PUSTAHA. Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi ISSN: Penanggung Jawab Ketua Departemen Studi Perpustakaan dan Informasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PUSTAHA. Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi ISSN: Penanggung Jawab Ketua Departemen Studi Perpustakaan dan Informasi"

Transkripsi

1 PUSTAHA Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi ISSN: Penanggung Jawab Ketua Departemen Studi Perpustakaan dan Informasi Pemimpin Umum A. Ridwan Siregar Pemimpin Redaksi Jonner Hasugian Sekretaris Himma Dewiyana Lubis Redaksi Ahli A. Ridwan Siregar (USU) Badollahi Mustafa (IPB) Belling Siregar (UNIMED) Ninis Agustini Damayani (UNPAD) Siti Sumarningsih (UI) Redaksi Pelaksana Jonner Hasugian Zaslina Zainuddin Zurni Zahara Samosir Irawati A. Kahar Sirkulasi Laila Hadri Mucklis Alamat Redaksi/Penerbit Departemen Studi Perpustakaan dan Informasi Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara Jl. Universitas 19, Kampus USU, Medan, Tel.: Fax: Situs Web: dspi.usu.ac.id/pustaha-jurnal

2 Pengantar dari Redaksi Horas... PUSTAHA Pada bulan Desember 2008 ini, Jurnal PUSTAHA kembali hadir di hadapan pembaca dengan menyajikan enam artikel ilmiah. Edisi ini merupakan volume keempat, nomor dua dari penerbitan jurnal PUSTAHA tahun Dalam edisi ini kami menyajikan lima tulisan dengan tema yang beragam, akan tetapi tetap konsisten dalam ruang lingkup Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Jonner Hasugian memunculkan isu mengenai literasi informasi dengan judul artikel Urgensi Literasi Informasi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi, Zaslina Zainuddin menulis artikel berupa hasil penelitian dengan judul Hubungan Intensi Pro-Sosial Pustakawan dengan Kepuasan Pengguna pada Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (Baperasda) Provinsi Sumatera Utara, demikian halnya Zurni Zahara Samosir menulis tentang Faktor Penyebab Stres Kerja Pustakawan pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara. Sedangkan Himma Dewiyana menulis artikel dengan judul Uji Ketergunaan Antarmuka Situs Web Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan Hotlan Siahaan menulis judul artikel Costumer Relationship Management (CRM) sebagai Sarana Meraih Image Positif untuk Perpustakaan, serta Ishak dengan judul artikel Pengelolaan Perpustakaan Berbasis Teknologi Informasi. Para pembaca yang budiman, sebagaimana telah kami sampaikan pada edisi sebelumnya bahwa sudah menjadi harapan dan tekad kami untuk menyajikan tulisan-tulisan yang bernas dan seimbang pada sejumlah kajian di bidang perpustakaan dan informasi pada edisi selanjutnya. Untuk itu, Redaksi Jurnal PUSTAHA mengundang para akademisi dan pemerhati bidang perpustakaan dan informasi untuk menyumbangkan hasil penelitian, gagasan dan pemikirannya melalui jurnal ini. Akhir kata, saran dan kritik pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan jurnal ini, baik dari segi tampilan maupun muatan. Selamat membaca. Redaksi ii

3 Daftar Isi PUSTAHA Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi Volume 4, No. 2, Desember 2008 ISSN: Susunan Redaksi Pengantar dari Redaksi Daftar Isi i ii iii 1. Urgensi Literasi Informasi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi Jonner Hasugian Hubungan Intensi Pro-Sosial Pustakawan dengan Kepuasan Pengguna pada Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (Baperasda) Provinsi Sumatera Utara Zaslina Zainuddin dan Rahmat Hidayat Faktor Penyebab Stres Kerja Pustakawan pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara Zurni Zahara Samosir dan Iin Syahfitri Uji Ketergunaan Antarmuka Situs Web Perpustakaan Universitas Sumatera Utara Himma Dewiyana Costumer Relationship Management (CRM) sebagai Sarana Meraih Image Positif untuk Perpustakaan Hotlan Siahaan Pengelolaan Perpustakaan Berbasis Teknologi Informasi Ishak 87 Petunjuk untuk Penulis 94 iii

4 Urgensi Literasi Informasi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi Jonner Hasugian Program Studi Ilmu Perpustakaan Universitas Sumatera Utara Abstract Information literacy is knowing when and why some one need information, where to find it, and how to evaluate, use and communicate it in an ethical manner. To be information literate, a person must be able to recognize when information is needed and have the ability to locate, evaluate and use effectively the needed information. The International Bureau of Education (the International Comission on Education for the 21 st Century), UNESCO recommended curriculum based in competency with four pillars: learning to know, learning to do, learning to live together, and learning to be. Information literacy has an important role for achieving them. Keywords: information literacy, curriculum based in competency 1. Pendahuluan Dewasa ini berbagai lembaga pendidikan mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi ada yang mulai, sedang, dan telah membangun program literasi informasi. Literasi informasi yang merupakan terjemahan dari information literacy dalam pengertian ringkas diartikan sebagai keberaksaraan informasi atau kemelekan informasi. Penguasaan literasi informasi dipandang sangat penting dalam proses pembelajaran sehingga menjadi bagian dari program pendidikan. Dalam lingkup yang lebih luas, bahwa program literasi informasi sebenarnya adalah program pemberdayaan masyarakat khususnya dalam bidang informasi. Literasi informasi berhubungan erat dengan tugas pokok pelayanan perpustakaan. Dalam perkembangannya, para pustakawan terutama pustakawan pada perpustakaan sekolah dan perguruan tinggi, umumnya memandang keterampilan yang hendak dikembangkan dalam program literasi informasi adalah berupa keterampilan yang tidak mengundang permasalahan (non-problematis). Artinya, bahwa kemampuan seseorang untuk mencari dan menemukan informasi adalah berupa serangkaian keterampilan yang dipindahkan dari pustakawan kepada pengguna untuk tujuan memudahkan pelayanan dan agar tidak merepotkan pustakawan. Selanjutnya, setelah seorang siswa atau mahasiswa memperoleh keterampilan itu, ia diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan menyelesaikan masalah, serta pada gilirannya menambah motivasi untuk belajar. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, programprogram pelatihan literasi informasi diperluas menjadi pelatihan tentang dunia teks pada umumnya yaitu bagaimana cara yang efektif dan efisien untuk mencari dan menemukan dokumen dari perpustakaan, selanjutnya ditambah dengan penumbuhan budaya digital agar mampu dan terbiasa melakukan akses terhadap berbagai sumber daya informasi elektronik. Akses terhadap sumberdaya informasi elektronik saat ini sudah menjadi keharusan mengingat volume informasi dalam format elektronik yang tersedia saat ini diperkirakan jauh melebihi informasi yang tersedia dalam format tercetak. Akibatnya, proses pembelajaran harus memanfaatkan informasi dalam format elektronik. Keterampilan mencari dan menemukan informasi menjadi faktor pendukung dan semacam fasilitas untuk belajar secara lebih efektif dan efisien. Seseorang yang sudah melek informasi dianggap akan mampu menjelajahi lautan dan belantara informasi yang semakin lama semakin luas dan rumit, baik yang menggunakan sumber-sumber tercetak maupun yang elektronik. Program penguasaan literasi informasi dianggap dapat menciptakan keberaksaraan yang berbasis keterampilan Halaman 34

5 (skills-based literacy). Termasuk di dalam keterampilan ini adalah kemampuan mencari informasi, memilih sumber informasi secara cerdas, menilai dan memilah-milah sumber informasi, menggunakan serta menyajikan informasi secara etis (Webber dan Johnston, 2000). Literasi informasi sebagai kemampuan mencari, mengevaluasi, dan menggunakan informasi yang dibutuhkan secara efektif bukanlah merupakan kemampuan atau keterampilan baru yang muncul sebagai tuntutan dari era informasi. Kebutuhan akan penguasaan kemampuan ini telah muncul sejak puluhan tahun lalu, yang berubah hanyalah jumlah dan bentuk dari informasi yang tersedia serta cara untuk mengakses dan mendapatkannya. Lima puluh tahun yang lalu sumber informasi yang tersedia pada umumnya didominasi media tercetak seperti buku, surat kabar, jurnal, dan terbitan pemerintah. Akan tetapi pada saat ini sumber informasi telah tersedia dalam bentuk yang lebih beragam seperti CD-ROM, pangkalan data terpasang, internet, dan lain sebagainya. Walaupun kebutuhan untuk mencari, mengevaluasi dan menggunakan informasi yang dibutuhkan secara efektif telah ada sejak lama, tetapi kemampuan yang dibutuhkan pada saat ini terus berkembang menjadi lebih kompleks sejalan dengan kemajuan jaman dan perkembangan teknologi yang digunakan. Perkembangan teknologi informasi yang digunakan untuk menghendel pengelolaan informasi telah menunjukkan dan menandai realita bahwa semakin pentingnya penguasaan literasi informasi. Sejak munculnya teknologi informasi, produksi informasi telah meningkat dengan sangat tajam dan diperkirakan akan terus meningkat melampaui persentase produksi sebelumnya. Literasi informasi menjadi sangat penting di era informasi sekarang ini karena para individu dihadapkan dengan beragam pilihan informasi yang tersedia. Teknologi informasi membuat informasi menjadi begitu mudah diakses dan digunakan, tetapi kecepatan dan kemudahan memperoleh informasi hanya akan diperoleh jika pencari informasi memiliki kompetensi dalam literasi informasi. Penguasaan kompetensi literasi informasi tidak hanya bermanfaat bagi mahasiswa yang masih mengikuti perkuliahan tetapi juga bermanfaat di dunia kerja mereka nantinya. Pentingnya penguasaan kompetensi literasi informasi disadari oleh sebahagian besar pengelola pendidikan tingggi, akan tetapi mungkin masih banyak juga yang belum menyadarinya. Bagi lembaga perguruan tinggi yang sudah menerapkan kurikulum berbasis kompetensi, maka penguasaan literasi informasi menjadi kompetensi yang sangat penting dimiliki baik mahasiswa maupun dosen. Perguruan tingggi yang telah menerapkan kurikulum berbasis kompetensi haruslah tanggap dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya, sehingga wajib untuk membekali dosen dan mahasiswanya dengan kompetensi literasi informasi. Penguasaan literasi informasi tidak hanya bertujuan untuk menjadikan mahasiswa sebagai individu yang information literate, yang mampu menyelesaikan tugas-tugas akademisnya dengan baik, tetapi juga untuk membekali mereka dengan pemahaman yang mendalam tentang literasi informasi karena merekalah nantinya yang akan menularkan dan mengajarkan kompetensi ini ke lingkungan kerjanya. Tulisan ini mencoba menguraikan pemahaman tentang konsep literasi informasi, modelnya dan urgensinya dalam kurikulum berbasis kompetensi pada perguruan tinggi. 2. Literasi Informasi Definisi tentang literasi informasi sangat banyak dan terus berkembang sesuai kondisi waktu dan perkembangaan lapangan. Dalam rumusan yang sederhana literasi informasi adalah kemampuan mencari, mengevaluasi dan menggunakan informasi yang dibutuhkan secara efektif. Hakekat dari literasi informasi adalah seperangkat keterampilan yang diperlukan untuk mencari, menelusur, menganalisis, dan memanfaatkan informasi (Bundy, 2001). Mencari informasi dapat dilakukan ke perpustakaan, toko buku, pusatpusat informasi, di Internet dan sebagainya. Menelusur adalah upaya untuk menemukan kembali informasi yang yang telah disimpan. Jika ke pepustakaan diperlukan alat penelusuran yaitu katalog, sedangkan untuk mencari informasi ke Internet diperlukan search engine. Dalam konteks perpustakaan dan informasi, literasi informasi selalu dikaitkan dengan kemampuan mengakses dan memanfaatkan secara benar sejumlah informasi yang tersedia baik di dalam Halaman 35

6 perpustakaan maupun yang berada di luar gedung perpustakaan. Konsep literasi informasi sebenarnya telah diartikan dan dilakukan dalam berbagai cara sejak awal tahun tujuh puluhan. Semula istilah yang sering digunakan adalah seperti study skills, research skills, dan library skills dan cenderung digunakan dalam konteks kegiatan pendidikan. Oleh karena itu, literasi informasi merukan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan pendidikan dan/atau pembelajaran. Sedangkan dalam lingkungan kerja sering digunakan istilah information competencies dan information proficiencies. Akan tetapi, apapun istilah yang digunakan, bahwa berbagai istilah tersebut tetap merujuk kepada kemampuan mencari, mengevaluasi, dan menggunakan informasi secara efektif. Kalaupun istilah yang digunakan untuk menyatakan kemampuan ini berbeda-beda, hal itu tergantung kepada lingkungannya. Sebagai contoh, sampai dengan pada tahun 1980-an istilah literasi informasi belum begitu dikenal di Indonesia, istilah yang dikenal adalah keterampilan perpustakaan (library skill) karena pada masa itu penggunaan sumberdaya informasi elektronik khususnya internet masih langka. Akan tetapi setelah akhir tahun an penggunaan sumberdaya informasi elektronik khususnya internet di perguruan tinggi sudah membudaya sehingga istilah literasi informasi semakin populer. Terdapat kaitan antara ketersediaan sumberdaya informasi elektronik dengan penggunaan istilah literasi informasi. Dari sisi pandang perpustakaan bahwa pada sejumlah negara yang tingkat pemerataan fasilitas internetnya sudah merata, maka tingkat literasi informasi penduduknya cenderung merata dan khusus pada perguruan tingggi pelatihan literasi informasi melalui user education telah dapat dilakukan dalam berbagai format dengan memanfaatkan fasilitas internet. Work Group on Information Literacy dari California State University, mendefinisikan literasi informasi sebagai kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi, dan menggunakan informasi dalam berbagai format. Untuk dapat melakukannya maka perncari informasi harus mampu menunjukkan sejumlah keahlian dalam suatu proses yang terpadu, yaitu: a) Menyatakan pertanyaan, permasalahan, atau isu penelitian. b) Menentukan informasi yang dibutuhkan untuk pertanyaan, permasalahan, atau isu penelitian. c) Mengetahui tempat/letak dan menemukan informasi yang relevan. d) Mengorganisasikan informasi. e) Menganalisa dan mengevaluasi informasi f) Mensintesa informasi. g) Mengkomunikasikan dengan menggunakan berbagai jenis teknologi informasi. h) Menggunakan perangkat teknologi untuk memperoleh informasi. i) Memahami etika, hukum, dan isu-isu sosial politik yang terkait dengan informasi dan teknologi informasi. j) Menggunakan, mengevaluasi, dan bersifat kritis terhadap informasi yang diterima dari media massa. k) Menghargai bahwa keahlian yang diperoleh dari kompetensi informasi memungkinkan untuk belajar seumur hidup (California State University, 2002). Dari berbagai definisi tentang literasi informasi yang telah dikembangkan oleh berbagai institusi pendidikan, organisasi profesional dan individual, pada umumnya memiliki kesamaan dengan definisi yang ditawarkan dalam Final Report of the American Library Association (ALA). Dinyatakan bahwa literasi informasi adalah serangkaian kemampuan yang dibutuhkan seseorang untuk menyadari kapan informasi dibutuhkan dan memiliki kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi dan menggunakan informasi yang dibutuhkan secara efektif. Literasi informasi adalah serangkaian kemampuan yang dibutuhkan seseorang untuk menyadari kapan informasi dibutuhkan dan memiliki kemampuan untuk mencari, mengevaluasi, menggunakan, dan mengkomunikasikan informasi secara efektif. Istilah informasi tidak terbatas hanya dalam bentuk tercetak akan tetapi juga dalam format yang lain. 3. Literasi Informasi dan Dunia Perguruan Tinggi Ketersediaan sumberdaya informasi merupakan faktor penting dalam dunia perguruan tinggi. Pernyataan klasik menyatakan bahwa perpustakaan sebagai pusat tersediaanya berbagai sumberdaya informasi disebut sebagai jantungnya perguruan tinggi. Akan tetapi bila kemampuan untuk memanfaatkan sumberdaya Halaman 36

7 tersebut tidak dimiliki maka sumberdaya tersebut akan menjadi sesuatu yang tidak berdaya. Untuk itulah literasi informasi menjadi sesuatu yang sangat urgen. Urgensi literasi informasi tidak hanya untuk mahasiswa melainkan untuk seluruh sivitas akademika termasuk dosen, laboran, dan staf lainnya. Literasi informasi pada dunia perguruan tinggi dianggap sebagai serangkaian keterampilan yang bersifat generik dan dapat diterapkan di segala bidang ilmu. Pustakawan dan penyelenggara pendidikan memberikan program-program dasar bagi para mahasiswa baru dengan harapan mereka akan dapat mengembangkan diri lebih lanjut di sepanjang masa belajar mereka. Program-program literasi informasi di perguruan tinggi pada umumnya berdasarkan pandangan untuk keterampilan mencari, menemukan, dan menggunakan informasi. Keterampilan seperti itu disebut keterampilan teknis. Dari sudut pandang pendidikan, pada umumnya program literasi informasi memakai prinsip-prinsip yang menekankan pada perubahan keadaan mental dan pikiran. Pendekatan ini lebih dikenal dengan istilah pendekatan Cartes (Cartesian approach) yaitu pendidikan yang berdasarkan pandangan bahwa proses belajar dianggap berhasil jika ada perubahan keadaan mental misalnya dari bodoh menjadi pintar. Munculnya beragam pilihan informasi yang tersedia baik itu tercetak, elektronik, image, spatial, suara, visual, maupun yang bersifat numerikal membuat literasi informasi menjadi semakin penting di era informasi seperti sekarang ini. Permasalahan yang terjadi bukanlah tidak tersedianya informasi yang cukup, tetapi karena begitu banyaknya informasi yang tesedia dalam berbagai format sehingga menimbulkan pertanyaan tentang keaslian, kesahihan, dan kebenarannya. Selain itu, masalah lain yang muncul dalam berinteraksi dengan informasi adalah waktu yang tidak pernah cukup dan sulit mengetahui informasi apa saja yang tersedia. Healy (2002) mengungkapkan bahwa ada dua masalah utama dalam informasi yaitu bagaimana memiliki waktu yang cukup untuk mengaksesnya dan bagaimana mengetahui informasi apa yang tersedia saat ini. Boyer (1997) menyatakan bahwa memberdayakan peran informasi merupakan tujuan penting dari pendidikan. Ia menyatakan, informasi merupakan sumber yang sangat berharga. Pendidikan harus dapat memberdayakan semua orang untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan kebutuhannya. Memang disadari bahwa untuk merubah informasi menjadi pengetahuan bukanlah perkerjaan yang mudah. Proses pembejaran sangat berpengaruh untuk merubah informasi menjadi pengetahuan. Pengaruh proses itu akan semakin kuat bila didukung oleh kompetensi literasi informasi yang baik. Manfaat kompetensi literasi informasi dalam dunia perguruan tinggi adalah: a) Menyediakan metode yang telah teruji untuk dapat memandu mahasiswa kepada berbagai sumber informasi yang terus berkembang. Sekarang ini individu berhadapan dengan informasi yang beragam dan berlimpah. Informasi tersedia melalui perpustakan, sumber-sumber komunitas, organisasi khusus, media, dan internet. b) Mendukung usaha nasional untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Lingkungan belajar yang proaktif mensyaratkan setiap mahasiswa memiliki kompetensi literasi informasi. Dengan keahlian informasi tersebut maka mahasiswa akan selalu dapat mengikuti perkembangan bidang ilmu yang dipelajarinya. c) Menyediakan perangkat tambahan untuk memperkuat isi perkuliahan. Dengan kompetensi literasi informasi yang dimilikinya, maka mahasiswa dapat mencari bahan-bahan yang berhubungan dengan perkuliahan sehingga dapat menunjang isi perkuliahan tersebut. d) Meningkatkan pembelajaran seumur hidup. Meningkatkan pembelajaran seumur hidup adalah misi utama dari institusi pendidikan tinggi. Dengan memastikan bahwa setiap individu memiliki kemampuan intelektual dalam berpikir secara kritis yang ditunjang dengan kompetensi informasi yang dimilikinya maka individu dapat melakukan pembelajaran seumur hidup secara mandiri (California State University 2001). Selain bermanfaat dalam dunia pendidikan, literasi informasi menjadi penting untuk dikuasai berdasarkan fakta-fakta yang ditemui Halaman 37

8 pada dunia kerja. Beberapa fakta yang menunjukkan pentingnya kompetensi informasi dalam dunia kerja antara lain: jumlah informasi yang diperoleh individu dalam sehari sangat banyak, kantor-kantor menghasilkan informasi dalam bentuk dokumen yang sangat banyak per tahun, pubkilkasi dunia terus meningkat dan pada umumnya setiap pekerja selalu meluangkan waktu untuk membaca. Dengan demikian literasi informasi juga sangat penting untuk dunia kerja. 4. Standar Kompetensi Literasi untuk Pendidikan Tinggi Literasi informasi diperlukan untuk meningkatkan kualitas diri dalam rangka belajar seumur hidup. Ketika seseorang bermaksud meningkatkan taraf hidupnya, maka dia memerlukan sesuatu yang lebih dari dirinya yaitu perkembangan diri, baik ketrampilan, pendidikan atau kinerja yang lebih baik. Proses untuk menjadi lebih adalah sesuatu yang dapat dicapai melalui proses belajar. Kemampuan untuk dapat belajar secara mandiri akan membuat proses yang dilalui lebih mudah dengan berbekal kemampuan literasi informasi. Ketrampilan baru hanya dapat diperoleh dengan menjalani proses belajar. Dalam proses belajar itupun memerlukan informasi yang tepat dan benar. Bagi mahasiswa, kemampuan ini akan menentukan banyaknya informasi yang dapat diserap, dan lebih dari itu mahasiswa makin mampu menyelesaikan masalah secara kritis, logis, dan tidak mudah diperdaya oleh informasi yang diterimanya tanpa evaluasi. Untuk itu diperlukan standar kompetensi literasi informasi yang perlu dipahami agar tidak larut diperdaya informasi. Rumusan tentang standar kompetensi literasi informasi untuk pendidikan tinggi pernah dilakukan oleh Association of College & Research Libraries Standards Committee dan hasilnya juga diakui oleh Tlie Board of Directors of the Association of College and Research Libraries (ACRL) dan pada sauatu pertemuan yang diselenggarakan oleh American Library Asociation di San Antonio, Texas (Association of College and Research Libraries, 2000). ACRL meminta pengesahaan pengumuman standar ini dari para profesional dan asosiasi akreditasi di perguruan tinggi. Standar kompetensi literasi informasi untuk pendidikan tinggi menyediakan kerangka kerja untuk mengidentifikasikan individu yang memiliki kompetensi informasi. Dalam kompetensi ini, ada lima standar dan dua puluh indikator performance. Standar berfokus pada kebutuhan mahasiswa di pendidikan tinggi. Standar ini juga menampilkan daftar hasil untuk menilai perkembangan kompetensi informasi mahasiswa. Dalam standar kompetensi literasi informasi dari ACRL, seseorang disebut information literate jika mampu: (1) Menentukan sifat dan cakupan informasi yang dibutuhkan a. Mendefinisikan kebutuhan informasi. b. Mengidentifikasi beragam jenis dan format dari sumber-sumber nformasi yang potensial. c. Mempertimbangkan biaya dan manfaat dari pencarian informasi yang dibutuhkan. d. Mengevaluasi kembali sifat dan cakupan informasi yang dibutuhkan. (2) Mengakses informasi yang dibutuhkan secara efektif dan efisien a. Menyeleksi metode pencarian atau sistem temu kembali informasi yang paling tepat untuk mencari informasi yang dibutuhkan. b. Membangun dan menerapkan strategi penelusuran yang efektif. c. Menemukan kembali informasi secara on-line atau secara pribadi menggunakan beragam metode. d. Mengubah strategi penelusuran jika perlu. e. Mengutip, mencatat, dan mengolah informasi dan sumber-sumbernya. (3) Mengevaluasi informasi dan sumbersumbernya secara kritis a. Meringkas ide utama yang dapat dikutip dari informasi yang terkumpul. b. Mengeluarkan dan menggunakan kriteria awal untuk mengevalusi informasi dan sumber-sumbernya. c. Mengumpulkan ide-ide utama untuk membangun konsep baru. d. Membandingkan pengetahuan baru dengan pengetahuan terdahulu untuk menentukan nilai tambahnya, kontradiksi, atau karakteristik unik lainnya dari informasi. Halaman 38

