BAB I KONSEP MEDIK A. DEFINISI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I KONSEP MEDIK A. DEFINISI"

Transkripsi

1 BAB I KONSEP MEDIK A. DEFINISI Kusta adalah penyakit infeksikronis yang di sebabkan oleh mycobacterium lepra yang interseluler obligat, yang pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem endotelial,mata,otot, tulang, dan testis ( djuanda, ). Kusta adalah penykit menular pada umunya mempengaruhi kulit dan saraf perifer,tetapi mempunyai cakupan manifestasi klinis yang luas ( COC, 2003). Kusta adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (Mikobakterium leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. (Depkes RI, 1998). B. ETIOLOGI M. leprae merupakan basil tahan asam (BTA), bersifat obligat intraseluler, menyerang saraf perifer, kulit, dan organ lain seperti mukosa salurean napas bagian atas, hati, dan sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat.masa membelah diri M. leprae hari dan masa tunasnya antara 40 hari 40 tahun. M. Leprae atau kuman Hansen adalah kuman penyebab penyakit kusta yang ditemukan oleh sarjana dari Norwegia, GH Armouer Hansen pada tahun Kuman ini bersifat tahan asam berbentuk batang dengan ukuran 1,8 micron, lebar 0,2-0,5 micron. Biasanya ada yang berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat di kultur dalam media buatan. Kuman ini dapat mengakibatkan infeksi sistemik pada binatang Armadillo. C. MANIFESTASI KLINIS Menurut (Dep Kes RI. Dirjen PP & PL, 2007). Tanda-tanda utama atau Cardinal Sign penyakit kusta, yaitu: 1. Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa Kelainan kulit/lesi dapat berbentuk bercak keputih-putihan (hypopigmentasi) atau kemerah-merahan (erithematous) yang mati rasa (anaesthesi). 2. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf. Gangguan fungsi saraf ini merupakan akibat dari peradangan kronis saraf tepi (neuritis perifer ). Gangguan fungsi saraf ini bisa berupa : Gangguan fungsi sensori seperti mati rasa Gangguan fungsi motoris seperti kelemahan otot (parese) atau kelumpuhan ( paralise) Gangguan fungsi otonom seperti kulit kering dan retak-retak. 3. Adanya bakteri tahan asam (BTA) didalam kerokan jaringan kulit (BTA+) Seseorang dinyatakan sebagai penderita kusta apabila di temukan satu atau lebih dari tanda-tanda utama diatas. Pada dasarnya sebagian besar penderita dapat didiagnosis dengan pemeriksaan klinis. Namun demikian pada penderita yang meragukan dapat dilakukan

2 pemeriksaan kerokan kulit. Apabila hanya ditemukan cardinal sign kedua perlu dirujuk kepada wasor atau ahli kusta, jika masih ragu orang tersebut dianggap sebagai penderita yang dicurigai. Menurut WHO (1995), diagnosis kusta ditegakkan bila terdapat satu dari tanda kardinal berikut: 1. Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas. Lesi kulit dapat tunggal atau multipel, biasanya hipopigmentasi tetapi kadang-kadang lesi kemerahan atau berwarna tembaga. Lesi dapat bervariasi tetapi umumnya berupa makula, papul, atau nodul. Kehilangan sensibilitas pada lesi kulit merupakan gambaran khas. Kerusakan saraf terutama saraf tepi, bermanifestasi sebagai kehilangan sensibilitas kulit dan kelemahan otot. Penebalan saraf tepi saja tanpa disertai kehilangan sensibilitas dan/atau kelemahan otot juga merupakan tanda kusta. 2. BTA positif. Pada beberapa kasus ditemukan basil tahan asam dari kerokan jaringan kulit. Bila ragu-ragu maka dianggap sebagai kasus dicurigai dan diperiksa ulang setiap 3 bulan sampai ditegakkan diagnosis kusta atau penyakit lain. D. PATOFISIOLOGI Meskipun cara masuk M. Leprae ke tubuh belum diketahui pasti, beberapa penelitian, tersering melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal. Setelah M. Leprae masuk ke dalam tubuh, perkembangan penyakit kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respon tubuh setelah masa tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem imunitas seluler (cellular mediated immune) pasien. Kalau sistem imunitas seluler tinggi. Penyakit berkembang ke arah tuberkuloid dan bila rendah, berkembang ke arah lepromatosa. M. Leprae berpredileksi di daerah-daerah yang relatif lebih dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasiyang sedikit. M. Leprae ( Parasis Obligat Intraseluler ) terutama terdapat pada sel macrofag sekitar pembuluh darah superior pada dermis atau sel Schwann jaringan saraf, bila kuman masuk tubuh tubuh bereaksi mengeluarkan macrofag ( berasal dari monosit darah, sel mn, histiosit ) untuk memfagosit. Tipe LL ; terjadi kelumpuha system imun seluler tinggi macrofag tidak mampu menghancurkan kuman dapat membelah diri dengan bebas merusak jaringan. Tipe TT ; fase system imun seluler tinggi macrofag dapat menghancurkan kuman hanya setelah kuman difagositosis macrofag, terjadi sel epitel yang tidak bergerak aktif, dan kemudian bersatu membentuk sel dahtian longhans, bila tidak segera diatasi terjadi reaksi berlebihan dan masa epitel menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan sekitar. Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena respons imun pada tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat reaksi seluler daripada intensitas infeksi. Oleh karena itu penyakit kusta dapat disebut sebagai penyakit imunologis.

