Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah I. PENDAHULUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah I. PENDAHULUAN"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas sayuran ini termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan serta bahan obat tradisional. Komoditas ini juga merupakan sumber pendapatan dan kesempatan kerja yang memberikan kontribusi cukup tinggi terhadap perkembangan ekonomi wilayah. Selama periode , pertumbuhan produksi rata-rata bawang merah adalah sebesar 5,4% per tahun, dengan kecenderungan (trend) pola pertumbuhan yang konstan. Komponen pertumbuhan areal panen (4,3%) ternyata lebih banyak memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan produksi bawang merah dibandingkan dengan komponen produktivitas (1,1%). Konsumsi rata-rata bawang merah untuk tahun 2004 adalah 4,56 kg/kapita/tahun atau 0,38 kg/kapita/bulan (Ditjen Hortikultura, 2004). Estimasi permintaan domestik untuk tahun 2010 mencapai ton, dimana ton diantaranya untuk konsumsi, ton untuk benih, ton untuk industri, dan ton diekspor. Analisis data ekspor-impor mengindikasikan bahwa selama periode tersebut Indonesia adalah net importer bawang merah, karena volume ekspor untuk komoditas tersebut secara konsisten selalu lebih rendah dibandingkan volume impornya. Berbagai indikator menyangkut status, potensi dan prospek pengembangan komoditas bawang merah di atas secara implisit tidak saja menunjukkan sisi positif perkembangan bawang merah, tetapi juga celah dan kesenjangan (sumber pertumbuhan produksi bawang merah yang lebih didominasi oleh pertumbuhan areal serta peningkatan impor yang semakin mengancam daya saing bawang merah domestik) yang perlu mendapat perhatian lebih serius untuk segera ditangani. Penulisan buku ini diarahkan untuk memperoleh gambaran mengenai prospek dan arah pengembangan agribisnis bawang merah dalam rangka mendukung upaya revitalisasi sektor pertanian.

2 II. STATUS KONDISI SAAT INI Bawang merah dihasilkan di 24 dari 33 propinsi di Indonesia. Propinsi penghasil utama bawang merah, yang ditandai dengan luas areal panen di atas hektar per tahun adalah Sumatra Utara, Sumatra Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan. Sembilan propinsi ini menyumbang 96,5% (Jawa = 79%) dari produksi total bawang merah di Indonesia pada tahun Tabel 1. Areal panen dan produksi bawang merah di Indonesia, No. Propinsi Areal (ha) Produksi (ton) Areal (ha) Produksi (ton) Areal (ha) Produksi (ton) 1. Nangroe Aceh D Sum. Utara Sum. Barat Ria u Jambi Sum. Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Sumatera DKI Jakarta Jabar Jateng D.I. Jogya Jatim Banten Jawa Bali N.T.B N.T.T Bali & N.T Kal. Barat Kal. Tengah Kal. Selatan Kal. Timur Kalimantan Sul. Utara Sul. Te nga h Sul. Sela tan Sul. Te ngg ara Goro ntalo Sulawesi Maluku Maluku Utara Papua Maluku & Papua Luar Jawa Indonesia

3 Selama periode , tingkat pertumbuhan rata-rata produksi bawang merah di Indonesia adalah sebesar 5,4% (areal panen 4,3% dan produktivitas 1,1%) per tahun. Besaran pertumbuhan menunjukkan bahwa sumber dominan peningkatan produksi bawang merah selama periode adalah peningkatan areal. Hal ini menandakan bahwa peranan inovasi teknologi dalam memacu pertumbuhan produksi selama periode analisis ternyata relatif kecil. A. Usaha Pertanian Primer Periode panen di empat propinsi penghasil utama bawang merah (Jatim, Jateng, Jabar dan Sulsel) menunjukkan bahwa bulan panen cukup bervariasi. Tidak saja antar propinsi, tetapi juga dari tahun ke tahun. Pengamatan lebih lanjut memberikan gambaran bahwa puncak panen terjadi hampir selama 6-7 bulan setiap tahun, dan terkonsentrasi antara bulan Juni-Desember-Januari. Sedangkan bulan kosong panen terjadi pada bulan Pebruari sampai Mei dan Nopember. Berdasarkan pengamatan tersebut, musim tanam puncak diperkirakan terjadi pada bulan April sampai Oktober. Survei di salah satu sentra produksi utama, Brebes-Jawa Tengah (2005), mengindikasikan bahwa lebih dari 90% responden adalah petani kecil dengan luas lahan usaha di bawah 0,5 ha. Sementara itu, petani kategori sedang dengan luas lahan antara 0,50 ha hingga di bawah 1 ha berjumlah 8%, sedangkan petani besar (1 ha 4 ha) ada sekitar 2%. Ditinjau dari luas penguasaan lahan, petani besar ternyata menguasai sekitar 35% luas lahan usahatani bawang merah, dibandingkan dengan petani gurem/kecil yang hanya menguasai sekitar 48% lahan usaha tani. Varietas bawang merah yang ditanam di sentra produksi Jawa Tengah dan Jawa Barat (Brebes dan Cirebon) diantaranya adalah Kuning (Rimpeg, Berawa, Sidapurna, dan Tablet), Bangkok Warso, Bima Timor, Bima Sawo, Bima Brebes, Engkel, Bangkok, Philippines dan Thailand. Pada musim kemarau sebagian besar petani (90%) di Jawa Tengah menanam varietas Filipina. Komponen biaya produksi bawang merah tertinggi di Brebes, Cirebon dan Nganjuk secara berturut-turut adalah biaya tenaga kerja (32%-46%), bibit (22%-37%) dan pupuk buatan (8%-11%). Biaya komponen pestisida juga cukup tinggi, yaitu berkisar antara 5%-16%. Rasio penerimaan-biaya usahatani bawang merah di ketiga lokasi tersebut lebih besar dari satu, yang berarti menguntungkan.

4 Tabel 2. Biaya dan keuntungan usahatani bawang merah per hektar varietas lokal dan impor, 2003 dan rata-rata Brebes Cirebon Nganjuk Rata-rata Philippines Timur Philippines Bauji Philippines 2006 BIAYA(Rp/ha) PENERIMAAN(Rp/ha) UNITBIAYA(Rp/kg) KEUNTUNGAN(Rp/ha) R/C 1,10 1,04 1,26 1,66 1,48 1,33 Sumber: Data primer, 2003, 2006 B. Usaha Agribisnis Hulu Salah satu faktor utama yang dapat menentukan keberhasilan usaha peningkatan produksi bawang merah adalah ketersediaan benih/bibit bermutu. Produsen benih bawang merah di sentra-sentra produksi biasanya adalah petani yang memiliki skala usaha relatif luas atau petani individual yang menyisihkan sebagian hasil panen untuk digunakan sebagai benih musim tanam berikutnya. Beragamnya pengetahuan serta teknologi perbenihan yang berkembang dalam sistem tersebut menyebabkan terjadinya variasi mutu benih yang tinggi. Secara umum, variasi mutu benih/bibit dapat mengarah pada pencapaian produktivitas yang cenderung dibawah potensi hasil. Observasi lapangan juga mengindikasikan bahwa sistem ini secara tidak langsung memungkinkan terjadinya fluktuasi harga benih yang sangat tajam. Sistem produksi benih non-formal dikenal sebagai jaringan arus benih antar lapangan dan musim. Sistem ini menghasilkan benih tidak bersertifikat. Benih yang diproduksi melalui sistem non-formal ditujukan untuk memenuhi kebutuhan petani dengan orientasi pasar tradisional yang belum menuntut persyaratan mutu. Menyadari kenyataan tersebut, alternatif pemecahan masalah benih yang dapat ditempuh adalah memperbaiki kinerja sistem perbenihan informal atau di tingkat petani (informal or farmer-based seed system).

5 C. Usaha Agribisnis Hilir Khusus untuk sentra produksi Brebes, saat panen raya terjadi, pemerintah daerah akan mengalokasikan dana talangan untuk menyerap sebagian produk bawang merah yang tidak terserap pasar dan diolah menjadi bawang goreng yang mempunyai nilai jual lebih tinggi/stabil. Upaya ini ditempuh agar surplus produksi bawang merah dapat terserap, sehingga harga bawang merah menjadi relatif stabil, serta masyarakat dapat meningkatkan pendapatannya dari hasil penjualan bawang goreng. Selain itu, upaya ini dilakukan untuk menghindari kerugian finansial yang besar sebagai akibat dari rendahnya harga bawang merah, khususnya pada saat panen raya. Kelompok pengrajin bawang goreng telah terbentuk dan sudah operasional berjumlah 18 kelompok. Pemda juga telah memberikan bantuan berkenaan dengan pengadaan alat penggorengan untuk setiap kelompok. D. Pasar dan Harga Pola harga musiman bawang merah di tingkat sentra produksi dan tingkat grosir dalam periode waktu diperlihatkan pada Tabel 3. Pada tingkat sentra produksi, harga bawang merah terendah terjadi pada bulan Januari, sedangkan harga tertinggi terjadi pada bulan Juli. Pada tingkat grosir, harga bawang merah terendah terjadi pada bulan Januari, sedangkan harga bawang merah tertinggi tercapai pada bulan Pebruari/Nopember. Table 3. Pola musiman harga bawang merah di tingkat sentra produksi (Brebes-Jawa Tengah) dan tingkat grosir (PIKJ), Tingkat Bulan J P M A M J J A S O N D Rata-rata harga bulanan (Rp/kg) Sentra Grosir Rata-rata bulanan sebagai % dari rata-rata total Sentra 0,62 0,98 1,02 1,02 1,17 1,17 1,18 0,87 0,85 1,10 1,12 0,89 Grosir 0,71 1,21 1,13 1,15 1,13 0,94 0,87 0,73 0,77 1,01 1,20 1,15 Dihitung dengan membagi setiap harga rata-rata bulanan dengan harga rata-rata bulanan total selama periode (Rp pada tingkat sentra produksi dan Rp pada tingkat grosir)

6 Dalam empat tahun terakhir, terdapat indikasi kuat bahwa daya saing bawang merah nasional terus menurun dibandingkan dengan bawang merah impor. Hal ini tercermin dari semakin tingginya selisih harga satuan bawang merah ekspor dan impor sejak tahun Pada tahun 2003, harga bawang merah nasional yang diekspor adalah US$ 448 per ton atau sekitar Rp per kg (1 US$ = Rp ), sedangkan harga bawang impor adalah US$ 295 per ton atau Rp per kg (Tabel 4). Jika kondisi perbedaan harga ini semakin menajam, maka diperkirakan pada tahun-tahun mendatang impor bawang merah akan terus meningkat. Pada akhirnya, hal ini dapat mengancam keberadaan dan kebersaingan bawang merah nasional, sekaligus meningkatkan ketergantungan terhadap bawang impor. Tabel 4. Harga bawang merah ekspor dan impor, Ekspor = E Impor = I Selisih Tahun harga Ton US$ US$/ton Ton US$ US$/t (E-I) Sumber: Ditjen Hortikultura (2004) Selama periode , rata-rata pertumbuhan penggunaan domestik bawang merah adalah sebesar 3,9% per tahun, dengan kecenderungan (trend) pola pertumbuhan yang bersifat konstan seperti terlihat pada Gambar 1.

7 Selama periode , Indonesia adalah net importer bawang merah dimana volume impor lebih besar dari volume ekspor. Ekspor dan impor selama periode tersebut secara berturut-turut mengalami penurunan rata-rata 9% dan 5% per tahun. Namun demikian, penurunan ekspor dari tahun ke tahun terjadi lebih cepat dibandingkan dengan penurunan impor. Impor bawang merah pada tahun 2010 diproyeksikan mencapai ,56 ton, dengan nilai US$ ,03. Tabel 5. Volume (ton) dan nilai (US$) ekspor-impor bawang merah, Volume (ton) Nilai (US$) Tahun Ekspor Impor Net Ekspor Impor Net

8 Gambar 2 menunjukkan pasokan bulanan bawang merah lokal yang masuk ke Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) dan pasokan bawang merah yang berasal dari impor. Pasokan bawang merah impor mencapai puncak pada bulan April-Juni, bersamaan dengan rendahnya pasokan bawang merah domestik ke PIKJ. Hal ini memberikan indikasi bahwa bawang impor masuk sebagai respon dari berkurangnya pasokan domestik. Perlu pula dicatat bahwa bulan April-Oktober merupakan bulan-bulan puncak tanam untuk beberapa sentra produksi utama bawang merah di Indonesia Jan Mar Mei Jul Sep Nop Bawang lokal Bawang impor Gambar 2. Bulan impor bawang merah di Indonesia Tujuan ekspor bawang merah dalam bentuk konsumsi segar sebagian besar adalah ke Malaysia, Singapura dan Taiwan (Tabel 6). Sebagian kecil lainnya diekspor ke Filipina, Belanda, Hongkong, Vietnam dan Amerika Serikat. Impor bawang merah Indonesia terutama berasal dari Thailand, Filipina, Myanmar dan Malaysia. Negara penting lainnya adalah Vietnam, India, Singapura dan Cina (Tabel 7). Bawang merah yang diimpor selalu dalam bentuk konsumsi segar, namun di dalam negeri dijual baik untuk konsumsi maupun untuk bibit (40-50%).

9 Tabel 6. Volume, nilai dan negara tujuan ekspor bawang merah dari Indonesia, Volume (ton) Nilai (ribu US$) Australia Hong Kong Jepang Malaysia Netherlands Philippines Singapore Slovenia Taiwan Thailand Tunisia United States Vietnam Sumber: Ditjen Bina Produksi Hortikultura (2001) Tabel 7. Volume, nilai dan negara asal impor bawang merah di Indonesia, Volume (ton) Nilai (ribu US$) China India Malaysia Myanmar Philippines Singapore Thailand Vietnam Sumber: Ditjen Bina Produksi Hortikultura (2001)

10 E. Kebijakan harga, perdagangan dan informasi Dalam rangka mendorong berkembangnya industri benih di dalam negeri, dan menghindari pemasukan benih oleh importir yang tidak punya latar belakang di bidang hortikultura, maka pada awal 2005 diambil kebijakan bahwa importir pedagang harus menjadi importir produsen benih. Kebijakan tarif impor benih sebesar 0% ini diterapkan untuk memberikan kemudahan masuknya benih-benih dengan harga murah dan berkualitas. Penetapan Keputusan Menteri Keuangan No.96/KMK.01/2003 tentang penetapan sistem klasifikasi barang dan besarnya Tarif Bea Masuk atas barang impor ditujukan untuk melindungi produsen dalam negeri. Tarif yang berlaku bagi impor hortikultura dewasa ini hanya 5%. Hal ini sudah dianggap tidak relevan lagi dengan kondisi pasar kita maupun dibandingkan dengan tarif yang diberlakukan negara lainnya. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura mengusulkan kenaikan tarif impor untuk bawang merah menjadi 50% (tingkat tarif pada maximum boundary rate) F. Infrastruktur Dukungan infrastruktur fisik berupa irigasi dan jalan usahatani) di sentra produksi bawang merah yang dibudidayakan di lahan sawah secara umum cukup memadai. Namun untuk bawang merah yang diusahakan di lahan non-sawah, dukungan infrastruktur cenderung minimal. Petani secara swadaya harus membuat sumur di lahan garapannya untuk dapat memenuhi kebutuhan pengairan. Dukungan infrastruktur fisik minimal juga dihadapi oleh petani yang mengusahakan bawang merah di dataran tinggi. Keterbatasan dukungan infrastruktur fisik ini sangat berpengaruh terhadap biaya produksi per satuan bawang merah yang pada akhirnya juga akan menentukan tingkat keunggulan komparatifnya. Berbagai hasil penelitian telah dihasilkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian untuk mendukung pengembangan agribisnis bawang merah di Indonesia. Beberapa komponen teknologi budidaya tanaman bawang merah yang telah dihasilkan diantaranya adalah (a) varietas unggul: Kramat-1, Kramat-2 dan Kuning yang memiliki karakteristik potensi hasil t/ha, cocok ditanam di dataran rendah, musim kemarau, toleran terhadap penyakit, serta cocok untuk prosesing; (b) teknik budidaya di lahan kering/tegalan, lahan sawah, 10

11 sistem pertanaman monokultur atau sistem pertanaman tumpang-gilir dengan cabai merah; (c) komponen PHT: budidaya tanaman sehat, pengendalian secara fisik/ mekanik, pemasangan perangkap, pengamatan secara rutin, penggunaan biopestisida, dan penggunaan pestisida berdasarkan ambang pengendalian; serta (d) teknologi pasca panen: pemanfaatan bawang merah dalam bentuk olahan tepung/bubuk. Dukungan infrastruktur kelembagaan, berkaitan dengan transfer teknologi cenderung masih minimal. Sampai saat ini, pemberdayaan fungsi petugas penyuluh pertanian yang memiliki kualifikasi spesifik (sayuran atau bawang merah) masih belum jelas. Keterbatasan pengetahuan dan keterampilan Iptek serta dana operasional petugas penyuluh lapang menjadi salah salah satu penyebab tidak optimalnya diseminasi teknologi budidaya bawang merah. 11

12 III. PROSPEK, POTENSI DAN ARAH PENGEMBANGAN A. Prospek 1. Prospek bisnis untuk memenuhi permintaan pasar dalam negeri Umbi bawang merah, khususnya yang memiliki karakteristik kualitas seperti bawang impor (super), yaitu: umbi besar (diameter 2,5 3 cm), bentuk bulat dan warna merah, mempunyai prospek pasar yang sangat baik di pasar domestik maupun diekspor. Permintaan pasar di dalam negeri terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010, diperkirakan permintaan bawang merah mencapai ton. Jika produktivitas bawang merah diproyeksikan mencapai 10,22 ton/ha, maka dibutuhkan sekitar hektar areal panen. Mengacu pada areal panen tahun 2003, yaitu sebesar hektar, maka pemenuhan kebutuhan bawang merah tahun 2010 memerlukan perluasan areal sekitar hektar atau sekitar hektar per tahun. Sasaran produksi sebesar ton pada tahun 2010 membutuhkan pasokan benih bawang merah sekitar ton. Tabel 8. Sasaran produksi bawang merah untuk memenuhi konsumsi, benih, industri dan ekspor, Tahun K e b u t u h a n (Ton) Konsumsi Benih Industri Ekspor Total ,883 91,000 10,000 15, , ,284 97,000 20,000 35, , , ,900 40, ,000 1,195, ,067, ,900 50, ,000 1,335, ,194, ,900 80, ,000 1,541,737 Sumber: Ditjen Bina Produksi Hortikultura, Prospek bisnis untuk memenuhi permintaan pasar ekspor Sampai saat ini, ekspor bawang merah dilakukan relatif terbatas mengingat kebutuhan dalam negeri yang begitu tinggi. Prospek untuk 12

13 peningkatan ekspor sebenarnya cukup tinggi, terutama jika dikaitkan dengan fakta-fakta sebagai berikut: (a) di pasar Taiwan, walaupun ada persaingan dari Thailand, Filipina dan Vietnam, bawang merah dari Indonesia mampu menguasai 86% dari kebutuhan pasar, (b) permintaan bawang merah di Hongkong diperkirakan sebesar 200 ribu ton per tahun dan dipasok oleh Filipina, Thailand, Vietnam, Taiwan, Malaysia dan Singapura, tidak termasuk Indonesia, dan (c) ekspor ke negara-negara pelanggan seperti Malaysia, Singapura, dan Taiwan masih terbuka untuk ditingkatkan, jika produksi bawang merah dapat ditingkatkan. 3. Prospek bisnis untuk memenuhi permintaan benih/bibit Permintaan benih/bibit bawang merah, khususnya yang setara kualitas impor menunjukkan peningkatan setiap tahun. Peningkatan permintaan benih/bibit tersebut terjadi sebagai akibat dari adanya permintaan konsumen dalam negeri terhadap bawang konsumsi kualitas impor yang meningkat tajam. Sementara itu, petani menyukai benih/bibit varietas impor karena selain kualitas produknya sesuai permintaan konsumen, daya hasilnya juga lebih tinggi dibandingkan dengan varietas lokal. Tingginya permintaan benih/bibit bawang merah berkualitas super tersebut tercermin dari tingginya peningkatan impor bawang merah, yaitu dari sekitar 13,4 ribu ton pada tahun 1989 menjadi 56,7 ribu ton pada tahun Observasi lapang mengindikasikan bahwa 40% dari volume impor bawang merah dijual kembali sebagai benih/bibit. Pada tahun 2010 kebutuhan bibit bawang merah berkualitas setara impor diperkirakan mencapai 29 ribu ton. 4. Prospek bisnis pengembangan produk olahan bawang merah Pohon industri (Lampiran 1) memberikan gambaran bahwa produk olahan yang dapat dihasilkan dari bawang merah cukup bervariasi. Produk olahan bawang merah dalam bentuk kupasan utuh dan irisan bawang merah segar mampu menaikkan nilai tambah sekitar %. Harga satu kilogram bawang segar di tingkat petani berkisar antara Rp Rp per kg, sedangkan harga produk olahan segar minimal dengan rendeman 80% mencapai Rp Rp Produk olahan bawang merah irisan kering, bawang goreng, pickles, bubuk bawang dan tepung memiliki rendeman bervariasi antara 10-80%, dengan nilai tambah berkisar antara %. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa prospek pengembangan produk olahan bawang merah masih sangat terbuka. 13

14 B. Potensi Kondisi agroklimat yang cocok untuk bawang merah di dataran rendah adalah yang memiliki karakterisitik sebagai berikut: (a) ketinggian tempat < 300m, (b) jenis tanah alluvial dan regosol, dan (c) tipe iklim (klasifikasi Oldeman dan Irsal C3 = 5 6 bulan basah dan 4 6 bulan kering; atau D3 = 3 4 bulan basah dan 4 6 bulan kering; atau E3 = 3 bulan basah dan 4 6 bulan kering. Berdasarkan karakteristik kecocokan agroklimat tersebut, wilayah-wilayah yang disarankan untuk perluasan areal penanaman bawang merah (diperkirakan seluas hektar) adalah sebagai berikut: Tabel 9. Lokasi pengembangan bawang merah tahun No Propinsi Kabupaten 1 NAD Pidie 2 Sumatera Utara Tapanuli Utara, Tobasa dan Padang Sidempuan 3 Jawa Barat Majalengka, Cirebon dan Bandung 4 Jawa Tengah Kendal, Pemalang, Tegal dan Brebes 5 D.I. Yogyakarta Kulon Progo dan Bantul 6 Jawa Timur Probolinggo, Nganjuk, Pamekasan dan Kediri 7 NTB Lombok Timur dan Lombok Barat 8 NTT Rote Ndau 9 Sulawesi Tengah Kota Palu dan Donggala 10 Sulawesi Utara Sangihe Talaud 11 Sulawesi Selatan Enrekang Sumber: Ditjen Bina Produksi Hortikultura, 2005 C. Arah Pengembangan Pengembangan agribisnis bawang merah pada lima tahun mendatang diarahkan untuk: (a) pengembangan varietas bawang merah setara kualitas impor sebagai salah satu upaya substitusi (pengurangan ketergantungan terhadap pasokan impor), (b) pengembangan industri benih bawang merah dalam rangka menjaga kesinambungan pasokan benih bermutu, (c) perluasan areal tanam bawang merah sebagai upaya antisipasi peningkatan konsumsi, dan (d) pengembangan diversifikasi 14

15 produk bawang merah dalam upaya peningkatan nilai tambah. Berdasarkan prediksi peningkatan jumlah penduduk, konsumsi bawang merah per kapita, kebutuhan bawang merah konsumen dalam negeri, kebutuhan industri olahan dan ekspor serta dengan mempertimbangkan 10% kerusakan akibat penanganan pasca panen yang kurang optimal, maka Ditjen Bina Produksi Hortikultura (2005) telah menyusun sasaran produksi untuk tahun secara agregat seperti telah disajikan pada Tabel 8. sebelumnya. 15

