Tabel 15 Sumber Pertumbuhan PDRB Kabupaten Tasikmalaya Menurut Lapangan Usaha 45,8 44,9 45,01

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tabel 15 Sumber Pertumbuhan PDRB Kabupaten Tasikmalaya Menurut Lapangan Usaha 45,8 44,9 45,01"

Transkripsi

1 BAB VII EKSTERNALITAS, LAJU EKSTRAKSI OPTIMAL DAN PAJAK LINGKUNGAN PENAMBANGAN PASIR BESI 7.1 Penurunan Produksi Perikanan Tangkap Pemanfaatan potensi bisnis kelautan Kabupaten Tasikmalaya masih sangat kecil, yaitu kurang dari 3% dibandingkan dengan potensi sesungguhnya. Kontribusi sektor kelautan terhadap PDRB sangat rendah jika dibandingkan dengan sektor lain yaitu kurang dari 3%, padahal potensi bisnis kelautan khususnya perikanan cukup besar. Tabel 15 memperlihatkan bagaimana sektor perikanan Kabupaten Tasikmalaya tidak mampu memberikan kontribusi signifikan pada struktur PDRB. Tabel 15 Sumber Pertumbuhan PDRB Kabupaten Tasikmalaya Menurut Lapangan Usaha No Lapangan Usaha (%) (%) (%) 1 Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 45,8 44,9 45,01 a. Tanaman Bahan Makanan 30,2 29,57 29,55 b. Tanaman Perkebunan 6,01 6,07 6,13 c. Peternakan dan hasilnya 3,46 3,4 3,4 d. Kehutanan 3,66 3,51 3,49 e. Perikanan 2,49 2,44 2,44 2 Pertambangan dan Penggalian 0,24 0,23 0,23 3 Industri Pengolahan 7,45 7,48 7,37 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,98 1,02 1,04 5 Bangunan 0,73 0,74 0,73 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 21,3 22,14 22,14 7 Pengangkutan dan Komunikasi 4,72 4,66 4,85 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 3,8 3,84 3,83 9 Jasa - Jasa 15 14,87 14,77 Produk Domestik Regional Bruto Sumber. BPS Kabupaten Tasikmalaya (2011) Pemanfaatan potensi bisnis kelautan merupakan suatu peluang untuk meningkatkan kondisi ekonomi masyarakat Tasikmalaya Selatan yang masih sangat rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 15 diatas, pada tahun 65

2 , kontribusi sektor perikanan hanya berkisar 2.4% atau yang terkecil jika dibandingkan dengan PDRB tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan dan juga peternakan. Permasalahannya pengembangan bisnis kelautan berkaitan dengan investasi yang cukup besar, sehingga sulit terjangkau oleh nelayan kecil. Disamping ketersediaan sarana dan prasarana seperti perahu, dermaga dan alat pancing masih minim. Kondisi ini sebenarnya adalah peluang bagi penanam modal dalam dan luar negeri untuk memanfaatkannya. Pembangunan sektor kelautan atau lebih banyak dikenal sebagai bisnis kelautan merupakan salah satu program prioritas pemerintah propinsi Jawa Barat, termasuk Kabupaten Tasikmalaya. Kabupaten Tasikmalaya memiliki tiga Kecamatan yang berbatasan langsung dengan lautan samudra hindia yaitu Kecamatan Cipatujah, Karangnunggal dan Cikalong yang merupakan termasuk dalam daerah pesisir, sehingga banyak masyarakat di daerah ini bermata pencaharian nelayan. Di daerah ini terdapat dua TPI (Tempat Pelelangan Ikan), TPI Pamayangsari berdiri pada tahun 2009, TPI Cimanuk yang baru didirikan tahun 2011 dan masih tahap pra operasi. Kedua TPI ini dikelola oleh Koperasi Mina Bangkit. Koperasi ini sendiri memiliki program yaitu pelelangan ikan dan simpan pinjam bagi nelayan di daerah Pamayangsari. Jumlah anggota koperasi sekitar 30 orang bakul 2500 nelayan. Selama ini Koperasi Mina Bangkit sangat berperan penting dalam pengembangan pembangunan nelayan di Pamayangsari dengan bantuan dan sokongan dana dari pemerintah. Beberapa tahun lalu daerah Pamayangsari Kecamatan Cipatujah menjadi salah satu tempat korban bencana tsunami yang mengakibatkan banyak korban jiwa dan perahu nelayan mengalami kerusakan. Hal ini juga yang mendasari kucuran dana APBN dari pemerintah pusat untuk para nelayan Pamayangsari berupa bantuan perahu. Pemberian bantuan perahu ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan produksi nelayan di Pamayangsari. Produksi ikan di Pamayangsari tiap bulannya tidak menentu, selain sangat tergantung musim, faktor kondisi perairan juga berperan terhadap jumlah produksi perikanan. Kegiatan penambangan pasir besi mengakibatkan turunnya kualitas perairan, hal ini berdampak kepada kehidupan beberapa jenis biota perairan tangkapan nelayan. 66

3 Gambar10 Suasana pelelangan di TPI Pamayangsari Hasil perikanan Pamayangsari memiliki harga jual yang cukup tinggi dibandingkan dengann harga ikan di daerah lainnya. Hal ini dikarenakan kualitas ikan tangkapan nelayan yang tinggi. Kualitas ikan yang tinggii ini disebabkan habitat ikan yang tinggal padaa daerah laut yang memiliki arus tinggi karena berbatasan langsung dengan Samudera Hindia yang kaya akan plankton-plankton sebagai sumber makanan ikan.untuk kisaran harga ikan di Pamayangsari dapat dilihat pada lampiran 2. Nelayan di Pamayangsari masih menggunakann alat-alat yang tradisional beberapa alat tangkap yang masih, seperti pancing, jaring, gilnet).jenis ikan dan alat tangkap yang sesuai dapat dilihat pada Tabel 16 dibawah ini. Tabel 16 Jenis Alat Tangkap Nelayan Kecamatan Cipatujah No Jenis Ikan Jenis Ikan 1 Jaring Manyung, Tengiri, Bawal, Cakalang 2 Pancing Kakap putih, merah, pari 3 Gilnet Lobster, tongkol, kembung Sumber : Data Primer (2012) Untuk jenis perahu yang digunakan oleh para nelayan yaitu sejenis perahul sampan yang terbuat dari fiber dengan ukuran panjang sekitar 9 meter dan lebarnya sekitar 2 meter. Perahu tersebut dilengkapi dengan mesin perahu motor tempel berkapasitas 1 GT. Peralatan dan kelengkapan lain yang di bawa padaa saat berlayar yaitu mesin untuk menjalankan perahu, karena perahu jenis ini tidak menggunakan layar, stereofoam untuk tempat ikan, tong besar untuk menyimpan ikan. Peralatan penangkapan lainnya terdiri dari jaring, tambang untuk mengikat 67

4 jaring dan bensin yang di bawa untuk sekali berlayar yaitu sebanyak 30 liter dengan durasi waktu berlayar sekitar 13 jam serta makanan dan minuman secukupnya untuk perbekalan selama melaut. Daerah penangkapann ikan berada sekitar 1-2 km dari pantai. Di daerah tersebut kedalaman laut yang terdalam sekitar lebih dari 10 meter di daerah penangkapan. Cara pengoperasian alat tangkap ini terbagi menjadi 2 yaitu jaring tebar langsung angkat dan jaring yang ditebar dan didiamkan dalam jangka waktu tertentu (gillnet). Menurut nelayan yang saya tanyakan biasanya pada saat ini yaitu bulan maret sedang musim ikan tongkol, sedangkann bulan agustus hasil tangkapan cumi lebih melimpah. Biasanya saat bulan purnama penuh, hasil tangkapan yang didapat lebih sedikit sehingga banyak nelayan yang tidak melaut karena hasil yang didapat tidak sebanding dengan biaya operasi. Pelayaran dilakukan dengan menggunakan jenis perahu yang masih sederhana selama kurang lebih jam. GaGambar 11 Alat tangkap Gilnet Gambar 12 Perahu ukuran 1 GT Aktivitas penambangan pasir besi di pesisir pantai dan sempadan sungai sangat mempengaruhi kualitas air, salah satunya menyebabkan kekeruhan pada badan air di Kecamatan Cipatujah. Kekeruhan inidiperkirakan telah mengganggu kehidupan biota sungai dan biota laut.akibatnya sangat mempengaruhi jumlah tangkapan yang semakin berkurang. Selain jumlah tangkapan, ukuran dan jenis ikan juga mengalami penurunan.pada Tabel 17 penurunan jumlah tangkapan secara kumulatif mulai dirasakan pada tahun Hal ini berkaitan dengan kondisi pada tahun tersebutt eksploitasi pasir besi berada pada tahapan operasional produksi penuh, walaupun pada tahun sebelumnya sudah menunjukkann pengaruh jumlah tangkapan pada jenis biota yang ditangkap dengan alat tangkap tertentu. 68

