BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium leprae (M.leprae). Kuman golongan myco ini berbentuk batang yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium leprae (M.leprae). Kuman golongan myco ini berbentuk batang yang"

Transkripsi

1 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Kusta Pengertian Penyakit kusta adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae (M.leprae). Kuman golongan myco ini berbentuk batang yang yang tahan terhadap asam terutama asam alkohol dan oleh sebab itu disebut juga Basil Tahan Asam (BTA). Penyakit ini bersifat kronis pada manusia, yang bisa menyerang saraf-saraf dan kulit.. Bila dibiarkan begitu saja tanpa diobati, maka akan menyebabkan cacat cacat jasmani yang berat. Namun, penularan penyakit kusta ke orang lain memerlukan waktu yang cukup lama tidak seperti penyakit menular lainnya. Masa inkubasinya adalah 2-5 tahun. Penyakit ini sering menyebabkan tekanan batin pada penderita dan keluarganya, bahkan sampai menggangu kehidupan sosial mereka Epidemiologi Penyakit Kusta a. Distribusi Menurut Orang Kejadian penyakit kusta menunjukkan adanya perbedaan distribusi dapat dilihat karena faktor geografi. Namun, jika diamati dalam satu Negara atau wilayah yang sama kondisi lingkungannya ternyata perbedaan distribusi dapat terjadi karena faktor etnik. Di Myanmar kejadian kusta lepromatosa lebih sering terjadi pada etnik Burma dibandingkan dengan etnik India. Situasi di Malaysia juga mengindikasikan hal yang sama, yaitu kejadian kusta lebih banyak pada etnik China dibandingkan etnik Melayu 8

2 9 atau India. Demikian pula kejadian di Indonesia, etnik Madura dan Bugis lebih banyak menderita kusta dibandingkan etnik Jawa atau Melayu. 11 Penyakit kusta jarang ditemukan pada bayi. Insiden rate penyakit ini meningkat sesuai umur dengan puncak pada umur tahun dan kemudian menurun. Prevalensinya juga meningkat sesuai dengan umur dengan puncak antara umur tahun dan kemudian secara perlahan-lahan menurun. Insiden maupun prevalensi pada laki-laki lebih banyak dari pada wanita kecuali di Afrika dimana wanita lebih banyak daripada laki-laki. Faktor fisiologik seperti pubertas, menopause, kehamilan, serta faktor infeksi dan malnutrisi dapat meningkatkan perubahan klinis penyakit kusta. 12 b. Distribusi Menurut Tempat dan Waktu Penyakit kusta tersebar di seluruh dunia dengan endemisitas yang berbeda-beda. Diantara 122 negara yang endemis pada tahun 1985 dengan prevalensi >1/ penduduk, hanya tinggal 6 negara yang masih belum mencapai eliminasi di tahun 2005 yaitu : India, Brazil, Indonesia, Bangladesh, Congo, dan Nepal Antara tahun 1985 hingga 2005 lebih dari 15 juta penderita telah sembuh. Dan kasus masih dalam pengobatan pada awal tahun Dari 10 negara dengan jumlah kasus baru terbesar di dunia, Indonesia menempati posisi ke-3 setelah India dan Brazil. Berdasarkan data kusta awal 2005 Indonesia menempati posisi ke-2 dengan angka prevalensi 0,9 per penduduk. Di Indonesia, kasus terbanyak terdapat di Jawa Timur dengan prevalensi rate 1,76 per penduduk, dan paling sedikit terdapat di daerah Bengkulu dengan prevalensi rate 0,17 per jumlah penduduk. Sementara untuk Sumatera Utara

3 10 prevalensinya adalah sebesar 0,23 per jumlah penduduk. Penemuan kasus baru selama bulan Januari-Desember 2005 paling banyak ditemukan di Jawa Timur. 12 c. Determinan Timbulnya penyakit kusta bagi seseorang tidak mudah, dan tidak perlu di takuti. Adapun beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kusta dipengaruhi oleh host, agent, dan environment antara lain : a. Faktor Daya Tahan Tubuh (host) Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta (95%). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 100 orang yang terpapar, 95 orang tidak menjadi sakit, 3 orang sembuh sendiri tanpa obat, dan 2 orang menjadi sakit. Hal ini belum memperhitungkan pengaruh pengobatan. b. Faktor Kuman (agent) Kuman dapat hidup di luar tubuh manusia antara 1-9 hari tergantung pada suhu atau cuaca, dan hanya kuman kusta yang utuh (solid) saja yang dapat menimbulkan penularan. c. Faktor Sumber Penularan (environment) Sumber penularan adalah penderita kusta tipe Multi Baciler (MB). Penderita MB ini pun tidak akan menularkan kusta apabila berobat teratur. Penyakit ini dapat ditulrkan melalui pernafasan (droplet) dan kulit. 13

4 Klasifikasi Penyakit Kusta Tujuan klasifikasi ini untuk menentukan regimen pengobatan dan perencanaan operasional. Untuk keperluan pengobatan kombinasi atau Multidrug Therapy (MDT) yaitu menggunakan gabungan Rifampicin, Lamprene dan DDS, maka penyakit kusta di Indonesia diklasifikasikan menjadi 2 tipe seperti klasifikasi menurut WHO (1998) yaitu: a. Tipe PB (Pausibasiler) Yang dimaksud dengan kusta tipe PB adalah penderita kusta dengan Basil Tahan Asam (BTA) pada sediaan apus, yakni tipe I (Indeterminate) TT (Tuberculoid) dan BT (Boderline Tuberculoid) menurut kriteria Ridley dan Joplin dan hanya mempunyai jumlah lesi 1-5 pada kulit. b. Tipe MB (Multi Basiler) Kusta MB adalah semua penderita kusta tipe BB (Mid Boderline), BL (Boderline lepromatous) dan LL (lepromatosa) menurut kriteria Ridley dan Joplin dengan jumlah lesi 6 atau lebih dan skin smer positif. Menurut Madrid klasifikasi kusta dibagi menjadi 4 yaitu : indeterminate, tuberculoid, borderline, dan lepromatosa. 13