16 IV. TUJUAN DAN SASARAN Program utama pembangunan pertanian tahun terdiri dari: (1) Program peningkatan ketahanan pangan, (2) Program pengembangan agribisnis, dan (3) Program peningkatan kesejahteraan petani. Mengacu pada ketiga program utama tersebut serta mempertimbangkan kondisi agribisnis bawang merah saat ini, masalah dan tantangan yang dihadapi, prospek, potensi serta arah pengembangannya, maka tujuan dan sasaran program pengembangan pada dasarnya merupakan revitalisasi agribisnis bawang merah di Indonesia. Upaya-upaya yang diambil sebagai berikut: (a) menyediakan benih varietas unggul bawang merah kualitas impor sebagai salah satu upaya substitusi (pengurangan ketergantungan terhadap pasokan impor); (b) meningkatkan produksi bawang merah rata-rata 5,24% per tahun selama periode , (c) mengembangkan industri benih bawang merah dalam rangka menjaga kontinuitas pasokan benih bermutu; dan (d) mengembangkan diversifikasi produk bawang merah dalam upaya peningkatan nilai tambah. Sasaran program meliputi: (a) tersedianya benih varietas unggul bawang merah kualitas impor sebanyak ton ini dapat digunakan untuk luas tanam ha; (b) meningkatnya produksi bawang merah rata-rata 5,24% per tahun selama periode ; (c) berkembangnya industri benih bawang merah dalam rangka menjaga kesinambungan pasokan benih bermutu; serta (d) berkembangnya diversifikasi produk bawang merah dalam upaya peningkatan nilai tambah. 16

17 V. STRATEGI, KEBIJAKAN DAN PROGRAM A. Strategi Pengembangan agribisnis bawang merah pada lima tahun mendatang diarahkan untuk: (1) mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri, (2) memenuhi kebutuhan bahan baku industri, (3) substitusi impor, dan (4) mengisi peluang pasar ekspor yang tahapan pencapaiannya dirangkum pada Roadmap Pengembangan Komoditas Bawang Merah (Lampiran 2). Strategi yang ditetapkan untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut meliputi on-farm, off-farm, kebijakan pemerintah, pemasaran dan perdagangan. Strategi pengembangan di lini on-farm mencakup: perakitan varietas unggul, penguatan sistem produksi benih sumber, pengelolaan hara dan air terpadu, pengendalian hama penyakit terpadu, serta perbaikan mutu dan daya simpan produk. Berdasarkan prioritas pengembangan yang menitikberatkan pada perbaikan varietas serta didukung oleh percepatan diseminasinya kepada pengguna, langkah-langkah strategis tersebut diarahkan untuk meningkatkan efisiensi usahatani bawang merah dan daya saing produk. Strategi pengembangan di lini off-farm diawali dengan perbaikan teknologi pengolahan untuk mendukung pengembangan industri hilir bawang merah (skala rumah tangga maupun industri), misalnya industri irisan kering, irisan basah/utuh, pickles/acar, bawang goreng, bubuk bawang merah, tepung bawang merah, oleoresin, minyak bawang merah, dan pasta. Pengembangan industri hilir diarahkan untuk meningkatkan efisiensi pengolahan bawang merah. Strategi pengembangan di lini kebijakan pemerintah mencakup: (a) dukungan kebijakan perlindungan harga produsen termasuk proteksi bea masuk atas membanjirnya bawang merah dari luar negeri, (b) pengendalian harga untuk mengurangi fluktuasi harga, (c) permodalan skim kredit lunak dan mudah bagi petani, (d) pengawasan karantina atas lalu lintas komoditas antar negara, (e) penyediaan sarana pengairan/irigasi sederhana, (f) pengembangan sarana dan prasarana pendukung operasionalisasi kelembagaan usahatani dan pemasaran, serta (g) jaminan keamanan dan insentif bagi calon investor. Berbagai dukungan kebijakan tersebut terutama diarahkan untuk menciptakan lingkungan kondusif bagi peningkatan investasi dan perbaikan distribusi. 17

18 Strategi pengembangan di lini pemasaran dan perdagangan mencakup pengembangan unit usaha bersama (koperasi atau usaha berbadan hukum lainnya) serta pengembangan sistem informasi (harga, penawaran dan permintaan produk) untuk mendukung upaya menangkap peluang pasar. Pengembangan pasar bawang merah harus dilakukan sejalan dengan perkembangan di sisi on-farm, sehingga manfaat penuh bagi produsen dan konsumen dapat tercapai. Langkah strategis pengembangan pasar yang didukung oleh kebijakan pemerintah, terutama menyangkut pemberian skim kredit usaha mikro, kecil dan menengah dapat mengarah pada peningkatan efisiensi pemasaran bawang merah. Langkah-langkah strategis di berbagai lini di atas, pada dasarnya diarahkan untuk meningkatkan efisiensi produksi, pengolahan, distribusi dan pemasaran bawang merah. Hal ini perlu ditempuh dalam upaya mencapai kondisi ideal profil agribisnis bawang merah masa depan yang memiliki karakteristik: (a) sebagai produsen dan eksportir terbesar di Asia Tenggara, (b) sebagai sumber pendapatan tinggi bagi semua partisipan di sepanjang rantai pasokan, (c) tingkat produktivitas tinggi, serta (d) daya saing produk tinggi. B. Kebijakan Kebijakan yang dibutuhkan untuk mendukung tujuan dan sasaran revitalisasi agribisnis bawang merah meliputi: (1) kebijakan pengembangan sarana dan prasarana fisik dan non-fisik, (2) kebijakan pengembangan sistem perbenihan, (3) kebijakan akselerasi peningkatan produktivitas, (4) kebijakan perluasan areal tanam, (5) kebijakan sistem perlindungan, (6) kebijakan pengolahan dan pemasaran hasil, dan (7) kebijakan pengembangan kelembagaan. C. Program Berdasarkan profil agribisnis bawang merah saat ini dan mengacu pada profil agribisnis bawang merah yang ingin diwujudkan pada tahun 2010, maka program revitalisasi agribisnis bawang merah dirancang mencakup beberapa kegiatan utama, yaitu: 1. Pengembangan sarana dan prasarana agribisnis bawang merah. Sarana dan prasarana yang perlu dikembangkan mencakup: pengadaan dan perbaikan jaringan irigasi, perbaikan dan penambahan jalan desa, penyediaan sarana produksi, pembangunan 18

19 gudang-gudang penyimpanan, perbaikan dan penyediaan fasilitas pasar, pembangunan jaringan informasi (periode panen, prediksi pasokan, kelas/varietas, dan harga), serta sarana diseminasi dan transfer teknologi (sumberdaya manusia dan fisik). 2. Pengembangan industri benih bawang merah. Pembenahan sistem perbenihan bawang merah perlu dimulai dari fase perakitan varietas. Pada saat ini, rangkaian kegiatan pemuliaan dilakukan berdasarkan pendekatan program pemuliaan yang disusun oleh lembaga penyelenggara pemuliaan. Di masa depan, semua tahapan tersebut di atas dilakukan dengan pendekatan industri, yang pelaksanaannya dapat distandarisasikan mengacu pada sistem mutu. Mekanisme baru ini membutuhkan transformasi sistem perakitan varietas dari pendekatan program pemuliaan ke industri pemuliaan. Transformasi ini membawa konsekuensi perubahan penyelenggaraan kegiatan pemuliaan yang semula didominasi oleh lembaga pemerintah selanjutnya secara bertahap diserahkan kepada pihak swasta. 3. Pemberdayaan sentra produksi bawang merah. Sentra produksi bawang merah secara bertahap direvitalisasi menjadi sentra agribisnis bawang merah yang dicirikan oleh: (a) pengusahaan bawang merah yang memiliki economies of scale melalui penerapan konsolidasi pengelolaan lahan usaha, (b) kelembagaan petani yang tangguh, tidak saja dalam menangani aspek produksi, tetapi juga aspek pemasaran hasil dan pendanaan usahatani, (c) penerapan SPO (Standar Prosedur Operasional) bawang merah spesifik lokasi yang berbasis GAP (Good Agricultural Practices), dan (d) terintegrasi dengan pelayanan pasar input serta industri pengolahan. 4. Penambahan sentra produksi baru bawang merah. Perluasan sentra produksi/agribisnis baru terutama ditempuh dengan mengacu pada kesesuaian agroklimat bawang merah, bukan pada pemanfaatan lahan marjinal. 5. Pembangunan pabrik pengolahan produk bawang merah. Pengolahan produk bawang merah harus dirancang tidak hanya untuk mengatasi masalah surplus produksi saja. Pengembangan pabrik pengolahan harus diarahkan sebagai upaya untuk meningkatkan nilai tambah melalui diversifikasi produk, dengan menggunakan bahan baku berkualitas prima (sesuai persyaratan olah). 19

20 VI. KEBUTUHAN INVESTASI Implementasi program revitalisasi agribisnis bawang merah membutuhkan: A. Investasi Pengembangan Sentra Produksi dan Perluasan Areal Tanam Pengembangan sentra produksi dan penambahan luas areal bawang merah dilakukan di 11 propinsi. Pengembangan sentra produksi sampai tahun 2025 ditargetkan seluas hektar. Sementara itu, penambahan areal baru sampai tahun 2025 diperkirakan mencapai hektar. Perkiraan investasi yang dibutuhkan untuk mendanai program ini dapat dilihat pada Tabel 10 di bawah ini. Tabel 10. Kebutuhan investasi untuk program serta produksi dan perluasan areal Tahun Biaya ( Rp. 000 ) Total B. Investasi Perakitan Varietas Unggul Bawang Merah Perkiraan investasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan varietas unggul baru dan memenuhi berbagai persyaratan pelepasan varietas dapat dilihat pada Tabel 11 berikut ini. Tabel.11 Perkiraan kebutuhan penelitian varietas unggul bawang merah Investasi (Rp. 000) Perakitan varietas Pemenuhan persyaratan Uji Daya Hasil Pertama Uji Daya Hasil Lanjutan Pengusulan untuk pelepasan dan komersialisasi Estimasi investasi total selama 5 tahun Estimasi investasi total per tahun

21 C. Investasi Pengembangan Industri Benih Bawang Merah Pengembangan industri benih dilaksanakan secara bertahap: (1) produksi TSS (true shallot seed) sebanyak 21 kg, (2) produksi benih umbi G0 sebanyak 42 ton, (3) produksi benih G1 sebanyak 910 ton, dan (4) produksi benih G2 (benih sebar) sebanyak ton. Sampai tahun 2010, benih ini ditargetkan dapat digunakan untuk hektar perluasan lahan. Perkiraan investasi yang dibutuhkan untuk mendanai program ini adalah sekitar Rp ,-. D. Investasi Pengembangan Produk Olahan Bawang Merah Untuk industri skala UKM produk irisan kering, bubuk dan tepung bawang merah diperlukan investasi senilai Rp ,- sampai Rp ,- selama tiga tahun. Investasi tersebut digunakan untuk penelitian dan pengembangan teknologi pengeringan dan pembuatan tepung, pengemasan dan penyimpanan, serta pengembangan model agroindustri di sentra produksi. Sedangkan untuk industri UKM bawang goreng, investasi yang dibutuhkan sekitar Rp ,- sampai Rp ,- (teknologi penggorengan vakum, pengemasan, penyimpanan serta pengembangan model agroindustrinya). Untuk industri UKM produk pickles memerlukan investasi teknologi pembuatan, pengemasan (bottling), penyimpanan (cool storage dan pendugaan umur simpan) sebesar Rp ,- sampai Rp ,-. Pihak swasta diharapkan juga ikut berperan serta dalam pembangunan outlet, penambahan modal usaha, penambahan peralatan pabrik, penyimpanan jangka pendek, menengah dan panjang (rantai dingin), transportasi dan distribusi, serta promosi. 21

22 VII. DUKUNGAN KEBIJAKAN INVESTASI Dukungan kebijakan yang dibutuhkan untuk mendukung pengembangan agribisnis bawang merah: Kebijakan perlindungan harga produsen termasuk proteksi bea masuk atas membanjirnya bawang merah dari luar negeri; Kebijakan pengendalian harga untuk mengurangi fluktuasi harga; Kebijakan permodalan skim kredit lunak dan mudah bagi petani; Kebijakan pengawasan karantina atas lalu lintas komoditas antar negara; Kebijakan dalam penyediaan sarana pengairan/irigasi sederhana; Kebijakan pengembangan sarana dan prasarana pendukung; operasionalisasi kelembagaan usahatani dan pemasaran; dan Kebijakan jaminan keamanan dan insentif bagi calon investor. 22

23 VII. DUKUNGAN KEBIJAKAN INVESTASI Dukungan kebijakan yang dibutuhkan untuk mendukung pengembangan agribisnis bawang merah: Kebijakan perlindungan harga produsen termasuk proteksi bea masuk atas membanjirnya bawang merah dari luar negeri; Kebijakan pengendalian harga untuk mengurangi fluktuasi harga; Kebijakan permodalan skim kredit lunak dan mudah bagi petani; Kebijakan pengawasan karantina atas lalu lintas komoditas antar negara; Kebijakan dalam penyediaan sarana pengairan/irigasi sederhana; Kebijakan pengembangan sarana dan prasarana pendukung; operasionalisasi kelembagaan usahatani dan pemasaran; dan Kebijakan jaminan keamanan dan insentif bagi calon investor. 23

24

25 LAMPIRAN 25

26 Lampiran 1. Pohon industri bawang merah 26

27 L Lampiran 2. Roadmap pengembangan komoditas bawang merah Sumber Daya & Strategi Produk Kondisi Infrastruktur Pengembangan ( ) 2010 ON-FARM OFF-FARM PROFILE AGRIBISNIS SAAT INI Produktivitas subopt Mutu kurang KEBIJAKAN PEMERINTAH PEMASARAN & PERDAGANGAN Perbaikan varietas Perakitan varietas Perbaikan teknologi produksi yang berkelanjutan Pengel nutrisi dan air Pengel hama penyakit Perbaikan teknologi panen dan penangan-an segar Akselerasi diseminasi teknologi PERBAIKAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN KREDIT USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH PENGEMBANGAN UNIT USAHA BERSAMA PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI Penguatan sistem produksi benih Perbaikan mutu dan daya simpan produk Perluasan areal tanam Pengembangan Industri Hilir PENGEMBANGAN INFRA STRUKTUR KERJASAMA INTERNATIONAL PENGEMBANGAN PASAR Varietas Ungul: Meningkatkan efisiensi usaha tani dan daya saing produk Teknik Pengolahan yang Efisien Peningkatan investasi dan distribusi Peningkatan Efisiensi Pemasaran PRODUSEN DAN EKSPORTIR BAWANG MERAH PROFILE AGRIBISNIS 2010 Produktivitas tinggi Mutu sesuai pasar PENDAPATAN TINGGI PRODUKTIVITAS TINGGI DAYA SAING PRODUK TINGGI 27

28 Lampiran 3. Kelayakan (ex-ante) perakitan varietas unggul bawang merah Analisis surplus ekonomi digunakan untuk memproyeksikan dampak ekonomis penggunaan atau adopsi varietas unggul bawang merah. Pendekatan ini telah sering dan biasa digunakan untuk menaksir atau mengestimasi dampak ekonomi penelitian pertanian (Alston, Norton, and Pardey 1995). Dalam analisis ini, data dasar yang diperlukan diantaranya adalah data produksi, harga, potensi peningkatan hasil (atau penurunan kehilangan hasil), perubahan biaya, serta tingkat adopsi teknologi. Biaya penelitian dan pengembangan dikurangkan dari manfaat (benefits) dan manfaat bersih (net benefits) didiskon berdasarkan waktu untuk menghasilkan tingkat pengembalian atau nilai bersih sekarang (a rate of return or a net present value) dari manfaat bersih yang terealisasi atau diproyeksikan. Lebih dari 95% bawang merah Indonesia pada dasarnya dikonsumsi oleh domestik. Sementara itu, dalam lima tahun terakhir terjadi kecenderungan ekspor secara terus menerus. Mengacu pada kondisi perdagangan bawang merah tersebut, maka model yang digunakan dalam analisis ex-ante ini diasumsikan mengikuti model ekonomi tertutup. Ringkasan asumsi dasar yang digunakan di dalam model ekonomi adalah sebagai berikut: No Parameter Deskripsi dan Nilai 1 Tahun Manfaat tahunan (annual benefits) diproyeksikan selama 15 tahun, (t = 1,2,,15) 2 Elastisitas penawaran Elastisitas penawaran, ε, ditetapkan sebesar 1.0 untuk bawang merah. 3 Elastisitas permintaan Elastisitas permintaan, η, ditetapkan sebesar 0.5 untuk bawang merah. 4 Perubahan hasil Persentase peningkatan hasil diasumsikan berturut-turut proporsional sebesar 0%, 2,5% dan 5%. 5 Perubahan biaya input proporsional per hektar dan per ton Pengurangan biaya pestisida ditetapkan sebesar Rp ,5 (30%) dan Rp ,75 (15%). Harga premium benih/bibit ditetapkan sebesar Rp. 0 (0%) dan Rp (5%). Pengkombinasian besaran-besaran tersebut dengan perubahan hasil menghasilkan perubahan biaya input proporsional yang berkisar antara sampai per hektar, dan antara sampai per ton 6 Probabilitas keberhasilan penelitian Probabilitas keberhasilan penelitian diasumsikan sebesar 50%. 28

29 No Parameter Deskripsi dan Nilai 7 Tingkat adopsi Untuk keperluan simulasi, tingkat adopsi maksimal diasumsikan berturut-turut sebesar 20, 40, and 60%. Pada studi ini, diasumsikan pula bahwa penelitian, pengujian multi-lokasi dan produksi benih penjenis dapat diselesaikan dalam lima tahun. Dengan demikian, adopsi teknologi baru akan dimulai pada tahun keenam dan seterusnya. 8 Harga Harga borongan di tingkat grosir bawang merah ditetapkan sebesar Rp per ton. 9 Kuantitas Kuantitas sebelum penelitian ditetapkan sebesar ,8 ton. 10 Biaya penelitian Estimasi rata-rata biaya tahunan untuk penelitian, pengujian dan perbanyakan benih penjenis adalah sebesar Rp per tahun. Hasil Model Ekonomik Hasil simulasi dari berbagai skenario yang telah disusun diperlihatkan pada tabel di bawah ini (kolom 1,2,3 dan 4). Kolom pertama menunjukkan nomor skenario. Kolom kedua memperlihatkan tingkat pengurangan biaya pestisida. Kolom ketiga dan keempat secara berturut-turut menunjukkan tiga tingkat peningkatan hasil per hektar dan dua tingkat markup benih/bibit. Kolom kelima menunjukkan Net Present Value (NPV) dari perubahan surplus ekonomi total untuk setiap skenario selama 15 tahun. Oleh karena sebagian besar bawang merah Indonesia digunakan untuk konsumsi domestik, maka sekitar dua per tiga total surplus diperoleh konsumen (kolom keenam), sedangkan sepertiga sisanya diperoleh produsen (kolom ketujuh). Kolom terakhir menunjukkan NPV dari perubahan surplus ekonomi total setelah dikurangi biaya penelitian, multi-lokasi dan prosedur pelepasan varietas. NPV adalah nilai sekarang aliran pendapatan bersih yang dihasilkan atau diakibatkan oleh investasi penelitian dan regulasi. NPV tersebut dihitung dengan mendiskon perbedaan antara tambahan manfaat (benefits) dengan biaya (costs) dari teknologi baru dalam periode waktu 15 tahun. Duabelas skenario disusun karena sifat ketidak-pastian berbagai parameter yang kombinasinya dapat menghasilkan potensi manfaat (benefits) dengan kisaran yang cukup lebar (Rp. 5 milyar sampai Rp. 638 milyar). Bahkan dengan asumsi yang paling konservatif, manfaat ekonomik bersih (net economic benefits) yang dihasilkan ternyata cukup signifikan. 29

30 Hasil analisis mengindikasikan bahwa inovasi varietas unggul baru ke dalam sub-sektor bawang merah Indonesia memiliki potensi dampak yang tinggi terhadap kesejahteraan ekonomi masyarakat. Semua skenario yang disimulasikan untuk varietas unggul bawang merah menghasilkam manfaat ekonomis tinggi (high economic benefits). Skenario terburuk (P8) menghasilkan manfaat nasional (national benefits) sebesar Rp. 4,9 milyar, sedangkan skenario terbaik (P5) menghasilkan manfaat nasional (national benefits) sebesar Rp. 637,9 milyar. Petani bawang merah masih tetap dapat memperoleh keuntungan walaupun harga satuan outputnya lebih rendah, karena teknologi baru (varietas unggul) akan meningkatkan produksi yang dapat dipasarkan (marketable yield) dan menurunkan biaya produksi. Tingkat adopsi varietas unggul baru bawang merah akan berpengaruh besar terhadap besaran manfaat (magnitude of the benefits) dan pada gilirannya akan bergantung pula kepada premium benih/bibit yang harus dibayar petani. Untuk petani atau perusahaan benih/bibit, keuntungan akan meningkat sejalan dengan semakin tingginya markups benih/bibit dalam kondisi tertentu, tetapi juga akan menurun jika tingkat adopsinya lebih rendah. Dengan demikian, ada semacam economic trade-off antara markup benih/bibit dengan tingkat adopsi. Hasil simulasi untuk perubahan manfaat ekonomi adopsi varietas unggul baru bawang merah (Rp.) Pest. Cost Reduct. (Rp./ ha) Yield Increase (%) Seed Markup (Rp./ ha) NPV of change in total surplus (Rp.) NPV of change in consumer surplus (Rp.) NPV of change in producer surplus (Rp.) NPV of total surplus minus R & D costs (Rp.) P ,50 0% 0 107,902,631, ,935,087, ,967,543, ,603,788, P ,50 0% ,949,058, ,299,372, ,649,686, ,650,215, P ,50 2.5% 0 402,542,430, ,361,620, ,180,810, ,243,587, P ,50 2.5% ,994,507, ,996,338, ,998,169, ,695,664, P ,50 5% 0 637,938,411, ,292,274, ,646,137, ,639,568, P ,50 5% ,510,777, ,007,185, ,503,592, ,211,934, P ,75 0% 0 26,961,558, ,974,372, ,987,186, ,662,715, P ,75 0% ,999,279, ,332,853, ,666,426, ,700,436, P ,75 2.5% 0 215,198,387, ,465,591, ,732,795, ,899,544, P ,75 2.5% ,026,009, ,350,672, ,675,336, ,727,166, P ,75 5% 0 560,070,191, ,380,127, ,690,063, ,771,348, P ,75 5% ,599,191, ,399,461, ,199,730, ,300,348,

31 Lampiran 4. Kelayakan proyek pengembangan varietas dan perbenihan untuk substitusi impor A. Investasi dan Modal Kerja 1 Investasi Gudang (m 2 ) Peralatan kelengkapan gudang 2 x x x Rp x Rp Sub total Modal Kerja Sewa tanah untuk produksi G1, G2 dan G3 Perlengkapan dan peralatan untuk produksi G1, G2 dan G x Rp x Rp x 3 x 12 x Rp Pengawasan Sub total Total B. Sumber Pendanaan 1 Kredit atau pinjaman dari Bank dengan tingkat bunga 10% per tahun 2 Pendanaan yang berasal dari pribadi Total

32 C. Perencanaan produksi Benih umbi G1 (kg) Harga jual (Rp./kg) Nilai (Rp.) Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Benih umbi G2 (kg) Harga jual (Rp./kg) Nilai (Rp.) Benih umbi G3 (kg) Harga jual (Rp./kg) Nilai (Rp.) D. Biaya Produksi Biaya variabel Tahun Bibit (Rp.) Input lain (Rp.) Tenaga kerja (Rp.) Lain-lain (Rp.) Sub total (Rp.) Total Biaya tetap Tahun Pemeliharaan (fasilitas dan peralatan) (Rp.) Lain-lain (Rp.) Total (Rp.)

33 E. Analisis Finansial Anggaran implementasi Sumber Pendanaan 1. Pinjaman Rp Pemanfaatan Investasi Rp Gudang Peralatan gudang 2. Sendiri Rp Modal kerja Rp Sewa tanah Peralatan untuk produksi Pengawasan Total Rp Total Rp Pembayaran pinjaman dan bunga Tahun Pokok Cicilan tahunan Bunga (10% per tahun)

34 Keragaan Laba/Rugi No Tahun A Penerimaan Benih umbi G Benih umbi G Benih umbi G Total penerimaan B Biaya Operasional Biaya tetap Supervisor Sewa tanah Peralatan Pemeliharaan Lain-lain Biaya variabel Benih/bibit Input lain Tenaga kerja Lain-lain Bunga (10%) Total biaya operasional C Benefit D Pajak (20%) E Net Benefit

35 Analisis Benefit/Cost No A Penerimaan Tahun Benih umbi G Benih umbi G Benih umbi G Total penerimaan B Biaya Operasional Investasi Biaya tetap Supervisor Sewa tanah Peralatan Pemeliharaan Lain-lain Biaya variabel Benih/bibit Input lain Tenaga kerja Lain-lain Bunga (10%) Cicilan pokok Total biaya operasional C Benefit D Pajak (20%) E Net Benefit

36 F. NPV at DF (10%), (40%) and (55%) Year Revenue Cost Tax Net Benefit DF=10 % (1) (2) (3) (4) = (1)-(2)-(3) (5) NPV at DF=10% (6) = (4) x (5) 1 231,000,000 4,378,000, ,147,000, ,769,623, ,820,000,000 4,169,000, ,349,000, ,940,274, ,600,000,000 27,058,000,000 5,508,400,000 22,033,600, ,547,233, ,837,336,60 0 Year Disc. Benefit Disc. Cost DF=55% NPV at DF=55% (7) = (1) x (5) (8) = (2+3)x(5) (9) (10) = (4) x (9) 1 209,979,000 3,979,602, ,674,815, ,503,320,000 3,443,594, ,184, ,004,600,000 24,457,366, ,905,004,800 42,717,899,000 31,880,562,400 2,253,005,800 Hasil analisis menunjukkan bahwa: Metode penghitungan NPV menggunakan biaya oportunitas modal sebagai tingkat diskon. Oleh karena itu, aliran tunai operasional diasumsikan diinvestasikan kembali pada tingkat diskon yang sama dengan biaya modal (pre-specified). NPV biasa digunakan untuk menaksir kelayakan usaha. Suatu jenis usaha dinilai layak jika NPVnya sama dengan atau lebih besar dari nol. Namun demikian, besaran NPV ini harus didiskon pada tingkat biaya oportunitas modal yang layak. Dalam kasus ini, NPV pada DF(10%) sama dengan 10,837,336,600 (positif). Hal ini mengimplikasikan bahwa keuntungan bersih yang akan diterima pada lima tahun ke depan sebesar Rp. 15,537,600,000 nilainya sekarang adalah sebesar 36

II. STATUS DAN KONDISI SAAT KINI

II. STATUS DAN KONDISI SAAT KINI I. PENDAHULUAN Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas sayuran ini termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi

Lebih terperinci

V. STRATEGI, KEBIJAKAN DAN PROGRAM

V. STRATEGI, KEBIJAKAN DAN PROGRAM 18 V. STRATEGI, KEBIJAKAN DAN PROGRAM A. Strategi Pengembangan agribisnis bawang merah pada lima tahun mendatang diarahkan untuk: (1) mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri, (2) memenuhi kebutuhan bahan

Lebih terperinci

AGRIBISNIS BAWANG MERAH

AGRIBISNIS BAWANG MERAH PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BAWANG MERAH Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS BAWANG MERAH. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS BAWANG MERAH. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS BAWANG MERAH Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya meningkat, sementara sektor lain mengalami pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya meningkat, sementara sektor lain mengalami pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia harus tetap menjadi prioritas utama dari keseluruhan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah. Hal ini mengingat bahwa sektor

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumbu penyedap makanan serta obat tradisonal. Komoditas ini juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. bumbu penyedap makanan serta obat tradisonal. Komoditas ini juga merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas sayuran ini termasuk ke dalam

Lebih terperinci

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM Hingga tahun 2010, berdasarkan ketersediaan teknologi produksi yang telah ada (varietas unggul dan budidaya), upaya mempertahankan laju peningkatan produksi sebesar

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH. S u w a n d i

TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH. S u w a n d i TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH S u w a n d i DASAR PEMIKIRAN Bawang merah merupakan salah satu komoditi strategis dan ekonomis untuk pemenuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. petani. Indonesia merupakan negara yang agraris dengan komoditas pertanian yang

I. PENDAHULUAN. petani. Indonesia merupakan negara yang agraris dengan komoditas pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia selama ini dikenal sebagai negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, dan negara yang mengandalkan sektor pertanian sebagai penopang pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sektor ini memiliki share sebesar 14,9 % pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis buah-buahan Indonesia saat ini dan masa mendatang akan banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses globalisasi, proses yang ditandai

Lebih terperinci

V. STRATEGI, KEBIJAKAN DAN PROGRAM

V. STRATEGI, KEBIJAKAN DAN PROGRAM V. STRATEGI, KEBIJAKAN DAN PROGRAM A. Strategi Seperti diuraikan pada bab sebelumnya, bahwa pengembangan agribisnis jeruk pada lima tahun mendatang diarahkan untuk: (1) mencukupi kebutuhan konsumsi dalam

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapupaten Brebes merupakan sentra produksi bawang merah terbesar di Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark mengingat posisinya sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah dan kondisi alam yang subur untuk pertanian. Sebagai negara tropis, Indonesia mempunyai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki nilai ekonomi tinggi serta mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai usaha di bidang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;

Lebih terperinci

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA BAB I PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena berkah kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah-buahan merupakan salah satu komoditi hortikultura yang memiliki kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, PDB komoditi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia sebagai negara agraris

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN HORTIKULTURA 2016

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN HORTIKULTURA 2016 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN HORTIKULTURA 2016 Disampaikan pada acara : Pramusrenbangtannas Tahun 2016 Auditorium Kementerian Pertanian Ragunan - Tanggal, 12 Mei 201 KEBIJAKAN OPERASIONAL DIREKTORATJENDERALHORTIKULTURA

Lebih terperinci

Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung

Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung Zubachtirodin, M.S. Pabbage, dan Subandi Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros PENDAHULUAN Jagung mempunyai peran strategis perekonomian nasional, mengingat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian. Ekspor negara Indonesia banyak dihasilkan dari sektor pertanian, salah satunya hortikultura

Lebih terperinci

C. Program. Berdasarkan klaim khasiat, jumlah serapan oleh industri obat tradisional, jumlah petani dan tenaga

C. Program. Berdasarkan klaim khasiat, jumlah serapan oleh industri obat tradisional, jumlah petani dan tenaga C. Program PERKREDITAN PERMODALAN FISKAL DAN PERDAGANGAN KEBIJAKAN KETERSEDIAAN TEKNOLOGI PERBAIKAN JALAN DESA KEGIATAN PENDUKUNG PERBAIKAN TATA AIR INFRA STRUKTUR (13.917 ha) Intensifikasi (9900 ha) Non

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN 185 VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN Ketersediaan produk perikanan secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam usaha mendukung ketahanan pangan. Ketersediaan yang dimaksud adalah kondisi tersedianya

Lebih terperinci

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan pertanian dan ketahanan pangan adalah meningkatkan produksi untuk memenuhi penyediaan pangan penduduk, mencukupi kebutuhan bahan baku industri dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pengembangan usaha agribisnis hortikultura termasuk komoditas sayuran

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pengembangan usaha agribisnis hortikultura termasuk komoditas sayuran x PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan usaha agribisnis hortikultura termasuk komoditas sayuran dilaksanakan melalui pemilihan komoditas unggulan yang kompetitif dipasaran dan dapat memenuhi permintaan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 Sudi Mardianto, Ketut Kariyasa, dan Mohamad Maulana Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapas merupakan salah satu bahan baku industri yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional karena kapas merupakan komoditas utama penghasil serat alam untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah) 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Sektor pertanian adalah salah satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang dibudidayakan dalam hortikultura meliputi buah-buahan, sayur-sayuran,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peranan penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan potensial untuk dikembangkan menjadi andalan ekspor. Menurut ICCO (2012) pada tahun 2011, Indonesia merupakan produsen biji

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1)

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1) 74 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(1), 2008: 74-81 Erizal Jamal et al. ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1) Erizal Jamal, Hendiarto, dan Ening Ariningsih Pusat Analisis Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Pertanian merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi wilayah (Badan Litbang Pertanian

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg) I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki potensi yang besar dalam menghasilkan produksi pertanian. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu menciptakan penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena pengusahaannya dimulai dari kebun sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan bahan pangan adalah ketersediaan bahan pangan secara fisik di suatu wilayah dari segala sumber, baik itu produksi domestik, perdagangan dan bantuan. Ketersediaan

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi yang berdampak pada kenaikan harga pangan dan energi, sehingga

Lebih terperinci

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula. V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang memiliki nilai ekonomis tinggi ditinjau dari sisi pemenuhan konsumsi nasional, sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima tahun ke depan (2010-2014), Kementerian Pertanian akan lebih fokus pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan. Pengembangan hortikuktura diharapkan mampu menambah pangsa pasar serta berdaya

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia Komoditi perkebunan Indonesia rata-rata masuk kedalam lima besar sebagai produsen dengan produksi tertinggi di dunia menurut Food and agriculture organization (FAO)

Lebih terperinci

Lampiran.1 Perkembangan Produksi Bayam Di Seluruh Indonesia Tahun

Lampiran.1 Perkembangan Produksi Bayam Di Seluruh Indonesia Tahun Lampiran.1 Perkembangan Produksi Bayam Di Seluruh Indonesia Tahun 2003 2006 No Propinsi Produksi Th 2003 Th 2004 Th 2005 Th 2006 1 Aceh 2.410 4.019 3.859 3.571 2 Sum. Utara 10.958 6.222 3.169 8.996 3 Sum.

Lebih terperinci

cepa), namun dalam statistic internasional (FAOSTAT) hanya dikenal istilah Onion

cepa), namun dalam statistic internasional (FAOSTAT) hanya dikenal istilah Onion PRODUKSI, PERDAGANGAN DAN HARGA BAWANG MERAH Muchjidin Rachmat, Bambang Sayaka, dan Chairul Muslim I. PENDAHULUAN Bawang merah merupakan sayuran rempah yang dikonsumsi rumahtangga sebagai bumbu masakan

Lebih terperinci

20% dari basket IHK, sementara untuk bahan pangan (raw food) total sekitar 23% dari basket IHK.

20% dari basket IHK, sementara untuk bahan pangan (raw food) total sekitar 23% dari basket IHK. Working Paper 1 1 Jan-08 Mar-08 May-08 Jul-08 Sep-08 Nov-08 Jan-09 Mar-09 May-09 Jul-09 Sep-09 Nov-09 Jan-10 Mar-10 May-10 Jul-10 Sep-10 Nov-10 Jan-11 Mar-11 May-11 Jul-11 Sep-11 Nov-11 Jan-12 Mar-12 May-12

Lebih terperinci

Tinjauan Spasial Produksi dan Konsumsi Beras

Tinjauan Spasial Produksi dan Konsumsi Beras ARTIKEL Tinjauan Spasial Produksi dan Konsumsi oleh Rumah Tangga Tahun 2007 Oleh: Slamet Sutomo RINGKASAN Ditinjau dari sisi produksi dan konsumsi secara total, produksi beras di Indonesia pada tahun 2007

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berbasis pada sektor pertanian, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting bagi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya sebagian besar adalah petani. Sektor pertanian adalah salah satu pilar dalam pembangunan nasional Indonesia. Dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA. Saktyanu K. Dermoredjo

PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA. Saktyanu K. Dermoredjo 1 PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA Saktyanu K. Dermoredjo Pendahuluan 1. Dinamika perkembangan ekonomi global akhir-akhir ini memberikan sinyal terhadap pentingnya peningkatan daya saing. Seiring

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki berbagai macam potensi sumber daya alam yang melimpah serta didukung dengan kondisi lingkungan, iklim, dan cuaca yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional adalah pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yang bertujuan untuk meningkatkan hasil dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditi pertanian, menumbuhkan usaha kecil menengah dan koperasi serta

I. PENDAHULUAN. komoditi pertanian, menumbuhkan usaha kecil menengah dan koperasi serta 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian di bidang pangan khususnya hortikultura pada saat ini ditujukan untuk memantapkan swasembada pangan, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan memperbaiki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian (agraris) yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani atau bergerak di bidang pertanian. Tidak dapat dipungkiri

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN Kementerian Pertanian Seminar Nasional Agribisnis, Universitas Galuh Ciamis, 1 April 2017 Pendahuluan Isi Paparan Kinerja dan permasalahan Posisi

Lebih terperinci

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN Pada bab V telah dibahas potensi dan kesesuaian lahan untuk seluruh komoditas pertanian berdasarkan pewilayahan komoditas secara nasional (Puslitbangtanak,

Lebih terperinci

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG 67 VI. PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG Harga komoditas pertanian pada umumnya sangat mudah berubah karena perubahan penawaran dan permintaan dari waktu ke waktu. Demikian pula yang terjadi pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang luas dan kaya akan komoditas pertanian serta sebagian besar penduduknya adalah petani. Sektor pertanian sangat tepat untuk dijadikan sebagai

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

STABILISASI HARGA PANGAN

STABILISASI HARGA PANGAN STABILISASI HARGA PANGAN Oleh : Dr.Ir. Nuhfil Hanani AR DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2008 PERANAN KOMODITAS PANGAN PRODUSEN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN KONSUMEN RUMAH TANGGA AKSES UNTUK GIZI KONSUMEN

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KAKAO Penyebaran Kakao Nasional Jawa, 104.241 ha Maluku, Papua, 118.449 ha Luas Areal (HA) NTT,NTB,Bali, 79.302 ha Kalimantan, 44.951 ha Maluku,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT. Produksi Rumput Laut Dunia

V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT. Produksi Rumput Laut Dunia 41 V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT 5.1. Perkembangan Produksi dan Ekspor Rumput Laut Dunia 5.1.1. Produksi Rumput Laut Dunia Indonesia dengan potensi rumput laut yang sangat besar berpeluang menjadi salah

Lebih terperinci

PROGRES PELAKSANAAN REVITALISASI PERTANIAN

PROGRES PELAKSANAAN REVITALISASI PERTANIAN PROGRES PELAKSANAAN REVITALISASI PERTANIAN Pendahuluan 1. Dalam rangka pelaksanaan Revitalisasi Pertanian (RP) Departemen Pertanian telah dan sedang melaksanakan berbagai kebijakan yang meliputi : (a)

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011] BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian yang meliputi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini pasokan ikan dunia termasuk Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di sejumlah negara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. tahun ke tahun, baik untuk pemenuhan kebutuhan domestik maupun ekspor,

PENDAHULUAN. tahun ke tahun, baik untuk pemenuhan kebutuhan domestik maupun ekspor, PENDAHULUAN Latar Belakang Sayuran merupakan salah satu produk pertanian yang penting bagi ketahanan pangan nasional. Selain pangsa pasarnya yang terus meningkat dari tahun ke tahun, baik untuk pemenuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani kecil yang dimaksud dalam pengembangan

Lebih terperinci