5 Tabel 17 Jumlah Produksi Perikanan Tangkap TPI Pamayang Sari Tahun Produksi (Kg) Nilai (Rp) Nilai Riil (Rp) Total Sumber : Koperasi Mina Bangkit (2012) Kondisi ini diperparah dengan kemampuan nelayan yang beroperasi dengan peralatan tradisional sehingga tidak dapat melaut lebih jauh.dari data yang didapatkan dari Koperasi Mina Bangkit memang menunjukkan kecenderungan penurunan produksi tangkapan nelayan seperti terlihat pada Tabel 17. Pada tahun 2008, dua tahun setelah terjadi tsunami, data menunjukkan bahwa produksi perikanan mulai naik, dan mencapai titik maksimum, namun pada saat tahun 2009 penambangan pasir besi mulai marak, nelayan sudah merasakan dampaknya dengan terjadinya penurunan jumlah produksi hingga mencapai 20%. Penurunan ini berlajut hingga tahun 2010 dimana tangkapan nelayan semakin berkurang dari ton menjadi ton. Jumlah Produksi Perikanan TPI Pamayangsari Jumlah (Kg) 700, , , , , , , Produksi (Kg) Gambar13 Jumlah produksi perikanan tangkap Tpi Pamayangsari Pada tahun 2011 memang kembali terjadi peningkatan, namun peningkatan ini lebih disebabkan oleh salah satu dampak pengembangan Kabupaten Tasikmalaya menjadi salah satu kawasan minapolitan di Indonesia sehingga banyaknya bantuan dari APBN dalam rangka peningkatan armada tangkap. 69

6 Sebagai perbandingan jumlah armada tangkap nelayan pada saat ini mencapai 150 perahu perahu motor lengkap dengan peralatan tangkap seperti pancing, jaring dan gillnet dibandingkan dengan jumlah perahu motor pada tahun 2007 yang hanya sekitar 85 unit. Jika kita perhatikan jumlah tangkapan 2011 sebanyak ton masih belum mencapai jumlah tangkapan tertinggi pada saat armada tangkap jumlahnya jauh lebih sedikit dari kondisi saat ini. Untuk melihat lebih jauh penurunan produksi ini terjadi pada jenis alat tangkap apa saja, maka dapat dilihat pada penjelasan tingkat produksi perjenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Kecamatan Cipatujah berikut ini. a. Jaring Produksi tahun 2007 produksi alat tangkap jaring sebanyak ton namun mengalami penurunan menjadi ton pada tahun Pada tahun 2009 kembali terjadi kenaikan produksi alat tangkap jaring menjadi ton, kenaikan yang lebih besar juga kembali terjadi pada tahun 2010 yaitu mencapai ton atau kenaikan hingga mencapai 50%. Kenaikan ini lebih disebabkan oleh meningkatnya jumlah armada tangkap perahu nelayan dalam skema bantuan nelayan yang diberikan Dinas Kelautan dan Perikanan Tasikmalaya. Bantuan ini menjadikan nelayan yang biasanya hanya menggunakan perahu tanpa motor dan beroperasi ditepi pantai dapat melaut lebih jauh ketengah laut untuk mendapatkan hasil tangkapan. Tentu saja hal ini secara semu akan mengurangi dampak pencemaran oleh limbah pencucian pasir besi ditepi pantai Jaring Produksi Gambar 14 Perkembangan produksi alat tangkap jaring Pada tahun 2009 dengan bertambahnya izin penambangan pasir besi secara resmi dari dinas terkait, menyebabkan terjadi penurunan yang tajam produksi perikanan tangkap menggunakan jaring. Peningkatan produksi memang terjadi lagi pada tahun 2010 dan 2011, namun jumlah produksi belum mencapai titik tertinggi seperti pada saat tahun 2008, ketika belum marak terjadi penambangan 70

7 pasir besi. Jika dijumlahkan kerugianriil tahunan penangkapan dengan alat tangkap jaring mencapai Rp. 123 juta/ tahun. b. Pancing/ Rawe Alat tangkap pancing, secara agregat dari tahun merupakan alat tangkap yang tidak terlalu terpengaruh besar oleh kegiatan penambangan pasir besi.jumlah produksi perikanan pada jenis alat tangkap pancing/ rawe kecenderungannya juga tidak jauh berbeda dengan jaring. Produksi mengalami kenaikan pada tahun 2008 mencapai ton jika dibandingkan dengan tahun 2007sebanyak ton.pada tahun 2009 ketika penambangan pasir besi berizin mulai marak, hasil penangkapan menggunakan pancingturun hingga 60 % menjadi ton Pancing Produksi Gambar 15 Perkembangan produksi alat tangkap pancing Pada tahun 2010 dan 2011 program bantuan nelayan berupa armada dan alat tangkap digulirkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Tasikmalaya, namun jumlah produksi alat tangkap pancing,masih belum mencapai titik tertinggi seperti pada tahun2008. Hasilnya pada akhir tahun 2011 nilai kerugian riil dari produktivitas alat tangkap pancing hanya Rp.13 juta. c. Gillnet Alat tangkap gillnet adalah alat tangkap yang paling dirugikan oleh kegiatan penambangan pasir besi. Secara umum, alat tangkap ini digunakan untuk menangkap jenis ikan berada diperairan pantai dan bernilai ekonomi tinggi seperti lobster dan ikan tongkol. Alat tangkap gillnet memiliki harga yang mahal, sehingga tidak semua nelayan dapat dengan mudah memilikinya. Pada tahun 2007 produksi alat tangkap gillnet sebanyak ton, pada tahun 2008 terjadi peningkatan produksi hampir seratus persen hingga mencapai ton. Ini adalah salah satu akibat dari dimulainya bantuan peralatan dan armada tangkap 71

8 untuk nelayan setelah kejadian gelombang tsunami pada tahun Pada tahun 2009 jumlah produksi alat tangkap gilnet kembali mengalami penurunan hingga mencapai ton. Penurunan ini diperkirakan karena mulai maraknya penambangan pasir besi sehingga kondisi perairan pantai tercemar dan kehilangan beberapa biota air Gilnet Produksi Gambar 16 Perkembangan produksi alat tangkap gillnet Penurunan ini berlanjut pada tahun 2010 hingga mencapai titik produksi terendah dalam tiga tahun terakhir yaitu mencapai ton.penurunan yang mencapai 30 % ini lah yang mendorong terjadinya aksi demonstrasi nelayan pada awal hingga pertengahan tahun 2011menuntut berhentinya kegiatan penambangan pasir besi yang merugikan nelayan.hasil perikanan tangkap menggunakan gilnet kembali naik menjadi ton pada tahun 2011, namun ini lebih disebabkan karena pada tahun tersebut Dinas Kelautan dan Perikanan Tasikmalaya kembali menggulirkan program bantuan alat tangkap dan perahu nelayan. Bantuan yang meningkatkan kemampuan nelayan melaut lebih jauh ketengah dan menyisiri pantai yang belum tercemar limbah pencucian pasir besi. Dari hasil analisis perubahan produktivitas alat tangkap gilnent menderita kerugian riil mencapai Rp. 168 juta selama lima tahun. d. Nilai Perubahan Total Penangkapan Ikan Hasil perhitungan ketiga alat tangkap tersebut, dengan menggunakan data series tahun , menunjukkan sektor perikanan tangkap kabupaten tasikmalaya telah mengalami kerugian riil mencapai lebih dari Rp. 305 juta rupiah setiap tahunnya. Nilai kerugian untuk setiap jenis alat tangkap yang disebabkan oleh aktivitas pasir besi dapat dilihat pada Tabel 18. Kerugian ini sebagian besar berasal dari pola penangkapan menggunakan gilnet, yang merupakan pola penangkapan nelayan tradisional ditepi pantai. Dimana jenis tangkapan gillnet 72

