BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Secara administratif Desa Tabumela terletak di wilayah Kecamatan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Secara administratif Desa Tabumela terletak di wilayah Kecamatan"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Keadaan Demografis Secara administratif Desa Tabumela terletak di wilayah Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo, dan memiliki batas batas administrasi sebagai berikut : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Ilotidea 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Tilote / Kota Gorontalo 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Bolango 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Danau Limboto Wilayah Desa Tabumela dengan luas keseluruhan ± 82,50 Ha terbagi dalam 5 (Lima) Dusun yaitu Dusun Teratai, Dusun Kuntum Mekar, Dusun Mujair, Dusun Kabos dan Dusun Flamboyan. Secara geografis, wilayah Desa Tabumela terbagi pada 2 kelompok masyarakat besar yang berada di 5 (Lima) dusun. Dusun Kuntum Mekar dan Mujair terletak di bagian Utara desa dan Dusun Teratai, Kabos serta Flamboyan terletak dibagian selatan desa. Hubungan transportasi masyarakat di kedua wilayah tersebut hanya melalui jalan Desa Tilote sebab belum tersedianya sarana jalan penghubung masyarakat Dusun Mujair dan Kabos. Dari data kependudukan, pada tahun 2011 Desa Tabumela mengalami lonjakan jumlah penduduk yang cukup tinggi yakni sekitar 5,2 % dengan jumlah total jiwa. Dusun dengan jumlah penduduk terbanyak adalah Dusun Flamboyan yakni 575 jiwa, kemudian Dusun Kuntum Mekar sejumlah 482, 41

2 42 Dusun Teratai sejumlah 442, Dusun Mujair 310 jiwa dan dusun dengan jumlah penduduk terkecil adalah Dusun Kabos dengan jumlah penduduk 266 jiwa Keadaan Sosial Jumlah Penduduk Desa Tabumela Kecamatan Tilango Tahun 2008 sebesar Jiwa, Tahun 2009 naik sebesar 2,3 % sehingga menjadi Jiwa, sedangkan di Tahun 2011 berkembang menjadi berarti prosentasenya naik 5,2 %. Bila dilihat dari kepadatan serta persebaran penduduk Desa Tabumela tidak berimbang antara luas dusun dan kepadatan dapat diuraikan sbb : 1. Dusun Teratai dengan luas wilayah : 24,5 Ha berpenduduk : 442 Jiwa 2. Dusun Kuntum Mekar dengan luas wilayah : 14,5 Ha berpenduduk : 482 Jiwa 3. Dusun Mujair dengan luas wilayah : 9 Ha berpenduduk : 310 Jiwa 4. Dusun Kabos dengan luas wilayah : 18 Ha berpenduduk : 266 Jiwa 5. Dusun Flamboyan dengan luas wilayah : 16,5 Ha berpenduduk : 575 Jiwa Keadaan Ekonomi Roda perekonomian penduduk Desa Tabumela lebih didominasi oleh sektor Perikanan dan Pertanian. Data yang ada menunjukan bahwa sebagian besar masyarakat terutama yang berada di Dusun Teratai, Kabos, Flamboyan dan Dusun Mujair bermata pencaharian sebagai nelayan dan sebagian petani, sementara di Dusun Kuntum Mekar didominasi pedagang, Pegawai Negeri Sipil/Honorer, buruh harian dan-lain-lain. Sedangkan untuk lahan perkebunan yang ada di Desa

3 43 ini adalah seluas Ha, itupun bila pada saat musim penghujan tidak dapat dimanfaatkan untuk bercocok tanam sebab tergenang banjir, sehingga dimanfaatkan oleh para nelayan untuk mencari ikan diperairan Danau Limboto. Pada musim penghujan yang sering menyebabkan banjir, banyak masyarakat beralih profesi menjadi nelayan dadakan namun disisi lain menjadi permasalahan rutin sebab disaat-saat banjir banyak bangunan yang rusak terutama rumah-rumah penduduk dan juga fasilitas umum, disamping itu wabah penyakit menular setelah pascah banjir juga menjadi permasalahan yang sangat vital. Hal ini sangat mengganggu roda perekonomian penduduk setempat. 4.2 Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 10 hari dari tanggal 20 April sampai dengan 30 April Sampel penelitian berjumlah 174 anak balita yang berasal dari satu desa yang terdiri dari lima dusun yaitu dusun Teratai sebanyak 47 balita, dusun Kuntum Mekar sebanyak 23 balita, dusun Mujair sebanyak 16 balita, dusun Kabos sebanyak 29 balita dan dusun Flamboyan sebanyak 59 balita Hasil Analisis Univariat Analisis univariat atau analisis deskriptif dilakukan untuk mendeskripsikan dan melihat distribusi dari umur responden, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan terakhir, kejadian ISPA, kondisi ventilasi rumah, kondisi lantai, kepadatan hunian, pencahayaan alami, dan pendapatan keluarga. Analisis data univariat dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS dan disajikan dalam bentuk tabel.

