BAB III PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO KOTA SAMARINDA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO KOTA SAMARINDA"

Transkripsi

1 BAB III PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO KOTA SAMARINDA A. PERKIRAAN EKONOMI DAERAH 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Kota Samarinda Pertumbuhan ekonomi menunjukkan pertumbuhan produksi barang dan jasa di suatu wilayah perekonomian dan dalam selang waktu tertentu. Produksi tersebut diukur dalam nilai tambah (value added) yang diciptakan oleh sektor-sektor ekonomi di wilayah bersangkutan yang secara total dikenal sebagai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Oleh karena itu, Pertumbuhan ekonomi adalah sama dengan pertumbuhan PDRB. Apabila "diibaratkan" kue, PDRB adalah besarnya kue tersebut. Pertumbuhon ekonomi sama dengan membesarnya "kue" produksi tersebut yang pengukurannya merupakan persentase pertambahan PDRB pada tahun tertentu terhadap PDRB tahun wilayah sebelumnya. PDRB disajikan dalam dua konsep harga, yaitu harga berlaku dan harga konstan; dan penghitungan pertumbuhan ekonomi menggunakan konsep harga konstan (constant prices) dengan tahun dasar tertentu untuk mengeliminasi faktor kenaikan harga. Saat ini BPS menggunakan tahun dasar Nilai tambah juga merupakan balas jasa faktor produksi, tenaga kerja, tanah, modal, dan entrepreneurship yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa. Pertumbuhan ekonomi yang dihitung dari PDRB hanya mempertimbangkan domestik, yang tidak memperhatikan kepemilikan faktor produksi. Dari penjelasan tersebut diatas terlihat bahwa pertumbuhan Ekonomi Daerah Kota Samarinda baik melalui harga yang berlaku maupun harga konstant, baik dengan sektor migas maupun non migas yang dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini :

2 Tabel 3.1. PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi Kota Samarinda Dengan Migas Tahun Tahun PDRB Dengan Migas (Jt Rp) Pertumbuhan Ekonomi (%) Berlaku Konstant Tahun 2000 Berlaku Konstant Tahun , ,00 13,56 8, , ,56 10,47 5, , ,15 9,44 2, , ,58 16,31 4, , ,06 9,50 4,52 Rata-rata Pertumbuhan 11,85 5,14 Sumber : BPS Kota Samarinda Dari tabel tersebut di atas terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi Kota Samarinda, apabila memasukkan unsur migas dengan harga berlaku pada periode waktu , rata-rata tumbuh sebesar 11,85% sedangkan apabila dilihat dengan harga konstant, rata-rata tumbuh sebesar 5,14% per tahun. Umumnya untuk melihat pertumbuhan Ekonomi Daerah harus di lihat dengan harga konstant. Apabila dilihat dari sisi pertumbuhan ekonomitanpa migas maka dapat diikuti pada tabel berikut ini : 23

3 Tabel 3.2. PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi Kota Samarinda Tanpa Migas Tahun Tahun PDRB Tanpa Migas (Jt Rp) Pertumbuhan Ekonomi (%) Berlaku Konstant Tahun 2000 Berlaku Konstant Tahun , ,17 12,17 7, , ,11 7,42 5, , ,82 9,73 2, , ,83 16,30 4, , ,41 9,53 4,69 Rata-rata Pertumbuhan 11,03 4, * 5, * 6,00 Sumber : BPS Kota Samarinda Apabila di tinjau dari sisi PDRB tanpa migas, maka dalam kurun waktu 5 tahun terakhir yaitu dari tahun 2005 sampai 2009 terlihat rata-rata pertumbuhan ekonomi Kota Samarinda tumbuh sebesar 11,03% dengan harga berlaku dan 4,92 dengan harga konstant. Kalau di bandingkan dengan pertumbuhan berdasarkan migas maka pertumbuhan ekonomi Kota Samarinda tanpa migas jauh lebih kecil yaitu sebesar 4,92%, ada perbedaan nilai pertumbuhan jika PDRB di lihat tanpa migas, sesungguhnya pertumbuhan ekonomi tanpa migas inilah yang dapat dijadikan rujukan dan analisis karena Kota Samarinda memang termasuk kota yang bukan penghasil migas atau jasa bukan kota pengolah migas, Samarinda dalam visi dan misinya lebih berorientasi pada kota jasa dan perdagangan, hal ini dapat dilihat pada pertumbuhan sektoral sebagai berikut : 24

4 Tabel 3.3. Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstant Menurut Kapangan Usaha Tahun No Lapangan Usaha Ratarata 1. Pertanian 6,58 4,13-0,11 6,61 4,59 4,36 2. Pertambangan & Penggalian 6,69 7,85 2,31 0,53 7,07 4,89 3. Idustri pengolahan 2,99 1,27 1,31-0,98 1,39 1,19 4. Listrik, gas & air bersih 4,19-2,21 3,97 3,88 1,80 2,32 5. Bangunan 14,79 11,95 3,02 4,14 4,94 7,76 6. Perdagangan, hotel & Restoran 12,69 8,94 4,78 8,44 4,07 7,78 7. Pengangkutan & komunikasi 10,42 7,19 1,70 4,21 7,49 6,20 8. Keuangan, persewaan & jasa perusahaan 6,06 4,24 5,07 8,93 5,16 5,89 9. Jasa-jasa 7,81 3,67 3,43 6,76 6,17 5,56 Sumber Data : BPS Kota Samarinda Dari tabel di atas terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi Kota Samarinda dalam 5 tahun terakhir, yaitu dari tahun 2005 sampai 2009 konstribusi pertumbuhan yang terbesar adalah pada sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu rata-rata sebesar 7,78 ini menunjukkan bahwa tipikal ekonomi Kota Samarinda adalah sebesar 7,76%, pengangkutan dan komunikasi 6,20%, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 5,89%, jasa-jasa 5,56, pertambangan dan penggalian 4,89, pertanian 4,36%, listrik, gas dan air bersih 2,32% serta industri pengolahan 1,19% Struktur Ekonomi Kota Samarinda Struktur ekonomi yang dinyatakan dalam persentase menunjukkan besarnya peranan masing-masing sektor ekonomi dalam menciptakan nilai tambah. Hal ini menggambarkan ketergantungan daerah terhadap 25

