BAB II LANDASAN TEORI. Melalui proses perkawinan, maka seorang individu membentuk sebuah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. Melalui proses perkawinan, maka seorang individu membentuk sebuah"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI II.A. Commuter Marriage II.A.1. Definisi Commuter Marriage Melalui proses perkawinan, maka seorang individu membentuk sebuah lembaga sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah, kemudian terdapat peran dan status sosial baru sebagai suami atau istri, dimana umumnya dalam keluarga yang baru terbentuk tersebut, suami dan istri tinggal dalam satu rumah bersama dengan anak-anak mereka. Namun, dengan berbagai alasan terdapat keadaan dimana suatu keluarga tidak dapat tinggal satu atap, karena salah satu pasangan harus ditugaskan diluar kota seperti, suami yang harus bekerja misalnya di lepas pantai, atau untuk mempertahankan profesi atau pekerjaan masing-masing pasangan di kota yang berbeda. Pasangan suami istri yang dalam kurun waktu tertentu tingggal terpisah inilah yang dapat dikatakan sebagai pasangan commuter marriage. Commuter sendiri berasal dari kata Commuting yang berarti perjalanan yang selalu dilakukan seseorang antara satu tempat tinggal dengan tempat bekerja atau tempat belajar. Marriage dapat diterjemahkan sebagai perkawinan yaitu pengikatan janji nikah yang dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud mensahkan suatu ikatan (Wikipedia, 2009). 19

2 Dari beberapa definisi tentang commuter marriage, salah satu yang kerap dipakai sebagai acuan adalah definisi dari Gerstel and Gross; Orton and Crossman (dalam, Marriage and Family Encyclopedia 2009). Definisi tersebut adalah sebagai berikut: Commuter marriage is a voluntary arrangement where dualcareer couples maintain two residences in different geographic locations and are separated at least three nights per week for a minimum of three months. Terjemahan: Commuter marriage merupakan keadaan perkawinan yang terbentuk secara sukarela dimana pasangan yang sama-sama bekerja mempertahankan dua tempat tinggal yang berbeda lokasi geografisnya dan (pasangan tersebut) terpisah paling tidak tiga malam per minggu selama minimal tiga bulan. Dari pengertian diatas dapat dikatakan bahwa commuter marriage merupakan kondisi perkawinan dimana pasangan suami istri harus tinggal terpisah secara geografis dalam jangka waktu tertentu, perpisahan tersebut bersifat sementara tidak untuk selamanya. Lebih lanjut lagi, kondisi keterpisahan itu telah diputuskan oleh pasangan suami istri secara sukarela tanpa paksaan pihak lain, bukan karena adanya masalah dalam perkawinan, seperti perceraian. 20

3 Sejalan dengan pernyataan tersebut, Rhodes (2002) menyatakan bahwa commuter marriage adalah: Men and women in dual-career marriages who desire to stay married, but also voluntarily choose to pursue careers to which they feel a strong commitment. They establish separate homes so they can do so. Terjemahan: Pria dan wanita dalam perkawinan dual-career yang ingin tetap berada dalam ikatan perkawinan, tetapi juga secara sukarela memilih untuk tetap berkarir dengan komitmen yang kuat. Mereka memutuskan untuk berpisah rumah sehingga mereka tetap bisa berkarir. Maksud dari pengertian diatas bahwa commuter marriage adalah pasangan suami istri yang sama-sama bekerja dan telah berkomitmen untuk tetapmenjalani karir sambil mempertahankan perkawinannya, dan memilih untuk berpisah tempat tinggal yang merupakan konsekuensi agar mereka dapat menjalani karirnya. Torsina (dalam Ekasari.dkk, 2007), menyatakan bahwa commuter marriage merupakan pernikahan yang karena alasan khusus menyebabkan pasangan suami istri tidak dapat tinggal serumah. Rhodes (2002) juga menambahkan bahwa pasangan yang tinggal di rumah yang berbeda juga disebut commuter marriage. Lebih lanjut dijelaskan bahwa commuter marriage 21

4 merupakan kondisi yang mengharuskan suami dan istri tinggal terpisah karena berbagai alasan khusus, selain karena tuntutan pekerjaan juga dapat disebabkan oleh tuntutan pendidikan, atau keadaan ekonomi keluarga. Jadi meskipun Gerstel and Gross; Orton and Crossman (dalam, Marriage and Family Encyclopedia 2009) dan Rhodes (2002) menyatakan bahwa commuter marriage merupakan pasangan dual career, sebenarnya konsep commuter marriage mencakup lingkup yang lebih luas; bisa pasangan dual career, bisa pasangan single career. Jadi, dari beberapa defenisi yang ada maka peneliti berpendapat bahwa commuter marriage adalah kondisi perkawinan dimana pasangan suami istri secara rela berpisah lokasi tempat tinggal dengan pasangannya karena ada suatu keadaan tertentu, seperti menjalani pekerjaan atau menyelesaikan pendidikan, dilokasi geografis yang berbeda dengan tempat tinggalnya sambil tetap mempertahankan perkawinan mereka. Kondisi commuter marriage tersebut telah disepakati masing-masing pasangan perkawinan. II.A.2. Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Commuter Marriage Ada beberapa faktor utama yg mempengaruhi terjadinya commuter marriage menurut Anderson (1992), yaitu sebagai beikut: a) Meningkatnya jumlah tenaga kerja wanita, dengan banyaknya wanita yang memilih untuk bekerja maka semakin banyak juga pasangan yang menikah yang menjalani commuter marriage. b) Meningkatnya jumlah pasangan yang sama-sama bekerja. Pada saat ini sudah banyak pasangan suami istri yang sama-sama bekerja. Entah 22

