BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ukuran: px

Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Erlin Sudjarwadi
6 tahun lalu
Tontonan:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Kusta merupakan penyakit menular langsung yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang saraf tepi, kulit dan jaringann tubhuh lainnya (Departemen Kesehatan RI, 2002). Di Indonesia penyakit kusta terdapat hampir di seluruh wilayah dengan penyebaran tidak merata, angka prevalensi sangat bervariasi menurut propinsi, kabupaten dan kecamatan. Penderita terdaftar di Indonesia hingga akhir maret 2000 sebanyak yang terdiri dari tipe kering atau Pausi Basillair (PB) dan tipe basah atau Multi Basillair (MB) dengan angka cacat tingkat 2 sebesar 8,4% (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2005). Jawa Tengah sampai dengan akhir Desember 2001; angka prevalensi kusta sudah mencapai 0,47 per penduduk. Penemuan penderita baru di Jawa Tengah pada tahun 2001 sebanyak penderita dengan rincian tipe PB 165 orang dan tipe MB orang(dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2005). Di Kota Semarang sejak tahun 2003 sudah mencapai eliminasi kusta dengan prevalensi rate 0,05 per penduduk, tahun 2006 prevalensi rate 0,02 per penduduk dengan 2 (dua) kasus tipe PB dan 12 tipe MB dan angka cacat tingkat II sebesar 25% ( Dinas Kesehatan Kota Semarang,2005). Penyebaran Kusta di Kota Semarang mulai merata, sampai dengan akhir Agustus tahun 2011 penderita kusta dapat ditemukan di 22 Puskesmas dari 37 Puskesmas. Penemuan tipe Multi Basiler (MB) yang lebih besar dari tipepausi Basillair (PB) dan angka cacat tingkat II sebesar 25% menunjukkan bahwa di Kota Semarang masih ada keterlambatan dalam menemukan penderita Kusta. 1

2 Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang tingkat penularannya amat rendah. Namun dampak penyakit kusta yang dapat menimbulkan kecacatan inilah yang membawa stigma negatif yang tidak menguntungkan dalam program pemberantasan penyakit kusta, sehingga tak jarang penyakit ini dianggap seperti kartu mati bagi penderitanya. Bahkan juga ditemukan kasus percobaan bunuh diri pada pasien kusta yang baru atau pun sedang menjalani pengobatan, dikarenakan tidak kuatnya pasien menahan beban sosial yang didapat (Departemen Kesehatan RI, 2005) Hasil penelitian yang dilakukan oleh Soedarjatmi (2009) mengemukakan bahwa masyarakat di sekitar tidak mengetahui penderita mengidap penyakit kusta, sebagian keluarga merasa sangat takut dan was-was saat mengetahui salah satu anggota keluarganya menderita kusta. Untuk mengatasi stigma ini sebagian besar penderita melakukannya dengan tetap bekerja, ada juga yang membatasi diri, menutup diri, tidak memperdulikan lingkungannya walaupun ada juga yang tetap mengikuti kegiatan di kampungnya seolah-olah tidak sedang sakit. Penyakit kusta juga menimbulkan masalah yang sangat kompleks, bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, psikologi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional. Secara psikologis bercak, benjolan-benjolan pada kulit penderita membentuk paras yang menakutkan. Kecacatannya menyebabkan penderita kusta merasa rendah diri, depresi dan menyendiri bahkan sering dikucilkan oleh keluarganya. (Depkes RI,2005). Banyak hambatan untuk memberantas penyakit yang dinilai sebagian masyarakatsebagai penyakit kutukan, keturunan, dan akibat guna-guna ini. Salah satu penyebab sulitnyapemberantasan kusta adalah masih adanya anggapan yang salah dari masyarakat sehingga timbul ketakutan yang berlebihan terhadap penyakit kusta,(zainuddin, 2008). Beban berat yangharus di tanggung oleh penderita kusta selain karena penyakitnya, juga karena masih kuatnyastigma yang tertanam di Masyarakat.Minimnya pengetahuan masyarakat yang benar dan pasti tentang 2

3 penyakit kustamenyebabkan persepsi yang keliru, takut berdekatan dengan penderita (Soerwoyo, 2010). Kurangnya informasi yang benar mengenai penyakit ini,membuat masyarakat kerap menganggap kusta sebagai penyakit kutukan Kebanyakan masyarakat menganggap penyakit kusta adalah penyakit menular, kutukandan penderita harus di asingkan. Anggapan masyarakat yang demikian itu menyebabkanpenderita takut untuk keluar rumah, bahkan untuk berobatpun harus sembunyi-sembunyi. Menurut Erving Goffman (1968) Stigma adalah segala bentuk atribut fisik dan sosial yang mengurangi identitas sosial seseorang, mendiskualifikasikan orang itu dari penerimaan seseorang.sedangkan menurut kamus bahasa Indonesia stigma adalah ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya. (Soerwoyo, 2010). Berdasarkan kedua pengertian itu, stigma adalah ciri sosial yang melekat pada seseorang karena pengaruh lingkungan yang mendiskualifikasikan seseorang dari penerimaan masyarakat. Dari hasil wawancara pada tanggal 18 Oktober 2011 terhadap 3 orang penderita kusta di wilayah Puskesmas Ngesrep, 2 orang mengatakan bahwa kusta adalah penyakit menular dan mengalami perlakuan berbeda dari orangorang sekitarnya, 1 orang mengatakan bahwa adanya bercak dan benjolan di kulitnya membuat dirinya merasa malu dan rendah diri untuk bergaul di masyarakat. Salah satu misi Departemen Kesehatan dalam pemberantasan penyakit kusta adalah menghilangkan stigma social dengan mengubah persepsi masyarakat terhadap penyakit kusta (Depkes RI,2005). Menurunkan stigma dan mengurangi diskriminasi mendorong perilaku masyarakat dalam menerima penderita kusta.hal ini sangat penting untuk meningkatkan percaya diri penderita dan keluarga dalam kehidupan sehari-hari. 3

4 Mengacu pada rumusan masalah tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : Pengalaman Stigma pada Penderita Kusta di Kota Semarang. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan, maka masalah peneliti yang dapat dirumuskan : Pengalaman Stigma pada Penderita Kusta di Kota Semarang. C. Tujuan 1. Umum Mengetahui pengalaman Stigma pada penderita kusta di Kota Semarang. 2. Khusus a. Mengetahui respon penderita ketika dinyatakan menderita kusta b. Mengetahui sikap masyarakat terhadap penderita kusta di Kota Semarang c. Dampak stigma pada penderita kusta di Kota Semarang d. Mengetahui makna stigma bagi penderita kusta di Kota Semarang e. Mengetahui harapan penderita kusta terhadap stigma sosial yang berkembang di tengah masyarakat D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Penderita Kusta Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan dukungan positif kepada penderita kusta untuk tetap bersosisialisasi dengan baik. 2. Bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan memberikan pemahaman yang benar tentang penderita kusta sehingga dapat diterima dan diperlakukan sebagaimana masyarakat pada umumnya. 4

5 3. Bagi Pemerintah Penelitian ini memberikan informasi bagaimana kondisi psikologis penderita Kusta di Kota Semarang, sehingga pemerintah diharapkan melalui kerjasama lintas program dan lintas sektor dapat meningkatkan solidaritas dan kepedulian masyarakat yang lebih optimal terhadap penderita kusta. 4. Bagi Peneliti Penelitian ini dapat memberikan sumbangan informasi bagi peneliti khususnya tentang: Pengalaman Stigma pada Penderita Kusta di Kota Semarang. E. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk dalam bidang ilmu kesehatan keperawatan Jiwa. 5

dokumen-dokumen yang mirip

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi bidang promotif, pencegahan, dan pengobatan seharusnya

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi bidang promotif, pencegahan, dan pengobatan seharusnya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberadaan penyakit kusta atau lepra sangat ditakuti. Penyakit itu disebabkan bakteri Microbakterium leprae, juga dipicu gizi buruk. Tidak jarang penderitanya dikucilkan