9 menurut nelayan yang dominan adalah jenis lobster, ikan tongkol dan layur. Jenis biota ini banyak hidup dan berkembang biak ditepi pantai. Jumlah tangkapan ketiga jenis biota tersebut menurun sejak banyaknya perusahaan pasir besi yang membuang limbah ke perairan. Biota tersebut diperkirakan mengalami penurunan populasi atau bermigrasi keperairan menjauhi pantai Cipatujah. Tabel 18 Kehilangan Produktivitas Perikanan Peralat Tangkap Tahun Jumlah Produksi (Kg) Jaring Pancing Gillnet Nilai Riil (x1000 Rp) Jumlah Produksi (Kg) Nilai Riil (x1000 Rp ) Jumlah Produksi (Ton) Nilai Riil (Rpx1000 ) Jaring Pancing Gillnet , , , , , , , , , , , , , , , Total Kerugian Peralat tangkap Total Kerugian Perikanan Sumber. Data sekunder diolah (2012) Kerugian Riil (Rpx1000) Pada Tabel 18 kolom 8-10 tanda negatif menunjukkan telah terjadi degradasi yang merugikan sektor perikanan, sedangkan tanda positif menunjukkan sektor perikanan terapresiasi. Terjadinya apresiasi pada sektor perikanan disebabkan metode perkiraan kerugian ini sangat sederhana yang didasarkan hanya pada data produksi ikan, tanpa memperhitungkan peningkatan biaya produksi perikanan semenjak kegiatan penambangan pasir besi marak. Terlebih lagi pada tahun 2008 dan 2011 terjadinya apresiasisektor perikanan, terutama pada jenis alat tangkap pancing, dan gillnet. Apresiasi ini disebabkan pemberian bantuan armada dan alat tangkap kepada nelayan sehingga nelayan dapat lebih jauh dari daerah pantai yang sudah tercemar. Secara kumulatif sektor perikanan Cipatujah mengalami kerugian riil mencapai Rp.305 juta. 7.2 Kerugian Akibat Kerusakan Jalan Nilai Kehilangan Waktu Tempuh Penambangan pasir besi secara besar-besaran menggunakan alat berat seperti excavator, bulldozer dan truk-truk pengangkut pasir berukuran besar. Pada saat mobilisasi peralatan tersebut dapat menimbulkan kerusakan pada infrastruktur jalan, ditambah lagi dengan kegiatan pengangkutan hasil penambangan menggunakan jalan umum setiap hari dan terus-menerus. 73

10 Kerusakan infrastruktur jalan terjadi pada beberapa titik ruas jalan yang diakibatkan oleh kegiatan/ penjualan hasil pengangkutan pengolahan pasir besi berupa konsentrat dari aktivitas penambangan. Kegiatan pengangkutan/ penjualan ini juga mengganggu arus lalu lintas orang dan barang lainnya, yang menyebabkan terjadinya konflik kepentingan. Rute pengangkutan/ penjualan berupa hasil pengolahan pasir besi yang dilakukan adalah jalan lintas Jawa Barat Selatan Cipatujah Cikalong Cimerak Parigi Kalipucang Cilacap. Menurut petugas bina marga di Kecamatan Cipatujah menyatakan bahwa, konstruksi ruas jalan Cipatujah ini hanya mampu menahan beban kendaraan dengan kapasitas maksimal 5 ton, padahal secara aktualnya satu rit kendaraan pengangkut konsentrat pasir besi bisa mengangkat ton. Proses pengangkutan pasir besi inilah yang menyebabkan kerusakan infrastruktur dan gangguan fungsi jalan. Survei di lokasi terhadap responden pengguna jalan, dengan sampel pada ruas jalan Jawa Barat Selatan Cipatujah-Kalapagenep, menunjukkan bahwa tidak ada seorang responden pun yang mengatakan bahwa kondisi jalan dalam keadaan bagus. Tabel 19 memberikan gambaran mengenai pendapat responden mengenai kondisi ruas jalan Cipatuah-Kalapagenep. Sebagian besar responden mengungkapkan bahwa kondisi jalan adalah jelek dan sangat jelek. Tabel 19 Kondisi Jalan Menurut Responden Kategori Jenis Kendaraan Roda 2 Roda 4 % Sangat jelek % Jelek % Cukup Bagus % Bagus 0 0 0% Jumlah Responden (Org) % Sumber : Data primer (2012) Pada tahap awal dapat kita lihat dari Tabel19diatas,63% responden menjawab bahwa kondisi jalan jelek, sedangkan yang menjawab sangat jelek adalah 25% dan hanya 12% yang menganggap kondisi jalan cukup bagus. Ini menandakan bahwa responden setuju bahwa kondisi infrastruktur jalan dalam keadaan tidak berfungsi dengan semestinya. Jawaban responden yang mengatakan 74

11 jalan cukup bagus ini lebih disebabkan responden yang diambil berdomisili dan sering melalui beberapa ruas jalan yang kondisinya memang tidak rusak parah. Responden juga dimintai pendapat mengenai penyebab kerusakan jalan yang terjadi. Hasil keterangan responden dapat dilihat dari Tabel 20 berikut ini. Responden mengungkapkan bahwa kerusakan jalan disebabkan oleh aktivitas pengangkutan pasir besi, tidak dirawat dengan benar oleh pemerintah, serta faktor lain seperti cuaca dan kondisi perkerasan jalan. Sebagian besar responden, sebanyak 88% mengungkapkan bahwa kerusakan infrastruktur ini disebabkan oleh maraknya penambangan pasir besi beberapa tahun terakhir. Responden juga menyatakan bahwa tiga atau empat tahun yang lalu kondisi jalan masih bagus dan dapat dilewati dengan kecepatan tinggi. Tabel 20 Penyebab Kerusakan Jalan Menurut Responden Kategori Jenis Kendaraan Roda 2 Roda 4 % Truk Pengangkut Pasir Besi % Tidak dirawat pemerintah 5 1 9% lain - lain 2 0 3% Jumlah Responden (Org) % Sumber : Data primer (2012) Hanya sebagian kecil responden, yaitu sebanyak 9% mengungkapkan bahwa kerusakan lebih dikarenakan oleh pemerintah tidak peduli dengan kondisi jalan. Menurut responden pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab tidak pernah melakukan perbaikan jalan secara sungguh-sungguh, namun hanya bersifat tambal sulam sehingga jalan mudah rusak kembali apabila dilalui oleh kendaraan berat dengan tonase tinggi. Faktor lain seperti cuaca dan konstruksi perkerasan jalan, kendaraan lain seperti truk bahan tambang lain atau kendaraan barang sebagai penyebab kerusakan hanya mendapatkan proporsi 3% dari pendapat responden. Gangguan fungsi jalan sebagai akibat aktivitas penambangan pasir besi juga dibuktikan dengan penurunan kinerja ruas jalan Cipatujah-Kalapagenep. Hasil wawancara dengan responden pengguna jalan terutama sepeda motor dan kendaraan roda empat menunjukkan bahwa kualitas pelayanan jalan masih jauh dari standar yang telah ditetapkan. Pencahanan terhadap 67 responden terangkum dalam Tabel 21 berikut. Pada Tabel 21 dapat dilihat bahwa waktu tempuh, kecepatan kendaraan jauh dari ketentuan yang diatur dalam manual kapasitas jalan 75

12 Indonesia. Pada kategori waktu tempuh rata rata responden kendaraan roda 2 pada awalnya sebelum maraknya kegiatan penambangan pasir besi membutuhkan waktu 14,8 menit untuk jarak tempuh 11 Km. Setelah kegiatan penambangan pasir besi mulai marak pada tahun 2007, maka pada akhir tahun 2011 harus menempuh perjalanan selama 29 menit untuk jarak yang sama. Artinya waktu tempuh setelah penambangan pasir besi bertambah selama 18 menit jika dibandingkan dengan waktu tempuh seharusnya berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) untuk kelas jalan IIIC Cipatujah - Kalapagenepyaitu 11 menit. Tabel 21 Statistik Kinerja Jalan dan Pendapatan Responden Kategori Jenis Kendaraan Roda 4 Roda 2 Waktu tempuh rata stlh pb (Menit) 34,1 29 Waktu tempuh seharusnya (Menit) 13,5 11 Waktu tempuh sblm pb (Menit) 18 14,8 Tambahan waktu tempuh rata2 stlh pb (menit) 20, Tambahan waktu tempuh rata2 sebelum pb(menit) 4,5 3,8 Kecepatan rata - rata sblm pb (Km/jam) 31,3 44,6 Kecepatan rata - rata stlh pb (Km/jam) 16,5 22,8 Kecepatan standard MKJI (Km/jam) 50,0 60,0 Kehilangan kecepatan rata2 stlh pb (Km/jam) 33,5 37,2 Kehilangan kecepatan rata2 sblm pb(km/jam) 18,7 15,4 Jarak tempuh rata2 (Km) 11,27 11 Jumlah perjalanan rata2/ bln(kali) Jumlah Responden (Org) Keterangan: pb; pasir besi Sumber. Data primer diolah (2012) Kehilangan waktu tempuh ini berkaitan dengan kehilangan kecepatan rata- rata akibat kerusakan jalan disepanjang ruas Cipatujah-Kalapagenep. Untuk kendaraan roda 2 sebelum aktivitas penambangan marak terjadi, sepeda motor responden dapat dipacu dengan kecepatan rata-rata 44,6 Km/jam. Setelah pasir besi marak semenjak tahun 2007, maka pada tahun 2011 kendaraan roda 2 milik responden hanya mampu dipacu dengan kecepatan rata-rata 22,6 Km/jam atau hampir setengahnya. Padahal untuk ruas jalan Cipatujah-Kalapagenep jika merujuk pada standar MKJI, seharusnya responden dapat memacu kendaraan hingga kecepatan 60 Km/jam. Artinya kegiatan pasir besi telah menyebabkan kehilangan kecepatan dijalan hingga mencapai 37,2 Km/jam. Kendaraan roda 4 atau lebih juga mengalami keadaan yang sama dengan kendaraan roda 2. Pada kategori waktu tempuh rata-rata responden kendaraan 76