5 kemampuan produksi masing-masing sektor ekonomi. Struktur ekonomi yang disajikan dari waktu ke waktu memperlihatkan perubahan dan pergeseran sebagai indikator adanya proses pembangunan. Struktur ekonomi Kota Samarinda selama tahun 2000 sampai dengan tahun 2007 telah banyak mengalami pergeseran. Secara urnum, pembentukan perekonomian Kota Samarinda (angka PDRB) secara perlahan dan pasti menuju Kota Pelayanan (Service). Perubahan perekonomian Kota Samarinda tersebut sangat dipengaruhi olah naik turunnya sektor-sektor tersebut. Terlihat dengan adanya pergeseran kontribusi ekonomi Kota Samarinda dari tahun ketahun, tampak seperti peranan sektor Pembuatan (Manufacture) dan Pertanian (Agriculture) terus mengalami penurunan. Dilihat dari tiga sektor besar, maka tampak adanya pergeseran yang signifikan antara Pertanian (Agriculture), Pembuatan (Manufacture) dan Pelayanan (Service). Pergeseran terlihat pada peningkatan peranan sektor yang menghasilkan jasa meliputi sektor perdagangan, hotel dan restoran, Angkutan dan Komunikasi, Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan Jasa-jasa mencatat kontribusi (peranan) yaitu dari 63,10% di tahun 2005, terus meningkat di tahun 2008 dan 2009 masing-masing sebesar 63,35% dan 63,70%. Tabel 3.4. Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstant Menurut Kapangan Usaha Tahun Jenis Sektor Ratarata Pertanian / Agriculture 2,21 2,20 2,27 2,19 2,15 2,20 Pembuatan / Manucfacture 34,69 34,73 33,76 34,45 34,15 34,35 Pelayanan / Service 63,10 63,07 63,97 63,35 63,70 63,43 Sumber Data : BPS Kota Samarinda 26

6 Sektor Pertanian (Agriculture) yang terdiri dari sub sektor pertanian bahan (tanaman) pangan, tanaman perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Sektor Manufacture yang meliputi sektor : (1) Pertambangan dan penggalian, (2) Industri pengolahan, (3) Listrik, gas dan air minum (4) Sektor Bangunan. Sebaliknya terjadi kenaikan kontribusi dari peranan Sektor Service meliputi sektor Perdagangan, hotel dan restoran, Pengangkutan dlan komunikasi, Keuangan, persewaan dan jasa bangunan serta sektor jasajasa. Peranan sektor Pertanian (Agriculture) dalam perekonomian Kota Samarinda hanya sekitar 2%. Dapat dikatakan bahwa peranan sektor tersebut tidak signifikan. Ini ditunjukkan, selain dari besaran peranan sektor tersebut relatif lebih kecil dibandingkan sektor lain, terdapat pula kecenderungan bahwa peranan yang diberikan semakin menurun. Dari tabel-tabel yang telah di kemukakan tersebut, maka dapat di prediksi pertumbuhan ekonomi Kota Samarinda pada tahun 2010 dan 2011, akan mencapai angka 5% sampai 6%, dengan assumsi bahwa pemerintah Kota Samarinda mampu mempertahankan kondisi keamanan dan kepastian usaha / dunia bisnis, inflasi di bawah 2 digit serta ada peningkatan investasi baik swasta nasional maupun asing. Rangkuman pertumbuhan ekonomi dan prediksi pertumbuhan ekonomi Kota Samarinda dapat terlihat pada tabel sebagai berikut : 27

7 Tabel 3.5. Pertumbuhan Ekonomi dan Prediksi Tahun Tahun Pertumbuhan Ekonomi Riil (%) , , , , , * 5,0* 2011* 6,0* Sumber Data : BPS Kota Samarinda 2. Pertumbuhan Penduduk Penduduk Kota Samarinda dari tahun ke tahun mencatat kenaikan yang cukup berarti. Sampai dengan tahun 2008 jumlah penduduk di Samarinda sebanyak jiwa. Pada tahun 2008 sebagian besar penduduk Kota Samarinda berada di Kecamatan Samarinda Utara sebanyak jiwa atau sekitar 25,08%. Pola persebaran penduduk di Samarinda tidak banyak berubah dari tahun ke tahun. Tingkat kepadatan penduduk Kota Samarinda adalah 893 jiwa/km 2. Kepadatan penduduk setiap kecamatan menggambarkan pola persebaran penduduk secara keseluruhan. Berdasarkan pola persebaran dan luas wilayahnya, terlihat belum merata, sehingga terlihat adanya perbedaan kepadatan penduduk yang mencolok antar kecamatan. Dan enam kecamatan yang ada terlihat bahwa Kecamatan Seberang memiliki penduduk tertinggi, yaitu jiwa/km 2 diikuti oleh Kecamatan Samarinda Ulu dengan kepadatan jiwa/km 2. Sedangkan untuk Kecamatan Samarinda Utara dan Palaran yang mempunyai wilayah lebih luas, kepadatan penduduk hanya 544 jiwa/km 2 dan 2398 jiwa/km 2. 28

8 Ditinjau dari komposisi penduduk menurut jenis kelamin menunjukkan bahwa jumlah laki-laki di Kota masih lebih banyak dibanding perempuan. Ini terlihat dari rasio jenis kelamin yang lebih besar dari 100. Adapun data jumlah penduduk Kota Samarinda tahun 2005 sampai tahun 2009 sebagai berikut : Tabel 3.6. Data Jumlah Penduduk Kota Samarinda Tahun Tahun Jumlah Penduduk % Pertumbuhan , , , , ,20 Rata-rata Samarinda 1,37 Rata-rata Kaltim 2, * 1, * 2,00 Sumber Data : BPS Kota Samarinda Tabel di atas menunjukkan bahwa dalam tahun terakhir ini Kota Samarinda mengalami tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata 1,37% baik yang berasal dari faktor migrasi maupun kelahiran, diprediksi untuk tahun 2010 rata-rata angka pertumbuhan penduduk Kota Samarinda mencapai 1,50% sampai 2%, untuk tahun 2011 pertumbuhan penduduk Kota Samarinda ini lebih kecil bila dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan penduduk Kaltim yang mencapai 2,30%. 3. Index Pembangunan Manusia (IPM) IPM merupakan indeks gabungan dari tiga indikator : longevity sebagai ukuran harapan hidup, pengetahuan (knowledge) yang diukur 29

