nasional Indonesia Benih Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar Daftar Isi Pendahuluan Halaman 1. Ruang lingkup... 1 2. Acuan... 1 3. Definisi...

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH KULIAH LINGKUNGAN BISNIS

KARYA ILMIAH KULIAH LINGKUNGAN BISNIS KARYA ILMIAH KULIAH LINGKUNGAN BISNIS Cara Sukses Bisnis Budidaya Lele Disusun oleh: Nama : Siti Mustikaningsih Nim : 10.11.3913 Kelas : S1T1-2E Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Informatika Komputer AMIKOM

Lebih terperinci

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA BUDIDAYA IKAN LELE Sebagai Tugas Akhir Mata Kuliah Lingkungan Bisnis STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Oleh: Mada Mahatma 11.12.5828 Kelas 11.S1SI.07 Sistem Informasi Budidaya Ikan Lele Jenis Ikan Lele memang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lkan nila merupakan salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi. Ikan nila

I. PENDAHULUAN. lkan nila merupakan salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi. Ikan nila I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang lkan nila merupakan salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi. Ikan nila berdaging padat, tidak mempunyai banyak duri, mudah disajikan dan mudah didapatkan di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persentase Ikan Jantan Salah satu faktor yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan proses maskulinisasi ikan nila yaitu persentase ikan jantan. Persentase jantan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 9 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kali Baru mulai dari bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan di

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga. Pendahuluan

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga. Pendahuluan Pendahuluan Pembenihan merupakan suatu tahap kegiatan dalam budidaya yang sangat menentukan kegiatan pemeliharaan selanjutnya dan bertujuan untuk menghasilkan benih. Benih yang dihasilkan dari proses pembenihan

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Benih ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Benih ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas benih sebar SNI : 01-6485.2-2000 Standar Nasional Indonesia ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas benih sebar Prakata Standar benih ikan gurami kelas benih sebar diterbitkan oleh Badan Standardisasi Nasional

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi Ikan Rainbow. 1. Klasifikasi dan Morfologi. Klasifikasi ikan rainbow (ITIS, 2012) adalah : : Acanthopterygii

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi Ikan Rainbow. 1. Klasifikasi dan Morfologi. Klasifikasi ikan rainbow (ITIS, 2012) adalah : : Acanthopterygii II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Ikan Rainbow 1. Klasifikasi dan Morfologi Klasifikasi ikan rainbow (ITIS, 2012) adalah : Kingdom Phylum Subphylum Superclass Class Subclass Infraclass Superorder Order Suborder

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas benih sebar SNI : 01-6484.2-2000 Standar Nasional Indonesia Benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas benih sebar Prakata Standar benih ikan lele dumbo kelas benih sebar diterbitkan oleh Badan Standardisasi

Lebih terperinci

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Relasi panjang berat dan aspek reproduksi ikan beureum panon (Puntius orphoides) hasil domestikasi di Balai Pelestarian Perikanan Umum dan Pengembangan Ikan Hias (BPPPU)

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) RAJADANU SUPER RD

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) RAJADANU SUPER RD KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) RAJADANU SUPER RD DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN BENIH SEBAR IKAN LELE MANDALIKA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN BENIH SEBAR IKAN LELE MANDALIKA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN BENIH SEBAR IKAN LELE MANDALIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Benih ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Benih ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas benih sebar SNI : 01-6483.2-2000 Standar Nasional Indonesia Benih ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas benih sebar DAFTAR ISI Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3 Deskripsi... 1 4 Istilah...

Lebih terperinci