13 roda 4 pada awalnya, sebelum maraknya kegiatan penambangan pasir besi membutuhkan waktu 18 menit untuk jarak tempuh 11,27 Km. Setelah kegiatan penambangan pasir besi mulai marak pada tahun 2007, maka pada akhir tahun 2011 harus menempuh perjalanan selama 34,1 menit untuk jarak yang sama. Artinya waktu tempuh setelah penambangan pasir besi bertambah selama 20,5 menit jika dibandingkan dengan waktu tempuh seharusnya berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) untuk kelas jalan IIIC Cipatujah-Kalapagenep yaitu 13,5 menit. Kehilangan waktu tempuh ini juga berkaitan dengan kehilangan kecepatan rata -rata akibat kerusakan jalan disepanjang ruas Cipatujah-Kalapagenep. Untuk kendaraan roda 4 sebelum aktivitas penambangan marak terjadi, responden dapat memacu kendaraan dengan kecepatan rata rata 31,3 Km/jam. Setelah pasir besi marak semenjak tahun 2007, maka pada tahun 2011 kendaraan roda 4 milik responden hanya mampu dipacu dengan kecepatan rata rata 16,5 Km/jam atau hampir setengahnya. Padahal untuk jalan Cipatujah-Kalapagenep jika merujuk pada standar MKJI, seharusnya responden dapat memacu kendaraan hingga kecepatan 50 Km/jam. Artinya kegiatan pasir besi telah menyebabkan kehilangan kecepatan dijalan hingga mencapai 33,2 Km/jam. Semua ini akibat dari kerusakan jalan kelas IIIC dengan muatan sumbu terberat 8 ton, namun dilalui oleh kendaraan pengangkut pasir besi dengan muatan ton. Akibatnya setiap hari masyarakat pengguna jalan harus kehilangan waktu tempuh menuju tempat aktivitasnya. Perkiraan kerugian akibat peningkatan waktu tempuh dapat dilihat pada Tabel 22. Asumsi yang digunakan adalah keadaan sebelum penambangan pasir besi pada tahun 2006, maka distribusi kehilangan kecepatan dan peningkatan waktu tempuh pada tahun dinterpolasi menggunakan basis data tahun 2006 dan 2011 (perhitungan interpolasi lihat pada lampiran 12 dan 13 ). Hasil pengamatan dan perhitungan volume kendaraan roda 2 mencapai 800 unit kendaraan/ hari melewati ruas jalan Cipatujah-Kalapagenep. Tambahan waktu tempuh akibat kerusakan jalan setelah adanya kegiatan penambangan pasir besi pada tahun 2007 adalah 0,1 menit dan berturut-turut untuk tahun adalah 1; 3,7; 4,9; 14,2 menit. Dengan asumsi bahwa setiap kendaraan roda dua 77

14 ditumpangi rata-rata 1,5 orang maka setiap sepeda motor yang melintas akan kehilangan waktu tempuh berturut turut dari tahun adalah selama 0,2; 1,5; 5,6; 7,4; dan 21,3 menit setiap harinya. Kehilangan waktu tempuh tersebut dapat dikonversi kedalam nilai rupiah, dengan acuan pendapatan rata rata responden kendaraan roda dua perjam tahun 2011 adalah Rp Pendapatan responden diperkirakan berdasarkan tingkat perbandingan pendapatan perjam tahun 2011 dengan upah minimum kabupaten (UMK) tahun Hasil dari nilai perbandingan UMK terhadap pendapatan responden kendaraan roda 2 dijadikan perbandingan pendapatan tahun sebelumnya (proses perbandingan lihat lampiran 14). Pertumbuhan jumlah sepeda motor di Kabupaten Tasikmalaya diasumsikan sama dengan jumlah pertumbuhan sepeda motor propinsi Jawa Barat yaitu 15% pertahun maka kita dapat mengestimasi kerugian riil akibat peningkatan waktu tempuh selama lima tahun kebelakang, hasil secara lengkap dapat dilihat dari tabel pada Tabel 22. Tabel 22 Nilai Kerugian Akibat Peningkatan Waktu Tempuh Kendaraan Roda 2 Kategori Jumlah Tambahan waktu tempuh/ motor (menit) 0,1 1,0 3,7 4,9 14,2 23,9 Jumlah Kendaraan/ hari Tambahan 1.5 penumpang/motor (menit) 0,2 1,5 5,6 7,4 21,3 35,9 Upah/ jam kerja (Rp) 5.391, , , , ,0 Kerugian waktu tempuh/ kendaraan/1 jam kerja (Rp) 13,5 139,5 586,0 853, , ,6 Nilai Kerugian/tahun x1000 (Rp) Kerugian Riil/ tahun x1000 (Rp) Sumber : Data primer diolah (2012) 1.686, , , , , , , , , , , ,8 Terus bertambahnya jumlah sepeda motor maka akan semakin banyak waktu tempuh yang hilang dalam perjalanan pengendara sepeda motor yang melalui ruas Cipatujah-Kalapagenep, dimana terdapat kerusakan jalan akibat proses pengangkutan hasil tambang pasir besi. Kerugian ini akan menyebabkan meningkatnya pendapatan potensial pengguna jalan yang hilang selama perjalanan. Secara kumulatif perkiraan total kehilangan pendapatan riil selama lima tahun untuk pengendara kendaraan roda dua adalah Rp. 760 juta. 78

15 Penghitungan yang sama juga dilakukan terhadap kerugian akibat peningkatan waktu tempuh kendaraan roda 4 yang dapat dilihat pada Tabel 23. Asumsi keadaan sebelum penambangan pasir besi adalah pada tahun 2006, maka distribusi kehilangan kecepatan dan peningkatan waktu tempuh pada tahun dinterpolasi menggunakan basis data tahun 2006 dan 2011 (perhitungan interpolasi lihat pada lampiran 12 dan 13 ). Hasil pengamatan dan perhitungan volume kendaraan roda 4 mencapai 250 unit kendaraan/ hari melewati ruas jalan Cipatujah. Tambahan waktu tempuh akibat kerusakan jalan setelah adanya kegiatan penambangan pasir besi pada tahun 2007 adalah 2,1 menit dan berturut-turut untuk tahun adalah 3,2; 6,2; 7,6; 18,1 menit. Setiap kendaraan roda 4 diasumsikan ditumpangi rata-rata 4 orang, maka setiap mobil yang melintas akan kehilangan waktu tempuh berturutturut dari tahun adalah selama 8,4; 12,8; 24,7; 30,4; dan 72,5 menit setiap harinya. Kehilangan waktu tempuh tersebut dapat dikonversi kedalam nilai rupiah, dengan acuan pendapatan rata-rata responden kendaraan roda empat perjam tahun 2011 adalah Rp Pendapatan responden diperkirakan berdasarkan tingkat perbandingan pendapatan perjam tahun 2011 dengan upah minimum kabupaten (UMK) tahun Hasil dari nilai perbandingan UMK terhadap pendapatan responden kendaraan roda 4 dijadikan perbandingan pendapatan tahun sebelumnya (proses perbandingan lihat lampiran 14). Pertumbuhan jumlah sepeda motor di Kabupaten Tasikmalaya diasumsikan sama dengan jumlah pertumbuhan kendaraan roda empat propinsi Jawa Barat yaitu 3% pertahun maka kita dapat mengestimasi kerugian riil akibat peningkatan waktu tempuh selama lima tahun kebelakang, hasilnya dapat dilihat pada Tabel 23. Terus bertambahnya jumlah kendaraan roda empat maka akan semakin banyak waktu tempuh yang hilang dalam perjalanan pengendara kendaraan roda empat yang melalui ruas Cipatujah-Kalapagenep, dimana terdapat kerusakan jalan akibat proses pengangkutan hasil tambang pasir besi. Kerugian ini akan menyebabkan meningkatnya pendaptan potensial pengguna jalan yang hilang selama perjalanan. Secara kumulatif perkiraan total kehilangan pendapatan riil selama lima tahun untuk pengendara kendaraan roda empat adalahrp. 2,2 milyar. 79