9 dengan kombinasi melek huruf penduduk dewasa (berbobot tiga perempat) dan gabungan dari rasio pendidikan tinggi primer, sekunder, tersier bruto (berbobot sepertiga), dan standar hidup layak (decent standard of living) sebagaimana diukur oleh PDRB riil per kapita dan dinyatakan dalam PPP$. Data Indonesia dalam laporan "Indonesia: The National Human Development Report, 2000", mengalami beberapa penyesuaian, khususnya indikator pengetahuan yang diukur dengan kombinasi berbobot sama antara melek huruf dewasa dan rata-rata lama sekolah, dan standar hidup layak, yang diukur dengan pengeluaran per kapita ye (UNSFIRS, 2000). Ketiga indeks dalam laporan ini berdasarkan data BPS, terutama dari : SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) Statistik Indonesia setiap tahun untuk informasi inti Modul Konsumsi setiap tiga tahun untuk informasi konsumsi. Komponen longevity diukur dengan menggunakan indikator harapan hidup. Dalam laporan ini, harapan hidup di Indonesia dan 26 provinsi dihitung dengan menerapkan metode (Metode Brass, varian dari Trussel) berdasarkan variabel rata-rata jumlah kelahiran hidup dan jumlah rata-rata anak yang tetap hidup. Komponen pengetahuan diukur dengan menggunakan dua indikator yaitu : tingkat melek huruf dan rata-rata lama bersekolah. Indikator melek huruf dimaksudkan sebagai jumlah penduduk yang telah berusia 15 tahun atau lebih yang mampu membaca dan menulis huruf latin sebagai persentase terhadap total jumlah penduduk berusia 15 tahun atau lebih. Indikator rata-rata lama sekolah adalah rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pendidikan penduduk berusia 15 tahun atau lebih, yang dihitung dengan memasukkan dua variabel yaitu : gelar telah dicapai dan pencapaian tingkat pendidikan (attainment of education level). 30

10 Komponen standar hidup layak diperoleh dengan menggunakan indikator tingkat konsumsi riil per kapita yang disesuaikan. UNDP memakai PDRB per kapita dengan perhitungan paritas daya beli (PPP US$) sebagai perbandingan internasional komponen ini. Prosedur untuk menghitung konsumsi riil per kapita yang disesuaikan adalah sebagai berikut : 1. Menghitung pengeluaran konsumsi per kapita dari data SUSENAS untuk setiap provinsi dan kabupaten (=A). 2. Mendeflasi nilai A dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) provinsi dan kabupaten (=B), dengan beberapa penyesuaian untuk kabupaten di mana data harga tidak terkumpul. 3. Menghitung paritas daya beli per unit (PPP/ unit) dengan menggunakan Jakarta sebagai standar. Penghitungan PPP/ unit pada dasarnya memakai metode yang sama seperti yang digunakan dalam Proyek Perbandingan Internasional dalam standardisasi PDRB untuk perbandingan internasional Penghitungan berdasarkan harga dan jumlah 27 komoditas terpilih seperti yang tersedia dalam modul konsumsi SUSENAS. 4. Membagi nilai B dengan PPP/unit (=C) 5. Menyesuaikan nilai C dengan menerapkan formula Atkinson untuk mengukur nilai utilitas marginal C. Berdasarkan prosedur di atas IPM dapat dihitung dnegan persamaan berikut ini : IPM = 1/3 [X (1) + X (2) + X (3) ] Dimana : X (1) : Indeks harapan hidup kelahiran X (2) : Indeks pendidikan = 2/3 (indeks melek huruf) + 1/3 (indeks rata-rata lama sekolah) X (3) : Indeks standar hidup layak / paritas daya beli 31

11 Dari index pembangunan manusia Kota Samarinda dari tahun dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 3.7. Index Pembangunan Manusia Kota Samarinda Tahun Tahun IPM , , , , ,90 Rata-rata Samarinda 75,65 Rata-rata Kaltim 74, * 76,0 2011* 76,20 Sumber Data : BPS Kota Samarinda Dari data IPM tersebut terlihat rata-rata IPM Kota Samarinda adalah sebesar 75,65, sedangkan prediksi IPM untuk tahun 2010 adalah sebesar 76,0 dan 2011 adalah sebesar 76,20. Rata-rata IPM ini lebih tinggi bila di bandingkan dengan rata-rata IPM Kaltim yang telah mencapai 74, Tingkat Pengangguran Terbuka Salah satu isu penting dalam ketenagakerjaan, di samping keadaan angkatan kerja (economically active population) dan struktur ketenagakerjaan, adalah isu pengangguran. Dari sisi ekonomi, pengangguran merupakan produk dari ketidakmampuan pasar kerja dalam menyerap angkatan kerja yang tersedia. Ketersediaan lapangan kerja yang relatif terbatas, tidak mampu menyerap para pencari kerja yang 32

12 senantiasa bertambah setiap tahun seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Tingginya angka pengangguran tidak hanya menimbulkan masalah-masalah di bidang ekonomi, melainkan juga menimbulkan berbagai masalah di bidang sosial, seperti kemiskinan dan kerawanan sosial. Data tentang situasi ketenagakerjaan merupakan salah satu data pokok yang dapat menggambarkan kondisi perekonomian, sosial, bahkan tingkat kesejahteraan penduduk di suatu wilayah dan dalam suatu/kurun waktu tertentu. Untuk memenuhi kebutuhan data tersebut, Badan Pusat Statistik (BPS) telah melaksanakan pengumpulan dan penyajian data kependudukan dan ketenagakerjaan melalui berbagai kegiatan sensus dan survey, antara lain: Sensus Penduduk (SP), Survei Penduduk Antar Sensus (Supas), Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas). Sakernas merupakan survei yang dirancang khusus untuk mengumpulkan data ketenagakerjaan dengan pendekatan rumah tangga. Adapun tingkat pengangguran di Kota Samarida tahun dapat di lihat pada tabel berikut ini : Tabel 3.8. Pengangguran Terbuka di Kota Samarinda Tahun Tahun Prosentase Pengangguran , , , , ,19 Rata-rata Samarinda 12,14 Rata-rata Kaltim 11, * 90,4 2011* 90,0 Sumber Data : BPS Kota Samarinda 33

13 Tabel tingkat pengangguran tersebut di atas menunjukkan trend yang semakin menurun dalam setiap tahunnya dalam periode 5 tahun terakhir rata-rata pengangguran terbuka di Kota Samarinda adalah sebesar 12,14% lebih besar bila dibandingkan dengan rata-rata pengangguran terbuka di Kaltim yang mencapai 11,33%, tingkat pengangguran tertinggi di Kota Samarinda yang tertinggi adalah pada tahun 2007 yaitu mencapai 13,28% hal ini sebagai akibat adanya krisis moneter yang melanda Indonesia yang mengakibatkan terpuruknya perekonomian Indonesia yang berimbas pada pengangguran. Namun demikian, dengan semakin membaiknya perekonomian nasional maka tingkat pengguran di Kota Samarinda juga dapat di tekan semakin kecil, di prediksi tingkat pengangguran tahun 2010 adalah sebesar 9,5% dan 2010 turun menjadi 9%. 5. Tingkat Kemiskinan Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting mendukung strategi penanggulangan kemiskinan adalah tersedianya data kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat digunakan untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah terhadap kemiskinan, membandingkan kemiskinan antar waktu dan daerah, serta menentukan target penduduk miskin dengan tujuan memperbaiki kondisi mereka. Pengukuran kemiskinan yang terpercaya (reliable) dapat menjadi instrumen tangguh bagi pengambil kebijakan dalam memfokuskan perhatian pada kondisi hidup orang miskin. Pengukuran kemiskinan yang dilakukan oleh BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Konsep ini tidak hanya digunakan oleh BPS tetapi juga oleh negaranegara lain seperti: Armenia, Senegal, Pakistan, Bangladesh, Vietnam, Sierra Leone, dan Gambia. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar 34