4 44 1) Distribusi responden Berdasarkan Umur Distribusi umur responden dapat dilihat pada tabel 4.1 Tabel 4.1 Distribusi responden menurut kelompok umur Umur (Tahun) Jumlah N % Total Sumber: data primer 2013 Keterangan : n = Jumlah, % = Prosentase Tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa kelompok umur responden bervariasi mulai dari kelompok umur tahun sampai dengan kelompok umur tahun. Sebagian besar responden berada pada kelompok umur tahun yaitu sebanyak 81 orang (47%), sedangkan terendah adalah kelompok umur tahun sebanyak 1 orang (1%). 2) Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Distribusi pendidikan responden dapat dilihat pada tabel 4.2 Tabel 4.2 Distribusi responden berdasarkan pendidikan Pendidikan Jumlah n % SD SMP SMA PT 6 3 Total Sumber: data primer 2013

5 45 Keterangan : n = Jumlah, % = Prosentase Tabel 4.2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden atau sebanyak 85 orang (49%) memiliki tingkat pendidikan SD dan yang terendah yaitu perguruan tinggi sebanyak 6 orang (3%). 3) Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Distribusi responden berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada tabel 4.3 Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Pekerjaan Jumlah n % URT PEDAGANG 1 1 WIRASWASTA 7 4 NELAYAN 1 1 PNS 6 3 Total Sumber: Data Primer 2013 Keterangan : n = Jumlah, % = Prosentase Dari tabel 4.3 menunjukkan bahwa distribusi pekerjaan responden terbanyak adalah URT yaitu sebanyak 159 orang (91%), dan yang paling sedikit adalah pedagang dan nelayan sebanyak 1 orang (1%). 4) Distribusi Sampel Berdasarkan Umur Dari hasil analisis di dapatkan bahwa sampel paling banyak berumur bulan dan bulan yaitu sebanyak 36 anak balita (21%) dan paling sedikit berumur bulan yaitu sebanyak 8 anak balita (5%). Distribusi umur sampelnya dapat dilihat pada tabel 4.4

6 46 Tabel 4.4 Distribusi sampel berdasarkan umur Umur Balita (Bulan) Jumlah N % Total Sumber: Data Primer 2013 Keterangan : n = Jumlah, % = Prosentase 5) Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 4.5 Tabel 4.5 Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Jumlah N % Laki-laki Perempuan Total Sumber: Data Primer 2013 Keterangan : n = Jumlah, % = Prosentase Dari hasil analisis di dapatkan bahwa sampel yang berjenis kelamin lakilaki sebanyak 86 anak balita (49%) dan perempuan sebanyak 88 anak balita (51%). Dapat disimpulkan bahwa jumlah sampel balita yang berjenis kelamin laki-laki lebih sedikit dibandingkan jumlah sampel yang berjenis kelamin perempuan.

7 47 6) Distribusi Kejadian ISPA Distribusi kejadian ISPA dapat dilihat pada tabel 4.6 Tabel 4.6 Distribusi Kejadian ISPA Kejadian ISPA Balita Jumlah N % ISPA Tidak ISPA Total Sumber: Data Primer 2013 Keterangan : n = Jumlah, % = Prosentase Dari hasil analisis univeriat di dapatkan bahwa sampel yang pernah menderita ISPA sebanyak 81 sampel (47 %) dan sampel yang tidak ISPA sebanyak 93 sampel (53 %). 7) Distribusi responden berdasarkan kondisi rumah Tabel 4.7 Distribusi rumah berdasarkan kondisi ventilasi rumah Ventilasi Rumah Jumlah n % Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Total Sumber: Data Primer 2013 Keterangan : n = Jumlah, % = Prosentase Tabel 4.7 menunjukkan bahwa sebagian besar rumah responden yaitu sebanyak 95 rumah (55%) tidak memenuhi syarat ventilasi, sedangkan rumah yang memenuhi syarat ventilasi sebanyak 79 rumah (39,7%).

8 48 Tabel 4.8 Distribusi rumah berdasarkan kondisi lantai Lantai Jumlah N % Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Total Sumber: Data Primer 2013 Keterangan : n = Jumlah, % = Prosentase Dilihat dari tabel 4.8 menunjukan bahwa kondisi lantai yang memenuhi syarat lebih banyak dibandingkan dengan kondisi lantai yang tidak memenuhi syarat. Kondisi lantai yang memenuhi syarat sebanyak 124 rumah (71%) dan kondisi lantai rumah yang tidak memenuhi syarat sebanyak 50 rumah (50%). Tabel 4.9 Distribusi rumah berdasarkan kepadatan hunian Kepadatan Hunian Jumlah n % Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Total Sumber: Data Primer 2013 Keterangan : n = Jumlah, % = Prosentase Tabel 4.9 menunjukkan bahwa sebagian besar rumah responden yaitu sebanyak 136 rumah (78%) tidak memenuhi syarat kepadatan penghuni, sedangkan rumah yang memenuhi syarat kepadatan penghuni sebanyak 38 rumah (22%).

9 49 Tabel 4.10 Distribusi rumah berdasarkan pencahayaan alami Pencahayaan Alami Jumlah n % Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Total Sumber: Data Primer 2013 Keterangan : n = Jumlah, % = Prosentase Tabel 4.10 menunjukkan bahwa sebagian besar rumah responden yaitu sebanyak 126 rumah (72%) memenuhi syarat pencahayaan alami, sedangkan rumah yang tidak memenuhi syarat pencahayaan alami sebanyak 48 rumah (28%). 8) Distribusi responden berdasarkan sosial ekonomi keluarga Tabel 4.11 Distribusi responden berdasarkan pendapatan keluarga Pendapatan Keluarga Jumlah n % Tinggi Rendah Total Sumber: Data Primer 2012 Keterangan : n = Jumlah, % = Prosentase Dilihat dari tabel 4.11 menunjukan bahwa responden yang memiliki pendapatan rendah lebih banyak di bandingkan responden yang memiliki pendapatan tinggi. Responden yang memiliki pendapatan rendah sejumlah 145 responden (83%) dan yang memiliki pendapatan tinggi sejumlah 29 responden (17%).

10 Hasil Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara kondisi fisik rumah dan sosial ekonomi keluarga dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo. Analisis data secara statistik dilakukan dengan uji statistik chi square dengan menggunakan bantuan program SPSS. Dikatakan ada hubungan jika nilai P value < 0,05. 1) Hubungan Luas Ventilasi Rumah Dengan Kejadian Penyakit ISPA Pada Balita. Hubungan antara Luas ventilasi rumah dengan kejadian penyakit ISPA pada balita disajikan pada tabel Tabel 4.12 Hubungan Luas Ventilasi Rumah Dengan Kejadian Penyakit ISPA Pada Balita di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Kejadian ISPA Total Variabel ISPA; Tidak ISPA; n (%) n (%) n (%) Kondisi Memenuhi Syarat 31 (38,3) 48 (51,6) 79 (45,4) Ventilasi Tidak memenuhi Rumah Syarat 50 (61,7) 45 (48,0) 95 (54,6) Jumlah 81 (100) 93 (100) 174 (100) Sumber: Data Primer 2013 Keterangan : n = Jumlah, % = Prosentase, p = Tingkat Kemaknaan p Dari hasil analisis hubungan antara Luas ventilasi rumah dengan kejadian penyakit ISPA pada balita yang diperoleh terlihat bahwa pada kelompok ISPA terdapat 31 balita (38,3%) yang tinggal di rumah dengan luas ventilasi yang memenuhi syarat, sedangkan pada kelompok tidak ISPA terdapat 48 balita (51,6%) yang tinggal di rumah dengan luas ventilasi yang memenuhi syarat. Kemudian pada kelompok ISPA yang tinggal di rumah dengan luas ventilasi

11 51 yang tidak memenuhi syarat terdapat 50 balita (61,7%) sedangkan kelompok tidak ISPA terdapat 45 (48,0%) balita yang tinggal di rumah dengan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value = (p 0.05). Dengan demikian dapat disimpulkan Ha ditolak, sehingga tidak ada hubungan antara luas ventilasi rumah dengan kejadian penyakit ISPA pada balita. 2) Hubungan Kondisi Lantai Rumah Dengan Kejadian Penyakit ISPA Pada Balita Hubungan antara kondisi lantai rumah dengan kejadian penyakit ISPA pada balita disajikan pada tabel Tabel 4.13 Hubungan Kondisi Lantai Rumah Dengan Kejadian Penyakit ISPA Pada Balita di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Kejadian ISPA Total Variabel ISPA; Tidak ISPA; n (%) n (%) n (%) Kondisi Memenuhi Syarat 59 (72,8) 65 (69,9) 124 (71,3) Lantai Tidak memenuhi Rumah Syarat 22 (27,2) 28 (30,1) 50 (28,7) Jumlah 81 (100) 93 (100) 174 (100) Sumber: Data Primer 2013 Keterangan : n = Jumlah, % = Prosentase, p = Tingkat Kemaknaan p 0,668 Berdasarkan tabel 4.13 terlihat bahwa pada kelompok ISPA terdapat 59 balita (72,8%) yang kondisi lantai rumahnya memenuhi syarat. Pada kelompok tidak ISPA terdapat 65 balita (69,9%) yang kondisi lantai rumahnya memenuhi syarat. Sedangkan pada kelompok ISPA yang kondisi lantainya tidak memenuhi syarat terdapat 22 balita (27,2%) dan pada kelompok tidak ISPA terdapat 28 (30,1%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p value = (p 0.05 ). Dengan

12 52 demikian dapat disimpulkan Ha ditolak, sehingga tidak ada hubungan antara kondisi lantai rumah dengan kejadian penyakit ISPA pada balita. 3) Hubungan Kepadatan Hunian Dengan Kejadian Penyakit ISPA Pada Balita Hubungan antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian penyakit ISPA pada balita disajikan pada tabel Tabel 4.14 Hubungan Kepadatan Hunian Dengan Kejadian Penyakit ISPA Pada Balita di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Kejadian ISPA Total Variabel Tidak ISPA; ISPA; n n (%) n (%) (%) Memenuhi Syarat 9 (11,1) 29 (31,2) 38 (21,8) Kepadatan Hunian Tidak memenuhi 72 (88,9) 64 (68,8) 136 (78,2) Syarat Jumlah 81 (100) 93 (100) 174 (100) Sumber: Data Primer 2013 Keterangan : n = Jumlah, % = Prosentase, p = Tingkat Kemaknaan p 0,001 Dari hasil analisis hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian penyakit ISPA pada balita yang diperoleh terlihat bahwa pada kelompok ISPA terdapat 9 balita (11,1%) yang tinggal di rumah dengan tingkat kepadatan hunian yang memenuhi syarat, kemudian pada kelompok tidak ISPA terdapat 29 balita (31,2%) yang tinggal di rumah dengan tingkat kepadatan hunian yang memenuhi syarat. Sedangkan pada kelompok ISPA yang tinggal di rumah dengan tingkat kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat terdapat 72 balita (88,9%) dan pada kelompok tidak ISPA terdapat 64 balita (68,8%) yang tinggal di rumah dengan tingkat kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value = (p 0.05 ). Dengan demikian dapat disimpulkan