16 Ta bel 23 Nilai Kerugian Akibat Peningkatan Waktu Tempuh Kendaraan Roda 4 Kategori Jumlah Tambahan waktu tempuh/ motor (menit) 2,1 3,2 6,2 7,6 18,1 37,2 Jumlah Kendaraan/ hari (unit) ,0 Tambahan waktu (@ 4 penumpang/kendaraan) 8,4 12,8 24,7 30,4 72,5 148,8 Upah/ jam kerja (Rp) Kerugian waktu tempuh/ kendaraan (Rp) 1.616, , , , , ,8 Nilai Kerugian/tahun Rp x Kerugian Riil/ tahun Rp x Sumber : Data primer diolah (2012) Nilai Peningkatan Konsumsi BBM Kerusakan jalan selain menyebabkan kerugian kehilangan pendapatan akibat peningkatan waktu tempuh rata-rata, juga berakibat pada peningkatan konsumsi BBM kendaraan roda 2 dan roda 4. Hasil pengamatan dilapangan dan analisis data diperoleh gambaran peningkatan konsumsi BBM dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 24. Kendaraan roda 2 yang memanfaatkan akses jalan ruas Cipatujah-Kalapagenep, mencapai 800 unit perhari. Berdasarkan nilai kehilangan waktu tempuh dan kecepatan dijalan yang sama dengan analisis kehilangan waktu tempuh pada subbab sebelumnya, maka pada tahun 2007 hingga tahun 2011 total kehilangan jarak (Km) akibat kerusakan jalan oleh aktivitas penambangan pasir besi untuk setiap kendaraan/ hari adalah berturut-turut 0,00019; 0,02664; 0,34654; 0, 61872; dan 5, Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel

17 Tabel 24 Nilai Kerugian Akibat Peningkatan Konsumsi BBM Kendaraan Roda 2 Kategori Jumlah Jumlah kendaraan/ hari Kehilangan Kecepatan Km/jam 0,1 1,6 5,6 7,6 21,8 37 Tambahan waktu tempuh/ kendaraan/ hari (menit) 0,1 1,0 3,7 4,9 14,2 24 Total Kehilangan KM/ hari 0, , , , , Konsumsi bahan bakar 28 km/liter 0, , , , , Harga BBM (Rp) Nilai Kerugian/ Hari (Rp) 0,0 5,2 58,2 99,4 830,5 993 Nilai Kerugian/tahun x1000 (Rp) 6,2 937, , , , Kerugian Riil/ tahun x1000 (Rp) 6,2 808, , , , Sumber : Data primer diolah (2012) Asumsi pemakaian bahan bakar untuk kendaraan roda 2 adalah sebanyak 28 liter/ Km, maka sehari satu unit kendaraan roda 2 akan kehilangan bahan bakar minyak sebanyak berturut-turut dari tahun adalah 0,00001; 0,00095; 0,01238; 0,02210; 0,18457 liter. Jumlah kehilangan bahan bakar ini dapatdikonversi kedalam satuan rupiah harga bahan bakar minyak, sehingga selama lima tahun akan terjadi kerugian riil penambahan konsumsi BBM oleh kendaraan roda 2 senilai Rp.220 juta. Kerugian peningkatan konsumsi BBM berikutnya adalah pada kendaraan roda empat yang menggunakan akses jalan Cipatujah-Kalapagenep. Hasil pengamatan dilapangan dan analisis data diperoleh gambaran peningkatan konsumsi BBM sebagai berikut.jumlah kendaraan roda 4 yang memanfaatkan akses jalan ruas Cipatujah-Kalapagenep mencapai 250 unit perhari. Jumlah kehilangan waktu tempuh dan kecepatan dijalan yang sama dengan analisis kehilangan waktu tempuh pada subbab sebelumnya, maka pada tahun 2007 hingga tahun 2011 total kehilangan jarak (Km) akibat kerusakan jalan oleh aktivitas penambangan pasir besi untuk setiap kendaraan/ hari adalah berturut-turut 0,00273; 0,05773; 0,39070; 0, 64993; dan 4, Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 25.Pemakaian bahan bakar untuk kendaraan roda 4 diasumsikan sebanyak 10 liter/ Km, maka sehari satu unit kendaraan roda 2 akan kehilangan bahan bakar minyak sebanyak berturut-turut dari tahun adalah 0,00027; 0, 00577; 0, 03907; 0,06499; 0,44608 liter. 81

18 Tabel 25 Nilai Kerugian Akibat Peningkatan Konsumsi BBM Kendaraan Roda 4 Kategori Jumlah Jumlah kendaraan/ hari Kehilangan Kecepatan Km/jam 0,1 1,1 3,8 5,1 14,8 25 Tambahan waktu tempuh/ kendaraan/ hari (menit) 2,1 3,2 6,2 7,6 18,1 37 Total Kehilangan KM/ hari 0, , , , , Konsumsi bahan bakar 10 km/liter 0, , , , , Harga BBM (Rp) Nilai Kerugian/ Hari (Rp) Nilai Kerugian/tahun x1000 (Rp) Kerugian Riil/ tahun x1000 Rp) 132, , , , , S umber : Data primer diolah (2012) Jumlah kehilangan bahan bakar ini jika dikonversi ke dalam satuan rupiah harga bahan bakar minyak, maka selama lima tahun akan terjadi kerugian riil penambahan konsumsi BBM oleh kendaraan roda 4 senilai Rp.179 juta. Nilai ini menunjukkan bahwa terjadi perlambatan dalam berkendara menjadikan perjalanan tidak efektif dan boros BBM akibat rusaknya jalan. Perhitungan ini menunjukkan bahwa kerusakan jalan sangat mempengaruhi waktu tempuh berkendara dan peningkatan konsumsi BBM, baik kendaran roda dua maupun kendaraan roda empat. Secara kumulatif kita dapat perhatikan pada Tabel 26 berikut ini. Nilai kehilangan waktu tempuh untuk kendaraan roda dua maupun roda empat jauh lebh besar daripada kehilangan BBM. Tabel 26 Kerugian Kerusakan Jalan Akibat Penambangan Pasir Besi Tahun Nilai Nilai Nilai Nilai Kehilangan Kehilangan Nilai Kehilangan Kehilangan Waktu Tempuh Waktu Tempuh Kerusakan BBM Riil BBM Riil Riil Roda 2 Riil Roda 4 Jalan Riil (Rp) Roda 2 (Rp) Roda 4 (Rp) (Rp) (Rp) , , , , , Jumlah , Sumber. Data primer & sekunder diolah (2012) 82

19 Nilai total kehilangan waktu tempuh kendaraan roda dua dan empat masing-masing sebesar Rp. 760 juta dan Rp. 2,2 milyar. Hal ini mengindikasikan bahwa jalan ruas Cipatujah-Kalapagenep sangat penting bagi pergerakan penduduk, sehingga kerusakan jalan mengakibatkan responden kehilangan pendapatan potensialnya akibat waktu tempuh lebih lama. Jika digabungkan dengan nilai peningkatan konsumsi BBM maka nilai kerusakan jalan di Kecamatan Cipatujah adalah Rp 3,369 milyar selama lima tahun dari Laju Ekstraksi Optimal Penambangan Pasir Besi Laju Ekstraksi Optimal Penambangan Pasir Besi Tanpa Eksternalitas Sumberdaya non renewable menghadapi kendala stok dalam melakukan ekstraksi artinya karena tidak adanya proses regenerasi, maka pada waktu tertentu stok tersebut akan habis. Hal ini berarti bahwa pengambilan dan pengkonsumsian pada barang sumberdaya alam saat ini akan berakibat pada tidak tersedianya barang tersebut di kemudian hari.perusahaan penambangan pasir besi mempunyai motivasi untuk mengejar keuntungan privat, bukan keuntungan sosial. Walaupun perusahaan pasir besi sadar akan akibat pencemaran sungai, laut dan jalan dari kegiatan produksinya, namun tidak ada dorongan (keinginan) untuk menanggulangi biaya ini.tingkat keseimbangan produksi privat tidak mempertimbangkan biaya eksternal yang ditanggung oleh masyarakat karena produksi penambangan mengakibatkan air sungai tercemar dan karena efisiensi alokatif mensyaratkan manfaat marjinal sama dengan semua biaya produksi marjinal. Selama biaya eksternal tidak dimasukkan dalam pengambilan keputusan privat, maka biaya privat marginal (MPC)lebih rendah dari biaya oportunitas produksi, dan jumlah output yang diproduksikan menjadi terlalu banyak. Berdasarkan data produksi nasional yang dikeluarkan BKPM (2010) untuk sumberdaya pasir besi di Kabupaten Tasikmalaya adalah 6.6 juta ton.laporan dinas pertambangan dan energi kabupaten Tasikmalaya, jumlah cadangan pasir besi yang telah dikeruk selama ini adalah sebanyak ton. Secara matematis jumlah pasir besi yang tersisa pada akhir tahun 2011 adalah sekitar 5,1 juta ton. Selengkapnya volume ekstraksi pasir besi dari tahun 2007 sampai tahun 2011 di Kabupaten Tasikmalaya dapat dilihat pada Tabel