14 makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan kata lain, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonopmi untuk memenuhi kebutuhan makanan maupun non makanan yang bersifat mendasar. Menurut pendekatan ini, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan (GK). Secara teknis GK dibangun dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Kemiskinan Non Makanan (GKNM). GKM merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minuman makanan yang disetarakan dengan kilo kalori per kapita per hari; sedangkan GKNM merupakan kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Penduduk miskin dapat juga dihitung meiaiui pendekatan lain, seperti yang dilakukan oleh Bank Dunia yang menghitung jumlah penduduk miskin berdasarkan pengeluaran perkapita setara dengan US$1 dan US$2 PPP (Purchasing Power Parity / paritas daya beli). Perbandingan jumlah penduduyk dan jumlah penduduk miskin Kota Samarinda, dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 3.9. Jumlah Penduduk Miskin Kota Samarinda Tahun Tahun Jumlah Penduduk Jumlah Penduduk Miskin % Penduduk Miskin , , , , ,53 Rata-rata Samarinda 5,65 Rata-rata Kaltim 9, * - - 4, * - - 4,00 Sumber Data : BPS Kota Samarinda 35

15 Dari data tersebut di atas terlihat dalam 5 tahun terakhir dari tahun rata-rata jumlah penduduk miskin Kota Samarinda adalah seebsar 5,65% lebih rendah dari rata-rata Kaltim sebesar 9,42%, di prediksi dengan semakin membaiknya perekonomian Kaltim serta tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi maka tingkat kemiskinan di Kota Samarinda dapat di tekan menjadi 4,25% pada tahun 2010 dan 4% pada tahun Tingkat Inflasi Makna inflasi adalah persentase tingkat kenaikan harga sejumlah barang dan jasa yang secara umum dikonsumsi rumah tangga. Ada barang yang harganya naik dan ada yang tetap. Namun, tidak jarang ada barang/jasa yang harganya justru turun. Resultante (rata-rata tertimbang) dari perubahan harga bermacam barang dan jasa tersebut, pada suatu selang waktu (bulanan) disebut inflasi (apabila naik) dan deflasi (apabila turun). Secara umum, hitungan perubahan harga tersebut tercakup dalam suatu indeks harga yang dikenal dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPS). Persentase kenaikan IHK dikenal dengan inflasi, sedangkan penurunannya disebut deflasi. Inflasi/deflasi tersebut dapat dihitung menggunakan suatu rumus. Tujuan penyusunan inflasi adalah untuk memperoleh indikator yang menggambarkan kecenderungan umum tentang perkembangan harga. Tujuan tersebut penting dicapai karena indikator tersebut dapat dipakai sebagai informasi dasar untuk pengambilan keputusan baik tingkat ekonomi mikro atau makro, baik fiskal maupun moneter. Pada tingkat mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya, dapat memanfaatkan angka inflasi untuk dasar penyesuaian nilai pengeluaran kebutuhan sehari-hari dengan pendapatan mereka yang relatif tetap. Pada tingkat korporasi angka inflasi dapat dipakai untuk perencanaan pembelanjaan dan kontrak bisnis. Dalam lingkup yang lebih 36

16 luas (makro) angka inflasi menggambarkan kondisi/stabiiitas moneter dan perekonomian. Secara spesifik keg unaan angka inflasi antara lain untuk : a. lndeksasi upah don tunjangan gaji pegawai (wage-in-dexation), b. Penyesuaian nilai kontrak (project payment), c. Eskalasi nilai provek (project escalation), d. Penentuan target inflasi (inflation targeting), e. lndeksasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (bucket indexation), f. Sebagai pembagi PDB, PDRB (GDP deflator), g. Sebagai proksi perubahan biaya hidup (proxy of cost of living), h. Indikator dini tingkat bunga, valas, dan indeks harga saham. Data inflasi di Kota Samarinda dalam 2 tahun terakhir menunjukkan trend yang semakin menurun ( ) seperti yang terlihat pada tabel berikut ini : Tabel Inflasi Kota Samarinda Tahun Tahun Inflasi (%) , , , , ,06 Rata-rata 9,18 Rata-rata Kaltim 8,5 2010* 5,0 2011* 6,5 Sumber Data : BPS Kota Samarinda, angka prediksi di olah. 37

17 Dari tabel tersebut terlihat bahwa tingkat inflasi tertinggi di Kota Samarinda adalah pada tahun 2005 yang berada pada level di atas 2 digit yaitu 16,64% dimana semua terjadi peningkatan pada seluruh kelompok komoditi terkecuali di kalompok kondisi kesehatan dan pendidikan/olah raga yang mengalami penurunan dari 7,89% turun menjadi 1,81% (untuk kelompok kesehatan) dan 14,36% turun menjadi 2,64% (untuk kelompok komoditi) sedangkan untuk kelompok komoditi lain seperti bahan makanan, makanan jadi / minuman, perumahan, sandang dan transportasi mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Di prediksi untuk tahun angka inflasi di Kota Samarinda berada pada kisaran 5% sampai 6,5% sebagai akibat membaiknya daya beli masyarakat (purchasing power parity) lebih kecil dari rata-rata Kaltim yang mencapai 8,5%. 7. Pendapatan Perkapita Pendapatan perkapita di Kota Samarinda telah mengalami kenaikan yang cukup berarti dalam setiap tahun, ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat juga relatif lebih baik, selain itu juga pendapatan perkapita ini akan berpengaruh terhadap kemampuan daya beli masyarakat yang pada akhirnya akan mampu menumbuhkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Pendapatan perkapita masyarakat Kota Samarinda tahun dapat terlihat pada tabel beirkut ini : 38

