BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. INTENSI Intensi menurut Fishbein dan Ajzen (1975), merupakan komponen dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu. Intensi didefinisikan sebagai dimensi probabilitas subjektif individu dalam kaitan antara diri dan perilaku. Warshaw dan Davis (Landry,2003) menyatakan bahwa intensi adalah tingkatan dimana seseorang memformulasikan rencana untuk menunjukan suatu tujuan masa depan yang spesifik atau tidak, secara sadar. Kemudian ditambahkan pula bahwa intensi melibatkan pembuatan komitmen prilaku untuk menunjukan suatu tindakan atau tidak dimana ada harapan yang diperkirakan individu dalam menunjukan suatu tindakan bahkan ketika komitmen belum dibuat. Selain itu Horton (1984) mengatakan bahwa dalam istilah intensi terkait 2 hal berbeda yang saling berhubungan yaitu, kecenderungan untuk membeli dan rencana dari keputusan membeli. (Rima, 2009) Menurut Ajzen (2005) intensi merupakan indikasi seberapa keras seseorang berusaha atau seberapa banyak usaha yang dilakukan untuk menampilkan suatu perilaku. Menurut Theory of Planned Behavior, intensi untuk melakukan suatu perilaku merupakan prediktor paling kuat bagi munculnya perilaku tersebut. Intensi berkorelasi yang tinggi dengan perilaku, oleh karena itu dapat digunakan untuk meramalkan perilaku (Ajzen, 2005). 11

2 Intensi merupakan jembatan antara sikap, norma subjektif dan persepsi kontrol perilaku terhadap perilaku sebenarnya. Sebagai aturan umum, semakin keras intensi seseorang untuk terlibat dalam suatu perilaku, semakin besar kecenderungan ia untuk benar-benar melakukan perilaku tersebut. Berdasarkan Theory of Planned Behavior, intensi terbentuk dari attitude toward behavior, subjective norms, dan perceived behavior control yang dimiliki individu terhadap suatu perilaku Intensi memiliki 4 faktor yang mendasarinya yaitu target, action, context, dan time. Target merupakan sasaran yang ingin dicapai jika menampilkan suatu perilaku. Misalnya, menggunakan cream wajah untuk mendapatkan wajah cantik. Action yang merupakan suatu tindakan yang mengiringi munculnya perilaku. Misalnya, mencari informasi produk perawatan terbaik ketika ingin mempercantik diri. Context mengacu pada situasi yang akan memunculkan perilaku. Misalnya, ketika kulit kusam dapat membangkitkan keinginan untuk merawat diri. Dan yang terakhir adalah time yaitu waktu munculnya perilaku, misalnya melakukan perawatan untuk menjaga kulit lebih sehat. Maka berdasarkan pengertian intensi dari beberapa ahli tersebut, dapat diambil pengertian bahwa intensi yaitu kecenderungan atau usaha seseorang untuk memunculkan atau melakukan suatu prilaku INTENSI MENGGUNAKAN JASA KLINIK KECANTIKAN Intensi menggunakan jasa klinik kecantikan adalah niat, maksud, dan tujuan seseorang untuk menggunakan jasa klinik kecantikan, disaat mereka 12

3 membutuhkan pelayanan jasa klinik kecantikan seperti untuk menghilangkan jerawat, mencerahkan kulit dan mempercantik bentuk wajah, meremajakan kulit, dan sebagainya (Nursukmawati, 2013). Seseorang yang percaya bahwa dengan menggunakan jasa klinik kecantikan dapat memenuhi kebutuhannya dalam mempercantik kulit wajah, maka ia akan memiliki intensi yang tinggi untuk menggunakan jasa klinik kecantikan. Selain itu, intensi individu untuk menggunakan jasa klinik kecantikan juga akan semakin besar jika keluarga, teman, kerabat, memberikan rekomendasi dan mendukung untuk menggunakan jasa suatu klinik kecantikan. Akan tetapi, individu juga perlu menyadari akan kontrol yang dimiliki dirinya seperti sumber daya dan kesempatan yang ada untuk menggunakan jasa klinik kecantikan. Adanya sumber daya dan kesempatan yang dimiliki individu serta persepsi individu bahwa melakukan perawatan di klinik kecantikan adalah hal yang mudah akan membuat intensi individu menggunakan jasa klinik kecantikan semakin besar SIKAP Aiken (1970) menyatakan bahwa sikap adalah kecenderungan yang dipelajari dari seorang individu untuk merespon secara positif atau negatif dengan intensitas yang moderat atau memadai terhadap objek, situasi, konsep, atau orang lain. defenisi yang dikemukakan Aiken ini sudah lebih aktif dan operasional, baik dalam hal mekanisme terjadinya maupun intensitas dari sikap itu sendiri. Predisposisi yang di arahkan terhadap objek diperoleh dari proses belajar. 13

4 Defenisi diatas nampaknya konsisten menempatkan sikap sebagai predisposisi atau tendensi yang menentukan respon individu terhadap suatu objek. (Rahmah, 2011) Sikap merupakan kecenderungan kognitif, afektif, dan tingkah laku yang dipelajari untuk merespon secara positif maupun negatif terhadap objek, situasi, institusi, konsep, atau seseorang. Sikap merupakan faktor personal yang mengandung evaluasi positif atau dalam tingkah laku yang menghindari, melawan, atau menghalagi objek (Eagly & Chaiken, 1993). Gagne dan Briggs (Ajzen, 2002), sikap merupakan suatu keadaan internal yang mempengaruhi pilihan, tindakan individu terhadap objek, orang, atau kejadian tertentu. Menurut Ajzen (2005), sikap adalah evaluasi individu secara positif atau negatif terhadap benda, orang, institusi, kejadian, perilaku, atau minat tertentu. Berdasarkan teori ini, sikap individu terhadap suatu perilaku diperoleh dari keyakinan terhadap konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku tersebut, yang diistilahkan dengan behavioral beliefs (keyakinan terhadap perilaku). Keyakinan terhadap perilaku menghubungkan perilaku dengan hasil tertentu, atau beberapa atribut lainnya seperti biaya atau kerugian yang terjadi saat melakukan suatu perilaku. Dengan kata lain, individu yang yakin bahwa sebuah tingkah laku dapat menghasilkan outcome yang positif, maka individu tersebut akan memiliki sikap yang positif, begitu juga sebaliknya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sikap adalah evaluasi internal yang mempengaruhi tindakan individu. 14

5 2.4. NORMA SUBJEKTIF Norma subjektif merupakan faktor dari luar individu yang berisi persepsi seseorang tentang apakah individu akan menyetujui atau tidak menyetujui suatu tingkah laku yang ditampilkan (Baron & Byrne, 2000). Norma subjektif ditentukan oleh adanya keyakinan normatif (normative belief) dan keinginan untuk mengikuti (motivation to comply) (Ajzen, 2005). Keyakinan normatif berhubungan dengan harapan-harapan yang berasal dari referent atau individu lain dalam kelompok yang berpengaruh bagi individu itu sendiri seperti orangtua, pasangan, teman dekat, rekan kerja, tetangga, dan lainnya tergantung pada prilaku apa yang terlibat. Norma subjektif diartikan sebagai adanya persepsi individu terhadap tekanan sosial yang ada untuk menampilkan atau tidak menampilkan suatu perilaku. Individu berkeyakinan bahwa individu lain atau kelompok tertentu akan menerima atau tidak menerima tindakan atau perilaku yang dilakukannya. Ketika individu meyakini apa yang menjadi norma dalam kelompok, maka ia akan mematuhi dan membentuk perilaku yang sesuai dengan kelompoknya. Menurut Ajzen (2005), norma subjektif tidak hanya ditentukan oleh referent, tetapi juga ditentukan oleh Motivation to comply. Umumnya, individu yang yakin bahwa kebanyakan referent akan menyetujui dirinya menampilkan perilaku tertentu, dan adanya motivasi untuk mengikuti suatu prilaku tertentu, akan merasakan tekanan sosial untuk melakukannya. Namun, individu yang yakin bahwa kebanyakan referent akan tidak menyetujui dirinya menampilkan suatu perilaku tertentu, dan tidak adanya motivasi mengikuti prilaku tersebut, maka hal 15

6 ini akan menyebabkan dirinya memiliki norma subjektif yang menempatkan tekanan pada dirinya untuk menghindari melakukan perilaku tersebut. Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa norma subjektif adalah penilaian individu terhadap tekanan sosial atau pengaruh kelompok tertentu untuk menampilkan atau tidak menampilkan suatu perilaku PERCEIVED BEHAVIOR CONTROL Perceived Behavioral Control (kontrol perilaku) merupakan gambaran mengenai perasaan akan kemampuan diri individu dalam melakukan suatu perilaku. Menurut Ajzen (2005), kontrol perilaku merupakan keyakinan tentang ada atau tidaknya faktor-faktor yang memfasilitasi dan menghalangi individu untuk melakukan suatu perilaku. Kontrol perilaku ditentukan oleh pengalaman masa lalu individu, pengalaman orang lain, seperti keluarga dan teman, dan juga perkiraan individu mengenai seberapa sulit atau mudahnya untuk melakukan suatu perilaku. Menurut Ajzen (2005), perilaku seseorang tidak hanya dikendalikan oleh dirinya sendiri, tetapi juga membutuhkan kontrol, misalnya berupa ketersediaan sumber daya dan kesempatan bahkan keterampilan tertentu. Kontrol perilaku merepresentasikan kepercayaan seseorang tentang seberapa mudah individu menunjukkan suatu perilaku. Faktor kontrol merupakan faktor internal dan eksternal. Faktor internal seperti keahlian, kemampuan, informasi, dan emosi, dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor situasi atau faktor lingkungan. Maka dapat diartikan 16

7 perceived behavioral control merepresentasikan kepercayaan seseorang tentang seberapa mudah atau kemampuan diri individu untuk menunjukkan suatu perilaku KLINIK KECANTIKAN Klinik kecantikan merupakan sebuah klinik yang menawarkan jasa pelayanan dermatologi. Dermatologi (dari bahasa Yunani: derma yang berarti kulit) adalah cabang kedokteran yang mempelajari kulit dan bagian-bagian yang berhubungan dengan kulit seperti rambut, kuku, kelenjar keringat, dan lain sebagainya.(wikipedia, 2014) Jadi, dapat disimpulkan, klinik kecantikan merupakan sebuah klinik yang menawarkan pelayanan jasa di bidang perawatan kesehatan dan kecantikan kulit, rambut, kuku, dan lainnya. Beberapa klinik kecantikan yang sekarang banyak dijumpai di wilayah ibukota adalah klinik kecantikan yang mengkombinasikan pelayanan kecantikan wajah maupun tubuh, dan konsultasi kesehatan kulit, serta pelayanan tambahan seperti spa. Produk perawatan dari klinik kecantikan yang dikenal umum adalah facial. Perawatan facial adalah sebuah prosedur yang melibatkan berbagai perawatan kulit, termasuk: penguapan, pengelupasan, ekstraksi, krim, lotion, pengunaan masker, dan pemijatan. Biasanya dilakukan di salon kecantikan tetapi juga dapat ditemukan di berbagai perawatan spa. 17

8 Fungsi Klinik Kecantikan Fungsi Klinik kecantikan merupakan suatu tempat untuk melakukan konsultasi dan perawatan terhadap tubuh, wajah, kulit, dan rambut dengan dilakukan oleh ahli kecantikan dan dokter spesialis Tujuan Klinik Kecantikan Tujuan utama pembuatan klinik kecantikan pada umumnya ingin menjadikan para pengunjungnya terbebas dari jerawat, memberikan keindahan wajah, tubuh, dan rambut. sehingga tampak cantik, bersih, sehat, dan natural dari rambut hingga ujung kaki Macam-macam Klinik Kecantikan 1. Klinik Kecantikan Khusus Kulit Klinik kecantikan yang hanya menyediakan perawatan khusus kulit, dan fokus pada kulit baik masalah-masalah yang biasa dialami kulit dan dan cara merawatnya. 2. Klinik Kecantikan Khusus Rambut Klinik kecantikan yang hanya menyediakan perawatan khusus rambut, dan fokus pada rambut baik masalah-masalah yang biasa dialami rambut dan penataannya. 3. Klinik Kecantikan Khusus Perawatan Tubuh 18

9 Klinik kecantikan yang hanya menyediakan perawatan khusus tubuh, focus terhadap masalah-masalah kelebihan berat badan dan focus pada perawatan agar menjadikan tubuh ideal. 4. Klinik Kecantikan Bedah Plastik Klinik kecantikan bedah plastik melayani mereka yang menginginkan perubahan fisik akibat kecelakaan yang dihadapi ataupun perubahan yang sengaja ingin dilakukan. 5. Klinik Kecantikan Kulit dan Rambut Klinik kecantikan yang menyediakan perawatan untuk rambut dan kulit. 6. Klinik Kecantikan yang mencakup semuanya Klinik kecantikan yang menyediakan segala macam peraawatan dan tindakan DINAMIKA Dinamika Sikap terhadap Intensi Aiken (1970) menyatakan bahwa sikap adalah kecenderungan yang dipelajari dari seorang individu untuk merespon secara positif atau negatif dengan intensitas yang moderat atau memadai terhadap objek, situasi, konsep, atau orang lain. Menurut Ajzen (2005), sikap adalah evaluasi individu secara positif atau negatif terhadap benda, orang, institusi, kejadian, perilaku, atau minat tertentu. Berdasarkan teori ini, sikap individu terhadap suatu perilaku diperoleh dari 19

10 keyakinan terhadap konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku tersebut, yang diistilahkan dengan behavioral beliefs (keyakinan terhadap perilaku). Keyakinan terhadap perilaku menghubungkan perilaku dengan hasil tertentu, atau beberapa atribut lainnya seperti biaya atau kerugian yang terjadi saat melakukan suatu perilaku. Dengan kata lain, individu yang yakin bahwa sebuah tingkah laku dapat menghasilkan outcome yang positif, maka individu tersebut akan memiliki sikap yang positif, begitu juga sebaliknya. Ajzen mengatakan bahwa sikap seseorang terhadap suatu perilaku dapat mempengaruhi besar tidaknya intensi seseorang untuk melakukan perilaku tersebut yang berakibat apakah orang tersebut melakukan atau tidak melakukan perilaku tersebut. Semakin positif sikap seseorang terhadap suatu perilaku maka akan semakin tinggi intensinya untuk melakukan perilaku tersebut, begitu juga sebaliknya, semakin negatif sikap seseorang terhadap suatu perilaku maka akan semakin rendah intensinya untuk melakukan perilaku tersebut. Banyak peneliti yang mendukung pernyataan ini melalui penelitian yang telah dilakukan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Irena Anggita Nurul Adha dan Ratri Virianita (2010), sikap terhadap pemanfaatan internet dalam kegiatan bisnis terbukti memiliki hubungan dan pengaruh yang signifikan pada intensi pemanfaatan internet. Semakin positif sikap pengusaha UKM, maka semakin kuat pula intensi atau niat untuk memanfaatkan internet dalam kegiatan bisnis. Semakin tinggi pengetahuan, keyakinan mengenai pemanfaatan internet dalam kegiatan bisnis, ketertarikan dan kecenderungan untuk memanfaatkan internet, 20

11 maka semakin besar pula niat pengusaha UKM untuk memanfaatkan internet dalam kegiatan bisnisnya. Berdasarkan Theory of Planned Behavior oleh Ajzen dan didukung oleh beberapa penelitian terdahulu maka bisa dilihat bahwa sikap dapat berperan dalam mempengaruhi intensi seseorang untuk melakukan suatu perilaku, dimana dalam penelitian ini merupakan penggunaan jasa klinik kecantikan. Semakin positif sikap seseorang terhadap penggunaan jasa klinik kecantikan, maka intensinya untuk menggunakan jasa klinik kecantikan akan semakin tinggi, dan semakin negatif sikap seseorang terhadap penggunaan jasa klinik kecantikan, maka semakin rendah juga intensinya untuk menggunakan jasa klinik kecantikan. Berikut ini adalah rumus untuk mengukur attitude toward behavior : Keterangan: A B = sikap terhadap perilaku B b i = behavioral belief e i = evaluation of outcome Dinamika Norma subjektif terhadap Intensi Norma subjektif ditentukan oleh adanya keyakinan normatif (normative belief) dan keinginan untuk mengikuti (motivation to comply) (Ajzen, 2005). Keyakinan normatif berhubungan dengan harpan-harapan yang berasal dari referent atau individu lain dalam kelompok yang berpengaruh bagi individu itu 21

12 sendiri seperti orangtua, pasangan, teman dekat, rekan kerja, tetangga, dan lainnya tergantung pada prilaku apa yang terlibat. Norma subjektif diartikan sebagai adanya persepsi individu terhadap tekanan sosial yang ada untuk menampilkan atau tidak menampilkan suatu perilaku. Norma subjektif tidak hanya ditentukan oleh referent, tetapi juga ditentukan oleh Motivation to comply. Umumnya, individu yang yakin bahwa kebanyakan referent akan menyetujui dirinya menampilkan perilaku tertentu, dan adanya motivasi untuk mengikuti suatu prilaku tertentu, akan merasakan tekanan sosial untuk melakukannya. Namun, individu yang yakin bahwa kebanyakan referent akan tidak menyetujui dirinya menampilkan suatu perilaku tertentu, dan tidak adanya motivasi mengikuti prilaku tersebut, maka hal ini akan menyebabkan dirinya memiliki norma subjektif yang menempatkan tekanan pada dirinya untuk menghindari melakukan perilaku tersebut (Ajzen,2005). Telah banyak penelitian yang menggungkap adanya pengaruh norma subjektif terhadap intensi seseorang untuk melakukan suatu perilaku seperti yang dikatakan oleh Ajzen. Penelitian yang dilakukan oleh Sari Rochmawati (2013) menyatakan bahwa norma subjektif berpengaruh terhadap niat untuk menggunakan kartu kredit. Hasil pengujian hipotesis pada konstruk ini adalah norma subjektif berpengaruh terhadap niat untuk menggunakan kartu kredit. Selain itu, dalam hal ini nasihat atau saran dari kolega dan keluarga penggunaan kartu kredit menjadi salah satu pertimbangan dengan alasan untuk mempermudah kegiatan atau aktivitas mereka dalam bekerja. Dengan demikian, hasil pengujian hipotesis ini 22

13 menunjukkan bahwa norma subjektif berpengaruh terhadap niat untuk menggunakan kartu kredit. Dari teori yang diungkapkan oleh Ajzen melalui Theory of Planned Behavior dan hasil dari banyak penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka bisa disimpulkan bahwa norma subjektif dapat berperan dalam mempengaruhi intensi seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku. Ketika norma subjektif mendukung seseorang untuk menggunakan jasa klinik kecantikan, maka akan semakin tinggi intensinya terhadap penggunaan jasa klinik kecantikan, dan ketika norma subjektif yang ada tidak mendukung seseorang untuk menggunakan jasa klinik kecantikan, maka intensinya terhadap menggunakan jasa klinik kecantikan juga akan semakin rendah. Theory of Planned Behavior, juga mengidentikan Subjective Norms pada dua hal, yaitu: belief dari individu tentang reaksi atau pendapat individu lain atau kelompok lain tentang apakah individu perlu, harus, atau tidak boleh melakukan suatu perilaku, dan memotivasi individu untuk mengikuti pendapat individu lain tersebut (Michener, Delamater, & Myers, 2004). Rumus dari Subjective Norms adalah sebagao berikut (Ajzen, 2005): Keterangan: SN = Subjective Norm 23

14 n i = belief normative (kepercayaan seseorang bahwa seseorang atau kelompok yang menjadi referensi berpikir bahwa ia seharusnya menampilkan atau tidak menampilkan perilaku) m i = motivasi seseorang untuk mengikuti seseorang atau kelompok yang menjadi referensi Dinamika Perceived Behavior Control terhadap Intensi Menurut Ajzen (2005), perilaku seseorang tidak hanya dikendalikan oleh dirinya sendiri, tetapi juga membutuhkan kontrol, misalnya berupa ketersediaan sumber daya dan kesempatan bahkan keterampilan tertentu. Kontrol perilaku merepresentasikan kepercayaan seseorang tentang seberapa mudah individu menunjukkan suatu perilaku. Perceived Behavior Control ditentukan oleh pengalaman masa lalu individu maupun pengalaman orang lain, seperti keluarga dan teman, dan juga perkiraan individu mengenai seberapa sulit atau mudahnya untuk melakukan suatu perilaku. Faktor kontrol merupakan faktor internal dan eksternal. Faktor internal seperti keahlian, kemampuan, informasi, dan emosi, dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor situasi atau faktor lingkungan. Kontrol perilaku merepresentasikan kepercayaan seseorang tentang seberapa mudah individu menunjukkan suatu perilaku. Penelitian telah banyak dialkukan untuk membuktikan apakah benar perceived behavior control mempengaruhi intensi seseorang terhadap suatu perilaku. 24

15 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Heriyanni Mashithoh (2009) didapatkan hasil bahwa ada pengaruh positif dan signifikan antara Perceived Behavioral Control terhadap variabel minat pengunjung untuk memilih TMII sebagai destinasi wisata. Sehingga didapatkan kesimpulan yang berangkat dari Theory of Planned Behavior oleh Ajzen dan hasil dari penelitan-penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa ada perceived behavior control berperan dalam mempengaruhi intensi seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku. Semakin positif perceived behavior control yang dimiliki seseorang terhadap perilaku menggunakan jasa klinik kecantikan, maka semakin tinggi intensinya untuk menggunakan jasa klinik kecantikan, dan sebaliknya, jika semakin negatif perceived behavior control seseorang, maka intensinya untuk menggunakan jasa klinik kecantikan semangkin rendah. Dalam Theory of Planned Behavior, kontrol perilaku merupakan hasil fungsi dari control beliefs dan power of control beliefs. Control beliefs adalah keyakinan individu terhadap faktor-faktor yang mampu memberi kemudahan atau hambatan dirinya untuk melakukan suatu perilaku. Sedangkan power of control beliefs adalah derajat seberapa besar faktor-faktor kontrol tersebut mempengaruhi keputusan seseorang untuk melakukan perilaku tersebut atau tidak. Perceived Behavior Control dapat di gambarkan dengan rumus : 25

16 PBC c i p i = Perceived Behavior Control = Control belief = power of control Dinamika Sikap, Norma subjektif, dan Perceived Behavior Control terhadap Intensi Warshaw dan Davis (Landry,2003) menyatakan bahwa intensi adalah tingkatan dimana seseorang memformulasikan rencana untuk menunjukan suatu tujuan masa depan yang spesifik atau tidak, secara sadar. Kemudian ditambahkan pula bahwa intensi melibatkan pembuatan komitmen prilaku untuk menunjukan suatu tindakan atau tidak dimana ada harapan yang diperkirakan individu dalam menunjukan suatu tindakan bahkan ketika komitmen belum dibuat. Ajzen (2005) mengartikan intensi sebagai kecenderungan tingkah laku, yang hingga terdapat waktu dan kesempatan yang tepat akan diwujudkan dalam bentuk tindakan. Semakin besar intensi seseorang terhadap suatu perilaku, semakin besar juga kemungkinan seseorang untuk benar-benar melakukan perilaku tersebut. Dengan adanya beberapa definisi intensi dan aspek pembentukannya, dapat disimpulkan bahwa intensi merupakan komponen dalam diri individu yang berkaitan pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu dalam kehidupan sehari-hari. Intensi menjadi determinan awal untuk menunjukkan suatu perilaku. Ajzen (2005) dalam Theory of Planned Behavior menyatakan terdapat 3 aspek yang mempengaruhi intensi seseorang untuk menunjukkan suatu perilaku, yaitu sikap, norma subjektif, dan perceived behavior control. Secara garis besar, 26

17 sikap memiliki peranan penting bagi individu terhadap intensinya melakukan suatu perilaku. Semakin positif sikap yang dimiliki individu terhadap suatu perilaku, maka semakin besar pula intensinya untuk melakukan perilaku tersebut. Norma subjektif yang didapat dari lingkungan sekitar yang mendukung atau tidaknya individu untuk melakukan suatu perilaku. Semakin adanya tekanan sosial yang menekan individu untuk melakukan suatu, maka intensi individu akan semakin besar pula. Begitu juga dengan perceived behavior control, semakin adanya kemudahan dan keuntungan individu untuk melakukan suatu perilaku, maka intensinya akan semakin tinggi. Hubungan antara sikap, norma subjektif, dan perceived behavior control terhadap intensi melakukan suatu perilaku didukung oleh beberapa penelitian. Hasil penelitian Ari Aria Catur Siwi dan Sito Meiyanto (2002) ditinjau dari teori perilaku berencana yang dikemukakan oleh Fishbein dan Ajzen (1975) dimana teori perilaku berencana menjelaskan bahwa intensi berperilaku spesifik seperti intensi membeli produk kosmetika pemutih kulit dipengaruhi oleh tiga determinan yaitu sikap terhadap produk, norma subyektif terhadap perilaku membeli produk, dan kontrol keperilakuan terhadap produk. Tiga determinan tersebut memuat sejumlah aspek yaitu aspek motif berperilaku, aspek kognitif terhadap perilaku dan aspek kontrol volisional terhadap perilaku spesifik. Penilaian konsumen terhadap ketiga aspek tersebut akan menghasilkan evaluasi merek secara keseluruhan. Selanjutnya evaluasi secara menyeluruh pada suatu merek tertentu akan mempengaruhi intensi membeli merek produk tersebut. 27

18 Dari penjelasan di atas, maka didapat kesimpulan bahwa sikap, norma subjektiftif, dan perceived behavior control akan memiliki peran dalam intensi seseorang untuk melakukan suatu perilaku, dimana dalam penelitian ini akan dilihat intensi seseorang untuk menggunakan jasa klinik kecantikan. Semakin positif sikap, norma subjektiftif yang mendukung, dan perceived behavior control yang positif seseorang terhadap penggunaan jasa klinik kecantikan, maka intensi seseorang untuk menggunakan jasa klinik kecantikan akan semakin tinggi, dan sebaliknya, semakin negatif sikap, norma subjektif yang tidak mendukung, dan perceived behavior control negatif seseorang terhadap penggunaan jasa klinik kecantikan, maka akan semakin rendah juga intensinya terhadap penggunaan jasa klinik kecantikan HIPOTESIS Hipotesis Utama : Sikap, norma subjektif, dan perceived behavior control secara bersamasama berperan menjadi prediktor positif terhadap intensi penggunaan jasa klinik kecantikan. Semakin positif sikap, semakin tinggi norma subjektif, dan semakin besar perceived behavior control yang dimiliki seseorang, maka semakin kuat intensi orang tersebut untuk menggunakan jasa klinik kecantikan Hipotesis Tambahan : 1. Sikap berperan secara signifikan terhadap intensi penggunaan jasa klinik kecantikan. Semakin positif sikap seseorang terhadap perilaku menggunakan 28

19 jasa klinik kecantikan, maka semakin kuat intensi orang tersebut untuk menggunakan jasa klinik kecantikan. 2. Norma subjektif berperan secara signifikan terhadap intensi penggunaan jasa klinik kecantikan. Semakin banyak dukungan yang didapatkan seseorang untuk menggunakan jasa klinik kecantikan maka semakin kuat intensi orang tersebut untuk menggunakan jasa klinik kecantikan. 3. Perceived behavioral control berperan secara signifikan terhadap intensi penggunaan jasa klinik kecantikan. Semakin besar kendali yang dimiliki seseorang untuk menggunakan jasa klinik kecantikan, maka semakin kuat intensi orang tersebut untuk menggunakan jasa klinik kecantikan. 29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior Theory Reasoned Action (TRA) pertama kali dicetuskan oleh Ajzen pada tahun 1980 (Jogiyanto, 2007). Teori ini disusun menggunakan asumsi dasar bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ajzen yang merupakan penyempurnaan dari reason action theory yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ajzen yang merupakan penyempurnaan dari reason action theory yang A. Teori Planned Behavior BAB II TINJAUAN PUSTAKA Theory of planned behavior merupakan teori yang dikembangkan oleh Ajzen yang merupakan penyempurnaan dari reason action theory yang dikemukakan oleh Fishbein

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen Theory of planned behaviour merupakan pengembangan lebih lanjut dari Theory of Reasoned Action (Fishbein dan Ajzen, 1980; Fishbein

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intensi Merokok

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intensi Merokok 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensi Merokok 1. Intensi Merokok Intensi diartikan sebagai niat seseorang untuk melakukan perilaku didasari oleh sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Intensi 2.1.1 Definisi Intensi Intensi didefinisikan sebagai dimensi probabilitas subjek individu dalam kaitan antara diri dan perilaku. Intensi merupakan perkiraan seseorang

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori

Bab 2. Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori 2.1. Teori Perilaku Rencanaan (Theory Of Planned Behavior) Melanjutkan sekolah dan menyelesaikan pendidikan merupakan sebuah tujuan yang semestinya dicapai oleh setiap siswa. Untuk

Lebih terperinci

Gambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014

Gambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014 Gambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014 oleh : Yoga Adi Prabowo (190110080095) Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran ABSTRAK Golput atau golongan putih merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN PUSTAKA

BAB II TUJUAN PUSTAKA BAB II TUJUAN PUSTAKA A. INTENSI 1. Definisi Intensi Schiffman dan Kanuk (2007) menyatakan bahwa intensi adalah hal yang berkaitan dengan kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau berperilaku

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Tindakan Beralasan (Theory of Reasoned Action) Icek Ajzen dan Martin Fishbein bergabung untuk mengeksplorasi cara untuk memprediksi

Lebih terperinci

KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS

KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS II. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Theory of Planned Behavior/TPB digunakan sebagai model dan kerangka teori karena sudah banyak diterapkan dan teruji dalam menangkap hubungan antara variabel-variabel

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior) Teori Perilaku Terencana atau Theory of Planned Behavior (selanjutnya disingkat TPB, dikemukakan olehajzen (1991). Teori

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Model Theory of Reason Action (TRA) (Sumber : Fishbein dan Ajzen 1975)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Model Theory of Reason Action (TRA) (Sumber : Fishbein dan Ajzen 1975) 9 TINJAUAN PUSTAKA Teori Perilaku yang telah Direncanakan (Theory of Planned Behavior) Para teoritikus sikap memiliki pandangan bahwa sikap seseorang terhadap suatu objek sudah dapat dijadikan prediktor

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Theory of Reasoned Action (Teori Tindakan Beralasan). Theory of Reasoned Action (TRA) pertama kali diperkenalkan oleh Martin Fishbein dan Ajzen dalam Jogiyanto (2007). Teori

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS Ketidakjujuran Akademik (Academic Dishonesty)

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS Ketidakjujuran Akademik (Academic Dishonesty) 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Ketidakjujuran Akademik (Academic Dishonesty) Salah satu bentuk kecurangan yang terjadi dibidang pendidikan dinamakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Variabel Penelitian dan Hipotesis 3.1.1 Variabel dan Definisi Operasional Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau konstruk dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Era pasar bebas berdampak pada adanya persaingan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Era pasar bebas berdampak pada adanya persaingan yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era pasar bebas berdampak pada adanya persaingan yang sangat ketat bagi para pelaku bisnis, sehingga berdampak pada adanya tuntutan bagi setiap manajemen perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan adalah masa yang unik dalam hidup seorang wanita, yaitu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan adalah masa yang unik dalam hidup seorang wanita, yaitu keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kehamilan adalah masa yang unik dalam hidup seorang wanita, yaitu keadaan mengandung embrio atau fetus di dalam tubuh setelah penyentuhan sel telur dengan

Lebih terperinci

KUESIONER PLANNED BEHAVIOR

KUESIONER PLANNED BEHAVIOR Lampiran 1 RAHASIA KUESIONER PLANNED BEHAVIOR IDENTITAS Nama (inisial) : Usia : Jenis kelamin : L / P (lingkari salah satu) Pendidikan : Lamanya menjalani hemodialisis : PETUNJUK PENGISIAN Berikut ini

Lebih terperinci

THEORY OF REASONED ACTION

THEORY OF REASONED ACTION THEORY OF REASONED ACTION THEORY OF REASONED ACTION INTRODUCTION Akar teori : Psikologi Sosial Menjelaskan bagaimana dan mengapa sikap mempengaruhi perilaku 1872, Charles Darwin studi tentang sikap terhadap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. membeli (Rahmah, 2011). Dalam hal ini adalah perilaku membeli Samsung smart

BAB II LANDASAN TEORI. membeli (Rahmah, 2011). Dalam hal ini adalah perilaku membeli Samsung smart BAB II LANDASAN TEORI A. Intensi Membeli Intensi membeli adalah motivasi atau keinginan yang menunjukkan adanya usaha atau kesiapan seseorang untuk menampilkan perilaku membeli. Semakin besar intensi seseorang

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Pada bab ini, akan dibahas mengenai variabel penelitian, responden penelitian, instrumen penelitian, prosedur penelitian dan metode analisis data. 3.1. Variabel Penelitian Varibel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibukota negara Indonesia. Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi 5 wilayah kota administrasi, yaitu: Jakarta

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. memperkirakan perilaku dari pengukuran sikap. Teori ini dinamakan reason action karena

BAB II LANDASAN TEORI. memperkirakan perilaku dari pengukuran sikap. Teori ini dinamakan reason action karena BAB II LANDASAN TEORI A. Intensi Berwirausaha 1. Pengertian Intensi Berwirausaha Fishbein dan Ajzein (Sarwono, 2002) mengembangkan suatu teori dan metode untuk memperkirakan perilaku dari pengukuran sikap.

Lebih terperinci

Studi Mengenai Intensi Membuang Sampah di Sungai Cikapundung pada Ibu-Ibu RW 15 Kelurahan Tamansari Bandung. ¹Raisha Ghassani, ²Umar Yusuf

Studi Mengenai Intensi Membuang Sampah di Sungai Cikapundung pada Ibu-Ibu RW 15 Kelurahan Tamansari Bandung. ¹Raisha Ghassani, ²Umar Yusuf Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Mengenai Intensi Membuang Sampah di Sungai Cikapundung pada Ibu-Ibu RW 15 Kelurahan Tamansari Bandung ¹Raisha Ghassani, ²Umar Yusuf 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. khususnya adalah bisnis baru yang mendatangkan keuntungan (Uddin & Bose,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. khususnya adalah bisnis baru yang mendatangkan keuntungan (Uddin & Bose, BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Pengertian Kewirausahaan Kewirausahaan adalah praktek dalam memulai suatu organisasi, lebih khususnya adalah bisnis baru

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. kontribusi temuan bagi teori dan praktek. Pada bab ini juga disampaikan

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. kontribusi temuan bagi teori dan praktek. Pada bab ini juga disampaikan 302 BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Pendahuluan Pada bab lima ini disampaikan simpulan hasil penelitian serta kontribusi temuan bagi teori dan praktek. Pada bab ini juga disampaikan keterbatasan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk selalu berkembang dengan pendidikan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk selalu berkembang dengan pendidikan. Pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan. Hal ini berarti bahwa setiap manusia Indonesia berhak mendapatkannya dan diharapkan untuk selalu berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mengkomsumsi rokok. Banyak di lapangan kita temui orang-orang merokok

BAB I PENDAHULUAN. yang mengkomsumsi rokok. Banyak di lapangan kita temui orang-orang merokok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok adalah perilaku membakar dedaunan (tembakau) yang dilinting atau diletakkan pada pipa kecil lalu menghisapnya melalui mulut dan dilakukan secara berulang-ulang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan sebagai dampak dari gaya hidup yang semakin maju. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan sebagai dampak dari gaya hidup yang semakin maju. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dekade belakangan ini gaya hidup manusia berkembang pesat. Muncul berbagai perubahan sebagai dampak dari gaya hidup yang semakin maju. Perubahan tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara ringkas pengertian intensi adalah ubahan yang paling dekat dengan perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara ringkas pengertian intensi adalah ubahan yang paling dekat dengan perilaku BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Intensi Secara ringkas pengertian intensi adalah ubahan yang paling dekat dengan perilaku yang dilakukan oleh individu, dan merupakan ubahan yang menjembatani antara sikap dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Komunitas Berkaitan dengan kehidupan sosial, ada banyak definisi yang menjelaskan tentang arti komunitas. Tetapi setidaknya definisi komunitas dapat didekati melalui

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN i DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN v vii ix 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 5 Tujuan Penelitian 6 Manfaat Penelitian 6 Ruang Lingkup Penelitian 7 2 TINJAUAN PUSTAKA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami berbagai perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan,

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami berbagai perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millenium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami berbagai perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lulus sebagai Sarjana Strata 1 (S1) salah satu syarat yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. lulus sebagai Sarjana Strata 1 (S1) salah satu syarat yang harus dipenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di Fakultas Psikologi Universitas X Bandung untuk dapat dinyatakan lulus sebagai Sarjana Strata 1 (S1) salah satu syarat yang harus dipenuhi mahasiswa adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. spesialis, dan doktor. Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik,

BAB I PENDAHULUAN. spesialis, dan doktor. Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Masalah kependudukan ini masih

BAB I PENDAHULUAN. dunia, setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Masalah kependudukan ini masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara ke-4 dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Masalah kependudukan ini masih menjadi tantangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Theory of Planned Behavior (TPB) tampaknya sangat cocok untuk menjelaskan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Theory of Planned Behavior (TPB) tampaknya sangat cocok untuk menjelaskan 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Theory of Planned Behaviour Theory of Planned Behavior (TPB) tampaknya sangat cocok untuk menjelaskan niat, dalam hal ini adalah tindakan yang dilakukan

Lebih terperinci

II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS

II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Kepatuhan Pajak Menurut Norman. D.Nowak dalam Zain (2004) kepatuhan Wajib Pajak diartikan sebagai suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Theory of Planned. dikemukakan oleh Bandura (2000) tentang seberapa baik dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Theory of Planned. dikemukakan oleh Bandura (2000) tentang seberapa baik dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alasan Pemilihan Teori Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Theory of Planned Behavior (TPB) sebagai landasan berpikir. Peneliti memilih teori tersebut dikarenakan beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. global. Hal tersebut lebih penting dibandingkan dengan sumber daya alam yang

BAB I PENDAHULUAN. global. Hal tersebut lebih penting dibandingkan dengan sumber daya alam yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia yang berkualitas memiliki faktor penting dalam era global. Hal tersebut lebih penting dibandingkan dengan sumber daya alam yang berlimpah.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 INTENSI MENGGUNAKAN HOMESCHOOLING. untuk menampilkan perilaku memilih/menggunakan homeschooling sebagai jalur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 INTENSI MENGGUNAKAN HOMESCHOOLING. untuk menampilkan perilaku memilih/menggunakan homeschooling sebagai jalur BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 INTENSI MENGGUNAKAN HOMESCHOOLING Intensi menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan adalah motivasi atau keinginan yang menunjukkan adanya usaha atau kesiapan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan banyak diperoleh melalui pendidikan, terutama sekolah. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan banyak diperoleh melalui pendidikan, terutama sekolah. Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan pada masa dewasa ini berkembang sangat pesat. Ilmu pengetahuan turut memegang peranan yang penting di dalam pembangunan. Pengetahuan banyak diperoleh

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI PENDAFTARAN DI KLINIK KECANTIKAN WAJAH BERBASIS WEB MOBILE

SISTEM INFORMASI PENDAFTARAN DI KLINIK KECANTIKAN WAJAH BERBASIS WEB MOBILE SISTEM INFORMASI PENDAFTARAN DI KLINIK KECANTIKAN WAJAH BERBASIS WEB MOBILE PROYEK AKHIR Disusun Oleh : DESI WULANDARI NIM : 143110016 JURUSAN : MANAJEMEN INFORMATIKA JENJANG : DIPLOMA TIGA (D-3) SEKOLAH

Lebih terperinci

5. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

5. ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini akan membahas analisis hasil pengolahan data yang telah dilakukan pada Bab 4, disertai dengan hubungannya dengan teori penunjang, data-data empiris, hipotesis penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dan mempertimbangkan akibat dari tindakan mereka. Ajzen. pertimbangan tersebut akan membentuk intensi untuk melakukan suatu

TINJAUAN PUSTAKA. dan mempertimbangkan akibat dari tindakan mereka. Ajzen. pertimbangan tersebut akan membentuk intensi untuk melakukan suatu 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Theory of Planned Behaviour (TPB) Manusia pada umumnya berperilaku dengan cara yang masuk akal, mereka mempertimbangkan perilakunya berdasarkan informasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan permasalahan dalam penelitian Teori Perilaku Terencana (Theory Of Planned Behaviour)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan permasalahan dalam penelitian Teori Perilaku Terencana (Theory Of Planned Behaviour) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Teori adalah seperangkat konsep, definisi, dan proporsi yang terkait secara sistematis untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena (fakta) (Cooper dan Schindler,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global dan dibukanya ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA)

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global dan dibukanya ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA) BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Krisis global dan dibukanya ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA) berdampak negatif terhadap produk-produk dalam negeri. Produk-produk dalam negeri akan

Lebih terperinci

Kesimpulannya, intensi seseorang terhadap perilaku tertentu dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku (Ajzen

Kesimpulannya, intensi seseorang terhadap perilaku tertentu dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku (Ajzen 55 PEMBAHASAN Berdasarkan karakteristik contoh dan karakteristik keluarga contoh, hasil penelitian menunjukkan bahwa profil contoh mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) pada contoh yang hanya mengikuti

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. penelitian ini. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori Intensi yang

BAB II LANDASAN TEORI. penelitian ini. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori Intensi yang BAB II LANDASAN TEORI Pada bab II akan dibahas mengenai teori yang berkaitan dengan variabel penelitian ini. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori Intensi yang mengacu pada teori dari Icek

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Llabel adalah bagian dari sebuah barang yang berupa keterangan (kata-kata) tentang

BAB II LANDASAN TEORI. Llabel adalah bagian dari sebuah barang yang berupa keterangan (kata-kata) tentang BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Label Halal Label adalah sejumlah keterangan pada kemasan produk. Secara umum, label minimal harus berisi nama atau merek produk, bahan baku,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudah beberapa kali mengalami perubahan. Pada tanggal 1 Maret 2005, BBM jenis Premium dan Solar kembali dinaikkan.

BAB I PENDAHULUAN. sudah beberapa kali mengalami perubahan. Pada tanggal 1 Maret 2005, BBM jenis Premium dan Solar kembali dinaikkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama satu dekade terakhir, kebijakan harga BBM jenis Premium sudah beberapa kali mengalami perubahan. Pada tanggal 1 Maret 2005, pemerintah menaikkan BBM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Diploma, Sarjana, Magister dan Spesialis. Berdasarkan website resmi Universitas X

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Diploma, Sarjana, Magister dan Spesialis. Berdasarkan website resmi Universitas X BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan formal yang mencangkup program pendidikan Diploma, Sarjana, Magister dan Spesialis. Berdasarkan website resmi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran intention dan determinandeterminannya dalam melakukan usaha untuk dapat naik kelas pada siswa kelas XI di SMAN X Bandung ditinjau dari teori planned

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki budaya masing-masing, yang tercermin melalui

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki budaya masing-masing, yang tercermin melalui 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap organisasi memiliki budaya masing-masing, yang tercermin melalui perilaku para anggotanya, para karyawannya, kebijakan-kebijakannya, dan peraturan-peraturannya.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Theory of Planned Behavior