13 53 Ha diterima, sehingga ada hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian penyakit ISPA pada balita. 4) Hubungan Pencahayaan Alami Dengan Kejadian Penyakit Ispa Pada Balita Hubungan antara pencahayaan alami dengan kejadian penyakit ISPA pada balita disajikan pada tabel Tabel 4.15 Hubungan Pencahayaan Alami Dengan Kejadian Penyakit ISPA Pada Balita di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Pencahayaan Alami Variabel ISPA; n (%) Kejadian ISPA Tidak ISPA; n (%) Memenuhi Syarat 56 (69,1) 70 (75,3) Tidak memenuhi Syarat 25 (30,9) 23 (24,7) Jumlah 81 (100) 93 (100) Sumber: Data Primer 2013 Keterangan : n = Jumlah, % = Prosentase, p = Tingkat Kemaknaan Total n (%) 126 (72,4) 48 (27,6) 174 (100) p 0,367 Dari hasil analisis hubungan antara pencahayaan alami dengan kejadian penyakit ISPA pada balita yang diperoleh terlihat bahwa pada kelompok ISPA terdapat 56 balita (69,1%) yang pencahayaan alaminya memenuhi syarat, kemudian pada kelompok tidak ISPA terdapat 70 balita (75,3%) yang pencahayaan alaminya memenuhi syarat. Sedangkan pada kelompok ISPA yang pencahayaan alaminya tidak memenuhi syarat terdapat 25 balita (30,9%) dan pada kelompok tidak ISPA terdapat 23 balita (24,7%) yang pencahayaan alaminya tidak memenuhi syarat. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value = (p 0.05). Dengan demikian dapat disimpulkan Ha ditolak, sehingga tidak ada

14 54 hubungan antara pencahayaan alami rumah dengan kejadian penyakit ISPA pada balita. 5) Hubungan Pendapatan Keluarga Dengan Kejadian Penyakit ISPA pada Balita Hubungan antara pendapatan keluarga dengan kejadian penyakit ISPA pada balita disajikan pada tabel 4.16 Tabel 4.16 Hubungan pendapatan keluarga Dengan Kejadian Penyakit ISPA Pada Balita di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Kejadian ISPA Total Variabel ISPA; Tidak ISPA; n (%) n (%) n (%) Pendapatan Tinggi 7 (8,6) 22 (23,7) 29 (16,7) Keluarga Rendah 74 (91,4) 71 (76,3) 145 (83,3) Jumlah 81 (100) 93 (100) 174 (100) Sumber: Data Primer 2013 Keterangan : n = Jumlah, % = Prosentase, p = Tingkat Kemaknaan p 0,008 Dari hasil analisis hubungan antara pendapatan keluarga dengan kejadian penyakit ISPA pada balita yang diperoleh terlihat bahwa pada kelompok ISPA terdapat 7 balita (8,6%) yang tingkat pendapatan keluarganya tinggi, kemudian pada kelompok tidak ISPA terdapat 22 balita (23,7%) yang tingkat pendapatan keluarganya tinggi. Sedangkan pada kelompok ISPA yang tingkat pendapatan keluarganya rendah terdapat 74 balita (91.4%) dan pada kelompok tidak ISPA terdapat 71 balita (76.3%) yang tingkat pendapatan keluarganya rendah. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value = (p 0.05 ). Dengan demikian dapat disimpulkan Ha diterima, sehingga ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan kejadian penyakit ISPA pada balita.

15 Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara kondisi fisik rumah dan sosial ekonomi keluarga dengan kejadian penyakit ISPA pada balita di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo. Sampel pada penelitian ini berjumlah 174 sampel. Dalam kaitannya dengan kejadian ISPA, responden paling banyak pada umur tahun sebanyak 81 orang (47%) dan yang paling sedikit adalah responden yang berumur tahun hanya 1 orang (1%). Dimana responden yang anak balitanya paling banyak menderita ISPA pada kelompok umur tahun atau pada kategori umur masa remaja akhir. Hal ini dikarenakan responden yang berumur tahun masih terlalu muda untuk mengurus anak, dimana pada umur seperti itu kebiasaan seseorang untuk main-main masih sangat tinggi sehingga kadangkala anak mereka kurang diperhatikan. Pada umumnya responden memiliki tingkat pendidikan rendah yaitu pendidikan SD sebanyak 85 orang (49%), pendidikan SMP sebanyak 65 orang (37%). Sedangkan pendidikan SMA hanya ada 18 orang (10%) dan perguruan tinggi 6 orang (3%), hal ini sangat mempengaruhi kejadian ISPA yang ada di Desa Tabumela karena rendahnya pendidikan ibu akan lebih mengurangi pengetahuan ibu tentang pentingya kesehatan balita dan juga bisa mempersulit untuk mendapatkan pekerjaan yang layak sehingga mempengaruhi pendapatan keluarga, buktinya sebagian besar responden memiliki pekerjaan URT yaitu sebanyak 159 responden (91%). Untuk sampel yang paling banyak menderita ISPA adalah sampel yang berumur bulan dan bulan sebanyak 36 anak balita (21%) dan yang

