BAB II LANDASAN TEORI. tekad untuk melakukan aktivitas tertentu atau menghasilkan suatu keadaan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. tekad untuk melakukan aktivitas tertentu atau menghasilkan suatu keadaan"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. INTENSI KNOWLEDGE SHARING 1. Definisi Intensi Intensi, menurut Ajzen dan Fishbein (1980) adalah komponen dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu. Sedangkan Bandura (1986) menyatakan bahwa intensi merupakan suatu kebulatan tekad untuk melakukan aktivitas tertentu atau menghasilkan suatu keadaan tertentu di masa depan. Intensi dalam penelitian ini untuk mengetahui derajat / tingkatnya dengan mengukur prediksi atau perilaku yang akan dilakukan oleh subjek penelitian. Intensi berperilaku yang dimiliki seseorang untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan perilaku tertentu merupakan determinan awal dari perilaku sebenarnya. Dengan demikian maka asumsinya adalah bahwa perilaku seseorang dapat diprediksi dari intensinya. Berdasarkan teori tindakan beralasan oleh Ajzen (dalam Azwar, 1998) menyatakan bahwa intensi merupakan fungsi dari determinan dasar yaitu sikap individu terhadap perilaku (merupakan aspek personal) dan persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk melakukan atau untuk tidak melakukan perilaku yang bersangkutan yang disebut dengan norma subjektif. Secara sederhana, teori ini menyatakan bahwa seseorang akan melakukan suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia percaya bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya.

2 Teori perilaku terencana oleh Ajzen (dalam Azwar, 1998) menambahkan lagi determinan intensi yaitu aspek persepsi kontrol perilaku (perceived behavior control). Dalam teori ini keyakinan-keyakinan berpengaruh pada sikap terhadap perilaku tertentu, pada norma-norma subjektif dan persepsi kontrol perilaku. Ketiga komponen ini berinteraksi dan menjadi determinan bagi interaksi yang pada gilirannya akan menentukan apakah perilaku yang bersangkutan akan dilakukan atau tidak. Keyakinan akan perilaku & evaluasi atau hasil Sikap terhadap suatu perilaku Keyakinan normatif & motivasi untuk melakukan Keyakinan akan sulit atau tidaknya kontrol perilaku Norma subjektif Persepsi kontrol perilaku Intensi pada suatu perilaku Gambar 1. Teori Perilaku Terencana Ajzen (dalam Azwar, 1998) Menurut Ajzen (2005) intensi merupakan indikasi seberapa keras seseorang berusaha atau seberapa banyak usaha yang dilakukan untuk menampilkan suatu perilaku. Intensi merupakan jembatan antara sikap, norma subjektif dan kontrol perilaku terhadap perilaku sebenarnya. Sebagai aturan umum, semakin keras intensi seseorang untuk terlibat dalam suatu perilaku, semakin besar kecenderungan ia untuk benar-benar melakukan perilaku tersebut.

3 Menurut Ajzen (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi intensi untuk melakukan suatu perilaku terdiri dari sikap, kepribadian, usia, jenis kelamin, pendidikan, emosi, inteligensi, pengalaman, ras dan etnis. Berdasarkan beberapa pengertian intensi dan proses pembentukannya, dapat disimpulkan bahwa intensi merupakan komponen dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu dalam kehidupan sehari-hari. 2. Definisi Knowledge Pengetahuan adalah data dan informasi yang digabung dengan kemampuan, intuisi, pengalaman, gagasan, motivasi dari sumber yang kompeten (Nonaka dan Teece, 2001). Drucker (dalam Tobing, 2007) mendefinisikan knowledge sebagai informasi yang mengubah sesuatu atau seseorang, hal itu terjadi ketika informasi tersebut menjadi dasar untuk bertindak, atau ketika informasi tersebut memampukan seseorang atau intuisi untuk mengambil tindakan yang berbeda atau tindakan yang lebih efektif dari tindakan sebelumnya. Menurut Turban, dkk (dalam Munir, 2008) yang mengatakan bahwa knowledge adalah informasi yang telah dianalisis sehingga dapat dimengerti dan digunakan untuk memecahkan masalah serta mengambil keputusan. Sedangkan definisi paling sederhana mengenai knowledge adalah kapasitas untuk melakukan tindakan dengan efektif.

4 Seukuran apapun suatu organisasi, pasti memiliki aset knowledge. Jika ditinjau lebih lanjut, terdapat dua tipe knowledge menurut Nonaka, dkk (dalam Munir, 2008) sebagai berikut: 1. Tacit knowledge adalah knowledge yang sebagian besar berada dalam organisasi. Tacit knowledge adalah sesuatu yang kita ketahui dan alami, namun sulit untuk diungkapkan secara jelas dan lengkap. Tacit knowledge sangat sulit untuk dipindahkan kepada orang lain, karena knowledge tersebut tersimpan pada masing-masing pikiran (otak) para individu dalam organisasi sesuai dengan kompetensinya. 2. Explicit knowledge adalah pengetahuan dan pengalaman tentang bagaimana untuk, yang diuraikan secara lugas dan sistematis. Contoh konkretnya, yakni sebuah buku petunjuk pengoperasian sebuah mesin atau penjelasan yang diberikan oleh seorang instruktur dalam sebuah program pelatihan. Dengan demikian, organisasi perlu terampil dalam mengalihkan tacit knowledge ke explicit knowledge dan kembali ke tacit yang dapat mendorong inovasi dan pengembangan produk baru. Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah informasi yang telah dianalisis yang dapat digunakan sebagai dasar untuk bertindak, memecahkan masalah, mengambil keputusan, dan untuk menempuh arah atau strategi tertentu.

5 3. Definisi Knowledge Sharing Menurut Van den Hoof dan De Ridder (2004), knowledge sharing adalah proses timbal balik dimana individu saling bertukar pengetahuan (tacit dan explicit knowledge) dan secara bersama-sama menciptakan pengetahuan (solusi) baru. Salah satu tujuan definisi ini terdiri dari memberikan dan mengumpulkan knowledge, dimana memberikan knowledge dengan cara mengkomunikasikan pengetahuan kepada orang lain apa yang dimiliki dari personal intellectual capital seseorang, dan mengumpulkan pengetahuan merujuk pada berkonsultasi dengan rekan kerja dengan membagi informasi atau intellectual capital yang mereka miliki. Menurut Pasaribu (2009), knowledge sharing dapat didefinisikan sebagai kebudayaan interaksi sosial, termasuk pertukaran knowledge antara karyawan, pengalaman, dan skill melalui keseluruhan departemen atau organisasi, hal ini menciptakan dasar umum bahwa kebutuhan untuk kerjasama. Connelly dan Kelloway (dalam Baharim, 2008) mendefinisikan knowledge sharing sebagai perilaku yang melibatkan pertukaran informasi atau membantu rekan kerja yang lain. Knowledge sharing terdiri dari pemahaman yang disebarkan yang berhubungan dengan mengadakan akses pekerja dengan informasi yang relevan dan membangun dan menggunakan jaringan knowledge melalui organisasi (Hogel, dkk, 2003). Sejumlah studi telah mendemonstrasikan bahwa knowledge sharing sangat penting karena hal ini memungkinkan organisasi untuk meningkatkan performa inovasi dan mengurangi usaha pembelajaran yang berlebihan (Calantone, dkk, 2002).