3 E. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan Bakteriologis Ketentuan pengambilan sediaan adalah sebagai berikut: Sediaan diambil dari kelainan kulit yang paling aktif. Kulit muka sebaiknya dihindari karena alasan kosmetik kecuali tidak ditemukan lesi ditempat lain. Pemeriksaan ulangan dilakukan pada lesi kulit yang sama dan bilaperlu ditambah dengan lesi kulit yang baru timbul. Lokasi pengambilan sediaan apus untuk pemeriksaan mikobakterium leprae ialah: o Cuping telinga kiri atau kanan o Dua sampai empat lesi kulit yang aktif ditempat lain Sediaan dari selaput lendir hidung sebaiknya dihindari karena: o Tidak menyenangkan pasien o Positif palsu karena ada mikobakterium lain o Tidak pernah ditemukan mikobakterium leprae pada selaput lendir hidung apabila sedian apus kulit negatif. o Pada pengobatan, pemeriksaan bakterioskopis selaput lendir hidung lebih dulu negatif dari pada sediaan kulit ditempat lain. Indikasi pengambilan sediaan apus kulit : o Semua orang yang dicurigai menderita kusta o Semua pasien baru yang didiagnosis secara klinis sebagai pasien kusta o Semua pasien kusta yang diduga kambuh (relaps) atau karena tersangka kuman resisten terhadap obat o Semua pasien MB setiap 1 tahun sekali Pemerikaan bakteriologis dilakukan dengan pewarnaan tahan asam,yaitu ziehl neelsen atau kinyoun gabett. Cara menghitung BTA dalam lapangan mikroskop ada 3 metode yaitu cara zig zag, huruf z, dan setengah atau seperempat lingkaran. Bentuk kuman yang mungkin ditemukan adalah bentuk utuh (solid), pecah-pecah (fragmented), granula (granulates), globus dan clumps. 2. Indeks Bakteri (IB): Merupakan ukuran semikuantitatif kepadatan BTA dalam sediaan hapus.ib digunakan untuk menentukan tipe kusta dan mengevaluasi hasil pengobatan. Penilaian dilakukan menurut skala logaritma RIDLEYsebagai berikut :0 : Bila tidak ada BTA dalam 100 lapangan pandang1 : Bila 1-10 BTA dalam 100 lapangan pandang2 : Bila 1-10 BTA dalam 10 lapangan pandang3 : Bila 1-10 BTA dalam ratarata 1 lapangan pandang4 : Bila BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang5 : Bila BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang6 : Bila >1000 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang. 3. Indeks Morfologi (IM) Merupakan persentase BTA bentuk utuh terhadap seluruh BTA. IMdigunakan untuk mengetahui daya penularan kuman, mengevaluasi hasil pengobatan, dan membantu menentukan resistensi terhadap obat.

4 F. PENATALAKSANAAN 1. Terapi Medik Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah penyembuhan pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insiden penyakit. Program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin, klofazimin, dan DDS dimulai tahun Program ini bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat, dan mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan. Rejimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai rekomendasi WHO 1995 sebagai berikut: a. Tipe PB ( PAUSE BASILER) Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa : Rifampisin 600mg/bln diminum didepan petugas DDS tablet 100 mg/hari diminum di rumah. Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan dan setelah selesai minum 6 dosis dinyatakan RFT (Release From Treatment) meskipun secara klinis lesinya masih aktif. Menurut WHO(1995) tidak lagi dinyatakan RFT tetapi menggunakan istilah Completion Of Treatment Cure dan pasien tidak lagi dalam pengawasan. b. Tipe MB ( MULTI BASILER) Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa: Rifampisin 600mg/bln diminum didepan petugas. Klofazimin 300mg/bln diminum didepan petugas dilanjutkan dengan klofazimin 50 mg /hari diminum di rumah. DDS 100 mg/hari diminum dirumah, Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan sesudah selesai minum 24 dosis dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan pemeriksaan bakteri positif. Menurut WHO (1998) pengobatan MB diberikan untuk 12 dosis yang diselesaikan dalam bulan dan pasien langsung dinyatakan RFT. c. Dosis untuk anak Klofazimin: Umur, dibawah 10 tahun: /blnharian 50mg/2kali/minggu, Umur tahun, Bulanan 100mg/bln, Harian 50mg/3kali/minggu,DDS:1-2mg /Kg BB,Rifampisin:10-15mg/Kg BB. d. Pengobatan MDT terbaru Metode ROM adalah pengobatan MDT terbaru. Menurut WHO(1998), pasien kusta tipe PB dengan lesi hanya 1 cukup diberikan dosis tunggal rifampisin 600 mg, ofloksasim 400mg dan minosiklin 100 mg dan pasien langsung dinyatakan RFT, sedangkan untuk tipe PB dengan 2-5 lesi diberikan 6 dosis dalam 6 bulan. Untuk tipe MB diberikan sebagai obat alternatif dan dianjurkan digunakan sebanyak 24 dosis dalam 24 jam.

5 e. Putus obat Pada pasien kusta tipe PB yang tidak minum obat sebanyak 4 dosis dari yang seharusnya maka dinyatakan DO, sedangkan pasien kusta tipe MB dinyatakan DO bila tidak minum obat 12 dosis dari yang seharusnya. 2. Perawatan Umum Perawatan pada morbus hansen umumnya untuk mencegah kecacatan. Terjadinya cacat pada kusta disebabkan oleh kerusakan fungsi saraf tepi, baik karena kuman kusta maupun karena peradangan sewaktu keadaan reaksi netral. a. Perawatan mata dengan lagophthalmos Penderita memeriksa mata setiap hari apakah ada kemerahan atau kotoran Penderita harus ingat sering kedip dengan kuat Mata perlu dilindungi dari kekeringan dan debu b. Perawatan tangan yang mati rasa Penderita memeriksa tangannya tiap hari untuk mencari tanda- tanda luka, melepuh Perlu direndam setiap hari dengan air dingin selama lebih kurang setengah jam Keadaan basah diolesi minyak Kulit yang tebal digosok agar tipis dan halus Jari bengkok diurut agar lurus dan sendi-sendi tidak kaku Tangan mati rasa dilindungi dari panas, benda tajam, luka c. Perawatan kaki yang mati rasa Penderita memeriksa kaki tiap hari Kaki direndam dalam air dingin lebih kurang ½ jam Masih basah diolesi minyak Kulit yang keras digosok agar tipis dan halus Jari-jari bengkok diurut lurus Kaki mati rasa dilindungi d. Perawatan luka Luka dibersihkan dengan sabun pada waktu direndam Luka dibalut agar bersih Bagian luka diistirahatkan dari tekanan Bila bengkak, panas, bau bawa ke puskesmas Tanda penderita melaksanakan perawatan diri: a. Kulit halus dan berminyak b. Tidak ada kulit tebal dan keras c. Luka dibungkus dan bersih d. Jari-jari bengkak menjadi kaku