20 Tabel 27 Jumlah Produksi Pasir Besi Jumlah Produksi Kab. Tahun Tasikmalaya (Ton) Jumlah Produksi Perusahaan Penambang Pasir Besi (Ton) ,5 972, , , , ,0 Total ,0 Sumber. Dinas ESDM Kab. Tasikmalaya (2012) Tabel 27menunjukkan jumlah produksi perusahaan penambangan pasir besi yang berada pada Kecamatan Cipatujah pada kolom ketiga.volume ekstraksi penambangan pasir besi mengalami peningkatan dari tahun ketahun, bahkan peningkatannya melebihi dua kali lipat. Hal ini terlihat pada Kecamatan Cipatujah maupun Kabupaten Tasikmalaya secara keseluruhan. Laju ekstraksi seperti ini jika dibandingkan dengan keputusan laju ekstraksi berdasarkan formula Hotelling tentunya tidak akan menghasilkan keuntungan maksimal sepanjang waktu. Dimana Hotelling mensyaratkan bahwa laju ekstraksi menurun sepanjang waktu dan rente ekonomi meningkat sebesar tingkat bunga. Pengumpulan data perusahaan penambangan, terutama pada PT P dengan luas izin usaha pertambangan 14,6 Ha. PT Pmemiliki lama izin 2 tahun yang akan berakhir pada bulan februari PT P memiliki cadangan terbukti sekitar ton.jumlah tersebut hingga akhir tahun 2011 telah diekstraksi sebesar ton. Perusahaan lainnya yang beroperasi di Kecamatan Cipatujah adalah PT R. PT R memiliki izin usaha pertambangan 12 Ha selama 3 tahun dan berakhir pada bulan agustus Perkiraan secara kasar terhadap stok perusahaan ini adalah ton Kenyataan diatas menunjukkan bahwa proses pengambilan keputusan dalam alokasi sumberdaya pasir besi tidak berdasarkan kaidah penambangan yang optimal. Proses ekstraksi dilakukan hanya berdasarkan kemampuan teknis produksi perusahaan tanpa mempertimbangkan situasi pasar secara cermat. Oleh sebab itu agar keadaan ini tidak berlanjut, maka dalam penelitian ini dilakukan 84

21 estimasi volume ekstraksi yang optimal agar keuntungan yang didapatkan menjadi maksimal. Langkah pertama adalah dengan menentukan kurva biaya total perusahaan. Kurva biaya ini didapatkan dari hasil survei terhadap lima perusahaan (daftar perusahaan ada pada lampiran 1). Hasil regresi jumlah produksi (Q) kelima perusahaan terhadap biaya variabel (VC) ditambah biaya tetap (FC) maka fungsi total biaya (TC) produksi selama 5 tahun adalah : TC = Q + 0,262 Q 2 (1) Fungsi diatas dapat digunakan dalam proses optimasi dengan kendala cadangan pasir besi menggunakan program solver excel. Harga dasar yang digunakan dalam proses optimasi adalah harga pertonase rata-rata pasir besi tahun yaitu Rp ,-. Tingkat bunga yang digunakan adalah suku bunga bank indonesia selama 5 tahun dari tahun yaitu sebesar 7,4%. Proses optimasi yang pertama untuk mendapat volume ekstraksi tahunan, dan net present value yang dilakukan dengan tanpa mempertimbangkan eksternalitas dengan bentuk persamaan sebagai berikut , ,074 Kendala cadangan pasir besi ton Q Q Q...(2) Model maksimisasi keuntungan Hotelling dapat digunakan untuk menyelesaikan fungsi diatas, sehingga didapatkan laju ekstraksi pasir besi dengan dan tanpa mempertimbangkan eksternalitas. Laju ekstraksi pasir besi tanpa mempertimbangkan eksternalitas memiliki daur selama 27 tahun, dengan kendala jumlah cadangan awal 5,1 juta ton. Jumlah ekstraksi pada tahun 2012 adalah ton dengan nilai penerimaan bersih sekarang adalah Rp Laju Ekstraksi Optimal Dengan Eksternalitas Memodelkan biaya eksternal dalam struktur biaya produksi perusahaan penambangan pasir besi akan mengubah keuntungan perusahaan.untuk menentukan pola biaya eksternalitas yang disebabkan oleh penambangan pasir besi bisa dilakukan dengan meregresikan jumlah produksi (Q) kelima perusahaan tersebut dengan nilai kerusakan (TCeks) yang terjadi selama perusahaan tersebut 85

22 beroperasi. Hasil dari regresi dapat dilihat pada hubungan eksternalitas dengan produksi pasir besi sebagai berikut ini. TCeks = Q + 0,00258 Q (3) Biaya sosialharuslah diperhitungkanuntuk mencapai tingkat ekstraksi optimal.kenyataan yang demikian ini seharusnya tidak menghalangi usaha masyarakat untuk memecahkan masalah kerusakan lingkungan. Eksternalitas yang terjadi pada produksi penambangan di Kabupaten Tasikmalaya adalah eksternalitas yang merusak sumber daya air (sungai dan pantai) serta sarana jalan umum. Selama ini biaya eksternalitas ini ditanggung oleh pihak yang berada di luar transaksi pasar, maka ia tidak dimasukkan dalam perhitungan biaya penambangan perusahaan. Laju ekstraksi optimal dengan eksternalitas, mengharuskan kita dapat membuat model formal untuk eksternalitas lingkungan yang bersifat negatif pada biaya penambangan pasir besi. Proses optimasi jika eksternalitas dipertimbangkan dengan menginternalisasikan eksternalitas dengan fungsi biaya penambangan pasir besi dapat dilihat pada formula optimasi yang berubah menjadi bentuk berikut ini , , , , Kendala cadangan pasir besi ton Q Q Q...(4) Laju ekstraksi pasir besi dengan mempertimbangkan eksternalitas memiliki daur selama 28 tahun dengan asumsi cadangan awal 5,1 juta ton. Secara sederhana dapat kita lihat bahwa umur daur hampir sama dengan ekstraksi optimal tanpa mempertimbangkan eksternalitas, namun volume ekstraksi tahunannya lebih terdistribusi merata sepanjang tahun daripada tanpa mempertimbangkan eksternalitas. Ditambah lagi eksternalitas disini masih terbatas pada dua aspek yaitu kerugian perikanan dan gangguan fungsi jalan. Ini menunjukkan bahwa pertimbangan eksternalitas yang berakibat peningkatan biaya produksi akan mendorong produsen agar tidak terburu-buru melakukan ekstraksi. Hasil proses optimasi adalah kuantitas ekstraksi dengan pertimbangan eksternalitas ton pada tahun 2012 dan nilai present value Rp dan nilai total penerimaan bersih pada tahun 2039 adalah Rp , dengan asumsi 86

23 harga jual pasir besi yang dipakai adalah harga jual rata-rata, yaitu Rp / ton dan dengan suku bunga pinjaman bank rata-rata 5 tahun adalah 7,4%. Kedua optimasi diatas, memang menunjukkan bahwa umur daur penambangan hanya berbeda satu tahun. Perbedaan umur ini menyebabkan total penerimaan optimasi dengan mempertimbangkan eksternalitas memiliki nilai penerimaan bersih lebih kecil sekitar Rp. 26,49 milyar daripada total penerimaan bersih ekstraksi tanpa pertimbangan eksternalitas. Nilai ini menunjukkan bagian penerimaan dari perusahaan tambang yang berkurang akibat internalisasi eksternalitas negatif. Jumlah Produksi (Ton) Qt dengan Eks Qt tanpa Eks Gambar 17 Laju ekstraksi optimal pasir besi dengan dan tanpa eksternalitas Secara grafis dapat kita lihat bahwa jalur ekstraksi tanpa pertimbangan eksternalitas, sedikit lebih curam daripada dengan pertimbangan eksternalitas, sehingga sumberdaya lebih cepat dieksploitasi dan beberapa pihak yang terkena dampak negatif tidak dikompensasi. Jika kita bandingkan dengan lama izin usaha produksi yang diberikan oleh dinas energi dan sumberdaya mineral Kabupaten Tasikmalaya yang hanya berkisar 1-5 tahun. Terlihat jelas bahwa izin usaha pertambangan pasir besi tidak didasarkan pada pengelolaan sumberdaya tidak terbarukan dalam pandangan ekonomi sumberdaya dan lingkungan. Keadaan ini mendorong para pengusaha pemegang izin untuk secara besar-besaran dan secepat mungkin menghabiskan sumberdaya pasir besi yang mereka kuasai. Akibatnya kemampuan atau daya dukung lingkungan menjadi terabaikan dan banyak pihak lain yang menanggung kerugian. 87