6 Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa knowledge sharing adalah proses dimana para individu secara timbal balik saling bertukar pengetahuan atau informasi melalui interaksi sosial berdasarkan pengalaman dan skill yang mereka miliki untuk membagi dan menerima pengetahuan dalam keseluruhan organisasi untuk menciptakan pengetahuan baru. 4. Definisi Intensi Knowledge Sharing Penelitian ini lebih bersifat meramalkan (forecasting) ke depan, yaitu dengan mengukur intensi karyawan untuk berbagi pengetahuan (knowledge sharing). Berdasarkan pemahaman tentang makna intensi melalui perspektif Theory of Planned Behavior dan makna dari berbagi pengetahuan (knowledge sharing) dari literatur yang ada maka dapat dirumuskan definisi dari intensi berbagi pengetahuan itu sendiri. Sementara beberapa penelitian menggunakan istilah intensi berbagi pengetahuan sebagai kemauan (willingness) atau keinginan untuk berbagi pengetahuan (Bock dan Kim, 2002) atau sekedar kemauan pekerja dalam menyumbangkan pengetahuan dengan rekan-rekan sekerjanya (Baharim, 2008) maka penelitan ini mendefinisikan intensi berbagi pengetahuan berdasarkan konstrak Theory of Planned Behavior tentang intensi dan aspek-aspek knowledge sharing dari Van den Hooff & De Ridder sehingga mempunyai pemahaman yang berarti dan mampu mempunyai penilaian yang jelas dalam pengukurannya. Intensi berbagi pengetahuan diartikan sebagai kesediaan atau kemauan individu untuk berbagi pengetahuan baik tacit maupun explisit dalam bentuk

7 memberi (donating) pengetahuan maupun meminta (collecting) pengetahuan kepada orang lain. Aspek yang ditekankan dalam penelitian ini adalah aspek perilaku dari knowledge sharing. Dengan demikian, variabel intensi knowledge sharing ini diukur melalui skala intensi sebagaimana terkonsep dalam konstrak teori perilaku terencana Ajzen (2005) dengan mengacu pada aspek knowledge donating dan knowledge collecting dari perilaku berbagi pengetahuan (knowledge sharing). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa intensi knowledge sharing adalah kesediaan atau kemauan individu untuk mau berbagi pengetahuan baik pengetahuan tacit maupun explisit dalam bentuk memberi (donating) pengetahuan maupun meminta (collecting) pengetahuan kepada orang lain. 5. Aspek-Aspek Intensi Knowledge Sharing Aspek-aspek intensi knowledge sharing dibagi menjadi lima menurut Ajzen (2005) dan Van den Hoof dan De Ridder (2004), yaitu sebagai berikut. Aspek-aspek intensi menurut teori perilaku terencana Ajzen (2005): 1. Sikap terhadap perilaku. Sikap adalah suatu keyakinan perilaku positif atau negatif individu untuk menunjukkan perilaku yang spesifik. Dalam konstrak teori perilaku terencana, sikap merupakan produk dari outcome evaluation dan behavioral beliefs. Outcome evaluation adalah evaluasi / penilaian individu terhadap kriteria keuntungan atau kerugian yang didapatkan dari suatu perilaku. Sedangkan behavioral beliefs merupakan keyakinan individu terhadap hasil atau konsekuensi yang didapatkan ketika ia mewujudkan

8 perilaku tersebut didasarkan pada kriteria yang telah dinilai / dievaluasinya dalam outcome evaluation. 2. Norma subjektif adalah dorongan sosial yang menentukan seseorang melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku. Dalam konstrak teori perilaku terencana, Ajzen (2005) menyebutkan norma subjektif merupakan fungsi dari motivation to comply dan normatif beliefs. Motivation to comply adalah pandangan individu terhadap faktor-faktor lingkungan yang mampu memberi referensi untuk mewujudkan sebuah perilaku. Dalam mekanismenya, normative beliefs adalah orang-orang yang memiliki pengaruh terhadap subjek dalam konteks perilaku yang dihadapinya. Keyakinan mengenai perilaku apa yang bersifat normatif (yang diharapkan oleh orang lain). Kemudian motivation to comply adalah sejauh mana kekuatan referensi tersebut mampu mempengaruhi subjek untuk mewujudkan perilakunya. 3. Perceived behavioral control ditentukan oleh pengalaman masa lalu dan perkiraan individu mengenai seberapa sulit atau mudahnya untuk melakukan perilaku yang bersangkutan. Dalam konstrak teori perilaku terencana, kontrol perilaku yang dipersepsikan merupakan hasil fungsi dari control beliefs dan power of control beliefs. Control beliefs adalah kepercayaan individu terhadap faktor-faktor yang mampu memberi hambatan atau mempermudah dirinya dalam mewujudkan sebuah perilaku. Sedangkan power of control beliefs adalah derajat seberapa besar faktor-faktor kontrol

9 tersebut mempengaruhi keputusan seseorang untuk mewujudkan perilaku atau tidak. Aspek-aspek knowledge sharing menurut Van den Hoof & De Ridder (2004): 1. Memberikan pengetahuan (knowledge donating) adalah menyalurkan / menyebarkan pengetahuan atau modal inteletual kepada orang lain yang melibatkan komunikasi antar individu. 2. Mengumpulkan pengetahuan (knowledge collecting) adalah mencari / mengumpulkan pengetahuan atau modal intelektual dengan jalan berkonsultasi dengan orang lain. 6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensi Knowledge Sharing Sejak knowledge sharing penting bagi organisasi, banyak peneliti telah menyelidiki faktor-faktor yang menentukan jumlah dan kualitas knowledge sharing dalam organisasi. Di bawah ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi intensi knowledge sharing menurut Szulanski (1996). Faktor internal: 1. pengetahuan yang tidak terwujud (tacit knowledge); 2. karakteristik pengirim seperti beban kerja seseorang dan kompetensi yang dimilikinya, seperti keahlian, pendidikan, dan pengalamannya; 3. karakteristik penerima seperti kapasitas absortive atau intelektual seseorang, yaitu kapasitias penerima informasi untuk menerima informasi yang disampaikan;

10 4. karakteristik hubungan interpersonal (pemberi dan penerima informasi), seperti level trust dan kerjasama antar rekan kerja, dan 5. kepribadian seseorang. Faktor eksternal: 1. karakteristik konteks organisasi seperti komunikasi infrastruktur, budaya organisasi, insentif, iklim organisasi, dan gaya kepemimpinan. Menurut Pasaribu (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi intensi knowledge sharing adalah: Faktor internal: 1. Karakteristik knowledge (yang ditransfer) yang mengandung dua komponen, yaitu tacit knowledge dan pengetahuan terwujud (explicit knowledge). 2. Kolaborasi (dalam proses transfer) dengan dua komponen, trust dan kerja sama internal. Menurut Covey (dalam Pasaribu, 2009) dengan kata lain, trust tersebut merupakan perekat perusahaan dan hubungan antarkaryawan. Maksudnya adalah setiap pihak percaya bahwa orang lain mampu dan berketerampilan dasar untuk menjalankan tugasnya, kemauan untuk melakukan hal yang baik atau bersikap positif bagi orang lain, dan berkeyakinan bahwa orang lain itu dimotivasi oleh prinsip keadilan terhadap sesama.

11 Faktor eksternal: 1. Adaptasi dalam knowledge sharing terdiri dari dua komponen, replikasi dan rutinitas. Replikasi dari knowledge sharing merupakan strategi perusahaan bagi pertumbuhan dan profitabilitas perusahaan dan knowledge sharing dapat juga digambarkan sebagai satu proses rutin melalui tingkat mana pada suatu organisasi, apakah pada individu, grup, departemen, dan seterusnya. Pada penelitian ini ingin melihat faktor internal yang mempengaruhi knowledge sharing, yaitu karakteristik hubungan antara pemberi dan penerima informasi (interpersonal), seperti level trust. B. TRUST 1. Definisi Trust Trust adalah suatu kata yang digunakan setiap orang, namun demikian trust adalah konsep yang rumit untuk didefinisikan (Johnson & Johnson, 1997). Trust adalah suatu keadaan psikologis berupa keinginan untuk menerima kerentanan berdasarkan pengharapan yang positif terhadap keinginan ataupun tujuan dari perilaku orang lain (Rousseau, 1998). Ditambahkan oleh Shockley- Zalabak, Ellis dan Winograd (dalam Murnighan dan Malhotra, 2002) trust adalah pengharapan positif yang dimiliki individu mengenai tujuan dan perilaku dari anggota kelompok yang lain berdasarkan peraturan organisasi, pengalaman dan saling ketergantungan. Ditambahkan oleh Whittener (dalam Wells & Klipnis, 2001) bahwa trust melibatkan level ketergantungan pada pihak lain sehingga

12 outcome seseorang dipengaruhi oleh tindakan orang lain. Sedangkan Mayer, dkk (dalam Sumaryono, 2000) mengartikan trust sebagai kemauan individu untuk menjadikan organisasi sebagai tempat untuk dipercayai untuk bergantung. Johnson & Johnson (1997) mengatakan bahwa trust dibangun melalui perilaku trusting dan trustworthy. Mungkin definisi terbaik adalah yang berasal dari Deutch (dalam Johnson & Johnson, 1997) yang mengajukan bahwa trust mencakup elemen-elemen sebagai berikut: 1. Individu berada dalam suatu situasi dimana pilihan untuk mempercayai orang lain mungkin akan mendatangkan akibat yang menguntungkan atau merugikan. Oleh karena itu, individu menyadari bahwa ada suatu resiko yang terlibat dalam trust. 2. Individu menyadari bahwa apakah akibat yang dihasilkan itu untung atau rugi tergantung pada apa yang dilakukan orang lain. 3. Individu memperkirakan akan lebih menderita jika hasil yang didatangkan buruk daripada berakibat baik. 4. Individu merasa percaya bahwa orang lain akan berperilaku seolah-olah menghasilkan akibat yang menguntungkan. Menentukan pilihan untuk trust terhadap orang lain melibatkan persepsi bahwa pilihan tersebut dapat menghasilkan keuntungan atau kerugian. Individu akan mendapatkan untung atau rugi tergantung pada tingkah laku anggota lain, bahwa kerugian akan lebih besar daripada keuntungan, dan bahwa orang lain mungkin akan berperilaku seolah-olah individu akan mendapatkan untung daripada rugi (Johnson & Johnson, 1997).

13 Trust akan diukur dengan menggunakan skala. Tingkat trust dapat dilihat dari skor nilai yang diperoleh individu dari skala. Jika semakin tinggi skor skala trust maka semakin tinggi tingkat trust. Demikian sebaliknya, jika semakin rendah skor skala trust maka semakin rendah tingkat trust yang dimiliki oleh individu tersebut. Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa trust adalah kondisi psikologis seseorang berupa pengharapan positif terhadap keinginan ataupun tujuan dari perilaku orang lain yang melibatkan kerentanan dan ketergantungan serta dibangun melalui perilaku trusting dan trustworthy. Kerentanan disini dimaksudkan sebagai suatu yang mudah berubah. Dengan demikian, trust sebagai suatu kondisi psikologis seseorang berupa pengharapan positif terhadap keinginan ataupun tujuan dan perilaku orang lain yang melibatkan ketergantungan terhadap pihak lain serta dibangun melalui perilaku mempercayai (trusting) dan dapat dipercaya (trustworthy). 2. Aspek-Aspek Trust Dalam suatu kelompok yang kooperatif, komponen trust yang terpenting opennes dan sharing di satu sisi dan acceptance, support serta cooperative intentions pada sisi lain. Bekerja secara kooperatif dengan orang lain membutuhkan opennes dan sharing yang ditentukan oleh pengekspresian acceptance, support dan cooperative intentions dalam kelompok tersebut.

14 Menurut Johnson & Johnson (1997), tingkat trust dalam kelompok dapat berubah sesuai dengan kemampuan dan kemauan setiap anggota untuk dapat percaya (trust) dan dapat dipercaya (trustworthy). Tingkah laku trust adalah : 1. Kemauan untuk mengambil resiko terhadap akibat yang baik ataupun yang buruk. 2. Perilaku yang melibatkan keterbukaan diri dan kemauan untuk diterima dan didukung secara terbuka oleh anggota kelompok yang lain. Aspek-aspek trust: a. Opennes: membagi informasi, ide-ide, pemikiran, perasaan, dan reaksi terhadap isu-isu yang terjadi dalam kelompok. b. Sharing: menawarkan bantuan material dan sumber daya kepada orang lain dalam kelompok dengan tujuan untuk membantu mereka memajukan kelompok menuju penyelesaian masalah. Tingkah laku trustworthy adalah: 1. Kemauan untuk merespon terhadap resiko yang telah diambil orang lain yang meyakinkan bahwa orang tersebut akan menerima akibat yang baik. 2. Perilaku yang melibatkan penerimaan terhadap kepercayan orang lain. Aspek-aspek trustworthy: a. Acceptance: komunikasi penuh penghargaan terhadap orang lain dan kontribusinya kepada pekerjaan orang lain.

15 b. Support: komunikasi dengan orang lain yang diketahui kemampuannya dan percaya bahwa dia mempunyai kapabilitas yang dibutuhkannya untuk mengatur situasi yang dihadapinya secara produktif. c. Cooperative intentions: pengharapan bahwa seseorang dapat bekerja sama dan bahwa setiap anggota lain dalam kelompok juga dapat bekerja sama untuk mencapai tujuan kerja. Penerimaan (acceptance) mungkin merupakan perhatian yang pertama dan paling dalam yang muncul dalam kelompok. Acceptance terhadap orang lain biasanya disertai acceptance terhadap diri sendiri. Anggota kelompok harus dapat menerima diri mereka sendiri sebelum mereka dapat sepenuhnya menerima orang lain. Acceptance merupakan kunci untuk mengurangi kecemasan dan ketakutan mengenai kerentanan. Jika seseorang merasa tidak diterima, maka frekuensi serta partisipasinya dalam kelompok akan berkurang. Untuk membangun trust dan memperdalam hubungan antara anggota kelompok, setiap anggota harus bisa untuk mengkomunikasikan acceptance, support, dan cooperative. Johnson & Johnson (1997) lebih lanjut menyatakan bahwa menerima dan mendukung kontribusi orang lain tidak berarti kita harus setuju dengan segala sesuatu yang mereka katakan. Kita bisa mengungkapkan rasa menerima dan mendukung atas keterbukaan dan sharing dari anggota lain dan saat yang sama mengungkapkan ide dan pandangan yang berbeda. Kunci untuk membangun dan mempertahankan trust adalah menjadi trustworthy. Semakin acceptance dan supportive seseorang terhadap orang lain, maka orang lain akan semakin dapat mengemukakan pemikiran-pemikirannya,

16 ide-ide, teori-teori, kesimpulan-kesimpulan, perasaan dan reaksinya. Jika seseorang dalam merespon keterbukaan orang lain bersifat trustworthy, maka semakin dalam dan personal pemikiran yang akan dibagikan orang lain. Jika seseorang ingin meningkatkan trust, maka perlu ditingkatkan trustworthiness. Keterampilan utama yang penting dalam mengkomunikasikan acceptance, support, dan cooperativeness melibatkan pengekspresian kehangatan, pengertian yang akurat, dan keinginan untuk bekerja sama. Ada bukti-bukti yang menyatakan bahwa ekspresi semacam itu dapat meningkatkan trust dalam suatu hubungan, meskipun individu terlibat dalam konflik yang tidak terselesaikan (Johnson & Johnson, 1997). Menurut Robbins dimensi trust terbagi atas 5, yaitu: 1. Integrity merujuk pada kejujuran dan berlaku yang sebenarnya. Ini menunjukkan individu yakin bahwa pihak lain akan berlaku jujur dan sebenarnya. 2. Competence berarti pengetahuan dan keahlian teknis dan interpersonal. Semakin seseorang competence maka semakin orang itu mengerti apa yang dikatakan dan dilakukannya dalam suatu situasi. Sehingga pihak lain akan hormat dan percaya dengan kemampuan yang dimilikinya untuk mengatur secara produktif situasi dimana ia berada. 3. Consistency adalah reliabilitas, prediktibilitas dan keputusan tepat dari individu dalam menghadapi situasi tertentu. Ini berarti ada konsistensi apa yang dikatakan atau diajarkan dengan apa yang dilakukan. Semakin konsisten objek trust maka semakin tinggi tingkat trust seseorang terhadap objek itu.