6 A. PENGKAJIAN 1. Biodata BAB II KONSEP KEPERAWATAN a) Umur memberikan petunjuk mengenai dosis obat yang diberikan, anak-anak dan dewasa pemberian dosis obatnya berbeda. Pekerjaan, alamat menentukan tingkat sosial, ekonomi dan tingkat kebersihan lingkungan. Karena pada kenyataannya bahwa sebagian besar penderita kusta adalah dari golongan ekonomi lemah. b) Riwayat Penyakit Sekarang Biasanya klien dengan morbus hansen datang berobat dengan keluhan adanya lesi dapat tunggal atau multipel, neuritis (nyeri tekan pada saraf) kadangkadang gangguan keadaan umum penderita (demam ringan) dan adanya komplikasi pada organ tubuh. c) Riwayat Kesehatan Masa Lalu Pada klien dengan morbus hansen reaksinya mudah terjadi jika dalam kondisi lemah, kehamilan, malaria, stres, sesudah mendapat imunisasi d) Riwayat Kesehatan Keluarga Morbus hansen merupakan penyakit menular yang menahun yang disebabkan oleh kuman kusta ( mikobakterium leprae) yang masa inkubasinya diperkirakan 2-5 tahun. Jadi salah satu anggota keluarga yang mempunyai penyakit morbus hansen akan tertular. e) Riwayat Psikososial Fungsi tubuh dan komplikasi yang diderita. Klien yang menderita morbus hansen akan malu karena sebagian besar masyarakat akan beranggapan bahwa penyakit ini merupakan penyakit kutukan, sehingga klien akan menutup diri dan menarik diri, sehingga klien mengalami gangguan jiwa pada konsep diri karena penurunan f) Pola Aktivitas Sehari-hari Aktifitas sehari-hari terganggu karena adanya kelemahan pada tangan dan kaki maupun kelumpuhan. Klien mengalami ketergantungan pada orang lain dalam perawatan diri karena kondisinya yang tidak memungkinkan. g) Pemeriksaan Fisik Keadaan umum klien biasanya dalam keadaan demam karena reaksi berat pada tipe I, reaksi ringan, berat tipe II morbus hansen. Lemah karena adanya gangguan saraf tepi motorik. Sistem penglihatan. Adanya gangguan fungsi saraf tepi sensorik, kornea mata anastesi sehingga reflek kedip berkurang jika terjadi infeksi mengakibatkan kebutaan, dan saraf tepi motorik terjadi kelemahan mata akan lagophthalmos jika ada infeksi akan buta. Pada morbus hansen tipe II reaksi berat, jika terjadi peradangan pada organ-organ tubuh akan

7 mengakibatkan irigocyclitis. Sedangkan pause basiler jika ada bercak pada alis mata maka alis mata akan rontok. Sistem pernafasan. Klien dengan morbus hansen hidungnya seperti pelana dan terdapat gangguan pada tenggorokan. Sistem persarafan: Kerusakan fungsi sensorik Kelainan fungsi sensorik ini menyebabkan terjadinya kurang/ mati rasa. Alibat kurang/ mati rasa pada telapak tangan dan kaki dapat terjadi luka, sedang pada kornea mata mengkibatkan kurang/ hilangnya reflek kedip. Kerusakan fungsi motorik Kekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah/ lumpuh dan lama-lama ototnya mengecil (atropi) karena tidak dipergunakan. Jari-jari tangan dan kaki menjadi bengkok dan akhirnya dapat terjadi kekakuan pada sendi (kontraktur), bila terjadi pada mata akan mengakibatkan mata tidak dapat dirapatkan (lagophthalmos). Kerusakan fungsi otonom Terjadi gangguan pada kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit menjadi kering, menebal, mengeras dan akhirnya dapat pecah-pecah. Sistem muskuloskeletal. Adanya gangguan fungsi saraf tepi motorik adanya kelemahan atau kelumpuhan otot tangan dan kaki, jika dibiarkan akan atropi. Sistem integumen. Terdapat kelainan berupa hipopigmentasi (seperti panu), bercak eritem (kemerah-merahan), infiltrat (penebalan kulit), nodul (benjolan). Jika ada kerusakan fungsi otonom terjadi gangguan kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit kering, tebal, mengeras dan pecah-pecah. Rambut: sering didapati kerontokan jika terdapat bercak. B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri akut yang berhubungan dengan proses inflamasi jaringan 2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan dengan lesi dan proses inflamasi 3. Hipertermia berhubungan dengan adanya infeksi 4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik 5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan dan kehilangan fungsi tubuh

8 C. INTERVENSI NO DIAGNOSA 1 Nyeri Akut Batasan karakteristik: Subyektif: Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan (nyeri) dengan isyarat TUJUAN/KRITERIA HASIL (NOC) Tingkat kenyamanan: tingkat presepsi positif terhadap kemudahan fisik & psikologis Pengendalian nyeri: tindakan individu untuk mrngendalikan nyeri INTERVENSI (NIC) Manajemen nyeri: meringankan atau mengurangi nyeri sampai sampai pada tingkat kenyamanan yang dapatditerima oleh pasien Obyektif: Posisi untuk menghindari nyeri Perilaku menjaga atau sikap melindungi 2 Kerusakan integritas kulit Batasan Karakteristik: Obyektif: Kerusakan pada permukaan kulit (epidermis) 3 Hipertermia Batasan karakteristik: Obyektif: Kulit merah Respon alergi setempat: tingkat keparahan respons hipersensitivitas imun setempat terhadap antigen lingkungan (oksigen) tertentu Penyembuhan luka sekunder: tingkat regenerasi yang telah dicapai oleh sel dan jaringan pada luka terbuka Termoregulasi: keseimbangan antara produksi panas, peningkatan panas, Pemeriksaan akses dialisis: memelihara area akses pembuluh darah (arteri vena) Manajemen pruritus: mencegah dan mengobati gatal Surveilans kulit: mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk mempertahankan integritas kulit dan membran mukosa Perawatan luka: mencegah komlikasi luka dan meningkatkan penyembuhan luka Regulasi suhu: mencapai atau mempertahankan suhu tubuh dalam rentang