24 7.4 Solusi Eksternalitas Dengan Nilai Pajak Lingkungan Total nilai eksternalitas negatif akibat penambangan pasir besi, terutama eksternalitas yang menyebabkan kerugian yang dialami oleh nelayan dan pengguna jalan sebesar Rp. 3,6 milyar. Nilai tersebut dapat diturunkan dalam bentuk pajak yang ditarik untuk setiap tonase pasir besi yang diproduksi oleh perusahaan. Untuk menentukan tingkat pajak berdasarkan hasil survei terhadap lima perusahaan pasir besi yang beroperasi di Kecamatan Cipatujah. Survei ini telah berhasil mengestimasi nilai marginal kerusakan (MD) dan nilai biaya marginal perusahaan (MC), kedua nilai tersebut diturunkan dari kurva biaya dan kurva eksternalitas persamaan (1) dan (3) di subbab laju ekstraksi optimal. Setelah diketahui total eksternalitas akibat pertambangan pasir besi ini, maka dapat ditentukan marginal eksternalitasnya (MD) dengan menurunkan nilai total eksternalitas tersebut terhadap jumlah kuantitas ekstraksi pasir besi (Q), sehingga persamaan (3) menjadi MD= ,00516Q...(5) Nilai marginal ini akan sangat menentukan dalam menentukan berapa tingkat ekstraksi pasir besi yang optimal dengan adanya kerusakan lingkungan E Q Gambar 18 Kurva eksternalitas penambangan terhadap jumlah produksi Secara grafis dapat kita lihat pada gambar diatas bahwa hubungan antara eksternalitas dengan jumlah produksi pasir besi bersifat non linear positif, sehingga dengan semakin banyak produksi semakin meningkat jumlah eksternalitas yang diakibatkannya. Dalam menentukan nilai biaya marginal (MC) 88

25 dari fungsi biaya tersebut ini harus dilakukan proses derivatif total biaya (persamaan 1) terhadap quantitas ekstraksi (Q). Sehingga dari proses tersebut dihasilkan nilai biaya marginal sebagai berikut : MC = ,52Q....(6) Pada gambar dibawah ini dapat dilihat bahwa, biaya variabel produksi pasir besi akan meningkat dengan semakin banyak produksi pasir besi yang dihasilkan. Kurva biaya marginal ini diasumsikan adalah kurva penawaran dari pasir besi.secara grafis kurva penawaran berslope positif, sedangkan kurva biaya marginal dengan sifat non linearnya memiliki arah kurva yang berslope negatif, sehingga kurva penawaran hanyalah kurva marginal cost yang berada diatas kurva biaya rata rata penambangan pasir besi E E E+10 TC E E Q Gambar 19 Kurva total biaya terhadap jumlah produksi penambangan besi Penjumlahan persamaan 5 dan 6 maka akan didapatkan total biaya sosial marginal (MSC), yaitu biaya produksi perusahaan dengan nilai marginal kerusakan/ eksternalitas (MD dari aktivitas penambangan pasir besi. MSC = ,59916Q (7) Biaya sosial marginal ini dapat digunakan untuk menentukan jumlah ekstraksi pasir besi dengan mempertimbangkan nilai eksternalitas negatif yang diakibatkannya.sebelumnya kita harus menentukan terlebih dahulu nilai manfaat socialdaripenambangan pasir besi. Nilai manfaat sosial atau MSB dapat diestimasi dengan menurunkan fungsi penerimaan total (TR) penambangan pasir besi terhadap jumlah ekstraksi (Q) pasir besi. 89

26 Hasil regresi total penerimaan dengan jumlah ekstraksi pasir besi maka didapatkan fungsi total penerimaan adalah TR = Q.. (8) P enambangan pasir besi diasumsikan berada pada pasar persaingan sempurna sehingga perusahaan bersifat sebagai penerima harga (price taker), maka penurunan kurva total penerimaan yaitu marginal penerimaan (MR) adalah bersifat linear positif. Kurva MR inidapat dijadikan kurva yang mengestimasi jumlah permintaan pasir besi. MR= (9) Persamaan MR dapat dijadikan sebagai kurva permintaan atau marginal sosial benefit dengan asumsi nilai marginal eksternalitas positif adalah nol. Kurva total penerimaan adalah seperti gambar dibawah ini E E E+10 TR (Rp) E E E Q (ton) Gambar 20 Kurva total penerimaan terhadap jumlah produksi Setelah mendapatkan kurva dan persamaan-persamaan diatas kita dapat menentukan berapa jumlah ekstraksi pasir besi dengan mempertimbangkan eksternalitas. Jumlah ekstraksi teresebut didapatkan dari penyelesaian persamaan MSB = MSC yaitu = ,52916Q.. (10) Hasil penyelesaian persamaan (10) diatas didapatkan jumlah ekstraksi optimal pasir besi dengan mempertimbangkan adanya eksternalitas adalah sebanyak ton. Berikutnya untuk menentukan jumlah ekstraksi aktual 90

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini disebabkan karena potensi cadangan

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penambangan untuk mengambil bahan galian dari lapisan bumi telah berlangsung sejak lama. Selama kurun waktu 50 tahun, konsep dasar ekstraksi relatif tidak berubah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. udang, kakap, baronang, tenggiri, kerang, kepiting, cumi-cumi dan rumput laut yang tersebar

BAB I PENDAHULUAN. udang, kakap, baronang, tenggiri, kerang, kepiting, cumi-cumi dan rumput laut yang tersebar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas usaha perikanan tangkap umumnya tumbuh di kawasan sentra nelayan dan pelabuhan perikanan yang tersebar di wilayah pesisir Indonesia. Indonesia memiliki potensi

Lebih terperinci

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5.1 Sumberdaya Ikan Sumberdaya ikan (SDI) digolongkan oleh Mallawa (2006) ke dalam dua kategori, yaitu SDI konsumsi dan SDI non konsumsi. Sumberdaya ikan konsumsi

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah 4.1.1 Geografi, topografi dan iklim Secara geografis Kabupaten Ciamis terletak pada 108 o 20 sampai dengan 108 o 40 Bujur Timur (BT) dan 7 o

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas penentu kelangsungan perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan ekonomi adalah peningkatan pendapatan nasional dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dikembangkan dan dikelola sumberdaya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari yang terdapat di daratan hingga di lautan. Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari yang terdapat di daratan hingga di lautan. Negara Kesatuan Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan alam yang dimiliki oleh Negara ini sungguh sangat banyak mulai dari yang terdapat di daratan hingga di lautan. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH No.12/02/33/Th.VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN PDRB JAWA TENGAH TAHUN 2012 MENCAPAI 6,3 PERSEN Besaran PDRB Jawa Tengah pada tahun 2012 atas dasar harga berlaku mencapai

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah Pulau Nias. Luasnya secara keseluruhan adalah km 2. Posisinya

BAB I PENDAHULUAN. adalah Pulau Nias. Luasnya secara keseluruhan adalah km 2. Posisinya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu wilayah yang termasuk ke dalam pesisir laut di Sumatera Utara adalah Pulau Nias. Luasnya secara keseluruhan adalah 5.625 km 2. Posisinya sangat strategis

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2006

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2006 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2006 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, di mana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani.

Lebih terperinci

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011 BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011 7.1. Kondisi Wilayah Maluku Saat Ini Perkembangan terakhir pertumbuhan ekonomi di wilayah Maluku menunjukkan tren meningkat dan berada di atas pertumbuhan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008 No.05/02/33/Th.III, 16 Februari 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008 PDRB Jawa Tengah triwulan IV/2008 menurun 3,7 persen dibandingkan dengan triwulan III/2007 (q-to-q), dan bila dibandingkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 No. 10/02/63/Th XIV, 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 010 Perekonomian Kalimantan Selatan tahun 2010 tumbuh sebesar 5,58 persen, dengan n pertumbuhan tertinggi di sektor

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE 4.1 Kondisi Wilayah Pulau Simeulue merupakan salah satu pulau terluar dari propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Ο Ο Ο Ο berada pada posisi 0 0 03-03 0 04 lintang Utara

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Kondisi Fisik Daerah Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara 7.33-8.12 Lintang Selatan dan antara 110.00-110.50 Bujur

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 06 /11/33/Th.I, 15 Nopember 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH PDRB JAWA TENGAH TRIWULAN III TH 2007 TUMBUH 0,7 PERSEN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Tengah pada

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA No. 52/ V / 15 Nopember 2002 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA INDONESIA TRIWULAN III TAHUN 2002 TUMBUH 2,39 PERSEN Indonesia pada triwulan III tahun 2002 meningkat sebesar 2,39 persen terhadap triwulan II

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 4.1. Gambaran Umum inerja perekonomian Jawa Barat pada tahun ini nampaknya relatif semakin membaik, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Jawa

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014 No. 40/08/36/Th.VIII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014 PDRB Banten triwulan II tahun 2014, secara quarter to quarter (q to q) mengalami pertumbuhan sebesar 2,17 persen,

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kelautan dengan kekayaan laut maritim yang sangat melimpah, negara kepulauan terbesar di dunia dengan garis pantai yang terpanjang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada pertumbuhan tanaman, hewan, dan ikan. Pertanian juga berarti kegiatan pemanfaatan sumber daya

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Di sisi penawaran, hampir keseluruhan sektor mengalami perlambatan. Dua sektor utama yang menekan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2012 adalah sektor pertanian dan sektor jasa-jasa mengingat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) dan berdasarkan habitatnya di laut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 2.1 Geografis dan Administratif Sebagai salah satu wilayah Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Kendal memiliki karakteristik daerah yang cukup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dengan tempat yang dituju. Transportasi digunakan untuk memudahkan

I. PENDAHULUAN. manusia dengan tempat yang dituju. Transportasi digunakan untuk memudahkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi merupakan salah satu sarana yang dapat menghubungkan manusia dengan tempat yang dituju. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2014 No. 05/11/Th.IX, 5 Februari 2015 No. 11/02/63/Th.XIX/ 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2014 EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2014 TUMBUH 4,85 PERSEN MELAMBAT SEJAK TIGA TAHUN

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 No. 046/08/63/Th XVII, 2 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-2013 tumbuh sebesar 13,92% (q to q) dan apabila dibandingkan dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011 No.43/08/33/Th.V, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011 PDRB Jawa Tengah pada triwulan II tahun 2011 meningkat sebesar 1,8 persen dibandingkan triwulan I tahun 2011 (q-to-q).

