BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai LS sehingga memiliki

Transkripsi

1 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai LS sehingga memiliki iklim tropis lembab basah dengan ciri khas: curah hujan yang tinggi namun penguapan rendah, suhu rata-rata tahunan tinggi mencapai 31 C dengan perbedaan suhu antara siang dan malam yang kecil (5-7 C), kelembaban ratarata tahunan tinggi yaitu 75%, dan kecepatan angin rata-rata rendah yaitu 0,6 m/s dari satu atau dua arah yang dominan (Samodra,2009). Efek cuaca yang cukup ekstrim tersebut terhadap bangunan salah satunya yaitu kerusakan pada atap. Pradipto (1998) menyebutkan bahwa kerusakan atap paling parah di Yogyakarta terjadi di sisi utara. Atap menjadi bagian yang paling penting dari sebuah bangunan, karena berhubungan langsung dengan cuaca yaitu terkena paparan sinar matahari dan hujan, sehingga sangat menentukan kenyamanan ruang dibawahnya. Disamping panas dari sinar matahari serta hujan, kelembaban dari dalam tanah dan pergerakan udara juga turut mempengaruhi kenyamanan ruang. Pada dasarnya angin memiliki kemampuan mereduksi panas dan kelembaban, namun kecepatan angin lebih dari 3 m/s padaruang tertutup berbahaya bagi kesehatan, dapat menyebabkan masuk angin duduk (Mangunwijaya, 1994). Pada proses pemanasan, menurut hukum termodinamika, panas bergerak karena ada perbedaan tekanan. Dalam sebuah bangunan, udara panas dari bawah akan bergerak naik ke atas mengisi kekosongan, pada saat yang bersamaan transmisi panas matahari secara langsung mengenai dan menembus atap. Udara panas dari bawah dan dari atas berkumpul di ruang atap mengakibatkan ruangan

2 2 menjadi semakin panas. Mangunwijaya (1994), bahwa menggunakan bahanbahan yang memiliki konduktivitas rendah dan berongga, atap akan bersifat isolasi atau menahan panas, sehingga panas yang diteruskan hanya sedikit dan angin masih dapat melintas sehingga mengurangi kelembaban. Dengan demikian pada ruangan dapat tercapai suhu nikmat atau zona nyaman termal. Konsep kenyamanan termal merupakan keseimbangan atau komposisi yang tepat antara suhu, kelembaban, dan kecepatan angin sesuai kebutuhan tubuh manusia. Indonesia memiliki SNI tentang kenyamanan termal yaitu pada suhu 25 C ±1 C, dengan kelembaban relatif 55%±10%. Untuk mencapai suhu nikmat tersebut diperlukan pemilihan jenis konstruksi penutup atap yang tepat untuk daerah tropis lembab basah, yaitu konstruksi penutup atap yang mampu menahan dan mereduksi panas dengan baik atau sebagai isolator termal. Jenis penutup atap yang beredar dan banyak digunakan di Indonesia hingga saat ini mayoritas merupakan jenis bahan dengan konduktivitas tinggi, seperti: seng, asbes, genteng tanah liat, dan genteng press. Bahan-bahan penutup atap tersebut belum solutif mengatasi masalah termal, sehingga masih memerlukan sistem isolasi tambahan baik dengan ruang kosong maupun konstruksi atau lapisan isolasi tersendiri. Jenis bahan organik memiliki konduktivitas termal rendah, atau memiliki kemampuan yang baik dalam menahan panas, sangat cocok diterapkan di Indonesia. Bahan-bahan konduktivitas rendah yaitu kayu, bambu, dan serat-serat organik lainnya yang sudah teruji sejak zaman nenek moyang dapat memberikan kesejukan.

3 3 Penutup atap berupa sirap kayu ulin efektif sebagai isolasi termal, namun semakin sulit dan mahal didapatkan. Potensi bambu di Indonesia sangat besar, ketersediaannya melimpah, mudah dibudidayakan dan diperbarui jika dibandingkan dengan kayu, ramah lingkungan, serta mudah pengerjaannya. Di Indonesia sendiri sirap bambu telah dikenal dan digunakan sebagai penutup atap dibeberapa daerah seperti Toraja, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Timur, serta Jawa. Setiap daerah memiliki metode konstruksi yang berbeda, baik dari segi bentuk, struktur maupun konstruksi atap yang dipilih serta bahan penutup atapnya. Hal ini dipengaruhi selain sistem kepercayaan juga kondisi iklim setempat yang berbeda-beda, baik suhu termal maupun curah hujan yang mempengaruhi kelembaban (Pradipto, 2014). Disamping itu, secara anatomi,bambu memiliki keunggulan sifat isolasi jika dibandingkan dengan kayu 1, sehingga berpotensi dikembangkan sebagai penutup atap sekaligus isolator termal. Disamping dari jenis bahannya, cara pengkonstruksian, cara pelapisan, serta sudut kemiringan atap tentunya turut berpengaruh pada kemampuan penutup atap sebagai isolator termal. Selanjutnya, untuk mendapatkan kemampuan konstruksi penutup atap dengan bahan bambu sebagai isolator termal yang efisien, perlu dilakukan pengukuran dan pengujian secara langsung di lapangan untuk melihat perilaku fisis sirap. Diharapkan potensi isolator termal 1 Wawancara dengan Gentur Sutapa, 2014: Kerapatan sel atau rongga pada kayu rata, sedangkan bambu tidak rata. Semakin ke dalam, sel pada bambu semakin tebal dan dindingnya semakin tipis, dan lapisan terluar mengandung banyak silika yang sangat kuat, kalau ditarik kekuatannya melebihi baja (bersifat seperti pisau, sangat tajam), ini merupakan potensi bagus untuk isolasi termal dibandingkan kayu). sedangkan bambu tidak rata. Semakin ke dalam, sel pada bambu semakin tebal dan dindingnya semakin tipis, dan lapisan terluar mengandung banyak silika yang sangat kuat, kalau ditarik kekuatannya melebihi baja (bersifat seperti pisau, sangat tajam), ini merupakan potensi bagus untuk isolasi termal dibandingkan kayu).