9 Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal kehilngan panas. Tanda-tanda vital: nilai suhu, denyut nadi, frekuensi pernapasan, tekanan darah dalam rentang normal normal Pemantauan tanda vital: mengumpulkan dan menganlisi data kardiovaskuler, pernapasan, dan suhu tubuh untuk menentukan serta mencegah komplikasi 4 Hambatan Mobilitas fisik Batasan Karakteristik :. Joint Movement : Active Mobility Level Self care : ADLs Transfer performance Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan Setelah dilakukan tindakan Konsultasikan dengan keperawatan selama terapi fisik tentang mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil: rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan Klien meningkat dalam Bantu klien untuk aktivitas fisik menggunakan tongkat Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas saat berjalan dan cegah terhadap cedera Memverbalisasikan Ajarkan pasien atau perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi Memperagakan Latih pasien dalam penggunaan alat Bantu pemenuhan kebutuhan untuk mobilisasi (walker) ADLs secara mandiri sesuai kemampuan Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan 5

10 5 Gangguan citra tubuh Batasan Karakteristik: Subyektif: Rasa takut terhadap penolakan atau reaksi dari orang lain Perasaan negatif tentang tubuh (misalnya, pearasaan putu asa, tidak mampu, atau tidak berdaya) Mengungkapkan secara verbal perubahan gaya hidup Obyektif: Pereubahan aktual pada struktur atau fungsi (tubuh) Perilaku menghindar, memantau, ataub mencari tahu tentang tubuh individu Perubahan dalam keterlibatan sosial Citra Tubuh: persepsi Peningkatan Citra terhadap penampilan dan Tubuh: meningkatkan fungsi tubuh sendiri persepsi sadar dan tak Penyesuaian Psikososial : sadar pasien serta sikap Perubahan hidup: respons terhadap tubuh pasien psikososial yang adaptif Peningkatan Koping: pada individu terhadap membantu pasien untuk perubahahn hiup yang berdaptasi dengan bermakna. denhan persepsi streson, perubahan, atau ancaman yang menghambat pemenuhan tuntutan dan peran hidup

11 DAFTAR PUSTAKA - Mansjoer, Arif M. Kapita selekta kedokteran, jilid Media aesculapius. Jakarta - Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Ed. III, media Aeuscualpius, Jakarta.

Laporan Pendahuluan Morbus Hansen. BAB 1 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Laporan Pendahuluan Morbus Hansen.  BAB 1 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Laporan Pendahuluan Morbus Hansen Ditulis pada Kamis, 24 Maret 2016 04:03 WIB oleh damian dalam katergori Mikrobiologi tag Morbus hansen, Kusta, Lepra, Mikrobilogi, Laporan Pendahuluan http://fales.co/blog/laporan-pendahuluan-morbus-hansen.html

Lebih terperinci

MAKALAH SISTEM INTEGUMEN

MAKALAH SISTEM INTEGUMEN MAKALAH SISTEM INTEGUMEN GANGGUAN INTEGUMEN AKIBAT INFEKSI BAKTERI (KUSTA) DI SUSUN OLEH KELOMPOK IV 1. PRAMANDA 2. RITA NOVITA 3. RONI APRIADI 4. SOFIANA RAHMANI 5. SRI WAHYU NINGSIH 6. SUCIYATI RAHMADANI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENYAKIT KUSTA 1. Pengertian Umum. Epidemiologi kusta adalah ilmu yang mempelajari tentang masyarakat kejadian, penyebaran dan faktor yang mempengaruhi sekelompok manusia. Timbulnya

Lebih terperinci

PROSEDUR DIAGNOSIS KUSTA

PROSEDUR DIAGNOSIS KUSTA Kabupaten dr. ABDUL FATAH A. NIP: 197207292006041014 1.Pengertian 2.Tujuan Adalah penilaian klinis atau pernyataan ringkas tentang status kesehatan individu yang didapatkan melalui proses pengumpulan data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium leprae (M.leprae) yang pertama kali menyerang susunan saraf

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium leprae (M.leprae) yang pertama kali menyerang susunan saraf BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae (M.leprae) yang pertama kali menyerang susunan saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang

Lebih terperinci

-Faktor penyebab penyakit kusta. -Tanda dan gejala penyakit kusta. -Cara penularan penyakit kusta. -Cara mengobati penyakit kusta

-Faktor penyebab penyakit kusta. -Tanda dan gejala penyakit kusta. -Cara penularan penyakit kusta. -Cara mengobati penyakit kusta SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENYAKIT KUSTA Judul Pokok Bahasan : Penyakit Kusta : Tanda dan Gejala Penyakit Kusta Sub Pokok Bahasan : -Pengertian penyakit kusta - Penyebab penyakit kusta -Faktor penyebab

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH. Oleh: YUVENSIUS USBOKO NPM :

KARYA TULIS ILMIAH. Oleh: YUVENSIUS USBOKO NPM : STUDI KASUS PADA KELUARGA Tn. S DENGAN ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI MASALAH KEPERAWATAN KURANG PENGETAHUAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS KUSTA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKORAME KOTA KEDIRI KARYA TULIS ILMIAH

Lebih terperinci

5. Sulfas Ferrosus Obat tambahan untuk penderita kusta yang mengalami anemia berat.

5. Sulfas Ferrosus Obat tambahan untuk penderita kusta yang mengalami anemia berat. PENGOBATAN DAN KECACATAN PENYAKIT KUSTA / LEPRA Dr. Suparyanto, M.Kes PENGOBATAN DAN KECACATAN PENYAKIT KUSTA / LEPRA Tujuan Pengobatan Menyembuhkan penderita kusta dan mencegah timbulnya cacat. Pada penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lepra adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lepra adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lepra adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae (M. leprae). Kuman ini bersifat intraseluler obligat yang menyerang saraf tepi dan dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kronis pada manusia yang disebabkan Mycobacterium leprae (M. leprae) yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kronis pada manusia yang disebabkan Mycobacterium leprae (M. leprae) yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Kusta Lepra (penyakit kusta, Morbus Hansen) adalah suatu penyakit infeksi kronis pada manusia yang disebabkan Mycobacterium leprae (M. leprae) yang secara primer menyerang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit kusta (morbus Hansen) merupakan penyakit infeksi kronis menahun

I. PENDAHULUAN. Penyakit kusta (morbus Hansen) merupakan penyakit infeksi kronis menahun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta (morbus Hansen) merupakan penyakit infeksi kronis menahun yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae ( M.leprae ) yang menyerang hampir semua organ tubuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Mekanisme Koping Kemampuan koping diperlukan oleh setiap manusia untuk mampu bertahan hidup didalam lingkungan yang selalu berubah dengan cepat. Koping merupakan proses pemecahan

Lebih terperinci

Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun yang menyerang saraf perifer, kulit dan jaringan tubuh lainnya.

Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun yang menyerang saraf perifer, kulit dan jaringan tubuh lainnya. LAPORAN PENDAHULUAN KUSTA A. Pengertian Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun yang menyerang saraf perifer, kulit dan jaringan tubuh lainnya. Lepra : Morbus hansen, Hamseniasis.Reaksi :Episode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta atau lepra (leprosy) atau disebut juga Morbus hansen merupakan penyakit menular kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Penyakit kusta

Lebih terperinci

Klasifikasi penyakit kusta

Klasifikasi penyakit kusta Penyakit kusta merupakan masalah dunia, terutama bagi Negara-negara berkembang. Di Indonesia pada tahun 1997 tercatat 33.739 orang, yang merupakan negara ketiga terbanyak penderitanya setelah India dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kusta 1. Pengertian Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman mycobacterium leprae(m. leprae) yang pertama kali menyerang susunan saraf tepi, selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Kusta merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat komplek. Penyebab penyakit kusta yaitu Mycobacterium Leprae. Masalah yang dimaksud

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEMAM CHIKUNGUNYA Oleh DEDEH SUHARTINI

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEMAM CHIKUNGUNYA Oleh DEDEH SUHARTINI ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEMAM CHIKUNGUNYA Oleh DEDEH SUHARTINI A. PENGERTIAN Chikungunya berasal dari bahasa Shawill artinya berubah bentuk atau bungkuk, postur penderita memang kebanyakan membungkuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kusta 2.1.1. Definisi Istilah kusta berasal dari bahasa India, yakni kushtha berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Sebenarnya kusta bila ditemukan dalam stadium dini

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Sebenarnya kusta bila ditemukan dalam stadium dini BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penderita kusta (lepra) di Indonesia dewasa ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Sebenarnya kusta bila ditemukan dalam stadium dini merupakan penyakit ringan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. Masa tunas dari

BAB I PENDAHULUAN. kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. Masa tunas dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kusta merupakan penyakit infeksi kronik yang penyebabnya ialah Mycobacterium leprae dan bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit

Lebih terperinci

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru 1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) terutama menyerang kulit dan saraf tepi. Penularan dapat terjadi dengan cara kontak

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN Di Ruang Dahlia 2 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN Di Ruang Dahlia 2 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN Di Ruang Dahlia 2 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tugas Mandiri Stase Praktek Keperawatan Dasar Disusun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan materi penelitian yaitu : Teori Kusta, teori dukungan keluarga, teori upaya pencegahan penderita kusta, serta kerangka teori.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kusta (Mycobacterium leprae) yang awalnya menyerang saraf tepi, dan selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. kusta (Mycobacterium leprae) yang awalnya menyerang saraf tepi, dan selanjutnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kusta adalah penyakit menular dan menahun yang disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang awalnya menyerang saraf tepi, dan selanjutnya menyerang kulit,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit kusta (Morbus Hansen, Lepra) Penyakit kusta (Morbus Hansen, Lepra) adalah suatu infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae, primer menyerang saraf tepi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi kusta Penyakit kusta adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang di sebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada syaraf

Lebih terperinci

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,

Lebih terperinci

dan menjadi dasar demi terwujudnya masyarakat yang sehat jasmani dan rohani.

dan menjadi dasar demi terwujudnya masyarakat yang sehat jasmani dan rohani. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya peningkatan kesehatan masyarakat merupakan tanggung jawab bersama dan menjadi dasar demi terwujudnya masyarakat yang sehat jasmani dan rohani. Indonesia masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya dari segi medis namun juga psikososial, sedangkan bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. hanya dari segi medis namun juga psikososial, sedangkan bagi masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit infeksi kronis yang hingga saat ini masih menimbulkan permasalahan yang bersifat kompleks baik bagi penderita maupun masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. World Health Organization (WHO) pada berbagai negara terjadi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. World Health Organization (WHO) pada berbagai negara terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae (M. leprae) yang pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit,

Lebih terperinci

1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan

1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan PANCA INDERA Pengelihatan 1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan (tembus cahaya) yang disebut

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID Definisi: Typhoid fever ( Demam Tifoid ) adalah suatu penyakit umum yang menimbulkan gejala gejala sistemik berupa kenaikan suhu dan kemungkinan penurunan kesadaran. Etiologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh masih kurangnya pengetahuan/pengertian, kepercayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh masih kurangnya pengetahuan/pengertian, kepercayaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular sampai saat ini sangat ditakuti oleh semua orang baik itu dari masyarakat, keluarga, termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan oleh masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler. mengenai organ lain kecuali susunan saraf pusat.