9 e. Menentukan apakah pengetahuan baru memiliki dampak terhadap sistem nilai seseorang dan menentukan cara untuk menyatukan perbedaan-perbedaan. f. Membuktikan kebenaran dari pemahaman dan interpretasi informasi melalui diskusi dengan individu lain, para ahli, dan/atau praktisi. g. Menentukan apakah query (pertanyaan) awal perlu direvisi (4) Menggunakan informasi untuk menyelesaikan tujuan tertentu a. Menggunakan informasi baru dan yang terdahulu untuk perencanaan dan penciptaan hasil yang istimewa atau performa. b. Merevisi proses pengembangan untuk hasil atau performa. c. Mengkomunikasikan hasil atau performa secara efektif kepada orang lain. (5) Memahami aspek ekonomi, hukum, dan sosial yang berkaitan dengan penggunaan informasi a. Memahami isu-isu ekonomi, hukum dan aspek sosial ekonomi seputar informasi dan teknologi informasi. b. Mengikuti peraturan/hukum serta kebijakan institusi dan etika yang berhubungan dengan akses dan penggunaan sumber-sumber informasi. c. Menghargai penggunaan sumber-sumber informasi dalam mengkomunikasikan produk atau performa. 5. Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Literasi Informasi Literasi informasi membentuk dasar bagi pembelajaran seumur hidup. Hal ini berlaku umum bagi semua disiplin, bagi semua lingkungan belajar, dan bagi semua tingkatan pendidikan. Dengan literasi informasi, mahasiswa dapat menguasai isi materi dan memperluas penelitian, mengarahkan diri sendiri, serta memiliki kontrol yang lebih besar terhadap proses pembelajaran. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) adalah model kurikulum yang disarankan oleh the International Bureau of Education (the International Comission on Education for the 21 st Century), UNESCO yang terkenal dengan empat pilar pendidikan berdasarkan tujuan belajar yaitu: learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be. Untuk pendidikan tinggi di Indonesia penyusunannya diatur dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232/U/2000 yang menetapkan Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa. Bersasarkan pemikiran tentang tujuan belajar tersebut maka mata kuliah dalam kurikulum perguruan tinggi dibagi atas 5 kelompok yaitu: (1) Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) (2) Mata Kuliah Keilmuan dan Ketrampilan (MKK) (3) Mata Kuliah Keahlian Berkarya (MKB) (4) Mata Kuliah Perilaku Berkarya (MPB), dan (5) Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB). Dalam Surat Keputusan Mendiknas nomor 045/U/2002 tentang Kurikulum Inti Perguruan Tinggi mengemukakan bahwa kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu". KBK adalah kurikulum yang pada tahap perencanaan, terutama dalam tahap pengembangan ide akan dipengaruhi oleh kemungkinan-kemungkinan pendekatan, kompetensi dapat menjawab tantangan yang muncul. Artinya, pada waktu mengembangkan atau mengadopsi pemikiran kurikulum berbasis kompetensi maka pengembang kurikulum harus mengenal benar landasan filosofis, kekuatan, dan kelemahan pendekatan kompetensi dalam menjawab tantangan, serta jangkauan validitas pendekatan tersebut ke masa depan. Harus diingat bahwa kompetensi bersifat terus berkembang sesuai dengan tuntutan dunia kerja atau dunia profesi maupun dunia ilmu. Implementasi KBK di perguruan Tinggi adalah memperlakukan kelima kelompok mata kuliah tersebut sebagai kelompok kompetensi, sehingga setiap matakuliah menjabarkan kompetensi yang dikembangkan matakuliah tersebut dan setiap mata kuliah memiliki matriks kompetensi. Setelah itu dapat dikembangkan matriks yang menggambarkan sumbangan setiap matakuliah terhadap kelima kategori kompetensi. Halaman 39

10 Para ahli di bidang pendidikan menyadari bahwa bagian yang sangat penting dari pendidikan yang menerapkan kurikulum berbasis kompetensi adalah terletak pada kemampuan mahasiswa untuk dapat menemukan informasi bagi dirinya sendiri. Jika mahasiswa lulus dari perguruan tinggi tanpa mampu menemukan, mensintesa, dan mengevaluasi informasi, maka mereka tidak akan memiliki keahlian yang diperlukan untuk bertahan dalam bidang apapun. Lebih jauh lagi, walaupun mahasiswa dapat mengingat materi yang diajarkan dengan hampir sempurna, namun karena tingkat perubahan suatu pengetahuan terjadi dengan begitu cepat dari apa yang dipelajari pada saat ini khususnya pada bidangbidang tertentu sehingga pengetahuan tersebut tidak akan akurat dan relevan lagi beberapa tahun yang akan datang. Untuk itu, kemampuan literasi informasi sangat diperlukan untuk membantu memperbaharui pengetahuan kita sendiri. Dalam komunitas informasi pada saat ini, hasil yang paling penting dalam proses pembelajaran bagi semua mahasiswa adalah kemampuan mereka untuk dapat berfungsi sebagai pembelajar seumur hidup yang mandiri. Hal yang paling mendasar untuk tujuan tersebut adalah literasi informasi. Urgensi dari literasi informasi pada perguruan tinggi adalah, mahasiswa diharapkan dapat melakukan pembelajaran mandiri, oleh karena itu mereka harus memiliki kemampuan yang baik dalam mencari, mengevaluasi, dan menggunakan informasi yang dibutuhkan. Proses pembelajaran untuk menjadi melek informasi atau information literate diintegrasikan dengan proses pembelajaran. Pada dunia pendidikan tinggi program literasi informasi kemudian dikaitkan dengan konsep belajar learning how to learn yaitu belajar bagaimana cara untuk belajar (Kapitzke, 2003). Pengertian belajar bagaimana cara untuk belajar adalah mengajarkan cara belajar yang mengarahkan dan mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan memperluas materi secara mandiri melalui diskusi, observasi, studi literatur dan studi dokumentasi (metode inquiry) dan cara belajar yang dapat menumbuhkan dan memupuk motivasi internal peserta didik untuk belajar lebih jauh dan lebih dalam. Dengan konsep tersebut maka peserta didik akan menjadi aktif belajar untuk menggali dan mencari informasi dari berbagai sumber termasuk salah satunya di perpustakaan. Oleh karena itu pembekalan literasi informasi menjadi sangat urgen. Literasi informasi sebagai kemampuan menggali dan menemukan informasi serta mengolah informasi untuk kemudian digunakan dalam pengambilan keputusan atau kesimpulan menjadi sangat penting bagi mahasiswa. Literasi informasi dibutuhkan dalam implementasi kurikulum berbasis kompetensi yang mensyaratkan peserta didik untuk memanfaatkan pelbagai sumber informasi yang tersedia dalam pelbagai format. Ada dua hal yang membuat perlunya literasi informasi, yaitu kebutuhan akan kemampuan belajar terusmenerus serta mandiri agar seseorang dapat hidup sukses dalam masyarakat informasi, dan secara khusus, penerapan kurikulum berbasis kompetensi di sekolah dan perguruan tinggi. 6. Implementasi Model Literasi Informasi Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa literasi informasi adalah kemampuan untuk memahami kebutuhan informasi, mencari dan menentukan informasi yang dibutuhkan, membangun atau menyusun informasi yang baru secara etis dan mempresentasikan/menyajikan kepada audiens yang tepat. Individu yang memiliki kemampuan itu adalah orang literat informasi yaitu mereka yang mampu belajar secara mandiri sepanjang hidupnya. Untuk memiliki kemampuan tersebut ada beberapa langkah yang harus dikuasai. Pada dasarnya ada banyak model literasi informasi. Dalam setiap model literasi disusun langkah-langkah atau prosedur untuk melaksankannya. Langkahlangkah tersebut disusun sebagai suatu model yang disebut model literasi informasi. Ada dua model literasi yang sering digunakan yaitu The Big6 dan Empowering8. The Big6 adalah model literasi informasi yang dikembangkan oleh Michael B. Eisenberg dan Robert E. Berkowitz pada tahun 1987 (Gunawan, 2008). Menurut model ini literasi informasi terdiri dari enam keterampilan dan dua belas langkah, dimana setiap keterampilan Halaman 40

11 terdiri dari dua langkah. Adapun keenam keterampilan tersebut adalah seperti berikut: 6 Keterampilan 12 Langkah 1. Perumusan Masalah 2. Strategi Pencarian Informasi 3. Lokasi dan Akses 4. Pemanfaatan Informasi 1.1. Merumuskan masalah 1.2. Mengidentifikasi yang diperlukan 2.1. Menentukan sumber 2.2. Memilih sumber terbaik 3.1. Mengalokasi sumber secara intelektual dan fisik 3.2. Menemukan informasi di dalam sumber-sumber tersebut 4.1. Membaca, mendengar, meraba dsb 4.2. Mengekstraksi informasi yang relevan 5. Sintesis 5.1. Mengorganisasikan informasi dari pelbagai sumber 5.2. Mempresentasikan informasi tersebut 6. Evaluasi 6.1. Mengevaluasi hasil (efektivitas) 6.2. Mengevaluasi proses (efisiensi) Untuk memperoleh keterampilan literasi seperti disebut di atas, kepada mahasiswa perlu diberikan latihan literasi informasi. Berikut contoh implementasi untuk melakukan 6 langkah di atas. Misalnya kepada beberapa orang mahasiswa Program Studi Ilmu Perpustakaan diberi tugas untuk memahami konsep perpustakaan digital. Sesuai model literasi The Big6 tahapan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: Langkah 1: Perumusan Masalah Setelah mendapat tugas seperti disebut di atas, maka langkah pertama adalah memahami masalah tugas secara keseluruhan dengan cara: (a) Brainstorming dengan kelompok untuk memastikan bentuk, isi, kebutuhan untuk menyelesaikan tugas. Cara ini digunakan untuk menggali, mempertajam, dan mengembangkan gagasan dan penemuan masalah. Brainstorming dapat dilakukan melalui visualisasi pemikiran kita dan mengajukan pertanyaan. Gunakan pertanyaan 5W1H (what, when, who, why, where, dan how) untuk memperjelas area topik tugas dan memperjelas tugas (b) Clustering dapat digunakan untuk membuat hubungan dari bagian-bagian topik sehingga tampak relasinya dengan menggunakan bagan dan garis, atau menggunakan gambar sketsa. (c) Freewriting adalah menulis bebas tentang apa saja yang berkaitan dengan topik atau tugas. Gunakan freewriting untuk menyatakan atau menggambarkan proyek secara tulisan. Hasil dari proses di atas adalah pernyataan atau penjabaran dari tugas yang menjadi rumusan masalah. Rumusan masalah diperoleh setelah diidentifikasi melalui berbagai cara. Langkah 2: Strategi Pencarian Informasi Setelah mampu menyatakan dan menjabarkan masalah dalam tugas, langkah berikutnya adalah menentukan kebutuhan untuk menjawab masalah. Untuk itu diperlukan strategi pencarian informasi untuk mendapatkan informasi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan tugas/ proyek tersebut. Ada dua langkah penting yang perlu dilakukan yaitu menentukan sumber dan memilih sumber terbaik. Untuk itu perlu dipahami bahwa tersedia beragam sumber informasi yang dapat digunakan, baik lokasi maupun bentuk informasinya. Sumber informasi disini dapat disajikan berupa gambar, citra, foto, teks, diagram, audio, audio-video, hasil wawancara, laporan, , spasial dan sebagainya. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa sumber informasi dapat terbagi dalam tiga jenis yaitu: a. sumber informasi primer: informasi yang diperoleh dari asal informasi tanpa interpretasi, evaluasi dan perubahan dari pihak ke dua. Contoh: hasil wawancara, hasil survey, penemuan, kumpulan data mentah, artikel jurnal, surat-surat, karya seni. b. sumber information sekunder: hasil tulisan tentang suatu kejadian, penemuan dan lainnya seperti: buku teks, ensiklopedia, komentari, artikel majalah,dsb. c. sumber informasi tertier: kumpulan informasi yang digunakan untuk menelusuri suatu sumber informasi, biasanya berisi deskripsi dari sumber informasi. Contoh: abstrak, index, bibliografi, direktori, petunjuk dari suatu literatur. Untuk masing-masing sumber informasi tersebut, ada yang tersedia dalam format cetak maupun format elektronik. Misalnya artikel jurnal ada yang tersedia dalam bentuk elektronik Halaman 41

12 dalam elektronik database dan jurnal tercetak yang diletakkan di perpustakaan. Buku teks dapat berupa buku tercetak atau e-book (electronic book). Buku elektronik banyak tersedia graris di internet dan dapat dicari menggunakan mesin pencari atau search engine. Berbekal pemahaman terhadap tugas yang diperoleh, sehingga kita dapat menentukan sumber informasi yang digunakan untuk menyelesaikan tugas tersebut, sehingga dapat diperinci kebutuhan misalnya: (a) kebutuhan isi: apa informasi yang akan disajikan, untuk siapa, sedalam/sejauh mana isi, visualisasi, teks, pembagian sub topik, alur isi (dan seterusnya); (b) kebutuhan bentuk penyajian: poster, artikel, buku, brosur dan (c) kebutuhan format: tercetak atau elektronik. Setelah itu, tentukan jenis dan format sumber informasi apa yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas/proyek. Langkah 3: Lokasi dan Akses Informasi Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam hal ini yaitu mengalokasi sumber secara intelektual dan fisik dan bagaimana menemukan informasi di dalam sumber-sumber tersebut. Untuk melakukan hal ini perlu diketahui alat-lat pencarian sumber informasi. Alat pencarian sumber informasi adalah alat yang digunakan untuk mendapatkan sumber informasi. Contoh: alat lokasi menggunakan OPAC (Online Public Access Catalog) dari Perpustakaan tertentu, misal katalog online Perpustakaan USU pada Search engine, directory, meta search, Internet Google, Yahoo, Altavista, Google Directory, Google Image, dan mungkin spasial atau lokasi dari sejumlah Electronic Database yang diakses online seperti WEST LAW, PROQUEST, EBSCO, EEE, ACE dan sebagainya. Dalam menggunakan alat pencarian di atas hal yang perlu diperhatikan adalah: (a) Query berupa istilah atau kata-kata penting yang mewakili sumber informasi. Query biasanya berupa istilah atau kata atau suatu frase. Hindari menggunakan kata yang berupa stop words seperti: dan, oleh, karena, yang, mana, kapan, saya, dia, kamu, dengan, which, that, why, before, will, is, am, are, dan sebagainya. (b) Bahasa query, gunakan bahasa quey yang tepat dengan alatnya. Bahasa Inggris akan menghasilkan pencarian (recall) yang lebih banyak pada search engine jika dibandingkan dengan menggunakan bahasa Indoensia. Akan tetapi untuk katalog perpustakaan lokal cukup dengan Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia dapat digunakan pada search engine, misalnya Google, untuk mendapatkan informasi dalam Bahasa Indonesia. Untuk hal ini, dapat digunakan Google versi Bahasa Indonesia ( (c) Penggunaan Operator Boolean untuk membangun Query. Pada semua alat pencarian di atas, operator Boolean dapat digunakan untuk merangkai dua atau lebih kata/istilah penelusuan guna membantu mendapatkan sumber informasi yang tepat dengan kebutuhan. Operator yang digunakan dalam pencarian adalah AND, OR, dan NOT. Operator AND untuk menggabungkan dua atau lebih istilah yang digunakan dalam query. Operator OR untuk mencari semua sumber informasi yang mengandung salah satu kata kunci atau keduanya. Operator NOT untuk mendapatkan sumber informasi tanpa istilah yang disebut kemudian. Penggunaan operator biasanya disesuaikan dengan aturan pada search engine. Masing-masing search engine menggunakan simbol tertentu untuk mewakili ketiga operator tersebut. Beberapa search engine memiliki standar yang berbeda. Ada search engine yang langsung menggunakan operator AND untuk semua kata kunci yang dimasukkan oleh pengguna, kecuali pengguna menggunakan operator lain. Search engine menggunakan operator OR untuk standar pencarian, kecuali pengguna menentukan lain. Langkah 4: Pemanfaatan Informasi Dengan tersedianya sumber informasi yang mendukung penyelesaian masalah, langkah berikutnya adalah memanfaatkan informasi. Tahapan yang akan dilakukan dalam hal ini adalah membaca atau mendengar informasi yang ditemukan dan mengekstraksi informasi yang relevan tersebut. Hal ini berarti: menentukan bagian informasi yang akan digunakan, memilah-milah data yang akan dipakai untuk memahami konsep perpustakaan digital seperti yang disebut dalam masalah, dan melakukan evaluasi sumber informasi yang diperoleh. Halaman 42

13 Langkah 5: Sintesis Ada dua tahapan kegiatan yang perlu dilakukan dalam langkah sintesis ini yaitu mengorganisasikan informasi dari pelbagai sumber dan mempresentasikan informasi tersebut. Langkah sintesis adalah kegiatan membandingkan, mengelola, menyusun, dan menggabungkan informasi yang diperoleh untuk dapat membangun suatu produk informasi. Informasi-informasi yang diperoleh dari sumber informasi berhak cipta seperti buku, periodikal, citra digital dan data mentah harus diberi pengakuan dengan mematuhi ketentuan atau cara mengutip suatu informasi. Informasi yang diperoleh dari hasil pencarian dapat digunakan untuk menghasilkan suatu karya yang baru. Karya baru tersebut tentunya menjadi produk informasi yang baru. Produk informasi yang dibangun berdasarkan informasi yang didapat dari sumber informasi lain atau produk informasi lain, milik orang lain yang harus diakui dengan mencantumkannya dalam kutipan dan/atau dalam bibliografi karya baru tersebut. Pengakuan terhadap karya orang lain yang informasinya memberi kontribusi atau dasar pada produk informasi yang dibangun sangat penting dilakukan oleh setiap orang yang memproduksi karya tulis. Pada proses sintesis ini, informasiinformasi yang dikumpulkan dipadukan, dianalisis dan kemudian dibentuk menjadi produk informasi yang baru. Produk informasi baru yang telah selesai dibangun, atau karya baru yang dihasilkan, selanjutnya dipresentasikan. Presentasi adalah menyajikan produk informasi baru kepada pembaca atau audiens yang dituju. Berbagai cara untuk menyajikan produk informasi misalnya melalui publikasi tercetak: buku, artikel jurnal, proceeding, laporan, brosur dan sebagainya; melalui publikasi online/elektronik pada website atau mailing list dan sebagainya. Masing-masing cara menyajikan atau mempresentasikan tentu memiliki kode etik dan aturannya. Langkah 6: Evaluasi Makna evaluasi dalam langkah ini adalah mengevaluasi hasil penemuan dan pemanfaatan informasi dengan maksud untuk mengetahui apakah informasi yang diperoleh berdaya guna atau tidak (efektivitas). Evaluasi juga bermakna untuk menilai seluruh proses yang dilakukan dalam rangka pemecahan masalah dan proses pencarian informasi. Maksud dari evaluasi ini adalah untuk mengetahui apakah seluruh proses telah berlangsung sesuai dengan yang diharapkan (efisiensi) atau belum untuk selanjutnya dapat diperbaiki. Model literasi empowering 8 menggunakan pendekatan pemecahan masalah yang berupa resource-based learning yaitu suatu kemampuan untuk belajar berdasarkan sumber datanya. Model literasi ini dihasilkan dari dua workshop yaitu di Kolombo tahun 2004 dan di Patiala- India tahun Menurut model ini, literasi informasi terdiri dari kemampuan untuk: (1) Mengindentifikasi topik/subyek, sasaran audiens, format yang relevan, jenis-jenis sumber (2) Mengeksplorasi sumber dan informasi yang sesuai dengan topik (3) Menyeleksi dan merekam informasi yang relevan dan mengumpulkan kutipan-kutipan yang sesuai (4) Mengorganisasi, mengevaluasi, dan menyusun informasi menurut susunan yang logis, membedakan antara fakta dan pendapat dan menggunakan alat bantu visual untuk membandingkan dan mengkontraskan informasi (5) Menciptakan informasi dengan menggunakan kata-kata sendiri, mengedit dan membuat daftar pustaka ataupun menghasilkan karya baru (6) Mempresentasi, menyebarkan atau menyampaikan informasi yang dihasilkan (7) Menilai output, berdasarkan masukan dari orang lain (8) Menerapkan masukan, penilaian, pengalaman yang diperoleh untuk kegiatan yang akan datang; dan menggunakan pengetahuan baru yang diperoleh untuk pelbagai situasi. Perbedaan antara The Big6 dan Empowring 8 terletak pada kemampuan kelima yaitu sintesis di The Big6 menjadi organisasi, penciptaan dan presentasi pada Empowring 8. Selanjutnya kemampuan ke 8 yaitu penerapan tidak terdapat pada The Big6. 7. Penutup Kurikulum berbasis kompetensi bertujuan untuk menciptakan sejumlah kemampuan atau Halaman 43

14 kompetensi dalam rangka pembelajaran seumur hidup. Pembentukan kompetensi memerlukan ketersediaan informasi yang bermakna. Informasi akan terus mengalir, membanjir, tiada henti dan habis-habisnya, dan menawarkan berbagai macam pilihan. Kelimpahruahan informasi ini menuntut keterampilan mengelola, mencermati, dan menyaring secara efisien. Berbeda dengan informasi dari perpustakaan, informasi dari dunia maya mempunyai ketersediaan yang melampaui batas ruang dan waktu. Informasi yang bersumber dari perpustakaan cenderung diterima sebagai informasi yang andal karena sumber informasinya dianggap dipercaya. Akan tetapi, dari dunia maya, segala macam informasi membaur dari yang masih mentah, dalam proses diolah sampai yang sudah matang, oleh karena itu keotentikan, kesahihan (validity) dan keandalannya patut dipertanyakan. Perlu seperangkat kemampuan atau kompetensi untuk mengelola dan memanfaatkan informasi secara efektif yaitu kemampuan literasi informasi. Bibliografi Association of College and Research Libraries. Information Literacy Competency Standards for Higher Educatioa Chicago: Association of College and Research Libraries. content/navigationmenu/acrl/standard and Guidelines/Information Literacy Competency Standardsfor Higher Education.htm.; diakses 1 November 2005 Boyer, Ernest L New Technologies and the Public Interest. Selected Speeches Princeton, N.J.: Carnegie Foundation for the Advancement of Teaching. pp Bundy, A For a Clever Country: information literacy diffusion in the 21st century. < papers/clever.pdf, diakses tanggal 22 Maret 2007> California State University Information Competence Assessment Phase Two Summary Report. kkdunn/icassess/phase2summary.htm. diakses 1 November 2004 California State University "Information Competence Initiative." ml.; diakses 1 November 2004 Gunawan, Agustin Wydia Tujuh Langkah Literasi Informasi: knowledge management. Jakarta: Universitas Atma Jaya. Healy, Leigh Watson "The Voice of the User: Where Students and Faculty Go for Information." 7 /pow erpoint/edu0248c.pps.; Hepworth, Mark. "A Study of Undergraduate Information Literacy and Skills: the inclusion of Information Literacy and Skills in the Undergraduate Curriculum." htm-42k-; diakses 6 Maret 2005 diakses 1 Maret 2005 Kapitzke, C Information Literacy: a review and poststructuralist critique. Australian Journal of Language an Literacy, Vol. 26 No. 1, hal Webber dan Johnston, B Conception of Information Literacy: new perspective and implications. Journal of Information Science, Vol.26 N0.6, hal Halaman 44