TINJAUAN PUSTAKA. Theory of Planned Behavior TINJAUAN PUSTAKA Theory of Planned Behavior Schiffman dan Kanuk (2004) menyatakan bahwa niat merupakan satu faktor internal (individual) yang memengaruhi perilaku konsumen. Salah satu teori yang membahas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat dibandingkan dengan waktu waktu sebelumnya, misalnya

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat dibandingkan dengan waktu waktu sebelumnya, misalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi yang terjadi sekarang ini sudah sangat berkembang pesat dibandingkan dengan waktu waktu sebelumnya, misalnya yang terdapat pada bidang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. menggunakan perangkat mobile serta jaringan nirkabel (Ayo et al., 2007). Jonker

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. menggunakan perangkat mobile serta jaringan nirkabel (Ayo et al., 2007). Jonker BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Mobile commerce Mobile commerce adalah kegiatan transaksi yang bersifat komersial dengan menggunakan perangkat mobile serta jaringan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Theory of Reasoned Action (Teori Tindakan Beralasan).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Theory of Reasoned Action (Teori Tindakan Beralasan). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Theory of Reasoned Action (Teori Tindakan Beralasan). Theory of Reasoned Action (TRA) pertama kali diperkenalkan oleh Martin Fishbein dan Ajzen dalam Jogiyanto (2007). Teori

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. 2. Rerangka Teori dan Pengembangan Hipotesa

BAB II TINJAUAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. 2. Rerangka Teori dan Pengembangan Hipotesa BAB II TINJAUAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2. Rerangka Teori dan Pengembangan Hipotesa 2. 1. Rerangka Teori 2.1.1 Pengertian Pajak dan Wajib Pajak Menurut UU KUP No. 16 Tahun 2009, pasal 1 ayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan jaman sekarang ini, terdapat perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan jaman sekarang ini, terdapat perkembangan di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan jaman sekarang ini, terdapat perkembangan di beberapa bidang, beberapa diantaranya yaitu bidang teknologi dan transportasi. Dengan adanya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. diperkenalkan oleh Fred D. Davis. Davis et al. (1989) menyebutkan bahwa TAM

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. diperkenalkan oleh Fred D. Davis. Davis et al. (1989) menyebutkan bahwa TAM BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Technology Acceptance Model (TAM) Technology Acceptance Model (TAM) merupakan model yang diperkenalkan oleh Fred D. Davis. Davis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 23 BAB III METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan objek atau subjek pada suatu wilayah yang memenuhi kriteria tertentu sesuai dengan ruang lingkup masalah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsep dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya,

BAB I PENDAHULUAN. konsep dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Definisi dari ilmu pengetahuan yaitu keseluruhan sistem pengetahuan manusia yang telah dibakukan secara sistematis, atau keseluruhan pemikiran, gagasan, ide,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan budaya. Perubahan-perubahan ini turut mempengaruhi proses

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan budaya. Perubahan-perubahan ini turut mempengaruhi proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, Indonesia mengalami berbagai macam perubahan yang terjadi di setiap aspek kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, politik, ekonomi, sosial

Lebih terperinci

Studi Mengenai Kontribusi Determinan Intensi Terhadap Intensi Datang Latihan Pada Anggota Perkusi Komunitas United State Of Bandung Percussion

Studi Mengenai Kontribusi Determinan Intensi Terhadap Intensi Datang Latihan Pada Anggota Perkusi Komunitas United State Of Bandung Percussion Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Mengenai Kontribusi Determinan Intensi Terhadap Intensi Datang Latihan Pada Anggota Perkusi Komunitas United State Of Bandung Percussion 1 Tivanny Salliha P 2

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi tersebut seharusnya kongruen dengan nilai-nilai yang ada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi tersebut seharusnya kongruen dengan nilai-nilai yang ada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Legitimasi Teori legitimasi didasarkan pada adanya fenomena kontak sosial antara sebuah organisasi dengan masyarakat, di mana diperlukan sebuah tujuan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Kontribusi determinan-determinan dari planned behavior terhadap intention dalam melakukan pengiriman barang tepat waktu pada salesman PT X Jakarta. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu sistem nilai yang memuat norma-norma tertentu. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu sistem nilai yang memuat norma-norma tertentu. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki kebebasan dalam memeluk agama. Agama berfungsi sebagai suatu sistem nilai yang memuat norma-norma tertentu. Dalam Encyclopedia of Philosophy,

Lebih terperinci

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan intention dalam melakukan diet pada penderita hiperkolesterolemia di Laboratorium Klinik X Bandung dan juga kontribusi dari determinan-determinan

Lebih terperinci

ASTIA CHOLIDA ABSTRAK

ASTIA CHOLIDA ABSTRAK STUDI MENGENAI INTENSI MENGGUNAKAN KEMASAN AIR MINUM PAKAI ULANG SEBAGAI PERILAKU RAMAH LINGKUNGAN PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN ASTIA CHOLIDA ABSTRAK Kebutuhan air minum adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu manifestasi klinis gangguan peredaran darah otak yang

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu manifestasi klinis gangguan peredaran darah otak yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Stroke merupakan suatu manifestasi klinis gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit neurologis (Aru, 2009). Dari definisi tersebut jelas bahwa

Lebih terperinci

Sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang. objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut

Sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang. objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut 1. Pengertian Sikap Sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut dengan cara tertentu (Calhoun & Acocella,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai kontribusi determinan-determinan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai kontribusi determinan-determinan BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai kontribusi determinan-determinan intention terhadap intention untuk melakukan pola makan sehat dan olahraga pada pasien diabetes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini dinilai sebagai salah satu usaha serius yang dilakukan pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. ini dinilai sebagai salah satu usaha serius yang dilakukan pemerintah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kualitas sumber daya manusia merupakan faktor bagi kemajuan negara, beberapa waktu yang lalu pemerintah indonesia menaikkan anggaran pendidikan, hal ini dinilai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dunia kerja adalah dunia dimana aspek manusia, peralatan dan lingkungan saling berinteraksi. Interaksi ketiganya dapat mempengaruhi kinerja dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bagi konsumen wanita, kosmetik adalah salah satu kebutuhan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Bagi konsumen wanita, kosmetik adalah salah satu kebutuhan yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagi konsumen wanita, kosmetik adalah salah satu kebutuhan yang tidak dapat dihindari. Keinginan mereka yang besar untuk memiliki kulit yang lebih halus dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pada anak bersifat terus menerus. Banyak hal baru diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pada anak bersifat terus menerus. Banyak hal baru diperoleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pada anak bersifat terus menerus. Banyak hal baru diperoleh selama perkembangan sejak dilahirkan dan sesuai keadaan dan tingkatan tahapan perkembangan.

Lebih terperinci

Pertemuan PEMBENTUKAN SIKAP. Mei 2013-YDI

Pertemuan PEMBENTUKAN SIKAP. Mei 2013-YDI Pertemuan 13-14 PEMBENTUKAN SIKAP Mei 2013-YDI Sikap = aptus (bahasa latin) keadaan sehat dan siap melakukan aksi/tindakan Sikap kesiapan fisik yang dapat diamati (arti harafiah) Kesiapan mental & syaraf

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Teori Perilaku Terencana (Theory Of Planned Behavior)

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Teori Perilaku Terencana (Theory Of Planned Behavior) BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Teori Perilaku Terencana (Theory Of Planned Behavior) Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior) merupakan perluasan dari

Lebih terperinci

BAB II DATA UMUM Klinik Kecantikan Pengertian Klinik

BAB II DATA UMUM Klinik Kecantikan Pengertian Klinik BAB II DATA UMUM 2.1. Klinik Kecantikan 2.1.1 Pengertian Klinik (bagian) rumah sakit atau lembaga kesehatan tempat orang berobat dan memperoleh advis medis serta tempat mahasiswa kedokteran melakukan pengamatan

Lebih terperinci

Bab 5. Penutup. 5.1 Kesimpulan

Bab 5. Penutup. 5.1 Kesimpulan Bab 5 Penutup 5.1 Kesimpulan Penelitian ini dilaksanakan untuk menjawab permasalahan mengenai hal-hal yang mempengaruhi minat siswa untuk melajutkan sekolah melalui Teori Planned Behavior seperti yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku merokok merupakan salah satu penyebab yang menimbulkan munculnya berbagai penyakit dan besarnya angka kematian. Hal ini wajar, mengingat setiap tahunnya

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. rumah tangga seringkali dihadapkan pada kejenuhan. Bayangkan, dalam waktu 24

BAB I. Pendahuluan. rumah tangga seringkali dihadapkan pada kejenuhan. Bayangkan, dalam waktu 24 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Menjadi ibu rumah tangga adalah sebuah anugrah yang mulia namun ibu rumah tangga seringkali dihadapkan pada kejenuhan. Bayangkan, dalam waktu 24 jam, selama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya teknologi informasi yang semakin pesat ini, menimbulkan pemikiran baru bagi pelaku bisnis untuk menjalankan bisnisnya agar dapat bersaing dengan pelaku

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif. Sebuah perusahaan dapat terus bertahan jika memiliki sumber daya manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif. Sebuah perusahaan dapat terus bertahan jika memiliki sumber daya manusia 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam dunia kerja, perubahan dan tantangan terus berganti seiring dengan perkembangan industri. Keadaan ini menuntut sebuah perusahaan untuk selalu produktif. Sebuah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Berwirausaha. tindakan dan merupakan unsur yang penting dalam sejumlah tindakan, yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Berwirausaha. tindakan dan merupakan unsur yang penting dalam sejumlah tindakan, yang 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensi Berwirausaha 1. Definisi Intensi Menurut Ancok (1992 ), intensi merupakan niat seseorang untuk melakukan suatu perilaku. Intensi merupakan sebuah istilah yang terkait

Lebih terperinci

NURUL ILMI FAJRIN_ Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

NURUL ILMI FAJRIN_ Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN DENGAN INTENSI BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG NURUL ILMI FAJRIN_11410126 Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi

Lebih terperinci

Nani Dewi S, Widiastuti: Analisis Intensi Mahasiswa Dalam Memilih Universitas Darma Persama (UNSADA) & Ardi Winata Jakarta

Nani Dewi S, Widiastuti: Analisis Intensi Mahasiswa Dalam Memilih Universitas Darma Persama (UNSADA) & Ardi Winata Jakarta ANALISIS INTENSI MAHASISWA DALAM MEMILIH UNIVERSITAS DARMA PERSADA (UNSADA) JAKARTA Nani Dewi Sunengsih Widiastuti Ardi Winata ABSTRACT The purpose of this study was to determine the intentions of the

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui derajat intention dalam pengelolaan diet pada pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Ginjal X Medan dan juga kontribusi dari determinan-determinan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 39 BAB II LANDASAN TEORI A. INTENSI MEMBELI 1. Definisi Intensi Teori perilaku berencana merupakan pendekatan teoritis yang digunakan untuk menjelaskan intensi dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

Hasil pengujian secara simultan masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen dapat dijabarkan sebagai berikut.

Hasil pengujian secara simultan masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen dapat dijabarkan sebagai berikut. PEMBAHASAN Uji Hipotesis Dalam penelitian ini terdapat empat hipotesis yang telah diuji secara simultan dengan menggunakan metode regresi linier berganda. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah variabel

Lebih terperinci

Bab 3. Metode Penelitian

Bab 3. Metode Penelitian Bab 3 Metode Penelitian 3.1 Jenis dan Lokasi Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian mengenai pengujian model Theory Planned Behavior dalam menentukan pengaruh sikap siswa, norma subjektif,

Lebih terperinci

ANALISIS PENERIMAAN NASABAH TERHADAP PRODUK BARU PERBANKAN PermataRancang Dana BANK PERMATA

ANALISIS PENERIMAAN NASABAH TERHADAP PRODUK BARU PERBANKAN PermataRancang Dana BANK PERMATA ANALISIS PENERIMAAN NASABAH TERHADAP PRODUK BARU PERBANKAN PermataRancang Dana BANK PERMATA ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa penerimaan nasabah dalam hal niat menabung mereka pada produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku merokok hampir di setiap sudut kota, baik di ruang - ruang publik

BAB I PENDAHULUAN. perilaku merokok hampir di setiap sudut kota, baik di ruang - ruang publik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Merokok merupakan kegiatan yang sudah tidak asing lagi bagi sebagian besar masyarakat di seluruh dunia. Kita dapat menemukan perilaku merokok hampir di setiap

Lebih terperinci

PERILAKU BERBAGI PENGETAHUAN AKUNTANSI PADA DOSEN AKUNTANSI KOTA BENGKULU: PENDEKATAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR (TPB)

PERILAKU BERBAGI PENGETAHUAN AKUNTANSI PADA DOSEN AKUNTANSI KOTA BENGKULU: PENDEKATAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR (TPB) Jurnal Akuntansi, Ekonomi dan Manajemen Bisnis Vol. 5 No. 1, July 2017, 26-44 E-ISSN: 2548-9836 Article History Received May, 2017 Accepted June, 2017 PERILAKU BERBAGI PENGETAHUAN AKUNTANSI PADA DOSEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biasa disebut academic dishonesty sudah tidak dapat terelakkan lagi di kalangan

BAB I PENDAHULUAN. biasa disebut academic dishonesty sudah tidak dapat terelakkan lagi di kalangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perilaku terhadap pelanggaran, ketidakjujuran, dan penyimpangan akademik atau biasa disebut academic dishonesty sudah tidak dapat terelakkan lagi di kalangan

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. teknologi, dan perubahan gaya hidup manusia modern, maka jenis dan tingkat

LANDASAN TEORI. teknologi, dan perubahan gaya hidup manusia modern, maka jenis dan tingkat II. LANDASAN TEORI 2.1 Arti dan Pentingnya Pemasaran Kegiatan pemasaran adalah kegiatan penawaran suatu produk sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Seiring dengan perkembangan jaman, teknologi,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tekad untuk melakukan aktivitas tertentu atau menghasilkan suatu keadaan

BAB II LANDASAN TEORI. tekad untuk melakukan aktivitas tertentu atau menghasilkan suatu keadaan BAB II LANDASAN TEORI A. INTENSI KNOWLEDGE SHARING 1. Definisi Intensi Intensi, menurut Ajzen dan Fishbein (1980) adalah komponen dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. repository.unisba.ac.id

DAFTAR ISI. repository.unisba.ac.id DAFTAR ISI ABSTRAK... vii KATA PENGANTAR... iii UCAPAN TERIMA KASIH... vi DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...

Lebih terperinci

Pengkuran Perilaku berdasarkan Theory of Planned Behavior

Pengkuran Perilaku berdasarkan Theory of Planned Behavior Pengkuran Perilaku berdasarkan Theory of Planned Behavior Hawa'im Machrus Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Fakultas Psikologi Universitas Padjajaran Abstract This paper aimed to explain the measurement

Lebih terperinci