18 Tabel Pendapatan Perkapita Kota Samarinda Tahun Tahun Pendapatan Perkapita (Jt-Rp) , , , , ,366 Rata-rata 24,593 Rata-rata Kaltim 33, * 30, * 33,765 Sumber Data : BPS Kota Samarinda, angka prediksi di olah. Dari data tersebut terlihat rata-rata pendapatan per kapita Kota Saamrinda adalah sebesar Rp juta lebih kecil bila di bandingkan dengan rata-rata per kapita Kaltim yang mencapai Rp juta, di prediksi untuk tahun 2010 dan 2011 pendapatan perkapita Kota Samarinda mencapai angka Rp. 30 juta Rp. 33 juta. 8. Pengeluaran Perkapita Seiring dengan pendapatan perkapita yang semakin tinggi masyarakat Kota Samarinda juga telah mengalami peningkatan dalam pengeluaran perkapita, hubungan linieritas seperti ini lazim terjdi yang menunjukkan bahwa pengeluaran di tentukan oleh pendapatan, pengeluaran ini juga menunjukkan adanya kemampuan daya beli masyarakat terhadap sandang, pangan dan perumahan yang lebih baik. 39

19 Tabel Pengeluaran Perkapita Kota Samarinda Tahun (Ribu-Rp) Tahun Pendapatan Perkapita (Ribu-Rp) Rata-rata Rata-rata Kaltim * * Sumber Data : BPS Kota Samarinda, angka prediksi di olah. Data di atas menunjukkan adanya peningkatan dalam 5 tahun terakhir, dengan jumlah rata-rata sebesar Rp lebih kecil dari ratarata pengeluaran Kaltim yang mencapai Rp , di prediksi untuk tahun yaitu adalah pengeluaran perkapita berada pada interval Rp Rp Investasi Kota Samarinda Sebagai ibu kota Propinsi Kalimantan Timur, Kota Samarinda juga tumbuh dengan investasi yang cukup baik. Sebagai kota jasa dan perdagangan yang menuju kota metropolitan menjadi sebuah tujuan investor untuk menanamka modalnya di berbagai bidang, data dibawah ini menunjukan perkembangan investasi di kota Samarinda dalam kurun waktu 2005 sampai 2009, baik investasi nasional maupun asing. 40

20 Tabel Jumlah Investasi (PMA dan PMDN) Kota Samarinda Tahun (Dalam Milyar Rp) Tahun Jumlah Investasi Total (%) , ,378 4, ,193 3, ,808 2, ,352 4,69 Rata-Rata 94,271 3, * - 4, * - 5,00 Sumber Data : BPS Kaltim *Prediksi : Diolah Sejak tahun 2006 sampai 2008 telah terjadi penurunan prosentase jumlah investasi walaupun secara nominal naik, hal ini berarti adanya perlambatan dalam investasi di kota Samarinda. Faktor penyebab ini adalah sebagai akibat iklim investasi Nasional dan situasi ekonomi global. Namun demikian di prediksi pertumbuhan investasi di kota Samarinda untuk tahun mencapai 4% sampai 5% dalam setiap tahunnya. Dari uraian yang telah dikemukan maka dapat dirangkum indikator makro ekonomi Kota Samarinda sebagai berikut : 41

21 Tabel Indikator Makro Ekonomi Kota Samarinda Tahun No Indikator * 2011* 1 2 Pertumbuhan Ekonomi (%) Pertumbuhan Penduduk (%) 7,29 5,02 2,92 4,70 4,69 5,00 6,0 1,24 2,09 0,96 1,39 1,20 1,50 2,00 3 IPM 75,45 75,50 75,62 75,80 75,90 76, 76,20 4 Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 13,16 12,10 13,28 11,21 10,11 9,5 9,00 5 Tingkat Kemiskinan (%) 5,83 6,05 6,43 5,44 4,53 4,25 4,00 6 Tingkat Inflasi (%) 16,64 6,50 9,18 9,52 4,06 5,0 6, Pendapatan Perkapita (Juta-Rp) Pengeluaran Perkapita (Ribu-Rp) Jumlah Investasi (Milyar Rp) 19,9 22,8 24,8 26,9 28,3 30,1 33,7 580,6 597,5 639,5 643,8 648,7 630,0 650,0 87,6 91,3 94,1 96,8 101,3 - - (4,28) (3,08) (2,77) (4,69) (4,00) (5,00) No Rata-Rata Kota Samarinda Rata-Rata Kalimantan Timur 1 4,92 7,6 2 1,37 2, ,65 75, ,14 11,33 5 5,65 9,42 6 9,18 8,5 7 24,593 33, , , 9 94,27-42

22 B. Kebijakan Anggaran 1.1. Pendapatan Daerah Formulasi kebijakan dalam mendukung pengelolaan anggaran pendapatan daerah akan lebih difokuskan pada upaya untuk mobilisasi pendapatan asli daerah dan penerimaan daerah lainnya. Pertumbuhan komponen pajak daerah dan retribusi daerah akan menjadi faktor yang penting dalam mendorong pertumbuhan PAD serta mendorong peningkatan kemampuan peranan perusahaan daerah untuk dapat memberikan kontribusinya kepada Pendapatan Asli Daerah. Sedangkan untuk Dana Perimbangan, komponen Bagi Hasil Pajak serta komponen Bagi Hasil Bukan Pajak dan Bantuan Keuangan Provinsi adalah 2 unsur yang cukup penting dalam mendorong pertumbuhan Dana Perimbangan yang akan diperoleh nantinya. Ditinjau dari komposisi Pendapatan Daerah, trend kenaikan peranan PAD dan peranan Dana Perimbangan sampai dengan 2010 diperkirakan akan terus berlangsung meskipun dalam kaitan tersebut diperkirakan dominasi peranan Dana Perimbangan dalam membentuk total perolehan Pendapatan Daerah akan tetap diatas peranan PAD. Terdapat beberapa hal yang cukup penting terkait dengan prospek keuangan daerah kedepan yang antara lain adalah : 1. Bahwa peranan sektor Pajak Daerah clan Retribusi dalam memberikan sumbangan ke PAD, kedepan tampaknya akan semakin penting. Untuk itu, upaya untuk terus melakukan ekstensifikasi melalui perluasan basis pajak tanpa harus menambah beban kepada masyarakat maupun intensifikasi melalui upaya yang terus menerus dalam melakukan perbaikan kedalam dan senantiasa meningkatkan kesadaran wajib pajak dan retribusi dalam memenuhi kewajibannya adalah hal yang mutlak untuk tetap dilanjutkan secara konsisten termasuk dalam upaya untuk terus meningkatkan efisiensi, di tubuh penyelenggara pemerintahan daerah kota Samarinda. 43