5 Hubungan Lymphocyte dengan Type Kusta.(Ridley dan Joplin, 1996) 1. Indeterminate ( I ) 2. Tuberculoid ( T ) Lymphocyte LL BL BB BT T I Type 3. Borderline Tuberculoid ( BT ) 4. Borderline Borderline ( BB ) 5. Borderline Lepromatous ( BL ) 6. Lepromatous ( LL ) Penentuan klasifikasi berdasarkan pemeriksaan laboratorium (Bacteriological Index/BI). Lapangan Pandang dengan pembesaran 100X 1+ 1 Bacil dalam 100 lapangan pandang 2+ 1 Bacil dalam 10 lapangan pandang 3+ 1 Bacil dalam tiap lapangan pandang Bacil dalam tiap lapangan pandang Bacil dlam tiap lapangan pandang Bacil dalam tiap lapangan pandang Dari hasil pemeriksaan bakteri dengan mikroskop diatas maka kusta dapat di klasifikasikan menjadi : Tuberculoid Noneseen Boderline Tuberculoid 0 3+ Boderline Boderline 3 5+ Boderline Lepromatosa 5 6+ Lepromatosa Lepromatosa >6+

6 Cara Penularan Penyakit Kusta Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe MB kepada orang lain secara langsung. Cara penularan penyakit ini masih belum diketahui secara pasti, tetapi sebagian besar para ahli berpendapat bahwa penyakit kusta dapat ditularkan melalui saluran pernafasan dan kulit. Kusta mempunyai masa inkubasi 2-5 tahun, akan tetapi dapat juga berlangsung sampai bertahun-tahun. Meskipun cara masuk kuman M.leprae ke dalam tubuh belum diketahui secara pasti, namun beberapa penelitian telah menunujukkan bahwa yang paling sering adalah melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan pada mukosa nasal. Selain itu penularan juga dapat terjadi apabila kontak dengan penderita dalam waktu yang sangat lama. 3, Diagnosa Penyakit Kusta Penyakit kusta dapat menunjukkan gejala yang mirip dengan banyak penyakit lain. Sebaliknya penyakit lain dapat menunjukkan gejala yang mirip dengan penyakit kusta. Oleh karena itu dibutuhkan kemampuan untuk mendiagnosis penyakit kusta secara tepat dan membedakannya dengan berbagai penyakit lain agar tidak membuat kesalahan yang merugikan penderita. Diagnosa penyakit kusta didasarkan pada penemuan tanda kardinal (gejala utama), yaitu :

7 14 a. Bercak kulit yang mati rasa Bercak hipopigmentasi atau eritematosa, mendatar (makula) atau meninggi (plakat). Mati rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja terhadap rasa sentuh, rasa suhu, dan rasa nyeri b. Penebalan saraf tepi Dapat disertai rasa nyeri dan juga dapat disertai atau tanpa gangguan fungsi saraf yang terkena, yaitu gangguan fungsi sensoris (mati rasa), gangguan fungsi motoris (paresis atau paralysis), dan gangguan fungsi otonom (kulit kering, retak, edema, pertumbuhan rambut yang terganggu). c. Ditemukan basil tahan asam Bahan pemeriksaan adalah hapusan kulit cuping telinga dan lesi kulit pada bagian yang aktif. Kadang-kadang bahan diperoleh dari biopsy kulit atau saraf. Untuk menegakkan penyakit kusta, paling sedikit harus ditemukan satu tanda kardinal. Bila tidak atau belum dapat ditemukan, maka kita hanya dapat mengatakan tersangka kusta dan penderita perlu diamati dan diperiksa ulang setelah 3-6 bulan sampai diagnosis kusta dapat ditegakkan atau disingkirkan Pemeriksaan Penderita 1. Anamnesis a. Keluhan penderita b. Riwayat kontak dengan penderita c. Latar belakang keluarga, misalnya keadaan sosial ekonomis.

8 15 2. Inspeksi Dengan penerangan yang baik, lesi kulit harus diperhatikan dan juga kerusakan kulit. 3. Palpasi a. Kelainan kulit, nodus infiltrate, jaringan perut, ulkus, khususnya paa tangan dan kaki b. Kelainana saraf : pemeriksaan saraf, termasuk meraba dengan teliti : N.aurikularis magnus, N.ulnaris, dan N.peroneus. Petugas harus mencatat, adanya nyeri tekan dan penebalan saraf. Harus diperhatikan raut wajah si penderita, apakah kesakitan atau tidak pada waktu saraf diraba. Pemeriksaan saraf harus sistematis, meraba atau palpasi sedemikian rupa jangan sampai menyakiti atau penderita mendapat kesan kurang baik. Cara pemeriksaan saraf : 3 Bandingkan saraf bagian kiri dan kanan. 4 Membesar atau tidak 5 Bentuk bulat atau oval 6 Pembesaran regular (smooth) atau irregular, lumps, kerots 7 Perabaan keras atau kenyal 8 Nyeri atau tidak Untuk mendapat kesan saraf mana yang masih normal, diperlukan pengalaman yang banyak. Cara pemeriksaan saraf tepi : 1. N. aurikularis magnus :

9 16 Pasien disuruh menoleh ke samping semaksimal mungkin, maka saraf yang terlihat akan terdorong oleh otot dibawahnya sehingga sudah dapat terlihat bila membesar. Dua jari pemeriksaan diletakkan di atas persilangan jalannya saraf tersebut dengan arah otot, perabaan secara seksama akan menentukan jaringan seperti kabel atau kawat, bila ada penebalan. Jangan lupa membandingkan yang kiri dan kanan. 2. N. ulnaris : Tangan yang diperiksa harus santai, sedikit fleksi dan sebaiknya diletakkan diatas satu tangan pemeriksa. Tangan pemeriksa yang lain meraba lekukan di bawah siku (sulkus nervi ulnaris) dan merasakan, apakah ada penebalan atau tidak. Perlu dibandingkan N. ulnaris kanan dan kiri untuk melihat adanya perbedaan atau tidak. 3. N. peroneus lateralis : Pasien disuruh duduk dengan kedua kaki menggantung kemudian diraba di sebelah lateral dari capitulum fibulae biasanya sedikit ada ke posterior. Bila saraf yang dicari tersentuh oleh jari pemeriksa, sering pasien merasakan seperti terkena setrum pada daerah yang dipersarafi oleh saraf tersebut. Pada keadaan neuritis akut, sedikit sentuhan sudah memberikan rasa nyeri yang hebat. 4. Tes fungsi saraf a. Tes sensoris Rasa raba : dengan kapas atau sepotong kapas yang dilancipkan dipakai untuk memeriksa perasaan dengan menyinggung kulit. Yang diperiksa

10 17 harus duduk pada waktu pemeriksaan. Terlebih dahulu petugas menerangkan bahwa bila mana merasa disinggung bagian tubuhnya dengan kapas, ia harus menunjukkan kulit yang disinggung dengan jari telunjuknya dan dikerjakan dengan mata terbuka. Tanda-tanda di kulit dan bagian-bagian kulit lain yang dicurigai, diperiksa sensibilitasnya. Harus diperiksa sensibilitas kulit yang tersangka diserang kusta. Bercak-bercak di kulit harus diperiksa ditengahnya dan jangan dipinggirnya. Rasa nyeri : diperiksa degan memakai jarum. Petugas menusuk kulit dengan ujung jarum yang tajam dan dengan pangkal tangkainya yang tumpul dan penderita harus mengatakan tusukan mana yang tumpul. Rasa suhu : dilakukan dengan mempergunakan 2 tabung reaksi, yang satu berisi air panas(sebaiknya 40 C) yang lainnya air dingin (sebaiknya sekitar 20 C). kenudian mata penderita ditutup atau menoleh ke tempat lain, lalu bergantian kedua tabung tersebut ditempelkan pada daerah kulit yang dicurigai. Bila penderita salah menyebutkan rasa pada tabung yang ditempelkan, maka dapat disimpulkan bahwa sensasi suhu di daerah tersebut terganggu. Berdasarkan adanya gangguan berkeringat di makula anestesi pada penyakit kusta, pemeriksaan lesi kulit dapat dilengkapi dengan test anhidrosis. b. Tes motoris : Voluntary muscle test (VMT)

11 18 5. Komplikasi : dicari komplikasi a. Pada mata, hidung, laring dan testis b. Reaksi : nyeri saraf, eritema nodosum leprosum, iridosiklitis, tenosinovitis. c. Kerusakan saraf sensoris d. Kerusakan saraf motoris e. Kerusakan saraf otonom 6. Pemeriksaan bakterioskopik Pemeriksaan hapusan sayatan kulit (bakterioskopik) berguna untuk : a. Membantu menentukan diagnosis penyakit b. Membantu menentukan klasifikasi (tipe) penyakit kusta. c. Membantu menilai hasil pengobatan. Ketentuan untuk lokasi sediaan : a. Sediaan diambil dari kelainan kulit yang paling akut. b. Kulit muka sebaiknya dihindari karena alasan kosmetik kecuali tidak ditemukan kelainan kulit di tempat lain. c. Pada pemeriksaan ulangan dilakukan di tempat kelainan kulit yang sama dan bila perlu ditambah dengan lesi kulit yang baru timbul. d. Sebaiknya petugas yang mengambil dan memeriksa sediaan hapus dilakukan oleh orang yang berlainan. Hal ini untuk menjaga pengaruh gambaran klinis terhadap hasil pemeriksaan bakterioskopik. e. Tempat yang sering diambil untuk sediaan hapus jaringan bagi pemeriksaan M.leprae adalah : cuping telinga, lengan, punggung, bokong, dan paha.

12 19 f. Jumlah pengambilan sediaan apus jaringan kulit harus minimum dilaksanakan di tiga tempat, yaitu : cuping telinga kiri, cuping telinga kanan, dan bercak yang paling aktif. g. Sediaan dari selaput lender hidung sebaiknya dihindarkan karena : tidak menyenangkan bagi penderita, positif palsu karena mikrobakterium lain, tidak pernah ditemukan M.leprae pada selaput lender hidung apabila sediaan hapus kulit negatif, pada pengobatan pemeriksaan bakterioskopis selaput lender hidung negatif lebih dahulu daripada di kulit. h. Beberapa ketentuan yang harus diambil sediaan hapus kulit : semua orang yang dicurigai menderita kusta, semua penderita baru yang didiagnosis secara klinis sebagai penderita kusta, semua penderita kusta yang diduga kambuh (relaps) atau karena tersangka kuman (resisten) kebal terhadap obat, dan semua penderita MB setahun sekali Pencegahan Penyakit Kusta Mengingat di masyarakat masih banyak yang belum memahami tentang penyakit kusta yang bisa menjadi hambatan bagi pelaksanaan program pemberantasan kusta termasuk dalam mengikutsertakan peran serta masyarakat, maka diperlukan upaya-upaya pencegahan untuk dapat mengurangi prevalensi, insidens dan kecacatan penderita kusta. Upaya-upaya pencegahan diatas dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan perjalanan penyakit yaitu : pencegahan primer, sekunder, dan pencegahan tersier

13 Pencegahan Primer Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Secara garis besar, upaya pencegahan ini dapat berupa pencegahan umum dan pencegahan khusus. Pencegahan umum dimaksudkan untuk mengadakan pencegahan pada masyarakat umum, misalnya personal hygiene, pendidikan kesehatan masyarakat dengan penyuluhan dan kebersihan lingkungan. Pencegahan khusus ditujukan pada orang-orang yang mempunyai resiko untuk terkena suatu penyakit, misalnya pemberian immunisasi Pencegahan Sekunder Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk mencegah orang yang telah sakit agar sembuh dengan pengobatan, menghindarkan komplikasi kecacatan secara fisik. Pencegahan sekunder mencakup kegiatan-kegiatan seperti dengan tes penyaringan yang ditujukan untuk pendeteksian dini serta penanganan pengobatan yang cepat dan tepat. Tujuan utama kegiatan pencegahan sekunder adalah untuk mengidentifikasikan orang-orang tanpa gejala yang telah sakit atau yang jelas berisiko tinggi untuk mengembangkan penyakit Pencegahan Tersier Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidak mampuan dan mengadakan rehabilitasi. Upaya pencegahan tingkat tiga ini dapat dilakukan dengan memaksimalkan fungsi organ tubuh, membuat protesa ekstremitas akibat amputasi dan mendirikan pusat-pusat rehabilitasi medik.

14 Pencegahan Kecacatan M.leprae menyerang saraf tepi pada tubuh manusia. Tergantung dari kerusakan urat saraf tepi, maka akan terjadi gangguan fungsi saraf tepi : sensorik, motorik, dan otonom. Menurut WHO tahun 1996 batasan istilah dalam cacat kusta adalah : a) Impairment : segala kehilangan atau abnormalitas struktur fungsi yang bersifat psikologik, fisiologik, atau anatomik. b) Disability : segala keterbatasan atau kekurangmampuan (akibat impairment) untuk melakukan kegiatan dalam batas-batas kehidupan yang normal bagi manusia. c) Handicap : kemunduran pada seorang individu (akibat impairment dan disability) yang membatasi atau menghalangi penyelesaian tugas normal yang bergantung pada umur, seks, dan faktor sosial budaya. Jenis cacat kusta dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu : a) Kelompok cacat primer, adalah kelompok cacat yang disebabkan langsung oleh aktifitas penyakit, terutama kerusakan akibat respons jaringan terhadap M.leprae. yang termasuk cacat primer adalah cacat pada fungsi saraf sensorik, fungsi saraf motorik, dan cacat pada fungsi otonom serta gangguan refleks vasodilatasi. b) Kelompok cacat sekunder, yaitu cacat yang terjadi akibat cacat primer, terutama akibat adanya kerusakan saraf. Anastesi akan memudahkan terjadinya luka akibat trauma mekanis atau termis yang dapat mengalami infeksi sekunder dengan segala akibatnya.

15 22 Derajat cacat kusta menurut WHO (1988), di bagi menjadi tiga tingkatan, yaitu : a) Cacat pada tangan dan kaki : Tingkat 0 : tidak ada anestesi dan kelainan anatomis Tingkat 1 : ada anestesi, tetapi tidak ada kelainan anatomis Tingkat 2 : terdapat kelainan anatomis b) Cacat pada mata : Tingkat 0 : tidak ada kelainan pada mata (termasuk visus) Tingkat 1 : ada kelainan mata, tetapi tidak terlihat, visus sedikit berkurang Tingkat 2 : ada lagoftalmos dan visus sangat terganggu Upaya pencegahan cacat terdiri atas : a) Upaya pencegahan cacat primer, yang meliputi : - Pengobatan secara teratur dan adekuat - Diagnosa dini dan penatalaksanaan neuritis - Diagnosa dini dan penatalaksanaan reaksi b) Upaya pencegahan cacat sekunder, yang meliputi : - Perawatan diri sendiri untuk mencegah luka - Latihan fisioterapi pada otot yang mengalami kelumpuhan untuk mencegah terjadinya kontraktur - Bedah rekonstruksi untuk koreksi otot yang mengalami kelumpuhan agar tidak mendapat tekanan yang berlebihan - Bedah plastic untuk menguragi perluasan infeksi

16 23 Perawatan mata, tangan, dan atau kaki yang anestesi atau mengalami kelumpuhan otot. 3, Penemuan dan Pengobatan Penderita Kusta Penemuan Penderita Dalam program pemberantasan penyakit kusta, penemuan penderita secara dini sangat penting untuk mencegah penularan dan timbulnya cacat pada penderita. Cara penemuan penderita kusta ada 2 (dua) yaitu : a. Penemuan penderita secara pasif (sukarela) Penemuan ini dilakukan oleh penderita baru atau tersangka yang belum pernah berobat kusta, datang sendiri atau saran dari orang lain ke sarana kesehatan. Hal ini tergantung dari pengertian dan kesadaran penderita itu sendiri untuk mendapatkan pengobatan. Faktor-faktor yang menyebabkan penderita terlambat datang berobat ke Puskesmas/sarana kesehatan lainnya, yaitu : a) Tidak mengerti tanda dini kusta b) Malu datang ke Puskesmas c) Tidak tahu bahwa ada obat yang tersedia cuma-cuma di Puskesmas d) Jarak penderita ke Puskesmas/sarana kesehatan lainnya terlalu jauh. b. Penemuan secara aktif Kegiatan yang dilakukan dalam penemuan penderita secara aktif adalah : a) Pemeriksaan kontak serumah (Survei Kontak) Dengan melakukan pemeriksaan kepada semua anggota keluarga yang tinggal serumah dengan penderita. Pemeriksaan dilakukan minimal 1 tahun sekali, terutama ditujukan pada kontak tipe MB.

17 24 b) Pemeriksaan anak sekolah Penderita pada usia dibawah 14 tahun atau anak Sekolah Dasar dan Taman Kanak-kanak cukup banyak. Ini untuk mengantisipasi kemungkinan adanya penderita kusta pada anak dan mencegah terjadinya penularan di lingkungan sekolah. c) Chase Survey Mencari penderita baru sambil membina partisipasi masyarakat untuk mengetahui tanda-tanda kusta dini secara benar. d) Survei Khusus Survei ini dilakukan apabila suatu daerah dimana proporsi penderita MB minimal 60% dan dijumpai penderita pada usia muda cukup tinggi sesuai dengan perencanaan dan petunjuk dari Depkes yang sudah diadakan Set Up secara statistik oleh ahli statistik dari WHO.tahun Pengobatan Penyakit Kusta Program MDT Program MDT dimulai pada tahun 1981, yaitu ketika Kelompok Studi Kemoterapi WHO secara resmi mengeluarkan rekomendasi pengobatan kusta dengan rejimen kombinasi yang selanjutnya dikenal dengan rejimen MDT- WHO.(2001) Rejimen ini terdiri atas kombinasi obat-obat dapson, rifamfisin, dan klofasimin. Selain untuk mengatasi resistensi adapson yang semakin meningkat, penggunaan MDT dimaksudkan juga untuk mengurangi ketidaktaatan penderita dan menurunkan angka putus obat (drop-out rate) yang cukup tinggi pada masa

18 25 monoterapi dapson. Di samping itu juga diharapkan juga dengan MDT dapat mengeliminasi persistensi kuman dalam jaringan. 3, Obat Kusta Baru Dalam pelaksanaan program MDT-WHO (2001) ada beberapa masalah yang timbul, yaitu : adanya persister, resistensi rifampisin, dan lamanya pengobatan terutama untuk kusta MB. Untuk penderita kusta PB, rejimen MDT-PB juga masih menimbulkan beberapa masalah, antara lain : masih menetapnya lesi kulit setelah 6 bulan pengobatan. Jika seorang penderita mempunyai resistensi ganda terhadap dapson dan rifampisin bersama-sama, tentunya hal ini akan membahayakan. 3 Oleh karena itu diperlukan obat-obat baru dengan mekanisme bakterisidal yang berbeda dengan obat-obat dalam rejimen MDT-WHO saat ini. Idealnya, obat-obat kusta baru harus memenuhi syarat antara lain : bersifat bakterisidal kuat terhadap M.leprae, tidak antagonis dengan obat yang sudah ada, aman dan akseptabilitas penderita baik, dapat diberikan per oral, dan sebaiknya diberikan tidak lebih dari sekali sehari. Di antara yang sudah terbukti efektif adalah ofloksasin, minosiklin, dan klaritromisin Program Pemberantasan Kusta Untuk mencapai tujuan nasional eliminasi kusta pada tahun 2005, Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan program pemberantasan kusta adalah dengan memutuskan rantai penularan untuk menurunkan insidens penyakit, mengobati dan menyembuhkan penderita dan mencegah timbulnya cacat.

19 Tujuan Program Jangka Panjang a) Penemuan penderita sedini mungkin sehingga proporsi cacat tingkat 2 (dua) di antara penderita baru dapat ditekan serendah mungkin. b) Meningkatkan pengobatan MDT sebagai obat standar bagi penderita terdaftar dan penderita baru. c) Tercapainya 100% selesai pengobatan untuk PB dalam jangka waktu 9 bulan dan untuk MB 18 bulan dengan melakukan case holding yang ketat dan cermat. d) Pembinaan pengobatan, agar penderita yang di MDT akan selesai pengobatannya dalam batas waktu 9 bulan. Dan semua penderita MB yang di MDT akan selesai pengobatannya dalam batas waktu 18 bulan sesuai Surat Edaran Direktorat Pemberantasan Penyakit Menular langsung Departemen Kesehatan RI Nomor : KS e) Mencegah cacat pada penderita yang telah terdaftar sehingga tidak akan terjadi cacat baru. f) Melakukan penyuluhan kesehatan masyarakat tentang penyakit kusta, agar masyarakat memahami kusta yang sebenarnya dan mengurangi leprophobia. g) Pengawasan sesudah RFT (Release From Treatment) dengan memberikan motivasi kepada semua penderita agar datang memeriksakan dirinya setiap tahun setelah selesai masa pengobatan selama 2 tahun untuk tipe PB dan 5 tahun untuk tipe MB. h) Melaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam memenuhi kebutuhan program. 13

20 Tujuan Program Jangka Pendek Tujuan program kusta adalah menurunkan angka kesakitan penyakit kusta menjadi kurang dari 1/ penduduk secara nasional pada tahun 2005, sehingga tidak lagi jadi masalah kesehatan masyarakat Kebijaksanaan a) Pelaksanaan program kusta diintegrasikan dalam kegiatan puskesmas b) Penderita kusta tidak boleh diisolasi c) Pengobatan kusta dengan MDT sesuai dengan rekomendasi WHO diberikan secara gratis Konsep Perilaku Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Dan yang dimaksud dengan perilaku pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berbicara, berjalan, menangis, tertawa, bekerja, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. 18

21 Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan manusia banyak digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, terutama pengetahuan umum yang sangat bermanfaat untuk keperluan manusia sehari-hari. Setiap orang akan mempergunakan pengetahuan namun tidak tahu benar akan seluk beluk pengetahuan itu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan seharihari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belu merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. 18

22 Tindakan Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak-pihak lain. Selanjutnya tingkat-tingkat tindakan secara teoritis adalah : 1. Persepsi (perception), mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama. 2. Respon terpimpin (guided respons), dalam melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar, sesuai dengan contoh adalah merupakan praktik indikator tingkat dua. 3. Mekanisme (mechanism), apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat ketiga. 4. Adaptasi (adaptation), merupakan suatu tindakan yang sudah berkembang baik, artinya tindakan ini sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau beberapa bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden. 18

23 Perilaku Kesehatan Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Respon atau reaksi manusia baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap) maupun bersifat aktif/tindakan yang nyata (practice). Dengan demikian secara lebih terperinci perilaku kesehatan itu meliputi : 1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia merespon, baik secara pasif maupun aktif yang dilakukan sehubungan dengan penyakit, dengan sendirinya sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit. Perilaku sehubungan de peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion behavior) Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior) Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan (health seeling behavior) Perilaku pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior) 2. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan 3. Perilaku terhadap makanan 4. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior) Seorang petugas kesehatan berperilaku tertentu dalam mewujudkan keaktifannya disebabkan karena adanya dorongan yang menggerakkan hatinya agar berbuat sesuatu. Dorongan tersebut juga sebagai motif. Pada setiap petugas kesehatan motif dapat berbeda tergantung dengan latar belakang pendidikan, pengalaman, kebutuhan dan senganbagainya. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENYAKIT KUSTA 1. Pengertian Umum. Epidemiologi kusta adalah ilmu yang mempelajari tentang masyarakat kejadian, penyebaran dan faktor yang mempengaruhi sekelompok manusia. Timbulnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) terutama menyerang kulit dan saraf tepi. Penularan dapat terjadi dengan cara kontak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium leprae (M.leprae) yang pertama kali menyerang susunan saraf

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium leprae (M.leprae) yang pertama kali menyerang susunan saraf BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae (M.leprae) yang pertama kali menyerang susunan saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Kusta merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat komplek. Penyebab penyakit kusta yaitu Mycobacterium Leprae. Masalah yang dimaksud

Lebih terperinci

Klasifikasi penyakit kusta

Klasifikasi penyakit kusta Penyakit kusta merupakan masalah dunia, terutama bagi Negara-negara berkembang. Di Indonesia pada tahun 1997 tercatat 33.739 orang, yang merupakan negara ketiga terbanyak penderitanya setelah India dan

Lebih terperinci

PROSEDUR DIAGNOSIS KUSTA

PROSEDUR DIAGNOSIS KUSTA Kabupaten dr. ABDUL FATAH A. NIP: 197207292006041014 1.Pengertian 2.Tujuan Adalah penilaian klinis atau pernyataan ringkas tentang status kesehatan individu yang didapatkan melalui proses pengumpulan data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Sebenarnya kusta bila ditemukan dalam stadium dini

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Sebenarnya kusta bila ditemukan dalam stadium dini BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penderita kusta (lepra) di Indonesia dewasa ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Sebenarnya kusta bila ditemukan dalam stadium dini merupakan penyakit ringan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. Masa tunas dari

BAB I PENDAHULUAN. kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. Masa tunas dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kusta merupakan penyakit infeksi kronik yang penyebabnya ialah Mycobacterium leprae dan bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit kusta (morbus Hansen) merupakan penyakit infeksi kronis menahun

I. PENDAHULUAN. Penyakit kusta (morbus Hansen) merupakan penyakit infeksi kronis menahun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta (morbus Hansen) merupakan penyakit infeksi kronis menahun yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae ( M.leprae ) yang menyerang hampir semua organ tubuh

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KECACATAN PENDERITA KUSTA DI KABUPATEN NGAWI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KECACATAN PENDERITA KUSTA DI KABUPATEN NGAWI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KECACATAN PENDERITA KUSTA DI KABUPATEN NGAWI Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memproleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. World Health Organization (WHO) pada berbagai negara terjadi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. World Health Organization (WHO) pada berbagai negara terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae (M. leprae) yang pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kusta (Mycobacterium leprae) yang awalnya menyerang saraf tepi, dan selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. kusta (Mycobacterium leprae) yang awalnya menyerang saraf tepi, dan selanjutnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kusta adalah penyakit menular dan menahun yang disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang awalnya menyerang saraf tepi, dan selanjutnya menyerang kulit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan angka kejadiannya yang masih tinggi (World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. dengan angka kejadiannya yang masih tinggi (World Health Organization BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kusta merupakan salah satu dari 17 penyakit tropis yang masih terabaikan dengan angka kejadiannya yang masih tinggi (World Health Organization (WHO), 2013). Tahun 2012

Lebih terperinci

Profil Program P2 Kusta Dinkes Kayong Utara

Profil Program P2 Kusta Dinkes Kayong Utara Profil Program P2 Kusta Dinkes Kayong Utara 2009-2011 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, pada akhirnya buku Profil Program Pemberantasan Penyakit Kusta Kabupaten Kayong Utara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Mekanisme Koping Kemampuan koping diperlukan oleh setiap manusia untuk mampu bertahan hidup didalam lingkungan yang selalu berubah dengan cepat. Koping merupakan proses pemecahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kusta merupakan salah satu jenis penyakit menular yang masih

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kusta merupakan salah satu jenis penyakit menular yang masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta merupakan salah satu jenis penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Selain menimbulkan masalah kesehatan penyakit kusta juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lepra adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lepra adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lepra adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae (M. leprae). Kuman ini bersifat intraseluler obligat yang menyerang saraf tepi dan dapat

Lebih terperinci

Tingginya prevalensi kusta di Kabupaten Blora juga didukung oleh angka penemuan kasus baru yang cenderung meningkat dari tahun 2007 sampai dengan

Tingginya prevalensi kusta di Kabupaten Blora juga didukung oleh angka penemuan kasus baru yang cenderung meningkat dari tahun 2007 sampai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kusta adalah penyakit menular dan menahun yang disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang awalnya menyerang saraf tepi, dan selanjutnya menyerang kulit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kusta merupakan infeksi kronis granulomatous yang mengenai kulit, syaraf tepi

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kusta merupakan infeksi kronis granulomatous yang mengenai kulit, syaraf tepi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penyakit kusta merupakan infeksi kronis granulomatous yang mengenai kulit, syaraf tepi dan jaringan tubuh lainnya disebabkan oleh organisme obligat intraselluler Mycobacterium

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kusta 2.1.1. Definisi Istilah kusta berasal dari bahasa India, yakni kushtha berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi kusta Penyakit kusta adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang di sebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada syaraf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta merupakan penyakit menular menahun disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae yang menyerang saraf tepi, kulit dan organ tubuh lain kecuali susunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae. Kecacatan / cacat

BAB II TINJAUAN TEORI. yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae. Kecacatan / cacat BAB II TINJAUAN TEORI A. Kusta 1. Pengertian Penyakit kusta adalah suatu infeksi granulomatosa menahun pada manusia, yang menyerang jaringan superfisial, khususnya kulit, saraf tepi (Isselbacher, Ashadi,

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PENYAKIT KUSTA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PENYAKIT KUSTA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PENYAKIT KUSTA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE 2011 2013 Kasus kusta di Indonesia tergolong tinggi dibandingkan Negara lain. Angka kejadian

Lebih terperinci

KUSTA SALAH SATU PENYAKIT MENULAR YANG MASIH DI JUMPAI DI INDONESIA. Drh. Hiswani Mkes Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

KUSTA SALAH SATU PENYAKIT MENULAR YANG MASIH DI JUMPAI DI INDONESIA. Drh. Hiswani Mkes Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara KUSTA SALAH SATU PENYAKIT MENULAR YANG MASIH DI JUMPAI DI INDONESIA Drh. Hiswani Mkes Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit tuberkulosis (TB Paru) sampai saat ini masih masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, dimana hasil Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukan

Lebih terperinci

dan menjadi dasar demi terwujudnya masyarakat yang sehat jasmani dan rohani.

dan menjadi dasar demi terwujudnya masyarakat yang sehat jasmani dan rohani. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya peningkatan kesehatan masyarakat merupakan tanggung jawab bersama dan menjadi dasar demi terwujudnya masyarakat yang sehat jasmani dan rohani. Indonesia masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta atau lepra (leprosy) atau disebut juga Morbus hansen merupakan penyakit menular kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Penyakit kusta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan penyumbang kusta nomor 4 terbesar di dunia setelah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan penyumbang kusta nomor 4 terbesar di dunia setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta tersebar di Indonesia secara tidak merata dengan angka penderita yang terdaftar sangat bervariasi menurut Propinsi dan Kabupaten. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sementara penyakit menular lain belum dapat dikendalikan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. sementara penyakit menular lain belum dapat dikendalikan. Salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia masih menghadapi beberapa penyakit menular baru sementara penyakit menular lain belum dapat dikendalikan. Salah satu penyakit menular yang belum sepenuhnya

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. fenomena penyakit yang terjadi pada sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan,

BAB 1 : PENDAHULUAN. fenomena penyakit yang terjadi pada sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit berbasis lingkungan merupakan penyakit yang proses kejadiannya atau fenomena penyakit yang terjadi pada sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan, berakar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kronis pada manusia yang disebabkan Mycobacterium leprae (M. leprae) yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kronis pada manusia yang disebabkan Mycobacterium leprae (M. leprae) yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Kusta Lepra (penyakit kusta, Morbus Hansen) adalah suatu penyakit infeksi kronis pada manusia yang disebabkan Mycobacterium leprae (M. leprae) yang secara primer menyerang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kusta 2.1.1 Definisi dan Etiologi Kusta Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kusta Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae yang terjadi pada kulit dan saraf tepi. Manifestasi klinis dari penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler. mengenai organ lain kecuali susunan saraf pusat.

BAB I PENDAHULUAN. kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler. mengenai organ lain kecuali susunan saraf pusat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta atau morbus Hansen merupakan infeksi granulomatosa kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Kusta dapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Amiruddin dalam Harahap (2002) menjelaskan penyakit kusta adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Amiruddin dalam Harahap (2002) menjelaskan penyakit kusta adalah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Penyakit kusta Amiruddin dalam Harahap (2002) menjelaskan penyakit kusta adalah penyakit kronik disebabkan kuman Mycobacterium leprae yang pertama kali menyerang susunan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kusta 2.1.1. Definisi Penyakit kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae (M.leprae) yang pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya menyerang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium leprae, ditemukan pertama kali oleh sarjana dari Norwegia GH

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium leprae, ditemukan pertama kali oleh sarjana dari Norwegia GH 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia, masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai ke masalah sosial, ekonomi, budaya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kusta maupun cacat yang ditimbulkannya. kusta disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. kusta maupun cacat yang ditimbulkannya. kusta disebabkan oleh Mycobacterium BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kusta masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan beberapa negara di dunia. Penyakit kusta sampai saat ini masih ditakuti oleh masyarakat,

Lebih terperinci

-Faktor penyebab penyakit kusta. -Tanda dan gejala penyakit kusta. -Cara penularan penyakit kusta. -Cara mengobati penyakit kusta

-Faktor penyebab penyakit kusta. -Tanda dan gejala penyakit kusta. -Cara penularan penyakit kusta. -Cara mengobati penyakit kusta SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENYAKIT KUSTA Judul Pokok Bahasan : Penyakit Kusta : Tanda dan Gejala Penyakit Kusta Sub Pokok Bahasan : -Pengertian penyakit kusta - Penyebab penyakit kusta -Faktor penyebab

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan Masyarakat. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan

Lebih terperinci

PENGARUH KOINSIDENSI DIABETES MELITUS TERHADAP LAMA PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN

PENGARUH KOINSIDENSI DIABETES MELITUS TERHADAP LAMA PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN PENGARUH KOINSIDENSI DIABETES MELITUS TERHADAP LAMA PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN 2008 2009 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (Tb) merupakan penyakit menular bahkan bisa menyebabkan kematian, penyakit ini menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil tuberkulosis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis Paru sampai saat ini masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat dan secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

Lebih terperinci

Laporan Pendahuluan Morbus Hansen. BAB 1 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Laporan Pendahuluan Morbus Hansen.  BAB 1 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Laporan Pendahuluan Morbus Hansen Ditulis pada Kamis, 24 Maret 2016 04:03 WIB oleh damian dalam katergori Mikrobiologi tag Morbus hansen, Kusta, Lepra, Mikrobilogi, Laporan Pendahuluan http://fales.co/blog/laporan-pendahuluan-morbus-hansen.html

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Penyakit kusta disebut juga penyakit lepra atau Morbus Hansen merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. (1) Kusta adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi menular yang masih menjadi masalah kesehatan dunia, dimana WHO melaporkan bahwa setengah persen dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kusta 1. Pengertian Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman mycobacterium leprae(m. leprae) yang pertama kali menyerang susunan saraf tepi, selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit kusta adalah penyakit infeksi kronis menular dan menahun yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit kusta adalah penyakit infeksi kronis menular dan menahun yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta adalah penyakit infeksi kronis menular dan menahun yang disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang utamanya menyerang saraf tepi, dan kulit,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing sehingga yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing sehingga yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organism (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu dari sudut pandang biologis semua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan materi penelitian yaitu : Teori Kusta, teori dukungan keluarga, teori upaya pencegahan penderita kusta, serta kerangka teori.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB paru) merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) paru merupakan satu penyakit menular yang dapat menyebabkan kematian. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh infeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini umumnya menyerang pada paru, tetapi juga dapat menyerang bagian

Lebih terperinci

5. Sulfas Ferrosus Obat tambahan untuk penderita kusta yang mengalami anemia berat.

5. Sulfas Ferrosus Obat tambahan untuk penderita kusta yang mengalami anemia berat. PENGOBATAN DAN KECACATAN PENYAKIT KUSTA / LEPRA Dr. Suparyanto, M.Kes PENGOBATAN DAN KECACATAN PENYAKIT KUSTA / LEPRA Tujuan Pengobatan Menyembuhkan penderita kusta dan mencegah timbulnya cacat. Pada penderita

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ANC (Antenatal Care) 1. Pengertian ANC Antenatal care adalah perawatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), Antenatal

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA INTERVENSI TERHADAP PENDERITA KUSTA SETELAH SELESAI PENGOBATAN MELALUI PENGAMATAN SEMI AKTIF DAN PENGAMATAN PASIF (STUDI KASUS DI KABUPATEN PASURUAN TAHUN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Penyakit TBC banyak menyerang usia kerja produktif, kebanyakan dari

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Penyakit TBC banyak menyerang usia kerja produktif, kebanyakan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit TBC (Tuberculosis) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dunia. Penyakit TBC banyak menyerang usia kerja produktif, kebanyakan dari kelompok sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi bidang promotif, pencegahan, dan pengobatan seharusnya

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi bidang promotif, pencegahan, dan pengobatan seharusnya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberadaan penyakit kusta atau lepra sangat ditakuti. Penyakit itu disebabkan bakteri Microbakterium leprae, juga dipicu gizi buruk. Tidak jarang penderitanya dikucilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Kusta merupakan penyakit menular langsung yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kusta atau Lepra atau Morbus Hansen adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Leprae. 1 Kusta ini merupakan penyakit menahun yang menyerang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Predileksi awal penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Predileksi awal penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kusta atau disebut juga Morbus Hansen (MH) merupakan infeksi kronik pada kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Predileksi awal penyakit ini adalah saraf

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu melalui inhalasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberculosis paru (TB paru) merupakan salah satu penyakit infeksi yang prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health Organitation (WHO, 2012)

Lebih terperinci

PROFIL PENDERITA MORBUS HANSEN (MH) DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2012

PROFIL PENDERITA MORBUS HANSEN (MH) DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2012 PROFIL PENDERITA MORBUS HANSEN (MH) DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2012 1 Patricia I. Tiwow 2 Renate T. Kandou 2 Herry E. J. Pandaleke 1

Lebih terperinci

Sanitasi lingkungan adalah Status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup

Sanitasi lingkungan adalah Status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sanitasi Lingkungan Rumah Sanitasi lingkungan adalah Status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebaginya (Notoadmojo,

Lebih terperinci

Jumlah Penderita Baru Di Asean Tahun 2012

Jumlah Penderita Baru Di Asean Tahun 2012 PERINGATAN HARI KUSTA SEDUNIA TAHUN 214 Tema : Galang kekuatan, hapus stigma dan diskriminasi terhadap orang yang pernah mengalami kusta 1. Penyakit kusta merupakan penyakit kronis disebabkan oleh Micobacterium

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan taraf kehidupan yang disetujui oleh para pemimpin dunia pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi kronis menular yang masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World Health

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di berbagai negara di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parekim paru. Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh kainnya, termasuk meningitis, ginjal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman kusta Mycobacterium leprae (M. leprae) yang dapat menyerang

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman kusta Mycobacterium leprae (M. leprae) yang dapat menyerang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta merupakan penyakit menular berbahaya yang disebabkan oleh kuman kusta Mycobacterium leprae (M. leprae) yang dapat menyerang hampir semua organ tubuh terutama

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Hal ini sangat penting dalam membantu kita untuk melakukan aktivitas kehidupan serta rutinitas sehari-hari. Bila

Lebih terperinci

Laporan Kasus REAKSI KUSTA TIPE 2 PADA PENDERITA KUSTA MULTIBASILER (MB) YANG TELAH MENYELESAIKAN TERAPI MDT-MB. dr. Cut Putri Hazlianda

Laporan Kasus REAKSI KUSTA TIPE 2 PADA PENDERITA KUSTA MULTIBASILER (MB) YANG TELAH MENYELESAIKAN TERAPI MDT-MB. dr. Cut Putri Hazlianda Laporan Kasus REAKSI KUSTA TIPE 2 PADA PENDERITA KUSTA MULTIBASILER (MB) YANG TELAH MENYELESAIKAN TERAPI MDT-MB dr. Cut Putri Hazlianda DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN USU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bentuk yang paling banyak dan paling penting (Widoyono, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bentuk yang paling banyak dan paling penting (Widoyono, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tubercolusis atau yang sering disebut TB merupakan penyakit infeksi yang dapat menyerang berbagai organ atau jaringan tubuh.tuberkulosis paru merupakan bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan yang penting saat ini. WHO menyatakan bahwa sekitar sepertiga penduduk dunia tlah terinfeksi kuman Tuberkulosis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi banyak terjadi di negara berkembang yang mempunyai kondisi sosial ekonomi rendah. Salah satu penyakit infeksi tersebut adalah penyakit kusta. Penyakit

Lebih terperinci

MAKALAH SISTEM INTEGUMEN

MAKALAH SISTEM INTEGUMEN MAKALAH SISTEM INTEGUMEN GANGGUAN INTEGUMEN AKIBAT INFEKSI BAKTERI (KUSTA) DI SUSUN OLEH KELOMPOK IV 1. PRAMANDA 2. RITA NOVITA 3. RONI APRIADI 4. SOFIANA RAHMANI 5. SRI WAHYU NINGSIH 6. SUCIYATI RAHMADANI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang telah lama dikenal. Penyakit ini menjadi masalah yang cukup besar bagi kesehatan masyarakat terutama di negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih menjadi salah satu negara dengan kasus Tuberkulosis (TB) yang tinggi dan masuk dalam ranking 5 negara dengan beban TB tertinggi di dunia 1. Menurut

Lebih terperinci

Kelompok. Nama Anggota

Kelompok. Nama Anggota Kelompok... Nama Anggota... CARA PENGISIAN Satu buku digunakan untuk satu anggota. Data dasar diambil pada saat seorang menjadi anggota kelompok (hal. 5). Pemeriksaan rutin dilakukan pada setiap pertemuan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kusta 2.1.1. Definisi Istilah kusta berasal dari bahasa India, yakni kushtha berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai

Lebih terperinci

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1 Mengapa Kita Batuk? Batuk adalah refleks fisiologis. Artinya, ini adalah refleks yang normal. Sebenarnya batuk ini berfungsi untuk membersihkan tenggorokan dan saluran napas. Atau dengan kata lain refleks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis yang paling sering mengenai organ paru-paru. Tuberkulosis paru merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perifer sebagai aktivitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius

BAB 1 PENDAHULUAN. perifer sebagai aktivitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia masih banyak penderita penyakit kusta, penyakit kusta masih menjadi momok di masyarakat bila tidak ditangani secara cepat dan tepat maka penyakit ini akan

Lebih terperinci

Sehat merupakan kondisi yang ideal secara fisik, psikis & sosial, tidak terbatas pada keadaan bebas dari penyakit dan cacad (definisi WHO)

Sehat merupakan kondisi yang ideal secara fisik, psikis & sosial, tidak terbatas pada keadaan bebas dari penyakit dan cacad (definisi WHO) 1 Sehat merupakan kondisi yang ideal secara fisik, psikis & sosial, tidak terbatas pada keadaan bebas dari penyakit dan cacad (definisi WHO) Sakit : pola respon yang diberikan oleh organisme hidup thd

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya dari segi medis namun juga psikososial, sedangkan bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. hanya dari segi medis namun juga psikososial, sedangkan bagi masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit infeksi kronis yang hingga saat ini masih menimbulkan permasalahan yang bersifat kompleks baik bagi penderita maupun masyarakat.

Lebih terperinci

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) : KONSEP PERILAKU A. Pengertian Perilaku Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,

Lebih terperinci

PENGETAHUAN PENYAKIT KUSTA MENINGKATKAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE PADA PENDERITA KUSTA DI PUSKESMAS PADAS KABUPATEN NGAWI

PENGETAHUAN PENYAKIT KUSTA MENINGKATKAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE PADA PENDERITA KUSTA DI PUSKESMAS PADAS KABUPATEN NGAWI PENGETAHUAN PENYAKIT KUSTA MENINGKATKAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE PADA PENDERITA KUSTA DI PUSKESMAS PADAS KABUPATEN NGAWI Oleh: Edi Wibowo, Wahyuni Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Surakarta ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tuberkulosis Paru (TB Paru) suatu penyakit kronis yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tuberkulosis Paru (TB Paru) suatu penyakit kronis yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Tuberkulosis Paru (TB Paru) suatu penyakit kronis yang dapat menurunkan daya tahan fisik penderitanya secara serius. Proses destruksi yang terjadi pula secara simultan

Lebih terperinci

S T O P T U B E R K U L O S I S

S T O P T U B E R K U L O S I S PERKUMPULAN PELITA INDONESIA helping people to help themselves * D I V I S I K E S E H A T A N * S T O P T U B E R K U L O S I S INGAT 4M : 1. MENGETAHUI 2. MENCEGAH 3. MENGOBATI 4. MEMBERANTAS PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian terbesar kedua di dunia setelah Human Immunodeviciency Virus

BAB I PENDAHULUAN. kematian terbesar kedua di dunia setelah Human Immunodeviciency Virus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit infeksi menular penyebab kematian terbesar kedua di dunia setelah Human Immunodeviciency Virus (HIV). Menurut survei

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit kusta (Morbus Hansen, Lepra) Penyakit kusta (Morbus Hansen, Lepra) adalah suatu infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae, primer menyerang saraf tepi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari

Lebih terperinci