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN BPS PROVINSI MALUKU No. 01/05/81/Th.XV, 05 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN PDRB Maluku pada triwulan IV tahun 2013 bertumbuh

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008 BPS PROVINSI DKI JAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008 No. 08/02/31/Th. XI, 16 Februari 2009 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV tahun 2008 yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH No.12/02/33/Th.VIII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN PDRB JAWA TENGAH TAHUN 2013 MENCAPAI 5,8 PERSEN Besaran PDRB Jawa Tengah pada tahun 2013 atas dasar harga berlaku mencapai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mobil merupakan suatu hal penting yang dianggap mampu membantu mempermudah hidup manusia. Untuk dapat dipergunakan sebagai mana fungsinya mobil menggunakan tenaga mesin

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi lestari perikanan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dengan

Lebih terperinci

Grafik 1.21 Perkembangan Bongkar Barang

Grafik 1.21 Perkembangan Bongkar Barang Grafik 1.21 Perkembangan Bongkar Barang 1.2 SISI PENAWARAN Dinamika perkembangan sektoral pada triwulan I-2012 menunjukkan arah yang melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan tersebut didorong

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 No.51/08/33/Th.VIII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan II tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam struktur pembangunan perekonomian nasional khususnya daerah-daerah.

BAB I PENDAHULUAN. dalam struktur pembangunan perekonomian nasional khususnya daerah-daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional khususnya daerah-daerah. Sektor pertanian sampai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi 93 6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu Unit penangkapan bagan yang dioperasikan nelayan di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar berukuran panjang lebar tinggi adalah 21 2,10 1,8 m, jika dibandingkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lebih dari dua per tiga permukaan bumi tertutup oleh samudera. Ekosistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lebih dari dua per tiga permukaan bumi tertutup oleh samudera. Ekosistem BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Sumberdaya Maritim Indonesia Lebih dari dua per tiga permukaan bumi tertutup oleh samudera. Ekosistem perairan ini merupakan seumber dari berbagai macam produk dan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2012 No.11/02/63/Th XVII, 5 Februari 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2012 Perekonomian Kalimantan Selatan tahun 2012 tumbuh sebesar 5,73 persen, dengan pertumbuhan tertinggi di sektor konstruksi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 06 /11/33/Th.II, 17 Nopember 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH PDRB JAWA TENGAH TRIWULAN III TH 2008 TUMBUH 1,1 PERSEN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Tengah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 No. 68/11/33/Th.VIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan III tahun

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 21 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu terletak di Kecamatan Palabuhanratu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penelitian Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang melibatkan pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif, perbaikan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III/2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III/2014 No. 68/11/71/Th. VIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III/2014 Perekonomian Sulawesi Utara yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada ulan III/2014

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. kebutuhan pada pembahasan pada Bab berikutnya. Adapun data-data tersebut. yang diambil seperti yang tertuang dibawah ini.

BAB IV HASIL PENELITIAN. kebutuhan pada pembahasan pada Bab berikutnya. Adapun data-data tersebut. yang diambil seperti yang tertuang dibawah ini. BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Umum Pengumpulan data pada tesis ini diambil dari instansi terkait serta dari laporan-laporan terdahulu yang semuanya itu akan berhubungan serta menunjang pelaporan tesis pada

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB Lapangan Usaha TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB Lapangan Usaha TAHUN 2015 BPS KABUPATEN TAPANULI UTARA No. 01/08/1205/Th. VIII, 16 Agustus 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB Lapangan Usaha TAHUN 2015 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 40/11/31/Th. IX, 15 November 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan III tahun 2007 yang diukur berdasarkan PDRB

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan hayati yang melimpah, hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia terhadap pembangunan perekonomian melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu pulau. Kenyataan ini memungkinkan timbulnya struktur kehidupan perairan yang memunculkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

No. 64/11/13/Th.XVII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT TRIWULAN III 2014

No. 64/11/13/Th.XVII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT TRIWULAN III 2014 No. 64/11/13/Th.XVII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT TRIWULAN III 2014 Perekonomian Sumatera Barat yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terluas di dunia, dengan panjang pantai 81.000 km serta terdiri atas 17.500 pulau, perhatian pemerintah Republik Indonesia terhadap sektor

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Desa Lebih terletak di Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali dengan luas wilayah 205 Ha. Desa Lebih termasuk daerah dataran rendah dengan ketinggian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2012 BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 33/05/21/Th. VII, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I TAHUN 2012 PDRB KEPRI TRIWULAN I TAHUN 2012 TUMBUH 7,63 PERSEN PDRB Kepri pada triwulan I tahun

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 26/05/73/Th. VIII, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN I 2014 BERTUMBUH SEBESAR 8,03 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor perikanan merupakan bagian dari pembangunan perekonomian nasional yang selama ini mengalami pasang surut pada saat tertentu sektor perikanan merupakan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009 BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 06 /11/33/Th.III, 10 Nopember 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Tengah pada triwulan III-2009 meningkat sebesar

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN KEPULAUAN ARU

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN KEPULAUAN ARU 48 IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN KEPULAUAN ARU 4.1 Geografi dan Pemerintahan 4.1.1 Geografi Secara geografi Kabupaten Kepulauan Aru mempunyai letak dan batas wilayah, luas wilayah, topografi, geologi dan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. sudah dimekarkan menjadi 11 kecamatan. Kabupaten Kepulauan Mentawai yang

BAB I PENGANTAR. sudah dimekarkan menjadi 11 kecamatan. Kabupaten Kepulauan Mentawai yang BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kepulauan Mentawai terdiri dari empat pulau besar dan berpenghuni yaitu Siberut, Sipora, Pagai Utara, dan Pagai Selatan. Setelah Indonesia merdeka dan sistem pemerintahan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN IV TAHUN 2013 No. 09/02/36/Th. VIII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN IV TAHUN 2013 Secara total, perekonomian Banten pada triwulan IV-2013 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci

II PENDAHULUAN PENDAHULUAN

II PENDAHULUAN PENDAHULUAN I II PENDAHULUAN PENDAHULUAN Pembangunan dapat diartikan berbeda-beda oleh setiap orang tergantung dari sudut pandang apa yang digunakan oleh orang tersebut. Perbedaan cara pandang mengenai proses pembangunan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2013 BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2013 A. PDRB PROVINSI KEPULAUAN RIAU MENURUT LAPANGAN USAHA I. PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN III TAHUN 2013 No. 75/11/21/Th.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sumber daya alam atau biasa disingkat SDA adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih sejahtera yang

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 31 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Kabupaten Ciamis 4.1.1 Geografi, Morfologi dan Klimatologi Kabupaten Ciamis terletak di selatan Provinsi Jawa Barat. Secara geografis Kabupaten

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 13/02/52/Th.IX, 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 TUMBUH 5,06 PERSEN Perekonomian Provinsi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 09/02/Th.XX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH EKONOMI ACEH SELAMA TAHUN DENGAN MIGAS TUMBUH 3,31 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 4,31 PERSEN. Perekonomian Aceh

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT I. Perumusan Masalah Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang optimal membutuhkan sebuah pemahaman yang luas dimana pengelolaan SDA harus memperhatikan aspek

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka ekonomi makro dan pembiayaan pembangunan Kabupaten Sleman memuat tentang hasil-hasil analisis dan prediksi melalui metode analisis ekonomi

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan lapangan industri dan perdagangan merupakan salah satu penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan lapangan industri dan perdagangan merupakan salah satu penyebab A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi merupakan aspek terpenting yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam lingkup pembangunan nasional. Perubahan lapangan industri dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci