HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap I. Karakteristik Spermatozoa Domba Sebelum dan Setelah Pembekuan Karakteristik Spermatozoa Domba Sebelum Pembekuan Karakteristik spermatozoa domba dari kauda epididimis dan ejakulat sebelum pembekuan untuk penelitian ini ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik spermatozoa domba dari kauda epididimis dan ejakulat sebelum pembekuan Sumber asal Ulangan Parameter spermatozoa (n) Motilitas (%) Integritas membran (%) Viabilitas (%) Abnormalitas (%) Kauda epididimis 5 74,00±4,18 88,06±5,79 94,05±2,79 1,62±0,59 Ejakulat 5 78,00±2,74 84,07±2,18 91,19±0,93 1,77±0,50 Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik spermatozoa dari kauda epididimis meliputi motilitas, viabilitas, integritas membran dan abnormalitas sebelum pembekuan tidak berbeda dengan spermatozoa dari ejakulat (P>0,05). Persamaan karakteristik spermatozoa sebelum pembekuan yang berasal dari kauda epididimis dan ejakulat juga dilaporkan Varisli et al. (2009) bahwa persentase motilitas dan integritas membran spermatozoa domba dari kauda epididimis tidak menunjukkan perbedaan dengan spermatozoa dari ejakulat. Begitu pula yang dilaporkan Alvarez et al. (2009) bahwa persentase motilitas spermatozoa domba dari kauda epididimis tidak berbeda dengan spermatozoa dari ejakulat. Penelitian pada spesies lain seperti rusa merah, keledai dan kuda diperoleh persentase motilitas spermatozoa dari ejakulat lebih tinggi dibandingkan dari kauda epididimis (Martinez et al. 2008; Gloria et al. 2011; Monteiro et al. 2011). Sedangkan untuk viabilitas, Blash et al. (2000) melaporkan bahwa persentase viabilitas spermatozoa kambing dari kauda epididimis lebih tinggi dibandingkan dari ejakulat yang ditampung menggunakan vagina buatan. Hasil serupa juga dilaporkan Gloria et al. (2011) pada keledai dan Alvarez et al. (2009) pada domba, dimana persentase viabilitas spermatozoa dari kauda epididimis lebih tinggi dari ejakulat.

2 28 Persamaan karakteristik spermatozoa pada penelitian ini berkaitan dengan keberadaan spermatozoa sebelum diejakulasikan berada di kauda epididimis yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan dan pematangan spermatozoa, mempertahankan metabolisme dan mencegah terjadinya aktivasi dini dari spermatozoa sebelum diejakulasikan (Sostaric et al. 2008). Kondisi lingkungan di kauda epididimis yang spesifik memungkinkan spermatozoa bertahan hidup selama beberapa minggu sampai diejakulasikan (Moore 1995). Selain itu, persamaan karakteristik spermatozoa yang berasal dari kauda epididimis dengan ejakulat dikarenakan kesamaan dalam aktivitas translokasi dan distribusi fosfolipid yang merupakan sifat mendasar bagi membran plasma spermatozoa dalam rangka persiapan untuk proses fertilisasi (Muller et al. 1994). Menurut Cooper (1999), selama pematangan spermatozoa di kauda epididimis, banyak glikoprotein dan peptida yang dikeluarkan oleh kelenjar kelamin pelengkap menempel pada permukaan spermatozoa dengan berbagai afinitas dan akan memberikan pengaruh yang sama pada fungsi membran seperti halnya spermatozoa dari ejakulat. Berbeda halnya dengan yang dilaporkan Garner et al. (2000) bahwa kehadiran immobilin pada kauda epididimis dapat meningkatkan viskositas cairan epididimis dan mengurangi motilitas spermatozoa. Immobilin merupakan suatu protein yang disekresikan oleh sel-sel utama antara daerah distal dan kaput epididimis pada hewan yang telah mencapai dewasa kelamin dan berfungsi membuat spermatozoa berkurang motilitasnya dengan menciptakan kondisi lingkungan epididimis yang visko elastis ketika spermatozoa berada pada kauda epididimis (Hermo et al. 1994). Data karakteristik spermatozoa domba dari kauda epididimis dan ejakulat sebelum pembekuan yang diperoleh (Tabel 1) menunjukkan bahwa spermatozoa tersebut memiliki kualitas yang baik dan memenuhi syarat untuk proses kriopreservasi. Kriteria spermatozoa segar yang dapat digunakan untuk proses kriopreservasi dan sebagai dasar penentuan fertilitas pejantan dengan kategori sangat baik harus memiliki persentase motilitas spermatozoa >50%, persentase viabilitas spermatozoa >90% (Pezzanite et al. 2012) dan persentase integritas membran spermatozoa 60% (Revell & Mrode 1994).

3 29 Karakteristik Spermatozoa Domba selama Proses Kriopreservasi Persentase motilitas, viabilitas dan integritas membran spermatozoa baik dari kauda epididimis maupun ejakulat sebelum pembekuan, setelah ekuilibrasi I dan II, maupun setelah pembekuan mengalami penurunan (Gambar 3, 5 dan 7), berbeda halnya dengan persentase abnormalitas yang mengalami peningkatan (Gambar 9). Hasil ini menunjukkan bahwa baik spermatozoa dari kauda epididimis dan ejakulat tidak rentan terhadap kejutan dingin akibat penurunan suhu selama proses kriopreservasi. Spermatozoa mengalami perubahan seluler, biokimia dan osmotik selama pematangan di epididimis dan setelah penambahan plasma semen saat ejakulasi. Perubahan ini termasuk penurunan dramatis dalam komposisi membran lipid yang kemudian dapat mempengaruhi karakteristik biologi spermatozoa saat kriopreservasi, permeabilitas krioprotektan dan perubahan fase membran plasma selama pendinginan (Yeung et al. 2006). Kriopreservasi dapat mengakibatkan kerusakan fungsional membran mencakup peningkatan fluiditas membran yang diperburuk oleh kejutan osmotik pada membran yang terjadi ketika sel mengalami dehidrasi ekstrim selama proses pendinginan (Cross 1998). Proses kriopreservasi menyebabkan berkurangnya integritas akrosom, kerusakan fungsi spermatozoa dan perubahan dalam fluiditas membran, agregasi fosfolipid dan protein, yang berkaitan dengan penurunan aktivitas enzim, motilitas, viabilitas dan kemampuan fertilisasi spermatozoa (Watson 1995; Thundathil et al. 1999). Lengwinat & Blottner (1994) melaporkan penurunan motilitas dan integritas akrosom setelah thawing. Proses cooling pada kriopreservasi spermatozoa dapat menekan aktivitas metabolisme sel spermatozoa sehingga menyebabkan konsumsi energi secara signifikan berkurang dan sensitivitas kejutan dingin ditandai oleh hilangnya permeabilitas dan integritas membran plasma spermatozoa secara ireversibel yang mengarah kepada gangguan dan kematian spermatozoa (Robertson et al. 1990). Penurunan persentase motilitas, viabilitas dan integritas membran spermatozoa baik dari kauda epididimis maupun ejakulat selama proses kriopreservasi selain disebabkan oleh faktor kejutan dingin juga karena adanya perubahan intraseluler akibat pengeluaran air yang berkaitan dengan pembentukan

4 30 kristal es. Pembentukan kristal es selama proses kriopreservasi sel spermatozoa menyebabkan terjadinya penumpukan elektrolit di dalam sel yang mengakibatkan terjadi kerusakan sel secara mekanik. Elektrolit yang menumpuk akan merusak dinding sel spermatozoa, sehingga pada waktu thawing permeabilitas membran plasma utuh akan menurun dan spermatozoa mengalami kematian. Pembentukan kristal es kemungkinan berkaitan dengan perubahan tekanan osmotik dalam fraksi yang tidak mengalami pembekuan (Watson 2000). Selain itu, pada saat koleksi dan pengolahan spermatozoa sebelum dikemas di dalam straw, terjadi kontak antara spermatozoa dan udara luar yang mengandung oksigen. Hal ini mengakibatkan meningkatnya aktivitas metabolisme oksidatif yang juga berarti meningkatnya konsentrasi radikal bebas sebagai salah satu produk metabolisme. Radikal bebas sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup spermatozoa, karena radikal bebas memiliki sifat yang sangat reaktif untuk memperoleh elektron melalui reaksi peroksidasi lipid. Radikal bebas mengambil elektron dari asam lemak tak jenuh fosfolipid membran plasma sel, dapat mengakibatkan reaksi rantai peroksidasi lipid yang berlangsung terus menerus (autokatalitik) hingga akhirnya merusak seluruh membran plasma sel spermatozoa (Holt 2000). Hasil yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan persentase motilitas, integritas membran dan viabilitas spermatozoa dari kauda epididimis dan ejakulat setelah thawing masih cukup tinggi dan dapat dipertahankan sampai tahap ekuilibrasi 2 meskipun mengalami penurunan setelah pembekuan dan thawing. Penggunaan medium NSF I dan NSF II dengan kandungan kuning telur dan Orvus ES Paste diduga dapat melindungi spermatozoa terhadap kejutan dingin. Di dalam kuning telur terdapat lesitin yang dapat mempertahankan motilitas spermatozoa dari kejutan dingin karena kandungan phosphatidylcholine (Kikuchi et al. 1998). Kandungan phovitin, ceruloplasmin, ovalbumin dan ovotransferrin yang terdapat pada kuning telur dapat menghilangkan ion logam bebas yang dapat mengkatalisis produksi Reactive Oxygen Species (ROS). Begitu pula protein yang mirip dengan ekstraselular superoksida dismutase dan plasma glutathione peroksidase pada kuning telur dapat berkontribusi dalam meningkatkan kapasitas antioksidan (Mann & Mann 2008).

5 31 Penggunaan Orvus ES Paste bersamaan dengan kuning telur berfungsi mengubah struktur tersier lipoprotein kuning telur dalam media ekstraseluler yang berperan untuk melindungi membran spermatozoa (Pena & Linde 2000). Morton et al. (2010) melaporkan bahwa penggunaan Orvus ES Paste dapat meningkatkan persentase motilitas spermatozoa setelah thawing. Penggunaan Orvus ES Paste pada penelitian ini dengan komponen aktif berupa sodium dodecyl sulphate (SDS) diduga dapat meningkatkan integritas membran spermatozoa setelah thawing. Penggunaan Orvus ES Paste dapat melindungi membran spermatozoa dalam menjalankan fungsinya untuk mengatur transportasi Ca 2+ ektrasellular kedalam sel dan mengurangi perubahan pada proses kapasitasi serta menyebabkan pemasukan kalsium dengan konsentrasi tinggi setelah thawing (Pena et al. 2003). Storm et al. (2000) melaporkan bahwa penggunan Orvus ES Paste dapat memperpanjang daya hidup spermatozoa, meningkatkan kemampuan spermatozoa dalam mengikat zona dan menstabilkan mekanisme membran spermatozoa didalam mencegah proses kapasitasi dini. Selain itu, Pena & Linde (2000) melaporkan bahwa komponen aktif pada Orvus ES Paste yaitu sodium dodecyl sulphate (SDS) dalam bahan pengencer dapat meningkatkan viabilitas dan fluiditas membran plasma spermatozoa setelah thawing. Efisiensi penggunaan Orvus ES paste dalam meningkatkan viabilitas spermatozoa dikarenakan efek stabilitas dari membran lipid spermatozoa untuk meminimalkan proses kapasitasi dini dan kerusakan spermatozoa sebagai akibat dari kriopreservasi (Watson 1995). Motilitas Spermatozoa Domba selama Proses Kriopreservasi Motilitas spermatozoa telah lama dianggap sebagai kriteria utama dalam penilaian kualitas spermatozoa dan kemampuan fertilisasi dari hewan jantan. Persentase motilitas spermatozoa dari kauda epididimis dan ejakulat selama proses kriopreservasi ditampilkan pada Gambar 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) pada persentase motilitas spermatozoa dari kauda epididimis dan ejakulat saat ekuilibrasi ke-2 (65,00±3,54% vs 72,00±4,47%) dan setelah thawing (48,00±4,47% vs 54,00±2,24%), dimana persentase motilitas spermatozoa dari kauda epididimis lebih rendah dibandingkan ejakulat. Fenomena rendahnya

6 32 persentase motilitas spermatozoa dari kauda epididimis setelah thawing dibandingkan ejakulat juga dilaporkan Hermansson & Axner (2007) bahwa persentase motilitas spermatozoa kucing dari kauda epididimis dan ejakulat masing-masing sebesar 53,8% dan 72,5%. Hasil serupa juga dilaporkan Martinez- Pastor et al. (2006) bahwa persentase motilitas spermatozoa rusa merah Iberian setelah thawing adalah 17,50% untuk spermatozoa dari kauda epididimis dan 52,50% untuk spermatozoa dari ejakulat. Gambar 3. Persentase motilitas spermatozoa domba dari kauda epididimis dan ejakulat selama proses kriopreservasi. Dalam setiap tahapan kriopreservasi, bar dengan huruf yang berbeda (a,b,c; x,y) menunjukkan perbedaan yang nyata untuk spermatozoa dari kauda epididimis dan ejakulat (P<0,05). (*) menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) pada persentase motilitas diantara sumber spermatozoa. Persentase motilitas spermatozoa dari ejakulat yang lebih tinggi dikarenakan keberadaan plasma semen yang memberikan pengaruh terhadap motilitas spermatozoa (Goovaerts et al. 2006). Motilitas spermatozoa terjadi karena adanya protein khusus yang disebut dynein di mikrofibril eksternal pada ekor spermatozoa. Protein ini berfungsi sebagai enzim ATP-ase untuk mengkonversi adenosin triphosphate (ATP) menjadi adenosin monophosphate (AMP) dan dua anorganik ion phosphate (Pi). Proses ini menghasilkan energi tinggi yang dapat menginduksi kontraksi dari mikrofibril dan pergerakan sperma

7 33 (Rizal et al. 2003). Komponen dari plasma semen berupa fruktosa, sorbitol, asam sitrat, inositol, gliseril fosforil kolin (GPC), ergothionine, natrium, kalium, kalsium, magnesium, dan klorida merupakan zat penting untuk membran dan sebagai sumber energi untuk menghasilkan ATP (Hafez & Hafez 2000). Mackenna (1995) melaporkan bahwa persentase motilitas progresif dari spermatozoa ejakulat berhubungan erat dengan aktivitas mitokondria terutama dalam hal pengaturan energi untuk motilitas spermatozoa sebagai salah satu penentu utama kemampuan fertilisasi. Respirasi spermatozoa dari ejakulat lebih cepat dibandingkan spermatozoa dari kauda epididimis, sehingga mendorong aktivitas mitokondria yang lebih cepat dalam pemanfaatan energi yang dipakai (Cooper 2005). Adenosine triphosphate (ATP) dari mitokondria memberikan kontribusi untuk motilitas spermatozoa tetapi tidak selalu menjadi penentu utama dalam hal viabilitas spermatozoa (Hung et al. 2008). Hasil penelitian ini berbeda dengan yang dilaporkan oleh Tebet et al. (2006) bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada persentase motilitas spermatozoa kucing setelah thawing baik yang berasal dari kauda epididimis dengan ejakulat. Hasil serupa juga dilaporkan oleh Monteiro et al. (2011) bahwa persentase motilitas spermatozoa kuda setelah thawing adalah 36,2% untuk spermatozoa dari kauda epididimis dan 33% untuk spermatozoa dari ejakulat. Berbeda halnya dengan yang dilaporkan Alvarez et al. (2009) dengan penggunaan Biladyl (Minitube, Tiefenbach, Germany) sebagai bahan pengencer untuk kriopreservasi spermatozoa domba Black Manchega, dimana persentase motilitas spermatozoa dari kauda epididimis lebih tinggi dibandingkan dari ejakulat yang dikoleksi dengan elektroejakulator (57,50% vs 36,67%). Integritas Membran Spermatozoa Domba selama Proses Kriopreservasi Unsur penting dari membran spermatozoa adalah kemampuannya dalam transportasi molekul secara selektif. Jika berada dalam kondisi yang hipoosmotik, air akan masuk ke dalam spermatozoa untuk mencapai keseimbangan osmotik sehingga dapat diasumsikan bahwa kemampuan ekor spermatozoa yang mengalami penggembungan (swollen) dengan adanya larutan hipoosmotik menunjukkan bahwa membran spermatozoa dalam kondisi utuh dan ditandai

8 34 dengan spermatozoa yang melingkar (Gambar 4.a). Hal ini tidak muncul pada spermatozoa yang membran plasmanya tidak utuh ditandai dengan ekor lurus (Gambar 4.b). Spermatozoa dengan ekor melingkar ketika berada pada kondisi hipoosmotik menandakan bahwa transportasi air melintasi membran berjalan normal dan membran memiliki fungsi yang normal (Tartaglion & Ritta 2004). Spermatozoa dengan ekor lurus menunjukkan efek perubahan suhu atau kejutan osmotik dan kerusakan midpiece spermatozoa yang disebabkan pemaparan kejutan dingin atau lingkungan yang hipotonik (Bissett & Bernard 2005). Gambar 4. Gambaran integritas membran spermatozoa domba. Spermatozoa dengan membran plasma utuh (ekor melingkar, a) dan spermatozoa dengan membran plasma tidak utuh (ekor lurus, b). Hasil yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan bahwa persentase integritas membran spermatozoa setelah thawing dari kauda epididimis lebih tinggi dibandingkan ejakulat (Gambar 5). Fenomena tingginya persentase integritas membran spermatozoa setelah thawing dari kauda epididimis dibandingkan ejakulat juga dilaporkan Martinez-Pastor et al. (2006) pada rusa merah Iberian. Hasil serupa juga dilaporkan Yulnawati et al. (2008) bahwa persentase integritas membran spermatozoa kerbau belang dari kauda epididimis setelah thawing lebih tinggi dibandingkan ejakulat. Berbeda halnya dengan yang dilaporkan Monteiro et al. (2011) bahwa persentase integritas membran

9 35 spermatozoa kuda setelah thawing dari kauda epididimis tidak menunjukkan perbedaan dengan spermatozoa dari ejakulat. Gambar 5. Persentase integritas membran spermatozoa domba dari kauda epididimis dan ejakulat selama proses kriopreservasi. Dalam setiap tahapan kriopreservasi, bar dengan huruf yang berbeda (a,b; x,y) menunjukkan perbedaan yang nyata untuk spermatozoa dari kauda epididimis dan ejakulat (P<0,05). (*) menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) pada persentase integritas membran diantara sumber spermatozoa. Persentase integritas membran spermatozoa setelah thawing dari kauda epididimis lebih tinggi dibandingkan ejakulat disebabkan karena spermatozoa yang berasal dari kauda epididimis belum terkena sekresi kompleks dari kelenjar kelamin pelengkap, dimana sekresi ini dapat mengubah sensitivitas pada saat pendinginan dan resistensi pembekuan seperti pada spermatozoa dari ejakulat (Yu et al. 2002). Spermatozoa yang didinginkan pada temperatur di bawah titik beku air akan mengalami kerusakan membran plasma secara ireversibel. Kandungan kolesterol yang tinggi selama pematangan spermatozoa di kauda epididimis dapat menstabilkan membran spermatozoa dari efek kejutan dingin selama proses cooling yang diakibatkan kadar asam lemak jenuh yang tinggi dalam fosfolipid (Parks 1997). Berbeda halnya dengan spermatozoa dari ejakulat, spermatozoa bercampur dengan plasma semen dimana kandungan komponen yang terdapat di dalamnya berinteraksi memodifikasi fungsi spermatozoa sehingga mengubah sifat

10 36 dan respon dari membran spermatozoa terhadap perlakuan yang berbeda (White 1993). Membran plasma spermatozoa mengandung asam lemak tak jenuh yang rentan terhadap kerusakan peroksidasi dikarenakan perubahan ph yang dihasilkan dari reactive oxygen species selama inkubasi aerobik sehingga mengakibatkan hilangnya integritas membran dan akhirnya berdampak pula pada penurunan fertilitas (Yaniz et al. 2008). Plummer & Watson (1985) melaporkan bahwa kejutan dingin berakibat pada berkurangnya integritas akrosom dan membran plasma pada spermatozoa domba dari ejakulat. Telah dilaporkan juga oleh Rath & Niemann (1997) bahwa spermatozoa dari kauda epididimis babi lebih resisten terhadap kejutan dingin dibandingkan dari ejakulat. Menariknya, Gilmore et al. (1998) meneliti sensitivitas kejutan dingin spermatozoa dari beberapa spesies satwa liar dan juga menemukan bahwa spermatozoa dari babi, impala dan gajah yang diperoleh dengan teknik elektroejakulator lebih sensitif terhadap proses cooling dibandingkan spermatozoa dari kauda epididimis. Viabilitas Spermatozoa Domba selama Proses Kriopreservasi Persentase viabilitas spermatozoa dapat dilakukan melalui pemeriksaan fungsi membran dengan menggunakan pewarna eosin-negrosin. Spermatozoa hidup masih mempunyai sistem membran yang berfungsi termasuk fungsi pengaturan ion sehingga menyebabkan penahanan difusi medium pewarna eosinnegrosin yang mengandung ion oleh sistem membran pada saat pemaparan spermatozoa ke dalam medium pewarna eosin-negrosin sehingga spermatozoa tidak akan terwarnai. Sebaliknya pada spermatozoa mati, sistem membrannya telah rusak sehingga dengan mudah dapat dilewati oleh pewarna eosin-negrosin dan spermatozoa akan berwarna merah (Gambar 6).

11 37 Gambar 6. Gambaran viabilitas spermatozoa domba. Spermatozoa yang ditandai dengan kepala berwarna putih menunjukkan spermatozoa hidup (a) dan kepala berwarna merah menunjukkan spermatozoa mati (b). Gambar 7. Persentase viabilitas spermatozoa domba dari kauda epididimis dan ejakulat selama proses kriopreservasi. Dalam setiap tahapan kriopreservasi, bar dengan huruf yang berbeda (a,b; x,y) menunjukkan perbedaan yang nyata untuk spermatozoa dari kauda epididimis dan ejakulat (P<0,05).

12 38 Persentase viabilitas spermatozoa domba dari kauda epididimis dan ejakulat selama proses kriopreservasi ditampilkan pada Gambar 7. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan yang nyata (P>0,05) pada viabilitas spermatozoa baik yang berasal dari kauda epididimis maupun ejakulat selama proses kriopreservasi. Hasil yang diperoleh pada penelitian sama dengan yang dilaporkan Yulnawati et al. (2008) yang membandingkan kualitas spermatozoa dari kauda epididimis maupun ejakulat pada kerbau belang dengan penggunaan bahan pengencer Andromed untuk kriopreservasi, dimana persentase viabilitas spermatozoa setelah thawing dari kauda epididimis tidak menunjukkan perbedaan dengan spermatozoa dari ejakulat. Persamaan persentase viabilitas spermatozoa dari kauda epididimis dengan ejakulat dikarenakan pada sekresi cairan kauda epididimis dan plasma semen terdapat nucleobindin dan protein lipocalin-type prostaglandin D synthase (PGDS) yang menempel pada akrosom spermatozoa dari kauda epididimis dan ejakulat dan berperan sebagai protein multifungsi dalam mengikat kalsium, berpartisipasi dalam aktivasi sinyal intraselular, interaksi sel-sel, apoptosis, serta dapat mempengaruhi viabilitas spermatozoa tidak hanya ketika berada di kauda epididimis tetapi juga setelah diejakulasikan (Moura et al. 2007). Hasil penelitian ini berbeda dengan yang dilaporkan Martinez-Pastor et al. (2006) dimana untuk kriopreservasi spermatozoa rusa merah Iberian menggunakan bahan dasar pengencer Tes-Tris buffering system dengan 15% kuning telur diperoleh persentase viabilitas spermatozoa setelah thawing dari kauda epididimis lebih tinggi dibandingkan ejakulat. Begitu pula dengan yang dilaporkan Alvarez et al. (2009) dengan penggunaan bahan pengencer Biladyl (Minitube, Tiefenbach, Germany) dengan 20% kuning telur untuk kriopreservasi spermatozoa domba Black Manchega, dimana diperoleh persentase viabilitas spermatozoa setelah thawing dari kauda epididimis lebih tinggi dibandingkan ejakulat. Abnormalitas Spermatozoa Domba selama Proses Kriopreservasi Abnormalitas spermatozoa telah diidentifikasi sebagai karakteristik yang dapat digunakan untuk memprediksi kemampuan fertilisasi dari spermatozoa,

13 39 sehingga abnormalitas spermatozoa selama proses kriopreservasi merupakan penilaian penting dalam penelitian ini. Menurut McPeake & Pennington (2009), abnormalitas spermatozoa dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu primer (abnormalitas kepala dan bentuk midpiece) yang terjadi pada saat proses spermatogenesis dan sekunder (kepala normal yang terputus, droplet dan ekor yang membengkok) yang terjadi selama proses penyimpanan atau kriopreservasi spermatozoa. Pada penelitian ini, evaluasi abnormalitas spermatozoa lebih ditekankan pada abnormalitas sekunder yaitu kepala normal yang terputus dan ekor yang membengkok seperti ditampilkan pada Gambar 8. Gambar 8. Gambaran abnormalitas spermatozoa domba. Spermatozoa utuh (a), spermatozoa dengan ekor melingkar atau membengkok (b), spermatozoa dengan kepala normal yang terputus (c). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan dalam persentase abnormalitas spermatozoa baik kauda epididimis maupun ejakulat selama proses kriopreservasi. Hasil penelitian juga menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata (P>0,05) antara persentase abnormalitas spermatozoa dari kauda epididimis dengan ejakulat selama proses kriopreservasi (Gambar 9). Hasil serupa juga dilaporkan Monteiro et al. (2011) bahwa persentase abnormalitas spermatozoa kuda setelah thawing dari kauda epididimis dan ejakulat masing-masing sebesar 11,4% dan 15,2%. Berbeda halnya dengan yang dilaporkan Martins et al. (2007)

14 40 bahwa persentase abnormalitas spermatozoa sapi setelah thawing dari kauda epididimis lebih tinggi dibandingkan ejakulat. Sedangkan Axner et al. (1998) melaporkan bahwa persentase abnormalitas spermatozoa kucing setelah thawing dari kauda epididimis lebih rendah dibandingkan ejakulat. Gambar 9. Persentase abnormalitas spermatozoa domba dari kauda epididimis dan ejakulat selama proses kriopreservasi. Dalam setiap tahapan kriopreservasi, bar dengan huruf yang berbeda (a,b; x,y) menunjukkan perbedaan yang nyata untuk spermatozoa dari kauda epididimis dan ejakulat (P<0,05). Kriopreservasi dapat menyebabkan perubahan pada morfologi spermatozoa, termasuk kerusakan pada mitokondria, akrosom dan ekor spermatozoa. Oleh karena itu, fungsi spermatozoa dalam mempertahankan membran utuh, ekor dan aktivitas mitokondria setelah pembekuan menjadi rendah (Holt 2000). Disamping itu, proses cooling selama kriopreservasi dapat menekan aktivitas metabolisme sel spermatozoa dan menyebabkan konsumsi energi secara signifikan berkurang dan sensitivitas kejutan dingin ditandai oleh hilangnya permeabilitas selektif secara ireversibel dan integritas membran plasma spermatozoa yang mengarah kepada abnormalitas spermatozoa (Robertson et al. 1990). Perubahan morfologi yang mengarah kepada abnormalitas ini terkait

15 41 dengan permeabilitas membran terhadap ion intraseluler, fungsi saluran ion dan integritas cytoskeletal (Petrunkina et al. 2005). Senger (2005) melaporkan bahwa setiap fraksi spermatozoa baik yang berasal dari kauda epididimis maupun ejakulat mengandung spermatozoa yang abnormal sebesar 5-15% dan penurunan kemampuan fertilisasi terjadi apabila morfologi spermatozoa yang abnormal melebihi 20%. Persentase abnormalitas spermatozoa dari kauda epididimis dan ejakulat yang diperoleh pada penelitian ini masih dalam batas normal. Tahap II. Kemampuan Fertilisasi In Vitro Spermatozoa Domba Setelah Pembekuan Evaluasi secara in vitro untuk penilaian kemampuan fertilisasi pertama kali dijelaskan oleh Cramer et al. (1994). Perkembangan inti oosit setelah fertilisasi in vitro dilakukan dengan mengamati pembentukan pronukleus (PN) dimana yang terfertilisasi ditandai dengan pembentukan dua pronukleus (2PN) atau lebih dari 2 pronukleus (>2PN) (Gambar 10). A B Gambar 10. Pembentukan pronukleus (PN) dari oosit setelah fertilisasi in vitro. A. dua pronukleus (2PN), B. lebih dari 2 pronukleus (>2PN). Tanda menunjukkan pronukleus. Kemampuan penetrasi spermatozoa domba setelah pembekuan baik yang berasal dari kauda epididimis maupun ejakulat setelah fertilisasi in vitro yang diamati dengan menghitung jumlah oosit yang dapat membentuk dua atau lebih pronukleus ditampilkan pada Tabel 2.

16 42 Tabel 2. Kemampuan fertilisasi in vitro spermatozoa domba setelah pembekuan yang berasal dari kauda epididimis dengan ejakulat Spermatozoa Jumlah Ulangan Pembentukan PN (%) Tingkat Kauda epididimis Oosit (n) Ejakulat Tidak terbentuk PN 32 (28,07) 29 (23,57) 1PN 2PN >2PN 12 (10,53) 12 (9,76) 49 (42,98) 60 (48,78) PN: Pronukleus, 1PN: tidak terfertilisasi, 2PN: Normal, >2PN: Polispermia, Tingkat fertilisasi: jumlah oosit yang dapat membentuk 2PN atau >2PN. 21 (18,42) 22 (17,89) Fertilisasi 70 (61,40) 82 (66,67) Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan fertilisasi in vitro spermatozoa domba setelah pembekuan yang berasal dari kauda epididimis tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan spermatozoa dari ejakulat baik pada persentase fertilisasi total, normal maupun polispermia. Hasil ini menunjukkan bahwa kemampuan fertilisasi spermatozoa dari kauda epididimis sama dengan ejakulat, seperti yang dilaporkan Kaabi et al. (2003) yang mengamati tingkat perkembangan embrio sebagai indikator penilaian kemampuan FIV dari spermatozoa domba, dimana diperoleh persentase pembelahan sel sebesar 53% dan 50% masing-masing untuk spermatozoa dari kauda epididimis dan ejakulat. Begitu pula yang dilaporkan Blash et al. (2000) pada kambing, dimana fertilisasi in vitro menggunakan spermatozoa dari kauda epididimis diperoleh sebanyak 40% yang menunjukkan pembelahan sel, sedangkan dengan spermatozoa dari ejakulat mencapai 37%. Kemampuan fertilisasi oosit secara in vitro yang sama antara spermatozoa domba setelah thawing dari kauda epididimis maupun ejakulat dikarenakan spermatozoa dari kauda epididimis dan ejakulat memiliki kesamaan dalam kemampuan mengikat protein pada zona pelusida dan menjaga kondisi kromatin dari spermatozoa tetap stabil yang didukung oleh defosforilasi protamine selama spermatozoa berada di epididimis (Harkema et al. 2004; Garcia et al. 2006; Alvarez et al. 2009).

17 43 Walaupun plasma semen dari spermatozoa ejakulat diikutsertakan selama proses kriopreservasi, namun pada saat proses FIV keberadaan plasma semen dihilangkan melalui sentrifugasi sehingga kondisinya sama dengan spermatozoa dari kauda epididimis. Spermatozoa yang disentrifugasi terlebih dahulu sebelum diinkubasi dalam medium FIV bertujuan untuk memisahkan suspensi dan pellet spermatozoa dimana spermatozoa dengan kualitas baik berada pada endapan atau pellet yang dihasilkan (Ollero et al. 2001). Selain itu, spermatozoa yang dikumpulkan dari pellet hasil sentrifugasi menunjukkan kerusakan DNA yang rendah (Larson et al. 1999), menghasilkan reactive oxygen species (ROS) yang lebih sedikit dan menghilangkan senyawa antioksidan yang terdapat pada plasma semen (Ollero et al. 2001). Harkema et al. (1998) melaporkan bahwa keberadaan plasma semen pada spermatozoa dari ejakulat yang dihilangkan sebelum diinkubasi dalam medium FIV dapat meningkatkan persentase spermatozoa dalam mengikat protein zona pelusida pada membran plasma, sama seperti halnya pada spermatozoa dari kauda epididimis. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tingkat fertilisasi oosit dengan kejadian polispermia sebesar 18,42% dan 17,89% masing-masing untuk spermatozoa dari kauda epididimis dan ejakulat (Tabel 2). Kejadian polispermia dengan frekuensi tinggi pada prosedur FIV dapat mengurangi efisiensi produksi embrio secara in vitro (Nagai et al. 2006). Polispermia merupakan fertilisasi yang melibatkan lebih dari satu spermatozoa dan menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi efisiensi FIV secara keseluruhan (Wang et al. 1998). Penetrasi spermatozoa secara bersamaan dan penundaan reaksi zona pada saat penetrasi spermatozoa dapat menyebabkan penetrasi polispermia pada kondisi in vitro (Funahashi 2003). Selain itu, medium FIV yang mengandung kafein sebagai komponen nukleotida siklik fosfodiesterase inhibitor dapat meningkatkan konsentrasi camp intraseluler, menginduksi kapasitasi sperma dan reaksi akrosom secara spontan, sehingga meningkatkan penetrasi polispermia (Funahashi & Nagai 2001). Dalam metodologi FIV, gamet jantan dan betina berada dalam media cokultur dimana tidak ada hambatan yang mengatur interaksi antara spermatozoa dengan oosit. Biasanya dalam sistem FIV, konsentrasi spermatozoa yang berada

18 44 dalam medium fertilisasi sering menghasilkan jumlah spermatozoa yang tinggi dalam menembus oosit secara bersamaan, meskipun oosit mempunyai mekanisme untuk memblokir penetrasi lebih lanjut dari spermatozoa setelah fertilisasi (Suzuki et al. 2003). Berkurangnya kemampuan oosit yang matang secara in vitro untuk memblokir polispermia akibat tertundanya reaksi pada zona pelusida yang disebabkan oleh paparan pada medium FIV dengan komposisi tidak seperti pada fertilisasi in vivo (Funahashi 2003). Selain itu, polispermia terjadi karena penuaan oosit, abnormalitas zona pada oosit dan kondisi kultur selama FIV, disamping perkembangan yang abnormal dari oosit seperti pembelahan yang tidak teratur dan kelainan degenerasi kromosom (Sathananthan et al. 1999; Wang et al. 2003). Selama FIV, terjadi peningkatan [Ca 2+ ] cyt pada zona pellucida (ZP) yang merupakan komponen penting dari membran blok untuk mencegah penetrasi polispermia, namun keberadaan membran blok kurang efektif dalam mencegah fusi spermatozoa disamping pembentukannya yang lambat sehingga memberikan waktu bagi penetrasi polispermia (Abbott & Ducibella 2001; Gardner et al. 2007). Dari oosit yang difertilisasi secara in vitro baik menggunakan spermatozoa dari kauda epididimis maupun ejakulat, ada oosit yang hanya mengalami pembentukan satu pronukleus (1PN). Hal ini menunjukkan bahwa oosit teraktivasi namun mengalami kegagalan fertilisasi yang dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: 1) proses pematangan inti maupun sitoplasma yang kurang sempurna, 2) kegagalan spermatozoa melakukan kapasitasi dan reaksi akrosom sehingga tidak mampu membuahi oosit, 3) kegagalan spermatozoa mengalami kondensasi dalam sitoplasma oosit sehingga terjadi kegagalan pembentukan pronukleus jantan, dan 4) aktivasi parthenogenesis dari oosit (Crozet et al. 1995; Chian et al. 1995). Kegagalan spermatozoa mengalami kondensasi dalam sitoplasma oosit disebabkan oleh: 1) abnormalitas spermatozoa sehingga migrasi inti spermatozoa tidak lengkap, kesalahan lokasi dari centrosomal dan tersebarnya distribusi kromatin, 2) kegagalan aktivasi oosit sehingga inti dari spermatozoa mengalami kondensasi kromosom yang prematur (Tesarik & Sousa 1995).

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Domba Segera Setelah Koleksi Pemeriksaan karakteristik semen domba segera setelah koleksi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pemeriksaan secara makroskopis

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Semen Kambing Semen adalah cairan yang mengandung gamet jantan atau spermatozoa dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari suspensi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik semen

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik semen HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Segar Dari hasil penampungan semen yang berlangsung pada bulan Oktober 2003 sampai dengan Juli 2004 dan rusa dalam kondisi rangga keras memperlihatkan bahwa rataan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 9 HASIL DAN PEMBAHASAN Semen merupakan salah satu komponen penting dalam penghantaran spermatozoa baik secara konseptus alami maupun inseminasi buatan (IB). Keberhasilan IB sangat dipengaruhi oleh kualitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna, 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Semen Segar Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna, konsistensi, ph dan secara mikroskopis meliputi gerakan massa, konsentrasi sperma,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya diikuti dengan

PENDAHULUAN. Seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya diikuti dengan I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya diikuti dengan semakin meningkat pula permintaan masyarakat terhadap bahan pangan untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Kacang betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang baik pun meningkat. Salah satu sumber gizi yang paling penting adalah protein

BAB I PENDAHULUAN. yang baik pun meningkat. Salah satu sumber gizi yang paling penting adalah protein BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dari tahun ke tahun jumlah penduduk di negara Republik Indonesia semakin meningkat yang menyebabkan kebutuhan akan sumber makanan yang memiliki gizi yang

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang. II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang. Persilangan antara kedua jenis kambing ini telah

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi. Evaluasi semen segar yang telah

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi. Evaluasi semen segar yang telah 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Karakteristik Semen Kambing Semen adalah sekresi kelamin jantan yang secara umum diejakulasikan ke dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi. Evaluasi semen segar yang