15 Hubungan Intensi Pro-Sosial Pustakawan dengan Kepuasan Pengguna pada Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (Baperasda) Provinsi Sumatera Utara Zaslina Zainuddin dan Rahmat Hidayat Program Studi Ilmu Perpustakaan Universitas Sumatera Utara Abstract The objective of this research is to investigate the correlation between the librarians pro-social intention and user satisfaction of Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPERASDA) North Sumatera Provine, located at Jl. Brigjen Katamso No. 45K Medan. The population of this research is the entire user that registered as member of BAPERASDA North Sumatera Provine until April 2008, namely The samples taken are 352 people from all of this population by using Slovin formula. Data of this research are collected through quesionaires, observation, interviews and documentation studies. The data analysis that used the descriptive analysis is supported by the survey method, the hypothesis is tested by using correlation technic of product moment from Pearson with 95% convidence interval (α = 5%). The research result show that there are positive relation and significant between pro-social intention and user satisfaction of Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPERASDA) North Sumatera Provine, with correlation value is 0,95. The determination coefficient is 0,90. This case to show that pro-social intention and user satisfaction of Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPERASDA) North Sumatera Provine 90%, where 10% can not be explained in this research. Keywords: pro-social intention, user satisfaction, librarian 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPERASDA) adalah Lembaga Pemerintahan Daerah yang bertugas membantu Gubernur dalam pengembangan, pembinaan, pendayagunaan, pelayanan, penyelenggaraan, dan pengolahan perpustakaan dan kearsipan daerah. Untuk melaksanakan tugas tersebut, BAPERASDA Provinsi Sumatera Utara mempunyai fungsi: 1. Pembinaan, pengembangan, dan pendayagunaan semua jenis perpustakaan dan arsip di Provinsi Sumatera; 2. Perumusan kebijakan teknis dalam pembinaan perpustakaan dan arsip di Provinsi Sumatera Utara; 3. Pelaksanaan pelayanan perpustakaan dan arsip; 4. Pelaksanaan penyusunan Bibliografi Daerah, Katalog Induk Daerah, Bahan Rujukan berupa Indeks, Bibliografi Subyek, Abstrak, dan Literatur Sekunder lainnya; 5. Pengadaan, pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, pelestarian dan penyajian bahan pustaka karya cetak dan karya rekam; 6. Pelaksanaan kerjasama dalam penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, serta pembinaan Sumber Daya Manusia di bidang perpustakaan dan arsip dengan instansi terkait; 7. Pelaksanaan kerjasama di bidang perpustakaan, dokumentasi, informasi serta kearsipan dengan lembaga atau instansi lain; 8. Pelaksanaan tugas-tugas ketatausahaan. (Perda Prov. SUMUT No. 10 Tahun 2002). Kita semua tahu bahwa faktor utama dalam kegiatan perpustakaan adalah pengguna. Kegiatan yang dimulai dari collecting, processing, distributing, dan preserving dilakukan semata-mata untuk memberikan kepuasan pada pengguna, yaitu mendapatkan Halaman 45

16 apa yang diharapkan dari kunjungannya ke perpustakaan. Diakui banyak masalah dihadapi dalam melayani pengguna yang disebabkan oleh beragamnya karakter pengguna dan bervariasinya kebutuhan dan cara pemenuhannya. Dengan demikian pustakawan harus pandai-pandai dalam berinteraksi dengan pengguna agar dapat memberi apa yang diharapkan, sehingga dapat membangunkan dan mengembangkan image yang diinginkan. Cara pustakawan memberikan layanan melalui komunikasi baik verbal maupun nonverbal akan berpengaruh pada kepuasan pengguna. Sebagai contoh pengguna tetap senang walau tidak memperoleh informasi yang dibutuhkannya tapi tetap dilayani dengan ramah dan cerdas. Hal ini akan meninggalkan kesan positif sebagai cikal bakal image positif. Sebaliknya wajah bersungut-sungut, kata-kata yang diucapkan dengan nada kesal yang ditampilkan dalam pelayanan akan menghancurkan image perpustakaan semegah apapun termasuk pustakawannya. Melihat gambaran ini ternyata tidak mudah menjadi pustakawan yang handal, selain harus menguasai dasar ilmunya yaitu ilmu informasi dan perpustakaan, juga dituntut untuk memiliki berbagai keterampilan, dan salah satunya adalah intensi pro-sosial pustakawan. Intensi pro-sosial terbentuk melalui pengalaman berinteraksi dengan objek. Sebagai pustakawan, kita dituntut untuk dapat memenuhi kebutuhan pengguna yang kerapkali bukan sebatas barang berupa buku, tapi juga jasa layanan berupa kenyamanan dalam memperoleh kebutuhannya. Kepuasan pengguna dapat terpenuhi melalui kualitas produk (misalnya jasa penelusuran, jasa rujukan, jasa bibliografi, jasa ketersediaan informasi, harga informasi) dan kesesuaian persepsi pengguna terhadap perpustakaan. Persepsi tersebut dapat terbentuk oleh tingkat pengetahuan, pengalaman, serta kebutuhan pengguna terhadap jasa perpustakaan yang tersedia. Mewujudkan kepuasan pengguna bukanlah hal yang mudah dilakukan karena kepuasan pengguna sulit diukur dan memerlukan perhatian yang khusus. Upaya perbaikan atau penyempurnaan terhadap faktor-faktor intensi pro-sosial pustakawan akan dapat membantu memberikan kepuasan dan nilai tambah serta membawa citra baik bagi perpustakaan. Penolakan terhadap salah satu faktor tersebut merupakan indikasi tidak adanya kepuasan pada pengguna perpustakaan. Berarti pustakawan harus memberikan pelayanan yang berkualitas yang merupakan kunci dari kepuasan pengguna. Pustakawan memberikan penekanan pada pelayanan, maka yang harus dipuaskan perpustakaan adalah kebutuhan dan keinginan masyarakat pengguna perpustakaan. Untuk memenuhi kepuasan pengguna jasa perpustakaan, kemampuan personal pustakawan sangat penting dikelola dengan baik. Hal ini disebabkan kemampuan personal dapat memberikan kontribusi terhadap kepuasan pengguna perpustakaan. Kemudian agar pustakawan dapat betul-betul melaksanakan tugasnya sebagai profesional kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia maka pustakawan perlu memiliki sikap sebagai berikut: 1. Komitmen untuk mengembangkan diri dalam bidang perpustakaan, dokumentasi, dan informasi 2. Komitmen untuk membuat eksperimen dan inovatif 3. Komitmen untuk menggunakan hal-hal baru untuk menunjang tugas profesi 4. Komitmen untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat tanpa membedakan agama, ras, golongan maupun aliran politik 5. Komitmen untuk mematuhi kode etik pustakawan. Selain itu karena pustakawan adalah pelayan masyarakat yang setiap hari berhadapan dengan berbagai lapisan masyarakat, maka pustakawan perlu memiliki sifat-sifat: 1. Ramah 2. Pandai bergaul 3. Berpenampilan menarik 4. Suka menolong orang lain Sejak berdirinya sampai sekarang Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPERASDA) Provinsi Sumatera Utara selalu berusaha menambah jumlah tenaga pengelola perpustakaan. Yang menjadi permasalahan saat ini apakah pengelolaan pustakawan yang ada saat ini sudah sesuai dengan yang diinginkan oleh pengguna perpustakaan. Karena salah satu unsur atau indikator yang dapat mendorong Halaman 46

17 pengguna rajin berkunjung ke perpustakaan adalah faktor layanan yang diberikan oleh petugas perpustakaan (pustakawan) terhadap pengunjung. Menyadari akan pentingnya mengetahui kriteria pustakawan yang diinginkan oleh pengguna maka penulis mencoba meneliti permasalahan tersebut, dan apakah ciri pustakawan yang menjadi idaman pengguna pada BAPERASDA Provinsi Sumatera Utara? 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat ditentukan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian sebagai berikut: Bagaimanakah hubungan antara intensi prososial pustakawan dengan kepuasan pengguna pada BAPERASDA Provinsi Sumatera Utara? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara intensi prososial pustakawan dengan kepuasan pengguna pada BAPERASDA Provinsi Sumatera Utara. 2. Kajian Teoretis 2.1 Konsep Intensi Prososial Pengertian Intensi Pengertian intensi (intention) berasal dari kata to intent dan diartikan sebagai usaha yang disadari untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah didefinisikan secara jelas (Drever, dalam Sjafrudin, 1995: 8). Intensi adalah usaha, niat atau hasrat untuk melakukan suatu tindakan yang berlandaskan sasaran yang jelas. Menurut Fishbein dan Ajzen (1975: 292) intensi adalah niat yang ada pada diri individu untuk melakukan perilaku. Intensi merupakan prediktor yang terbaik untuk terjadinya perilaku, dan intensi juga merupakan fungsi dari keyakinan seseorang yang sudah pasti dan kemudian dikaitkan dengan perilakunya. Definisi intensi secara sederhana dapat disimpulkan sebagai niat yang dimiliki seseorang untuk melakukan perilaku tertentu. Ancok dalam Dayakisni dan Hudaniah (2003: 120) menyatakan bahwa pada dasarnya intensi berkaitan erat dengan pengetahuan seseorang terhadap sesuatu hal, sikap (attitude) nya pada hal itu, serta dengan perilaku ini sendiri sebagai perwujudan nyata dari intensinya. Dari defenisi intensi di atas dapat dipahami bahwa pengetahuan terhadap objek tertentu akan mempengaruhi sikap seseorang terhadap objek tertentu. Dari uraian tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa selain berhubungan dengan sikap dan perilaku, intensi juga berhubungan dengan keyakinan seseorang terhadap objek perbuatannya. Keyakinan ini juga berhubungan dengan sikap, dan pada akhirnya juga berhubungan dengan perilaku. Keyakinan menjadi dasar sikap seseorang terhadap suatu perilaku Faktor-Faktor Dasar Intensi Intensi merupakan predisposisi yang sifatnya spesifik dan mengarah pada terwujudnya perilaku yang spesifik pula. Fishbein dan Ajzen dalam Dayakisni dan Hudaniah (2003: 123), menyatakan kekhususan tersebut melibatkan empat elemen yang membatasinya yaitu: 1. Behavior, yaitu perilaku spesifik (khusus) yang nantinya akan diwujudkan secara nyata. 2. Target objek, yaitu sasaran yang akan dituju oleh perilaku. Elemen ini dapat dibedakan atas: particular object (misalnya nama); a class of object (misalnya jabatan atau kedudukan); dan any object, yaitu orang pada umumnya. 3. Situation, yaitu dalam situasi bagaimana perilaku itu diwujudkan. Dalam hal ini situasi dapat diartikan sebagai lokasi atau situasi suasana. 4. Time, yaitu menyangkut kapan suatu perilaku akan diwujudkan. Waktu ini dibagi atas: periode waktu yang telah tertentu, dan periode waktu yang tak dibatasi. Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa intensi merupakan perilaku yang bersifat spesifik (khusus), dalam arti sebagai keyakinan seseorang tentang sejauhmana taraf kesulitan/ kemudahan untuk mewujudkan perilaku dalam situasi serta adanya periode waktu dalam memformulasikan niat untuk menampilkan perilaku tertentu. Halaman 47

18 2.1.3 Pengertian Perilaku Pro-sosial Baron dan Byrne (2004: 356), menyatakan bahwa perilaku pro-sosial dapat dimengerti sebagai perilaku yang menguntungkan penerima, tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pelakunya. William dalam Dayakisni dan Hudaniah (2003: 177), membatasi perilaku pro-sosial secara lebih rinci sebagai perilaku yang memiliki intensi untuk mengubah keadaan fisik atau psikologis penerima bantuan dari kurang baik menjadi lebih baik, dalam arti secara material maupun psikologis. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa perilaku pro-sosial bertujuan untuk membantu meningkatkan well being orang lain. Pengertian tersebut menekankan pada maksud dari perilaku untuk menciptakan kesejahteraan fisik maupun psikis. Lebih jauh lagi, Brigham dalam Dayakisni dan Hudaniah (2003: 177) menyatakan bahwa perilaku prososial mempunyai maksud untuk menolong kesejahteraan orang lain. Dengan demikian kedermawanan, persahabatan, kerjasama, menolong, menyelamatkan, dan pengorbanan merupakan bentuk-bentuk perilaku prososial. Dengan demikian perilaku pro-sosial mempunyai maksud untuk menyokong kesejahteraan orang lain. Perilaku pro-sosial meliputi segala bentuk tindakan yang dilakukan atau direncanakan untuk menolong orang lain, tanpa memperdulikan motif-motif si penolong. Berdasarkan batasan-batasan tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku prososial adalah segala bentuk perilaku yang memberikan konsekuensi positif bagi si penerima, baik dalam bentuk materi, fisik ataupun psikologis yang memberi keuntungan pada orang lain atau dirinya sendiri Faktor-Faktor Dasar Perilaku Prososial Menurut Staub dalam Dayakisni dan Hudaniah (2003: 178) terdapat beberapa faktor yang mendasari seseorang untuk bertindak pro-sosial, yaitu: 1. Situasional (Situation) Faktor situasional ialah faktor-faktor lainnya yang juga dipergunakan untuk mengubah pendirian manusia dan mempertahankan atau memperkuat suatu perubahan tertentu. Disebut situasional karena harus dilakukan pada situasi dan kondisi yang tepat. Faktor situasional akan menentukan individu untuk memberi pertolongan atau ketika menyaksikan situasi darurat atau samar-samar (stimulus). Individu yang memiliki ciri-ciri berorientasi prestasi dan asertif serta berusaha keras untuk kompeten cenderung lebih prososial dan relatif konsisten derajat perilaku prososialnya dalam berbagai situasi. Lingkungan atau situasi dimana pertolongan itu diperlukan dapat memiliki efek memperkuat persepsi tentang tindakan apa yang cocok yang seharusnya dilakukan. Dervin dan Nilan dalam Hasugian (2004) menyatakan kebutuhan informasi sebagai suatu kondisi atau situasi yang muncul ketika dalam diri seseorang terjadi kekosongan. Dalam kondisi seperti itu, seseorang tidak mempunyai cukup pengetahuan atau konsepsi yang sesuai/ cocok untuk melakukan pekerjaan, menyelesaikan masalah, atau memecahkan ketidak pastian. Makna penting beberapa faktor situasional, yang meliputi munculnya: a. Daya tarik fisik. Yaitu: dimensi yang digunakan untuk merujuk secara khusus pada keingingan seseorang untuk mendekati orang lain, karena daya tarik fisik adalah sumber informasi yang tampak dan dengan cepat mudah didapat. b. Kemampuan (ability). Yaitu: keandalan dari seseorang untuk memberikan ganjaran (keuntungan) atau konsekuensi positif yang telah dijanjikan secara akurat dan dapat diandalkan. Mereka akan membantu kita dalam menyelesaikan masalah, memberikan nasehat, membantu kita menafsirkan kejadian-kejadian yang ada dan sebagainya. c. Pengetahuan. Yaitu: keandalan seseorang untuk memberikan ganjaran (keuntungan) yang sesuai dan terpercaya. d. Perasaan/mood yang positif (positive emotional arousal). Yaitu: seseorang akan lebih suka memberikan pertolongan pada orang lain, bila kehadirannya berbarengan dengan Halaman 48

19 munculnya perasaan positif. Demikan pula orang yang mengalami suasana hati yang gembira akan lebih suka menolong. Sedangkan dalam suasana hati yang sedih, orang akan kurang suka memberikan pertolongan. Sebab suasana hati (mood) dapat berpengaruh pada kesiapan seseorang untuk membantu orang lain. 2. Nilai-nilai pribadi dan norma (Personal Values and Norms) Yaitu adanya nilai-nilai dan norma sosial yang diinternalisasikan oleh individu selama mengalami sosialisasi dan sebagian nilai-nilai serta norma tersebut berkaitan dengan tindakan prososial, seperti: a. Tanggung jawab. Yaitu: kemauan atau kesiapan seseorang untuk memberikan ganjaran berupa jasa yang dibutuhkan orang lain. b. Kedekatan (proximity). Yaitu: meliputi kemudahan dalam pendekatan pada setiap kontak yang terjadi dengan orang lain. Dalam hal ini dimana adanya suatu hubungan yang sering dilakukan. c. Keadilan. Yaitu: kesediaan seseorang untuk membantu orang lain serta memberikan ganjaran yang tepat sesuai kebutuhan orang lain. Dimensi ini menekankan pada sikap yang cepat dan tepat dalam pertanyaan, keluhan, dan masalah orang lain. d. Kebenaran. Yaitu: dimensi yang menekankan kemampuan seseorang untuk menyampaikan kepastian dan membangkitkan rasa percaya dan keyakinan diri orang lain. 3. Empati (Empathy) Yaitu kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau pengalaman orang lain. Kemampuan untuk empati ini erat kaitannya dengan pengambilalihan peran. Jadi prasyarat untuk mampu melakukan empati, individu harus memiliki kemampuan untuk melakukan pengambilan peran. Individu yang memiliki empati akan lebih menunjukkan perilaku menolong. Orang-orang yang skornya tinggi pada orientasi empati terhadap orang lain menunjukkan lebih simpati dalam melakukan hubungan dan komunikasi yang baik serta menaruh perhatian pada orang lain yang sedang dalam kesusahan/kesulitan. Terdapat beberapa bentuk empati yang terjadi seperti: a. Komunikasi. Yaitu: kemampuan seseorang untuk memberikan informasi kepada orang lain dalam bahasa yang dapat mereka pahami serta selalu mendengarkan saran dan keluhan orang. b. Perhatian pribadi. Yaitu: kemampuan seseorang dalam memperlakukan orang lain sebagai individu-individu yang spesial. c. Memahami kebutuhan. Yaitu: usaha untuk memahami kebutuhan orang lain. d. Simpati. Yaitu: adanya keinginan untuk memahami pihak lain dan berkerja sama. Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mendasari terjadinya perilaku pro-sosial dilatarbelakangi adanya situasi (situation), nilai-nilai pribadi dan norma (personal values and norms), dan empati (empathy). Dengan demikian, faktor-faktor tersebut berpotensi menunjukkan perilaku prososial. Dengan demikian intensi pro-sosial merupakan niat atau hasrat dari seorang pustakawan untuk melakukan tindakan yang cenderung lebih menguntungkan orang lain sesuai dengan norma sosial yang berlaku dan berkomitmen untuk membantu masyarakat pengguna perpustakaan. 2.2 Kepuasan Pelanggan Pengertian Kepuasan Pelanggan Dalam kegiatan yang dilakukan perpustakaan pada akhirnya akan bermuara pada nilai yang akan diberikan oleh pengguna mengenai kepuasan yang dirasakan. Nilai didefinisikan sebagai pengkajian menyeluruh manfaat dari suatu kualitas produk, yang didasarkan pada persepsi pengguna atas apa yang telah diterima oleh pengguna dan yang telah diberikan pustakawan. Menurut Yamit (2005: 78) menyatakan kepuasan pelanggan adalah evaluasi purna beli atau hasil evaluasi setelah membandingkan apa yang dirasakan dengan harapannya. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan adalah hasil yang dirasakan Halaman 49

20 atas penggunaan produk dan jasa, sama atau melebihi harapan. Kotler (2003: 61) mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan senang atau kecewa seseorang yang dialami setelah membandingkan antara persepsi kinerja atau hasil suatu produk dengan harapan-harapannya. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dia rasakan dibandingkan dengan harapannya. Barnes (2003: 64) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan sebenarnya merupakan tanggapan yang diberikan oleh pelanggan (customer) atas terpenuhinya kebutuhan, sehingga memperoleh kenyamanan. Berdasarkan definisi di atas, dapat dipahami bahwa kepuasan adalah tanggapan pelanggan atas terpenuhinya kebutuhan. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian terhadap suatu bentuk keistimewaan dari suatu barang/jasa ataupun barang/jasa itu sendiri, dapat memberikan suatu tingkat kenyamanan yang berhubungan dengan pemenuhan suatu kebutuhan, termasuk pemenuhan kebutuhan yang sesuai dengan harapan, atau pemenuhan kebutuhan yang dapat melebihi harapan pelanggan. Kepuasan pengguna tidak hanya memberikan kepada pengguna, apa yang kita perkirakan disukai oleh pengguna. Ini berarti kita harus memberikan kepada mereka apa yang sebenarnya mereka inginkan, kapan, dan cara mereka memperolehnya Faktor-Faktor Kepuasan Pelanggan Kunci utama yang mempengaruhi kepuasan pelanggan, adalah interaksi antara pengguna/ perpustakaan dengan pengguna yang mempunyai kualitas rangsangan terhadap perasaan nyaman, yang dirasakan oleh pengguna. Menurut Kotler dalam Lupiyoadi (2001: 158) menyatakan bahwa untuk menentukan tingkat kepuasan pelanggan, terdapat lima faktor utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan, yaitu: 1. Kualitas produk Pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. 2. Kualitas pelayanan Pelanggan akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan. 3. Emosional Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk tetapi nilai sosial atau self-esteem yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap merek tertentu. 4. Harga Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang relatif murah akan memberikan nilai yang relatif tinggi kepada pelanggannya. 5. Biaya Pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas terhadap produk atau jasa itu. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa unsurunsur yang menjadi kepuasan pelanggan adalah kualitas produk, kualitas pelayanan, emosional, harga, dan biaya. Implikasi dari faktor kepuasan pelanggan inilah menjadi kunci keberhasilan dalam kepuasan pelanggan yang terletak pada pengetahuan penuh mengenai kebutuhan, harapan, dan sikap para pelanggan. Selain itu, terletak pada kesediaan untuk memperhatikan kepuasan pelanggan sebagai bagian dari bauran pemasaran, sehingga inovasi jasa atau standar yang lebih tinggi diciptakan, di uji, dan diterapkan. Menurut Sutardji dan Sri (2006: 33) faktor-faktor yang dianalisis dan dianggap dominan mempengaruhi kepuasan pengguna perpustakaan adalah: 1. Sistem layanan, yaitu sistem layanan tertutup untuk pengguna eksternal (mahasiswa), artinya pengguna tidak dapat langsung ke ruang koleksi; untuk mengakses informasi disediakan alat bantu penelusuran informasi seperti kartu katalog, bibliografi, indeks, dan daftar tambahan koleksi. 2. Biaya, yaitu satuan rupiah yang dibebankan kepada pengguna perpustakaan terhadap jasa yang diberikan perpustakaan, seperti Halaman 50

21 keanggotaan, jasa kesiagaan informasi, jasa penelusuran informasi, dan jasa layanan fotokopi. 3. Kemudahan memperoleh informasi, yaitu sarana yang diberikan dan disediakan perpustakaan untuk menemukan dan memperoleh informasi (bahan pustaka) yang dibutuhkan pengguna. 4. Kecepatan memperoleh informasi, yaitu waktu yang dibutuhkan pengguna untuk menemukan dan memperoleh informasi (bahan pustaka), baik melalui alat bantu penelusuran maupun langsung dari petugas perpustakaan. 5. Pelayanan pemberian informasi, yaitu segala sesuatu yang diberikan dan disediakan oleh perpustakaan yang dapat memberikan kenyamanan kepada pengguna. Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pengguna perpustakaan ialah sistem layanan perpustakaan, biaya, kemudahan memperoleh informasi, kecepatan memperoleh informasi, dan pelayanan pemberikan informasi kepada pengguna perpustakaan. Implikasi dari aspek-aspek kepuasan pengguna perpustakaan inilah yang menjadi standar pelayanan yang ditetapkan sesuai keinginan dan harapan pengguna sehingga tidak terjadi kesenjangan antara pelayanan yang diberikan dengan harapan pengguna. Sedangkan menurut Samosir (2005: 30) terdapat beberapa faktor yang dianggap dominan mempengaruhi kepuasan pengguna perpustakaan, yaitu: 1. Penggunaan perpustakaan secara berulangulang. 2. Menginformasikan kepada pengguna lain untuk menggunakan jasa perpustakaan. 3. Informasi yang dibutuhkan terpenuhi oleh perpustakaan. Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pengguna perpustakaan ialah adanya hubungan timbal balik (reciprocal) antara kebutuhan dengan harapan pengguna sehingga dengan terpenuhinya kebutuhan dan harapan inilah terjadi keinginan pengguna untuk berkunjung ke perpustakaan secara berulangulang dan bersedia menginformasikan kepada pengguna lainnya. 3. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian survey. Sumber data utama yang digunakan adalah responden. Responden penelitian ini adalah pengguna yang terdaftar sebagai anggota BAPERASDA sampai dengan bulan April 2008 yaitu berjumlah orang. Dengan teknik accidental sampling ditetapkan sampel penelitian sejumlah 352 responden. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini kuesioner atau angket, selain itu penulis juga melakukan observasi, interview dan menggunakan data dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif dan ditarik kesimpulan berkenaan dengan aspek-aspek yang diteliti berdasarkan besaran persentase. 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Penentuan Korelasi Perhitungan Korelasi Hasil korelasi dapat dilihat pada tabel berikut ini: Dari hasil perhitungan korelasi di atas diperoleh koefisien korelasi atau r hitung sebesar 0,953 (0,95). Perhitungan hasil korelasi yang mendekati +1, ini artinya bahwa antara variabel Intensi Pro-sosial Pustakawan (X) dengan variabel Kepuasan Pengguna (Y) pada Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPERASDA) Provinsi Sumatera Utara memiliki hubungan yang kuat sekali dengan nilai korelasi 0,95. Berdasarkan perhitungan hasil korelasi dengan nilai 0,95, ini artinya bahwa setiap kenaikan skor atau nilai 0,95 pada variabel X akan diikuti dengan kenaikan skor atau nilai 0,95 pada variabel Y. Sebaliknya, jika variabel X mengalami penurunan nilai sebesar 0,95 maka akan diikuti juga dengan penurunan nilai 0,95 pada variabel Y. Halaman 51

22 4.1.2 Pengujian Hipotesis Berdasarkan analisis hasil korelasi maka selanjutnya penulis melakukan pengujian hipotesis, yaitu dengan cara membandingkan nilai r hitung dengan r tabel pada tingkat kepercayaan 95% atau α 0,05 maka diperoleh nilai r tabel untuk n = 352 sebesar 0,098. Karena nilai r hitung r tabel (0,95 0,098) maka hipotesis H 0 ditolak dan H a diterima, artinya terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara Intensi Prososial Pustakawan dengan Kepuasan Pengguna pada Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPERASDA) Provinsi Sumatera Utara Uji Koefisien Determinasi Setelah dilakukan uji hipotesis seperti uraian di atas, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji determinasi yaitu dengan cara mengkuadratkan nilai r hitung, yaitu r hitung 0,95 2 = 0,90 atau 90%. Hal ini menunjukkan bahwa varian dari variabel Intensi Pro-sosial dapat menjelaskan Kepuasan Pengguna sebesar 90%, sedangkan sisanya sebesar 10% adalah dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak terungkap dalam penelitian ini. 4.2 Analisis Deskriptif Intensi Pro-sosial Pustakawan Situasional A. Daya Tarik Fisik Daya tarik fisik dalam konteks penelitian ini adalah penampilan personal seorang pustakawan. Dengan demikian apapun yang dikenakan pustakawan dan bagaimana dia membawakan diri ketika berinteraksi dengan pengguna akan menggambarkan bagaimana perpustakaannya. Data menunjukkan bahwa 156 responden (44,3%) menyatakan bahwa sangat setuju pustakawan berpenampilan rapi dalam menjalankan tugasnya, 193 (54,8%) menyatakan setuju, 2 (0,6%) menyatakan tidak setuju, dan 1 (0,3%) yang menyatakan sangat tidak setuju. Sesuai dengan kriteria interpretasi di atas, responden yang menyatakan setuju pustakawan berpenampilan rapi dalam menjalankan tugasnya berjumlah 349 responden (99,1%). Hal ini dikarenakan oleh penampilan yang rapi, sopan, dan keserasian seragam pustakawan akan menggambarkan bagaimana perpustakaannya dianggap setuju dengan keinginan pengguna. Sedangkan responden yang sangat tidak setuju pustakawan berpenampilan rapi dalam menjalankan tugasnya berjumlah 3 responden (0,9%). B. Kemampuan Kemampuan dalam konteks penelitian ini adalah adanya suatu keterampilan yang dimiliki dan dibutuhkan dari pustakawan agar dalam memberikan dan menyajikan informasi kepada pengguna dapat dilaksanakan dengan optimal. Data menunjukkan bahwa 104 (29,5%) responden menyatakan bahwa sangat setuju pustakawan memliki kemampuan dalam menjalankan tugasnya, 218 (61,9%) menyatakan setuju, 28 (8%) responden menyatakan tidak setuju, dan 2 (0,6%) yang menyatakan sangat tidak setuju. Sesuai dengan kriteria interpretasi data di atas, responden yang menyatakan setuju pustakawan memiliki kemampuan dan kecakapan dalam menjalankan tugasnya berjumlah 322 responden (91,4%). Hal ini dikarenakan agar dalam memberikan jasa kepada pengguna dapat dilaksanakan dengan optimal dianggap setuju dengan keinginan pengguna. Sedangkan responden yang sangat tidak setuju pustakawan memiliki kemampuan dan kecakapan dalam menjalankan tugasnya berjumlah 30 responden (8,6%). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh responden menyatakan setuju pustakawan memiliki kemampuan dan kecakapan dalam menjalankan tugasnya. C. Pengetahuan Pengetahuan dalam konteks penelitian ini adalah upaya untuk melakukan kinerja perpustakaan secara optimal dalam memberikan pelayanan yang benar pada saat pertama. Dalam hal ini pengetahuan pustakawan tentang lokasi koleksi dalam ruang koleksi perpustakaan yang akan mereka berikan kepada pengguna dapat ditawarkan pada kondisi dan situasi yang sesuai, seperti melakukan pendekatan kepada para pengguna yang menggunakan jasa perpustakaan. Data menunjukkan bahwa 83 responden (23,6%) menyatakan bahwa sangat setuju akan pengetahuan pustakawan dalam melaksanakan Halaman 52

23 tugasnya, 223 (63,4%) menyatakan setuju, 44 responden (12,5%) menyatakan tidak setuju, dan 2 (0,5%) yang menyatakan sangat tidak setuju. Sesuai dengan kriteria interpretasi data di atas, responden yang menyatakan setuju terhadap pengetahuan pustakawan dalam melaksanakan tugasnya berjumlah 306 responden (87%). Hal ini dikarenakan oleh pengetahuan pustakawan terpercaya dalam melaksanakan tugasnya dianggap setuju dengan keinginan pengguna. Sedangkan responden yang sangat tidak setuju terhadap pengetahuan pustakawan menjalankan tugasnya berjumlah 46 responden (13%). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh responden menyatakan setuju terhadap pengetahuan pustakawan dalam menjalankan tugasnya dalam memberikan pelayanan kepada pengguna di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPERASDA) Provinsi Sumatera Utara. D. Perasaan Hati/Mood Perasaan hati/mood dalam konteks penelitian ini adalah upaya dalam memberikan pelayanan kepada pengguna sangat berkaitan dengan kepuasan pengguna. Dalam hal ini pustakawan harus bisa menyelaraskan tugas dengan kebutuhan pengguna perpustakaan. Oleh karena itu indikator perasaan hati/mood digunakan dalam mengukur kepuasan pengguna. Data menunjukkan bahwa 124 responden (35,2%) menyatakan bahwa pustakawan sangat membantu pengguna perpustakaan dalam mencari informasi, 184 (52,3%) menyatakan membantu, 42 responden (11,9%) menyatakan tidak membantu, dan 2 (0,6%) yang menyatakan sangat tidak membantu pengguna dalam mencari informasi. Sesuai dengan kriteria interpretasi data di atas, responden yang menyatakan kesedian pustakawan yang selalu membantu pengguna perpustakaan berjumlah 308 responden (87,5%). Hal ini dikarenakan oleh pustakawan di BAPERASDA selalu membantu dalam mencari informasi yang dibutuhkan diangap sudah sesuai dengan keinginan pengguna. Sedangkan responden yang menyatakan pustakawan sangat tidak membantu berjumlah 44 responden (12,5%). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh responden menyatakan setuju terhadap kesedian pustakawan yang selalu membantu dan memberikan pelayanan kepada pengguna di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPERASDA) Provinsi Sumatera Utara Nilai-Nilai Pribadi dan Norma A. Tanggung Jawab Tanggung jawab dalam konteks penelitian ini adalah kesediaan pustakawan sebagai penyedia jasa untuk membantu pengguna serta memberikan pelayanan yang tepat sesuai kebutuhan pengguna Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPERASDA). Data menunjukkan bahwa 79 responden (22,4%) menyatakan bahwa pustakawan sangat memenuhi tanggung jawabnya dalam menjalankan pelayanan yang dijanjikan, 194 (55,1%) menyatakan memenuhi, 77 responden (21,9%) menyatakan tidak memenuhi, dan 2 (0,6%) yang menyatakan sangat tidak memenuhi tanggung jawabnya dalam menjalankan pelayanan yang dijanjikan. Sesuai dengan kriteria interpretasi data di atas, responden yang menyatakan pustakawan bertanggung jawab dalam menjalankan tugastugasnya berjumlah 273 responden (77,5%). Hal ini dikarenakan oleh pustakawan selalu memenuhi pelayanan yang dijanjikan dianggap sudah memenuhi keinginan pengguna. Sedangkan responden yang sangat tidak memenuhi terhadap peran dan tanggung jawab pustakawan berjumlah 79 responden (22,5%). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh responden menyatakan setuju terhadap tanggung jawab pustakawan yang selalu memenuhi pelayanan yang dijanjikan kepada pengguna di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPERASDA) Provinsi Sumatera Utara. B. Kedekatan Kedekatan dalam konteks penelitian ini adalah meliputi kemudahan dalam melakukan pendekatan pada setiap kontak yang terjadi antara pustakawan dengan pengguna badan perpustakaan dan arsip daerah (BAPERASDA). Dalam ini dimana adanya suatu hubungan yang sering dilakukan pihak pustakawan dengan Halaman 53

24 pengguna dalam memberikan informasi yang mereka tawarkan, dengan harapan pengguna dapat mengetahuinya dengan jelas. Dari 352 responden, 87 responden (24,7%) menyatakan sangat setuju kedekatan pustakawan ketika berhubungan dengan pengguna, 224 (63,6%) menyatakan setuju, 40 responden (11,4%) menyatakan tidak setuju, dan 1 (0,3%) yang menyatakan sangat tidak setuju pustakawan memiliki kedekatan dengan pengguna. Sesuai dengan kriteria interpretasi data di atas, responden yang menyatakan setuju terhadap kedekatan pustakawan dengan pengguna perpustakaan berjumlah 311 responden (88,3%). Hal ini dikarenakan oleh pengguna merasa aman ketika berhubungan dengan pustakawan dianggap sudah sesuai dengan keinginan pengguna. Sedangkan responden yang sangat tidak setuju akan kedekatan pustakawan dengan pengguna perpustakaan berjumlah 41 responden (11,7%). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh responden menyatakan setuju terhadap kedekatan dan rasa aman ketika berhubungan dengan pustakawan dalam menjalankan tugasnya di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPERASDA) Provinsi Sumatera Utara. C. Keadilan Keadilan dalam konteks penelitian ini adalah perlunya suatu kemampuan pustakawan untuk dapat membaca jalan pikiran pengguna dalam mengharapkan informasi yang dibutuhkan, sehingga pengguna merasakan suatu perhatian yang serius dari pustakawan akan harapan yang mereka butuhkan. Dimensi ini menekankan pada sikap dari pustakawan yang penuh perhatian, cepat, dan tepat dalam menghadapi permintaan, pertanyaan, keluhan dan masalah pengguna Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BEPERASDA). Data menunjukkan bahwa 45 responden (12,8%) menyatakan sangat setuju pustakawan bersikap adil dalam memberikan pelayanan kepada pengguna, 192 (54,6%) menyatakan setuju, 99 responden (28,1%) menyatakan tidak setuju, dan 16 (4,5%) yang menyatakan sangat tidak setuju. Sesuai dengan kriteria interpretasi data di atas, responden yang menyatakan setuju terhadap pustakawan memiliki nilai keadilan dalam memberikan pelayanan kepada pengguna berjumlah 237 responden (67,4%). Hal ini dikarenakan oleh kesibukan pustakawan tidak mengurangi layanan yang cepat dan segera dianggap sudah sesuai dengan keinginan pengguna. Sedangkan responden yang sangat tidak setuju terhadap pustakawan bersikap adil dalam memberikan pelayanan kepada pengguna berjumlah 115 responden (32,6%). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden menyatakan setuju terhadap kesibukan pustakawan tidak mengurangi pelayanan yang dijanjikan kepada pengguna di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPERASDA) Provinsi Sumatera Utara. D. Kebenaran Kebenaran dalam konteks penelitian ini adalah dimensi yang menekankan kemampuan pustakawan untuk membangkitkan rasa percaya dan keyakinan diri pengguna bahwa pustakawannya mampu memenuhi kebutuhan penggunanya. Dari 352 responden, 57 responden (16,2%) menyatakan sangat setuju pustakawan memiliki nilai kebenaran dalam memberikan pelayanan kepada pengguna, 154 (43,8%) menyatakan setuju, 129 responden (36,6%) menyatakan tidak setuju, dan 12 (3,4%) yang menyatakan sangat tidak setuju. Sesuai dengan kriteria interpretasi data di atas, responden yang menyatakan setuju terhadap pustakawan harus memiliki nilai kebenaran dalam memberikan pelayanan kepada pengguna berjumlah 211 responden (60%). Hal ini dikarenakan oleh pustakawan tidak pernah membuat kesalahan terhadap pelayanannya dianggap sudah sesuai dengan keinginan pengguna. Sedangkan responden yang sangat tidak setuju terhadap pustakawan memiliki nilai kebenaran dalam menjalankan tugasnya berjumlah 141 responden (40%). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden menyatakan setuju terhadap pustakawan yang tidak pernah membuat kesalahan kepada pengguna saat Halaman 54

25 menjalankan tugasnya di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPERASDA) Provinsi Sumatera Utara Empati A. Komunikasi Secara terus menerus memberikan informasi kepada pengguna dalam bahasa dan penggunaan kata yang jelas sehingga para pengguna dapat dengan mudah mengerti serta disamping itu pustakawan hendaknya dapat secara cepat dan tanggap dalam menyikapi keluhan yang dilakukan pengguna Badan Perpustakan dan Arsip Daerah (BAPERASDA). Dari 352 responden, 51 responden (14,5%) menyatakan pustakawan harus memiliki komunikasi yang baik dan lancar kepada pengguna, 247 (70,2%) menyatakan lancar, 53 responden (15,1%) menyatakan tidak lancar, dan 1 (0,2%) yang menyatakan sangat tidak lancar. Sesuai dengan kriteria interpretasi data di atas, responden yang menyatakan pustakawan harus memiliki komunikasi yang baik dan lancar dalam memberikan pelayanan kepada pengguna berjumlah 298 responden (84,7%). Hal ini dikarenakan oleh para pengguna dapat dengan mudah mengerti dianggap sudah sesuai dengan keinginan bagi pengguna. Sedangkan responden menyatakan komunikasi yang sangat tidak lancar berjumlah 54 responden (15,3%). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden menyatakan setuju terhadap komunikasi pustakawan dengan pengguna dapat berjalan dengan baik dan lancar pada saat menjalankan tugasnya di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPERASDA) Provinsi Sumatera Utara. B. Perhatian Pribadi Dalam melayani pengguna, perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi merupakan upaya dalam memahami keinginan pengguna. Di mana suatu perpustakaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pengguna. Dari 352 responden, 45 responden (12,8%) menyatakan sangat setuju pustakawan memberikan perhatian yang baik kepada pengguna, 219 (62,2%) menyatakan setuju, 87 responden (24,7%) menyatakan tidak setuju, dan 1 (0,3%) yang menyatakan sangat tidak setuju. Sesuai dengan kriteria interpretasi data di atas, responden yang menyatakan setuju terhadap pustakawan memberikan perhatian yang baik dan dalam memberikan pelayanan kepada pengguna berjumlah 264 responden (75%). Hal ini dikarenakan oleh perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi merupakan upaya dalam memahami keinginan pengguna dianggap sudah sesuai dengan keinginan pengguna. Sedangkan responden yang sangat tidak setuju berjumlah 88 responden (25%). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden menyatakan setuju terhadap pustakawan memberikan perhatian yang baik dengan pengguna pada saat menjalankan tugasnya di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPERASDA) Provinsi Sumatera Utara. C. Memahami Kebutuhan Memahami kebutuhan pengguna adalah upaya untuk memahami kebutuhan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pengguna. Data menunjukkan bahwa 36 responden (10,2%) menyatakan sangat setuju pustakawan paham akan kebuhan pengguna, 185 (52,6%) menyatakan setuju, 125 responden (35,5%) menyatakan tidak setuju, dan 6 (1,7%) yang menyatakan sangat tidak setuju. Sesuai dengan kriteria interpretasi data di atas, responden yang menyatakan setuju terhadap pustakawan memahami kebutuhan pengguna dalam memberikan pelayanan berjumlah 221 responden (62,8%). Hal ini dikarenakan oleh upaya untuk memahami kebutuhan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pengguna dianggap sudah sesuai dengan keinginan pengguna. Sedangkan responden yang sangat tidak setuju berjumlah 131 responden (37,2%). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden menyatakan setuju terhadap pustakawan paham akan kebutuhan pengguna pada saat menjalankan tugasnya di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPERASDA) Provinsi Sumatera Utara. Halaman 55

26 D. Simpati Simpati dalam konteks penelitian ini adalah adanya suatu keinginan dan upaya dari pustakawan untuk memahami pengguna yang berkunjung ke Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPERASDA) Provinsi Sumatera Utara. Data menunjukkan bahwa 49 responden (14%) menyatakan sangat setuju pustakawan bersikap simpati saat memberikan pelayanan, 220 (62,5%) menyatakan setuju, 79 responden (22,4%) menyatakan tidak setuju, dan 4 (1,1%) yang menyatakan sangat tidak setuju. Sesuai dengan kriteria interpretasi data di atas, responden yang menyatakan setuju terhadap pustakawan bersikap simpati pada saat memberikan pelayanan yang dijanjikan kepada pengguna dalam berjumlah 269 responden (76,5%). Hal ini dikarenakan oleh adanya suatu keinginan dari pustakawan untuk memahami pengguna perpustakaan dianggap sudah sesuai dengan keinginan pengguna. Sedangkan responden yang sangat tidak setuju berjumlah 83 responden (23,5%). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden menyatakan setuju terhadap pustakawan bersikap simpati kepada pengguna pada saat menjalankan tugasnya di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPERASDA) Provinsi Sumatera Utara Kepuasan Pengguna Kepuasan pengguna merupakan tujuan yang harus dicapai dalam memberikan pelayanan. Oleh karena itu variabel kepuasan pengguna diukur berdasarkan indikator penggunaan perpustakaan secara berulang-ulang, menginformasikan kepada pengguna lain, dan terpenuhinya harapan pengguna Penggunaan Perpustakaan Secara Berulang-ulang Penggunaan perpustakaan secara berulang-ulang dalam konteks penelitian ini adalah bahwa pengguna yang terpuaskan cenderung akan menjadi loyal. Pengguna yang puas akan mempunyai kecenderungan untuk menggunakan jasa perpustakaan. Keinginan untuk menggunakan perpustakaan secara berulangulang sebagai akibat dari kepuasan ini adalah keinginan untuk mengulang pengalaman yang baik. Data menunjukkan bahwa 115 responden (32,7%) menyatakan sangat bersedia menggunakan perpustakaan secara berulangulang, 228 (64,8%) menyatakan bersedia, 9 responden (2,5%) menyatakan tidak bersedia untuk menggunakan perpustakaan secara berulang-ulang. Sesuai dengan kriteria interpretasi data di atas, responden yang menyatakan bersedia untuk menggunakan kembali jasa perpustakaan secara berulang-ulang berjumlah 343 responden (97,5%). Hal ini dikarenakan oleh keinginan untuk menggunakan perpustakaan secara berulang-ulang sebagai akibat dari kepuasan ini adalah keinginan untuk mengulang pengalaman yang baik dianggap sudah sesuai dengan keinginan pengguna. Sedangkan responden yang sangat tidak bersedia untuk menggunakan perpustakaan secara berulang-ulang berjumlah 9 responden (2,5%). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden menyatakan setuju untuk menggunakan kembali jasa perpustakaan secara berulang-ulang di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPERASDA) Provinsi Sumatera Utara Menginformasikan Kepada Pengguna Lain Menginformasikan kepada pengguna lain dalam konteks penelitian ini adalah bahwa kepuasan merupakan faktor yang akan mendorong adanya komunikasi dari mulut ke mulut yang bersifat positif. Bentuk komunikasi dari mulut ke mulut yang disampaikan oleh orang yang puas ini bisa berbentuk rekomendasi kepada calon pengguna lain dan mengatakan hal-hal yang baik tentang penyedia jasa dimana pengguna puas menggunakan jasa perpustakaan. Dari 352 responden, 107 responden (30,4%) menyatakan sangat setuju bersedia menginformasikan kepada pengguna lain, 217 (61,6%) menyatakan setuju, 28 responden (8%) menyatakan tidak setuju untuk menginformasikan kepada pengguna lain untuk menggunakan jasa perpustakaan. Sesuai dengan kriteria interpretasi data di atas, responden yang menyatakan setuju untuk menginformasikan kepada pengguna lain untuk Halaman 56

27 menggunakan jasa perpustakaan berjumlah 324 responden (92%). Hal ini karenakan oleh pengguna yang puas menggunakan jasa perpustakaan dianggap sudah sesuai dengan pengguna. Sedangkan responden yang sangat tidak setuju untuk bersedia menginformasikan kepada pengguna lain untuk menggunakan jasa perpustakaan berjumlah 28 responden (8%). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden menyatakan setuju untuk bersedia menginformasikan atau mempromoikan kepada pengguna lain untuk menggunakan jasa perpustakaan di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPERASDA) Provinsi Sumatera Utara Terpenuhinya Harapan Pengguna Faktor terakhir dari efek kepuasan pengguna terhadap perilaku adalah pengguna yang puas cenderung untuk mempertimbangkan penyedia jasa dalam hal ini perpustakaan dan pustakawannya yang mampu memuaskan sebagai pertimbangan pertama jika ingin menggunakan jasa perpustakaan kembali. Dari 352 responden, 55 responden (15,6%) menyatakan sangat terpenuhi bahwa informasi yang didapatkan dari pustakawan, 220 (62,5%) menyatakan terpenuhi, 74 responden (21%) menyatakan tidak tepenuhi, dan 3 (0,9%) menyatakan sangat tidak terpenuhi bahwa informasi yang diperoleh dari pustakawan. Sesuai dengan kriteria interpretasi data di atas, responden yang menyatakan bahwa harapan akan informasi yang diperoleh dari pustakawan terpenuhi berjumlah 275 responden (78,1%). Hal ini dikarenakan oleh pengguna yang puas cenderung untuk mempertimbangkan penyedia jasa yang mampu memuaskan sebagai pertimbangan pertama jika ingin menggunakan jasa perpustakaan dianggap sudah sesuai dengan keinginan pengguna. Sedangkan responden yang menyatakan harapan pengguna tidak terpenuhi berjumlah 77 responden (21,9%). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden menyatakan setuju terpenuhinya harapan pengguna di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPERASDA) Provinsi Sumatera Utara. 5. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian dari hasil dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Intensi pro-sosial pustakawan di BAPERASDA Provinsi Sumatera Utara sangat berpengaruh pada kepuasan pengguna. 2. Terdapat hubungan yang kuat sekali antara intensi pro-sosial pustakawan dengan kepuasan pengguna pada BAPERASDA Provinsi Sumatera Utara. 3. Kekuatan hubungan antara intensi prososial pustakawan dengan kepuasan pengguna adalah sebesar 90% selebihnya 10% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini. 5.2 Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, penulis mengajukan beberapa saran kepada Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPERASDA) Provinsi Sumatera Utara yaitu: 1. Intensi pro-sosial pustakawan diketahui memiliki hubungan yang kuat terhadap kepuasan pengguna, maka pihak pustakawan pada BAPERASDA Provinsi Sumatera Utara diharapkan memperhatikan setiap kepentingan penggunanya. 2. Sebaiknya pihak perpustakaan perlu memilih dan menunjuk pustakawan yang ramah dan tentunya memiliki kemampuan dalam melayani pengguna perpustakaan serta memahami karakteristik pengguna yang berkunjung ke BAPERASDA Provinsi Sumatera Utara. 3. Adanya penelitian lanjutan yang berkenaan dengan hal ini. Rujukan Arikunto, Suharsimi Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Barnes, James G Secrets of Customer Relationship Management. Alih bahasa Andreas Winardi. Yogyakarta: Penerbit Andi. Halaman 57

28 Baron, Robert A dan Donn Byrne Psikologi Sosial. Alih bahasa Ratna Djuwita. Ed. 10, Jil.1. Jakarta: Erlangga. Damayani, Ninis Agustini, Interpersonal Skill dalam Pelayanan Perputakaan. Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi. Volume 1, No. 1, Juni 2005: 30. Dayakisni, Tri dan Hudaniah Psikologi Sosial. Ed. 2, Cet. 2. Malang: UMM Press. Dervin dan Nilan Situational Theory of Publics. Alih bahasa Jonner Hasugian. Medan: USUPress. Fishbein dan Ajzen, Belief, Attitude, Intentions and Behavior: an introduction to theory and research. California: Addison-Wesley Publishing Company, Inc. Hendrawan, Dian Analisis Statistik dengan Program SPSS. Medan: Fakultas Pertanian Universitas Islam Sumatera Utara. Hermawan, Rachman dan Zulfikar Zen Etika Kepustakawanan: Suatu Pendekatan Terhadap Profesi dan Kode Etik Pustakawan Indonesia. Jakarta: Sagung Seto. Irianto, H. Agus Statistik: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Cet. 1. Jakarta: Kencana. Kotler, Philip Marketing Management. New Jersey: Prentice Hall. Kuhlthau, Carol Collier Information Search Process. < l=id&sl=en&u= cess.htm&sa=x&oi=translate&resnum= 1&ct=result&prev=/search%3Fq%3DIn formation%2bsearch%2bprocess%26h l%3did%26sa%3dg>. (12/19/2008) Lupiyoadi, Rambat Manajemen Pemasaran Jasa: Teori dan Praktek. Jakarta: Salemba Empat. Perpustakaan Nasional RI Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan Umum. Jakarta. Perpustakaan Nasional RI. Perpustakaan Nasional RI. Menteri Pendayagunaan dan Aparatur Negara Surat Keputusan MENPAN No. 132 Tahun 2002 Tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya. Jakarta. Perpustakaan Nasional RI. Samosir, Zurni Zahara Konsep Dasar Ilmu Perpustakaan. < ra_zurni.pdf>.(4/19/2008) Samosir, Zurni Zahara Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Mahasiswa Menggunakan Perpustakaan USU. Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi. Volume 1, No. 1, Juni 2005: 30. Sears David O; Jonathan L Freedman; dan l. Anne peplau Psikologi Sosial. Alih bahasa Michael Adryanto dan Savitri Soekrisno. Ed. 5, Jil. 1. Jakarta: Erlangga Psikologi Sosial. Alih bahasa Michael Adryanto. Ed. 5, Jil. 2. Jakarta: Erlangga. Siregar, A. Ridwan, Perpustakaan: Energi Pembangunan Bangsa. Medan: USU Repository. Sjahriah-Pamuntjak, Rusina Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan. Ed. Rev, Cet. 5. Jakarta: Djambatan. Soeatminah, Perpustakaan, Kepustakawanan dan Pustakawan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Subagyo, Pangestu Statistik Terapan. Yogyakarta: BPFE. Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. Sulistyo-Basuki Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sulistyo-Basuki, dkk Perpustakaan Dan Informasi Dalam Konteks Budaya. Jakarta: Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi FIB UI. Supranto, J Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan: Untuk Menaikkan Pangsa Pasar. Jakarta: Rineka Cipta. Sutardji dan Sri Ismi Maulidyah Analisis Beberapa Faktor Yang Berpengaruh Pada Kepuasan Pengguna Perpustakaan: Studi kasus di Perpustakaan Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbiumbian. Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 15, Nomor 2, 2006: Halaman 58

29 Sutarno, Perpustakaan dan Masyarakat. Ed. 1. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Tjiptono, Fandy Strategi Pemasaran.Yogyakarta: Andi. Tjiptono, Fandy dan Diana, Anastasia Total Quality Management. Yogyakarta: Andi. Tjiptono, Fandi dan Gregorius Candra Service, Quality, and Satisfaction. Yogyakarta: Andi. Trihendradi, Cornelius Langkah Mudah Memecahkan Kasus Statistik: Deskriptif, Parametrik, dan Non- Parametrik dengan SPSS 12. Ed. 1: Yogyakarta: Andi. Ulidarma, Netty Tingkat Kepuasan Pengguna terhadap Fasilitas Layanan Sirkulasi Perpustakaan Akper Kesdam I/Bukit Barisan Medan. Skripsi. Medan: Fakultas Sastra. Tidak dipulikasikan. Umar, Husein Riset Strategi Perusahaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Yamit, Zulian Manajemen Kualitas Produk dan Jasa. Ed. 1, Cet. 4. Yogyakarta: Ekonisia Kampus Fakultas Ekonomi UII Yogyakarta. Yoeti, Oka A Costumer Service Cara Efektif Memuaskan Pelanggan. Cet. 3. Jakarta: Pradnya Paramita. Halaman 59

30 Faktor Penyebab Stres Kerja Pustakawan pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara Zurni Zahara Samosir dan Iin Syahfitri Program Studi Ilmu Perpustakaan Universitas Sumatera Utara Abstract The purpose of this research was to investigate the factors of work stress on librarians. The result of this research indicated the factor of works stress on librarians in USU Library is inexpediency between the main salary and the outside salary subsidy with job. Until occasionally make physical fatigue, and saturated feeling as well as society appreciation about librarian profession. Keywords: work stress, librarians 1. Pendahuluan Pustakawan yang dalam kesehariannya selain memberikan pelayanan kepada pengguna, juga melakukan pekerjaan administratif dan pekerjaan rutin, seperti penyeleksian bahan pustaka, pengolahan bahan pustaka, serta perawatan bahan pustaka. Bekerja melayani pengguna dengan beragam jenis kebutuhan dan pertanyaan yang mereka ajukan membutuhkan banyak energi dan harus bersifat sabar serta dapat memahami apa yang mereka inginkan. Keseluruhan pekerjaan tersebut merupakan beban kerja yang berat bagi pustakawan. Jika seseorang dihadapkan pada tuntutan pekerjaan yang melampaui kemampuan individu, maka dapat dikatakan bahwa individu tersebut mengalami stres kerja. (Rini, 2002: 1) Pemicu stres (stressor) di dunia perpustakaan perguruan tinggi antara lain adalah renumerasi yang rendah, beban kerja yang berat, lemahnya manajemen dan sistem pengawasan, rendahnya apresiasi masyarakat pengguna terhadap profesi pustakawan, serta kurang jelasnya jenjang karir pustakawan (Caputto, 1991). Pemilihan pustakawan pada Perpustakaan USU sebagai objek penelitian didasarkan atas pengamatan awal yang dilakukan penulis bahwa banyaknya jumlah pengguna yang harus dilayani, jam kerja yang panjang, serta tingkat kesulitan pekerjaan yang harus ditangani, sangat potensial menjadi pemicu timbulnya stres kerja pustakawan. Selain itu, beberapa pustakawan pada Perpustakaan USU kadang-kadang menunjukkan gejala-gejala timbulnya stres kerja, antara lain lekas marah, kebosanan kerja, menunda dan menghindari pekerjaan, serta menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan teman. Maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor apa sajakah yang menyebabkan timbulnya stres kerja dan faktor manakah yang paling dominan menjadi pemicu timbulnya stres kerja pustakawan pada Perpustakaan USU? Sedang tujuan penelitian ini adalah: Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya stres kerja pustakawan dan faktor yang paling dominan menjadi pemicu timbulnya stres kerja pustakawan pada Perpustakaan USU. 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Pustakawan Pustakawan adalah tenaga kerja yang melaksanakan kegiatan perpustakaan dan merupakan tenaga profesional, sebagaimana dinyatakan oleh: Sulistyo-Basuki (1991 : 159), Pustakawan adalah tenaga profesional yang dalam kehidupannya sehari-hari berkecimpung dalam dunia buku. Sedangkan menurut Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (2002 : 1211), Pustakawan adalah orang yang berkecimpung di bidang perpustakaan atau ahli perpustakaan. Berdasarkan keputusan MENPAN Nomor: 132/KEP/M.PAN/12/2002 (2006: 3) bahwa: Halaman 60

31 1) Pustakawan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan kepustakawanan pada unit-unit perpustakaan, dokumentasi, dan informasi instansi pemerintah atau unit tertentu lainnya. 2) Pustakawan tingkat terampil adalah pustakawan yang memiliki dasar pendidikan untuk pengangkatan pertama kali serendahrendahnya Diploma II Perpustakaan, Dokumentasi dan Informasi atau Diploma bidang lain yang disetarakan. 3) Pustakawan tingkat ahli adalah pustakawan yang memiliki dasar pendidikan untuk pengangkatan pertama kali serendahrendahnya Sarjana Perpustakaan, Dokumentasi, dan Informasi atau sarjana bidang lain yang disetarakan. Menurut kode etik pustakawan pada buku Kiprah Pustakawan (Harahap, 1998: 1) bahwa: Pustakawan adalah seseorang yang melaksanakan kegiatan perpustakaan dengan jalan memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan tugas lembaga induknya berdasarkan ilmu pengetahuan, dokumentasi, dan informasi yang dimilikinya melalui pendidikan Faktor Penyebab Stres Kerja Pustakawan Menurut Cooper yang dikutip oleh Towner (2002 : 19) menyatakan bahwa, Stres adalah tekanan yang terlalu besar bagi kita. Ditambahkan Berry (2004 : 528), Stress: a physiological response of the body to environmental of personal demands. Sedang Rice (1987 : 20) menyatakan bahwa: Stress is used in three distinct ways: 1) Stress is used to refer to an event or to any environmental stimulus that causes a person to feel tense or aroused. In this sense, stress is something external to the person. 2) Stress is used to refer to a subjective response to what is going on. In this sense, stress is the internal mental state of tension or arousal. It is the interpretive, emotive, defensive, and coping proces occurring inside the person. Such processes may promote positive growth or produce mental strain. Strain has been defined as the wear and tear that are due to resisting the pressure. 3) Stress is viewed as the physical reaction of the body to demand or damaging instructions. Berkaitan dengan proses reaksi fisik dari tubuh terhadap tuntutan ataupun gangguan yang memicu timbulnya stres, Davis (1995 : 2-3) mengutip pernyataaan Seyle, seorang peneliti pertama tentang stres, yang telah menguji secara pasti apa yang terjadi di dalam tubuh pada saat respon melawan atau melarikan diri. Seyle menentukan bahwa: Setiap masalah, khayalan atau kenyataan dapat menyebabkan korteks serebri (bagian berfikir dari otak) mengirim tanda bahaya ke hipotalamus (tempat utama pemberi respon stres, terletak pada otak tengah). Hipotalamus kemudian menstimulasi sistem saraf simpatis untuk membuat serangkaian perubahan pada tubuh. Denyut jantung, curah jantung, tekanan darah semua meninggi. Tubuh berkeringat, tangan dan kaki menjadi dingin karena darah dialirkan dari anggota gerak dan sistem pencernaan ke otot besar yang akan membantu untuk melawan atau lari. Diagfagma dan dubur terkunci. Pupil dilatasi untuk mempertajam penglihatan dan pendengaran menjadi lebih tajam. Berdasarkan pernyataan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa saat mengalami stres, tubuh menimbulkan reaksi yakni terjadinya perubahan mekanisme sistem kerja saraf sehingga terjadi hal-hal seperti peningkatan denyut jantung, berkeringat, tangan dan kaki menjadi dingin, susah buang air besar, dan lain-lain. Ada banyak faktor yang menjadi penyebab timbulnya stres kerja pustakawan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sulistyo-Basuki (2006 : 67-68) mengutip pernyataan Caputto (1991) yang mengidentifikasikan bahwa: Pemicu stres (stressor) di dunia perpustakaan perguruan tinggi antara lain adalah renumerasi yang rendah, beban kerja yang berat, lemahnya manajemen dan sistem pengawasan, rendahnya apresiasi masyarakat pengguna terhadap profesi pustakawan, serta kurang jelasnya jenjang karir pustakawan. Selain itu hal lain yang juga merupakan faktor penyebab timbulnya stres kerja pustakawan Halaman 61

32 adalah teknologi informasi. Sulityo-Basuki (2006 : 68-69) menyatakan bahwa: Stressor yang menghantui para pustakawan dalam satu dekade ini adalah penetrasi teknologi informasi ke berbagai kegiatan in-griya perpustakaan yang tidak diimbangi dengan program pelatihan dan peningkatan kemampuan mengelola teknologi informasi sehingga menimbulkan technostress Renumerasi yang Rendah Berkaitan dengan penghasilan pustakawan, Sulistyo-Basuki (1991 : 189) menyatakan bahwa: Karyawan harus diberi insentif atas usaha dan pekerjaannya yang baik. Sudah tentu, untuk imbalan ini, gaji pada pegawai perpustakaan harus sama dengan gaji karyawan lain pada badan induk, selama kualifikasinya sama. Keadaan ini tidak selalu berlaku bagi banyak negara berkembang termasuk Indonesia. Gaji pustakawan yang bekerja pada pemerintah relatif lebih kecil dibandingkan dengan rekannya yang bekerja di kantor swasta, walaupun kualifikasiya sama. Pendapat serupa yang juga menyatakan bahwa gaji pustakawan relatif lebih kecil dibandingkan dengan profesi lainnya dinyatakan oleh Aziz (2006 : 48) yakni: Tunjangan jabatan fungsional pustakawan relatif lebih kecil dibandingkan dengan jabatan fungsional bidang lain dan jabatan struktural. Dengan tunjangan dan jabatan yang relatif kecil ini, tidak memberi motivasi orang-orang menjadi pustakawan, sedangkan bagi pustakawan sendiri tidak lagi tertarik untuk terus duduk dalam jabatan tersebut Beban Kerja yang Berat Beban kerja dikategorikan dalam 2 (dua) kelompok, yakni beban kerja kualitatif dan beban kerja kuantitatif. Hal ini sesuai dengan pendapat Quick (1984 : 26-27) yang menyatakan bahwa: Work over load may be manifested in one of two ways. The first is quantitative over load resulting from the employee being assigned too many task or insufficient time to accomplish the assigned tasks. The second is qualitative in nature. This occurs when the employee does not feel that he possesses the required skills, knowledge, abilities, or competencies to do the job. Sehubungan dengan beban kerja kuantitatif dan beban kerja kualitatif, Sulistyo-Basuki (2006 : 66-67) berpendapat bahwa: Beban kerja pustakawan perguruan tinggi secara kuantitatif meliputi jam kerja yang panjang karena banyaknya jumlah individu yang harus dilayani, dan menyebabkan tanggung jawab ekstra yang harus dipikul. Sedangkan contoh beban kerja dari aspek kualitatif adalah tingkat kesulitan pekerjaan yang harus ditangani. Beban kerja kuantitatif dan kualitatif ini masih ditambah dengan pekerjaan rutin serta pekerjaan administratif lainnya, yang kesemuanya melampaui kapasitas dan kemampuan pustakawan Lemahnya Manajemen dan Sistem Pengawasan Hilman dalam Manullang (2002 : 3) menyatakan bahwa manajemen adalah: Fungsi untuk mencapai sesuatu melalui kegiatan orang lain dan mengawasi usaha-usaha individu untuk mencapai tujuan bersama. Berkaitan dengan lemahnya proses manajemen yang menjadi pemicu timbulnya stres kerja, Rice (1992) dalam Rini (2002 : 6) menyatakan bahwa: Sebuah penelitian yang menarik tentang stres kerja menemukan bahwa sebagian besar karyawan yang bekerja di suatu organisasi mengalami stres kerja karena konflik peran. Mereka mengalami stres kerja karena ketidakjelasan peran dalam bekerja dan tidak tahu apa yang diharapkan oleh manajemen. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Greenberg yang telah dibahas sebelumnya bahwa salah satu faktor penyebab stres kerja adalah peran dalam organisasi yakni: ketidakjelasan peran, konflik peran, pertanggungjawaban untuk sesama anggota dan konflik organisasi. Konflik dalam peran juga dapat diakibatkan oleh tuntutan yang berbeda dalam pekerjaannya. Perbedaan antara tuntutan kerja dengan ciri-ciri pribadi dan kecakapan yang dimilikinya. Atau dapat dikatakan stres kerja itu muncul bila pekerja tidak mengetahui hasil yang diharapkan dari pekerjaan yang dilakukan. Jika pengertian tentang pengawasan tersebut di atas dikaitkan dengan lemahnya sistem pengawasan di perpustakaan, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Halaman 62

33 lemahnya sistem pengawasan di perpustakaan adalah tidak tercapainya tujuan perpustakaan akibat kurangnya koreksi dan penilaian dari kepala perpustakaan terhadap cara kerja bawahannya Rendahnya Apresiasi Masyarakat Pengguna terhadap Profesi Pustakawan Berbagai persepsi masyarakat tentang steriotipe pustakawan sering kali bersifat negatif. Masyarakat sering kali mendeskripsikan pustakawan sebagai sosok yang pendiam, kurang menarik, suka membantah, akrab dengan bukubuku usang dan debu. In 1980s, the populer game show Family Fued surveyed 100 people for the top typical characteristic of librarians. The top three responses were: 1)Quiet, 2) Mean/stern, and 3) Single/unmarried (Bagshaw, 2003 : 120). Disamping hal tersebut di atas, (Sulistyo-Basuki, 2006 : 63) juga menyatakan bahwa: Pustakawan seringkali menerima umpan balik yang negatif dari masyarakat. Hal ini disebabkan oleh tuntutan masyarakat yang tinggi terhadap pelayanan sehingga pustakawan sulit mencapai standar yang diinginkan oleh masyarakat. Seandainya mereka dapat memenuhi standar tersebut, masyarakat pada umumnya tidak memberi pujian, sebab masyarakat menganggap bahwa hal tersebut lumrah dan memang seharusnya seperti itu. Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa apresiasi masyarakat terhadap profesi pustakawan sangatlah rendah. Masyarakat sering mengaitkan pustakawan sebagai sosok yang kurang menarik dan menyenangkan. Disamping itu, masyarakat belum menyadari sepenuhnya bahwa seorang pustakawan sangat berperan sebagai salah satu media penyebar ilmu pengetahuan dan informasi Jenjang Karir Pustakawan Pengetahuan, keahlian, pengalaman kerja, dan pelatihan merupakan modal pokok yang diperlukan oleh tiap individu dalam upaya memperoleh peningkatan karir. Gibson (1997 : 316) menyatakan bahwa, Karir adalah ide untuk terus begerak ke atas dalam garis pekerjaan yang dipilih seseorang. Bergerak ke atas artinya memperoleh gaji yang lebih besar, tanggung jawab yang semakin berat, status, prestise, dan kekuasaan. Berbagai alternatif karir bertujuan untuk memberikan motivasi kepada karyawan agar mampu menggali potensi yang ada. Hal ini sesuai dengan pendapat Sobri (2004 : 37) yang menyatakan bahwa ada beberapa masalah yang menghambat pustakawan dalam peningkatan karir pustakawan dalam mencapai jabatan fungsional pustakawan, adapun masalahnya meliputi: 1) Mutu/kualitas SDM yang merupakan prioritas dalam segala bidang terutama bidang pelayanan publik. 2) Yang memerlukan perhatian dan kepedulian serius adalah lemahnya disiplin dan etika pustakawan. 3) Diharapkan pustakawan dapat melaksanakan tugas secara profesional, kompeten, dan berkualitas serta dapat memenuhi tuntutan masyarakat. Faktor yang menghambat pengembangan karir pustakawan adalah: 1) Masih rendahnya mutu/kualitas pustakawan 2) Lemahnya disiplin dan etika pustakawan 3) Pustakawan tidak memiliki kesempatan lagi untuk naik jabatan 4) Pustakawan mengalami kesulitan dalam mencapai target yang dibutuhkan sebagai syarat kenaikan jabatan. 3. Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh pustakawan yang bekerja di lingkungan Perpustakaan USU sampai dengan Maret 2007 yaitu berjumlah 35 orang. Oleh karena jumlah populasi kurang dari 100 maka seluruh populasi dijadikan sampel atau total sampel. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian adalah: Observasi, Kuesioner, dan Studi kepustakaan dan dokumentasi. Halaman 63

34 Untuk menghitung persentase jawaban yang diberikan responden digunakan rumus sebagai berikut: F P = x 100% n Keterangan: P = Persentase F = Jumlah jawaban yang diperoleh n = Jumlah responden (Hadi, 2001 : 421) 4. Hasil dan Pembahasan Bab ini akan menguraikan hasil penelitian dan pembahasan yang datanya diperoleh dari penyebaran kuesioner kepada responden penelitian di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara (USU) Renumerasi Untuk mengetahui apakah pendapatan/ penghasilan merupakan salah satu faktor penyebab stres kerja pustakawan pada perpustakaan USU, dapat dilihat dari hasil jawaban responden tentang gaji pokok dan tunjangan di luar gaji pokok Gaji Pokok Untuk mengetahui sesuai atau tidak gaji yang diterima pustakawan dengan tuntutan pekerjaan yang ia lakukan, data menunjukkan bahwa 12 responden (34,29%) yang memberi jawaban bahwa gaji yang diterima sesuai dengan tuntutan pekerjaan yang dilakukan, sedangkan 16 responden (45,71%) menyatakan kurang sesuai, dan 7 responden (20%) menyatakan tidak sesuai. Dapat disimpulkan bahwa hampir setengah pustakawan pada Perpustakaan USU merasa bahwa gaji yang mereka terima kurang sesuai dengan pekerjaan yang mereka lakukan. Tuntutan pekerjaan yang banyak seharusnya diimbangi dengan penyesuaian besarnya gaji pokok. Namun, ketetapan gaji pokok PNS tidak bisa diganggu gugat oleh pihak manapun termasuk oleh pustakawan. Disamping itu tidak sedikit pustakawan yang merasa bahwa gaji yang mereka terima sudah sesuai dengan tuntutan pekerjaan yang mereka lakukan Tunjangan di Luar Gaji Pokok Untuk mengetahui sesuai atau tidak tunjangan di luar gaji pokok yang diterima pustakawan dengan tuntutan pekerjaan yang ia lakukan, data menunjukkan bahwa 13 responden (37,15%) memberi jawaban bahwa tunjangan di luar gaji pokok yang mereka terima sesuai dengan pekerjaan yang mereka lakukan, 16 responden (45,71%) menyatakan kurang sesuai, dan 6 responden menyatakan tidak sesuai. Data di atas menggambarkan bahwa hampir setengah pustakawan pada Perpustakaan USU merasa bahwa tunjangan di luar gaji pokok yang mereka terima kurang sesuai dengan pekerjaan yang mereka lakukan Beban Kerja Untuk mengetahui apakah beban kerja merupakan faktor penyebab stres kerja pustakawan pada Perpustakaan USU, dapat dilihat dari hasil jawaban responden pada tuntutan kerja, waktu kerja, cara kerja, pemanfaatan waktu istirahat, kelelahan fisik, lesu, emosi, serta jenuh Tuntutan Kerja Untuk mengetahui apakah pustakawan pada Perpustakaan USU merasa memiliki terlalu banyak tuntutan pekerjaan, data menunjukkan bahwa 6 responden (17,14%) memberi jawaban bahwa tuntutan pekerjaan yang mereka lakukan terlalu banyak, yang menjawab kadang-kadang 23 responden (65,72%), dan menjawab tidak 6 responden (17, 14%). Berdasarkan uraian data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pustakawan pada Perpustakaan USU merasa bahwa tuntutan pekerjaan mereka kadangkadang terlalu banyak. Hal seperti ini menandakan bahwa hanya pada waktu tertentu saja pustakawan melakukan banyak pekerjaan. Misalnya pada divisi pengadaan dan pengatalogan memiliki banyak pekerjaan saat harus mengolah buku-buku yang baru diterima oleh pihak perpustakaan. Selain itu divisi lain yang langsung melayani pengguna yakni sirkulasi, referensi dan layanan digital memiliki banyak pekerjaan saat jam-jam sibuk dimana pengguna ramai berkunjung ke perpustakaan Waktu Kerja Untuk mengetahui apakah waktu yang telah ditetapkan cukup untuk menyelesaikan pekerjaan pustakawan, data menunjukkan bahwa 33 Halaman 64

35 responden (94,28%) menjawab bahwa waktu yang telah ditetapkan cukup untuk menyelesaikan pekerjaan, 1 responden (2,86%) menjawab kurang, dan 1 responden (2,86%) menjawab tidak cukup. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pada umumnya pustakawan pada Perpustakaan USU merasa waktu yang telah ditetapkan cukup untuk menyelesaikan pekerjaan mereka. Dengan kata lain, pustakawan pada Perpustakaan USU mampu menyelesaikan pekerjaan mereka tepat pada waktunya Cara Kerja Untuk mengetahui apakah pustakawan pada perpustakaan USU bekerja terlalu keras atau tidak dalam menyelesaikan pekerjaannya data menunjukkan 8 responden (22,86%) menjawab bahwa mereka bekerja terlalu keras dalam menyelesaikan pekerjan mereka, yang menjawab kadang-kadang 19 responden (54,28%), sedangkan yang menjawab tidak 8 responden (22,86%). Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pustakawan pada Perpustakaan USU kadang-kadang bekerja terlalu keras dalam menyelesaikan pekerjaan mereka Pemanfaatan Waktu Istirahat Untuk mengetahui apakah waktu istirahat juga dimanfaatkan pustakawan pada Perpustakaan USU untuk menyelesaikan pekerjaan mereka, data menunjukkan bahwa 8 responden (22,86%) menjawab bahwa mereka juga memanfaatkan waktu istirahat untuk menyelesaikan pekerjaan mereka, yang menjawab kadang-kadang 18 responden (51,43%), yang menjawab tidak pernah 9 responden (25,71%). Data tersebut menggambarkan bahwa sebagian besar pustakawan pada Perpustakan USU kadangkadang menggunakan waktu istirahat untuk menyelesaikan pekerjaan mereka. Penggunaan waktu istirahat yang kadang-kadang dimanfaatkan oleh pustakawan untuk menyelesaikan pekerjaan, dapat berakibat buruk bagi kesehatan pustakawan. Saat istirahat harus dimanfaatkan sebaik mungkin oleh siapapun termasuk oleh pustakawan, agar semangat kerja kembali dimilikinya setelah sebelumnya bekerja keras Kelelahan Fisik Untuk mengetahui apakah pustakawan pada Perpustakaan USU merasakan kelelahan fisik atau tidak sehabis bekerja, data menunjukkan bahwa 8 responden (22,86%) menjawab bahwa mereka merasakan kelelahan fisik yang amat sangat sehabis bekerja, yang menjawab kadangkadang 23 responden (65,71%), yang menjawab tidak pernah 4 responden (11,43%). Uraian data tersebut menggambarkan bahwa sebagian besar pustakawan pada Perpustakan USU kadangkadang merasakan kelelahan fisik yang amat sangat sehabis bekerja Lesu Untuk mengetahui apakah pustakawan pada Perpustakaan USU merasa lesu ketika bangun pagi karena mereka harus kembali bekerja di perpustakaan, data menunjukkan bahwa 6 responden (17,14%) menjawab bahwa mereka merasa lesu ketika bangun pagi karena mereka harus kembali bekerja di perpustakaan, yang menjawab kadang-kadang 17 responden (48,57%), yang menjawab tidak pernah 12 responden (34,29%). Data tersebut menggambarkan bahwa hampir setengah pustakawan pada Perpustakan USU kadangkadang merasa lesu ketika bangun pagi karena harus kembali bekerja di perpustakaan. Banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan, banyaknya jumlah pengguna yang harus dilayani, serta kebosanan kerja, menyebabkan pustakawan merasa lesu ketika bangun pagi karena harus kembali bekerja di perpustakaan Emosi Untuk mengetahui apakah emosi pustakawan pada Perpustakaan USU meningkat ketika sedang bekerja, data menunjukkan bahwa 3 responden (8,57%) menjawab bahwa emosi mereka meningkat ketika sedang bekerja, yang menjawab kadang-kadang 20 responden (57,14%), yang menjawab tidak pernah 12 responden (34,29%). Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pustakawan pada Perpustakan USU kadang-kadang mengalami peningkatan emosi ketika sedang bekerja. Halaman 65

36 Jenuh Untuk mengetahui apakah pustakawan pada Perpustakaan USU merasa jenuh dengan pekerjaan mereka saat ini, data menunjukkan bahwa 5 responden (14,29%) menjawab mereka jenuh dengan pekerjaan mereka saat ini, yang menjawab kadang-kadang 17 responden (48,57%), yang menjawab tidak pernah 13 responden (37,14%). Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa hampir setengah pustakawan pada Perpustakaan USU kadangkadang merasa jenuh dengan pekerjaan mereka saat ini. Kejenuhan yang dialami oleh pustakawan diakibatkan oleh pekerjaan yang terlalu banyak, atau mereka merasa kalau pekerjaan yang saat ini mereka lakukan tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan dan keahlian mereka Apresiasi Masyarakat Apresiasi masyarakat yang rendah terhadap profesi pustakawan merupakan salah satu faktor penyebab stres kerja pustakawan. Untuk mengetahui sejauh mana apresiasi masyarakat terhadap pustakawan dapat diketahui dari penghargaan masyarakat, pengaruh pustakawan, serta reaksi pengguna Penghargaan Masyarakat Untuk mengetahui apakah masyarakat menghargai atau tidak profesi pustakawan, data menunjukkan bahwa 10 responden (28,57%) menjawab bahwa masyarakat menghargai profesi mereka sebagai pustakawan, yang menjawab kadang-kadang 19 responden, yang menjawab tidak pernah 6 responden (17,14%). Data tersebut menggambarkan bahwa sebagian besar pustakawan pada Perpustakaan USU merasa bahwa masyarakat kurang menghargai profesi mereka sebagai pustakawan. Masih rendahnya apresiasi masyarakat terhadap profesi pustakawan disebabkan oleh masih kurangnya wawasan masyarakat akan peranan penting pustakawan bagi dunia pendidikan, yakni sebagai media perantara untuk menyebarkan ilmu pengetahuan dan informasi kepada masyarakat. Selain itu, masyarakat masih mendeskripsikan pustakawan sebagai sosok yang kurang menarik dan pekekerjaan yang dilakukan oleh pustakawan tidak membutuhkan keahlian dan pendidikan khusus Pengaruh Pustakawan Untuk mengetahui apakah responden merasa telah memberikan pengaruh positif terhadap masyarakat dengan berprofesi sebagai pustakawan data menunjukkan bahwa 21 responden (60%) menjawab telah memberikan pengaruh positif dengan berprofesi sebagai pustakawan, 10 responden (28,57%) menjawab kadang-kadang, 4 responden (11,43%) menjawab tidak pernah. Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pustakawan pada Perpustakaan USU merasa telah memberikan pengaruh positif terhadap orang lain dengan berprofesi sebagai pustakawan Reaksi Pengguna Untuk mengetahui apakah pustakawan disalahkan atau tidak oleh pengguna jika pengguna mengalami kesulitan dalam mencari informasi di perpustakaan, data menunjukkan bahwa 5 responden (14,29%) menjawab pengguna menyalahkan mereka ketika mengalami kesulitan dalam mencari informasi di perpustakaan, yang menjawab kadang-kadang 14 responden (40%), yang menjawab tidak pernah 16 responden (45,71%). Dapat disimpulkan bahwa hampir setengah pustakawan pada Perpustakaan USU tidak pernah disalahkan oleh pengguna jika mereka mengalami kesulitan dalam mencari informasi di perpustakaan. Namun, tidak sedikit dari pustakawan yang kadang-kadang disalahkan oleh pengguna jika mereka mengalami kesulitan dalam mencari informasi di perpustakaan. Hal ini kemungkinan terjadi karena kurangnya komunikasi antara pengguna dengan pustakawan, atau pengguna tidak dapat menemukan koleksi yang mereka cari padahal koleksi tersebut tertera di katalog Karir Terhambatnya peningkatan karir merupakan salah satu faktor penyebab stres kerja. Untuk mengetahui sejauh mana karir berpengaruh terhadap timbulnya stres kerja pustakawan pada Perpustakaan USU, dapat dilihat dari jawaban tentang kesempatan peningkatan karir, jenjang karir, pemahaman persyaratan peningkatan karir, kemampuan memenuhi persyaratan peningkatan karir. Halaman 66

37 Kesempatan Peningkatan Karir Untuk mengetahui apakah pustakawan pada Perpustakaan USU merasa pesimis atau tidak atas kesempatan peningkatan karir mereka, data menunjukkan bahwa 14 responden (40%) menjawab bahwa mereka pesimis atas kesempatan peningkatan karir mereka, yang menyatakan kadang-kadang 6 responden (17,14%), yang menyatakan tidak pernah 15 responden (42,86%). Uraian data tersebut menggambarkan bahwa hampir setengah pustakawan pada Perpustakaan USU tidak pernah merasa pesimis atas peningkatan karir mereka. Rasa optimis yang dimiliki oleh pustakawan pada Perpustakaan USU menunjukkan bahwa mereka memiliki kualitas dan potensi diri untuk mengembangkan karir demi pencapaian taraf hidup yang lebih baik Jenjang Karir Untuk mengetahui apakah jenjang karir pustakawan pada Perpustakaan USU lebih rendah atau tidak daripada yang seharusnya, data menunjukkan bahwa 11 responden (31,43%) menjawab bahwa karir mereka lebih rendah daripada yang seharusnya, sedangkan 24 responden (68,57%) menjawab tidak. Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar jenjang karir pustakawan pada Perpustakaan USU tidak lebih rendah daripada yang seharusnya. Atau dengan kata lain pustakawan pada Perpustakaan USU merasa telah memiliki posisi yang sesuai dengan kemampuan mereka saat ini Pemahaman Persyaratan Peningkatan Karir Untuk mengetahui apakah pustakawan pada Perpustakaan USU memahami atau tidak persyaratan yang dibutuhkan untuk peningkatan jenjang karir, data menunjukkan bahwa 31 responden (88,57%), menjawab memahami persyaratan yang dibutuhkan untuk peningkatan jenjang karir, sedangkan yang menjawab kurang memahami sebanyak 4 responden (11,43%). Data tersebut menggambarkan bahwa pada umumnya pustakawan pada Perpustakaan USU memahami persyaratan yang dibutuhkan untuk peningkatan jenjang karir. Berbagai persyaratan yang ditetapkan oleh MENPAN sebagai syarat kenaikan jabatan pustakawan telah jelas dipaparkan dalam buku pedoman Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya Kemampuan Memenuhi Persyaratan Peningkatan Karir Untuk mengetahui apakah pustakawan pada Perpustakaan USU memiliki kemampuan atau tidak dalam memenuhi persyaratan peningkatan jenjang karir pustakawan, data menunjukkan bahwa 31 responden (88,57%), menjawab mampu memenuhi persyaratan yang dibutuhkan untuk peningkatan jenjang karir, sedangkan yang menjawab kurang mampu sebanyak 4 responden (11,43%). Dapat disimpulkan bahwa pada umumnya pustakawan pada Perpustakaan USU mampu memenuhi persyaratan yang dibutuhkan untuk peningkatan jenjang karir. Pada umumnya pustakawan pada Perpustakaan USU memiliki dasar pendidikan perpustakaan, sehingga sudah sewajarnya mereka mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan sebagai syarat kenaikan jabatan pustakawan. 5. Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan penulis, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor yang menyebabkan stres kerja pustakawan pada Perpustakaan USU meliputi renumerasi, beban kerja, serta apresiasi masyarakat terhadap profesi pustakawan 2. Jenjang karir bukan merupakan faktor penyebab stres kerja pustakawan pada Perpustakaan USU. 3. Faktor penyebab stres kerja pustakawan pada Perpustakaan USU dari segi renumerasi adalah kurang sesuainya gaji pokok dan tunjangan di luar gaji pokok yang diterima pustakawan jika dibandingkan dengan banyaknya tuntutan pekerjaan yang harus mereka lakukan. Halaman 67

38 4. Faktor penyebab stres kerja pustakawan pada Perpustakaan USU dari segi beban kerja adalah tuntutan pekerjaan yang kadang-kadang terlalu banyak, sehingga pustakawan harus bekerja keras, dan kadang-kadang harus memanfaatkan waktu istirahat untuk menyelesaikan pekerjaan mereka. 5. Kejenuhan secara fisik dan secara emosional juga dialami oleh pustakawan pada perpustakaan USU. Kejenuhan secara fisik yakni pustakawan kadang-kadang merasakan kelelahan fisik yang amat sangat sehabis bekerja. Dalam melakukan pekerjaan, pustakawan pada Perpustakaan USU kadang-kadang juga mengalami peningkatan emosi. Selain itu pustakawan pada Perpustakaan USU kadang-kadang juga merasa jenuh dengan pekerjaan mereka saat ini. Keseluruhan hal tersebut menunjukkan bahwa pustakawan pada Perpustakaan USU mengalami stres kerja. 6. Faktor penyebab stres kerja pustakawan pada Perpustakaan USU dari segi apresiasi masyarakat adalah masih rendahnya apresiasi masyarakat terhadap profesi pustakawan. Pustakawan sangat ingin profesi mereka dihargai oleh masyarakat, namun apa yang mereka rasakan justru sebaliknya, yakni hanya segelintir orang yang menghargai profesi mereka sebagai pustakawan. 7. Faktor yang paling dominan menjadi pemicu timbulnya stres kerja pustakawan pada Perpustakaan USU adalah beban kerja. 8. Pustakawan pada Perpustakaan USU merupakan orang-orang yang memiliki kualifikasi kerja baik. Hal ini ditandai dengan kemampuan mereka untuk memenuhi persyaratan yang dibutuhkan dalam meningkatkan jenjang karir. Selain itu pustakawan pada Perpustakaan USU juga mampu beradaptasi dengan penerapan teknologi informasi di perpustakaan Saran Dari kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, penulis ingin mengajukan beberapa saran yakni Perpustakaan USU sebaiknya melakukan evaluasi terhadap hasil kerja pustakawan minimal 1 kali dalam 6 bulan (persemester), agar dapat diketahui persoalan-persoalan apa saja yang dihadapi oleh pustakawan yang dapat menjadi penyebab timbulnya stres kerja, sehingga penyebab tersebut dapat dicegah. Rujukan Arikunto, Suharsimi Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V. Jakarta: Rineka Cipta. Aziz, Afrizal Pustakawan sebagai Tenaga Profesional di Bidang Perpustakaan, Informasi, dan Dokumentasi. Jurnal Kepustakawanan dan Masyarakat Membaca. Vol. 22(1) Januari-Juni 2006: Bagshaw, Mari C Expectations of Librarians in the 21 st Century. London: Grenwood Press. Berry, Lilly M Psychology at Work: An Introducion to Industrial and Organizational Psychology. Boston: McGraw-Hill Book. Cooper, Cary L and Smith, Michael J Job Stress and Blue Collar Work. Chichester: John Wiley & Sons. Corsini, Raymond J The Dictionary of Psychologi. New York: Brunner- Routledge. Davis, Martha; Eshelman, Elizabeth Robbins and McKay, Matthew Alih Bahasa: Achir Yani S. Panduan Relaksasi dan Reduksi Stres. Edisi III. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Departemen Pendidikan Nasional RI Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Perpustakaan Perguruan Tinggi: Buku Pedoman. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional RI Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Greenberg, Jerold S Comprehensive Stress Management. Boston: McGraw- Hill Book. Manullang, M Dasar-dasar Manajemen. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Pedoman Umum Perpustakaan Perguruan Tinggi. Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Quick, James C. And Quick, Jonathan D Organizational Stress and Preventive Management. New York: McGraw-Hill Book. Halaman 68

39 Rice, Phillip L Stress and Health. California: Brooks/Cole Publishing. Rini, Jacinta F Stres Kerja. < (27/02/2007). Sobri, Halim Pembinaan Karier Pustakawan dalam Jabatan Fungsional. Jurnal Kepustakawanan dan Masyarakat Membaca. Vol. 20(1) Januari-Juni 2006: Halaman 69

40 Uji Ketergunaan Antarmuka Situs Web Perpustakaan Universitas Sumatera Utara Himma Dewiyana Program Studi Ilmu Perpustakaan Universitas Sumatera Utara Abstract Digital libraries must reach out to users from all walks of life, serving information needs at all levels. To do this, they must attain high standards of usability over an extremely broad audience. This paper details the evolution of one important web sites University of North Sumatra Library component as it has grown in functionality and usefulness over several years of use by a live, unrestricted community. Central to its evolution have been user studies, analysis of use patterns, and formative usability evaluation. Usability testing measures the usability, or ease of use (specifying searches, terminology, effectivenes, efficiency, consistency), languages, of a spesific object or set of object where as general human computer interaction. Keywords: human computer interaction, usability testing, user interface, digital library Pendahuluan Luasnya informasi yang tersedia serta peningkatannya yang berlangsung terus, penyedia informasi harus tetap dapat menyediakan informasi secara konstan dan berkesinambungan dengan memanfaatkan bantuan teknologi informasi untuk penyebaran, penelusuran, dan akses informasi. Penyebaran informasi bisa dilakukan dengan meningkatkan akses (improve knowledge access) dan transfer pengetahuan dengan menggunakan media, salah satunya membangun situs web. Hal ini dapat dimungkinkan oleh kecanggihan dan keterjangkauan Internet sebagai jalan raya informasi global, yang terbuka untuk semua orang. Keberhasilan penyebaran dan temu kembali informasi yang dimuat di situs web ditentukan dari bagaimana seorang perancang mendisain antar muka situs, yaitu jembatan yang mempertemukan pengguna dengan informasi. Menurut Casson (2001), salah satu masalah yang dihadapi dalam pengembangan perpustakaan digital adalah berkaitan dengan antarmuka. Antarmuka perpustakaan digital menjadi jembatan yang menghubungkan kebutuhan informasi pengguna dengan sumber-sumber dan layanan yang ada di perpustakaan. Oleh sebab itu pengembangan antar muka untuk situs web perpustakaan harus melibatkan pengguna secara aktif sejak perencanaan sampai evaluasi. Salah satu cara mengevaluasi antarmuka dikenal dengan nama uji ketergunaan atau usability testing. Uji ketergunaan adalah mengukur kemudahan digunakan, kemudahan dipelajari, efisiensi dan kepuasan. Badre (2002:229) memberikan definisi usability testing atau uji ketergunaan sebagai berikut, Usability testing has traditionally meant testing for efficiency, ease of learning, and the ability to remember how to perform interactive tasks without difficulty or errors. Dengan perkataan lain, uji ketergunaan adalah mengukur efisiensi, kemudahan dipelajari, dan kemampuan untuk mengingat bagaimana berinteraksi tanpa kesulitan atau kesalahan. Selanjutnya dikatakan, uji ketergunaan dilakukan untuk mengukur bagaimana pengguna menggunakan sistem dan masalah-masalah yang ditemuinya. Definisi ini sama seperti yang dinyatakan ISO standard 9241 (1999), yaitu uji ketergunaan berkaitan dengan efektivitas, efisiensi, dan kepuasan pengguna tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dalam lingkungan-lingkungan tertentu (Dix, Finlay, Abowd, & Beale, 1992:192). Dengan demikian dapat disimpulkan uji ketergunaan penting dilakukan untuk mendapatkan antarmuka yang sesuai dengan kebutuhan dan kepuasan pengguna dalam menggunakan sistem. Halaman 70

41 Clairmont (1998) memberikan definisi uji ketergunaan formal sebagai, the observation and analysis of user behavior while user suseaproductor product prototype to achieve a goal. Sedangkan Covey (2002) memberikan definisi sebagai berikut: a structured, exploratory observation of clearly defined aspects of the behavior of an individual performing one or more design at ad tasks. The purpose of the protocol is to gather in - depth insight into the behavior and experience of a person using a particular tool or product. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode uji ketergunaan formal tidak lain adalah mengamati penggunaan sistem atau prototipenya oleh pengguna, dengan cara memberikan tugas yang telah dibuat oleh peneliti. Penggunaan atau interaksi tersebut diterjemahkan dalam bentuk komentar-komentar (kritik, saran, pujian, keluhan, pertanyaan, gerak tubuh, mimik, dan sebagainya) yang diungkapkan pengguna (sering disebut dengan user, subject, atau participant) sewaktu menggunakan sistem atau prototipenya dalam melakukan tanya jawab dengan peneliti atau orang yang melakukan pengamatan (sering disebut dengan observer). Terdapat berbagai metode untuk melakukan uji ketergunaan. Salah satunya adalah uji ketergunaan formal (formal usability testing). Uji ketergunaan formal pada antarmuka Perpustakaan USU dilakukan untuk mengetahui ketergunaan situs web Perpustakaan USU, mengidentifikasi masalah-masalah yang ditemui pengguna sewaktu menggunakan situs web Perpustakaan USU, dan mengetahui perubahanperubahan yang harus dilakukan pada situs web Perpustakaan USU. Sedang Kriteria ketergunaan yang diujikan meliputi kemudahan digunakan, kemudahan dipelajari (langkah-langkah, istilah yang digunakan, kecepatan sistem, waktu, dan konsistensi), kesalahan, dan bahasa yang sebaiknya digunakan pada situs web Perpustakaan USU Metode Penelitian Masing-masing perpustakaan digital memungkinkan pengguna untuk mengakses sumber-sumber informasi digital dari seluruh belahan dunia. Seperti halnya dengan perpustakaan tradisional, setiap pengguna akan melihat perpustakaan digital sesuai dengan persepsi dan kebutuhan masing-masing. Pengguna yang terpilih sebagai responden dipilih dengan memperhatikan latar belakang, keaktifan, pengetahuan, keterampilan, dan frekuensi penggunaan Internet dan situs web Perpustakaan USU. Uji ketergunaan formal dilakukan kepada 3 jenis responden yaitu mahasiswa, staf dan dosen. Dari tiap jenis responden tersebut ditetapkan responden yang awam dan terampil dalam menggunakan komputer dan Internet (lihat Tabel 1). Tabel 1. Karakteristik Responden Responden Situs web Perpustakaan USU Komp & Internet Responden 1 Sudah pernah Terampil Responden 2 & 6 Belum pernah Terampil Responden 3 & 5 Sudah pernah Awam Responden 4 Belum pernah Awam Periode pengumpulan data dilakukan pada bulan November Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara. Pertama, dengan merekam setiap tindakan yang dilakukan responden untuk menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan setiap menu dan sub menu di situs web Perpustakaan USU yang harus dikerjakan oleh masing-masing responden. Hal ini secara otomatis dilakukan oleh perangkat lunak Camstudio yang di-instal pada komputer yang digunakan untuk melakukan pengujian. Kedua, melakukan wawancara mendalam dengan merekam setiap komentar yang diberikan oleh responden. Hal ini dilakukan dengan menggunakan tape recorder. Analisis dilakukan sesuai dengan kriteria ketergunaan yang diujikan meliputi: (1) kemudahan digunakan, (2) kemudahan dipelajari (langkah-langkah, istilah yang digunakan, kecepatan sistem, waktu, dan konsistensi), (3) kesalahan, dan (4) bahasa yang sebaiknya digunakan pada situs web Perpustakaan USU. Di bawah ini adalah gambar antarmuka halaman pertama Perpustakaan USU ( ac.id). Halaman 71

42 Gambar 1: Antarmuka Halaman Depan Perpustakaan USU HASIL DAN PEMBAHASAN Berikut adalah hasil pengumpulan data dan pembahasan tentang tingkat ketergunaan situs web Perpustakaan USU, masalah-masalah yang ditemui pengguna sewaktu menggunakan situs web Perpustakaan USU, dan perubahanperubahan yang harus dilakukan pada situs web Perpustakaan USU. 1. Tingkat Ketergunaan Perpustakaan USU Berikut ini akan diuraikan hal-hal berkaitan dengan aspek-aspek ketergunaan yang telah ditetapkan. A. Mudah Digunakan Untuk mengukur kemudahan penggunaan menumenu yang terdapat di situs web Perpustakaan USU dilihat dari soal-soal yang dikerjakan dengan benar oleh seluruh responden dan langkah-langkah yang dilakukan untuk menyelesaikan soal-soal tersebut. Dari 20 soal yang diberikan kepada setiap responden, 18 soal dapat dikerjakan dengan benar oleh seluruh responden, ke-18 soal tersebut adalah sebagai berikut: 1) Berita-berita terbaru di perpustakaan (News) 2) Pencarian buku menggunakan USU Library Catalog (OPAC) Gambar 2: Menu OPAC Perpustakaan USU Halaman 72

43 3) Pencarian dengan menggunakan Basic search Gambar 3: Fasilitas Pencarian dengan Menggunakan Basic search 4) Pencarian dengan menggunakan Advanced search Gambar 4: Fasilitas Pencarian dengan Menggunakan Advanced search 5) Scientific Journal (e-journal) 6) USU Repository Gambar 5: E-journal yang Dilanggan Perpustakaan USU Gambar 6: Fasilitas Pencarian dan Kategori pada Menu USU Repository Halaman 73

44 7) Masukan kepada perpustakaan (feedback), sub menu Contact Us 8) Hours Gambar 7: Menu Contact Us 9) Maps Gambar 8: Menu Jam Buku Layanan Perpustakaan Gambar 9: Denah Ruangan Perpustakaan Halaman 74

45 10) Webcam 11) Photo Gallery Gambar 10: Fasilitas Webcam 12) Archives Gambar 11: Photo Gallery Gambar 12: Arsip Berita Perpustakaan Halaman 75

46 13) 14) Other Libraries Gambar 13: Fasilitas 15) Melakukan login. Form Login Gambar 14: Link ke Perpustakaan Lain 16) Other Resources Gambar 15: Fasilitas Login Halaman 76

47 17) ADB-WB 18) American Corner Sedangkan 2 (dua) soal lainnya tidak dapat diselesaikan dengan benar oleh seluruh responden. Dua soal tersebut adalah 1) membuat review buku, dan 2) menu Membership yaitu sub menu Berkas Unduhan. B. Mudah Dipelajari Untuk mengukur kemudahan dipelajari menumenu yang terdapat di situs web Perpustakaan USU dilihat dari aspek-aspek berikut ini: - Langkah-langkah - Istilah yang digunakan, - Kecepatan, - Waktu, dan - Konsistensi. Secara rinci penjelasan mengenai masing-masing aspek di atas dapat disimak pada uraian berikut ini. 1) Langkah-langkah Langkah-langkah yang dilakukan oleh seluruh responden terhadap 12 menu yang dikerjakan dengan benar adalah sama yaitu dengan mengklik menu yang dimaksudkan. Sedangkan menumenu lain tidak berhasil langsung dikerjakan dengan benar oleh beberapa responden. 2) Istilah yang digunakan Dari keseluruhan istilah yang terdapat di situs web Perpustakaan USU yang digunakan sebagai nama menu, submenu, tajuk halaman menu, baris isian, keterangan, dan lain-lain, hanya terdapat 4 istilah yang tidak dapat dimengerti oleh para responden. Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan bahasa beberapa yang tidak dapat dipahami dana atau belum pernah diketahui oleh para responden. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) WB/ADB (2) USU Repository (3) Other Resources (4) Berkas Unduhan 3) Kecepatan sistem Dari komentar yang diberikan, seluruh responden menyatakan kecepatan Perpustakaan USU sudah cukup dalam memberikan respons kepada setiap perintah yang diberikan. 4) Waktu Waktu yang dibutuhkan oleh masing-masing responden untuk menyelesaikan tiap soal yang diberikan sangat bervariasi. Pada soal-soal yang berhasil dikerjakan dengan benar oleh seluruh responden perbedaan waktu yang dibutuhkan tidak terpaut terlalu jauh. Perbedaan waktu terlihat antara pengguna awam dan terampil. Dimana pengguna awam membutuhkan lebih banyak waktu. Sedangkan pada soal-soal lainnya, dimana tidak seluruh responden dapat mengerjakan dengan benar, juga terlihat perbedaan waktu yang mencolok antara pengguna awam dan terampil. Halaman 77

Urgensi Literasi Informasi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi

Urgensi Literasi Informasi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi Urgensi Literasi Informasi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi Jonner Hasugian Program Studi Ilmu Perpustakaan Universitas Sumatera Utara Abstract Information literacy is knowing when

Lebih terperinci

URGENSI LITERASI INFORMASI DALAM KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI DI PERGURUAN TINGGI

URGENSI LITERASI INFORMASI DALAM KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI DI PERGURUAN TINGGI URGENSI LITERASI INFORMASI DALAM KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI DI PERGURUAN TINGGI Jonner Hasugian Program Studi Ilmu Perpustakaan Universitas Sumatera Utara Abstract Information literacy is knowing when

Lebih terperinci

Dyana Purwandini. NIP : Pendidikan Terakhir : S1 Ilmu Informasi & Perpustakaan Institusi : STIE Perbanas Surabaya Pustakawan

Dyana Purwandini. NIP : Pendidikan Terakhir : S1 Ilmu Informasi & Perpustakaan Institusi : STIE Perbanas Surabaya Pustakawan Dyana Purwandini NIP : 36090261 Pendidikan Terakhir : S1 Ilmu Informasi & Perpustakaan Institusi : STIE Perbanas Surabaya Pustakawan PENGALAMAN ORGANISASI Pengurus IPI JATIM, sebagai anggota komisi Pengabdian

Lebih terperinci

INOVASI PENDIDIKAN Bunga Rampai Kajian Pendidikan Karakter, Literasi, dan Kompetensi Pendidik dalam Menghadapi Abad 21

INOVASI PENDIDIKAN Bunga Rampai Kajian Pendidikan Karakter, Literasi, dan Kompetensi Pendidik dalam Menghadapi Abad 21 LITERASI INFORMASI UNTUK MAHASISWA KEPENDIDIKAN Siti Zaenab, Noviatun Khasanah, Moh.Salimi Universitas Sebelas Maret zaenabsizae3@gmail.com Abstrak. Kemudahan mencari informasi oleh mahasiswa saat ini

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1. Pengertian Literasi Informasi Definisi tentang literasi informasi sangat banyak dan terus berkembang sesuai kondisi waktu dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam

Lebih terperinci

EVALUASI KEMAMPUAN LITERASI INFORMASI PUSTAKAWAN DI PERPUSTAKAAN PUSAT UNIVERSITAS WARMADEWA

EVALUASI KEMAMPUAN LITERASI INFORMASI PUSTAKAWAN DI PERPUSTAKAAN PUSAT UNIVERSITAS WARMADEWA EVALUASI KEMAMPUAN LITERASI INFORMASI PUSTAKAWAN DI PERPUSTAKAAN PUSAT UNIVERSITAS WARMADEWA I Nyoman Aryana Putra 1, I Putu Suhartika 2, Ni Putu Premierita Haryanti 3 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Lebih terperinci

BUDAYA LITERASI INFORMASI DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MELALUI IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM MENULIS KARYA ILMIAH

BUDAYA LITERASI INFORMASI DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MELALUI IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM MENULIS KARYA ILMIAH BUDAYA LITERASI INFORMASI DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MELALUI IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM MENULIS KARYA ILMIAH Riskha Arfiyanti Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon Abstrak Pendidikan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENERAPAN LITERASI INFORMASI DI PERPUSTAKAAN SMA NEGERI 1 PADANG

OPTIMALISASI PENERAPAN LITERASI INFORMASI DI PERPUSTAKAAN SMA NEGERI 1 PADANG OPTIMALISASI PENERAPAN LITERASI INFORMASI DI PERPUSTAKAAN SMA NEGERI 1 PADANG Meuthia Septiana 1, Marlini 2 Program Studi Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan FBS Universitas Negeri Padang email:

Lebih terperinci

LITERASI INFORMASI DI PERGURUAN TINGGI

LITERASI INFORMASI DI PERGURUAN TINGGI LITERASI INFORMASI DI PERGURUAN TINGGI http://www.wla.lib.wi.us/waal/newsletter/211.html http://bunchlibrary.pbwiki.com/information+literacy+across+the+curriculum Literasi Informasi di Perguruan Tinggi

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN. Kesimpulan dari penelitian mengenai efektivitas penerapan program

BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN. Kesimpulan dari penelitian mengenai efektivitas penerapan program BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian mengenai efektivitas penerapan program literasi informasi di Perpustakaan Universitas Atma Jaya Yogyakarta dengan responden mahasiswa semester lima

Lebih terperinci

Pendahuluan. Implementasi Program Information Skills di Universitas Indonesia 1. Mohamad Aries 2

Pendahuluan. Implementasi Program Information Skills di Universitas Indonesia 1. Mohamad Aries 2 Implementasi Program Information Skills di Universitas Indonesia 1 Mohamad Aries 2 Pendahuluan Universitas Indonesia (UI) memiliki rencana strategi dalam dua hal. Meningkatkan kualitas pendidikan/pengajaran

Lebih terperinci

MENGEMBANGKAN PENDIDIKAN PEMAKAI MELALUI LITERASI INFORMASI. Wahyu Supriyanto Kepala Bidang Layanan Perpustakaan UGM

MENGEMBANGKAN PENDIDIKAN PEMAKAI MELALUI LITERASI INFORMASI. Wahyu Supriyanto Kepala Bidang Layanan Perpustakaan UGM MENGEMBANGKAN PENDIDIKAN PEMAKAI MELALUI LITERASI INFORMASI Wahyu Supriyanto Kepala Bidang Layanan Perpustakaan UGM wahyus@ugm.ac.id ABSTRAK Perubahan bidang informasi elektronik mendorong perpustakaan

Lebih terperinci

LITERASI INFORMASI: PERSPEKTIF PUSTAKAWAN. Iskandar Pustakawan Madya Unhas

LITERASI INFORMASI: PERSPEKTIF PUSTAKAWAN. Iskandar Pustakawan Madya Unhas Iskandar / JUPITER Volume XV No.1 (2016) 10 LITERASI INFORMASI: PERSPEKTIF PUSTAKAWAN Iskandar Pustakawan Madya Unhas Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk memberi gambaran tentang literasi informasi perspektif

Lebih terperinci

INOVASI PERPUSTAKAAN BERBASIS TEKNOLOGI UNTUK LAYANAN INFORMASI, PENELITIAN DAN REKREASI DI STMIK AKAKOM YOGYAKARTA

INOVASI PERPUSTAKAAN BERBASIS TEKNOLOGI UNTUK LAYANAN INFORMASI, PENELITIAN DAN REKREASI DI STMIK AKAKOM YOGYAKARTA INOVASI PERPUSTAKAAN BERBASIS TEKNOLOGI UNTUK LAYANAN INFORMASI, PENELITIAN DAN REKREASI DI STMIK AKAKOM YOGYAKARTA Muhammad Abdullah Al Muwahhid, 135410025 A. LATAR BELAKANG Berdasarkan undang undang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1. Perpustakaan Umum 2.1.1. Pengertian Perpustakaan Umum Perpustakaan merupakan hal yang penting dalam setiap program pendidikan, penelitian dan penelitian. Perpustakaan umum merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. miliar giga byte informasi baru di produksi pada tahun 2002 dan 92% dari

BAB I PENDAHULUAN. miliar giga byte informasi baru di produksi pada tahun 2002 dan 92% dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Informasi merupakan satu hal yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan karena dengan adanya informasi kita dapat mengambil keputusan secara tepat. Informasi berkembang

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN Saya mahasiswa Jurusan Ilmu Perpustakaan Universitas Sumatera Utara yang sedang melakukan penelitian tentang Evaluasi Kompetensi Pustakawan Pelayanan Referensi di Perpustakaan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuesioner Faktor-Faktor Yang Melatarbelakangi Mahasiswa Memilih Program Studi Ilmu Perpustakaan Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Kuesioner Faktor-Faktor Yang Melatarbelakangi Mahasiswa Memilih Program Studi Ilmu Perpustakaan Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 Kuesioner Faktor-Faktor Yang Melatarbelakangi Mahasiswa Memilih Program Studi Ilmu Perpustakaan I. PETUNJUK UMUM Bacalah baik-baik setiap pertanyaan dan seluruh jawaban dibawah ini. Pilihlah

Lebih terperinci

KEMAMPUAN LITERASI INFORMASI PEMUSTAKA DI UPT PERPUSTAKAAN DAERAH JAWA TENGAH

KEMAMPUAN LITERASI INFORMASI PEMUSTAKA DI UPT PERPUSTAKAAN DAERAH JAWA TENGAH KEMAMPUAN LITERASI INFORMASI PEMUSTAKA DI UPT PERPUSTAKAAN DAERAH JAWA TENGAH Faizza Ummu Uula *), Sri Ati Suwanto Jurusan Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Soedarto,

Lebih terperinci

LITERASI INFORMASI BAG1 GURUIPENGELOLA PERPUSTAM SEKOLAH

LITERASI INFORMASI BAG1 GURUIPENGELOLA PERPUSTAM SEKOLAH I f LITERASI INFORMASI BAG1 GURUIPENGELOLA PERPUSTAM SEKOLAH d S Drs. Delman, M. Hum. (Pustakawan UNP) I I' I " Disampaikan Pada Pelatihan Calon Kepala Perpustakaan Sekolah Yang Selenggarakan di LPMP Sumatera

Lebih terperinci

Seminar Pendidikan Matematika

Seminar Pendidikan Matematika Seminar Pendidikan Matematika TEKNIK MENULIS KARYA ILMIAH Oleh: Khairul Umam dkk Menulis Karya Ilmiah adalah suatu keterampilan seseorang yang didapat melalui berbagai Latihan menulis. Hasil pemikiran,

Lebih terperinci

SIGNIFIKANSI LITERASI INFORMASI (INFORMATION LITERACY) DALAM DUNIA PENDIDIKAN DI ERA GLOBAL

SIGNIFIKANSI LITERASI INFORMASI (INFORMATION LITERACY) DALAM DUNIA PENDIDIKAN DI ERA GLOBAL SIGNIFIKANSI LITERASI INFORMASI (INFORMATION LITERACY) DALAM DUNIA PENDIDIKAN DI ERA GLOBAL Oleh : Aris Nurohman STAIN Purwokerto, email: arisnurohman@gmail.com Abstract The globalization era has imperceptible

Lebih terperinci

Pokok-pokok Pikiran Mengenai Perpustakaan Tahun 2000an 1

Pokok-pokok Pikiran Mengenai Perpustakaan Tahun 2000an 1 Pokok-pokok Pikiran Mengenai Perpustakaan Tahun 2000an 1 Oleh: Ir. Abdul R. Saleh, M.Sc dan Drs. B. Mustafa, M.Lib. 2 PENDAHULUAN Perguruan tinggi merupakan salah satu subsistem dari sistem pendidikan

Lebih terperinci

MANFAAT LITERASI INFORMASI UNTUK PROGRAM PENGENALAN PERPUSTAKAAN

MANFAAT LITERASI INFORMASI UNTUK PROGRAM PENGENALAN PERPUSTAKAAN MANFAAT LITERASI INFORMASI UNTUK PROGRAM PENGENALAN PERPUSTAKAAN Bambang Hermawan Pustakawan Universitas Islam Indonesia bambang18hermawan@gmail.com Abstrak Universitas dalam acara pengenalan kampus atau

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERPUSTAKAAN SEKOLAH DALAM MENDUKUNG PROSES BELAJAR MENGAJAR

PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERPUSTAKAAN SEKOLAH DALAM MENDUKUNG PROSES BELAJAR MENGAJAR PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERPUSTAKAAN SEKOLAH DALAM MENDUKUNG PROSES BELAJAR MENGAJAR Oleh Ishak, S.S, M.Hum PROGRAM STUDI ILMU PEPRUSTAKAAN FAKULTAS SASTRA USU MEDAN, 2008 Ishak : Pemanfaatan Sumber Daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Andi Wijaya, 2014 Pemanfaatan Internet Pada Perpustakaan Daerah Kabupaten Karawang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Andi Wijaya, 2014 Pemanfaatan Internet Pada Perpustakaan Daerah Kabupaten Karawang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan perkembangan pada era globalisasi, kini informasi bisa semakin mudah untuk diakses. Salah satu cara aksesnya adalah dengan menggunakan media

Lebih terperinci

Penerapan Sistem Otomasi Perpustakaan Untuk Meningkatkan Kinerja Pustakawan di Perpustakaan Pusat Universitas Warmadewa

Penerapan Sistem Otomasi Perpustakaan Untuk Meningkatkan Kinerja Pustakawan di Perpustakaan Pusat Universitas Warmadewa Penerapan Sistem Otomasi Perpustakaan Untuk Meningkatkan Kinerja Pustakawan di Perpustakaan Pusat Universitas Warmadewa Ni Putu Ratih Adnyana Putri 1, I Putu Suhartika 2, Richard Togaranta Ginting 3 Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendeskripsikan ketertarikan peneliti dalam memilih judul Kemampuan Literasi

BAB I PENDAHULUAN. mendeskripsikan ketertarikan peneliti dalam memilih judul Kemampuan Literasi 1 BAB I PENDAHULUAN Bab I adalah suatu bab yang disusun dalam konsep penulisan tesis yang mendeskripsikan ketertarikan peneliti dalam memilih judul Kemampuan Literasi Informasi Mahasiswa Pascasarjana (Studi

Lebih terperinci

policy? pedoman? metoda? model belajar? ?...?...?

policy? pedoman? metoda? model belajar? ?...?...? policy? pedoman? metoda? model belajar??...?...? POKOK MASALAHNYA ADALAH ADANYA PERUBAHAN : MENGUSIK KETENTRAMAN SAAT INI TERUSIK KARENA MUNGKIN : KURIKULUM YANG BERJALAN SAAT INI DIANGGAP SUDAH BAIK,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. berupa Tugas Akhir, Laporan Penelitian, jurnal maupun artikel. Karya tulis ini mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. berupa Tugas Akhir, Laporan Penelitian, jurnal maupun artikel. Karya tulis ini mengenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Dalam menyusun Tugas Akhir ini penulis merujuk pada beberapa karya tulis berupa Tugas Akhir, Laporan Penelitian, jurnal maupun artikel. Karya

Lebih terperinci

Oleh :Yusuf Dzul Ikram Al Hamidy, Heriyanto, S.Sos., MIM *

Oleh :Yusuf Dzul Ikram Al Hamidy, Heriyanto, S.Sos., MIM * KEMAMPUAN LITERASI INFORMASI MAHASISWA PADA LAYANAN AMERICAN CORNER DI UPT PERPUSTAKAAN IAIN WALISONGO SEMARANG MENURUT ASSOCIATION OF COLLEGE AND RESEARCH LIBRARIES Oleh :Yusuf Dzul Ikram Al Hamidy, Heriyanto,

Lebih terperinci

Peran lembaga pendidikan ilmu perpustakaan dan informasi dalam mempersiapkan kompetensi lulusan

Peran lembaga pendidikan ilmu perpustakaan dan informasi dalam mempersiapkan kompetensi lulusan Peran lembaga pendidikan ilmu perpustakaan dan informasi dalam mempersiapkan kompetensi lulusan Nove E. Variant Anna Departemen Informasi & Perpustakaan FISIP Univeristas Airlangga nove_hartanto@yahoo.co.uk

Lebih terperinci

LITERASI INFORMASI MAHASISWA TINGKAT AKHIR SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA BANKING SCHOOL

LITERASI INFORMASI MAHASISWA TINGKAT AKHIR SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA BANKING SCHOOL LITERASI INFORMASI MAHASISWA TINGKAT AKHIR SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA BANKING SCHOOL Ben Varian Kashira S.Hum. Dr. Tamara A. Susetyo, S.S., M.A. Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

PROBLEMATIKA KINERJA PUSTAKAWAN DI PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG

PROBLEMATIKA KINERJA PUSTAKAWAN DI PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG PROBLEMATIKA KINERJA PUSTAKAWAN DI PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG Fitra Febri Annisa 1, Desriyeni 2 Program Studi Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan FBS Universitas Negeri Padang Email:

Lebih terperinci

TUGAS. Oleh : MEI ZAQI HILDAYANA

TUGAS. Oleh : MEI ZAQI HILDAYANA TUGAS MANAJEMEN PEMASARAN JASA PERPUSTAKAAN PERAN PUSTAKAWAN DALAM PEMBENTUKAN CITRA PERPUSTAKAAN Oleh : MEI ZAQI HILDAYANA 07540021 PRODI ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU

Lebih terperinci

Kebijakan Pengembangan Perpustakaan Khusus

Kebijakan Pengembangan Perpustakaan Khusus PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Jl. Tentara Rakyat Mataram No. 29 Yogyakarta. website: bpad.jogjaprov.go.id e-mail: bpad_diy@yahoo.com Jogja Istimewa, Jogja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) adalah salah satu bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) adalah salah satu bentuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) adalah salah satu bentuk amal usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan Tinggi. Fungsi utama UMY adalah pendidikan, penelitian

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA KETRAMPILAN INSTRUKTUR MATERI INFORMATION LITERACY (IL): Studi Kasus Program Orientasi Belajar Mahasiswa (OBM) Universitas Indonesia TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nia Hastari, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nia Hastari, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perpustakaan perguruan tinggi merupakan salah satu unsur pendukung akademik penting yang tidak dapat terlepas dari kegiatan mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan pendidikan,

Lebih terperinci

JARINGAN INFORMASI IPTEK KESEHATAN Potensi dan Pengalaman USU

JARINGAN INFORMASI IPTEK KESEHATAN Potensi dan Pengalaman USU JARINGAN INFORMASI IPTEK KESEHATAN Potensi dan Pengalaman USU A. Ridwan Siregar Departemen Studi Perpustakaan dan Informasi Universitas Sumatera Utara Pendahuluan Kerjasama merupakan suatu fenomena sosial

Lebih terperinci

Perpustakaan umum kabupaten/kota

Perpustakaan umum kabupaten/kota Standar Nasional Indonesia Perpustakaan umum kabupaten/kota ICS 01.140.20 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh isi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir-akhir ini perkembangan informasi yang semakin cepat, menjadikan informasi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kebutuhan masyarakat indonesia. Informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dewasa ini untuk menciptakan kerja sama, dimana orang-orangnya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dewasa ini untuk menciptakan kerja sama, dimana orang-orangnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Public relations atau humas merupakan suatu kebutuhan dalam masyarakat dewasa ini untuk menciptakan kerja sama, dimana orang-orangnya bergerak di dalam berbagai

Lebih terperinci

PROFIL PERPUSTAKAAN IPB

PROFIL PERPUSTAKAAN IPB PROFIL PERPUSTAKAAN IPB Perpustakaan Institut Pertanian Bogor (IPB) didirikan untuk menunjang terselenggaranya tri dharma perguruan tinggi, yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat di

Lebih terperinci

Kebutuhan Pustakawan Profesional di Propinsi Sumatera Utara

Kebutuhan Pustakawan Profesional di Propinsi Sumatera Utara Kebutuhan Profesional di Propinsi Sumatera Utara Zaslina Zainuddin Departemen Studi Perpustakaan dan Informasi Universitas Sumatera Utara Abstract This research was carried out to know the requirement

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perpustakaan adalah salah satu media perantara yang penting menyangkut rantai penyebaran informasi. Dalam perkembangan informasi digital peran perpustakaan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi secara efektif yang disebut dengan literasi informasi. Literasi informasi

BAB I PENDAHULUAN. informasi secara efektif yang disebut dengan literasi informasi. Literasi informasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam dunia pendidikan tinggi, informasi dibutuhkan sebagai pendukung atau penunjang kegiatan perkuliahan dan semacam fasilitas untuk belajar secara lebih

Lebih terperinci

Perpustakaan perguruan tinggi

Perpustakaan perguruan tinggi Standar Nasional Indonesia Perpustakaan perguruan tinggi ICS 01.140.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi... 1 3 Misi... 3

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENERAPAN PROGRAM LITERASI INFORMASI DI PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA SKRIPSI

EFEKTIVITAS PENERAPAN PROGRAM LITERASI INFORMASI DI PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA SKRIPSI EFEKTIVITAS PENERAPAN PROGRAM LITERASI INFORMASI DI PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA (Studi tentang Penerapan Program Association of College & Research Libraries di Perpustakaan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dila Farida Nurfajriah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dila Farida Nurfajriah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di dunia berkembang sangat pesat dan telah mempengaruhi berbagai bidang kehidupan dan profesi.

Lebih terperinci

Sosialisasi Implementasi Gerakan Literasi Sekolah

Sosialisasi Implementasi Gerakan Literasi Sekolah Sosialisasi Implementasi Gerakan Literasi Sekolah Oleh: Laila Rahmawati, S.Ag, SS., M.Hum Disampaikan pada: Sosialisasi Sekolah Aman dan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) Program Sekolah Rujukan SMAN 2 Kuala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tantangan berat bangsa Indonesia adalah menyiapkan sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tantangan berat bangsa Indonesia adalah menyiapkan sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tantangan berat bangsa Indonesia adalah menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas yaitu manusia yang cerdas, unggul dan berdaya saing. Kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 21, manusia memasuki periode di mana teknologi informasi merambah ke hampir

BAB I PENDAHULUAN. 21, manusia memasuki periode di mana teknologi informasi merambah ke hampir 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehadiran internet menandai babak baru sejarah manusia. Sekitar abad ke- 21, manusia memasuki periode di mana teknologi informasi merambah ke hampir seluruh aspek

Lebih terperinci

Perpustakaan umum kabupaten/kota

Perpustakaan umum kabupaten/kota Standar Nasional Indonesia Perpustakaan umum kabupaten/kota Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Perpustakaan umum kabupaten/kota... 1 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan

Lebih terperinci

POLA LITERASI INFORMASI PEMUSTAKA DI PERPUSTAKAAN POLITEKNIK NEGERI PADANG

POLA LITERASI INFORMASI PEMUSTAKA DI PERPUSTAKAAN POLITEKNIK NEGERI PADANG POLA LITERASI INFORMASI PEMUSTAKA DI PERPUSTAKAAN POLITEKNIK NEGERI PADANG Yollanda Fitaloka 1, Malta Nelisa 2 Program Studi Informasi Perpustakaan dan Kearsipan FBS Universitas Negeri Padang email: fitalokay5@gmail.com

Lebih terperinci

Strategi Pengembangan Perpustakaan Instansi

Strategi Pengembangan Perpustakaan Instansi PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Jl. Tentara Rakyat Mataram No. 29 Yogyakarta. website: bpad.jogjaprov.go.id e-mail: bpad_diy@yahoo.com Jogja Istimewa, Jogja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. periode jenjang pendidikan. Kurikulum tercatat sebagai perubahan ketiga selama

BAB I PENDAHULUAN. periode jenjang pendidikan. Kurikulum tercatat sebagai perubahan ketiga selama BAB I PENDAHULUAN 1.1 latar Belakang Masalah Dalam pendidikan dewasa ini proses kegiatan belajar mengajar semakin berkembang seiring dengan perubahan waktu, begitu pula perangkat kegiatan proses belajar

Lebih terperinci

Nomor Induk Mahasiswa :. Jenis Kelamin :.

Nomor Induk Mahasiswa :. Jenis Kelamin :. Lampiran 1 ANGKET PENELITIAN Analisis Tingkat Kepuasan Pengguna terhadap Layanan Perpustakaan dengan Menggunakan Metode LibQual (Studi Kasus pada Perpustakaan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh) Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini istilah teknologi tidak dapat dipisahkan dari perkembangan ilmu pengetahuan. Teknologi mempunyai peran yang sangat penting bagi kemajuan dalam dunia pengetahuan.

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) APLIKASI KOMPUTER

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) APLIKASI KOMPUTER RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) APLIKASI KOMPUTER Mata Kuliah: Aplikasi Komputer Semester : 7 (Tujuh); Kode : USK 004; SKS : 2 (dua) Program Studi : Pendidikan Matematika Dosen : Khairul Umam, S.Si,

Lebih terperinci

MENYUSUN KURIKULUM: MENJAWAB TANTANGAN KERJA GLOBAL

MENYUSUN KURIKULUM: MENJAWAB TANTANGAN KERJA GLOBAL MENYUSUN KURIKULUM: MENJAWAB TANTANGAN KERJA GLOBAL I ndonesia merupakan salah satu Negara yanga mempunyai jumlah perguruan tinggi terbanyak di dunia, baik negeri maupun swasta. Jenis program studi maupun

Lebih terperinci

SUATU TINJAUAN TENTANG PERPUSTAKAAN SEKOLAH SEBAGAI PENUNJANG KEGIATAN BELAJAR-MENGAJAR DI SMKN 5 PADANG

SUATU TINJAUAN TENTANG PERPUSTAKAAN SEKOLAH SEBAGAI PENUNJANG KEGIATAN BELAJAR-MENGAJAR DI SMKN 5 PADANG SUATU TINJAUAN TENTANG PERPUSTAKAAN SEKOLAH SEBAGAI PENUNJANG KEGIATAN BELAJAR-MENGAJAR DI SMKN 5 PADANG Tri Bery Ariani 1, Bakhtaruddin Nst 2 Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan FBS Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perpustakaan perguruan tinggi merupakan perpustakaan yang berada di lingkungan kampus. Penggunanya adalah sivitas akademika perguruan tinggi tersebut. Adapun

Lebih terperinci

Pergeseran Paradigma Pendidikan Tinggi. PAU-PPI, Universitas Terbuka 2008

Pergeseran Paradigma Pendidikan Tinggi. PAU-PPI, Universitas Terbuka 2008 Pergeseran Paradigma Pendidikan Tinggi PAU-PPI, Universitas Terbuka 2008 Learning is a treasure that will follow its owner everywhere.. (chinese proverb) Our Motto Pergeseran Paradigma Pendidikan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan dari pendidikan Nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, tertulis dalam Pembukaan UUD 1945 Republik Indonesia, salah satunya adalah dengan sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Setiap manusia melakukan kegiatan belajar untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Setiap manusia melakukan kegiatan belajar untuk memperoleh BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia melakukan kegiatan belajar untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman. Belajar adalah syarat mutlak untuk menjadi pandai dalam tercapainya daya pikir

Lebih terperinci

PENGARUH LAYANAN INTERNET DAN KETERSEDIAAN KOLEKSI TERHADAP TINGKAT KUNJUNGAN PENGGUNA DI KANTOR PERPUSTAKAAN UMUM KOTA MEDAN SKRIPSI

PENGARUH LAYANAN INTERNET DAN KETERSEDIAAN KOLEKSI TERHADAP TINGKAT KUNJUNGAN PENGGUNA DI KANTOR PERPUSTAKAAN UMUM KOTA MEDAN SKRIPSI PENGARUH LAYANAN INTERNET DAN KETERSEDIAAN KOLEKSI TERHADAP TINGKAT KUNJUNGAN PENGGUNA DI KANTOR PERPUSTAKAAN UMUM KOTA MEDAN SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi untuk

Lebih terperinci

ANALISIS LITERASI INFORMASI PENGGUNA PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ANALISIS LITERASI INFORMASI PENGGUNA PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANALISIS LITERASI INFORMASI PENGGUNA PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Laila Hadri Nasution Program Studi Ilmu Perpustakaan Universitas Sumatera Utara Abstract The purpose of this study was to analyze

Lebih terperinci

Pengaruh Pendidikan Pemakai terhadap Penggunaan Perpustakaan di Lingkungan Mahasiswa Yayasan Prof. DR. H. Kadirun Yahya Universitas Panca Budi Medan

Pengaruh Pendidikan Pemakai terhadap Penggunaan Perpustakaan di Lingkungan Mahasiswa Yayasan Prof. DR. H. Kadirun Yahya Universitas Panca Budi Medan Pengaruh Pendidikan Pemakai terhadap Penggunaan Perpustakaan di Lingkungan Mahasiswa Yayasan Prof. DR. H. Kadirun Yahya Universitas Panca Budi Medan Eva Rabita dan Aidina Fitria Departemen Studi Perpustakaan

Lebih terperinci

UPAYA PUSTAKAWAN DALAM MEMAKSIMALKAN PEMANFAATAN E-JOURNAL DI PERGURUAN TINGGI Oleh Purwani Istiana

UPAYA PUSTAKAWAN DALAM MEMAKSIMALKAN PEMANFAATAN E-JOURNAL DI PERGURUAN TINGGI Oleh Purwani Istiana UPAYA PUSTAKAWAN DALAM MEMAKSIMALKAN PEMANFAATAN E-JOURNAL DI PERGURUAN TINGGI Oleh Purwani Istiana Email : nina@ugm.ac.id ABSTRAK Pemanfaatan database e-journal yang dilanggan DIKTI belum semaksimal mungkin

Lebih terperinci

SIKAP MAHASISWA FISIP UNSRAT TERHADAP JASA LAYANAN UPT PERPUSTAKAAN UNSRAT. Oleh: Drs. Anthonius M. Golung, SIP

SIKAP MAHASISWA FISIP UNSRAT TERHADAP JASA LAYANAN UPT PERPUSTAKAAN UNSRAT. Oleh: Drs. Anthonius M. Golung, SIP SIKAP MAHASISWA FISIP UNSRAT TERHADAP JASA LAYANAN UPT PERPUSTAKAAN UNSRAT Oleh: Drs. Anthonius M. Golung, SIP e-mail: tonygolung@yahoo.com Abstract The aim of this research is to evaluate the attitude

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika yang disusun dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan sebagai tolok ukur dalam upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuannya (Sulistyo-Basuki, 1991: 51). Perpustakaan perguruan tinggi mendukung

BAB I PENDAHULUAN. tujuannya (Sulistyo-Basuki, 1991: 51). Perpustakaan perguruan tinggi mendukung 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perpustakaan perguruan tinggi ialah perpustakaan yang terdapat pada perguruan tinggi, badan bawahannya, maupun lembaga yang berafiliasi dengan perguruan tinggi,

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOLEKSI HASIL PENELITIAN DI PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI. Oleh : IKHWAN, S.Sos., MM. (Pustakawan Madya/IV/A)

PEMBERDAYAAN KOLEKSI HASIL PENELITIAN DI PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI. Oleh : IKHWAN, S.Sos., MM. (Pustakawan Madya/IV/A) PEMBERDAYAAN KOLEKSI HASIL PENELITIAN DI PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI Oleh : 1. Pendahuluan IKHWAN, S.Sos., MM (Pustakawan Madya/IV/A) Tri Dharma Perguruan Tinggi merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. koleksi tersebut disediakan agar dapat dimanfaatkan oleh pengguna perpustakaan

BAB II KAJIAN TEORITIS. koleksi tersebut disediakan agar dapat dimanfaatkan oleh pengguna perpustakaan BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1. Ketersediaan Koleksi Pengertian ketersediaan koleksi menurut Sutarno (Sutarno 2007, 85) yaitu Ketersediaan koleksi perpustakaan adalah sejumlah koleksi atau bahan pustaka yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi, tantangan yang dihadapi perguruan tinggi di Indonesia semakin besar dan kompleks, baik yang ditimbulkan oleh dinamika internal maupun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Sugiyono (2010, 29) Metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menganalisis

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PENGEMBANGAN KBK DI PERGURUAN TINGGI. Oleh: Anik Ghufron FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2004

KONSEP DASAR PENGEMBANGAN KBK DI PERGURUAN TINGGI. Oleh: Anik Ghufron FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2004 KONSEP DASAR PENGEMBANGAN KBK DI PERGURUAN TINGGI Oleh: Anik Ghufron FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2004 EMPAT PERTANYAAN ESENSIAL DALAM KURIKULUM 1. What to teach? (Pengetahuan

Lebih terperinci

Dinn Wahyudin. Vol. 2, No. 2, Desember 2015

Dinn Wahyudin. Vol. 2, No. 2, Desember 2015 HUBUNGAN KUALITAS LAYANAN JURNAL DENGAN KEPUASAN PEMUSTAKA DI PERUSTAKAAN UPT BIT LIPI BANDUNG (Studi Deskriptif Sistem Layanan Tertutup (Close Access) pada Layanan Jurnal di Perpustakaan UPT BIT LIPI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial, artinya keberadaan manusia sangat bergantung kepada individu-individu lain yang berada disekitarnya, hal ini terbukti dengan adanya

Lebih terperinci

Evaluasi Kurikulum Prodi Teknik Informatika Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia FTI UII Yogyakarta

Evaluasi Kurikulum Prodi Teknik Informatika Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia FTI UII Yogyakarta Evaluasi Kurikulum Prodi Teknik Informatika Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia FTI UII Yogyakarta Sejarah Kurikulum Prodi Teknik Informatika Hingga saat ini, Program Studi Teknik Informatika

Lebih terperinci

PROFIL PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS WIDYATAMA : PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI SWASTA DI BANDUNG

PROFIL PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS WIDYATAMA : PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI SWASTA DI BANDUNG Profil Jurnal Pustakawan Indonesia Volume 13 No. 1 PROFIL PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS WIDYATAMA : PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI SWASTA DI BANDUNG Cucu Hodijah 1 1 Pustakawan pada Universitas Widyatama Email:

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR NASIONAL PERPUSTAKAAN KHUSUS

PERATURAN KEPALA PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR NASIONAL PERPUSTAKAAN KHUSUS SALINAN PERATURAN KEPALA PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR NASIONAL PERPUSTAKAAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gerak-gerik badaniah yang nyata (Keraf, 1993: 2). Dengan bahasa, setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. gerak-gerik badaniah yang nyata (Keraf, 1993: 2). Dengan bahasa, setiap orang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang mempergunakan simbolsimbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbiter, yang dapat diperkuat dengan gerak-gerik

Lebih terperinci

PENERAPAN LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM KURIKULUM 2013

PENERAPAN LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM KURIKULUM 2013 1 PENERAPAN LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM KURIKULUM 2013 Pendahuluan Oleh: Bambang Prihadi*) Implementasi Kurikulum 2013 dicirikan dengan perubahan yang sangat mendasar

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Prodi Teknik Busana PTBB FT UNY Tahun 2005 PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME DALAM MATA KULIAH PENGETAHUAN TEKSTIL

Prosiding Seminar Nasional Prodi Teknik Busana PTBB FT UNY Tahun 2005 PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME DALAM MATA KULIAH PENGETAHUAN TEKSTIL PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME DALAM MATA KULIAH PENGETAHUAN TEKSTIL Widihastuti Dosen Program Studi Teknik Busana Fakultas Teknik UNY widihastuti@uny.ac.id; twidihastutiftuny@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II PROFIL PERPUSTAKAAN USU

BAB II PROFIL PERPUSTAKAAN USU BAB II PROFIL PERPUSTAKAAN USU 2.1 Sejarah Singkat Perpustakaan Perpustakaan USU didirikan pada tahun 1970. Kemudian perpustakaan ini menjadi perpustakaan sentral yang dimulai dengan bergabungnya sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi digital berkaitan erat dengan digitalisasi media. Hal ini mendorong setiap media dan suatu perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan pola kehidupan masyarakat, kebutuhan, pengetahuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan pola kehidupan masyarakat, kebutuhan, pengetahuan, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perpustakaan berkembang pesat dari waktu ke waktu serta disesuaikan dengan perkembangan pola kehidupan masyarakat, kebutuhan, pengetahuan, dan teknologi informasi.

Lebih terperinci

Pengembangan Koleksi Modul 3

Pengembangan Koleksi Modul 3 Pengembangan Koleksi Modul 3 Presented by Yuni Nurjanah Pengembangan Koleksi Modul 3 by Yuni Nurjanah A. Mengenal Masyarakat yang dilayani B. Diperlukannya Kajian Pengguna C. Unsur-unsur Kajian D. Hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinamis, dan maju di berbagai bidang, menuntut seseorang harus selalu up to date

BAB I PENDAHULUAN. dinamis, dan maju di berbagai bidang, menuntut seseorang harus selalu up to date BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat, dinamis, dan maju di berbagai bidang, menuntut seseorang harus selalu up to date mengikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran bagi manusia sangat begitu penting karena dapat meningkatkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran bagi manusia sangat begitu penting karena dapat meningkatkan kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik dengan menggunakan bahan atau sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Mahasiswa sering menganggap dirinya mahir dalam mempergunakan teknologi-teknologi modern, tetapi beberapa diantaranya cenderung keliru dalam konteks akademis. Banyak mahasiswa yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya meningkatkan mutu lulusan guna memenuhi tuntutan pasar kerja internasional, (UI) mengembangkan kurikulum yang bernama Program Dasar Pendidikan Tinggi (PDPT).

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Deskripsi Latar Penelitian 3.1.1 Sumber Data 3.1.1.1 Data Primer Data primer mengacu pada informasi yang diperoleh dari tangan pertama oleh peneliti yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 047 TAHUN 2017

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 047 TAHUN 2017 PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 047 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PELAYANAN PERPUSTAKAAN DI DINAS PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pustaka artinya kitab, buku. Batasan istilah perpustakaan adalah sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pustaka artinya kitab, buku. Batasan istilah perpustakaan adalah sebuah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perpustakaan berasal dari kata dasar pustaka. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pustaka artinya kitab, buku. Batasan istilah perpustakaan adalah sebuah

Lebih terperinci

Dipresentasikan pada acara Seminar dan workshop nasional: Perpustakaan dan pustakawan inovatif dan kreatif Diselenggarakan oleh Perpustakaan

Dipresentasikan pada acara Seminar dan workshop nasional: Perpustakaan dan pustakawan inovatif dan kreatif Diselenggarakan oleh Perpustakaan Dipresentasikan pada acara Seminar dan workshop nasional: Perpustakaan dan pustakawan inovatif dan kreatif Diselenggarakan oleh Perpustakaan Universitas Airlangga Hotel Swissbellin, Surabaya, 3-4 Mei 2017

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TERHADAP MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS SEKOLAH DENGAN PRESTASI BELAJAR

HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TERHADAP MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS SEKOLAH DENGAN PRESTASI BELAJAR HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TERHADAP MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS SEKOLAH DENGAN PRESTASI BELAJAR Nur Widia Wardani Nurul Ulfatin E-mail: nurwidia_wardani@yahoo.co.id, Universitas Negeri Malang, Jl.

Lebih terperinci