17 4. Loyalty adalah kemauan atau keinginan untuk melindungi dan menjaga nama baik pihak lain. 5. Opennes adalah seseorang yang percaya memiliki kemauan untuk berbagi ide, pemikiran, dan perasaan kepada pihak lain. 3. Membangun Trust Johnson & Johnson (1997) menyatakan bahwa untuk dapat bekerja secara efektif dan mencapai hasil maksimal, setiap individu harus mengembangkan hubungan trust yang saling menguntungkan. Trust dibangun melalui tahap-tahap trust dan trustworthy (lihat Tabel 1). Misalnya jika seseorang (A) mengambil resiko untuk membuka diri, dia mungkin akan mendapat konfirmasi atau tidak, tergantung pada apakah rekan kerjanya (B) merespon dengan penerimaan ataupun penolakan. Jika rekan kerjanya (B) mengambil resiko dengan menerima, mendukung atau kooperatif, dia juga akan mendapat konfirmasi ataupun tidak, tergantung apakah individu tadi (A) tertutup atau terbuka. Untuk menyelesaikan tugas dan mencapai tujuan, setiap anggota dalam kelompok diharapkan dapat saling mengemukakan ide-ide, pemikiran, kesimpulan, perasaan dan reaksi sesuai dengan situasi. Sekali mereka melakukannya, anggota kelompok lain akan merespon dengan penerimaan, dukungan dan sifat yang kooperatif. Jika anggota kelompok menyatakan pendapatnya dan tidak menerima penerimaan yang dibutuhkannya, mereka mungkin akan menarik diri dari kelompok tersebut. Jika mereka diterima, mereka

18 akan tetap mengambil resiko dengan berani terbuka sehingga dapat mengembangkan hubungannya dengan anggota kelompok yang lain. Interpersonal trust dibangun dengan resiko dan konfirmasi serta dihancurkan dengan resiko dan diskonfirmasi. Tanpa resiko tidak akan ada trust. Langkah dalam membangun trust adalah sebagai berikut : 1. Individu A mengambil resiko dengan mengemukakan pemikirannya, info, kesimpulan, perasaan dan reaksi terhadap suatu situasi kepada individu B. 2. Individu B mengkomunikasikan acceptance, support dan cooperativeness terhadap individu A. Cara lain mengembangkan trust adalah : 1. Individu B mengkomunikasikan acceptance, support dan cooperativeness terhadap individu A. 2. Individu A merespon dengan mengemukakan pemikirannya, informasi, kesimpulan, perasaan dan reaksi terhadap situasi kepada individu B.

19 Tabel 1 The Dynamic of Interpersonal Trust (Johnson & Johnson, 1997) High Acceptance, Support, and Cooperativeness Low Acceptance, Support, and Cooperativeness Person A Trusting Person A Trusting High Opennes Confirmed Disconfirmed and Sharing Person B Trustworthy Person B Untrustworthy Confirmed No Risk Low Opennes Person A Distrusting Person A Distrusting and Sharing No Risk No Risk Person B Trustworthy Person B Untrustworthy Disconfirmed No Risk C. TRUST SEBAGAI PREDIKTOR POSITIF BAGI INTENSI KNOWLEDGE SHARING Sumber daya knowledge sangat erat berhubungan dengan sumber daya manusia yang merupakan aset dan modal intelektual terpenting perusahaan. Untuk dapat bertahan, bersaing, dan mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan baik, organisasi perlu mengembangkan kemampuan bersaingnya tidak sematamata dari sumber daya tradisional seperti sumber daya alam, tenaga kerja, dan dana, melainkan dari sumber daya tidak berwujud (intangible resources) seperti pengetahuan (knowledge).

20 Sumber daya manusia dalam suatu organisasi merupakan penentu yang sangat penting bagi keefektifan berjalannya kegiatan di dalam organisasi. Oleh karena itu diperlukan knowledge sharing. Knowledge sharing adalah sumber penting bagi beberapa organisasi. Menurut Van den Hoof dan De Ridder (2004), knowledge sharing adalah proses timbal balik dimana individu saling bertukar pengetahuan (tacit dan explicit knowledge) dan secara bersama-sama menciptakan pengetahuan (solusi) baru. Salah satu tujuan definisi ini terdiri dari memberikan dan mengumpulkan knowledge, dimana memberikan knowledge dengan cara mengkomunikasikan pengetahuan kepada orang lain apa yang dimiliki dari personal intellectual capital seseorang, dan mengumpulkan pengetahuan merujuk pada berkonsultasi dengan rekan kerja dengan membagi informasi atau intellectual capital yang mereka miliki. Dua aktivitas penting dalam knowledge sharing sebenarnya telah beberapa kali digunakan untuk mengukur seberapa besar kemauan (willingness) untuk berbagi pengetahuan. Berbagi pengetahuan sendiri menurut Van den Hooff dan De Ridder (2004) dibedakan atas dua aspek yaitu memberi (donating) pengetahuan dan menerima / mencari (collecting) pengetahuan. Dalam situasi kerja keinginan untuk melakukan knowledge sharing tergantung dari intensi perilaku yang berkaitan dengan sikap terhadap knowledge sharing. Teori Planned Behavior (Ajzen, 2005) merupakan sebuah pendekatan psikologis yang bertujuan meneliti perilaku individu dan berasumsi bahwa prediktor terbaik dari perilaku individu adalah niat (intention) untuk berperilaku. Intensi dalam penelitian ini untuk mengetahui derajat / tingkatnya dengan

21 mengukur prediksi atau perilaku yang akan dilakukan atau telah dilakukan oleh subjek penelitian. Intensi merupakan indikasi seberapa keras seseorang berusaha atau seberapa banyak usaha yang dilakukan untuk menampilkan suatu perilaku. Intensi merupakan jembatan antara sikap, norma subjektif dan persepsi terhadap kontrol perilaku terhadap perilaku sebenarnya. Dengan demikian, ketiga aspek ini juga menentukan tinggi dan rendahnya intensi karyawan untuk melakukan perilaku knowledge sharing dengan karyawan yang lain. Sebagai aturan umum, semakin keras intensi seseorang untuk terlibat dalam suatu perilaku, maka semakin besar kecenderungan ia untuk benar-benar melakukan perilaku tersebut. Penelitan ini mendefinisikan intensi berbagi pengetahuan berdasarkan konstrak Theory of Planned Behavior tentang intensi dan aspek-aspek knowledge sharing dari Van den Hooff & De Ridder sehingga mempunyai pemahaman yang berarti dan mampu mempunyai penilaian yang jelas dalam pengukurannya. Intensi knowledge sharing adalah kesediaan atau kemauan individu untuk mau berbagi pengetahuan baik pengetahuan tacit maupun explisit dalam bentuk memberi (donating) pengetahuan maupun meminta (collecting) pengetahuan kepada orang lain. Salah satu penelitian yang menggunakan konsep teori perilaku terencana untuk mendukung penelitian ini adalah Ryu (2003) yang menyatakan ada hubungan antara intensi dengan knowledge sharing. Chi dan Bolloju (2004) mengatakan semakin tinggi tingkat intensi seseorang terhadap perilaku knowledge sharing maka semakin besar keinginan atau kemauan ia untuk melakukan knowledge sharing dengan rekan kerjanya. Dengan demikian, semakin tinggi tingkat intensinya maka semakin tinggi ia akan melakukan perilaku knowledge

22 sharing. Sebaliknya, semakin rendah tingkat intensinya maka semakin rendah pula ia akan melakukan perilaku knowledge sharing. Faktor-faktor yang mempengaruhi intensi knowledge sharing terbagi atas faktor internal dan eksternal menurut Szulanski (1996). Faktor-faktor internal adalah pengetahuan tak terwujud (tacit knowledge), karakteristik pengirim seperti beban kerja seseorang, karakteristik penerima seperti kapasitas absortive dan inteligensi, kepribadian seseorang dan karakteristik hubungan interpersonal (pemberi dan penerima informasi), seperti kerjasama dan level trust. Sedangkan faktor eksternalnya adalah karakteristik konteks organisasi seperti komunikasi infrastruktur, budaya organisasi, insentif, iklim organisasi, dan gaya kepemimpinan. Pada penelitian ini ingin melihat faktor internal yang mempengaruhi knowledge sharing, yaitu karakteristik hubungan antara pemberi dan penerima informasi (interpersonal), seperti level trust. Trust mempunyai hubungan yang positif pada knowledge sharing (Davenport and Prusak, 1998). Trust diartikan sebagai suatu keadaan psikologis seseorang berupa keinginan untuk menerima kerentanan berdasarkan pengharapan yang positif terhadap keinginan ataupun tujuan dari perilaku orang lain (Rousseau, 1998). Dimana dengan adanya trust dalam suatu kelompok, maka hubungan kerjasama yang efektif akan terjalin dalam kelompok tersebut. Menurut Johnson & Johnson (1997) dalam suatu kelompok yang kooperatif, komponen trust yang terpenting opennes dan sharing di satu sisi dan acceptance, support serta cooperative intentions pada sisi lain. Ketidakmauan berbagi informasi dan kurangnya trust baik dari si pemberi informasi maupun dari

23 si penerima informasi merupakan salah satu faktor yang menghambat jalannya knowledge sharing. Fukuyama (1996) menemukan bahwa trust merupakan faktor kunci bagi suksesnya perekonomian. Mati hidupnya perusahaan bergantung pada trust anggota-anggotanya. Sebaliknya, tanpa trust berbagai bencana bagi masyarakat atau perusahaan akan muncul. Trust memungkinkan banyak hal, termasuk mendorong terjadinya share of values. Menurut Davenport & Prusak (1998), meskipun si pemberi dan penerima informasi berkomunikasi dengan sedikit mempengaruhi hasil terhadap intensi knowledge sharing dan salah satu faktor dalam proses ini adalah kepercayaan pemberi knowledge terhadap si penerima knowledge. Semakin tinggi tingkat trust, maka semakin tinggi intensi si pemberi knowledge untuk membagi pengetahuan mereka dan sebaliknya, semakin rendah tingkat trust maka semakin rendah intensi si pemberi untuk membagi pengetahuan mereka. Dengan kata lain, efek terhadap keterbukaan si pemberi knowledge untuk melakukan perilaku knowledge sharing dipengaruhi oleh trust. Mayer, Davis dan Schoorman (1995) mengelaborasikan model interpersonal trust dan mengasumsikan bahwa keterbukaan terhadap suatu pengalaman (openness to experience) akan mempengaruhi trust si pemberi knowledge terhadap si penerima knowledge dan keduanya mempunyai dampak terhadap intensi perilaku untuk knowledge sharing. Senge (dalam Debowski, 2006) percaya bahwa trust adalah faktor kunci dalam berbagi pengetahuan dalam suatu organisasi. Ia juga mengatakan bahwa trust mengarah kepada komitmen pemberi knowledge terhadap si penerima

24 informasi, yang artinya bahwa si pemberi knowledge akan mau lebih menunjukkan perilaku knowledge sharing. Kramer (1999) mengatakan bahwa trust adalah faktor kunci yang mengakibatkan intensi knowledge sharing seseorang dan hal tersebut hanya terjadi ketika individu saling percaya dengan masing-masing rekan kerjanya dan tidak ada kecurigaan atau keraguan yang dapat merubah dan berbagi informasi antara kedua belah pihak. Ketika derajat saling percaya antara kedua belah pihak dalam meningkatkan knowledge sharing, kuantitas pertukaran informasi dan pengalaman juga meningkat (McAllister, 1995). Penelitian terakhir menemukan bahwa trust pada si penerima informasi merupakan indikator sebagai motivasi untuk berbagi dan mempunyai hubungan positif terhadap intensi knowledge sharing (Ipe, 2003). Oleh karena itu, trust dapat menimbulkan knowledge sharing. D. HIPOTESA PENELITIAN Berdasarkan tinjauan pustaka dan landasan teori yang telah penulis paparkan di atas maka penulis menjadikan hipotesa penelitian ini sebagai berikut: trust merupakan prediktor positif bagi intensi knowledge sharing.

BAB I PENDAHULUAN. sangat tergantung kepada kemampuan untuk memberikan respon terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sangat tergantung kepada kemampuan untuk memberikan respon terhadap BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menghadapi era globalisasi dan liberalisasi dalam dunia kerja, terjadi berbagai perubahan di dalam hampir semua aspek. Kelangsungan hidup organisasi sangat tergantung

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 29 BAB II LANDASAN TEORI II. A. KEPERCAYAAN (TRUST) II. A.1. Definisi Kepercayaan (Trust) Kepercayaan (trust) menggambarkan tindak keyakinan seseorang kepada orang lain untuk melakukan sesuatu dalam cara-cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor publik dalam pelayanan publik (Nurmandi, 2006). Banyak

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor publik dalam pelayanan publik (Nurmandi, 2006). Banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengetahuan mempunyai peranan penting dalam kemajuan suatu organisasi, khususnya bagi sektor publik dalam pelayanan publik (Nurmandi, 2006). Banyak organisasi semakin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. INTENSI Intensi menurut Fishbein dan Ajzen (1975), merupakan komponen dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu. Intensi didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat dibandingkan dengan waktu waktu sebelumnya, misalnya

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat dibandingkan dengan waktu waktu sebelumnya, misalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi yang terjadi sekarang ini sudah sangat berkembang pesat dibandingkan dengan waktu waktu sebelumnya, misalnya yang terdapat pada bidang

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori

Bab 2. Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori 2.1. Teori Perilaku Rencanaan (Theory Of Planned Behavior) Melanjutkan sekolah dan menyelesaikan pendidikan merupakan sebuah tujuan yang semestinya dicapai oleh setiap siswa. Untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen Theory of planned behaviour merupakan pengembangan lebih lanjut dari Theory of Reasoned Action (Fishbein dan Ajzen, 1980; Fishbein

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Berwirausaha. tindakan dan merupakan unsur yang penting dalam sejumlah tindakan, yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Berwirausaha. tindakan dan merupakan unsur yang penting dalam sejumlah tindakan, yang 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensi Berwirausaha 1. Definisi Intensi Menurut Ancok (1992 ), intensi merupakan niat seseorang untuk melakukan suatu perilaku. Intensi merupakan sebuah istilah yang terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menghadapi era globalisasi dan liberalisasi, terjadi berbagai perubahan di

BAB I PENDAHULUAN. Menghadapi era globalisasi dan liberalisasi, terjadi berbagai perubahan di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menghadapi era globalisasi dan liberalisasi, terjadi berbagai perubahan di dalam hampir semua aspek. Kelangsungan hidup organisasi sangat tergantung kepada kemampuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Melalui proses perkawinan, maka seorang individu membentuk sebuah

BAB II LANDASAN TEORI. Melalui proses perkawinan, maka seorang individu membentuk sebuah BAB II LANDASAN TEORI II.A. Commuter Marriage II.A.1. Definisi Commuter Marriage Melalui proses perkawinan, maka seorang individu membentuk sebuah lembaga sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ajzen yang merupakan penyempurnaan dari reason action theory yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ajzen yang merupakan penyempurnaan dari reason action theory yang A. Teori Planned Behavior BAB II TINJAUAN PUSTAKA Theory of planned behavior merupakan teori yang dikembangkan oleh Ajzen yang merupakan penyempurnaan dari reason action theory yang dikemukakan oleh Fishbein

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intensi Merokok

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intensi Merokok 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensi Merokok 1. Intensi Merokok Intensi diartikan sebagai niat seseorang untuk melakukan perilaku didasari oleh sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi terhadap

Lebih terperinci

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Konsep Teoritis. Hal ini disebabkan penggunaan makna kepercayaan akan berbeda disetiap bahasa

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Konsep Teoritis. Hal ini disebabkan penggunaan makna kepercayaan akan berbeda disetiap bahasa BAB II: TINJAUAN PUSTAKA A. Penjelasan Konsep Teoritis 1. Kepercayaan (trust) Pengertian kepercayaan sampai saat ini masih banyak yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan penggunaan makna kepercayaan akan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. memperkirakan perilaku dari pengukuran sikap. Teori ini dinamakan reason action karena

BAB II LANDASAN TEORI. memperkirakan perilaku dari pengukuran sikap. Teori ini dinamakan reason action karena BAB II LANDASAN TEORI A. Intensi Berwirausaha 1. Pengertian Intensi Berwirausaha Fishbein dan Ajzein (Sarwono, 2002) mengembangkan suatu teori dan metode untuk memperkirakan perilaku dari pengukuran sikap.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi yang pesat dewasa ini telah membuat kehidupan banyak masyarakat menjadi lebih mudah. Dalam beberapa tahun belakangan ini, internet merupakan

Lebih terperinci

Gambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014

Gambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014 Gambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014 oleh : Yoga Adi Prabowo (190110080095) Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran ABSTRAK Golput atau golongan putih merupakan suatu

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Tindakan Beralasan (Theory of Reasoned Action) Icek Ajzen dan Martin Fishbein bergabung untuk mengeksplorasi cara untuk memprediksi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Theory of Reasoned Action (Teori Tindakan Beralasan). Theory of Reasoned Action (TRA) pertama kali diperkenalkan oleh Martin Fishbein dan Ajzen dalam Jogiyanto (2007). Teori

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. rumah tangga seringkali dihadapkan pada kejenuhan. Bayangkan, dalam waktu 24

BAB I. Pendahuluan. rumah tangga seringkali dihadapkan pada kejenuhan. Bayangkan, dalam waktu 24 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Menjadi ibu rumah tangga adalah sebuah anugrah yang mulia namun ibu rumah tangga seringkali dihadapkan pada kejenuhan. Bayangkan, dalam waktu 24 jam, selama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior Theory Reasoned Action (TRA) pertama kali dicetuskan oleh Ajzen pada tahun 1980 (Jogiyanto, 2007). Teori ini disusun menggunakan asumsi dasar bahwa

Lebih terperinci

Helena Mariani Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda ABSTRACT

Helena Mariani Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda ABSTRACT Hubungan antara Trust dan Kepribadian Agreeableness dengan Intensi Berbagi Pengetahuan pada karyawan perusahaan berbasis Knowledge Management di PT. Pertamina Balikpapan Helena Mariani Fakultas Psikologi

Lebih terperinci

KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS

KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS II. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Theory of Planned Behavior/TPB digunakan sebagai model dan kerangka teori karena sudah banyak diterapkan dan teruji dalam menangkap hubungan antara variabel-variabel

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya teknologi informasi yang semakin pesat ini, menimbulkan pemikiran baru bagi pelaku bisnis untuk menjalankan bisnisnya agar dapat bersaing dengan pelaku

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. diperkenalkan oleh Fred D. Davis. Davis et al. (1989) menyebutkan bahwa TAM

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. diperkenalkan oleh Fred D. Davis. Davis et al. (1989) menyebutkan bahwa TAM BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Technology Acceptance Model (TAM) Technology Acceptance Model (TAM) merupakan model yang diperkenalkan oleh Fred D. Davis. Davis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Theory of Planned Behavior (TPB) tampaknya sangat cocok untuk menjelaskan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Theory of Planned Behavior (TPB) tampaknya sangat cocok untuk menjelaskan 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Theory of Planned Behaviour Theory of Planned Behavior (TPB) tampaknya sangat cocok untuk menjelaskan niat, dalam hal ini adalah tindakan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 39 BAB II LANDASAN TEORI A. INTENSI MEMBELI 1. Definisi Intensi Teori perilaku berencana merupakan pendekatan teoritis yang digunakan untuk menjelaskan intensi dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA. 1. Komunikasi Organisasi Top Down Antara Pengurus Dan Anggota. Karang Taruna Setya Bhakti Dalam Membangun Solidaritas

BAB IV ANALISA DATA. 1. Komunikasi Organisasi Top Down Antara Pengurus Dan Anggota. Karang Taruna Setya Bhakti Dalam Membangun Solidaritas BAB IV ANALISA DATA A. Temuan Penelitian 1. Komunikasi Organisasi Top Down Antara Pengurus Dan Anggota Karang Taruna Setya Bhakti Dalam Membangun Solidaritas Dalam penelitian kualitatif, analisis data

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS Ketidakjujuran Akademik (Academic Dishonesty)

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS Ketidakjujuran Akademik (Academic Dishonesty) 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Ketidakjujuran Akademik (Academic Dishonesty) Salah satu bentuk kecurangan yang terjadi dibidang pendidikan dinamakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang didasarkan oleh situasi seseorang dan konteks sosialnya. Ketika seseorang

BAB II LANDASAN TEORI. yang didasarkan oleh situasi seseorang dan konteks sosialnya. Ketika seseorang BAB II LANDASAN TEORI II. A. KEPERCAYAAN II. A. 1. Pengertian Kepercayaan Kepercayaan adalah kemauan seseorang untuk bertumpu pada orang lain dimana kita memiliki keyakinan padanya. Kepercayaan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibukota negara Indonesia. Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi 5 wilayah kota administrasi, yaitu: Jakarta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Intensi 2.1.1 Definisi Intensi Intensi didefinisikan sebagai dimensi probabilitas subjek individu dalam kaitan antara diri dan perilaku. Intensi merupakan perkiraan seseorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Berwirausaha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Berwirausaha BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensi Berwirausaha 1. Pengertian Intensi Berwirausaha 1.1. Pengertian Intensi Berdasarkan teori planned behavior milik Ajzen (2005), intensi memiliki tiga faktor penentu dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan karena berbagi pengetahuan terdapat faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan karena berbagi pengetahuan terdapat faktor-faktor yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Niat untuk berbagi pengetahuan oleh anggota organisasi itu penting untuk dilakukan karena selain menguntungkan bagi organisasi dapat juga meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

Sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang. objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut

Sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang. objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut 1. Pengertian Sikap Sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut dengan cara tertentu (Calhoun & Acocella,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara ringkas pengertian intensi adalah ubahan yang paling dekat dengan perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara ringkas pengertian intensi adalah ubahan yang paling dekat dengan perilaku BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Intensi Secara ringkas pengertian intensi adalah ubahan yang paling dekat dengan perilaku yang dilakukan oleh individu, dan merupakan ubahan yang menjembatani antara sikap dan

Lebih terperinci

INTENSI BERBAGI PENGETAHUAN PADA DOSEN DI UNIVERSITAS X Devi Jatmika ABSTRACT

INTENSI BERBAGI PENGETAHUAN PADA DOSEN DI UNIVERSITAS X Devi Jatmika ABSTRACT Vol. 9 No. 1 April 2016 PSIBERNETIKA INTENSI BERBAGI PENGETAHUAN PADA DOSEN DI UNIVERSITAS X Devi Jatmika ABSTRACT Nowadays, economy has changed from industry era to knowledge based economy. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk selalu berkembang dengan pendidikan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk selalu berkembang dengan pendidikan. Pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan. Hal ini berarti bahwa setiap manusia Indonesia berhak mendapatkannya dan diharapkan untuk selalu berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan adalah masa yang unik dalam hidup seorang wanita, yaitu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan adalah masa yang unik dalam hidup seorang wanita, yaitu keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kehamilan adalah masa yang unik dalam hidup seorang wanita, yaitu keadaan mengandung embrio atau fetus di dalam tubuh setelah penyentuhan sel telur dengan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Pada bab ini, akan dibahas mengenai variabel penelitian, responden penelitian, instrumen penelitian, prosedur penelitian dan metode analisis data. 3.1. Variabel Penelitian Varibel

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Pengetahuan. Dalam membicarakan pengetahuan sangatlah abstrak, karena pengetahuan mempunyai arti yang sangat dalam dan lebih luas dari data atau informasi. Menurut

Lebih terperinci

ANTESEDEN PERILAKU BERBAGI PENGETAHUAN DAN PENGARUHNYA PADA KEMAMPUAN INOVASI PERUSAHAAN TESIS. Minat Utama : Manajemen Sumber Daya Manusia

ANTESEDEN PERILAKU BERBAGI PENGETAHUAN DAN PENGARUHNYA PADA KEMAMPUAN INOVASI PERUSAHAAN TESIS. Minat Utama : Manajemen Sumber Daya Manusia digilib.uns.ac.id ANTESEDEN PERILAKU BERBAGI PENGETAHUAN DAN PENGARUHNYA PADA KEMAMPUAN INOVASI PERUSAHAAN (Studi Pada BRI Cabang Sragen dan Bank Jateng Sragen) TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

THEORY OF REASONED ACTION

THEORY OF REASONED ACTION THEORY OF REASONED ACTION THEORY OF REASONED ACTION INTRODUCTION Akar teori : Psikologi Sosial Menjelaskan bagaimana dan mengapa sikap mempengaruhi perilaku 1872, Charles Darwin studi tentang sikap terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 23 BAB III METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan objek atau subjek pada suatu wilayah yang memenuhi kriteria tertentu sesuai dengan ruang lingkup masalah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global dan dibukanya ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA)

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global dan dibukanya ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA) BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Krisis global dan dibukanya ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA) berdampak negatif terhadap produk-produk dalam negeri. Produk-produk dalam negeri akan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Inovatif Kerja 1. Definisi Perilaku Inovatif Kerja West dan Farr (dalam West, 2006) mengatakan inovasi bisa diartikan sebagai pengenalan dan pengaplikasian ide, proses,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Pada bab ini akan membahas tentang teori yang menjadi landasan penelitian, penelitian-penelitian terdahulu yang diacu, kerangka pemikiran, dan hipotesis yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Komitmen Organisasi 1.1 Definisi Komitmen Organisasi Kata komitmen berasal dari kata latin yang berarti to connect. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang

BAB II LANDASAN TEORI. dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kinerja Kinerja menurut Soetjipto (1997) merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. UKM, pengangguran akibat angkatan kerja yang tidak terserap dalam dunia kerja

BAB 1 PENDAHULUAN. UKM, pengangguran akibat angkatan kerja yang tidak terserap dalam dunia kerja BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha Kecil Menengah (UKM) memainkan peran penting dalam mendukung pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Dengan adanya sektor UKM, pengangguran akibat angkatan kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancang untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN i DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN v vii ix 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 5 Tujuan Penelitian 6 Manfaat Penelitian 6 Ruang Lingkup Penelitian 7 2 TINJAUAN PUSTAKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, ia membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Pada masa bayi ketika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Tindakan Beralasan Teori tindakan beralasan yang dikemukakan oleh Fishbein dan Ajzen (1975) menyatakan bahwa perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompetisi. Manajemen pengetahuan berorientasi pada knowledge-based

BAB I PENDAHULUAN. kompetisi. Manajemen pengetahuan berorientasi pada knowledge-based BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penerapan manajemen pengetahuan kini sudah banyak dilakukan pada industri kreatif termasuk di dunia pendidikan dan organisasi yang berbasis kompetisi. Manajemen

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior) Teori Perilaku Terencana atau Theory of Planned Behavior (selanjutnya disingkat TPB, dikemukakan olehajzen (1991). Teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Diploma, Sarjana, Magister dan Spesialis. Berdasarkan website resmi Universitas X

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Diploma, Sarjana, Magister dan Spesialis. Berdasarkan website resmi Universitas X BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan formal yang mencangkup program pendidikan Diploma, Sarjana, Magister dan Spesialis. Berdasarkan website resmi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organizational Citizenship Behavior 2.1.1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational citizenship behavior

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan sebagai dampak dari gaya hidup yang semakin maju. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan sebagai dampak dari gaya hidup yang semakin maju. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dekade belakangan ini gaya hidup manusia berkembang pesat. Muncul berbagai perubahan sebagai dampak dari gaya hidup yang semakin maju. Perubahan tersebut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. khususnya adalah bisnis baru yang mendatangkan keuntungan (Uddin & Bose,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. khususnya adalah bisnis baru yang mendatangkan keuntungan (Uddin & Bose, BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Pengertian Kewirausahaan Kewirausahaan adalah praktek dalam memulai suatu organisasi, lebih khususnya adalah bisnis baru

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap efisiensi dan efektifitas organisasi (Simamora, 2006). Mesin-mesin atau

PENDAHULUAN. terhadap efisiensi dan efektifitas organisasi (Simamora, 2006). Mesin-mesin atau PENDAHULUAN Sumber daya manusia atau yang disebut dengan tenaga kerja atau karyawan merupakan asset penting perusahaan. Sumber daya manusia sangat berpengaruh terhadap efisiensi dan efektifitas organisasi

Lebih terperinci

Bab 5. Penutup. 5.1 Kesimpulan

Bab 5. Penutup. 5.1 Kesimpulan Bab 5 Penutup 5.1 Kesimpulan Penelitian ini dilaksanakan untuk menjawab permasalahan mengenai hal-hal yang mempengaruhi minat siswa untuk melajutkan sekolah melalui Teori Planned Behavior seperti yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Intensi menurut Ajzen & Fishbein (1980) adalah komponen dalam diri

BAB II LANDASAN TEORI. Intensi menurut Ajzen & Fishbein (1980) adalah komponen dalam diri BAB II LANDASAN TEORI A. INTENSI 1. Defenisi Intensi Intensi menurut Ajzen & Fishbein (1980) adalah komponen dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu. Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsep dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya,

BAB I PENDAHULUAN. konsep dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Definisi dari ilmu pengetahuan yaitu keseluruhan sistem pengetahuan manusia yang telah dibakukan secara sistematis, atau keseluruhan pemikiran, gagasan, ide,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan tertentu yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan tertentu yang hendak dicapai. Salah satu tujuan utama yang ingin dicapai oleh perusahaan adalah mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi seperti sekarang ini satu hal yang dijadikan tolak ukur keberhasilan perusahaan adalah kualitas manusia dalam bekerja, hal ini didukung oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lulus sebagai Sarjana Strata 1 (S1) salah satu syarat yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. lulus sebagai Sarjana Strata 1 (S1) salah satu syarat yang harus dipenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di Fakultas Psikologi Universitas X Bandung untuk dapat dinyatakan lulus sebagai Sarjana Strata 1 (S1) salah satu syarat yang harus dipenuhi mahasiswa adalah

Lebih terperinci

KEPEMIMPINAN KEPERCAYAAN

KEPEMIMPINAN KEPERCAYAAN KEPEMIMPINAN KEPERCAYAAN LEADERSHIP Kemampuan mendorong/ mempengaruhi suatu kelompok/ anggota group dalam upaya pencapaian/ mewujudkan tujuan organisasi Suatu organisasi membutuhkan : PEMIMPIN untuk :

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Variabel Penelitian dan Hipotesis 3.1.1 Variabel dan Definisi Operasional Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau konstruk dengan

Lebih terperinci

II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS

II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Kepatuhan Pajak Menurut Norman. D.Nowak dalam Zain (2004) kepatuhan Wajib Pajak diartikan sebagai suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Budaya Organisasi 1. Pengertian Budaya Organisasi Organisasi didefinisikan sebagai suatu kesatuan sosial dari sekelompok individu (orang), yang saling berinteraksi menurut suatu

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Organisasi modern meyakini bahwa manusia merupakan faktor penting

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Organisasi modern meyakini bahwa manusia merupakan faktor penting BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Organisasi modern meyakini bahwa manusia merupakan faktor penting dalam keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. Manusia, dalam hal ini karyawan adalah aset utama yang

Lebih terperinci

VARIABEL-VARIABEL KOMUNIKASI DALAM PELAYANAN KESEHATAN. Disusun Oleh: IDA YUSTINA

VARIABEL-VARIABEL KOMUNIKASI DALAM PELAYANAN KESEHATAN. Disusun Oleh: IDA YUSTINA VARIABEL-VARIABEL KOMUNIKASI DALAM PELAYANAN KESEHATAN Disusun Oleh: IDA YUSTINA Variabel yang memengaruhi proses komunikasi dalam pelayanan kesehatan: 1. Emphaty 2. Control 3. Trust 4. Self-disclosure

Lebih terperinci

Kesimpulannya, intensi seseorang terhadap perilaku tertentu dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku (Ajzen

Kesimpulannya, intensi seseorang terhadap perilaku tertentu dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku (Ajzen 55 PEMBAHASAN Berdasarkan karakteristik contoh dan karakteristik keluarga contoh, hasil penelitian menunjukkan bahwa profil contoh mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) pada contoh yang hanya mengikuti

Lebih terperinci

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian SMK YPM 3 Sepanjang Taman Sidoarjo merupakan sekolah menengah kejuruan yang berdiri atas naungan Yayasan Pendidikan dan Sosial Ma arif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi yang berkualitas merupakan informasi yang strategis untuk

BAB I PENDAHULUAN. Informasi yang berkualitas merupakan informasi yang strategis untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Seiring perkembangan zaman, semua kegiatan masyarakat semakin akrab bahkan sangat akrab dengan teknologi informasi, termasuk menjalankan sebuah tugas. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan kelangsungan hidup dan perkembangan suatu bangsa. Kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. menentukan kelangsungan hidup dan perkembangan suatu bangsa. Kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengembangan sumber daya manusia dewasa ini telah menjadi hal yang semakin penting dalam pembangunan nasional. Sumber daya manusia berkualitas tinggi merupakan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya

BAB II URAIAN TEORITIS. Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Kinerja di Balai Ternak Embrio Bogor. Hasil penelitian ini menunjukkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. repository.unisba.ac.id

DAFTAR ISI. repository.unisba.ac.id DAFTAR ISI ABSTRAK... vii KATA PENGANTAR... iii UCAPAN TERIMA KASIH... vi DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembahasan dalam penelitian ini didasarkan pada penelitian-penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembahasan dalam penelitian ini didasarkan pada penelitian-penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Pembahasan dalam penelitian ini didasarkan pada penelitian-penelitian sebelumnya. Berikut ini merupakan beberapa penelitian terdahulu beserta persamaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Model Theory of Reason Action (TRA) (Sumber : Fishbein dan Ajzen 1975)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Model Theory of Reason Action (TRA) (Sumber : Fishbein dan Ajzen 1975) 9 TINJAUAN PUSTAKA Teori Perilaku yang telah Direncanakan (Theory of Planned Behavior) Para teoritikus sikap memiliki pandangan bahwa sikap seseorang terhadap suatu objek sudah dapat dijadikan prediktor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara. Tugas Direktorat Jendral Pajak (Ditjen Pajak) adalah senatiasa. untuk melakukan peningkatan jumlah penerimaan pajak.

BAB 1 PENDAHULUAN. negara. Tugas Direktorat Jendral Pajak (Ditjen Pajak) adalah senatiasa. untuk melakukan peningkatan jumlah penerimaan pajak. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak merupakan pendapatan terbesar negara ini untuk membiayai segala pengeluaran yang dikeluarkan oleh negara ataupun pemerintahan. Sektor perpajakan memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki berbagai tujuan. Untuk mencapai tujuannya,

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki berbagai tujuan. Untuk mencapai tujuannya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap organisasi memiliki berbagai tujuan. Untuk mencapai tujuannya, organisasi biasanya berusaha meningkatkan produktifitas, kemampuan berinovasi, dan kemampuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karyawan dalam sebuah perusahaan sangat dibutuhkan untuk mencapai prestasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karyawan dalam sebuah perusahaan sangat dibutuhkan untuk mencapai prestasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Pegawai 2.1.1 Pengertian Kinerja Kinerja merupakan tingkat pencapaian hasil ataas pelaksanaan tugas tertentu. Dalam konteks pengembangan sumber daya manusia kinerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Skripsi merupakan karya tulis ilmiah dari hasil penelitian yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Skripsi merupakan karya tulis ilmiah dari hasil penelitian yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Skripsi merupakan karya tulis ilmiah dari hasil penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana, selain itu skripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gambaran menakutkan (Mangkuprawira, 2011). Hal itu biasanya muncul pada

BAB I PENDAHULUAN. gambaran menakutkan (Mangkuprawira, 2011). Hal itu biasanya muncul pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum pensiun dikenal sebagai fenomena yang dialami oleh seseorang yang usianya sudah dianggap lanjut sehingga dianggap tidak lagi produktif dan menurut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. organisasi (Mowday, 1982, dalam Sopiah, 2008). Dalam hal ini yang

BAB 1 PENDAHULUAN. organisasi (Mowday, 1982, dalam Sopiah, 2008). Dalam hal ini yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Komitmen organisasi merupakan dimensi perilaku penting yang dapat digunakan untuk menilai kecenderungan karyawan untuk bertahan sebagai anggota organisasi (Sopiah, 2008).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas kehidupan manusia dalam berbagai bidang (Sulistiyarini, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas kehidupan manusia dalam berbagai bidang (Sulistiyarini, 2013). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Era globalisasi datang begitu cepat seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi (Sulistiyarini, 2013). Perkembangan teknologi, khususnya di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami berbagai perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan,

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami berbagai perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millenium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami berbagai perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

The Psychology of Entrepreneurship

The Psychology of Entrepreneurship The Psychology of Entrepreneurship Bagaimana individu memutuskan menjadi seorang entrepreneur dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi? Dua faktor yang mempengaruhi berwirausaha (Suryana, 2001): Internal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muka. Fenomena ini yang kemudian dapat dilihat dalam bisnis e-commerce yang

BAB I PENDAHULUAN. muka. Fenomena ini yang kemudian dapat dilihat dalam bisnis e-commerce yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem informasi akuntansi belakangan ini banyak menyinggung tentang e-commerce dengan berorientasi pada Business-to-Customer (B2C). Saat ini banyak orang yang menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Indonesia Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Indonesia Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dunia kerja semakin menuntut manusia untuk lebih mampu bersaing dari kompetitornya, sehingga tidak mudah untuk memperoleh pekerjaan yang layak sesuai yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rerangka Teori 1. Teori Atribusi (Atribution Theory) Teori Atribusi adalah teori kepatuhan Wajib Pajak terkait dengan sikap Wajib Pajak dalam membuat penilaian terhadap pajak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai SMA saja, tetapi banyak juga sarjana. Perusahaan semakin selektif menerima

BAB I PENDAHULUAN. sampai SMA saja, tetapi banyak juga sarjana. Perusahaan semakin selektif menerima BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menjadi solusi yang dilematis namun terus saja terjadi setiap tahun. Saat ini pengangguran tak hanya berstatus lulusan SD sampai

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA

BAB III ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA BAB III ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA Bab ini akan menyajikan data data yang telah peneliti dapatkan dari para responden. Data tersebut kemudian diolah dengan bantuan program SPSS 15.0 for Windows. Hasil

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Stres Kerja

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Stres Kerja BAB II LANDASAN TEORI A. STRES KERJA 1. Definisi Stres Kerja Menurut Lazarus & Folkman (dalam Morgan, 1986) stres merupakan suatu keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh

Lebih terperinci

NURUL ILMI FAJRIN_ Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

NURUL ILMI FAJRIN_ Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN DENGAN INTENSI BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG NURUL ILMI FAJRIN_11410126 Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan manusia yang berjiwa kreatif, inovatif, sportif, dan wirausaha.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan manusia yang berjiwa kreatif, inovatif, sportif, dan wirausaha. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan kewirausahaan merupakan salah satu program pemerintah khususnya Kementerian Pendidikan Nasional yang bertujuan untuk membangun dan mengembangkan manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam suatu penelitian yang bersifat ilmiah, pengertian dan penalaran konsep diperlukan untuk menghindari kesalahan pemahaman dalam menafsirkan makna konsep yang dipakai sehubungan

Lebih terperinci

BAB II PERSPEKTIF TEORITIS. suami atau istri, dimana umumnya dalam keluarga yang baru tersebut

BAB II PERSPEKTIF TEORITIS. suami atau istri, dimana umumnya dalam keluarga yang baru tersebut BAB II PERSPEKTIF TEORITIS A. Commuter Marriage 1. Definisi Commuter Marriage Melalui proses perkawinan, maka seorang individu membentuk sebuah lembaga sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Berbagi Pengetahuan Berbagi pengetahuan adalah kegiatan bekerjasama yang dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan agar tercapai tujuan individu

Lebih terperinci