5 disebabkan karena tuntuan ekonomi atau gaya hidup, yang meningkatkan kemungkinan keluarga menjalani keadaan commuter. c) Meningkatnya jumlah wanita yang mencari karir dengan training khusus, yang mana mengharuskan mereka untuk tinggal dikota yang berbeda dengan pasangannya d) Faktor lain yang juga mempengaruhi commuter marriage adalah pekerjaan yang menuntut orang untuk berpindah-pindah lokasi geografis mereka harus berpisah dengan pasangannya untuk sementara waktu. Misalnya, salah satu pasangan dituntut untuk bekerja diluar kota untuk sementara waktu dan sementara pasangannya tetap tinggal untuk menjaga anak-anak. Selain faktor yang telah dikemukakan diatas, Mardien & Prihantina (dalam Ekasari.dkk, 2007), juga menjelaskan beberapa faktor penyebab terbentuknya commuter marriage, sebagai berikut : 1. Karir dan pekerjaan. Tuntutan studi dan karir tidak jarang membuat suami istri terpisah oleh jarak. Misalnya istri tidak bisa tinggal bersama dengan suami yang bertugas atau menjalani pendidikan dikota berbeda untuk kurun waktu tertentu, karena harus menjaga anak-anak yang masih sekolah. 2. Tuntutan ekonomi dan pola hidup. Misalnya, untuk individu yang hendak meningkatkan perekonomian keluarga dengan menjadi tenaga kerja di luar negeri. 23

6 3. Penolakan hidup bersama, yaitu istri menolak untuk pindah mengikuti suami dengan berbagai alasan, seperti; suami belum memiliki tempat tinggal sendiri, menunggu harta orangtua atau keluarga, atau menjaga orangtua yang kondisi kesehatanya kurang baik. II.A.3. Jenis - Jenis Commuter Marriage Berikut terdapat beberapa jenis commuter marriage. Menurut Harriett Gross (dalam marriage and family encyclopedia, 2009), ada dua tipe dari pasangan commuter marriage, yaitu: 1. Pasangan adjusting, yaitu pasangan suami istri yang usia perkawinnanya cenderung lebih muda, menjalani commuter marriage di awal pernikahan, dan memiliki sedikit atau tidak ada anak. 2. Pasangan established, yaitu pasangan suami istri yang usia perkawinannya lebih tua, telah lama bersama dalam perkawinan dan memiliki anak yang sudah dewasa yang telah keluar dari rumah. Pasangan established cenderung lebih sedikit mengalami stress dalam commuter marriage daripada pasangan adjusting. Kondisi ini disebabkan oleh perbedaan dalam hal dominasi masalah perkawinan. Trust menjadi masalah yang lebih besar bagi pasangan adjusting, sementara mempertahankan kenikmatan dalam hubungan menjadi masalah utama pasangan established. Dalam pernyataan diatas telah disebutkan bahwa pasangan adjusting lebih sering mengalami stress. Hal ini disebabkan karena mereka mengalami 24

7 kecemasan yang lebih besar ketika mereka akan tinggal terpisah di kota yang berbeda, dan memandang bahwa keadaan tersebut akan membahayakan keutuhan perkawinan mereka. Begitu juga halnya dengan trust, yang menjadi masalah besar bagi pasangan adjusting. Hal ini disebabkan karena pasangan ini menjalani commuter marriage di tahap awal perkawinan, dimana diantara mereka belum tercipta keyakinan sepenuhnya. Akibatnya, timbul rasa takut kehilangan keintiman antara suami istri dalam menjalani rutinitas sehari-hari yang baru mereka jalani. II.B. TRUST II.B.1 Definisi Trust Dari beberapa definisi tentang trust, salah satunya adalah dari American Heritage Dictionary (dalam Geller, 1999). Dikatakan bahwa trust is "confidence in the integrity, ability, character, and truth of a person or thing". Terjemahan bebas: Trust merupakan keyakinan akan integritas, kemampuan, karakter dan kebenaran dari seseorang atau sesuatu. Dalam pengertian diatas terlihat bahwa trust merupakan keyakinan atau kepercayaan satu pihak akan integritas, kemampuan, karakter dan kebenaran yang dimiliki oleh pihak lain. Jadi trust menyangkut dua pihak, pihak pertama memiliki trust yang ditujukan kepada pihak kedua. Pihak pertama memberikan kepercayaan terhadap kemampuan atau kebenaran dari pihak kedua. Sealain itu, menurut Worchel (dalam, Lau & Lee 1999) trust merupakan kesediaan (willingness) individu untuk menggantungkan dirinya pada pihak lain 25

8 dengan resiko tertentu. Sedangkan, Moorman, Deshpande, dan Zaltman (dalam Darsono, 2008) mendefinisikan trust sebagai kesediaan (willingness) individu untuk menggantungkan dirinya pada pihak lain yang terlibat dalam pertukaran informasi karena individu mempunyai keyakinan (confidence) kepada pihak lain tersebut. Seperti yang tergambar pada definisi-definisi diatas, resiko terjadi karena adanya ketidak selarasan keyakinan dengan kenyataan. Misalnya, pihak lain yang dipercaya mengkhianati kepercayaan yang diberikan, bahwa integritas, kemampuan, karakter dan kebenaran pihak lain tersebut tidak sesuai dengan kenyataan. Hal ini juga selaras dengan pernyataan, Lewis dan Weigert (dalam Lau dan Lee, 1999) bahwa trust merupakan keyakinan yang penuh resiko. Sesuai dengan pandangan Boon dan Holmes (dalam Lau dan Lee, 1999), yang mendefinisikan trust sebagai tahapan yang melibatkan keyakinan akan adanya pengharapan positip tentang motif orang lain dan respek terhadap orang lain dalam situasi yang beresiko. Dari pernyataan tersebut terlihat bahwa dalam mempercayai orang lain terdapat suatu resiko. Bila seseorang memberikan kepercayaan kepada orang lain, maka ia juga akan menghadapi resiko bahwa kepercayaannya tersebut tidak terpenuhi. Jadi, dari beberapa definisi yang telah disampaikan diatas maka peneliti berpendapat bahwa trust adalah keyakinan dan kesediaan seseorang untuk mempercayai integritas, kemampuan, karakter dan kebenaran yang dimiliki oleh pihak lain. Dalam mempercayai pihak lain tersebut terdapat resiko harapan dan kepercayaanya tidak terpenuhi. Dalam mempercayai seseorang ada dua hal yang 26