23 Upaya ekstensifikasi pajak sebagaimana yang telah disampaikan, tampaknya tidak cukup hanya mengandalkan kondisi sarana prasarana kota yang ada seperti saat ini. Untuk itu kedepan, prioritas pembangunan kota harus benar-benar fokus pada sektor-sektor yang mampu menarik investasi guna mendorong pertumbuhan ekonomi kota dalam upaya meningkatkan daya beli masyarakat yang dalarn hal ini tentunya harus dilakukan dengan tanpa mengesampingkan konsistensi dalam menekan ketimpangan pendapatan masyarakat sebagai bentuk upaya untuk menekan angka kemiskinan, serta tetap memperhatikan keseimbangan dalam segala aspek kehidupan masyarakat yang ada di kota Samarinda. Perlunya penetapan formulasi kebijakan diatas, dimaksudkan agar peningkatan pendapatan daerah pada tahun mendatang diupayakan untuk tetap menjaga penciptaan iklim yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha, sehingga keberadaannya diharapkan dapat mewujudkan stabilitas fiskal daerah khususnya dalam memberikan ketersediaan melalui perluasan basis pajak tanpa harus menambah beban kepada masyarakat maupun intensifikasi melalui upaya yang terus menerus dalarn melakukan perbaikan kedalam dan senantiasa meningkatkan kesadaran wajib pajak dan retribusi dalarn memenuhi kewajibannya adalah hal yang mutlak untuk tetap dilanjutkan secara konsisten termasuk dalam upaya untuk terus meningkatkan efisiensi, di tubuh penyelenggara kota Samarinda. 2. Upaya ekstensifikasi sebagaimana yang telah disampaikan, tampak tidaknya cukup hanya mengandalkan kondisi sarana prasarana kota yang ada seperti saat ini. Untuk itu kedepan, prioritas pembangunan kota harus benar-benar fokus pada sektor-sektor yang mampu menarik investasi guna mendorong pertumbuhan ekonomi kota dalarn upaya meningkatkan daya beli masyarakat yang dalam hal ini tentunya harus dilakukan dengan tanpa mengesampingkan konsistensi dalarn menekan ketimpangan pendapatan masyarakat sebagai bentuk upaya 44

24 untuk menekan angka kemiskinan, serta tetap memperhatikan keseimbangan dalam segala aspek kehidupan masyarakat yang ada di kota Samarinda. Perlunya penetapan formulasi kebijakan diatas, dimaksudkan agar peningkatan pendapatan daerah pada tahun mendatang diupayakan untuk tetap menjaga penciptaan iklim yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha, sehingga keberadaannya diharapkan dapat mewujudkan stabilitas fiskal daerah khususnya dalam memberikan ketersediaan sumber pembiayaan dalam menjaga kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Secara teoritis, pendapatan daerah akan sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonornian daerah yang akan terjadi dimasa yang akan datang, atau dengan kata lain, bahwa suatu pendapatan daerah termasuk Pendapatan Asli Daerah harus benar-benar mampu merespon perkembangan ekonomi yang diperkirakan akan terjadi. Dencan menggunakan pendekatan analisis pertumbuhan elastisitas proyeksi PAD, serta dengan meletakkan seperti : a. Pertumbuhan ekonomi kota Samarinda b. Tingkat inflasi c. ICOR tahunan selama periode proyeksi. d. Kebutuhan investasi selama periode proyeksi. e. Tax Ratio (PAD terhadap PDRB) selama periode proyeksi. f. Komponen Dana Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Pajak dan Bantuan Keuangan Propinsi pada Dana Perimbangan. g. Komponen DAU, Dana Bagi Hasil Bukan Pajak pada Dana Perimbangan, serta Lain-lain Pendapatan yang Sah Belanja Daerah Kebijakan belanja daerah akan tetap melakukan efisiensi dan efektifitas pengeluaran untuk belanja aparatur, sehingga trend kedepan 45

25 komposisinya untuk pelayanan publik semakin bertambah besar. Selain itu untuk belanja pelayanan publik yang bernilai ekonomis akan lebih didorong kepada pengeluaran yang bersifat cost recovery dan menjadi faktor pendorong keterlibatan sektor swasta dan masyarakat untuk melakukan investasi, sehingga nantinya belanja pelayanan publik yang bernilai ekonomis tidak lagi membebani belanja daerah, tetapi sebaliknya akan menjadikan sebagai pendapatan daerah. Perhitungan secara teoris dengan asumsi dasar yang kuat tentang kedua kebijakan diatas yang berkaitan dengan proyeksi pendapatan daerah dan proyeksi belanja daerah akan sangat strategis di dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Guna mewujudkan Kota Samarinda yang mandiri, sebagai kemungkinan keras menurunnya dana perimbangan yang diterima dari pemerintah pusat, perlu diusahakan asli daerah (PAD) dengan tetap mengusahakan semaksimal mungkin berbagai kebijakan yang akan dilakukan tidak membebani masyarakat Proyeksi Anggaran Pendapatan Proyeksi pendapatan daerah Kota Samarinda Tahun Anggaran 2011 secara kumulatif mengalami kenaikan dibanding tahun anggaran2010, walaupun ada beberapa sumber-sumber pendapatan yang mengalami penurunan. Secara rinci akan dijelaskan sebagaimana tersebut dibawah ini : Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pada Tahun Anggaran 2010 Pendapatan Asli Daerah diproyeksi sebanyak 563,7 yang terdiri dari Pajak daerah Rp. 40,0 milyar, Retribusi Daerah Rp. 34,5 milyar dan hasil pengelolaan kekayaan aerah yang dipisahkan Rp. 55,4 milyar serta lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah Rp. 32 milyar. 46

26 Dari sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) tersebut kenaikannya disebabkan beberapa faktor penunjang antara lain intensifikasi dan ekstensifikasi serta kebijakan politik yang berkenaan dengan deposito mobile Dana Perimbangan Sebagaimana kita ketahui bahwa dana perimbangan merupakan sumber pendapatan daerah yang cukup dominan kontribusi pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Samarinda, dibanding Pendapatan Asli daerah (PAD) dan lain-lain daerah yang sah. Pada tahun anggaran 2010 Dana Perimbangan sebesar Rp. 842,01 milyar yang terdiri dari bagi hasil pajak / bagi hasil bukan pajak, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Secara umum, kenaikan pada Dana Perimbangan diprediksi terutama bersumber dari Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak. Sumber kenaikan komponen bagi hasil pajak berasar dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yaitu penyesuaian nilai jual obyek pajak (N)OP) sesuai dengan perkembangannya. Dilain pihak, pada komponen Bagi Hasil Pajak dari Sumber Daya Alam (SDA) akan mengalami penurunan. Hal tersebut dikarenakan beberapa faktor antara lain kuatitas produksi, kualitas produksi, harga pasaran dunia, negara tujuan ekspor dan fluktuasi persoalan global. Selain itu, walaupun merupakan komponen terkecil, peningkatan pada Dana Alokasi Khusus (DAK) sangat diharapkan. Hal tersebut dimungkinkan apabila dinas/badan/kantor terkait membuat program dan kegiatan yang disesuaikan dengan program nasional sehingga dapat mempresser dana yang dialokasikan pada departemen teknis yang mempunyai anggaran. Dana Alokasi Umum (DAU) pada Tahun Anggaran 2009 mengalami penurunan yang berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2006 tentang Perimbangan keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, namun penurunan tersebut sebagai motivasi kita untuk tetap memperjuangkan dan mengkaji ulang kebijakan yang dilaksanakan. 47

27 Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Sumber pendapatan daerah ini, merupakan dana perimbangan dari Pemerintah Provinsi yang terdiri dari dana bagi hasil pajak dari Provinsi dan bantuan keuangan dan Provinsi. Proyeksi pada sumber pendapatan daerah tersebut untuk Tahun Anggaran 2010 mengalami penurunan dibanding Tahun Anggaran hal tersebut tercermin pada sektor Bantuan Keuangan Provinsi penurunannya sebagai akibat dari pengurangan DAU Provinsi Pembiayaan Dana yang bersumber dari pembiayaan utamanya bersumber Silpa dan pinjaman yang akan dibuat pada akhir Tahun Anggaran Untuk proyeksi Anggaran Pendapatan dapat dilihat sebagaimana - daftar terlampir. 48

Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah BADAN PUSAT STATISTIK Kabupaten Bandung Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Soreang, 1 Oktober 2015 Ir. R. Basworo Wahyu Utomo Kepala BPS Kabupaten Bandung Data adalah informasi

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 5.1. Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah Di sisi penerimaan daerah, dengan berbagai upaya untuk peningkatan pendapatan asli daerah terus dilanjutkan, PAD diharapkan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur tahun 2013 tidak terlepas dari arah kebijakan ekonomi

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 5.1. Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah Dalam pengelolaan anggaran pendapatan daerah harus diperhatikan upaya untuk peningkatan pendapatan pajak dan retribusi daerah

Lebih terperinci

Kata pengantar. Publikasi Data Strategis Kepulauan Riau Tahun merupakan publikasi perdana yang disusun dalam rangka

Kata pengantar. Publikasi Data Strategis Kepulauan Riau Tahun merupakan publikasi perdana yang disusun dalam rangka Kata pengantar Publikasi Data Strategis Kepulauan Riau Tahun 2012 merupakan publikasi perdana yang disusun dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumen data terhadap data-data yang sifatnya strategis, dalam

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis statistik Perekonomian Daerah, sebagai gambaran umum untuk situasi perekonomian Kota

Lebih terperinci

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH 7.1 Kebijakan Umum Pengelolaan Pendapatan Daerah Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara bahwa Keuangan Daerah

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM Konsentrasi pembangunan perekonomian Kota Batam diarahkan pada bidang industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata. Akibat krisis ekonomi dunia pada awal tahun 1997 pertumbuhan

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka ekonomi makro dan pembiayaan pembangunan Kabupaten Sleman memuat tentang hasil-hasil analisis dan prediksi melalui metode analisis ekonomi

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk Perspektif Kabupaten Berau selama 5 tahun ke depan didasarkan pada kondisi objektif saat ini dan masa lalu yang diprediksi menurut asumsi cetiris paribus. Prediksi dilakukan terhadap indikator-indikator

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis perekonomian daerah, sebagai

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perekonomian Indonesia tahun 2004 yang diciptakan UKM berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1. Kondisi Ekonomi Daerah Kota Bogor Salah satu indikator perkembangan ekonomi suatu daerah

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI A. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi ekonomi makro yang baik, yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tingkat

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

BAPPEDA KOTA SAMARINDA (COPY) RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) TAHUN 2015 PEMERINTAH KOTA SAMARINDA KALIMANTAN TIMUR

BAPPEDA KOTA SAMARINDA (COPY) RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) TAHUN 2015 PEMERINTAH KOTA SAMARINDA KALIMANTAN TIMUR RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) TAHUN 2015 PEMERINTAH KOTA SAMARINDA KALIMANTAN TIMUR 2014 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR TABEL... iv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

8.1. Keuangan Daerah APBD

8.1. Keuangan Daerah APBD S alah satu aspek pembangunan yang mendasar dan strategis adalah pembangunan aspek ekonomi, baik pembangunan ekonomi pada tatanan mikro maupun makro. Secara mikro, pembangunan ekonomi lebih menekankan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR WALIKOTA SAMARINDA PERATURAN WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR ISI. PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii DAFTAR ISI PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... 2 1.3. Hubungan Antar Dokumen...

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN NGADA No. 04/04/Th. IV, 3 April 2012 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA BAJAWA MARET 2012 TERJADI INFLASI SEBESAR 1,25 PERSEN Dengan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI (COPY) BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah... 41

DAFTAR ISI (COPY) BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah... 41 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR TABEL... iv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 BAB II 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... 2 1.3 Hubungan Antar Dokumen... 4 1.4 Sistematika Dokumen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah meningkatnya produksi total suatu daerah. Selain itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta meningkatnya kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi ekonomi di Kalimantan Timur periode , secara umum

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi ekonomi di Kalimantan Timur periode , secara umum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi ekonomi di Kalimantan Timur periode 2010-2015, secara umum pertumbuhan ekonomi mengalami fluktuasi, dimana pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010-2015, laju pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Dalam bab landasan teori ini di bahas tentang teori Produk Domestik Regional Bruto, PDRB per kapita, pengeluaran pemerintah dan inflasi. Penyajian materi tersebut

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR GRAFIK... xiii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-5

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH A. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 1. Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kondisi makro ekonomi Kabupaten Kebumen Tahun

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Tahun 2016 Perkembangan Indikator Ekonomi Makro tahun 2016 sebagaimana yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik Kaltim, sebelumnya

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016 KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016 PEMERINTAH KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN 2015 DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Nota Kesepakatan...

Lebih terperinci

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD 2.1. Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD Dalam penyusunan Kebijakan Umum Perubahan APBD ini, perhatian atas perkembangan kondisi perekonomian Kabupaten Lombok

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 5.1. Prospek Keuangan Daerah Tinjauan terhadap kondisi keuangan daerah akan dilakukan, baik dari aspek pendapatan, aspek belanja maupun aspek pembiayaan. Selanjutnya,

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kerangka ekonomi makro dan kebijakan keuangan daerah yang dimuat dalam rencana kerja Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketertinggalan dibandingkan dengan negara maju dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. ketertinggalan dibandingkan dengan negara maju dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses mutlak yang harus dilakukan oleh suatu bangsa dalam meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh bangsa tersebut.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Definisi Pendapatan Pendapatan merupakan jumlah dari seluruh uang yang diterima seorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kerangka ekonomi makro dan kebijakan keuangan daerah yang dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah

Lebih terperinci

GAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014

GAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014 GAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN 2013 Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014 Statistik Dasar UU NO. 16 TAHUN 1997 (TENTANG STATISTIK) Statistik yang pemanfaatannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana pengelolaan keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dalam Peraturan Daerah

Lebih terperinci

BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA 1.1. Pertumbuhan Ekonomi PDRB Kabupaten Majalengka pada tahun 2010 atas dasar harga berlaku mencapai angka Rp 10,157 triliun, sementara pada tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 BPS KABUPATEN TAPANULI UTARA No. 08/07/1205/Th. VI, 06 Oktober 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara yang diukur

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA. Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) yang telah

BAB II STUDI PUSTAKA. Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) yang telah BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Pengertian Indeks Pembangunan manusia Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) yang telah dikembangkan oleh United Nations for Develpment Program

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2015 dapat

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten Subang

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kebijakan ekonomi daerah disusun dalam rangka memberikan solusi jangka pendek dan jangka panjang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Katalog BPS : 9302008.53 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 Anggota Tim Penyusun : Pengarah :

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : Katalog BPS : 9302008.53 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama beberapa tahun terakhir (2005-2009), ekonomi Indonesia membaik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,5 persen. Namun kinerja itu masih jauh jika dibanding

Lebih terperinci

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau pencapaian visi dan misi walikota dan wakil walikota pada akhir periode masa jabatan, maka ditetapkanlah beberapa indikator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Gambaran pengelolaan keuangan daerah menjelaskan tentang aspek kebijakan keuangan daerah, yang berkaitan dengan pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah serta capaian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 26/05/73/Th. VIII, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN I 2014 BERTUMBUH SEBESAR 8,03 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam penghitungan Produk

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam penghitungan Produk 17 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS Seperti diketahui PDRB adalah penjumlahan dari seluruh Nilai Tambah Bruto (NTB) yang dihasilkan oleh setiap kegiatan/lapangan usaha. Dalam penghitungan PDRB, seluruh lapangan

Lebih terperinci

Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Berau selama dua tahun ini seiring dan. sejalan dengan perkembangan ekonomi nasional yaitu mengalami pertumbuhan yang

Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Berau selama dua tahun ini seiring dan. sejalan dengan perkembangan ekonomi nasional yaitu mengalami pertumbuhan yang BAB III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BERAU 3.1. Tinjauan Umum Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Berau selama dua tahun ini seiring dan sejalan dengan perkembangan ekonomi nasional yaitu mengalami pertumbuhan

Lebih terperinci

II PENDAHULUAN PENDAHULUAN

II PENDAHULUAN PENDAHULUAN I II PENDAHULUAN PENDAHULUAN Pembangunan dapat diartikan berbeda-beda oleh setiap orang tergantung dari sudut pandang apa yang digunakan oleh orang tersebut. Perbedaan cara pandang mengenai proses pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi melalui produktivitas yang tinggi, dan mendatangkan lebih banyak input ke dalam proses produksi.

Lebih terperinci

hal- ii Rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) Tahun Anggaran 2017

hal- ii Rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) Tahun Anggaran 2017 DAFTAR ISI Hal. Nota Kesepakatan Daftar Isi i BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Tujuan... 2 1.3. Dasar Hukum... 3 BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 8 2.1. Perkembangan Indikator Ekonomi

Lebih terperinci

INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT

INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT L A P O R A N K A J I A N INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT K E R J A S A M A P R O D I P E R E N C A N A A N W I L A Y A H S E K O L A H P A S C A S A R A J A N A U N I V E R S I T A S S

Lebih terperinci

3.1.1.Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2013 dan Perkiraan Tahun. perekonomian regional, perekonomian nasional bahkan

3.1.1.Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2013 dan Perkiraan Tahun. perekonomian regional, perekonomian nasional bahkan 3.1.1.Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2013 dan Perkiraan Tahun 2014 Perekonomian suatu daerah tidak dapat terlepas dengan perekonomian regional, perekonomian nasional bahkan perekonomian global. Ada faktor-faktor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengimbangi pertambahan angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja. memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus

I. PENDAHULUAN. mengimbangi pertambahan angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja. memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bidang ketenagakerjaan merupakan salah satu hal yang sangat esensial dalam usaha memajukan perekonomian bangsa. Usaha yang dimaksud dalam bidang ini adalah penyediaan

Lebih terperinci

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013 i ANALISIS PENDAPATAN REGIONAL KABUPATEN PULAU MOROTAI 2013 ii KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas terbitnya publikasi Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012 RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 1 Halaman Daftar Isi Daftar Isi... 2 Kata Pengantar... 3 Indikator Makro Pembangunan Ekonomi... 4 Laju Pertumbuhan Penduduk...

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

Sebagai sebuah instansi sektor publik, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah

Sebagai sebuah instansi sektor publik, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah BAB. 3 AKUNTABILITAS KINERJA A. PENGUATAN IMPLEMENTASI SAKIP PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Sebagai sebuah instansi sektor publik, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah mempunyai rencana strategis

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa lalu Pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Sintang diselenggarakan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 17

Lebih terperinci

3. Kondisi Ekonomi Makro Daerah

3. Kondisi Ekonomi Makro Daerah Data capaian IPM Kabupaten Temanggung tahun 2013 belum dapat dihitung karena akan dihitung secara nasional dan akan diketahui pada Semester II tahun 2014. Sedangkan data lain pembentuk IPM diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB)

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi perekonomian menjadi salah satu indikator kemajuan suatu daerah. Pembangunan ekonomi daerah tidak hanya bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, melainkan

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan

I. PENDAHULUAN. perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang melibatkan berbagai perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan institusi sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah dinyatakan secara tegas bahwa pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting daripada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pengertian pembangunan ekonomi secara essensial dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Hal ini tidak terlepas

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha)

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha) PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN PIDIE JAYA (Menurut Lapangan Usaha) 2005-2008 Nomor Katalog BPS : 9205.11.18 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 20 cm x 27 cm : vii + 64 Lembar Naskah : Seksi Neraca

Lebih terperinci