BAB I PENDAHULUAN. kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler. mengenai organ lain kecuali susunan saraf pusat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta atau morbus Hansen merupakan infeksi granulomatosa kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Kusta dapat

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

Tindakan keperawatan (Implementasi)

Tindakan keperawatan (Implementasi) LAMPIRAN CATATAN PERKEMBANGAN No. Dx Implementasi dan Evaluasi Keperawatan Hari/ Pukul tanggal 1 Senin / 02-06- 14.45 15.00 15.25 15.55 16.00 17.00 Tindakan keperawatan (Implementasi) Mengkaji kemampuan

Lebih terperinci

Profil Program P2 Kusta Dinkes Kayong Utara

Profil Program P2 Kusta Dinkes Kayong Utara Profil Program P2 Kusta Dinkes Kayong Utara 2009-2011 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, pada akhirnya buku Profil Program Pemberantasan Penyakit Kusta Kabupaten Kayong Utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan angka kejadiannya yang masih tinggi (World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. dengan angka kejadiannya yang masih tinggi (World Health Organization BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kusta merupakan salah satu dari 17 penyakit tropis yang masih terabaikan dengan angka kejadiannya yang masih tinggi (World Health Organization (WHO), 2013). Tahun 2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan penyumbang kusta nomor 4 terbesar di dunia setelah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan penyumbang kusta nomor 4 terbesar di dunia setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta tersebar di Indonesia secara tidak merata dengan angka penderita yang terdaftar sangat bervariasi menurut Propinsi dan Kabupaten. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA DENGAN PROSES PENYEMBUHAN PADA PENDERITA KUSTA DI KABUPATEN BENGKALIS RIAU TAHUN 2010

KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA DENGAN PROSES PENYEMBUHAN PADA PENDERITA KUSTA DI KABUPATEN BENGKALIS RIAU TAHUN 2010 KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA DENGAN PROSES PENYEMBUHAN PADA PENDERITA KUSTA DI KABUPATEN BENGKALIS RIAU TAHUN 2010 No. Urut Responden : Alamat Responden : Tanggal Wawancara

Lebih terperinci

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri A. Pengertian Defisit Perawatan Diri Kurang perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Maslim, 2001). Kurang perawatan diri adalah

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR INTERNAL YANG BERPERAN DALAM KEBERHASILAN TERAPI PASIEN TERHADAP PENYAKIT MORBUS HANSEN DI KOTA BANDAR LAMPUNG.

FAKTOR-FAKTOR INTERNAL YANG BERPERAN DALAM KEBERHASILAN TERAPI PASIEN TERHADAP PENYAKIT MORBUS HANSEN DI KOTA BANDAR LAMPUNG. FAKTOR-FAKTOR INTERNAL YANG BERPERAN DALAM KEBERHASILAN TERAPI PASIEN TERHADAP PENYAKIT MORBUS HANSEN DI KOTA BANDAR LAMPUNG (Skripsi) Oleh SITI ZAHNIA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium leprae (M.leprae). Kuman golongan myco ini berbentuk batang yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium leprae (M.leprae). Kuman golongan myco ini berbentuk batang yang 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Kusta 2.1.1 Pengertian Penyakit kusta adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae (M.leprae). Kuman golongan myco ini berbentuk batang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kusta merupakan infeksi kronis granulomatous yang mengenai kulit, syaraf tepi

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kusta merupakan infeksi kronis granulomatous yang mengenai kulit, syaraf tepi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penyakit kusta merupakan infeksi kronis granulomatous yang mengenai kulit, syaraf tepi dan jaringan tubuh lainnya disebabkan oleh organisme obligat intraselluler Mycobacterium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makalah lepra

BAB I PENDAHULUAN. makalah lepra makalah lepra BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang masih merupakan masalah nasional kesehatan masyarakat, dimana beberapa daerah di Indonesia prevalens

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Kusta merupakan penyakit menular langsung yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae)

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan 1 BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan jaringan subkutan biasanya disebabkan oleh invasi bakteri melalui suatu area yang robek pada kulit,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI Tuberkulosis A.1 Definisi Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini ditemukan pertama kali oleh Robert

Lebih terperinci

nonfarmakologi misalnya, teknik

nonfarmakologi misalnya, teknik LAMPIRAN CATATAN PERKEMBANGAN Hari Pertama Hari/ tanggal/ Waktu Rabu, 20 Mei 2015 Pukul 09.00-10.30 No. Implementasi DX 1. 9. Mengkaji keluhan nyeri meliputi lokasi, karakteristik, awitan/durasi, frekuensi,

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KECACATAN PENDERITA KUSTA DI KABUPATEN NGAWI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KECACATAN PENDERITA KUSTA DI KABUPATEN NGAWI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KECACATAN PENDERITA KUSTA DI KABUPATEN NGAWI Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memproleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

PENGALAMAN KLIEN DALAM MENJALANI PENGOBATAN KUSTA DI WILAYAH KABUPATEN BATANG

PENGALAMAN KLIEN DALAM MENJALANI PENGOBATAN KUSTA DI WILAYAH KABUPATEN BATANG PENGALAMAN KLIEN DALAM MENJALANI PENGOBATAN KUSTA DI WILAYAH KABUPATEN BATANG SKRIPSI Disusun oleh : HERI KRIS SUBIYANTO NIM : 11.0764.S SRI WINARSIH NIM : 11.0792.S PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN SEKOLAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengisi rongga dada, terletak disebelah kanan dan kiri dan ditengah

BAB I PENDAHULUAN. mengisi rongga dada, terletak disebelah kanan dan kiri dan ditengah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar thoraks, yang merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan. Paru-paru ada dua,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 persentase jumlah penduduk berdasarkan usia di pulau Jawa paling banyak adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri terhadap perubahan,respon

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri terhadap perubahan,respon BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Mekanisme Koping Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan oleh individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri terhadap perubahan,respon terhadap situasi yang menggancam.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kusta Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae yang terjadi pada kulit dan saraf tepi. Manifestasi klinis dari penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi bidang promotif, pencegahan, dan pengobatan seharusnya

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi bidang promotif, pencegahan, dan pengobatan seharusnya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberadaan penyakit kusta atau lepra sangat ditakuti. Penyakit itu disebabkan bakteri Microbakterium leprae, juga dipicu gizi buruk. Tidak jarang penderitanya dikucilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae. Kecacatan / cacat

BAB II TINJAUAN TEORI. yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae. Kecacatan / cacat BAB II TINJAUAN TEORI A. Kusta 1. Pengertian Penyakit kusta adalah suatu infeksi granulomatosa menahun pada manusia, yang menyerang jaringan superfisial, khususnya kulit, saraf tepi (Isselbacher, Ashadi,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Amiruddin dalam Harahap (2002) menjelaskan penyakit kusta adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Amiruddin dalam Harahap (2002) menjelaskan penyakit kusta adalah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Penyakit kusta Amiruddin dalam Harahap (2002) menjelaskan penyakit kusta adalah penyakit kronik disebabkan kuman Mycobacterium leprae yang pertama kali menyerang susunan

Lebih terperinci

Tingginya prevalensi kusta di Kabupaten Blora juga didukung oleh angka penemuan kasus baru yang cenderung meningkat dari tahun 2007 sampai dengan

Tingginya prevalensi kusta di Kabupaten Blora juga didukung oleh angka penemuan kasus baru yang cenderung meningkat dari tahun 2007 sampai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kusta adalah penyakit menular dan menahun yang disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang awalnya menyerang saraf tepi, dan selanjutnya menyerang kulit,

Lebih terperinci

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1 Mengapa Kita Batuk? Batuk adalah refleks fisiologis. Artinya, ini adalah refleks yang normal. Sebenarnya batuk ini berfungsi untuk membersihkan tenggorokan dan saluran napas. Atau dengan kata lain refleks

Lebih terperinci

Kebutuhan Personal Higiene. Purnama Anggi AKPER KESDAM IM BANDA ACEH

Kebutuhan Personal Higiene. Purnama Anggi AKPER KESDAM IM BANDA ACEH Kebutuhan Personal Higiene Purnama Anggi AKPER KESDAM IM BANDA ACEH Pendahuluan Kebersihan merupakan hal yang penting Dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan Konsep Dasar Berasal dari bahasa Yunani,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parekim paru. Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh kainnya, termasuk meningitis, ginjal,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Definisi Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman tuberkulosis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

Lebih terperinci

PENGARUH KOINSIDENSI DIABETES MELITUS TERHADAP LAMA PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN

PENGARUH KOINSIDENSI DIABETES MELITUS TERHADAP LAMA PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN PENGARUH KOINSIDENSI DIABETES MELITUS TERHADAP LAMA PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN 2008 2009 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

Mengenal Penyakit Kelainan Darah Mengenal Penyakit Kelainan Darah Ilustrasi penyakit kelainan darah Anemia sel sabit merupakan penyakit kelainan darah yang serius. Disebut sel sabit karena bentuk sel darah merah menyerupai bulan sabit.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing sehingga yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing sehingga yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organism (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu dari sudut pandang biologis semua

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kusta 2.1.1 Definisi dan Etiologi Kusta Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi dan Patogenesis Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

Lebih terperinci

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita Saat menemukan penderita ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk menentukan tindakan selanjutnya, baik itu untuk mengatasi situasi maupun untuk mengatasi korbannya. Langkah langkah penilaian pada penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kusta merupakan salah satu jenis penyakit menular yang masih

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kusta merupakan salah satu jenis penyakit menular yang masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta merupakan salah satu jenis penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Selain menimbulkan masalah kesehatan penyakit kusta juga

Lebih terperinci

Laporan Kasus REAKSI KUSTA TIPE 2 PADA PENDERITA KUSTA MULTIBASILER (MB) YANG TELAH MENYELESAIKAN TERAPI MDT-MB. dr. Cut Putri Hazlianda

Laporan Kasus REAKSI KUSTA TIPE 2 PADA PENDERITA KUSTA MULTIBASILER (MB) YANG TELAH MENYELESAIKAN TERAPI MDT-MB. dr. Cut Putri Hazlianda Laporan Kasus REAKSI KUSTA TIPE 2 PADA PENDERITA KUSTA MULTIBASILER (MB) YANG TELAH MENYELESAIKAN TERAPI MDT-MB dr. Cut Putri Hazlianda DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN USU

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang menyerang kulit dan susunan saraf tepi,sering dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang menyerang kulit dan susunan saraf tepi,sering dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit kusta 1. Definisi Penyakit kusta merupakan suatu penyakit menular menahun yang menyerang kulit dan susunan saraf tepi,sering dapat menimbulkan reaksi akut (ekserbasi)

Lebih terperinci

Tentang Penyakit SIPILIS dan IMPOTEN...!!! Posted by AaZ - 12 Aug :26

Tentang Penyakit SIPILIS dan IMPOTEN...!!! Posted by AaZ - 12 Aug :26 Tentang Penyakit SIPILIS dan IMPOTEN...!!! Posted by AaZ - 12 Aug 2009 19:26 1. SIFILIS Sifilis adalah penyakit kelamin yang bersifat kronis dan menahun walaupun frekuensi penyakit ini mulai menurun, tapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium leprae, ditemukan pertama kali oleh sarjana dari Norwegia GH

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium leprae, ditemukan pertama kali oleh sarjana dari Norwegia GH 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia, masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai ke masalah sosial, ekonomi, budaya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan Nasional telah mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan Nasional telah mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan Nasional telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, peraikan lingkungan hidup,

Lebih terperinci

OTC (OVER THE COUNTER DRUGS)

OTC (OVER THE COUNTER DRUGS) OTC (OVER THE COUNTER DRUGS) Obat adalah bahan atau panduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,

Lebih terperinci

Obat Penyakit Diabetes dan Berbagai Komplikasi Neuropati

Obat Penyakit Diabetes dan Berbagai Komplikasi Neuropati Obat Penyakit Diabetes dan Berbagai Komplikasi Neuropati Berbagai Jenis Neuropati Serta Cara Menanganinya Dengan Obat Penyakit Diabetes Kerusakan saraf akibat diabetes disebut diabetic neuropathy. Sekitar

Lebih terperinci

ALAT ALAT INDERA, ALAT PERNAPASAN MANUSIA, DAN JARINGAN TUMBUHAN

ALAT ALAT INDERA, ALAT PERNAPASAN MANUSIA, DAN JARINGAN TUMBUHAN ALAT ALAT INDERA, ALAT PERNAPASAN MANUSIA, DAN JARINGAN TUMBUHAN Kompetensi yang hendak dicapai: Siswa dapat memahami bagian tubuh manusia dan hewan, menjelaskan fungsinya, serta mampu mengidentifikasi

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADIA PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN SUHU TUBUH (HIPERTERMI)

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADIA PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN SUHU TUBUH (HIPERTERMI) LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADIA PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN SUHU TUBUH (HIPERTERMI) A. Masalah Keperawatan Gangguan kebutuhan suhu tubuh (Hipertermi) B. Pengertian Hipertermi adalah peningkatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari 1. Sampel Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sampel pada penelitian ini sebanyak 126 pasien. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari Juni

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN PENDAHULUAN Seorang ibu akan membawa anaknya ke fasilitas kesehatan jika ada suatu masalah atau

Lebih terperinci

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan

Lebih terperinci

OLEH MEYRIA SINTANI NIM : C. 04a. 0314

OLEH MEYRIA SINTANI NIM : C. 04a. 0314 LAPORAN PENDAHULUAN Prosedur Tindakan Pengkajian Sistem Integumen, Prosedur Tindakan Wound Care, dan Penatalaksanaan Klien Luka Bakar Laporan pendahuluan ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah

Lebih terperinci

PENYAKIT KUSTA DAN MASALAH YANG DITIMBULKANNYA. dr. ZULKIFLI, M.Si. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

PENYAKIT KUSTA DAN MASALAH YANG DITIMBULKANNYA. dr. ZULKIFLI, M.Si. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara PENYAKIT KUSTA DAN MASALAH YANG DITIMBULKANNYA dr. ZULKIFLI, M.Si Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Permasalahan penyakit kusta ini bila dikaji secara mendalam merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaman. Termasuk ilmu tentang kesehatan yang di dalamnya mencakup. manusia. Selama manusia hidup tidak pernah berhenti menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. jaman. Termasuk ilmu tentang kesehatan yang di dalamnya mencakup. manusia. Selama manusia hidup tidak pernah berhenti menggunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang seiring perkembangan jaman. Termasuk ilmu tentang kesehatan yang di dalamnya mencakup bahasan tentang berbagai macam

Lebih terperinci

KEDARURATAN LINGKUNGAN

KEDARURATAN LINGKUNGAN Materi 14 KEDARURATAN LINGKUNGAN Oleh : Agus Triyono, M.Kes a. Paparan Panas Panas dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh. Umumnya ada 3 macam gangguan yang terjadi td&penc. kebakaran/agust.doc 2 a. 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kusta merupakan penyakit yang menjadi problema di masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kusta merupakan penyakit yang menjadi problema di masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta merupakan penyakit yang menjadi problema di masyarakat. Hal ini terjadi karena masih banyak hal-hal yang belum terungkap dan kenyataannya penyakit ini

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. fenomena penyakit yang terjadi pada sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan,

BAB 1 : PENDAHULUAN. fenomena penyakit yang terjadi pada sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit berbasis lingkungan merupakan penyakit yang proses kejadiannya atau fenomena penyakit yang terjadi pada sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan, berakar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit kusta adalah penyakit infeksi kronis menular dan menahun yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit kusta adalah penyakit infeksi kronis menular dan menahun yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta adalah penyakit infeksi kronis menular dan menahun yang disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang utamanya menyerang saraf tepi, dan kulit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah DBD merupakan penyakit menular yang disebabkan virus dengue. Penyakit DBD tidak ditularkan secara langsung dari orang ke orang, tetapi ditularkan kepada manusia

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN PERAWATAN KEBERSIHAN DIRI (PERSONAL HYGIENE)

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN PERAWATAN KEBERSIHAN DIRI (PERSONAL HYGIENE) LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN PERAWATAN KEBERSIHAN DIRI (PERSONAL HYGIENE) Di Ruang Cendana V RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tugas Mandiri Stase Praktek

Lebih terperinci

III. RIWAYAT KESEHATANSEKARANG A.

III. RIWAYAT KESEHATANSEKARANG A. Asuhan Keperawatan kasus I. PENGKAJIAN Nama/Inisial : Tn. S Jenis kelamin : Laki-laki Umur : 28 tahun Status perkawinan : Belum menikah Agama : Islam Pendidikan : SMA Pekerjaan : - Alamat :Jl. Dusun I

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

NASKAH PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN / ORANGTUA/KELUARGA CALON SUBJEK PENELITIAN

NASKAH PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN / ORANGTUA/KELUARGA CALON SUBJEK PENELITIAN LAMPIRAN 1. NASKAH PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN / ORANGTUA/KELUARGA CALON SUBJEK PENELITIAN Selamat pagi/siang. Perkenalkan nama saya dr. Khairina. Saat ini saya sedang menjalani Program Pendidikan

Lebih terperinci

Obat Luka Diabetes Pada Penanganan Komplikasi Diabetes

Obat Luka Diabetes Pada Penanganan Komplikasi Diabetes Obat Luka Diabetes Pada Penanganan Komplikasi Diabetes Obat Luka Diabetes Untuk Komplikasi Diabetes Pada Kulit Diabetes dapat mempengaruhi setiap bagian tubuh Anda, termasuk juga kulit. Sebenarnya, permasalahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perifer sebagai aktivitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius

BAB 1 PENDAHULUAN. perifer sebagai aktivitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia masih banyak penderita penyakit kusta, penyakit kusta masih menjadi momok di masyarakat bila tidak ditangani secara cepat dan tepat maka penyakit ini akan

Lebih terperinci