9 terjadi yaitu kemampuan untuk mempercayai orang lain dan kesedian untuk mengambil resiko. II.B.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Trust Kepercayaan kita terhadap pihak lain dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Rakhmat (1992), ada tiga faktor yang berhubungan dengan trust, yaitu : a. Karakteristik dan maksud orang lain. Orang akan menaruh kepercayaan kepada seseorang yang dianggap memiliki kemampuan, keterampilan atau pengalaman. Trust dipengaruhi oleh persepsi kita terhadap maksud atau keinginan orang lain dalam hubungannya dengan maksud atau keinginan kita. Kita akan percaya pada orang yang mempunyai maksud atau keinginan yang sama dengan kita. b. Hubungan kekuasaan. Trust tumbuh apabila orang-orang mempunyai kekuasaan terhadap orang lain. Bila saya tahu bahwa anda akan patuh dan tunduk kepada saya, saya akan mempercayai anda. c. Sifat dan kualitas komunikasi. Bila komunikasi bersifat terbuka, maksud dan tujuan sudah jelas, bagi kedua pihak maka trust berkembang dengan baik. Selain itu ada bebrapa faktor utama yang dapat menumbuhkan trust yakni mengembangkan komunikasi yang didasarkan pada sikap percaya: menerima, empati dan kejujuran. Menerima adalah sikap yang melihat orang lain sebagai manusia, sebagai individu yang patut dihargai. Menerima bukan berarti menyetujui semua prilaku 27

10 orang lain atau rela menanggung akibat-akibat perilakunya, karena bisa saja individu tidak menyetujui perilaku pihak lain tersebut karena pihak lain itu sebagai manusia yang patut dihargai. Menerima berarti tidak menilai pribadi orang hanya berdasarkan perilakunya yang kita senangi saja (Rakhmat, 1992). Empati adalah faktor kedua yang menumbuhkan trust pada diri orang lain. Menurut Hogg & Vaughan (2002), empati adalah kemampuan untuk merasakan pengalaman orang lain baik itu emosi, sikap dan perasaan orang lain. Kejujuran adalah faktor ketiga yang menumbuhkan trust. Kita tidak menaruh kepercayaan kepada orang yang tidak jujur atau sering menyembunyikan pikiran dan pendapatnya. Kita menaruh kepercayaan kepada orang yang terbuka, atau tidak mempunyai pretense yang dibuat-buat. Kejujuran menyebabkan prilaku kita dapat diduga. Ini mendorong orang lain untuk percaya kepada kita (Rakhmat, 1992). II.B.3 Jenis-jenis Trust Menurut Johnson, George & Swap (dalam Feldman, 1995), trust dibagi dalam dua bentuk yaitu : a. Reliability trust Reliabilitas trust merupakan rasa percaya yang didasari harapan bahwa pasangan akan melakukan apa yang telah pasangannya katakan. b. Emotional trust Emotional trust terjadi ketika rasa percaya terbentuk karena ikatan emosional yang terbentuk. Seseorang merasa bahwa pasangannya terikat 28

11 secara emosional dengannya dan perasaan emosional tersebut dapat menghubungkan kedua pasangan. II.B.4 Komponen Trust Menurut Johnson & Johnson (1997) komponen trust meliputi untuk dapat percaya (trusting) dan dapat dipercaya (trustworthy). Trusting mencakup keterbukaan (openness) dan saling berbagi (sharing), dan trustworthy mencakup penerimaan (acceptance), dukungan (support) serta niat untuk bekerjasama (cooperative intentions) Yang dimaksud dengan tingkah laku trusting adalah : 1. Kemauan untuk mengambil resiko terhadap akibat yang baik ataupun buruk. 2. Perilaku yang melibatkan keterbukaan diri dan kemauan untuk diterima dan didukung secara terbuka oleh orang lain. Aspek-aspek trusting adalah : 1. Openness yaitu kesediaan membagi informasi, ide-ide, pemikiran, perasaan dan reaksi mengenai isu-isu yang terjadi. 2. Sharing yaitu menawarkan bantuan material dan sumber daya kepada orang lain dengan tujuan untuk membantu pihak lain menuju penyelesaian tugas. Yang dimaksud dengan tingkah laku trustworthy adalah : 1. Kemampuan untuk merespon terhadap resiko yang telah diambil orang lain yang meyakinkan bahwa orang tersebut akan menerima akibat yang baik. 29

12 2. Perilaku yang melibatkan penerimaan terhadap kepercayaan orang lain. Aspek-aspek trustworthy adalah : 1. Acceptance yaitu melakukan komunikasi dengan orang lain dan menghargai pendapat mereka tentang suatu hal yang sedang dibicarakan. 2. Support yaitu komunikasi dengan orang lain diketahui kemampuannya dan percaya bahwa dia mempunyai kapabilitas yang dibutuhkan. 3. Cooperative intentions yaitu harapan bahwa seseorang dapat bekerja sama dan bahwa orang lain juga dapat bekerja sama untuk mencapai pemenuhan tujuan. Penerimaan (acceptance) mungkin merupakan komponen yang pertama dan paling dalam yang muncul dalam suatu hubungan. Acceptance terhadap orang lain biasanya disertai dengan acceptance terhadap diri sendiri. Seorang individu harus dapat menerima diri mereka sendiri sebelum mereka dapat sepenuhnya menerima orang lain. Jika seseorang merasa tidak diterima, maka frekuensi dan partisipasinya dalam berhubungan dengan orang lain akan berkurang. Untuk membangun trust dan memperdalam hubungan dengan orang lain, setiap individu harus bisa mengkomunikasikan acceptance, support dan cooperativeness (Johnson & Johnson, 1997). Menurut Johnson & Johnson (1997), kunci membangun dan mempertahankan trust adalah menjadi trustworthy. Semakin tinggi acceptance dan supportive seseorang terhadap orang lain, maka orang lain akan semakin dapat mengemukakan pemikirannya, ide-ide, kesimpulan-kesimpulan, perasaan dan reaksinya. Semakin trustworthy seseorang dalam merespon keterbukaan 30

