BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri terhadap perubahan,respon

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri terhadap perubahan,respon"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Mekanisme Koping Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan oleh individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri terhadap perubahan,respon terhadap situasi yang menggancam. Upaya individu ini dapat berupa kognitif, perubahan perilaku dan perubahan lingkungan yang bertujuan menyelesaikan stres yang dihadapi. Kemampuan koping diperlukan oleh setiap manusia untuk mampu bertahan hidup didalam lingkungan yang selalu berubah dengan cepat. Koping merupakan proses pemecahan masalah dimana seseorang mempergunakannya untuk mengelola kondisi stres. Dengan adanya penyebab stres (stresor) orang akan secara sadar atau tidak sadar bereaksi untuk mengatasi masalah tersebut.dalam keperawatan konsep koping sangat penting karena semua pasien mengalami stres, sehingga sangat perlu kemampuan untuk dapat mengatasinya dan kemampuan koping untuk adaptasi terhadap stres yang merupakan faktor penentu yang penting dalam kesejahteraan manusia (Kelliat, 1998). Koping telah diartikan sebagai usaha seseorang untuk mengatur (mengurangi, memperkecil, menguasai, atau mentoleransi permintaan internal dan eksternal dari transaksi antara manusia dengan lingkungan yang dinilai melebihi seseorang. Sesuai dengan Lazarus dan Folkman (1984) cara seseorang mengatasi situasi yang penuh dengan stres tergantung pada 7

2 8 pandangannya terhadap situasi tersebut evaluasi tentang pengetahuan dikembalikan pada penilaian yaitu suatu proses yang dinamis dan berubahrubah menurut persepsi orang tersebut. Konsekuensi dari suatu peristiwa penting bagi kesejahteraan dan kesehatan mereka serta kemampuan mereka untuk mengatasi ancaman. Menurut Lazarus (1984) membedakan koping menjadi dua tipe yaitu koping yang berorientasi pada masalah ( manipulasi hubungan antara manusia dengan lingkungan adalah sumber stres ) dan koping yang berfokus pada emosi. Koping yang berfokus pada masalah digunakan seseorang ketika menghadapi suatu masalah yang mempunyai kemungkinan untuk dirubah. Sedangkan koping yang berfokus pada emosi sering digunakan apabila pasien telah menilai bahwa tidak ada lagi yang dapat dilakukan untuk mengubah situasi yang membahayakan, mengancam, ataupun menentang dari keadaan dan lingkungan yang dihadapi. Koping yang berfokus pada masalah dengan tingkat kecemasan yang dapat dikendalikan. Kebanyakan individu menggunakan kedua koping tersebut pada waktu yang beragam, walaupun demikian ada keadaan dimana salah satu tipe disukai. Mekanisme koping pada gangguan konsep diri dibagi menjadi dua yaitu koping jangka pendek dan koping jangka panjang (Stuart dan Sundeen,1991) :

3 9 1. Koping Jangka Pendek Logan ( dikutip dari Stuart dan Sundeen ) membagi 4 koping jangka pendek khususnya pada krisis identitas. a. Aktifitas yang memberi kesempatan lari sementara dari krisis Misalnya : pemakaian obat, ikut balap motor atan mobil, olah raga berat atau obsesi nonton televisi. b. Aktifitas yang memberi kesempatan mengganti identitas Misalnya : ikut kelompok tertentu untuk mendapatkan identitas yang sudah dimiliki kelompok, memiliki kelompok atau pengikut tertentu. c. Aktifitas yang menberi kekuatan atau mendukung sementara terhadap konsep diri / identitas kabur Misalnya : aktifitas yang kompetisi yaitu olah raga, prestasi akademik, kontes dan kelompok anak muda. d. Aktifitas yang memberi arti dari kehidupan Misalnya : penjelasan tentang keisengan menurunkan kegairahan dan tindak berarti pada diri sendiri dan orang lain. 2. Koping jangka Panjang Semua koping jangka pendek dapat berkembang menjadi koping jangka panjang. Penyelesaian positif akan menghasilkan integritas ego. Identitas negatif merupakan rintangan terhadap nilai dan harapan masyarakat. Ini dapat disebabkan karena ia tidak mungkin mendapatkan identitas yang positif. Individu dengan gangguan konsep diri pada usia dewasa dapat menggunakan ego oriented reaction (mekanisme pertahanan

4 10 diri) yang berfariasi untuk melindungi diri sendiri. Macam mekanisme koping yang sering dipakai adalah disosiasi, isolasi, proyeksi. Koping dapat diidentifikasi melalui respon, manifestasi (tanda dan gejala). Koping dapat dikaji melalui berbagai aspek yaitu fisilogis dan psikologis ( Kelliat,1999). Koping yang efektif menghasilkan adaptasi sedangkan koping yang tidak efektif berakhir dengan maladaptif. a. Fisiologis Manifestasi stress pada aspek fisik tergantung pada : 1). Persepsi/penerimaan individu pada stress 2). Keefektifan strategi koping b. Psikososial Stuart dan Sundeen (1991) mengidentifikasikan 2 kategori koping yang biasa dipakai untuk mengatasi kecemasan : 1). Reaksi berorientasi pada tugas ( Task Oriented Reaction ) Cara ini digunakan untuk menyelesaikan masalah, menyelesaikan konflik dan memenuhi kebutuhan. Ada tiga reaksi berorientasi pada tugas : a) Perilaku Menyerang Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan. b) Perilaku menarik Diri Perilaku menarik diri digunakan secara fisik maupun psikologik untuk memindahkan seseorang dari sumber stress.

5 11 c) Perilaku Kompromi Perilaku Kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang mengoperasikan, mengganti tujuan, mengorbankan aspek kebutuhan personal seseorang. 2). Reaksi yang berporientasi pada ego ( Ego Oriented Reaction ) Sering disebut sebagai mekanisme pertahanan mental. Reaksi ini berguna untuk melindungi diri yang merupakan garis pertahanan jiwa pertama Contohnya : a) Denial (menyangkal) Menghindarkan realitas ketidaksetujuan dengan mengabaikan atau menolak untuk mengenalinya. b) Projeksi Mengaitkan pikiran atau impuls dirinya terutama keinginan yang tidak dapat di toleransi, perasaan emosional, atau motivasi kepada orang lain. c) Regresi Menghindari stress terhadap karakteristik perilaku dari tahap perkembangan lebih awal. d) Displacement/Mengalihkan Mengalihkan emosi yang seharusnya diarahkan kepada orang atau benda tertentu ke benda yang netral atau tidak membahayakan.

6 12 e) Isolasi Memisahkan komponen emosional dari pikiran yang dapat temporer atau jangka panjang. f) Supresi Suatu proses yang sering disebut sebagai mekanisme pertahanan diri tetapi benar-benar merupakan analogi represi, pencetus kesadaran yang bertujuan suatu ketika dapat mengarah pada represi. Menurut Wiscar and Sandra (1995), sumber koping terdiri atas 2 faktor yaitu faktor dari dalam (internal) dan faktor dari luar (external) yaitu : (a) Faktor internal meliputi : kesehatan dan energi, sistem kepercayaan seseorang termasuk kepercayaan eksistensial (iman, kepercayaan, agama), komitmen atau tujuan hidup, pengalaman masa lalu, tingkat pengetahuan, perasaan seseorang seperti harga diri, kontrol dan kemahiran, ketrampilan, pemecahan masalah. (b) Faktor external meliputi : dukungan sosial dan sumber material. Menyadur dari Cobb dukungan sosial sebagai rasa memiliki rasa informasi terhadap seseorang atau lebih dengan 3 kategori yaitu : dukungan emosi dimana seseorang merasa dicintai; dukungan harga diri berupa pengakuan dari orang lain akan kemampuan yang dimiliki; perasaan memiliki dalam sebuah kelompok.

7 13 Mekanisme koping seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor diantaranya lingkungan, konsep diri, rasa aman dan nyaman, pengalaman masa lalu dan tingkat pengetahuan seseorang (Keliat,1999). Menurut Stuart dan Sundeen ( 1998 ), rentang mekanisme koping pada ansietas dapat digambarkan sebagai berikut : Skema Mekanisme Koping Eksternal a. Dukungan emosi b. Dukungan ekonomi c. Sosial Budaya d. Politik Internal a. Lingkungan b. Pengalaman masa lalu c. Konsep diri d. Pengetahuan e. Motivasi f. Kepercayaan Mekanisme koping (Adaptif/Mal adaptif) Gambar.1. Skema Meknisme Koping (Sumber : Stuart and Sundeen,1998) Jadi karakteristik mekanisme koping adalah : a. Adaptif jika memenuhi kriteria sebagai berikut : 1). Masih mengontrol emosi pada dirinya 2). Memiliki kewaspadaan yang tinggi, lebih perhatian pada masalah. 3). Memiliki persepsi yang luas 4). Dapat menerima dukungan dari oang lain b. Maladaptif jika memenuhi kriteria sebagai berikut : 1). Tidak mampu berfikir apa-apa atau disorientasi 2). Tidak mampu menyelesaikan masalah

8 14 3). Prilakunya cenderung merusak Individu dapat mengatasi stres dan ansietas dengan menggerakan koping di lingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal ekonomik, kemampuan menyelesaikan masalah, dukungan sosial, dan keyakinan budaya dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stres dan mengadopsi strategi koping yang berhasil. Menurut National Safety Council ( 2005 ), strategi koping yang berhasil mengatasi stres harus mempunyai 4 komponen yaitu : a. Peningkatan kesadaran terhadap masalah : fokus objektif yang jelas dan prespektif yang utuh terhadap situasi yang tengah berlangsung. b. Pengolahan informasi : situasi pendekatan yang mengharuskan anda mengalihkan persepsi sehingga ancaman dapat diredam. Pengelolaan informasi juga meliputi pengumpulan informasi dan pengkajian semua sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah. c. Pengubahan prilaku : tindakan yang dipilih secara sadar yang dilakukan bersama sikap yang positif. Dapat meminimalkan atau menghilangkan stressor. d. Resolusi damai : suatu perasaan bahwa situasi telah berhasil diatasi. Ketika mengalami ansietas, individu menggunakan berbagai mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya, dan ketidakmampuan mengatasi ansietas secara konstruktif merupakan penyebab utama terjadinya prilaku patologis. Pola yang cenderung digunakan seseorang untuk mengatasi ansietas ringan cenderung tetap dominan ketika ansietas

9 15 menghebat. Ansietas tingkat ringan sering ditanggulangi tanpa pemikiran yang serius. B. Tingkat Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan merupakan hasil tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yakni melalui indra penglihatan, penciuman, rasa, raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoadmojdo.S., 2003). Pengetahuan mencakup ingatan yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan, hal tersebut meliputi fakta, kaidah, dan prinsip serta metode yang diketahui. Pengetahuan yang disimpan dalam ingatan akan digali pada saat yang dibutuhkan melalui bentuk mengingat atau mengenal kembali. Menurut Notoadmodjo (2003), yang mengutip dari Bloom tingkatan pengetahuan didalam domain kognitif meliputi : 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari. Sebelumnya termasuk kedalam pengetahuan dalam tingkat ini adalah mengingat kembali (recall). Sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain mampu menyebutkan, menguraikan mendefinisikan, dan sebagainya. Sebagai contoh dapat mendefinisikan arti penyakit kusta,

10 16 mampu menyebutkan tanda dan gejala penyakit kusta, mampu menyebutkan etiologi penyakit kusta. 2. Memahami (compherensif ) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat mengintepretasikan materi tersebut dengan benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyimpulkan dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari. Sebagai contoh mampu menjelaskan gambaran klinis dari penyakit kusta. 3. Penerapan (aplication) Penerapan diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata sebelumnya. 4. Analisis (analysa) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi suatu obyek kedalam komponen komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis (syntesa) Menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6. Evaluasi (evaluation) Ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek penelitian penelitian itu

11 17 berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau berdasarkan kriteria yang sudah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengetahuan menurut Notoadmodjo (2003) yaitu : a. Tingkat Pendidikan Semakin tinggi pendidikan maka ia akan mudah menerima dan menyesuaikan hal-hal yang baru. b. Informasi Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang banyak akan memberikan pengetahuan yang lebih jelas. c. Kultur Budaya Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang karena informasi yang baru akan disaring sesuai dengan budaya dan agama yang dianut. Pada remaja akan melakukan mekanisme koping yang efektif jika mereka mengetahui sesuai dengan apa yang mereka lihat. d. Pengalaman Pengalaman disini berkaitan dengan umur dimana pada pasien kusta dengan umur yang bertambah maka pengalamannya lebih banyak dibandingkan dengan mereka yang umurnya lebih muda.

12 18 e. Sosial ekonomi Tingkat pendapatan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup dimana status ekonomi yang baik akan berpengaruh pada fasilitas yang diberikan. C. Penyakit Kusta 1. Definisi Penyakit kusta merupakan suatu penyakit menular menahun yang menyerang kulit dan susunan saraf tepi, sering dapat menimbulkan reaksi akut (ekserbasi) dan dapat menimbulkan cacat bila tidak diobati sewaktu penyakit dalam stadium dini (Marwali. H., 1990). Penyakit kusta merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi Mycobakterium Lepare (M. Leprae) yang pertama menyerang saraf tepi selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran napas bagian atas, sistem retikuloendotelia, mata, otot, tulang, dan testis (FKUI, 1997). Kusta adalah penyakit infeksi yang kronik, penyebabnya adalah Mycobacterium lepare yang intra seluler dan obligat. Saraf perifer sebagai sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat keorgan lain kecuali susunan saraf pusat. ( Adhi Djuanda,1999 ). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit kusta adalah penyakit menular dan menahun. Penyakit kusta sampai saat ini

13 19 masih ditakuti masyarakat, keluarga termasuk petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan/ pengertian, kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang ditimbulkan. 2. Etiologi dan penularan Mycobacterium Leprae atau basil Hansen adalah kuman penyebab penyakit kusta yang ditemukan oleh sarjana dari Norwegia GH. Armauer Hansen pada tahun Kuman ini memiliki ciri sebagai berikut : tahan asam, berbentuk batang dengan ukuran 1 8 mikron, lebar 0,2 0,5 mikron, biasanya berkelompok dan ada yang satu satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat dikultur dalam media buatan (FKUI, 1997). Penyakit kusta merupakan penyakit menular dimana cara penularannya adalah dengan cara kulit bersentuhan secara langsung dengan penderita kusta atau melalui saluran mukosa. 3. Patogenesis Meskipun belum tahu cara masuk Mycobacterium Leprae kedalam tubuh, beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa yang tersering ialah melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan pada mukosa nasal. Pengaruh Mycobakterium Leprae terhadap kulit tergantung pada faktor kekebalan (imunitas) seseorang, pengaruh kemampuan hidup Mycobacterium Leprae pada suhu tubuh yang rendah, waktu regenerasi yang lama, sifat basal yang avirulen dan nontoksis.

14 20 Mycobakterium Leprae merupakan parasit obligat intra seluler yang terutama terdapat pada sel makrofag disekitar pembuluh darah superfisial pada dermis atau sel schwan di jaringan saraf. Bila basil Mycobakterium Leprae masuk kedalam tubuh, maka tubuh akan bereaksi mengeluarkan makrofag yang berasal dari sel monosit, sel mononuklear untuk memfagositnya. Akibatnya aktivitas regenerasi saraf berkurang dan terjadi kerusakan saraf yang progresif (FKUI, 1997). 4. Gambaran klinis Menurut Depkes RI (1991), menjelaskan perbedaan tipe kering (pauksi basiller / PB) dan basah (multi basiller / MB) tanpa melalui klasifikasi Madrid yaitu: a. Tipe kering atau tipe PB 1) Tandanya : a) Bercak keputihan seperti panu. b) Bercak keputihan tersebut mati rasa. c) Permukaan bercak kering dan kasar. d) Permukaan bercak tidak berkeringat. e) Batas bercak jelas dan sering ada bintil - bintil kecil. f) Lesi kulit (makula mendatar, popul yang meninggi, luka) : 1 5 lesi, warna kehitaman, distribusi tidak simetris, hilangnya sensasi yang jelas. g) Kerusakan saraf yang menyebabkan hilangnya sensasi adalah hanya satu cabang saraf.

15 21 2) Penyakit kusta tipe ini kurang begitu menular. 3) Pada awalnya penderita tidak terasa terganggu karena seperti panu biasa. 4) Bila tidak segera diobati maka akan timbul kecacatan. b. Tipe basah atau tipe MB 1) Tandanya : a) Bercak putih kemerahan tersebar diseluruh kulit badan. b) Terjadi penebalan dan pembengkakan bercak. c) Pada permukaan bercak sering masih ada rasa bila disentuh dengan kapas. d) Lesi kulit (makula mendatar, popul yang meninggi, luka) : lebih dari 5 lesi, distribusi lesi simetris, hilangnya sensasi. e) Kerusakan saraf yang menyebabkan hilangnya sensasi adalah banyak cabang saraf. 2) Penyakit kusta tipe ini sangat menular. 3) Kalau tidak diobati akan timbul kecacatan. Kusta di kenal sebagai penyakit yang paling ditakuti karena deformitas atau cacat tubuh. Orang awam pun dengan mudah dapat menduga kearea penyakit kusta. Yang penting bagi kita sebagai tenaga kesehatan setidak-tidaknya dapat menduga kearah penyakit kusta terutama bagi kelainan kulit yang masih makula yang hipopigmentasi, hiperpigmentasi, dan eritematosa.

16 22 5. Masalah atau dampak dari penyakit kusta Menurut Depkes RI (1990), penyakit kusta dapat menimbulkan berbagai masalah yaitu : a. Masalah terhadap diri penderita kusta 1) Merasa rendah diri. 2) Merasa tertekan batin (takut terhadap penyakit dan terjadi kecacatan). 3) Takut menghadapi keluarga dan masyarakat karena sikap dan penerimaan keluarga dan masyarakat kurang wajar. 4) Cenderung untuk hidup menyendiri. 5) Minder (apatis). 6) Kehilangan peran didalam masyarakat. 7) Ingin bunuh diri. 8) Kehilangan mata pencaharian/pekerjaan Kusta ini unik dilihat dari segi aspek psiko-sosial. Tidak ada penyakit lain yang disertai stigma dan ketakutan. Keadaan ini nampaknya berhubungan dengan kenyataan bahwa kusta menimbulkan kecacatan dan ketidakmampuan tetapi jarang mematikan, sehingga mereka yang cacat berat tingkat kehidupannya dan dapat dilihat semua orang keadaan cacatnya. b. Masalah terhadap keluarga penderita 1) Panik. 2) Cari pertolongan kedukun.

17 23 3) Takut akan ketularan penyakit tersebut sehingga diusir. 4) Takut diasingkan dari masyarakat sekitar. 5) Mengalami trauma psikis dan masalah sosial ekonomi. Sepanjang keluarga tidak mengenal tanda dan gejala bahwa anggota keluarganya mengidap penyakit kusta tidak akan menimbulkan masalah bagi keluarga, akan tetapi apabila keluarga telah mengetahui gejala-gejala itu adalah penyakit kusta maka keluarga akan mulai merasa panik, takut akan ketularan sehingga penderita akan diasingkan dari keluarga dan lingkungannya. c. Masalah terhadap masyarakat 1) Merasa jijik, ngeri, takut terhadap penderita kusta. 2) Menjauhi penderita dan keluarganya. 3) Takut dan ingin menyingkirkan penderita. 4) Merasa terganggu. 5) Mendorong agar penderita dan keluarga diisolasi. Sikap dari masyarakat sekitar terhadap mereka yang menderita kusta menimbulkan banyak penghinaan, penolakan, bahkan penderita diasingkan. Penderita sendiri mempunyai reaksi yang berbeda-beda terhadap sikap masyarakat. Beberapa penderita ada yang menyerah dan pasrah sedangkan yang lainnya bersikap marah dan agresif terhadap masyarakat atas hukuman yang tidak adil. Kadang-kadang mereka bunuh diri untuk mengakhiri penderitaannya tersebut.

18 24 d. Masalah terhadap bangsa dan negara Sebagai akibat dari hal hal tersebut diatas, maka terhadap kehidupan negara dan bangsa dalam berbagai bidang mengalami pengaruh yang cukup kompleks. Oleh karena masalah masalah tersebut mengakibatkan penderita menjadi tuna sosial, tuna wisma, tuna karya, dan cenderung melakukan kejahatan atau gangguan dilingkungan masyarakat terbuka. 6. Perawatan Kusta Penderita harus diajarkan bagaimana seharusnya ia merawat diri setiap hari, untuk mencegah berlanjutnya cacat tangan dan kaki ketingkat yang lebih berat. Perawatan kusta untuk mencegah terjadinya cacat dapat dilakukan oleh penderita sendiri dan keluarga sebagai berikut : (Depkes RI, 1997) a. Mengamati dan melaporkan kepada petugas kesehatan adanya : 1) Perubahan rasa, berkurangnya kekuatan otot, nyeri syaraf. 2) Timbul luka, kulit retak-retak, atau kekakuan sendi, luka yang tidak sembuh-sembuh. 3) Perlu perbaikan/ganti alat bantu/pelindung. b. Perawatan Mata Bila terjadi lagofthalmos dan insensitive cornea. Maka lakukan hal-hak sebagai berikut : 1) Berkedip secara sadar dan aktif untuk memperoleh fenomena bell (bola mata bergerak keatas).

19 25 2) Dengan bantuan tangan bersih tutup bola mata secara periodik dan teratur. 3) Basuhlah bola mata dengan air bersih agar tidak kering. 4) Lindungi bola mata dari angin, debu, dan sinar matahari. c. Perawatan Tangan 1) Penderita perlu memeriksa tangannya setiap hari,apakah ada kotoran, kemerahan bila ada kotoran perlu dibersihkan, bila ada kemerahan perlu diperiksa ke dokter. 2) Merendam tangan selama menit pagi dan sore dengan air bersih. 3) Dalam keadaan masih basah perlu dioleskan minyak atau vaselin. 4) Kulit yang keras dan tebal perlu digosok agar menjadi tipis dan halus. 5) Jari-jari yang bengkok perlu diurut lurus agar sendi-sendi tidak menjadi kaku. 6) Tangan yang mati rasa perlu di lindungi dengan menghindar dari panas, benda-benda tajam dan kasar. 7) Menggunakan alat bantu (seperti sarung tangan, pipa rokok, gagang alat kerja yang telah dibalut dan sebagainya) untuk melindungi tangan dari hilang rasa.

20 26 d. Perawatan Kaki 1) Bila ada kelemahan otot perlu terapi latihan. 2) Rendam kaki dengan air bersih selama 30 menit. 3) Minyaki agar telapak kaki selalu lembab. 4) Haluskan permukaan kulit yang keras dan tajam. 5) Bila berjalan harus memakai alat bantu jalan (tongkat). 6) Bila timbul ulkus, rawat ulkus setiap hari. Prinsip yang penting dalam perawatan kusta adalah : a) Penderita mengerti bahwa daerah yang mati rasa merupakan tempat terjadinya luka. b) Penderita harus melindungi tempat resiko tersebut (misalnya memakai kacamata, sarung tangan, sepatu dan lain-lain) c) Penderita mengetahui penyebab luka (panas, tekanan benda tajam, dan kasar) d) Penderita dapat melakukan perawatan kulit (merendam, menggosok, dan melumasi) dan melatih sendi bila mulai kaki. e) Penyembuhan luka dapat dilakukan oleh penderita sendiri dengan membersihkan luka, dan mengurangi tekanan pada luka dengan istirahat.

21 27 D. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Pasien Kusta Dengan Mekanisme Koping Yang Digunakan Penderita Kusta Tingkat pengetahuan dan intelegensi seseorang merupakan salah satu sumber koping dalam mengatasi masalah dengan menggunakan cara yang berbeda, akhirnya sumber koping seseorang juga termasuk kekuatan identitas ego, keseimbangan cultural, menstabilkan sistem kepercayaan dan berorientasi pada pencegahan terhadap penyakit (Stuart dan Sundeen,2001). Penyakit kusta dapat menimbulkan kerugian baik dari segi fisik maupun psikis. Secara fisik pasien akan mengalami kecacatan dan penurunan fungsi sedangkan dari segi psikis pasien akan mengalami stres karena dikucilkan oleh masyarakat. Mekanisme koping baik yang efektif (adaptif).maupun yang infektif (maladaptif) salah satunya ditentukan oleh tingkat pengetahuan seseorang (Taylor dan Carol,1997). Kemampuan seseorang untuk mendapatkan pengetahuan dan keahlian baru mungkin dapat membantu pasien dalam mengatasi masalah (mekanisme koping) yang sedang dihadapi sehingga pasien tidak terlarut dalam kesedihan yang sedang dialami,selain itu mekanisme koping juga dipengaruhi oleh lama tempat tinggal seseorang (Potter,1998).

22 28 E. Kerangka Teori Faktor predisposisi stres a. Biologi b. Psikologi c. Sosial kultural Sumber koping Faktor Internal : a. Sistem kepercayaan b. Harga diri c. Tujuan hidup d. Pengalaman masa lalu e. Tingkat pengetahuan Faktor eksternal : a. Dukungan sosial b. Sumber ekonomi c. Dukungan emosi Stres Mekanisme koping yang digunakan Faktor presipitasi stres a. Alami b. Sumber stres c. waktu Faktor yang mempengaruhi a. Lingkungan b. Konsep diri c. Rasa aman dan nyaman d. Pengalaman masa lalu e. Tingkat pengetahuan Gambar 2 (Sumber Stuart dan Sundeen, 1998)

23 29 F. Kerangka Konsep V. Independen V. Dependen Tingkat Pengetahuan Mekanisme Koping Gambar 3 G. Variabel Penelitian Variabel penelitian terbagi menjadi 2 yaitu : 1. Variabel dependen (terikat) Dalam penelitian ini, variabel dependennya adalah mekanisme koping yang merupakan suatu faktor efek yang ditentukan oleh tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit kusta. 2. Variabel independen (bebas) Dalam penelitian ini, variabel independennya adalah tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit kusta yang merupakan faktor yang mempengaruhi mekanisme koping. H. Hipotesa Ha : Ada hubungan antara tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit kusta dengan mekanisme koping yang digunakan penderita kusta.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Mekanisme Koping Kemampuan koping diperlukan oleh setiap manusia untuk mampu bertahan hidup didalam lingkungan yang selalu berubah dengan cepat. Koping merupakan proses pemecahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang menyerang kulit dan susunan saraf tepi,sering dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang menyerang kulit dan susunan saraf tepi,sering dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit kusta 1. Definisi Penyakit kusta merupakan suatu penyakit menular menahun yang menyerang kulit dan susunan saraf tepi,sering dapat menimbulkan reaksi akut (ekserbasi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Sebenarnya kusta bila ditemukan dalam stadium dini

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Sebenarnya kusta bila ditemukan dalam stadium dini BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penderita kusta (lepra) di Indonesia dewasa ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Sebenarnya kusta bila ditemukan dalam stadium dini merupakan penyakit ringan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit kusta (morbus Hansen) merupakan penyakit infeksi kronis menahun

I. PENDAHULUAN. Penyakit kusta (morbus Hansen) merupakan penyakit infeksi kronis menahun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta (morbus Hansen) merupakan penyakit infeksi kronis menahun yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae ( M.leprae ) yang menyerang hampir semua organ tubuh

Lebih terperinci

SINOPSIS THESIS FENOMENA MASYARAKAT MENGATASI MASALAH DAN DAYA TAHAN DALAM MENGHADAPI STRESS. Oleh: Nia Agustiningsih

SINOPSIS THESIS FENOMENA MASYARAKAT MENGATASI MASALAH DAN DAYA TAHAN DALAM MENGHADAPI STRESS. Oleh: Nia Agustiningsih SINOPSIS THESIS FENOMENA MASYARAKAT MENGATASI MASALAH DAN DAYA TAHAN DALAM MENGHADAPI STRESS Oleh: Nia Agustiningsih BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berbagai masalah ekonomi yang terjadi menjadi salah

Lebih terperinci

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri A. Pengertian Defisit Perawatan Diri Kurang perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Maslim, 2001). Kurang perawatan diri adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh masih kurangnya pengetahuan/pengertian, kepercayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh masih kurangnya pengetahuan/pengertian, kepercayaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular sampai saat ini sangat ditakuti oleh semua orang baik itu dari masyarakat, keluarga, termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan oleh masih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENYAKIT KUSTA 1. Pengertian Umum. Epidemiologi kusta adalah ilmu yang mempelajari tentang masyarakat kejadian, penyebaran dan faktor yang mempengaruhi sekelompok manusia. Timbulnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi bidang promotif, pencegahan, dan pengobatan seharusnya

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi bidang promotif, pencegahan, dan pengobatan seharusnya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberadaan penyakit kusta atau lepra sangat ditakuti. Penyakit itu disebabkan bakteri Microbakterium leprae, juga dipicu gizi buruk. Tidak jarang penderitanya dikucilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan keadaan dimana fungsi fisik, emosional, intelektual, sosial dan perkembangan atau spiritual seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan penyumbang kusta nomor 4 terbesar di dunia setelah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan penyumbang kusta nomor 4 terbesar di dunia setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta tersebar di Indonesia secara tidak merata dengan angka penderita yang terdaftar sangat bervariasi menurut Propinsi dan Kabupaten. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Kusta merupakan penyakit menular langsung yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari. kesehatan dan Keadaan Sejahtera Badan, Jiwa dan Sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari. kesehatan dan Keadaan Sejahtera Badan, Jiwa dan Sosial yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) kesehatan adalah keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat, juga dapat diukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak ditemukan di daerah tropis seluruh dunia. Filariasis atau penyakit kaki gajah adalah suatu infeksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kecemasan a. Pengertian Kecemasan Ada beberapa pengertian tentang kecemasan, diantaranya disampaikan oleh Kaplan dan Saddok (1997) kecemasan merupakan suatu

Lebih terperinci

KECEMASAN (ANSIETAS) Niken Andalasari

KECEMASAN (ANSIETAS) Niken Andalasari KECEMASAN (ANSIETAS) Niken Andalasari 1. Definisi Kecemasan mengandung arti sesuatu yang tidak jelas dan berhubungan dengna perasaan yang tidak menentu dan tidak berdaya (stuart & sundeeen,1995). Kecemasan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsang dari luar. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang khayal, halusinasi sebenarnya merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Kecemasan a. Pengertian Kecemasan Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik.

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik.

BAB II KONSEP DASAR. serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik. BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Persepsi ialah daya mengenal barang, kwalitas atau hubungan serta perbedaan antara suatu hal melalui proses mangamati, mengetahui dan mengartikan setelah panca indranya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif

BAB II TINJAUAN TEORI. Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan.

Lebih terperinci

Obat Alami Diabetes Dapat Mencegah Amputasi Pada Diabetesi

Obat Alami Diabetes Dapat Mencegah Amputasi Pada Diabetesi Obat Alami Diabetes Dapat Mencegah Amputasi Pada Diabetesi Obat Alami Diabetes Untuk Pengobatan Komplikasi Pada Diabetesi Komplikasi Pada Kaki Penderita diabetes dapat mengalami banyak permasalahan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skripsi 1. Pengertian Skripsi merupakan karya ilmiah yang dibuat oleh mahasiswa setingkat strata satu (S1) dalam rangka persyaratan untuk menyelesaikan tugas akhir atau program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang

BAB II TINJAUAN TEORI. Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang BAB II TINJAUAN TEORI A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang menggambarkan keadaan khawatir, gelisah, takut, tidak tentram disertai berbagai keluhan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan

BAB II KONSEP DASAR. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri. ( Yosep, 2007 ). Harga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun, disebabkan oleh mycobacterium leprae yang menyerang kulit saraf tepi dan jaringan tubuh lainnya. Pada sebagian besar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradapatasi dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradapatasi dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Konsep Lansia Lansia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradapatasi dengan stress lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kusta merupakan penyakit yang menjadi problema di masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kusta merupakan penyakit yang menjadi problema di masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta merupakan penyakit yang menjadi problema di masyarakat. Hal ini terjadi karena masih banyak hal-hal yang belum terungkap dan kenyataannya penyakit ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam dirinya maupun lingkungan luarnya. Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae. Kecacatan / cacat

BAB II TINJAUAN TEORI. yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae. Kecacatan / cacat BAB II TINJAUAN TEORI A. Kusta 1. Pengertian Penyakit kusta adalah suatu infeksi granulomatosa menahun pada manusia, yang menyerang jaringan superfisial, khususnya kulit, saraf tepi (Isselbacher, Ashadi,

Lebih terperinci

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 Penelitian Keperawatan Jiwa SITI FATIMAH ZUCHRA BP. 1010324031

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecemasan merupakan suatu emosi yang paling sering di alami oleh manusia. Kadang-kadang kecemasan sering disebut sebagai bentuk ketakutan dan perasaan gugup yang dialami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan fisik yang tidak sehat, dan stress (Widyanto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan fisik yang tidak sehat, dan stress (Widyanto, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia merupakan individu yang berada pada tahapan dewasa akhir yang usianya dimulai dari 60 tahun keatas. Setiap individu mengalami proses penuaan terlihat dari

Lebih terperinci

PENGARUH ORIENTASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ANAK PRA SEKOLAH DI BANGSAL ANAK RUMAH SAKIT BHAKTI WIRA TAMTAMA SEMARANG. Eni Mulyatiningsih ABSTRAK

PENGARUH ORIENTASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ANAK PRA SEKOLAH DI BANGSAL ANAK RUMAH SAKIT BHAKTI WIRA TAMTAMA SEMARANG. Eni Mulyatiningsih ABSTRAK PENGARUH ORIENTASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ANAK PRA SEKOLAH DI BANGSAL ANAK RUMAH SAKIT BHAKTI WIRA TAMTAMA SEMARANG 6 Eni Mulyatiningsih ABSTRAK Hospitalisasi pada anak merupakan suatu keadaan krisis

Lebih terperinci

-Faktor penyebab penyakit kusta. -Tanda dan gejala penyakit kusta. -Cara penularan penyakit kusta. -Cara mengobati penyakit kusta

-Faktor penyebab penyakit kusta. -Tanda dan gejala penyakit kusta. -Cara penularan penyakit kusta. -Cara mengobati penyakit kusta SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENYAKIT KUSTA Judul Pokok Bahasan : Penyakit Kusta : Tanda dan Gejala Penyakit Kusta Sub Pokok Bahasan : -Pengertian penyakit kusta - Penyebab penyakit kusta -Faktor penyebab

Lebih terperinci

PROSEDUR DIAGNOSIS KUSTA

PROSEDUR DIAGNOSIS KUSTA Kabupaten dr. ABDUL FATAH A. NIP: 197207292006041014 1.Pengertian 2.Tujuan Adalah penilaian klinis atau pernyataan ringkas tentang status kesehatan individu yang didapatkan melalui proses pengumpulan data

Lebih terperinci

PROSES TERJADINYA MASALAH

PROSES TERJADINYA MASALAH PROSES TERJADINYA MASALAH ` PREDISPOSISI PRESIPITASI BIOLOGIS GABA pada sistem limbik: Neurotransmiter inhibitor Norepineprin pada locus cereleus Serotonin PERILAKU Frustasi yang disebabkan karena kegagalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu lama dan bersifat residif (hilang-timbul). Sampai saat ini

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu lama dan bersifat residif (hilang-timbul). Sampai saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisik adalah bagian dari tubuh manusia yang mudah dilihat dengan kasat mata, termasuk bagian kulit. Kulit merupakan bagian yang terluas dari tubuh dan bagian terpenting

Lebih terperinci

Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995).

Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995). PENYAKIT TERMINAL Pengertian Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995). Penyakit pada stadium lanjut,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Penyakit Kusta 1. Pengertian Penyakit Kusta penyakit menular yang menahun ( kronis ) dan disebabkan oleh kuman kusta ( mycobacterium leprae ) yang menyerang syaraf

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing sehingga yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing sehingga yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organism (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu dari sudut pandang biologis semua

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS I. PENGKAJIAN PASIEN ANSIETAS 1. DEFINISI Ansietas adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-samar karena ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada pasien kanker amputasi dilakukan sebagai prosedur menyelamatkan jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada pasien kanker amputasi dilakukan sebagai prosedur menyelamatkan jiwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Amputasi adalah menghilangkan satu atau lebih bagian tubuh dan belum pernah terjadi sebelumnya yang bisa sebabkan oleh malapetaka atau bencana alam seperti kecelakaan,

Lebih terperinci

dan menjadi dasar demi terwujudnya masyarakat yang sehat jasmani dan rohani.

dan menjadi dasar demi terwujudnya masyarakat yang sehat jasmani dan rohani. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya peningkatan kesehatan masyarakat merupakan tanggung jawab bersama dan menjadi dasar demi terwujudnya masyarakat yang sehat jasmani dan rohani. Indonesia masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa (Purwanto, 1998). Periode ini dianggap sebagai masa-masa yang sangat penting dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri).

BAB II TINJAUAN TEORI. maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri). 1 BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Menarik diri adalah satu tindakan melepaskan diri, baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri). (Depkes RI, 1983) Menarik

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH. Oleh: YUVENSIUS USBOKO NPM :

KARYA TULIS ILMIAH. Oleh: YUVENSIUS USBOKO NPM : STUDI KASUS PADA KELUARGA Tn. S DENGAN ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI MASALAH KEPERAWATAN KURANG PENGETAHUAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS KUSTA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKORAME KOTA KEDIRI KARYA TULIS ILMIAH

Lebih terperinci

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tingkat Kecemasan Remaja yang Menjalani Perawatan (Hospitalisasi) Remaja 1. Kecemasan Kecemasan merupakan suatu sinyal yang menyadarkan dan mengingatkan adanya bahaya yang mengancam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Halusinasi 2.1.1 Pengertian Halusinasi Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2001).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Multi krisis yang menimpa masyarakat dewasa ini merupakan salah satu pemicu yang menimbulkan stres, depresi dan berbagai gangguan kesehatan jiwa pada manusia.

Lebih terperinci

1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan

1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan PANCA INDERA Pengelihatan 1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan (tembus cahaya) yang disebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia saat ini, banyak mengalami keprihatinan dengan kesehatan, salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari perhatian. Orang sengaja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan merupakan pengalaman manusia yang universal, suatu respon emosional yang tidak baik dan penuh kekhawatiran. Suatu rasa yang tidak terekspresikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui

Lebih terperinci

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh : Yustina Permanawati F 100 050 056 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menuju era globalisasi manusia disambut untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Menuju era globalisasi manusia disambut untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menuju era globalisasi manusia disambut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di tengah-tengah persaingan yang semakin ketat di segala kehidupan. Tidak orang semua orang

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL A. Pengertian Isolasi social adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ansietas 1. Pengertian Ansietas atau kecemasan adalah respons emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal (Suliswati,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hospitalisasi 1. Pengertian Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau darurat yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak merniliki objek yang spesifik. Kecemasan adalah

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri ( Stuart, 2006 ). Gangguan

Lebih terperinci

B A B 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

B A B 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya B A B 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kekacauan pikiran, persepsi, dan tingkah laku dimana individu tidak mampu menyesuaikan diri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia Indonesia seutuhnya. Visi Indonesia sehat yang diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia Indonesia seutuhnya. Visi Indonesia sehat yang diharapkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia memiliki visi menciptakan masyarakat yang mempunyai kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat sehingga tercapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Halusinasi adalah gangguan terganggunya persepsi sensori seseorang,dimana tidak terdapat stimulus. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian di RSJ dr. Amino Gondohutomo Semarang, ditampilkan pada tabel dibawah ini: 1. Karakteristik Responden a. Umur Tabel 4.1 Distribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Nilai - nilai yang ada di Indonesiapun sarat dengan nilai-nilai Islam. Perkembangan zaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) pertamakali ditemukan di propinsi Bali, Indonesia pada tahun 1987 (Pusat Data dan Informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Manusia adalah mahluk sosial yang terus menerus membutuhkan orang lain disekitarnya. Salah satu kebutuhannya adalah kebutuhan sosial untuk melakukan interaksi sesama

Lebih terperinci

1. Bab II Landasan Teori

1. Bab II Landasan Teori 1. Bab II Landasan Teori 1.1. Teori Terkait 1.1.1. Definisi kecemasan Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga menimbulkan beberapa macam penyakit dari mulai penyakit dengan kategori ringan sampai

Lebih terperinci

FAKTOR PSIKOLOGIS DAN PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN Pembimbing : dr. Dharmawan Ardi, Sp.KJ

FAKTOR PSIKOLOGIS DAN PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN Pembimbing : dr. Dharmawan Ardi, Sp.KJ FAKTOR PSIKOLOGIS DAN PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN Pembimbing : dr. Dharmawan Ardi, Sp.KJ GASTROINTESTINAL Maria Inez Devina Siregar 11.2013.158 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RS

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat, serta mampu menangani tantangan hidup. Secara medis, kesehatan jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat, serta mampu menangani tantangan hidup. Secara medis, kesehatan jiwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan jiwa adalah bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, tetapi pemenuhan kebutuhan perasaan bahagia, sehat, serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Gangguan Harga Diri Rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif dapat secara langsung atau tidak langsung di ekspresikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Kerusakan interaksi sosial merupakan upaya menghindari suatu hubungan komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial BAB II TINJAUAN TEORI A. KONSEP DASAR 1. Pengertian Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembedahan atau tindakan operatif, baik elektif maupun kedaruratan adalah peristiwa kompleks yang menegangkan. Segala bentuk pembedahan tersebut selalu didahului

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN Isolasi sosial merupakan suatu gangguan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenali meliputi kausa pada area organobiologis, area psikoedukatif, dan area sosiokultural.

BAB I PENDAHULUAN. dikenali meliputi kausa pada area organobiologis, area psikoedukatif, dan area sosiokultural. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan jiwa atau penyakit jiwa merupakan penyakit dengan multi kausal, suatu penyakit dengan berbagai penyebab yang sangat bervariasi. Kausa gangguan jiwa selama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Marquis & Huston (2010), mengemukakan bahwa konflik merupakan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Marquis & Huston (2010), mengemukakan bahwa konflik merupakan sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Konflik 2.1.1 Pengertian Konflik Marquis & Huston (2010), mengemukakan bahwa konflik merupakan sebagai masalah internal dan eksternal yang terjadi akibat dari adanya

Lebih terperinci

Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin. angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.

Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin. angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik. Pengertian Kecemasan Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik. Menurut Freud (dalam Alwisol, 2005:28) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menyeluruh dalam menjalankan fungsi-fungsinya, karena keluarga

BAB I PENDAHULUAN. yang menyeluruh dalam menjalankan fungsi-fungsinya, karena keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga menjadi unit terkecil dalam lingkup masyarakat yang memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap suatu kondisi. Dalam ruang lingkup keluarga terdapat

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL

PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL I. DEFINISI Pelayanan pada tahap terminal adalah pelayanan yang diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir adalah gangguan pada

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir adalah gangguan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir adalah gangguan pada fungsi ginjal, dimana tubuh tidak mampu untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Rasa Takut dan Cemas Rasa takut dapat disebabkan oleh faktor-faktor seperti objek internal dan hal yang tidak disadari. Menurut Darwin kata takut (fear) berarti hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. Masa tunas dari

BAB I PENDAHULUAN. kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. Masa tunas dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kusta merupakan penyakit infeksi kronik yang penyebabnya ialah Mycobacterium leprae dan bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah (Supartini, 2004). Hospitalisasi

BAB I PENDAHULUAN. perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah (Supartini, 2004). Hospitalisasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hospitalisasi merupakan proses karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psychiatric Association,1994). Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak

BAB I PENDAHULUAN. Psychiatric Association,1994). Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak BAB I PENDAHULUAN 1,1. Latar Belakang Gangguan jiwa adalah suatu sindroma atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distress

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perifer sebagai aktivitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius

BAB 1 PENDAHULUAN. perifer sebagai aktivitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia masih banyak penderita penyakit kusta, penyakit kusta masih menjadi momok di masyarakat bila tidak ditangani secara cepat dan tepat maka penyakit ini akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penderitanya semakin mengalami peningkatan. Data statistik kanker dunia tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penderitanya semakin mengalami peningkatan. Data statistik kanker dunia tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit kanker merupakan penyakit yang mematikan dan jumlah penderitanya semakin mengalami peningkatan. Data statistik kanker dunia tahun 2012 yang dikeluarkan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa ABSTRAK Halusinasi adalah gangguan jiwa pada individu yang dapat ditandai dengan perubahan persepsi sensori, dengan merasakan sensasi yang tidak nyata berupa suara, penglihatan, perabaan, pengecapan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan angka kejadiannya yang masih tinggi (World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. dengan angka kejadiannya yang masih tinggi (World Health Organization BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kusta merupakan salah satu dari 17 penyakit tropis yang masih terabaikan dengan angka kejadiannya yang masih tinggi (World Health Organization (WHO), 2013). Tahun 2012

Lebih terperinci

2. Variabel terikat (dependent variable), yaitu koping orang tua yang. anaknya dirawat di RSUD kota Semarang

2. Variabel terikat (dependent variable), yaitu koping orang tua yang. anaknya dirawat di RSUD kota Semarang 24 2. Variabel terikat (dependent variable), yaitu koping orang tua yang anaknya dirawat di RSUD kota Semarang G. Hipotesis Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : Ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya distress ( tidak nyaman, tidak tentram dan rasa nyeri ), disabilitas

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya distress ( tidak nyaman, tidak tentram dan rasa nyeri ), disabilitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa adalah suatu keadaan dengan adanya gejala klinis yang bermakna berupa sindrom pola perilaku dan pola psikologik, yang berkaitan dengan adanya distress

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di Negara-negara maju, modern dan industri. Keempat masalah kesehatan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia sekolah mempunyai berbagai resiko yang lebih mengarah pada kecerdasan, moral, kawasan sosial dan emosional, fungsi kebahasaan dan adaptasi sosial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi kesehatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat berarti dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi kesehatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat berarti dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi kesehatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat berarti dalam beberapa dekade terakhir. Perkembangan ini memperlihatkan dampak dari ekspansi penyediaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sibling Rivalry 1. Definisi Sibling Rivalry Sibling adalah perasaan tidak nyaman yang ada pada anak berkaitan dengan kehadiran orang asing yang semula tidak ada (dalam hal

Lebih terperinci