4 4 yang bagus dan efisien dari penutup atap dengan bahan bambu ini dapat dimanfaatkan sebagai dasar pengembangan sirap bambu sebagai penutup atap yang ramah lingkungan dan mudah dijangkau semua kalangan. I.2. Rumusan Masalah Untuk mendapatkan kemampuan bahan bambu sebagai isolator termal yang efisien, diperlukan model konstruksi penutup atap dengan pengukuran, pendataan, dan pengujian secara langsung dengan eksperimen di lapangan. I.3. Pertanyaan Penelitian Untuk mengarahkan penelitian ini, maka disusun pertanyaan penelitian: 1. Seberapa besar kemampuan isolator termal dari konstruksi penutup atap dengan bahan bambu? 2. Seperti apakah model konstruksi penutup atap dengan bahan bambu yang efisien sebagai isolator termal? I.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan: 1. Mendapatkan nilai kemampuan isolator termal dari konstruksi penutup atap dengan bahan bambu. 2. Mendapatkan model konstruksi penutup atap dengan bahan bambu yang paling efisien sebagai isolator termal.

5 5 I.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai: 1. Masukan atau arahan secara nyata dan praktis sebagai sistem isolasi pada atap yang efisien diterapkan di Indonesia. 2. Sumbangan bagi ilmu pengetahuan bidang arsitektur khususnya dalam hal konstruksi dan fisika bangunan. 3. Media mempopulerkan bambu kepada masyarakat luas sebagai bahan isolator termal yang efisien dan ramah lingkungan, sebagai sumber daya terbarukan dalam menghadapi krisis energi. I.6. Batasan Penelitian Penelitian ini dibatasi pada kemampuan dan efisiensi isolator termal konstruksi penutup atap dengan bahan bambu berdasarkanjenis bahan, cara pengkonstruksian, cara pelapisan, dan sudut kemiringan atap untuk daerah tropis lembab basah khususnya di Indonesia pada bulan Maret, satu kondisi cuaca dengan curah hujan yang tinggi, radiasi matahari rendah sekitar 47%/hari, penguapan rendah sehingga kelembaban tinggi, dan suhu relatif rendah. Dalam proses penelitian ini: 1. Bambu yang digunakan adalah Bambu Apus dan Petung dibeli dari toko bahan bangunan dalam kondisi kering dan siap pakai sebagai bahan bangunan. 2. Sirap yang diuji menggunakan seluruh bagian bambu, yaitu: pangkal, tengah, ujung, sehingga ukuran lebar sirap dan ketebalannya beragam.

6 6 3. Menggunakan cara pengkonstruksian sirap bambu berupa blok sirap bambu dengan nomor pendaftaran HKI NR.P oleh Pradipto (2013) (lihat lampiran 1 halaman ). 4. Pengukuran besarasan fisis di lapangan menggunakan peralatan manual yaitu: termometer infrared, woodmeter, dan environmentmeter. 5. Pengukuran besaran fisis berdasarkan sudut kemiringan atap tidak dapat dilakukan bersamaan namun secara berurutan karena beberapa keterbatasan, oleh karenanya nilai besaran fisis tidak dapat diperbandingkan, namun dapat digunakan perilaku fisisnya berdasarkan fluktuasi sebagai perbandingan. 6. Lokasi pengujian sirap berada di lapangan bulutangkis Perumahan Minomartani Yogyakarta, sehingga iklim mikro setempat masih dapat terpengaruh keberadaan banggunan. I.7. Keaslian Penelitian Penelitian ini berfokus pada substansi isolasi termal di daerah tropis lembab pada sekitar bulan Maret saat curah hujan tinggi. Kebaruan penelitian ini yaitu akan didapatkan model konstruksi penutup atap dengan bahan bambu yang efisien sebagai isolator termal. Terdapat beberapa penelitian sebelumnya terkait isolasi termal, karakteristik masing-masig penelitian tersebut sebagai berikut:

7 Tabel 1. Keaslian penelitian (disarikan dari berbagai sumber) 7

8 8

9 9

10 10