13 orang lain, maka semakin dalam dan personal pemikiran yang akan dibagikan orang lain. Jika seseorang ingin meningkatkan trust maka trustworthiness harus ditingkatkan. Keterampilan utama yang penting dalam mengkomunikasikan acceptance, support dan cooperativeness melibatkan pengekspresian kehangatan, pengertian yang akurat dan keinginan bekerja sama. Ada bukti-bukti yang menyatakan bahwa ekspresi semacam itu dapat meningkatkan trust dalam suatu hubungan bahkan ketika ada konflik yang tidak terselesaikan antara individu yang terlibat (Johnson & Johnson, 1997). II.B.5 Membangun Trust The Dynamics of Interpersonal Trust High acceptance, support, and cooperativeness Low acceptance, support, and cooperativeness High openness Trusting Trusting and sharing Person A Confirmed Person A Disconfirmed Trustworthy Untrustworthy Person B Person B Low openness and sharing Person A Confirmed Distrusting No risk Person A No risk Distrusting No risk Trustworthy Untrustworthy Person B Person B Disconfirmed No risk figure 1.1 The dynamics of interpersonal trust (Johnson & Johnson, 1997) 31

14 Johnson & Johnson (1997) mengatakan bahwa untuk dapat membangun hubungan secara efektif dan mencapai hasil maksimal, setiap individu harus mengembangkan hubungan trust yang saling menguntungkan. Trust dibangun melalui tahap-tahap trusting dan trustworthy. Misalnya jika seseorang (A) mengambil resiko untuk membuka diri, dia mungkin akan mendapat konfirmasi ataupun tidak, tergantung pada apakah individu (B) merespon dengan penerimaan atau penolakan. Jika individu (B) mengambil resiko dengan penerimaan atau kooperatif, dia juga akan mendapat konfirmasi ataupun tidak, tergantung apakah individu tadi (A) terbuka atau tertutup. Jika individu menyatakan pendapatnya dan tidak menerima penerimaan yang dibutuhkannya, maka individu tersebut mungkin akan menarik diri dari hubungan yang sudah terjalin tersebut. jika individu diterima, ia akan tetap mengambil resiko dengan berani terbuka mengenai apa yang dipikirkan dan dilihatnya sehingga dapat mengembangkan hubungannya dengan orang lain. Interpersonal trust dibangun dengan resiko dan konfirmasi serta dihancurkan dengan resiko dan diskonfirmasi. Tanpa resiko tidak akan ada trust, dan hubungan tersebut tidak akan mengalami perkembangan. Langkah-langkah dalam membangun trust adalah sebagai berikut : 1. Individu A mengambil resiko dengan mengemukakan pemikirannya, informasi, kesimpulan, perasaan dan reaksi terhadap suatu situasi kepada individu B. 2. Individu B merespon dengan acceptance, support dan cooperativeness serta membahas keterbukaan individu A dengan mengemukakan 32

15 pemikirannya, informasi, kesimpulan dan perasaan serta reaksi terhadap suatu situasi kepada individu A. Cara lain membangun trust adalah : 1. Individu B mengkomunikasikan acceptance, support, dan cooperativeness terhadap individu A. 2. Individu A merespon dan mengemukakan pemikirannya, informasi, kesimpulan, perasaan dan reaksi terhadap situasi kepada individu B. II.B.6 Menurunkan Trust Untuk meningkatkan trust, seseorang harus membuka diri dan mau dikritik untuk melihat apakah orang lain menyalahgunakan hal tersebut. Banyak percobaan yang diperlukan sebelum tingkat trust antara dua orang menjadi sangat tinggi. Hanya sekali pengkhianatan untuk membangun distrust, dan sekali distrust terbangun, maka distrust tersebut akan secara ekstrim melakukan perlawanan terhadap perubahan. Distrust sulit untuk berubah karena data menimbulkan suatu persepsi bahwa walaupun seseorang berusaha untuk memperbaiki diri, pengkhianatan akan berulang kembali di masa yang akan datang (Johnson & Johnson, 1997). Terbentuknya distrust merupakan hal negatif karena beberapa alasan. Pertama ketika seseorang distrust kepada orang lain, maka hubungan yang dibangun akan sia-sia (Kerr, dalam Johnson & Johnson, 1997). Kedua, ketika individu tidak memiliki trust satu dengan yang lainnya mereka sering berlombalomba untuk mempertahankan keinginan mereka sendiri. Ketiga, distrust dapat 33

16 meningkatkan konflik yang destruktif antara seorang individu dengan individu lain (Johnson & Johnson, 1997). Ada tiga jenis perilaku yang dapat menurunkan trust dalam suatu hubungan (Johnson & Johnson, 1997). Pertama, adanya penolakan, ejekan dan tidak menghargai sebagai respon terhadap keterbukaan orang lain. Membuat lelucon yang merugikan orang lain, menertawakan saat seseorang membuka diri, menghakimi perilakunya, atau menjadi diam merupakan cara untuk menyampaikan penolakan dan dapat merusak trust dalam hubungan. Kedua, tidak adanya openness yang timbal balik. Jika seseorang tertutup dan seseorang lagi terbuka, maka trust tidak akan terjadi. Terakhir, adalah menolak untuk mengemukakan pemikiran, informasi, saran, perasaan dan reaksi setelah orang lain telah menunjukan adanya acceptance, support dan cooperativeness. II. C. Gambaran Trust Pada Istri yang Menjalani Commuter Marriage Bagi kebanyakan orang, hubungan perkawinan dipandang sebagai hubungan yang sangat intim dan merupakan hubungan yang berlangsung lama bila dibandingkan dengan semua hubungan dekat yang ada (Lemme, 1995). Dari hasil penelitian tentang perkawinan, kualitas perkawinan yang baik ditandai oleh komunikasi yang baik, keintiman dan kedekatan, seksualitas, kejujuran dan kepercayaan yang kesemuanya itu menjadi sangat penting untuk menjalin relasi perkawinan yang memuaskan (dalam Sadarjoen, 2005). Dalam perkawinan jarak jauh atau commuter marriage, trust dan komitmen cenderung dinilai tinggi bagi pasangan yang berhasil 34

17 menegosiasikannya (Maines, 1993). Dalam perkawinan commuter ini juga diperlukan trust, kejujuran dan kesetiaan. Apabila salah satu pasangan mulai tidak jujur dan tidak percaya maka pasangan yang lain akan sendirinya merasa tidak aman dan tidak nyaman (Sadarjoen, 2007). Keberhasilan yang sangat penting dalam commuter marriage adalah dasar kepercayaan atau trust, dukungan dari pasangan, komitmen yang kuat pada perkawinan dan pasangan, dan komunikasi yang terbuka antara pasangan (Farris, 1978). Kepercayaan atau trust sendiri merupakan aspek penting dalam semua hubungan, terutama dalam hubungan perkawinan. Menurut Hendrick & Hendrick (1992) trust merupakan faktor yang diperlukan untuk tercapainya hubungan yang sukses. Menurut Johnson & Johnson (1997), trust merupakan aspek dalam suatu hubungan secara terus menerus berubah serta bervariasi. Henslin (dalam King, 2002) memandang trust sebagai harapan dan kepercayaan individu terhadap reliabilitas orang lain. Pondasi dari trust meliputi saling menghargai satu dengan yang lainnya dan menerima adanya perbedaan (Carter, 2001). Individu yang memiliki trust tinggi cenderung lebih disukai, lebih bahagia, dianggap lebih menarik oleh pasangannya, lebih mudah beradaptasi, dan dianggap sebagai orang yang paling dekat dibandingkan individu yang memiliki trust rendah (Marriages, 2001). Menurut Johnson & Johnson (1997) tingkat trust dalam sebuah hubungan dapat berubah sesuai dengan kemampuan dan kemauan setiap orang untuk dapat percaya (trusting) dan dapat dipercaya (trustworthy). Dalam commuter marriage sendiri, trust menjadi masalah besar bagi pasangan adjusting karena pasangan ini 35

18 menjalani commuter marriage di awal perkawinan dimana diantara mereka belum tercipta keyakinan sepenuhnya. Roehling & Bultman (2002) menjelaskan bahwa pasangan yang tidak tinggal bersama anak-anak dapat fokus pada karir, namun pasangan lain, biasanya istri yang tinggal dengan anak merasakan peran sebagai orang tua tunggal. Oleh sebab itu, kehidupan istri menjadi lebih kompleks dan merasakan peran sebagai orang tua tunggal. Dalam commuter marriage kurangnya kehadiran pasangan dan terhambatnya kontak nonverbal juga dapat mempengaruhi keintiman pasangan (Scoot, 2002). Menurut Thompson & Walker (dalam Papalia, 2003) pada wanita keintiman memerlukan adanya rasa saling berbagi perasaan dan kepercayaan. 36

BAB II PERSPEKTIF TEORITIS. suami atau istri, dimana umumnya dalam keluarga yang baru tersebut

BAB II PERSPEKTIF TEORITIS. suami atau istri, dimana umumnya dalam keluarga yang baru tersebut BAB II PERSPEKTIF TEORITIS A. Commuter Marriage 1. Definisi Commuter Marriage Melalui proses perkawinan, maka seorang individu membentuk sebuah lembaga sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan

PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan PENDAHULUAN I.A. Latar belakang Perkawinan merupakan salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan seseorang, disamping siklus lainnya seperti kelahiran, perceraian, atau kematian (Pangkahila, 2004).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rumah tangga sudah tentu terdapat suami dan istri. Melalui proses perkawinan, maka seseorang individu membentuk sebuah miniatur dari organisasi sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dari lahir, masa kanakkanak,

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dari lahir, masa kanakkanak, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya, akan mengalami banyak perubahan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dari lahir, masa kanakkanak, masa remaja, masa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tekad untuk melakukan aktivitas tertentu atau menghasilkan suatu keadaan

BAB II LANDASAN TEORI. tekad untuk melakukan aktivitas tertentu atau menghasilkan suatu keadaan BAB II LANDASAN TEORI A. INTENSI KNOWLEDGE SHARING 1. Definisi Intensi Intensi, menurut Ajzen dan Fishbein (1980) adalah komponen dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 29 BAB II LANDASAN TEORI II. A. KEPERCAYAAN (TRUST) II. A.1. Definisi Kepercayaan (Trust) Kepercayaan (trust) menggambarkan tindak keyakinan seseorang kepada orang lain untuk melakukan sesuatu dalam cara-cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan individu di samping siklus kehidupan lainnya seperti kelahiran, perceraian, atau kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak perubahan dimana ia harus menyelesaikan tugas-tugas perkembangan, dari lahir, masa kanak-kanak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga usia lanjut. Tahap yang paling panjang

BAB I PENDAHULUAN. bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga usia lanjut. Tahap yang paling panjang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia mengalami perkembangan seumur hidupnya. Perkembangan ini akan dilalui melalui beberapa tahap. Setiap tahap tersebut sangat penting dan kesuksesan di suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan menyiptakan laki-laki dan perempuan sebagai makhluk yang

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan menyiptakan laki-laki dan perempuan sebagai makhluk yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuhan menyiptakan laki-laki dan perempuan sebagai makhluk yang berbeda mulai dari gender hingga tuntutan sosial yang masing-masing diemban. Meskipun memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari proses kematangan dan pengalaman dalam hidupnya. Perubahan-perubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari proses kematangan dan pengalaman dalam hidupnya. Perubahan-perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia selalu mengalami serangkaian perubahan yang terjadi akibat dari proses kematangan dan pengalaman dalam hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut dinamakan perkembangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1952; klemer, 1970, (Ardhianita & Andayani, 2004) diperoleh dari suatu hubungan dengan tingkat perbandingan.

BAB II KAJIAN TEORI. 1952; klemer, 1970, (Ardhianita & Andayani, 2004) diperoleh dari suatu hubungan dengan tingkat perbandingan. 12 BAB II KAJIAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Devinisi Kepuasan Pernikahan Kepuasan merupakan suatu hal yang di hasilkan dari penyesuaian antara yang terjadi dengan yang di harapkan, atau perbandingan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. terhadap hubungan pernikahan yang cenderung berubah sepanjang perjalanan

BAB II LANDASAN TEORI. terhadap hubungan pernikahan yang cenderung berubah sepanjang perjalanan BAB II LANDASAN TEORI A. KEPUASAN PERNIKAHAN 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami istri terhadap hubungan pernikahan yang cenderung berubah sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

Gambaran Trust Pada Pasangan Suami-Istri yang Menjalani Commuter Marriage Tipe Adjusting dengan Usia Pernikahan 0-5 Tahun.

Gambaran Trust Pada Pasangan Suami-Istri yang Menjalani Commuter Marriage Tipe Adjusting dengan Usia Pernikahan 0-5 Tahun. Gambaran Trust Pada Pasangan Suami-Istri yang Menjalani Commuter Marriage Tipe Adjusting dengan Usia Pernikahan 0-5 Tahun. Mutiara Amanah Dibimbing Oleh : Langgersari Elsari Novianti, S.Psi, M.Psi ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Menurut Willmot & Hocker (2001), konflik adalah suatu ekspresi. campur tangan dari pihak lain dalam mencapai tujuan mereka.

BAB 2 LANDASAN TEORI. Menurut Willmot & Hocker (2001), konflik adalah suatu ekspresi. campur tangan dari pihak lain dalam mencapai tujuan mereka. BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konflik pada perkawinan Menurut Willmot & Hocker (2001), konflik adalah suatu ekspresi pertentangan dari sekurang-kurangnya dua orang yang saling bergantung yang tujuannya saling

Lebih terperinci

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Konsep Teoritis. Hal ini disebabkan penggunaan makna kepercayaan akan berbeda disetiap bahasa

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Konsep Teoritis. Hal ini disebabkan penggunaan makna kepercayaan akan berbeda disetiap bahasa BAB II: TINJAUAN PUSTAKA A. Penjelasan Konsep Teoritis 1. Kepercayaan (trust) Pengertian kepercayaan sampai saat ini masih banyak yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan penggunaan makna kepercayaan akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan impian setiap manusia, sebab perkawinan dapat membuat hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan impian setiap manusia, sebab perkawinan dapat membuat hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan unsur penting dalam kehidupan manusia. Tujuan perkawinan adalah mendapatkan kebahagiaan, cinta kasih, kepuasan, dan keturunan. Menikah dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rentang usia dewasa awal. Akan tetapi, hal ini juga tergantung pada kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. rentang usia dewasa awal. Akan tetapi, hal ini juga tergantung pada kesiapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tugas perkembangan manusia pada masa dewasa. Pernikahan idealnya dimulai ketika individu berada pada rentang usia dewasa awal.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepercayaan Terhadap Pasangan. 1. Pengertian Kepercayaan Terhadap Pasangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepercayaan Terhadap Pasangan. 1. Pengertian Kepercayaan Terhadap Pasangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepercayaan Terhadap Pasangan 1. Pengertian Kepercayaan Terhadap Pasangan Worchel (dalam Lau & Lee, 1999) mengungkapkan bahwa kepercayaan merupakan kesediaan ( willingness) individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Seiring dengan berkembangnya zaman manusia untuk mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Seiring dengan berkembangnya zaman manusia untuk mempertahankan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya zaman manusia untuk mempertahankan hidup adalah dengan peningkatan ekonomi. Didalam orang yang sudah berkeluarga tentunya mempunyai berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan wanita yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. dengan wanita yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pernikahan merupakan ikatan dan janji bersama seumur hidup antara pria dengan wanita yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga bersama. Duvall

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada usia dewasa awal tugas perkembangan yang harus diselesaikan adalah intimacy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk menjalin suatu hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu proses penyatuan dua individu yang memiliki komitmen berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan 1 BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan setiap individu. Hal tersebut menjadi suatu kabar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tugas perkembangan individu dewasa adalah merasakan ketertarikan terhadap lawan jenis yang akan menimbulkan hubungan interpersonal sebagai bentuk interaksi

Lebih terperinci

PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA ISTRI YANG MENJALANI COMMUTER MARRIAGE TIPE ADJUSTING NURI SABILA MUSHALLIENA ABSTRAK

PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA ISTRI YANG MENJALANI COMMUTER MARRIAGE TIPE ADJUSTING NURI SABILA MUSHALLIENA ABSTRAK PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA ISTRI YANG MENJALANI COMMUTER MARRIAGE TIPE ADJUSTING NURI SABILA MUSHALLIENA ABSTRAK Perkawinan saat ini diwarnai dengan gaya hidup commuter marriage. Istri yang menjalani

Lebih terperinci

MANAJEMEN KONFLIK ANTARPRIBADI PASANGAN SUAMI ISTRI BEDA AGAMA

MANAJEMEN KONFLIK ANTARPRIBADI PASANGAN SUAMI ISTRI BEDA AGAMA MANAJEMEN KONFLIK ANTARPRIBADI PASANGAN SUAMI ISTRI BEDA AGAMA Penyusun Nama : Asteria Agustin NIM : D2C 007 012 JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal (young adulthood) adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. 1. Rekap Tema dan Matriks Antar Tema

BAB V HASIL PENELITIAN. 1. Rekap Tema dan Matriks Antar Tema BAB V HASIL PENELITIAN A. Rangkuman Hasil Penelitian 1. Rekap Tema dan Matriks Antar Tema Berdasarkan hasil wawancara yang telah dipilah dan dikategorisasikan dan dilakukan penyeleksian, didapatkan tema

Lebih terperinci

GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN ISTRI PADA PASANGAN COMMUTER MARRIAGE. Liza Marini1 dan Julinda2 Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN ISTRI PADA PASANGAN COMMUTER MARRIAGE. Liza Marini1 dan Julinda2 Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN ISTRI PADA PASANGAN COMMUTER MARRIAGE Liza Marini1 dan Julinda2 Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Kehidupan pekerjaan saat ini sangat dipengaruhi oleh globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kesatuan yang semakin maju dan berkembang.kondisi tersebut menuntut masyarakat pada setiap tahap rentang kehidupannya untuk meneruskan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja ditandai oleh perubahan yang besar diantaranya kebutuhan untuk beradaptasi dengan perubahan fisik dan psikologis, pencarian identitas dan membentuk hubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini terbagi atas empat sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai komunikasi sebagai media pertukaran informasi antara dua orang atau lebih. Sub bab kedua membahas mengenai

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan PEDOMAN WAWANCARA I. Judul Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan pada pria WNA yang menikahi wanita WNI. II. Tujuan Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Pada masa ini, individu dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak perubahan di mana ia harus menyelesaikan tugastugas perkembangan, dari lahir, masa kanak-kanak, masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan sumber-sumber ekonomi (Olson and defrain, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan sumber-sumber ekonomi (Olson and defrain, 2006). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia akan mengalami peristiwa penting dalam hidupnya, salah satunya adalah momen perkawinan dimana setiap orang akan mengalaminya. Manusia diciptakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antara individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber masalah produktivitas individu. Kepercayaan dalam hampir

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber masalah produktivitas individu. Kepercayaan dalam hampir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Fenomena yang terjadi saat ini menunjukan bahwa krisis kepercayaan menjadi sumber masalah produktivitas individu. Kepercayaan dalam hampir setiap lembaga masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama seperti halnya tahap-tahap perkembangan pada periode sebelumnya, pada periode ini, individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang di dalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompetensi Interpersonal 2.1.2 Definisi Kompetensi Interpersonal Sebagaimana diungkapkan Buhrmester, dkk (1988) memaknai kompetensi interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PEDOMAN WAWANCARA

LAMPIRAN I PEDOMAN WAWANCARA 166 LAMPIRAN I PEDOMAN WAWANCARA 167 PEDOMAN WAWANCARA Aspek-aspek yang akan menjadi pertanyaan adalah sebagai berikut : 1. Latar belakang kehidupan perkawinan responden 2. Masalah-masalah yang muncul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan-hubungan yang terjalin tersebut dapat berupa pertemanan, persahabatan, pacaran dan hubungan perkawinan.

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan-hubungan yang terjalin tersebut dapat berupa pertemanan, persahabatan, pacaran dan hubungan perkawinan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu melakukan interaksi dengan makhluk sosial lainnya. Dalam kehidupannya untuk menjalin hubungan-hubungan dengan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan bersatunya dua orang ke dalam suatu ikatan yang di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta meneruskan keturunan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan seksual merupakan kebutuhan manusia sejalan dengan tingkat pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan seksual merupakan kebutuhan manusia sejalan dengan tingkat pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan seksual merupakan kebutuhan manusia sejalan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan seseorang. Hubungan seksual yang dilakukan terutama bersama pasangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan jarak jauh (long distance relationship) Pengertian hubungan jarak jauh atau sering disebut dengan long distance relationship adalah dimana pasangan dipisahkan oleh jarak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi keluarga adalah komunikasi interpersonal yang sangat penting.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi keluarga adalah komunikasi interpersonal yang sangat penting. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi keluarga adalah komunikasi interpersonal yang sangat penting. Dengan memahami bentuk, fungsi, dan proses dari komunikasi keluarga, kita dapat memahami bagaimana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.A. Komitmen Organisasi II.A.1. Definisi Komitmen Organisasi Streers dan Porter (1991) mengemukakan bahwa komitmen merupakan suatu keadaan individu dimana individu menjadi sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat keterikatan secara

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN A. Rangkuman Hasil Penelitian Ketiga subjek merupakan pasangan yang menikah remaja. Subjek 1 menikah pada usia 19 tahun dan 18 tahun. Subjek 2 dan 3 menikah di usia 21 tahun dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suami-istri yang menjalani hubungan jarak jauh. Pengertian hubungan jarak jauh atau

BAB I PENDAHULUAN. suami-istri yang menjalani hubungan jarak jauh. Pengertian hubungan jarak jauh atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu yang biasanya didapatkan setelah menikah adalah menikmati kebersamaan dengan pasangan. Karakteristik ini tidak kita temukan pada pasangan suami-istri yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompetensi Interpersonal Sebagaimana diungkapkan Buhrmester, dkk (1988) memaknai kompetensi interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam membina hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seorang wanita yang memilih untuk menikah dengan prajurit TNI bukanlah hal yang mudah, wanita tersebut harus memiliki komitmen yang kuat dalam hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perceraian merupakan suatu perpisahan secara resmi antara pasangan suami-istri dan berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar waktunya. Walaupun berbeda, pekerjaan dan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar waktunya. Walaupun berbeda, pekerjaan dan keluarga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pekerjaan dan keluarga adalah dua area dimana manusia menghabiskan sebagian besar waktunya. Walaupun berbeda, pekerjaan dan keluarga interdependent satu sama lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan mengalami masa transisi peran sosial, individu dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia. Pernikahan pada dasarnya menyatukan dua pribadi yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama.

Lebih terperinci

KOMUNIKASI ADAPTASI KELUARGA DALAM REMARRIAGE SUMMARY SKRIPSI. Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1.

KOMUNIKASI ADAPTASI KELUARGA DALAM REMARRIAGE SUMMARY SKRIPSI. Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1. KOMUNIKASI ADAPTASI KELUARGA DALAM REMARRIAGE SUMMARY SKRIPSI Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 25 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Bahagia Suami Istri 1. Definisi Bahagia Arti kata bahagia berbeda dengan kata senang. Secara filsafat kata bahagia dapat diartikan dengan kenyamanan dan kenikmatan spiritual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pernikahan atau perkawinan adalah suatu kejadian dimana dua orang yang saling mengikat janji, bukan hanya didepan keluarga dan lingkungan sosial melainkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dapat diartikan sebagai sebuah ikatan lahir batin seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 101 BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian ini merupakan sebuah upaya untuk memperoleh gambaran mengenai kebutuhan intimacy melalui wawancara mendalam. Berdasarkan hasil analisis,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah 7 TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah Duvall (1971) menyatakan bahwa kesiapan menikah adalah laki-laki maupun perempuan yang telah menyelesaikan masa remajanya dan siap secara fisik, emosi, finansial, tujuan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Definisi Kepuasan Pernikahan Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap hubungan pernikahan yang cenderung berubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun. Pada masa ini, orang-orang mencari keintiman emosional dan fisik

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun. Pada masa ini, orang-orang mencari keintiman emosional dan fisik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal merupakan waktu perubahan dramatis dalam hubungan personal. Hal tersebut dikarenakan banyaknya perubahan yang terjadi pada individu di masa

Lebih terperinci

Written by Daniel Ronda Saturday, 08 February :22 - Last Updated Wednesday, 29 October :08

Written by Daniel Ronda Saturday, 08 February :22 - Last Updated Wednesday, 29 October :08 Oleh Daniel Ronda Zaman sekarang pria dan wanita mendapat peluang yang sama dalam karir dan kesempatan, sehingga pria dan perempuan bekerja bersama dan melakukan interaksi yang intens dalam tugas. Bahkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Perkawinan 1. Pengertian Penyesuaian Perkawinan Konsep penyesuaian perkawinan menuntut kesediaan dua individu untuk mengakomodasikan berbagai kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

2016 HUBUNGAN ANTARA FAMILY RESILIENCE DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PNS WANITA DI KOTA BANDUNG

2016 HUBUNGAN ANTARA FAMILY RESILIENCE DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PNS WANITA DI KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari skripsi yang akan membahas beberapa hal terkait penelitian, termasuk latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 149 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-being pada wanita dewasa muda yang menjadi istri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hidup manusia dialami dalam berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar mahasiswa strata satu adalah individu yang memasuki masa dewasa awal. Santrock (2002) mengatakan bahwa masa dewasa awal adalah masa untuk bekerja

Lebih terperinci

KOMITMEN PERNIKAHAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI YANG SUAMINYA MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung

KOMITMEN PERNIKAHAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI YANG SUAMINYA MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung KOMITMEN PERNIKAHAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI YANG SUAMINYA MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) Eneng Nurlaili Wangi 1, Yunikeu Gusnendar 2 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung 1,2 Email

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita yang bernama Mimi, usia 21 tahun, sudah menikah selama 2 tahun dan memiliki 1 orang anak, mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara sosial, biologis maupun

Lebih terperinci

(Elisabeth Riahta Santhany) ( )

(Elisabeth Riahta Santhany) ( ) 292 LAMPIRAN 1 LEMBAR PEMBERITAHUAN AWAL FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS INDONUSA ESA UNGGUL JAKARTA Saya mengucapkan terima kasih atas waktu yang telah saudara luangkan untuk berpartisipasi dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada hakikatnya adalah mahkluk sosial dan mahkluk pribadi. Manusia sebagai mahluk sosial akan berinteraksi dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia dihadapkan dengan berbagai konteks komunikasi yang berbeda-beda. Salah satu konteks komunikasi yang paling sering dihadapi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran kepuasan pernikahan pada pasangan suami dan istri yang terlibat dalam dual career family berdasarkan aspek-aspek

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS Pada BAB ini akan dibahas secara teoritis tentang komitmen pernikahan. Untuk menjelaskan permasalahan diperlukan landasan dalam penyusunan kerangka berpikir. Adapun teori-teori

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Komitmen Pernikahan. dijalani dan ingin melanjutkan ke jenjang berikutnya. Kedua, seseorang yang

BAB II LANDASAN TEORI. A. Komitmen Pernikahan. dijalani dan ingin melanjutkan ke jenjang berikutnya. Kedua, seseorang yang BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Pernikahan 1. Pengertian Komitmen Pernikahan Menurut Karney dan Bradburry (dalam Garcia & Gomez, 2014) berkomitmen memiliki dua arti: pertama, seseorang menyukai hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kasus perceraian di Indonesia saat ini bukanlah menjadi suatu hal yang asing

BAB I PENDAHULUAN. Kasus perceraian di Indonesia saat ini bukanlah menjadi suatu hal yang asing BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kasus perceraian di Indonesia saat ini bukanlah menjadi suatu hal yang asing lagi untuk diperbincangkan. Jumlah perceraian di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin menuntut pengorbanan dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 12 BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan landasan teori yang akan digunakan dalam meneliti kepuasan berwirausaha single mother, teori ini juga yang akan membantu peneliti dalam meriset fenomena

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Homoseksual adalah orang yang konsisten tertarik secara seksual, romantik, dan afektif terhadap orang yang memiliki jenis kelamin sama dengan mereka (Papalia,

Lebih terperinci