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan 4 BAB II TIJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Semen merupakan suatu produk yang berupa cairan yang keluar melalui penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan oleh testis dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan dari

PENDAHULUAN. kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan dari 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing merupakan komoditas ternak yang banyak dikembangkan di Indonesia. Salah satu jenis kambing yang banyak dikembangkan yaitu jenis kambing Peranakan Etawah (PE).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi dan Pematangan Spermatozoa

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi dan Pematangan Spermatozoa 5 TINJAUAN PUSTAKA Transportasi dan Pematangan Spermatozoa Produksi spermatozoa terjadi pada saluran reproduksi jantan yang dinamakan testis. Setiap testis tersusun atas tubuli seminiferi yang mengandung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sehingga dapat memudahkan dalam pemeliharaannya. Kurangnya minat terhadap

PENDAHULUAN. sehingga dapat memudahkan dalam pemeliharaannya. Kurangnya minat terhadap I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang dikenal di Indonesia sebagai ternak penghasil daging dan susu. Kambing adalah salah satu ternak yang telah didomestikasi

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Semen Segar Kambing PE Semen ditampung dari satu ekor kambing jantan Peranakan Etawah (PE) menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada (Mulyono dan Sarwono, 2004). K isaran volume semen per ejakulat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada (Mulyono dan Sarwono, 2004). K isaran volume semen per ejakulat 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Domba Ekor Tipis Domba ekor tipis merupakan domba yang bersifat profilik yaitu mampu mengatur jumlah anak yang akan dilahirkan sesuai dengan ketersediaan pakan yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kambing merupakan salah satu jenis ternak yang mudah dipelihara dan dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara tradisional. Salah satu bangsa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba HASIL DAN PEMBAHASAN Volume Semen Domba Pengukuran volume semen domba dilakukan untuk mengetahui jumlah semen yang dihasilkan oleh satu ekor domba dalam satu kali ejakulat. Volume semen domba dipengaruhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan Data Statistik 2013 jumlah penduduk Indonesia mencapai jiwa yang akan bertambah sebesar 1,49% setiap tahunnya

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan Data Statistik 2013 jumlah penduduk Indonesia mencapai jiwa yang akan bertambah sebesar 1,49% setiap tahunnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Data Statistik 2013 jumlah penduduk Indonesia mencapai 242.013.800 jiwa yang akan bertambah sebesar 1,49% setiap tahunnya (Anonim,2013). Jumlah penduduk yang

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dengan kambing Kacang (Devendra dan Burns, 1983). Menurut tipenya, rumpun

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dengan kambing Kacang (Devendra dan Burns, 1983). Menurut tipenya, rumpun 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Kambing Peranakan Etawah Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Etawah yang berasal dari India yang memiliki iklim tropis/subtropis dan beriklim kering dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki kebutuhan konsumsi daging sapi yang meningkat setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi. Ketersediaan daging sapi ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL I. Tingkat maturasi oosit domba dalam suhu dan waktu penyimpanan yang berbeda Tahapan pematangan inti yang diamati pada penelitian ini dikelompokkan menjadi 5 tahap yaitu GV

Lebih terperinci

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (1): 39-44 ISSN: 0852-3581 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Beku Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai prosedur teknis pengawasan mutu bibit ternak kemudian dimasukkan ke dalam straw dan dibekukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan Inseminasi Buatan (IB)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) 43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) adalah ketersediaan semen beku. Semen beku yang akan digunakan untuk IB biasanya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang banyak diminati

PENDAHULUAN. Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang banyak diminati I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang banyak diminati oleh masyarakat Indonesia. Kebutuhan masyarakat akan daging domba setiap tahunnya terus meningkat.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Semen Spermatozoa

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Semen Spermatozoa 3 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Semen Semen merupakan cairan yang mengandung spermatozoa dan plasma semen yang dihasilkan dari sekresi oleh kelanjar-kelanjar kelamin jantan (Herdis et al. 2003). Adapun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 Abnormalitas Spermatozoa Pemeriksaan abnormalitas spermatozoa dihitung dari jumlah persentase spermatozoa yang masih memiliki cytoplasmic droplet dan spermatozoa yang mengalami abnormalitas sekunder.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Kambing Peranakan Etawah Ilustrasi 1. Penampakan Fisik Kambing Peranakan Etawah (Mulyono, 2011) Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan persilangan antara kambing lokal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME Telah dilakukan penelitian pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diberi 2-ME

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diberi 2-ME BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diberi 2-ME Hasil pengamatan pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning

Lebih terperinci

PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING

PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING THE EFFECT OF GLYCEROL LEVEL ON TRIS-YOLK EXTENDER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari emisi pembakaran bahan bakar bertimbal. Pelepasan timbal oksida ke

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari emisi pembakaran bahan bakar bertimbal. Pelepasan timbal oksida ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran atau polusi merupakan perubahan yang tidak dikehendaki yang meliputi perubahan fisik, kimia, dan biologi. Pencemaran banyak mengarah kepada pembuangan

Lebih terperinci

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C Disajikan oleh : Hotmaria Veronika.G (E10012157) dibawah bimbingan : Ir. Teguh Sumarsono, M.Si 1) dan Dr. Bayu Rosadi, S.Pt. M.Si 2)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada

I. PENDAHULUAN. Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada ternak sapi telah banyak diterapkan di Indonesia. Menurut SNI 4896.1 (2008),

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang dapat menghasilkan wol

TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang dapat menghasilkan wol II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang dapat menghasilkan wol dan daging, Selain itu, pertumbuhannya yang cepat serta ukuran tubuh yang relatif kecil dapat memudahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Batur Domba Batur merupakan salah satu domba lokal yang ada di Jawa Tengah tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba Batur sangat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar HASIL DAN PEMBAHASAN Semen adalah cairan yang mengandung suspensi sel spermatozoa, (gamet jantan) dan sekresi dari organ aksesori saluran reproduksi jantan (Garner dan Hafez, 2000). Menurut Feradis (2010a)

Lebih terperinci

MATERI 6 TRANSPORTASI SEL GAMET DAN FERTILISASI

MATERI 6 TRANSPORTASI SEL GAMET DAN FERTILISASI MATERI 6 TRANSPORTASI SEL GAMET DAN FERTILISASI MK. ILMU REPRODUKSI 1 SUB POKOK BAHASAN Transport spermatozoa pada organ reproduksi jantan (tubuli seminiferi, epididimis dan ejakulasi) Transport spermatozoa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara makroskopis

HASIL DAN PEMBAHASAN. domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara makroskopis 31 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Semen Segar Domba Lokal Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap evaluasi semen domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Pengaruh polisakarida krestin dari ekstrak jamur Coriolus versicolor terhadap kecepatan motilitas spermatozoa mencit Hasil pengamatan pengaruh polisakarida

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Limousin merupakan keturunan sapi Eropa yang berkembang di Perancis.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Limousin merupakan keturunan sapi Eropa yang berkembang di Perancis. 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Limousin Sapi Limousin merupakan keturunan sapi Eropa yang berkembang di Perancis. Karakteristik Sapi Limousin adalah pertambahan badan yang cepat perharinya sekitar 1,1

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya protein hewani bagi tubuh. Hal ini

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing Peranakan Etawah atau kambing PE merupakan persilangan antara kambing kacang betina asli Indonesia dengan kambing Etawah jantan yang berasal dari daerah Gangga,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak dipelihara petani-peternak di Sumatra Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi Pesisir mempunyai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Karakteristik Semen Segar Domba Lokal Karakteristik. Volume (ml) 1,54 ± 0,16. ph 7,04±0,8

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Karakteristik Semen Segar Domba Lokal Karakteristik. Volume (ml) 1,54 ± 0,16. ph 7,04±0,8 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Semen Segar Karakteristik semen segar yang didapatkan selama penelitian disajikan pada tabel sebagai berikut : Tabel 3. Karakteristik Semen Segar Domba Lokal Karakteristik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan babi yang ada di Indonesia khususnya di daerah Bali masih merupakan peternakan rakyat dalam skala kecil atau skala rumah tangga, dimana mutu genetiknya masih kurang

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik Bobot Badan Tikus Ekstrak rumput kebar yang diberikan pada tikus dapat meningkatkan bobot badan. Pertambahan bobot badan tikus normal yang diberi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi semen secara makroskopis (warna, konsistensi, ph, dan volume semen) dan mikroskopis (gerakan massa, motilitas, abnormalitas, konsentrasi, dan jumlah spermatozoa per

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh hasil bahwa nilai F=96,7, sementara itu nilai F tabel = 3,68, maka nilai

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh hasil bahwa nilai F=96,7, sementara itu nilai F tabel = 3,68, maka nilai 4.1 Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis statistika dengan menggunakan ANOVA, maka diperoleh hasil bahwa nilai F=96,7, sementara itu nilai F tabel = 3,68,

Lebih terperinci

4/18/2015 FERTILISASI BY : I GEDE SUDIRGAYASA GAMBARAN UMUM TOPIK MEKANISME

4/18/2015 FERTILISASI BY : I GEDE SUDIRGAYASA GAMBARAN UMUM TOPIK MEKANISME FERTILISASI BY : I GEDE SUDIRGAYASA GAMBARAN UMUM TOPIK MEKANISME TIPE 1 Sel Sperma ( haploid/ n) Sel telur (haploid/ n) Fertilisasi Zigot (Diploid/ 2n) Cleavage Morfogenesis Individu Sel Sperma ( haploid/

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN KEMAMPUAN FERTILISASI IN VITRO SPERMATOZOA DOMBA YANG BERASAL DARI KAUDA EPIDIDIMIS DAN EJAKULAT FITRA AJI PAMUNGKAS

KARAKTERISTIK DAN KEMAMPUAN FERTILISASI IN VITRO SPERMATOZOA DOMBA YANG BERASAL DARI KAUDA EPIDIDIMIS DAN EJAKULAT FITRA AJI PAMUNGKAS KARAKTERISTIK DAN KEMAMPUAN FERTILISASI IN VITRO SPERMATOZOA DOMBA YANG BERASAL DARI KAUDA EPIDIDIMIS DAN EJAKULAT FITRA AJI PAMUNGKAS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 2 PERNYATAAN

Lebih terperinci

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN MEMBRAN PLASMA UTUH. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN MEMBRAN PLASMA UTUH. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN MEMBRAN PLASMA UTUH Gambar mas Disusun oleh Mas Mas Mas Faisal Ernanda h0510030 Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta 2012 Mas tolong

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Fertilisasi

TINJAUAN PUSTAKA Fertilisasi TINJAUAN PUSTAKA Fertilisasi Fertilisasi merupakan proses bertemunya sel sperma dengan sel telur. Sel telur diaktivasi untuk memulai perkembangannya dan inti sel dari dua gamet akan bersatu untuk menyempurnakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Segar Hasil evaluasi semen segar merupakan pemeriksaan awal semen yang dijadikan dasar untuk menentukan kelayakan semen yang akan diproses lebih lanjut. Pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati, 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Spermatogenesis Spermatogenesis adalah suatu proses pembentukan spermatozoa (sel gamet jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam masyarakat latihan fisik dipahami sebagai olahraga. Olahraga dapat mempertahankan dan meningkatkan kesehatan tubuh, serta berdampak pada kinerja fisik. Olahraga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Segar Kelinci Lop dan Rex Evaluasi terhadap semen sangat diperlukan untuk memperoleh informasi mengenai kualitas semen. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Senyawa 2-Methoxyethanol (2-ME) tergolong senyawa ptalate ester (ester

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Senyawa 2-Methoxyethanol (2-ME) tergolong senyawa ptalate ester (ester BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Infertilitas merupakan masalah yang memiliki angka kejadian yang cukup besar di Indonesia. Penyebab infertilitas pria dipengaruhi oleh banyak faktor,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging

PENDAHULUAN. 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat produksi daging domba di Jawa Barat pada tahun 2016 lebih besar 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging domba dan kambing di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan pola faktorial dengan dua faktor, yaitu suhu dan lama thawing, dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan pola faktorial dengan dua faktor, yaitu suhu dan lama thawing, dengan 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan Rancangan pola faktorial dengan dua faktor, yaitu suhu dan lama thawing, dengan

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di. Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru.

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di. Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 013 di Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru. 3.. Materi Materi yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Angka kejadian infertilitas masih menjadi masalah kesehatan di dunia termasuk Indonesia. Infertilitas adalah ketidakmampuan terjadinya konsepsi atau memiliki anak pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Ovarium yang dikoleksi dari rumah potong hewan biasanya berada dalam fase folikular ataupun fase luteal. Pada Gambar 1 huruf a mempunyai gambaran ovarium pada fase folikuler dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo Lele dumbo merupakan salah satu jenis ikan konsumsi air tawar yang memiliki bentuk tubuh memanjang, memiliki sungut dengan permukaan tubuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan produksi daging merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan sekaligus memajukan tingkat kecerdasan sumber daya manusia Indonesia.

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. 6.1 Efek Pelatihan Fisik Berlebih Terhadap Spermatogenesis Mencit. Pada penelitian ini, data menunjukkan bahwa kelompok yang diberi

PEMBAHASAN. 6.1 Efek Pelatihan Fisik Berlebih Terhadap Spermatogenesis Mencit. Pada penelitian ini, data menunjukkan bahwa kelompok yang diberi 1 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Efek Pelatihan Fisik Berlebih Terhadap Spermatogenesis Mencit Pada penelitian ini, data menunjukkan bahwa kelompok yang diberi pelatihan fisik berlebih selama 35 hari berupa latihan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Selama penelitian rataan suhu dan kelembaban harian kandang berturut-turut 28,3 o C dan 91,3% yang masih dalam kisaran normal untuk hidup kelinci. Adapun suhu dan kelembaban

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu jenis bangsa sapi asli Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu jenis bangsa sapi asli Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu jenis bangsa sapi asli Indonesia yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan dan sapi bali ini juga merupakan hasil

Lebih terperinci

KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C

KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C Takdir Saili, Hamzah, Achmad Selamet Aku Email: takdir69@yahoo.com Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN 12 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan yaitu semen yang berasal dari lima ekor kambing PE umur 2-3 tahun. 3.1.2 Bahan dan Peralatan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KATALASE DALAM PRODUKSI SEMEN DINGIN SAPI

PENGGUNAAN KATALASE DALAM PRODUKSI SEMEN DINGIN SAPI PENGGUNAAN KATALASE DALAM PRODUKSI SEMEN DINGIN SAPI (The Use of Catalase on Cattle Chilled Semen Production) T. SUGIARTI, E. TRIWULANNINGSIH, P. SITUMORANG, R.G. SIANTURI dan D.A. KUSUMANINGRUM Balai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan suatu masalah kesehatan pada masyarakat dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan suatu masalah kesehatan pada masyarakat dan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Merokok merupakan suatu masalah kesehatan pada masyarakat dan merupakan ancaman besar bagi kesehatan di dunia (Emmons, 1999). Merokok memberikan implikasi terhadap

Lebih terperinci

EFEK PENAMBAHAN LAKTOSA DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS MARMUT (Cavia cobaya) SELAMA PRESERVASI SKRIPSI

EFEK PENAMBAHAN LAKTOSA DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS MARMUT (Cavia cobaya) SELAMA PRESERVASI SKRIPSI EFEK PENAMBAHAN LAKTOSA DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS MARMUT (Cavia cobaya) SELAMA PRESERVASI SKRIPSI Oleh: Alvien Nur Aini 091810401001 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Hipotesis...

DAFTAR ISI. BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Hipotesis... DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM...i PRASYARAT GELAR...ii LEMBAR PERSETUJUAN...iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI...iv RIWAYAT HIDUP...v UCAPAN TERIMAKSIH...vi ABSTRAK...vii ABSTRACT...viii RINGKASAN...ix DAFTAR

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. breeding station Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Domba jantan yang

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. breeding station Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Domba jantan yang III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. ` Bahan dan Peralatan 3.1.1. Objek Penelitian Objek pada penelitian ini yaitu semen yang berasal dari domba yang ada di breeding station Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan peternakan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan peternakan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan peternakan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan populasi dan produksi ternak ke arah pencapaian swasembada protein hewani untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC

Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC Sains Peternakan Vol. 9 (2), September 2011: 72-76 ISSN 1693-8828 Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC Nilawati

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK Suatu penelitian untuk mengetahui penggunaan kuning telur itik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya satu tahun berhubungan seksual, sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi (Straight,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Burung Puyuh Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif lebih besar dari jenis burung-burung puyuh lainnya. Burung puyuh ini memiliki

Lebih terperinci

Tatap mukake 8&9. Universitas Gadjah Mada

Tatap mukake 8&9. Universitas Gadjah Mada Tatap mukake 8&9 PokokBahasan: PENGENCERAN SPERMA 1. Tujuan Intruksional Umum Mengerti tujuan pengenceran sperma Mengerti syarat-syarat bahan pengencer dan beberapa bahan yang digunakan Mengerti keuntungan

Lebih terperinci

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta 2. Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Cibinong 3

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta 2. Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Cibinong 3 VIABILITAS DAN KEUTUHAN MEMBRAN PLASMA SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KERBAU BELANG PADA PENAMBAHAN MALTOSA DALAM PENGENCER ANDROMED [The Viability and Membrane Integrity of Spotted Buffalo Epididymal Sperm in

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Pengaruh Efek Whitten terhadap Siklus Estrus dan Perkawinan pada Mencit

PEMBAHASAN Pengaruh Efek Whitten terhadap Siklus Estrus dan Perkawinan pada Mencit 17 PEMBAHASAN Pengaruh Efek Whitten terhadap Siklus Estrus dan Perkawinan pada Mencit Efek Whitten merupakan salah satu cara sinkronisasi siklus berahi secara alami tanpa menggunakan preparat hormon. Metode

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai 22 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai Inseminasi Buatan Daerah (UPTD-BIBD) Lampung Tengah. Kegiatan penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi terhadap kualitas semen dimaksudkan untuk menentukan kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen tersebut diproses lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Selama proses pencernaan, karbohidrat akan dipecah dan diserap di dinding

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Selama proses pencernaan, karbohidrat akan dipecah dan diserap di dinding BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Karbohidrat merupakan salah satu senyawa yang penting dalam tubuh manusia. Senyawa ini memiliki peran struktural dan metabolik yang penting. 10 Selama proses pencernaan,

Lebih terperinci

Dosis Glukosa Ideal pada Pengencer Kuning Telur Fosfat Dalam Mempertahankan Kualitas Semen Kalkun pada Suhu 5 C

Dosis Glukosa Ideal pada Pengencer Kuning Telur Fosfat Dalam Mempertahankan Kualitas Semen Kalkun pada Suhu 5 C Dosis Glukosa Ideal pada Pengencer Kuning Telur Fosfat Dalam Mempertahankan Kualitas Semen Kalkun pada Suhu 5 C IDEAL GLUCOSE DOSAGE ON EGG YOLK PHOSPHATE BUFFER FOR MAINTAINING SEMEN TURKEYS QUALITY IN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tubuh manusia secara fisiologis memiliki sistim pertahanan utama untuk melawan radikal bebas, yaitu antioksidan yang berupa enzim dan nonenzim. Antioksidan enzimatik bekerja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara kambing Kacang dengan kambing etawah. Spesifikasi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara kambing Kacang dengan kambing etawah. Spesifikasi dari 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing Peranakan Etawah merupakan bangsa kambing dari hasil persilangan antara kambing Kacang dengan kambing etawah. Spesifikasi dari kambing

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 23 HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Semen Segar Semen segar dari ketiga jantan yang digunakan mempunyai kualitas baik (Tabel 4). Pemeriksaan makroskopis pada penelitian tahap I dan II yaitu semen berwarna

Lebih terperinci

Efektivitas Penambahan berbagai Konsentrasi Glutathion terhadap Daya Hidup dan Motilitas Spermatozoa Sapi Bali Post Thawing

Efektivitas Penambahan berbagai Konsentrasi Glutathion terhadap Daya Hidup dan Motilitas Spermatozoa Sapi Bali Post Thawing Efektivitas Penambahan berbagai Konsentrasi Glutathion terhadap Daya Hidup dan Motilitas Spermatozoa Sapi Bali Post Thawing ANNISYA SYARIFUDDIN 1, DESAK NYOMAN DEWI INDIRA LAKSMI 2, WAYAN BEBAS 1 1,2 Lab

Lebih terperinci

DNA (deoxy ribonucleic acid) yang membawa informasi genetik. Bagian tengah

DNA (deoxy ribonucleic acid) yang membawa informasi genetik. Bagian tengah TINJAUAN PUSTAKA Spermatozoa Spermatozoa adalah sel kelarnin jantan yang dibentuk pada tubuli semineferi testes melalui proses yang disebut spermatogenesis (Toelihere, 1993a dan Salisbury dan VanDemark,

Lebih terperinci

Pengaruh Penggunaan Tris Dalam Pengencer Susu Skim Terhadap Resistensi Spermatozoa Sapi Simmental Pasca Pembekuan

Pengaruh Penggunaan Tris Dalam Pengencer Susu Skim Terhadap Resistensi Spermatozoa Sapi Simmental Pasca Pembekuan Pengaruh Penggunaan Tris Dalam Pengencer Susu Skim Terhadap Resistensi Spermatozoa Sapi Simmental Pasca Pembekuan Fachroerrozi Hoesni Fakultas Peternakan Universitas Jambi Kampus Pinang Masak Jl. Jambi-Muaro

Lebih terperinci

Pengaruh metode gliserolisasi terhadap kualitas semen domba postthawing... Labib abdillah

Pengaruh metode gliserolisasi terhadap kualitas semen domba postthawing... Labib abdillah PENGARUH METODE GLISEROLISASI TERHADAP KUALITAS SEMEN DOMBA POSTTHAWING EFFECT OF GLYCEROLISATION METHOD ON THE QUALITY OF RAM SEMEN POSTTHAWING Labib Abdillah*, Nurcholidah Solihati**, Siti Darodjah Rasad**

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang paling mendasar manusia memerlukan oksigen, air serta sumber bahan makanan yang disediakan alam.

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA THAWING DALAM AIR ES (3 C) TERHADAP PERSENTASE HIDUP DAN MOTILITAS SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos sondaicus)

PENGARUH LAMA THAWING DALAM AIR ES (3 C) TERHADAP PERSENTASE HIDUP DAN MOTILITAS SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos sondaicus) PENGARUH LAMA THAWING DALAM AIR ES (3 C) TERHADAP PERSENTASE HIDUP DAN MOTILITAS SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos sondaicus) The effect of Thawing Lenght in Ice Water (3 o C) to viability and motility of Bali

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Brahman merupakan sapi yang berasal dari India yang merupakan keturunan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Brahman merupakan sapi yang berasal dari India yang merupakan keturunan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Brahman Sapi Brahman merupakan sapi yang berasal dari India yang merupakan keturunan dari Sapi Zebu (Bos Indicus). Ciri khas sapi Brahman adalah berpunuk besar dan berkulit

Lebih terperinci