TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Folikel dan Oosit

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Folikel dan Oosit"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Folikel dan Oosit Oosit adalah sel terbesar pada tubuh makhluk hidup. Oosit dihasilkan di ovarium yang merupakan organ reproduksi primer yang memiliki fungsi utama menghasilkan sel gamet betina dan juga berfungsi memproduksi hormon reproduksi. Ovarium terdiri dari dua bagian yaitu korteks (bagian lateral) dan medula (bagian medial). Bagian korteks ovarium dilapisi oleh satu lapis epitelium kuboid dan stroma yang terdiri dari jaringan ikat longgar. Sedangkan pada bagian medula terdapat pembuluh darah, saraf dan jaringan ikat (Senger 1999). Oosit berada di dalam folikel yang terdapat pada bagian korteks ovarium. Perkembangan folikel di dalam ovarium dikenal dengan folikulogenesis. Folikel mengalami berbagai tahap perkembangan yang berawal dari terbentuknya folikel primordial sampai berkembang menjadi folikel matang dan oosit siap diovulasikan. Berdasarkan morfologinya perkembangan folikel dibedakan menjadi dua yaitu folikel preantral dan folikel antral. Folikel prentral merupakan tahapan folikel yang belum memiliki antrum sedangkan folikel antral merupakan tahapan folikel yang telah memiliki antrum. Folikel primordial merupakan bentuk awal dari folikel dan ditemukan pada hewan setelah lahir dengan jumlah oosit tertentu pada setiap spesies (Hafez & Hafez 2000). Folikel ini mengandung oosit yang diselaputi oleh selapis sel somatis berbentuk pipih (Cushman et al. 2000). Folikel primordial kemudian mengalami pertumbuhan menjadi folikel primer dan sekunder. Folikel primer ditandai dengan adanya pembesaran diameter oosit yang meningkat menjadi dua sampai tiga kali lipat, kemudian diikuti dengan perubahan bentuk lapisan sel-sel granulosa yang mengelilingi oosit dari bentuk pipih menjadi kuboid (Hafez & Hafez 2000). Pembentukan folikel sekunder ditandai dengan terjadinya proliferasi sel kuboid membentuk beberapa lapisan sel granulosa dan terbentuk sebuah membran (zona pelusida) yang mengelilingi oosit (Cushman et al. 2000). Folikel sekunder juga dikelilingi oleh lapisan sel epiteloid yang selanjutnya membentuk sel teka interna. Folikel sekunder dengan sel teka interna disebut folikel preantral (Guerin 2003). Pada tahap akhir perkembangan folikel massa sel granulosa mensekresikan cairan folikuler yang mengandung 4

2 estrogen dalam konsentrasi tinggi. Penumpukan cairan ini menyebabkan munculnya antrum di dalam massa sel granulosa. Perkembangan folikel tersier ditandai dengan antrum yang semakin meluas dan sel yang ada di sekeliling zona pelusida mulai membentuk korona radiata (Chusman 2000). Diameter folikel semakin meningkat karena produksi cairan folikuli yang semakin meningkat sehingga oosit terdesak ke bagian tepi folikel, dinding folikel semakin menipis hingga akhirnya terjadi ovulasi. Pada kondisi ini, folikel disebut sebagai folikel de Graaf (Hafez & Hafez 2000). Proses folikulogenesis juga diikuti dengan proses pertumbuhan dan pematangan oosit yang disebut dengan oogenesis. Perkembangan oosit terdiri dari tiga tahap yaitu proliferasi, pertumbuhan dan pematangan. Pada tahap proliferasi terjadi proses mitosis oogonium menjadi beberapa oogonia yang terjadi pada saat pralahir atau sesaat setelah lahir dan kemudian oogonia berdiferensiasi menjadi oosit primer dengan inti tahap profase I. Inti oosit pada tahap ini disebut germinal vesicle (GV) yang ditandai dengan adanya membran inti yang utuh dan nukleus yang jelas. Selanjutnya oosit akan memasuki tahap pertumbuhan dan pematangan yang berlangsung bersamaan dengan proses perkembangan folikel. Pertumbuhan oosit ditandai dengan peningkatan diameter oosit dan pertambahan ukuran dari organel-organel seperti kompleks golgi, retikulum endoplasmik halus, butir lemak, peningkatan proses transkrip untuk sintesis protein. Tahap pematangan oosit ditandai dengan beberapa proses perkembangan inti oosit (Hafez & Hafez 2000). Daya Tahan Hidup Oosit Oosit yang telah diovulasikan dan didisposisikan di oviduk mengalami degradasi jika tidak segera difertilisasi. Hal ini disebabkan karena oosit akan mengalami proses kerusakan akibat waktu yang terlalu lama pasca ovulasi sehingga tidak akan dapat difertilisasi. Mekanisme disposal terjadi akibat dua proses yaitu nekrosis dan apoptosis (Buja et al. 1993). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kematian oosit disebabkan oleh proses apoptosis (Perez et al. 1995). Proses apoptosis ditandai dari ciri morfologis pembentukan badan apoptosis dari fragmentasi inti sel dan sitoplasma dan dapat ditandai pula dari segi 5

3 biokimia sel yaitu kenaikan regulasi protein pro-apoptosis dan penurunan regulasi protein anti-apoptosis (Kerr et al. 1972; Zimmermann et al. 2001). Apoptosis pada oosit dapat pula disebabkan oleh ekpresi yang terlalu tinggi dari protein antiapoptosis Bcl2 di dalam ovarium (Morita et al. 1999). Seperti yang dilaporkan oleh Takese et al. (1995) dan Fujino et al. (1996) yang menyatakan bahwa apoptosis oosit berhungan erat dengan fregmentasi di dalam sitoplasma. Dilaporkan pula bahwa terjadi abnormalitas pada spindel termasuk spindel yang pendek maupun spindel yang tidak utuh (Eichenlaub et al. 1986). Penelitian secara in vivo menunjukkan bahwa kematian oosit terjadi di dalam ovidak setelah 48 jam, sedangkan secara in vitro kematian oosit pertama terdeteksi lebih lama yaitu setelah 96 jam. Hal ini menandakan bahwa beberapa faktor dan atau keadaan oviduk yang mempercepat proses kematian sel (Lim & Choi 2004). Akan tetapi berbeda dengan hasil penelitian Allen et al. (1998) yang menyebutkan bahwa oosit hamster, tikus, mencit, kelinci dan babi mengalami perubahan antara 6-18 jam setelah ovulasi yang menyebabkan penurunan kemampuan untuk terfertilisasi. Jika oosit mengalami fertilisasi maka akan banyak menghasilkan blastosis yang abnormal. Beberapa penelitian melaporkan bahwa fertilisasi pada oosit yang telah mengalami penuaan dapat meningkatkan resiko aborsi (Guerrero & Rojas 1975; Gray et al. 1995). Maturasi Oosit In Vitro Oosit yang diperoleh dan digunakan pada produksi embrio secara in vitro adalah oosit yang belum mengalami pematangan (immature), baik pematangan inti maupun pematangan sitoplasma (Krisher et al. 2007). Tahap fertilisasi dan perkembangan embrio akan dapat terjadi setelah oosit mengalami pematangan inti dan pematangan sitoplasma. Pematangan inti meliputi berbagai perubahan kronologis tahapan meiosis (Gordon, 2003). Proses pematangan inti berhubungan dengan aktivitas sintesis RNA, ditandai dengan perubahan inti dari fase diploten ke metaphase II. Membran inti akan mengadakan penyatuan dengan vesicle membentuk germinal vesicle (GV) dan kemudian akan mengalami pelepasan membran inti membentuk germinal vesicle breakdown (GVBD). Setelah GVBD terjadi, kromosom 6

4 dibungkus oleh mikrotubulus dan mikrofilamen yang sangat mempengaruhi keberhasilan pembelahan meiosis. Oosit yang telah mengalami GVBD selanjutnya akan mencapai tahap metaphase I (MI). Pada oosit sapi, metaphase I terjadi setelah jam inkubasi dan diikuti oleh tahap anaphase (AI) dan telophase (TI) yang berlangsung relatif singkat (14-18 jam) setelah masa inkubasi (Chohan & Hunter, 2003; Miyano et al., 2007). Tahap metaphase II (MII) akan terjadi dan ditandai dengan terbantuknya badan kutub I dan oosit yang sudah matang siap untuk difertilisasi (Pawshe et al. 1994). Tahap pematangan sitoplasma dicapai oleh perkembangan organel dan struktur di dalam sitoplasma. Perubahan sitoplasma selama pematangan oosit masih sulit untuk di evaluasi. Pematangan sitoplasma ditandai dengan penambahan kompetensi biologis oosit yang meliputi berbagai perubahan struktur dan biokimia di dalam sel yang memungkinkan oosit untuk mengekspresikan potensi perkembangannya setelah fertilisasi dan mampu mendukung pembentukan dan perkembangan embrio preimplantasi (Gordon, 2003). Beberapa perubahan akan terjadi selama proses pematangan sitoplasma diantaranya terjadi migrasi kortikal granula ke oolemma, peningkatan mitokondria dan lipid droplet yang akan menyebabkan perubahan susunan apparatus golgi dan keberadaan reticulum endoplasmic granular, aktivitas maturation promoting factor (MPF) dan metabolisme oosit (Rahman et al. 2008). Pematangan sitoplasma dapat diketahui secara tidak langsung antara lain dari terjadinya reaksi korteks, pembentukan pronukleus dan pembelahan sel (Ducibella et al. 2002). Seleksi Oosit Kompetensi perkembangan oosit ke tahap selanjutnya sangat dipengaruhi oleh kualitas oosit yang digunakan pada proses FIV. Oosit yang berkualitas baik tidak hanya akan berhasil mencapai tahap pematangan inti namun juga akan mampu melewati berbagai tahap dalam pematangan sitoplasma yang dibutuhkan untuk dapat mencapai tahap fertilisasi. Kualitas oosit memberikan pengaruh terhadap pematangan oosit (maturasi), perkembangan dan kemampuan embrio untuk tetap bertahan hidup dan pemeliharaan pada kebuntingan dan perkembangan fetus (Krisher et al. 2007). 7

5 Penentuan kualitas oosit dapat dilakukan dengan melakukan beberapa evaluasi terhadap oosit yang akan digunakan pada proses FIV. Seleksi oosit yang banyak digunakan adalah pemilihan oosit berdasarkan morfologi sel kumulus yang berada di sekitar oosit (Alvarez et al. 2009; Lonergan et al 1994). Wood dan Wildt (1997) melaporkan bahwa teknik grading dengan mengevaluasi sel-sel kumulus oosit yang kompleks dapat mengindetifikasi kualitas oosit dengan lebih mudah dan objektif. Keberadaan sel kumulus mendukung pematangan oosit sampai pada tahap metafase II dan berkaitan dengan pematangan sitoplasma yang diperlukan untuk kemampuan perkembangan setelah fertilisasi (Abeydeera 2002). Umumnya oosit dengan kumulus yang multilayer digunakan dalam produksi embrio secara in vitro (Qian et al. 2005). Menurut Gordon (2003), kriteria pemilihan oosit yang berkualitas baik dapat dilihat dari bagian ooplasma yang homogen, sel kumulus yang kompak mengelilingi zona pelusida. Oosit yang didapatkan dari proses koleksi dikategorikan dalam 4 grade berdasarkan kualitasnya. Oosit dengan grade I (A) adalah oosit yang dikategorikan sebagai oosit yang paling baik. Oosit dengan grade ini memiliki kumulus yang seragam dan kompak dengan dikelilingi oleh lima lapisan atau lebih sel kumulus. Oosit dengan grade II (B) adalah oosit dengan katogeri baik yang ditandai dengan oosit yang seragam dan memiliki sitoplasma yang gelap dengan komplemen dari korona radiata yang lengkap tetapi dikelilingi tidak lebih dari lima lapisan sel kumulus. Oosit dengan grade III (C) adalah oosit dengan kategori kurang baik yang ditandai dengan oosit yang kurang seragam dan warna sitoplasma lebih transparan dan tidak merata, korona radiata dan sel-sel kumulus yang mengelilingi oosit tidak merata dan terlihat tidak kompak. Oosit dengan kategori grade IV (D) dikelompokkan sebagai oosit dengan kualitas buruk. Oosit dengan kategori ini mempunyai sitoplasma yang transparan maupun terjadi fragmentasi pada sitoplasma. Sel-sel kumulus yang mengelilingi oosit terlihat sangat jarang dan bahkan beberapa oosit tidak memiliki sel kumulus (Wood dan Wildt 1996). 8

6 Fertilisasi Fertilisasi merupakan tahap penting dalam proses reproduksi. Pada tahap awal pembuahan, gamet yang spesifik pada tiap spesies melalui proses pengenalan dan adhesi yang diduga melibatkan suatu molekul pengenalan tertentu pada sperma dan sel telur. Protein yang berasosiasi pada sperma berinteraksi dengan zona pelusida oosit dan kemudian terjadi proses reaksi akrosom dan penetrasi sperma pada sel telur (Sun & Nagai 2003). Proses fertilisasi melibatkan dua sel gamet jantan dan betina dan masingmasing sel gamet harus melalui tahap persiapan terlebih dahulu agar dapat terjadi proses fertilisasi. Oosit yang dapat terfertilisasi adalah oosit yang telah memasuki tahap metafase II (MII), pada fase ini oosit telah mengalami pematangan inti maupun sitoplasm. Penetrasi spermatozoa ke dalam oosit akan menyebabkan oosit menyelesaikan pembelahan meiosis II yang ditandai dengan terbentuknya badan kutub II. Selanjutnya kromosom oosit akan membentuk pronukleus betina dan kromatin yang terdapat pada kepala spermatozoa akan mengalami dekondensasi dan kemudian membentuk pronukleus jantan (Cleine 1996). Sebelum memasuki proses fertilisasi sel sperma terlebih dahulu harus melalui tahap reaksi akrosom. Reaksi akrosom adalah proses kemampuan untuk membuat enzim yang diperlukan untuk dapat terjadinya penetrasi sperma pada zona pelusida oosit. Menurut Mattioli et al. 1991, reaksi akrosom terjadi akibat adanya interaksi antara laminin yang bergabung dengan sel kumulus yang ekspand dengan integrin spesifik yang terdapat pada membran sperma. Secara in vitro, reaksi akrosom terjadi karena adanya interaksi antara progesteron dan zona pelusida (Berger et al. 1989; Melendrez et al. 1994; Barboni et al. 1995). Proses reaksi akrosom diawali dengan kenaikan tingkat Ca 2+ yang disebabkan oleh masuknya Ca 2+ melalui membran plasma sperma dan memicu terjadinya reaksi akrosom (Okamura et al. 1993; Tiwari & Cox 1995). Selain itu reaksi akrosom terjadi karena sperma mengandung bicarbonat yang penting untuk dapat terjadinya reaksi akrosom (Tardif et al. 2003). L-arginine menginduksi sintesis oksidasi nitrit dan menstimulasi kapasitasi dan reaksi akrosom ketika terdapat transport anion sperma aktif dan menghasilkan suplementasi bicarbonat (Funahashi 2002). Penghambatan phosphorilasi protein menyebabkan oosit 9

7 terkativasi dan kemudian terbentuk pronukleus. Setelah proses fertilisasi, mitogen-activated protein (MAP) kinase tetap aktif dalam level yang tinggi pada resume meiosis kedua dan terbentuknya polar body yang kedua. Mitogenactivated protein (MAP) kinase mulai mengalami penurunan pada saat pronukleus mulai terbentuk (Sun et al. 2001; Miyano et al. 2000). Segera setelah penetrasi spermatozoa, maka konsentrasi cytostatic factor (CSF) yang terkandung dalam oosit akan menurun dan oosit akan memasuki interfase dengan mengeluarkan badan kutub-ii dan membentuk pronukleus betina. Penurunan aktivitas Extracellular signal Regulated Kinase (ERK)1/2 mitogenactivated protein kinase (MAPK) sangat penting untuk pembentukan pronukleus setelah fertilisasi pada mencit. Hal berbeda pada babi, bahwa pembentukan pronukleus betina dapat terjadi sebelum penurunan aktivitas ERK1/2MAPK. Pengaruh Waktu dan Suhu Penyimpanan Nakao&Nakatsuji (1992) melaporkan bahwa waktu perjalanan, teknik penyimpanan ovarium dan suhu medium yang digunakan selama perjalanan juga memberikan pengaruh terhadap pematangan oosit dan tingkat keberhasilan fertilisasi oosit. Ovarium yang dipisahkan dari tubuh hewan akan mengalami pemberhentian aliran darah dan berarti bersamaan pula dengan terputusnya pasokan oksigen ke ovarium. Beberapa saat setelah penghentian oksigen ke dalam ovarium akan terjadi perubahan mekanisme ATP dan memicu perubahan metabolisme aerobic menjadi anaerobic. Perubahan ini menyebabkan terjadinya akumulasi asam sebagai hasil ikutan metabolisme sel seperti asam laktat dan asam posphor yang kemudian meningkatkan jumlah ion H +. Plasma membran oosit memiliki permeabilitas yang tinggi bagi ion H + dan tidak memiliki regulasi pada konsentrasi H + yang terjadi. Sehingga, apabila oosit berada pada lingkungan yang lebih asam dibandingkan dengan lingkungan sitoplasma maka ph oosit akan menurun mengikuti ph medium eksternal yang kemudian memicu terjadinya fragmentasi DNA oosit (Wongsrikeao et al. 2005). Setelah kematian hewan, depolarisasi sel juga terjadi dengan cepat dan memicu untuk rusaknya homeostasis ion, berbagai rangkain intaselluler lain dan asosiasi membran. Kenaikan proton dan laktat pada konsentrasi intraselluler memberikan kontribusi 10

8 pada kematian sel sebagai hasil dari kondisi ischemia. Dibutuhkan perhatian dan perjagaan yang baik terutama terkait dengan waktu dan suhu dalam penanganan ovarium sebelum dilakukan tahapan IVF di laboratorium (Gordon 2003). Oosit yang dikoleksi dari ovarium sapi yang disimpan pada suhu 37 o C selama 8 jam secara signifikan menunjukkan penurunan baik pada tingkat pembelahan maupun pada pembentukan blastosis (Yang et al. 1990). Tetapi hasil yang sebaliknya terjadi pada ovarium sapi yang disimpan pada suhu 10 o C 20 o C selama 24 jam, yang memperlihakan tidak terjadi penurunan pada kompetensi pematangan pada oosit (Matsushita et al. 2004). Berbeda dengan yang dilaporkan pada ovarium anjing yang menunjukkan viabilitas oosit yang baik jika ditempatkan pada medium dengan suhu mendekati suhu tubuh yakni 37 o C dan disimpan selama 8 jam bila dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu 4 C. Kondisi tersebut dikarenakan oosit anjing sangat sensitif terhadap perubahan ph selama penyimpanan (Hanna et al. 2008). Guignot et al. (1999) mengemukakan bahwa tidak ditemukan pengaruh negatif baik pada rataan jumlah oosit yang dikoleksi, tingkat pematangan inti maupun pematangan sitoplasma jika oosit kuda ditempatkan pada suhu 37 o C-27 o C selama 6-8 jam. Lebih jauh dijelaskan bahwa penyimpanan tersebut juga tidak berpengaruh buruk pada integritas membran sitoplasma. Akan tetapi penyimpanan ovarium dalam waktu yang lebih lama berpengaruh terhadap kualitas membran. Penyimpanan oosit kambing dengan menambahkan Indole-3-axetic acid, dapat menjaga kualitas jaringan ovarium jika disimpan pada suhu 4 o C selama 24 jam (Ferreira et al. 2000). Yuge et al (2003) menyatakan bahwa sebelum dilakukan aspirasi oosit pada ovarium yang ditempatkan pada suhu lebih rendah dari 25 o C, menunjukkan pengaruh yang merugikan terhadap pematangan in vitro. Penyimpanan ovarium dalam waktu yang lama (> 12 jam) pada suhu yang hangat atau menempatkan ovarium pada suhu kurang dari 25 o C sebelum proses aspirasi oosit akan meningkatkan fragmentasi DNA pada oosit (Wongsrikeao et al. 2003). Berbeda dengan spesies lainnya, ovarium kucing memiliki keunikan tersendiri yang 11

9 memungkinkan kualitas dan kompetensi oositnya tetap terjaga jika disimpan pada suhu 4 o C (Naoi et al. 2007). Proses kerusakan yang terkait kondisi ischemia dimediasi oleh reaksi kimia yang terjadi. Suhu medium yang berbeda digunakan untuk upaya mempertahankan kompetensi perkembangan oosit. Suhu medium yang digunakan selama perjalanan pada umumnya menggunakan medium dengan suhu 30 C (Gordon 2003), atau suhu 35 C dan 38 C yang merupakan suhu yang mendekati suhu tubuh (Wongsrikeao et al. 2005; Naoi et al. 2006). Suhu medium yang mendekati suhu tubuh tidak akan memberikan perbedaan yang berbeda pada lingkungan oosit di dalam ovarium akan tetapi pada suhu hangat metabolisme sel akan berjalan dengan tingkat yang paling maksimal. Akibatnya akan mempercepat akumulasi berbagai hasil metabolisme sel yang akan memperburuk lingkungan oosit dan dapat menyebabkan kematian sel (Taylor 2006). Perubahan lingkungan oosit yang disebabkan oleh akumulasi hasil metabolisme dapat dicegah dengan proses pendinginan. Upaya penempatan sel pada suhu yang rendah dilakukan karena dapat memperlambat metabolisme, menurukan kebutuhan oksigen, hasil metabolisme dapat dikurangi dan dapat menghemat energi. Namun upaya ini tidak mempengaruhi semua reaksi pada tingkat yang sama (Taylor 2006). Menurut Arav et al. (1996) sensitivitas oosit terhadap pendinginan menunjukkan tingkat yang berbeda. Pada oosit yang immature, sensitivitas plasma membran terhadap pendinginan lebih tinggi dibandingkan dengan plasma membrane oosit pada tahap metaphase-ii. Sedangkan pada oosit yang mature menunjukkan kerusakan pada bagian microtubule dan microfilament Penyimpanan oosit domba pada temperature yang rendah dapat menyebabkan degenarasi struktur protein dan enzim (Özdaş et al, 2006). Pengaruh suhu medium maupun lamanya waktu perjalanan yang dialami oleh oosit berbeda-beda pada masing-masing spesies. Hal ini berkaitan dengan perbedaan metabolisme pada masing-masing oosit. Faktor yang berperan dalam pematangan oosit adalah protein pada oosit yaitu mitogen-activated protein kinase dan maturation promoting factor (MPF) cdc2-kinase. Akan tetapi jumlah protein 12

10 yang spesifik ini berbeda-beda pada tiap spesies sehingga terjadi perbedaan metabolisme pada tiap oosit (Gardner et al. 2004). 13

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL I. Tingkat maturasi oosit domba dalam suhu dan waktu penyimpanan yang berbeda Tahapan pematangan inti yang diamati pada penelitian ini dikelompokkan menjadi 5 tahap yaitu GV

Lebih terperinci

KOMPETENSI PERKEMBANGAN OOSIT DOMBA PADA SUHU DAN WAKTU PENYIMPANAN OVARIUM YANG BERBEDA ARIE FEBRETRISIANA

KOMPETENSI PERKEMBANGAN OOSIT DOMBA PADA SUHU DAN WAKTU PENYIMPANAN OVARIUM YANG BERBEDA ARIE FEBRETRISIANA KOMPETENSI PERKEMBANGAN OOSIT DOMBA PADA SUHU DAN WAKTU PENYIMPANAN OVARIUM YANG BERBEDA ARIE FEBRETRISIANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 i SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba Ovarium Oogenesis dan Folikulogenesis

TINJAUAN PUSTAKA Domba Ovarium Oogenesis dan Folikulogenesis 3 TINJAUAN PUSTAKA Domba Domba merupakan salah satu sumber protein yang semakin digemari oleh penduduk Indonesia. Fenomena ini semakin terlihat dengan bertambahnya warung-warung sate di pinggiran jalan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Ovarium yang dikoleksi dari rumah potong hewan biasanya berada dalam fase folikular ataupun fase luteal. Pada Gambar 1 huruf a mempunyai gambaran ovarium pada fase folikuler dan

Lebih terperinci

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed Sel akan membelah diri Tujuan pembelahan sel : organisme multiseluler : untuk tumbuh, berkembang dan memperbaiki sel-sel yang rusak organisme uniseluler (misal : bakteri,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging

PENDAHULUAN. 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat produksi daging domba di Jawa Barat pada tahun 2016 lebih besar 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging domba dan kambing di

Lebih terperinci

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS Titta Novianti OOGENESIS Pembelahan meiosis yang terjadi pada sel telur Oogenesis terjadi dalam dua tahapan pembelahan : yaitu mitosis meiosis I dan meiosis II Mitosis : diferensaiasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di

I. PENDAHULUAN. memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bioteknologi reproduksi merupakan teknologi unggulan dalam memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di dalamnya pemanfaatan proses rekayasa fungsi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan dan Perkembangan Folikel

2. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan dan Perkembangan Folikel 2. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan dan Perkembangan Folikel Satu siklus estrus terdiri dari fase folikular dan fase luteal. Fase folikular ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan folikel ovarium yang

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Domba Lokal Domba merupakan hewan ternak yang pertama kali di domestikasi. Bukti arkeologi menyatakan bahwa 7000 tahun sebelum masehi domestik domba dan kambing telah menjadi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak yang dapat menyediakan kebutuhan protein hewani bagi masyarakat Indonesia selain dari sapi, kerbau dan unggas. Oleh karena itu populasi dan kualitasnya

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aplikasi bioteknologi reproduksi di bidang peternakan merupakan suatu terobosan untuk memacu pengembangan usaha peternakan. Sapi merupakan salah satu jenis ternak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit 40 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Oosit Pada Stadia Folikel Primer Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit pada stadia folikel primer dapat dilihat pada gambar 10.

Lebih terperinci

4/18/2015 FERTILISASI BY : I GEDE SUDIRGAYASA GAMBARAN UMUM TOPIK MEKANISME

4/18/2015 FERTILISASI BY : I GEDE SUDIRGAYASA GAMBARAN UMUM TOPIK MEKANISME FERTILISASI BY : I GEDE SUDIRGAYASA GAMBARAN UMUM TOPIK MEKANISME TIPE 1 Sel Sperma ( haploid/ n) Sel telur (haploid/ n) Fertilisasi Zigot (Diploid/ 2n) Cleavage Morfogenesis Individu Sel Sperma ( haploid/

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Fertilisasi

TINJAUAN PUSTAKA Fertilisasi TINJAUAN PUSTAKA Fertilisasi Fertilisasi merupakan proses bertemunya sel sperma dengan sel telur. Sel telur diaktivasi untuk memulai perkembangannya dan inti sel dari dua gamet akan bersatu untuk menyempurnakan

Lebih terperinci

MATERI 6 TRANSPORTASI SEL GAMET DAN FERTILISASI

MATERI 6 TRANSPORTASI SEL GAMET DAN FERTILISASI MATERI 6 TRANSPORTASI SEL GAMET DAN FERTILISASI MK. ILMU REPRODUKSI 1 SUB POKOK BAHASAN Transport spermatozoa pada organ reproduksi jantan (tubuli seminiferi, epididimis dan ejakulasi) Transport spermatozoa

Lebih terperinci

LAPORAN TAHUNAN HIBAH BERSAING MATURASI OOSIT DAN FERTILISASI IN VITRO MENGGUNAKAN KULTUR SEL GRANULOSA FOLIKEL OVARIUM

LAPORAN TAHUNAN HIBAH BERSAING MATURASI OOSIT DAN FERTILISASI IN VITRO MENGGUNAKAN KULTUR SEL GRANULOSA FOLIKEL OVARIUM LAPORAN TAHUNAN HIBAH BERSAING MATURASI OOSIT DAN FERTILISASI IN VITRO MENGGUNAKAN KULTUR SEL GRANULOSA FOLIKEL OVARIUM Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun Ketua/Anggota Peneliti: Dr. drh. Heru Nurcahyo, M.Kes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Folikel dan Oosit

TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Folikel dan Oosit TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Folikel dan Oosit Secara anatomis, organ reproduksi betina terdiri atas sepasang ovarium dan saluran reproduksi yaitu tuba Falopii, uterus, serviks dan vagina. Ovarium merupakan

Lebih terperinci

Pengaruh Waktu dan Suhu Media Penyimpanan Terhadap Kualitas Oosit Hasil Koleksi Ovarium Sapi Betina Yang Dipotong Di TPH

Pengaruh Waktu dan Suhu Media Penyimpanan Terhadap Kualitas Oosit Hasil Koleksi Ovarium Sapi Betina Yang Dipotong Di TPH Pengaruh Waktu dan Suhu Media Penyimpanan Terhadap Kualitas Oosit Hasil Koleksi Ovarium Sapi Betina Yang Dipotong Di TPH The Influence of Time and Temperature Media Storage on The Quality of The Oocyte

Lebih terperinci

ORGAN GENITAL EKSTERNAL DAN INTERNAL PADA HEWAN BETINA DAN PROSES OOGENESIS. drh. Herlina Pratiwi, M.Si

ORGAN GENITAL EKSTERNAL DAN INTERNAL PADA HEWAN BETINA DAN PROSES OOGENESIS. drh. Herlina Pratiwi, M.Si ORGAN GENITAL EKSTERNAL DAN INTERNAL PADA HEWAN BETINA DAN PROSES OOGENESIS drh. Herlina Pratiwi, M.Si FEMALE GENITAL ORGANS Terdiri dari: 1. Sepasang ovarium 2. Tuba fallopii (tuba uterina) 3. Uterus

Lebih terperinci

Gametogenesis. GAMET: Berasal dari Bakal sel kelamin atau primordial germ cells luar gonad 2/4/2014

Gametogenesis. GAMET: Berasal dari Bakal sel kelamin atau primordial germ cells luar gonad 2/4/2014 Gametogenesis GAMET: Berasal dari Bakal sel kelamin atau primordial germ cells luar gonad BSK, Pada Amphibia, Mamalia ameboid lewat mesenterium ke pematang genital (bakal gonad) Aves : pasif dibawa aliran

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xvi PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Manfaat...

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xvi PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Manfaat... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xvi PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Manfaat... 3 TINJAUAN PUSTAKA Trenggiling... 4 1. Klasifikasi dan Persebaran... 4

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Embrio partenogenetik memiliki potensi dalam mengatasi permasalahan etika pada penelitian rekayasa embrio. Untuk memproduksi embrio partenogenetik ini, sel telur diambil dari individu

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ukuran panjang tubuh sekitar 20 cm dan ukuran berat tubuh gram. Di

II. TINJAUAN PUSTAKA. ukuran panjang tubuh sekitar 20 cm dan ukuran berat tubuh gram. Di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kematangan Gonad Ikan Lele Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur satu tahun dengan ukuran panjang tubuh sekitar 20 cm dan ukuran berat tubuh 100-200 gram.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ovarium merupakan salah satu organ reproduksi dalam wanita.

BAB 1 PENDAHULUAN. Ovarium merupakan salah satu organ reproduksi dalam wanita. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ovarium merupakan salah satu organ reproduksi dalam wanita. Reproduksi dimulai dengan perkembangan ovum di dalam ovarium (Guyton dan Hall, 2006). Ovum merupakan oosit

Lebih terperinci

A. Pengertian Sel. B. Bagian-bagian Penyusun sel

A. Pengertian Sel. B. Bagian-bagian Penyusun sel A. Pengertian Sel Sel adalah unit strukural dan fungsional terkecil dari mahluk hidup. Sel berasal dari bahasa latin yaitu cella yang berarti ruangan kecil. Seluruh reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Kancil Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Kancil Klasifikasi TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Kancil Klasifikasi Kancil termasuk ke dalam ordo Artiodactyla, famili Tragulidae dan genus Tragulus. Famili Tragulidae terdiri dari dua genus yaitu genus Tragulus yang terdiri

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MATURASI DAN FERTILISASI OOSIT DARI OVARIUM DOMBA PREPUBER SECARA IN VITRO ANITA HAFID

KEMAMPUAN MATURASI DAN FERTILISASI OOSIT DARI OVARIUM DOMBA PREPUBER SECARA IN VITRO ANITA HAFID KEMAMPUAN MATURASI DAN FERTILISASI OOSIT DARI OVARIUM DOMBA PREPUBER SECARA IN VITRO ANITA HAFID SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Semen Kambing Semen adalah cairan yang mengandung gamet jantan atau spermatozoa dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari suspensi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ini dilakukan pada 8 induk ikan Sumatra yang mendapat perlakuan. Hasil penelitian ini menunjukan Spawnprime A dapat mempengaruhi proses pematangan akhir

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Gambar 4.1 Folikel Primer. 30 Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL. Gambar 4.1 Folikel Primer. 30 Universitas Indonesia BAB 4 HASIL Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemajanan medan elektromagnet pada jumlah folikel ovarium mencit. Hasil penelitian ini membandingkan antara kelompok kontrol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Seorang wanita disebut hamil jika sel telur berhasil dibuahi oleh sel sperma. Hasil pembuahan akan menghasilkan zigot, yang lalu berkembang (dengan cara pembelahan sel

Lebih terperinci

Kaitan Reproduksi Sel dengan Pewarisan Sifat. Oleh Trisia Lusiana Amir, S.Pd., M. Biomed Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul 2016

Kaitan Reproduksi Sel dengan Pewarisan Sifat. Oleh Trisia Lusiana Amir, S.Pd., M. Biomed Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul 2016 Kaitan Reproduksi Sel dengan Pewarisan Sifat Oleh Trisia Lusiana Amir, S.Pd., M. Biomed Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul 2016 Definisi & Tujuannya - Pembelahan sel reproduksi sel, pertumbuhan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik Bobot Badan Tikus Ekstrak rumput kebar yang diberikan pada tikus dapat meningkatkan bobot badan. Pertambahan bobot badan tikus normal yang diberi

Lebih terperinci

Tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu :

Tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu : Proses pembentukan dan pemasakan spermatozoa disebut spermatogenesis. Spermatogenesis terjadi di tubulus seminiferus. Spermatogenesis mencakup pematangan sel epitel germinal melalui proses pembelahan dan

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MATURASI DAN FERTILISASI OOSIT SAPI YANG DISELEKSI MENGGUNAKAN TEKNIK PEWARNAAN BRILLIANT CRESYL BLUE SECARA IN VITRO ZULTINUR MUTTAQIN

KEMAMPUAN MATURASI DAN FERTILISASI OOSIT SAPI YANG DISELEKSI MENGGUNAKAN TEKNIK PEWARNAAN BRILLIANT CRESYL BLUE SECARA IN VITRO ZULTINUR MUTTAQIN KEMAMPUAN MATURASI DAN FERTILISASI OOSIT SAPI YANG DISELEKSI MENGGUNAKAN TEKNIK PEWARNAAN BRILLIANT CRESYL BLUE SECARA IN VITRO ZULTINUR MUTTAQIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Lebih terperinci

SIKLUS & PEMBELAHAN SEL. Suhardi S.Pt.,MP

SIKLUS & PEMBELAHAN SEL. Suhardi S.Pt.,MP SIKLUS & PEMBELAHAN SEL Suhardi S.Pt.,MP Proses reproduksi aseksual dimulai setelah sperma membuahi telur. PEMBELAHAN SEL Amitosis (Pembelahan biner) Pada umumnya bakteri berkembang biak dengan pembelahan

Lebih terperinci

EVALUASI OOSIT KAMBING HASIL IVM SEBAGAI SALAH SATU FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN DALAM AKTIVASI PARTENOGENESIS. Kholifah Holil

EVALUASI OOSIT KAMBING HASIL IVM SEBAGAI SALAH SATU FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN DALAM AKTIVASI PARTENOGENESIS. Kholifah Holil EVALUASI OOSIT KAMBING HASIL IVM SEBAGAI SALAH SATU FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN DALAM AKTIVASI PARTENOGENESIS Kholifah Holil Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Domba Segera Setelah Koleksi Pemeriksaan karakteristik semen domba segera setelah koleksi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pemeriksaan secara makroskopis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki kebutuhan konsumsi daging sapi yang meningkat setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi. Ketersediaan daging sapi ini

Lebih terperinci

Fertilisasi dan Penurunan. Kromosom

Fertilisasi dan Penurunan. Kromosom Fertilisasi dan Penurunan Kromosom Laboratorium Embriologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor Indikator Pencapaian Fungsi fertilisasi: fungsi reproduksi (penurunan genetik), fungsi perkembangan

Lebih terperinci

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

Diperlukan untuk tumbuh, regenerasi, dan reproduksi

Diperlukan untuk tumbuh, regenerasi, dan reproduksi Diperlukan untuk tumbuh, regenerasi, dan reproduksi Distribusi kumpulan kromosom yang identik ke sel anak PROKARIOTA : Tidak ada stadium siklus sel, duplikasi kromosom dan distribusinya ke sel generasi

Lebih terperinci

REPRODUKSI SEL REPRODUKSI SEL AMITOSIS. Profase I. Pembelahan I. Metafase I. Anafase I MEIOSIS. Telofase I. Interfase. Profase II.

REPRODUKSI SEL REPRODUKSI SEL AMITOSIS. Profase I. Pembelahan I. Metafase I. Anafase I MEIOSIS. Telofase I. Interfase. Profase II. REPRODUKSI SEL AMITOSIS REPRODUKSI SEL Pembelahan I Profase I Metafase I Anafase I Proleptotene Leptotene Zygotene Pachytene Diplotene Diakinesis MEIOSIS Interfase Telofase I Pembelahan II Profase II Metafse

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahapan dalam siklus sel. Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam surat an Nuh :

BAB I PENDAHULUAN. tahapan dalam siklus sel. Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam surat an Nuh : 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri kehidupan sel ditandai dengan terjadinya proliferasi. Proliferasi merupakan pertumbuhan yang disebabkan oleh pembelahan sel yang aktif dan bukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Umur terhadap Bobot Ovarium. Hasil penelitian mengenai pengaruh umur terhadap bobot ovarium domba

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Umur terhadap Bobot Ovarium. Hasil penelitian mengenai pengaruh umur terhadap bobot ovarium domba 24 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Umur terhadap Bobot Ovarium Hasil penelitian mengenai pengaruh umur terhadap bobot ovarium domba lokal terlihat bahwa perbedaan umur mengakibatkan terjadinya perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teknik Reproduksi Berbantu Fertilisasi In Vitro

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teknik Reproduksi Berbantu Fertilisasi In Vitro BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknik Reproduksi Berbantu Fertilisasi In Vitro Fertilisasi in vitro adalah fertilisasi yang dilakukan diluar tubuh melalui proses tertentu untuk mendapatkan embrio (Speroff,

Lebih terperinci

dr. AL-MUQSITH, M.Si

dr. AL-MUQSITH, M.Si SEL dr. AL-MUQSITH, M.Si Ultra Struktur MULAI DIPELAJARI DENGAN DITEMUKANNYA MIKROSKOP ELEKTRON. PEMBESARAN YANG DIPEROLEH MENCAPAI PULUHAN RIBU KALI. GAMBAR YANG DIPELAJARI UMUMNYA DARI: - MIKROSKOP ELEKTRON

Lebih terperinci

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI 5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI Pengukuran parameter reproduksi akan menjadi usaha yang sangat berguna untuk mengetahui keadaan kelamin, kematangan alat kelamin dan beberapa besar potensi produksi dari

Lebih terperinci

TINGKAT KEMATANGAN OOSIT SAPI SECARA IN VITRO SETELAH INKUBASI PADA KONDISI TEMPERATUR DAN KOMPOSISI GAS CO 2 BERBEDA DWI WALID RETNAWATI

TINGKAT KEMATANGAN OOSIT SAPI SECARA IN VITRO SETELAH INKUBASI PADA KONDISI TEMPERATUR DAN KOMPOSISI GAS CO 2 BERBEDA DWI WALID RETNAWATI TINGKAT KEMATANGAN OOSIT SAPI SECARA IN VITRO SETELAH INKUBASI PADA KONDISI TEMPERATUR DAN KOMPOSISI GAS CO 2 BERBEDA DWI WALID RETNAWATI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

URAIAN MATERI A. Fertilisasi dan Perkembangan Embrio Fertilisasi adalah proses penyatuan atau peleburan inti sel ovum (ovum) dengan inti sel

URAIAN MATERI A. Fertilisasi dan Perkembangan Embrio Fertilisasi adalah proses penyatuan atau peleburan inti sel ovum (ovum) dengan inti sel URAIAN MATERI A. Fertilisasi dan Perkembangan Embrio Fertilisasi adalah proses penyatuan atau peleburan inti sel ovum (ovum) dengan inti sel spermatozoa yang membentuk makhluk hidup menjadi zigot. Meskipun

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 36 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Lapisan Granulosa Folikel Primer Pengaruh pemberian ekstrak rimpang rumput teki (Cyperus rotundus L.) terhadap ketebalan lapisan granulosa pada

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN A.PENGERTIAN

B A B I PENDAHULUAN A.PENGERTIAN B A B I PENDAHULUAN A.PENGERTIAN Ovulasi adalah peristiwa dilepaskannya ovum atau sel telur yang sudah matang dari ovarium.proses ovulasi terjadi apabila alat kelamin betina sudah mencapai dewasa kelamin.ovulasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Vitamin E (α-tokoferol) dalam Media DMEM terhadap Konfluenitas Sel Ginjal Fetus Hamster yang Dikultur Primer Berdasarkan hasil penelitian dan analisis

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI...

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN.... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI...... ABSTRACT... ii iii v vii viii ix x xii xiii BAB I.

Lebih terperinci

BIOLOGI SEL OLEH : CRISTIN NATALIA. P ILMU KELAUTAN B UNIVERSITAS DIPONEGORO. cristinnatalia.hol.es

BIOLOGI SEL OLEH : CRISTIN NATALIA. P ILMU KELAUTAN B UNIVERSITAS DIPONEGORO. cristinnatalia.hol.es BIOLOGI SEL OLEH : CRISTIN NATALIA. P ILMU KELAUTAN B 26020113120041 UNIVERSITAS DIPONEGORO SEL Apa itu SEL??.. Sel merupakan unit struktural dan fungsional, yang menyusun tubuh organisme KARAKTERISTIK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele. Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele. Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan ukuran panjang tubuh sekitar 45cm dan ukuran berat tubuh

Lebih terperinci

Konsep Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ

Konsep Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ Konsep Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ STRUKTUR TUBUH MANUSIA SEL (UNSUR DASAR JARINGAN TUBUH YANG TERDIRI ATAS INTI SEL/ NUCLEUS DAN PROTOPLASMA) JARINGAN (KUMPULAN SEL KHUSUS DENGAN BENTUK & FUNGSI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian mengenai pengruh pemberian ekstrak kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) terhadap perkembangan folikel ovarium tikus putih diambil

Lebih terperinci

Pengertian Mitokondria

Pengertian Mitokondria Home» Pelajaran» Pengertian Mitokondria, Struktur, dan Fungsi Mitokondria Pengertian Mitokondria, Struktur, dan Fungsi Mitokondria Pengertian Mitokondria Mitokondria adalah salah satu organel sel dan berfungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati, 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Spermatogenesis Spermatogenesis adalah suatu proses pembentukan spermatozoa (sel gamet jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus norvegicus, L) dengan perbesaran 4x10 menggunakan teknik pewarnaan Hematoxilin-eosin

Lebih terperinci

SET 4 REPRODUKSI SEL 1 (MITOSIS & MEIOSIS)

SET 4 REPRODUKSI SEL 1 (MITOSIS & MEIOSIS) 04 MATERI DAN LATIHAN SBMPTN TOP LEVEL - XII SMA BIOLOGI SET 4 REPRODUKSI SEL 1 (MITOSIS & MEIOSIS) Pembelahan sel dibedakan menjadi secara langsung (amitosis) dan tidak langsung (mitosis dan meiosis).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali (Bos javanicus)

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali (Bos javanicus) TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali (Bos javanicus) Sapi Bali (Bos javanicus) diduga berasal dari hasil domestikasi banteng liar (Bibos banteng). Payne dan Rollinson (1973) menduga asal mula sapi Bali adalah dari

Lebih terperinci

S E L. Suhardi, S.Pt.,MP

S E L. Suhardi, S.Pt.,MP S E L Suhardi, S.Pt.,MP Foreword Struktur sel, jaringan, organ, tubuh Bagian terkecil dan terbesar didalam sel Aktivitas metabolisme sel Perbedaan sel hewan dan tumbuhan Metabolisme sel Fisiologi Ternak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.

Lebih terperinci

Anatomi/organ reproduksi wanita

Anatomi/organ reproduksi wanita Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon

Lebih terperinci

FERTILISASI DAN. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed DASAR KEPERAWATAN DAN KEPERAWATAN DASAR FIK-UI TUTI N., FIK UI

FERTILISASI DAN. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed DASAR KEPERAWATAN DAN KEPERAWATAN DASAR FIK-UI TUTI N., FIK UI FERTILISASI DAN KONTROL REPRODUKSI TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed DASAR KEPERAWATAN DAN KEPERAWATAN DASAR FIK-UI FERTILISASI Proses penyatuan gamet pria dan wanita yang terjadi di daerah ampulla tuba fallpopii.

Lebih terperinci

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

1. Menjelaskan struktur inti sel eukariot hubungannya dengan fungsi 2. Menjelaskan struktur organel-organel sel dan fungsinya

1. Menjelaskan struktur inti sel eukariot hubungannya dengan fungsi 2. Menjelaskan struktur organel-organel sel dan fungsinya 1. Menjelaskan struktur inti sel eukariot hubungannya dengan fungsi 2. Menjelaskan struktur organel-organel sel dan fungsinya struktur inti sel eukariot Fungsi inti atau nukleus sebagai pusat pengatur

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. anjing, hal ini ditemukan pada situs arkeologi di Persia (Iran), Jericho (Tepi Barat),

KAJIAN KEPUSTAKAAN. anjing, hal ini ditemukan pada situs arkeologi di Persia (Iran), Jericho (Tepi Barat), 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Domba Lokal Domba merupakan hewan kedua yang didomestifikasi oleh manusia setelah anjing, hal ini ditemukan pada situs arkeologi di Persia (Iran), Jericho (Tepi Barat), Choga

Lebih terperinci

Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA. Transfer Inti Sel Somatis

Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA. Transfer Inti Sel Somatis 3 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menggunakan oosit mencit hasil superovulasi dengan penyuntikan hormon PMSG dan hcg secara intraperitonial. Produksi embrio kloning menggunakan teknik TISS yang

Lebih terperinci

DNA (deoxy ribonucleic acid) yang membawa informasi genetik. Bagian tengah

DNA (deoxy ribonucleic acid) yang membawa informasi genetik. Bagian tengah TINJAUAN PUSTAKA Spermatozoa Spermatozoa adalah sel kelarnin jantan yang dibentuk pada tubuli semineferi testes melalui proses yang disebut spermatogenesis (Toelihere, 1993a dan Salisbury dan VanDemark,

Lebih terperinci

1/1/2002 SEL. dr. Rachmah Laksmi Ambardini FIK UNY

1/1/2002 SEL. dr. Rachmah Laksmi Ambardini FIK UNY dr. Rachmah Laksmi Ambardini FIK UNY rachmah_la@uny.ac.id 1 Bagian Nukleus: Kromosom Unit terkecil organisme Struktur: nukleus, sitoplasma, membran plasma Nukleus: nukleolus, karyoplasma (sitoplasma inti),

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pemeliharaan itik dipeternakan rakyat tergolong sulit karena kondisi kandang

PENDAHULUAN. Pemeliharaan itik dipeternakan rakyat tergolong sulit karena kondisi kandang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemeliharaan itik dipeternakan rakyat tergolong sulit karena kondisi kandang harus menyesuaikan dengan kebutuhan itik yang tergolong unggas air, kebutuhan air bagi itik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Batur Domba Batur merupakan salah satu domba lokal yang ada di Jawa Tengah tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba Batur sangat

Lebih terperinci

SEL Iriawati SITH - ITB

SEL Iriawati SITH - ITB SEL SEL Sel merupakan unit dasar kehidupan. Setiap organisme hidup tersusun atas sel, suatu ruangan kecil yang dikelilingi oleh membran dan berisi cairan/larutan kimia yang pekat. Sel mengandung 4 molekul

Lebih terperinci

MODUL PERKEMBANGAN HEWAN : FERTILISASI. Oleh Siti Pramitha Retno Wardhani, S.Si

MODUL PERKEMBANGAN HEWAN : FERTILISASI. Oleh Siti Pramitha Retno Wardhani, S.Si MODUL PERKEMBANGAN HEWAN : FERTILISASI Oleh Siti Pramitha Retno Wardhani, S.Si Tahapan-tahapan utama perkembangan hewan: 1. Fertitisasi 2. Cleavage 3. Gastrulasi 4. Organogenesis Fertilisasi Fertilisasi

Lebih terperinci

KIMIA KEHIDUPAN, BIOLOGI SEL, GENETIKA, DAN BIOLOGI MOLEKULAR

KIMIA KEHIDUPAN, BIOLOGI SEL, GENETIKA, DAN BIOLOGI MOLEKULAR OLIMPIADE NASIONAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA- PT) BIDANG BIOLOGI (TES I) 22 MARET 2017 WAKTU 120 MENIT KIMIA KEHIDUPAN, BIOLOGI SEL, GENETIKA, DAN BIOLOGI MOLEKULAR

Lebih terperinci

teka mulai terbentuk mengitari lapis sel-sel granulosa pada tahap akhir folikel sekunder (Dellmann dan Brown 1992).

teka mulai terbentuk mengitari lapis sel-sel granulosa pada tahap akhir folikel sekunder (Dellmann dan Brown 1992). PEMBAHASAN Organ reproduksi betina terdiri atas organ reproduksi primer yaitu ovarium dan organ reproduksi sekunder yaitu tuba uterina, uterus (kornua, korpus, dan serviks), dan vagina. Ovarium memiliki

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang. II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang. Persilangan antara kedua jenis kambing ini telah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME Telah dilakukan penelitian pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba HASIL DAN PEMBAHASAN Volume Semen Domba Pengukuran volume semen domba dilakukan untuk mengetahui jumlah semen yang dihasilkan oleh satu ekor domba dalam satu kali ejakulat. Volume semen domba dipengaruhi

Lebih terperinci

SISTEM REPRODUKSI TERNAK BETINA Oleh Setyo Utomo (Kuliah ke 7)

SISTEM REPRODUKSI TERNAK BETINA Oleh Setyo Utomo (Kuliah ke 7) SISTEM REPRODUKSI TERNAK BETINA Oleh Setyo Utomo (Kuliah ke 7) TIU : 1 Memahami bentuk anatomis dan histologis alat reproduksi betina. TIK : 1 Memahami secara anatomis dan histologis ovarium sebagai kelkenjar

Lebih terperinci

Dr. Halinda Sari Lubis, MKKK Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Dr. Halinda Sari Lubis, MKKK Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Dr. Halinda Sari Lubis, MKKK Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Suatu massa protoplasma yan dibatasi oleh sel membran serta mempunyai nukleus Mempunyai membran plasma Mengandung bahan-bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Beku Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai prosedur teknis pengawasan mutu bibit ternak kemudian dimasukkan ke dalam straw dan dibekukan

Lebih terperinci

Retikulum Endoplasma (Mader, 2000) Tuti N. dan Sri S. (FIK-UI)

Retikulum Endoplasma (Mader, 2000) Tuti N. dan Sri S. (FIK-UI) Retikulum Endoplasma (Mader, 2000) RETIKULUM ENDOPLASMA Ada dua jenis retikum endoplasma (ER) yang melakukan fungsi yang berbeda di dalam sel: Retikulum Endoplasma kasar (rough ER), yang ditutupi oleh

Lebih terperinci

SET 5 REPRODUKSI SEL 2 (GAMETOGENESIS) Gametogenesis adalah pembentukan gamet pada tubuh makhluk hidup. a. GametOGenesis pada manusia dan hewan

SET 5 REPRODUKSI SEL 2 (GAMETOGENESIS) Gametogenesis adalah pembentukan gamet pada tubuh makhluk hidup. a. GametOGenesis pada manusia dan hewan 05 MATERI DAN LATIHAN SBMPTN TOP LEVEL - XII SMA BIOLOGI SET 5 REPRODUKSI SEL 2 (GAMETOGENESIS) Gametogenesis adalah pembentukan gamet pada tubuh makhluk hidup. a. GametOGenesis pada manusia dan hewan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna, 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Semen Segar Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna, konsistensi, ph dan secara mikroskopis meliputi gerakan massa, konsentrasi sperma,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Saluran Reproduksi Rusa Timor 8etina

HASIL DAN PEMBAHASAN. Saluran Reproduksi Rusa Timor 8etina HASIL DAN PEMBAHASAN Saluran Reproduksi Rusa Timor 8etina Rusa timor (Gervus timorensis) yang digunakan pada penelitian ini berumur tiga dan empat tahun. Pada umur terse but, rusa timor telah masuk masa

Lebih terperinci

Definisi Biokimia, Sel dan fungsi organel. Muhammad Fakhri, S.Pi, MP, M.Sc Tim Pengajar Biokimia Budidaya Perairan FPIK UB

Definisi Biokimia, Sel dan fungsi organel. Muhammad Fakhri, S.Pi, MP, M.Sc Tim Pengajar Biokimia Budidaya Perairan FPIK UB Definisi Biokimia, Sel dan fungsi organel Muhammad Fakhri, S.Pi, MP, M.Sc Tim Pengajar Biokimia Budidaya Perairan FPIK UB BIOKIMIA???? BIOKIMIA: suatu ilmu yang mempelajari tentang kumpulan molekul/senyawa

Lebih terperinci

DIKTAT EMBRIOLOGI HEWAN

DIKTAT EMBRIOLOGI HEWAN DIKTAT EMBRIOLOGI HEWAN Tim Penyusun: Dr. Agung Pramana W.M., MS. Dr. Sri Rahayu, M.Kes. Dr. Ir. Sri Wahyuningsih, MS. Drs. Aris Soewondo, MS. drh. Handayu Untari drh. Herlina Pratiwi PROGRAM KEDOKTERAN

Lebih terperinci

PERBEDAAN SEL EUKARIOTIK DAN PROKARIOTIK

PERBEDAAN SEL EUKARIOTIK DAN PROKARIOTIK PERBEDAAN SEL EUKARIOTIK DAN PROKARIOTIK EDITOR : VENNA AGATHA DESTRIANASARI NIM : G1C015011 PROGRAM STUDI DIV ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap I. Karakteristik Spermatozoa Domba Sebelum dan Setelah Pembekuan Karakteristik Spermatozoa Domba Sebelum Pembekuan Karakteristik spermatozoa domba dari kauda epididimis dan

Lebih terperinci

SEL OLEH: NINING WIDYAH KUSNANIK

SEL OLEH: NINING WIDYAH KUSNANIK SEL OLEH: NINING WIDYAH KUSNANIK DEFINISI Sel adalah unit kehidupan struktural dan fungsional terkecil dari tubuh. Sebagian besar reaksi kimia untuk mempertahankan kehidupan berlangsung dalam sel. Sel

Lebih terperinci

Pada rnasa kini, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk. mempercepat peningkatan populasi, produksi dan mutu ternak adalah dengan

Pada rnasa kini, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk. mempercepat peningkatan populasi, produksi dan mutu ternak adalah dengan 1. Latar Belakang Pada rnasa kini, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mempercepat peningkatan populasi, produksi dan mutu ternak adalah dengan penyediaan bibit berkuaiitas tinggi meialui penerapan

Lebih terperinci

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci