BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan penyumbang kusta nomor 4 terbesar di dunia setelah

Ukuran: px

Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan penyumbang kusta nomor 4 terbesar di dunia setelah"

Glenna Chandra
5 tahun lalu
Tontonan:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta tersebar di Indonesia secara tidak merata dengan angka penderita yang terdaftar sangat bervariasi menurut Propinsi dan Kabupaten. Indonesia merupakan penyumbang kusta nomor 4 terbesar di dunia setelah India, Brazil dan Nepal. WHO telah mencanangkan eliminasi kusta pada tahun 2000 yaitu suatu keadaan saat angka kusta kurang dari 1 per penduduk disemua negara. Pada tahun tersebut secara nasional Indonesia telah mencapai eliminasi namun sampai akhir 2005 masih ada 14 Propinsi yang belum mencapainya. Untuk mencapai eliminasi diseluruh Propinsi pada tahun 2005 dan eliminasi di Kabupaten pada tahun 2007/2008 telah dibentuk Aliansi Nasional Eliminasi Kusta (ANEK). Propinsi jawa barat Jawa Tengah mempunyai beban kusta yang cukup tinggi. Eliminasi kusta pada tingkat Propinsi yang harus dicapai pada tahun 2005 tentu sangat sulit di capai apalagi eliminasi kusta tingkat Kabupaten pada tahun 2008 tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak dan sektor terkait. q Maret 2008). Penyakit kusta di identikkan dengan cacat fisik yang menimbulkan rasa jijik dan rasa takut yang berlebihan terhadap mereka yang melihatnya akibat hal-hal diatas meskipun penderita kusta telah diobati dan dinyatakan sembuh secara medikal tetapi fisiknya cacat maka predikat kusta akan melekat keseluruh sisa hidupnya, sehingga ia sekeluarganya akan dikucilkan oleh

2 masyarakat. Bayangan cacat kusta menyebabkan penderita seringkali tidak dapat menerima kenyataan bahwa ia menderita kusta akibatnya akan ada perubahan mendasar pada kepribadian dan tingkah lakunya (Depkes, 2000). Penyakit kusta adalah infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium leprae yang menyerang pada bagian tubuh terutama: kulit, saluran nafas atas, saraf tepi, testis, mata, dan ekstremitas (tangan dan kaki). Kerusakan yang terjadi pada fungsi sensorik akan menyebabkan mati rasa dan bila mengenai kornea menyebabkan kurang atau hilangnya reflek berkedip. Sedangkan kerusakan yang terjadi pada fungsi motorik akan menyebabkan otot kaki dan tangan lemah atau lumpuh lalu atrofi atau terjadi kontraktur (Djuanda, dkk., 1997). Secara aspek sosial penyakit ini disertai oleh stigma dan ketakutan. Keadaan ini nampaknya berhubungan dengan kenyataan bahwa kusta menimbulkan kecacatan dan ketidakmampuan tetapi jarang mematikan, sehingga mereka yang cacat berat tingkat kehidupannya makin memburuk dan dapat dilihat oleh semua orang keadaan cacatnya (Depkes, 1990). Seorang penderita kusta yang mengalami kecacatan secara pasti akan dihadapkan pada suatu kehilangan fungsi pengendalian diri, kehilangan peran, dan mengalami trauma psikis. Dampak dari kecacatan tersebut sangatlah besar pada umumnya penderita kusta merasa rendah diri, merasa tekanan batin, takut terhadap penyakitnya, malu dengan kacacatanya, takut menghadapi keluarga dan masyarakat karena sikap penerimaan mereka yang kurang wajar, segan berobat karena malu,apatis, tidak bisa mandiri shingga menjadi beban orang lain.

3 Pada klien yang dirawat di Rumah Sakit Umum Tugurejo Daerah (RSUD) perubahan konsep diri sangat mungkin terjadi jika ada stressor yang menyertai klien. Stressor tersebut adalah kecacatan yang dikarenakan terjadinya perubahan struktur tubuh, perubahan bentuk tubuh, pemasangan alat pada tubuh, perubahan fungsi, keterbatasan gerak dan penampilan yang berubah. Seseorang dengan adanya perubahan struktur tubuh, bentuk tubuh, keterbatasan gerak kemungkinan besar menyebabkan individu tersebut kehilangan peran dalam kehidupannya. Hilangnya peran menjadikan individu merasa tidak berguna, mengucilkan diri dan pada akhirnya merasa dirinya tidak berharga. Dalam kehidupan selanjutnya masalah konsep diri muncul akibat stresor diatas. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Parjo (2007) di Rumah Sakit Tugurejo Semarang menunjukan adanya hubungan signifikan anatara tingkan kecacatan dan dengan harga diri yaitu semakin berat kecacatan penyakit kusta maka semakin rendah harga dirinya.sedangkan harga diri merupakan bagian dari konsep diri. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas peneliti ingin mengetahui sejauh mana perbedaan konsep diri pada tingkat kecacatan tangan, cacat kaki, dan cacat (tangan dan kaki) pasien kusta. B. Masalah Penelitian Dengan adanya kecacatan yang timbul pada penderita kusta maka akan menjadi stresor terhadap konsep diri. Dengan demikian dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara

4 tingkat kecacatan tangan, cacat kaki, cacat (tangan dan kaki) dengan konsep diri pada pasien kusta di Rumah Sakit Tugurejo Semarang. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui perbedaan konsep diri pada tingkat kecacatan pasien kusta di Rumah Sakit Tugurejo Semarang. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan tingkat kecacatan pada pasien penyakit kusta. b. Mendeskripsikan konsep diri pada pasien kusta. c. Menganalisis perbedaan konsep diri pada tingkat kecacatan pasien kusta. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi institusi pendidikan sebagai bahan masukan dalam mengembangkan program keperawatan terhadap cara peningkatan konsep diri yang positif pada pasien kusta. 2. Bagi Peneliti Sebagai proses belajar dalam mengaplikasikan ilmu yang diperoleh di Program Studi Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang khususnya dalam bidang riset keperawatan.

5 3. Bagi Perawat Sebagai masukan untuk lebih meningkatkan lagi pengetahuan dan keterampilan sehingga dapat memberikan pelayanan yang optimal. 4. Bagi Penelitian Sebagai dasar peneliti lain dalam melakukan penelitian berikutnya. E. Bidang Ilmu Dari segi keilmuan, literatur ini merupakan bidang kesehatan jiwa yang memfokuskan pada bidang keperawatan, khususnya dalam perawatan konsep diri klien kusta yang telah mengalami cacat tangan, cacat kaki, cacat (tangan dan kaki) pada berbagai tingkat kecacatan.

dokumen-dokumen yang mirip

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kusta merupakan penyakit yang menjadi problema di masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kusta merupakan penyakit yang menjadi problema di masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta merupakan penyakit yang menjadi problema di masyarakat. Hal ini terjadi karena masih banyak hal-hal yang belum terungkap dan kenyataannya penyakit ini