16 56 paling sedikit menderita ISPA adalah sampel yang berumur yaitu 8 anak balita (5%). Untuk jenis kelamin sampel, sampel berjenis kelamin perempuan banyak menderita ISPA (51%) dibandingkan sampel berjenis kelamin laki-laki (49%). Akan tetapi perbedaannya tidak terlalu signifikan, hal ini di karenakan baik balita yang berjenis kelamin perempuan maupun laki-laki kemungkinan besar akan menderita penyakit ISPA Hubungan Luas Ventilasi Rumah Dengan Kejadian Penyakit ISPA Pada Balita Hasil analisis data statistik menunjukan bahwa luas ventilasi rumah tidak ada hubungan dengan kejadian penyakit ISPA pada balita di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value = (p 0.05 ). Dengan demikian dapat disimpulkan Ha ditolak, sehingga tidak ada hubungan antara luas ventilasi rumah dengan kejadian penyakit ISPA pada balita. Ventilasi adalah lubang penghawaan yang menjaga sirkulasi udara tetap dalam kondisi baik. Ventilasi berfungsi untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tetap segar (berarti keseimbangan O 2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tetap terjaga, sehingga mempercepat pengeluaran bahan-bahan pencemar yang ada di dalam ruangan). Ventilasi di kategorikan memenuhi syarat bila luasnya 10% dari luas lantai dan terbuka, dan dikategorikan tidak memenuhi syarat bila luasnya < 10% dari luas lantai (Kepmenkes RI Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sinaga (2012) tentang kualitas lingkungan fisik rumah dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)

17 57 pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Warakas Kecamatan Tanjung Priok Jakarta Utara. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara ventilasi dengan kejadian ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Warakas Kecamatan Tanjung Priok Jakarta Utara dengan nilai p= (p 0.05). Berdasarkan penelitian terhadap 174 rumah di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo, di ketahui bahwa rumah yang mempunyai ventilasi tidak memenuhi syarat adalah 95 rumah (54,6%), dimana kasus ISPA pada kelompok responden dengan ventilasi yang tidak memenuhi syarat adalah sebesar 50 balita (61,7%). Sedangkan ventilasi yang memenuhi syarat adalah 79 rumah (45,4%), dimana kasus ISPA pada kelompok responden dengan ventilasi yang memenuhi syarat adalah sebesar 31 balita (38.3%). Artinya walaupun jumlah responden yang memiliki ventilasi memenuhi syarat sedikit, namun persentase balita yang terkena ISPA tergolong tinggi. Namun demikian, ternyata pada kelompok balita dengan kategori ventilasi tidak memenuhi syarat diperoleh persentase kasus ISPA yang lebih besar. Hal ini berkaitan dengan kebersihan ventilasi, kondisi ventilasi (terbuka atau tertutup), serta berkaitan dengan kepadatan penduduk yang ada di Desa Tabumela. hal ini dikarenakan berdasarkan observasi walaupun luas ventilasi rumah responden kurang dari 10% luas lantai namun kondisi ventilasinya terbuka dan tidak terhalang oleh benda lain, sehinga sedikit kemungkinan untuk udara dalam rumah lancar dan tingkat kelembabannya dalam rumah tidak terlalu tinggi. Kemudian sebagian rumah responden walaupun luas ventilasinya >10% luas lantai namun berdasarkan

18 58 observasi bahwa ventilasinya ditutupi oleh benda lain seperti tripleks yang memungkinkan sirkulasi udara dalam ruangan tidak lancar sehingga ruangan terasa panas. Banyak masyarakat yang belum mengetahui peranan ventilasi terhadap kesehatan rumah. Dengan tidak diketahuinya peranan ventilasi terhadap kesehatan rumah, maka banyak masyarakat membangun rumah dengan biaya yang mahal tetapi ventilasi tidak memenuhi syarat sehingga rumah menjadi terasa pengap karena pertukaran udara tidak lancar. Untuk golongan ekonomi lemah, dengan tingkat pendidikan yang rendah dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat terhadap suatu konsep kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan kualitas lingkungan fisik rumah terhadap kajadian ISPA. Oleh karena itu yang perlu dilakukan untuk memperbaiki ventilasi rumah (terlebih untuk yang tidak memenuhi syarat) adalah dengan melakukan penyuluhan kesehatan terlebih dahulu kemudian menghubungkannya dengan ventilasi. Hal ini perlu dilakukan dengan mengikutsertakan tokoh masyarakat atau kelompok yang sangat berpengaruh di wilayah tersebut seperti puskesmas maupun pihak pemerintah, membiarkan ventilasi yang sudah ada agar terbuka Hubungan Kondisi Lantai Rumah Dengan Kejadian Penyakit ISPA Pada Balita Hasil analisis data statistik menunjukan bahwa kondisi lantai rumah tidak ada hubungan dengan kejadian penyakit ISPA pada balita di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value = (p 0.05 ). Dengan demikian dapat disimpulkan Ha ditolak,

19 59 sehingga tidak ada hubungan antara kondisi lantai rumah dengan kejadian penyakit ISPA pada balita. Lantai adalah bagian dasar rumah. Lantai merupakan komponen yang penting yang digunakan sebagai tempat berpijak. Lantai dalam penelitian ini, di kategorikan memenuhi syarat bila seluruh bagian lantai terbuat dari semen, ubin, tegel, keramik dan tidak rusak kondisinya. Sedangkan lantai yang terbuat dari tanah, papan atau semen dengan kondisi rusak atau tidak utuh dikategorikan tidak memenuhi syarat. Selain itu menurut Permenkes Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999, pada dasarnya bahan bangunan tidak boleh terbuat dari bahan yang dapat menjadi tempat tumbuh kembangnnya mikroorganisme. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sinaga (2012) tentang kualitas lingkungan fisik rumah dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Warakas Kecamatan Tanjung Priok Jakarta Utara. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kondisi lantai dengan kejadian ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Warakas Kecamatan Tanjung Priok Jakarta Utara dengan nilai p= (p 0.05). Berdasarkan hasil penelitian terhadap 174 rumah di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo, di ketahui bahwa rumah yang mempunyai lantai tidak memenuhi syarat adalah 50 rumah (28,7%) dimana kasus ISPA pada kelompok responden dengan jenis lantai yang tidak memenuhi syarat adalah sebesar 27,2% (22 balita). Sedangkan rumah yang mempunyai lantai memenuhi syarat adalah 124 rumah (71,3%), dimana kasus ISPA pada kelompok

20 60 responden yang mempunyai jenis lantai yang memenuhi syarat sebanyak 72,8% (59 balita). Berdasarkan hasil observasi sebagian besar kelompok balita yang ada di Desa Tabumela telah memiliki jenis lantai rumah yang memenuhi syarat. Namun demikian, ternyata persentase ISPA pada kelompok balita yang telah memiliki jenis lantai yang memenuhi syarat masih tinggi. Hal ini dikarenakan sebagian rumah responden walaupun kondisi lantainya diplester dan berubin namun berdasarkan observasi bahwa kondisi lantainya kotor (berdebu) dan kondisinya rusak. Faktor resiko lain yang mungkin dapat mempengaruhi kejadian ISPA di Desa Tabumela pada kelompok balita yang memiliki jenis lantai memenuhi syarat antara lain kualitas kebersihan lantai, terkait perilaku yaitu seberapa sering menyapu atau mengepel lantai yang berdampak pada tingginya jumlah debu dan mikroorganisme dilantai. Rumah dengan kondisi lantai yang tidak permanen mempunyai kontribusi yang besar terhadap penyakit pernafasan, karena menghasilkan debu lebih banyak, terlebih pada musim kemarau. Debu yang dihasilkan dari lantai tanah kemudian terhirup dan menempel pada saluran pernafasan. Meskipun begitu, di tengah kondisi zaman yang begitu modern dimana kebutuhan akan bahan bangunan mudah diperoleh di pasaran, ternyata masih ada rumah yang berlantai tidak memenuhi syarat. Hal ini mengarah pada dua kemungkinan yaitu rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat, atau ketidakpedulian masyarakat. Kurangnya pengetahuan dan informasi yang diterima masyarakat pada akhirnya dapat membahayakan kesehatan, meningkatkan persentase jumlah kesakitan, maka dari

21 61 itu perlu dilakukan sosialisasi maupun bantuan baik oleh pihak Puskesmas maupun pihak pemerintah. Sehingga akhirnya ada perbaikan jenis lantai dari yang tidak memenuhi syarat menjadi memenuhi syarat. Selain dapat menunjang kesehatan, lantai yang memenuhi syarat misalnya yang terbuat dari semen atau keramik juga memiliki ketahanan atau kekuatan untuk dapat digunakan dalam jangka waktu yang panjang Hubungan Kepadatan Hunian Dengan Kejadian Penyakit ISPA Pada Balita Hasil analisis data statistik menunjukan bahwa ada hubungan kepadatan hunian dengan kejadian penyakit ISPA pada balita di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value = (p 0.05 ). Dengan demikian dapat disimpulkan Ha diterima, sehingga ada hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian penyakit ISPA pada balita. Kepadatan hunian rumah yang melebihi syarat kesehatan pada dasarnya akan mengakibatkan aktifitas keluarga dirumah terganggu, terjadinya polusi udara karena aktifitas manusia, terjadinya polusi udara yang dikeluarkan oleh bangunan dan isinya, ketidakteraturan dalam ruangan, membuka kesempatan serangga dan tikus untuk bersembunyi dan bersarang, tidak terpeliharanya sanitasi perumahan, memudahkan terjadinya penularan penyakit, serta mengganggu kenyamanan tinggal dirumah. Hunian dikategorikan tidak padat yaitu 9m 2. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sinaga (2012) tentang kualitas lingkungan fisik rumah dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Warakas Kecamatan Tanjung Priok Jakarta Utara. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan

22 62 antara kepadatan hunian dengan kejadian ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Warakas Kecamatan Tanjung Priok Jakarta Utara dengan nilai p= (p<0.05). Berdasarkan hasil penelitian terhadap 174 rumah di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo, di ketahui bahwa rumah yang mempunyai kepadatan hunian tidak memenuhi syarat adalah 136 rumah (78,2%) dimana kasus ISPA pada kelompok responden dengan kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat adalah sebanyak 72 balita (88.9%). Sedangkan kepadatan hunian yang memenuhi syarat adalah 38 rumah (21,8%), dimana kasus ISPA pada kelompok responden dengan kepadatan hunian yang memenuhi syarat sebanyak 9 balita (11,1%). Sesuai dengan hasil observasi di Desa Tabumela, masalah kepadatan hunian di Desa Tabumela ini sebagian besar disebabkan karena masih rendahnya kemampuan masyarakat untuk mandiri. Banyaknya keluarga yang tinggal dalam satu rumah (menumpang) bersama orang tua atau saudara orang tua, mertua, kerabat keluarga balita. Selain itu, penyebab lainnya terjadinya kepadatan penghuni adalah karena jumlah anak terlalu banyak (tidak sesuai dengan sosial ekonomi keluarga), hal ini juga disebabkan karena ketakutan ibu melakukan KB. Semakin padatnya ruangan menyebabkan kondisi dalam ruangan terasa pengap dan penghuninya sukar untuk bernafas karena udara segar dalam ruangan untuk kebutuhan pernafasan orang sudah tidak tercukupi lagi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko balita terkena ISPA akan meningkat jika tinggal di rumah dengan tingkat hunian padat. Tingkat kepadatan

23 63 hunian yang tidak memenuhi syarat disebabkan karena luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah keluarga yang menempati rumah. Kepadatan hunian ini memungkinkan bakteri maupun virus dapat menular melalui pernapasan dari penghuni rumah yang satu ke penghuni rumah lainnya. Untuk menanggulangi masalah ini, maka keluarga balita tersebut sedapat mungkin menempati rumah secara mandiri misal dengan cara kontrak atau menempati rumah sendiri. Sedangkan untuk menanggulangi masalah keluarga yang banyak anak, maka diharapkan agar mengikuti program keluarga berencana (KB). Untuk itu perlu mendapat perhatian, bantuan, dukungan serta sosialisasi dari pihak Puskesmas dan pemerintah agar masyarakat semakin tahu dan mengerti Hubungan Pencahayaan Alami Dengan Kejadian Penyakit Ispa Pada Balita Hasil analisis data statistik menunjukan bahwa pencahayaan alami tidak ada hubungan dengan kejadian penyakit ISPA pada balita di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value = (p 0.05 ). Dengan demikian dapat disimpulkan Ha ditolak, sehingga tidak ada hubungan antara pencahayaan alami rumah dengan kejadian penyakit ISPA pada balita. Pencahayaan merupakan sistem penerangan di dalam ruangan. Cahaya matahari yang masuk kedalam ruangan dapat digunakan untuk membunuh kuman penyakit. Sinar matahari sanggup membunuh bakteri penyakit, virus dan jamur. Selain itu, sinar matahari juga dapat membantu dalam pembentukan vitamin D.

24 64 Vitamin D bermanfaat untuk menghancurkan dan membunuh segala macam bakteri atau virus dan memberi kekebalan terhadap penyakit. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sinaga (2012) tentang kualitas lingkungan fisik rumah dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Warakas Kecamatan Tanjung Priok Jakarta Utara. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pencahayaan dengan kejadian ISPA pada balita di kelurahan warakas kecamatan tanjung priok jakarta utara tahun Pada analisis hubungan di dapatkan nilai p=1.000 (p 0.05 ). Berdasarkan hasil penelitian terhadap 174 rumah di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo, di ketahui bahwa rumah yang mempunyai pencahayaan tidak memenuhi syarat adalah 48 rumah (27,6%) dimana kasus ISPA pada kelompok responden dengan pencahayaan yang tidak memenuhi syarat adalah sebesar 30,9% (25 balita). Sedangkan pencahayaan yang memenuhi syarat adalah 126 rumah (72,4%), dimana kasus ISPA pada kelompok responden dengan pencahayaan yang memenuhi syarat sebanyak 69,1% (56 balita). Sesuai dengan hasil observasi di lapangan sebagian besar responden memiliki pencahayaan alami yang memenuhi syarat, namun balita yang ISPA masih tergolong tinggi, untuk pencahayaan alaminya sudah memenuhi syarat karena kebiasaan masyarakat membuka pintu sehingga cahaya bisa masuk ke dalam ruangan. Adapun faktor lain yang menyebabkan tingginya penyakit ISPA di Desa tabumela berkaitan dengan padatnya penghuni dan lingkungan perumahan

25 65 yang berada di sekitaran danau limboto sehingga keadaan rumah menjadi lembab, dan merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri penyakit sehingga akan mempengaruhi terjadinya penularan penyakit ISPA yang ada di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Hubungan Pendapatan Keluarga Dengan Kejadian Penyakit ISPA pada Balita Hasil analisis data statistik menunjukan bahwa ada hubungan pendapatan keluarga dengan kejadian penyakit ISPA pada balita di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value = (p 0.05 ). Dengan demikian dapat disimpulkan Ha diterima, sehingga ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan kejadian penyakit ISPA pada balita. Kemiskinan pada umumnya didefinisikan dari segi ekonomi, khususnya pendapatan dalam bentuk uang ditambah dengan keuntungan-keuntungan nonmaterial yang diterima oleh seseorang. Namun demikian, secara luas kemiskinan juga kerap di definisikan sebagai kondisi yang ditandai oleh serba kekurangan: kekurangan pendidikan, keadaan kesehatan yang buruk, dan kekurangan transportasi yang di butuhkan oleh masyarakat (Suharto, 2009). Dalam hal ini tingkat sosial ekonomi di kategorikan tinggi bila pendapatan keluarga balita dalam sebulan lebih atau sama dengan UMP wilayah Gorontalo tahun 2013 yaitu Rp ribu, dan dikategorikan rendah bila pendapatan keluarga balita dalam sebulan kurang dari UMP wilayah Gorontalo yaitu < Rp ribu (Keputusan Gubernur Gorontalo nomor 433/12/XI/2012).

26 66 Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sinaga (2012) tentang kualitas lingkungan fisik rumah dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Warakas Kecamatan Tanjung Priok Jakarta Utara. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat sosial ekonomi keluarga dengan kejadian ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Warakas Kecamatan Tanjung Priok Jakarta Utara dengan nilai p= (p<0.05). Hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Sukamawa, Sulistiyorini dan Keman (2005) tentang determinan sanitasi rumah dan sosial ekonomi keluarga terhadap kejadian ISPA pada anak balita serta manajmen penanggulangannya di puskesmas. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan kejadian ISPA pada anak balita dengan nilai p= (p<0.05). Berdasarkan hasil penelitian terhadap 174 rumah di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo, di ketahui bahwa rumah yang memiliki pendapatan keluarga rendah adalah 145 rumah (83,3%) dimana kasus ISPA pada kelompok responden dengan pendapatan keluarga rendah adalah adalah 91,4% (74 balita). Sedangkan yang memiliki pendapatan keluarga tinggi adalah 29 rumah (16,7%), dimana kasus ISPA pada kelompok responden dengan pendapatan keluarga tinggi adalah 8,6% (7 balita). Sesuai dengan hasil observasi prosentase kasus ISPA pada kelompok sosial ekonomi rendah sangat tinggi, hal ini dipengaruhi karena masih tingginya masyarakat miskin yang ada di Desa Tabumela. Faktor resiko lain yang turut mempengaruhi yaitu karena prosentase dengan tingkat pendidikan ibu rendah juga

27 67 masih sangat tinggi serta sebagian besar pasangan suami istri masih berumur di bawah 20 tahun. Hal ini sangat mempengaruhi pola asuh, dan kemampuan dalam menyediakan makanan, serta lingkungan yang bersih. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah harus memiliki informasi atau peta kemiskinan agar dapat membuat kebijakan-kebijakan yang tepat dalam mengatasi kemiskinan ini, menentukan target penduduk miskin sehingga dapat memperbaiki posisi mereka, dan dapat mengevaluasi program-program yang berkenaan dengan penanggulangan kemiskinan. Pemerintah juga dapat memberikan informasi, sosialisasi yang berguna untuk dapat menambah pengetahuan masyarakat, sehingga pada akhirnya dapat mengubah perilaku masyarakat kearah yang lebih baik.

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN ENYAKIT ISA ADA BALITA (Suatu enelitian Di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten ) SISKA RISTY YOLANDA ADAM DJAFAR NIM : 811409020

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Tabumela Kecamatan Tilango

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Tabumela Kecamatan Tilango 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan selama 10 hari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini di laksanakan pada 28 April sampai 5 Mei 2013 di Desa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini di laksanakan pada 28 April sampai 5 Mei 2013 di Desa BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini di laksanakan pada 28 April sampai 5 Mei 2013 di Desa Tabumela. Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui gambaran Sanitasi Lingkungan wilayah pesisir danau Limboto

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Gorontalo, dan memiliki batas-batas administrasi sebagai berikut :

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Gorontalo, dan memiliki batas-batas administrasi sebagai berikut : 4.1 Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian a. Kondisi Demografi Secara administratif Desa Tabumela terletak di wilayah Kecamatan Tilango Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (2005) kematian balita disebabkan oleh Infeksi Saluran

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (2005) kematian balita disebabkan oleh Infeksi Saluran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut WHO (2005) kematian balita disebabkan oleh Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) sebesar 19%, yang merupakan urutan kedua penyebab kematian balita,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4,48 Ha yang meliputi 3 Kelurahan masing masing adalah Kelurahan Dembe I, Kecamatan Tilango Kab.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4,48 Ha yang meliputi 3 Kelurahan masing masing adalah Kelurahan Dembe I, Kecamatan Tilango Kab. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Geografi Luas Puskesmas Pilolodaa Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo yaitu 4,48 Ha yang meliputi 3 Kelurahan masing masing

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian cross sectional yaitu mempelajari hubungan penyakit dan

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian cross sectional yaitu mempelajari hubungan penyakit dan 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian bersifat obsevasional analitik dengan rancangan penelitian cross sectional yaitu mempelajari hubungan penyakit dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas) 32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Geografi Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas) Puskesmas yang ada di Kabupeten Pohuwato, dimana

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango. Wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone terdiri dari 9

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango. Wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone terdiri dari 9 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Puskesmas Kabila Bone merupakan salah satu puskesmas yang terletak di. Wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone terdiri dari 9 desa yaitu : Desa Bintalahe, Desa Botubarani, Desa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden Penelitian Penelitian ini dilakukan terhadap orangtua yang memiliki anak balita usia 1-4 tahun dengan riwayat ISPA di Kelurahan Kopeng Kecamatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. wilayah kerja Puskesmas Buhu yang telah melaksanakan kegiatan klinik sanitasi,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. wilayah kerja Puskesmas Buhu yang telah melaksanakan kegiatan klinik sanitasi, 41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Puskesmas Buhu Penelitian ini di lakukan di Kecamatan Tibawa Kabupaten Gorontalo yaitu di wilayah kerja Puskesmas Buhu yang telah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Nuangan terletak di Wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow. a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tutuyan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Nuangan terletak di Wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow. a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tutuyan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil A. Gambaran Umum Lokasi Puskesmas Nuangan terletak di Wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow Timur dengan luas wilayah 337,80 KM 2, dengan batas wilayah: a. Sebelah Utara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Bintauna Kecamatan Bintauna terletak kurang lebih 100 M 2 dari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Bintauna Kecamatan Bintauna terletak kurang lebih 100 M 2 dari 4.1 Gambaran Lokasi Penelitian 4.1.1 Keadaan Geografis BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Puskesmas Bintauna Kecamatan Bintauna terletak kurang lebih 100 M 2 dari jalan trans sulawesi. Wilayah Puskesmas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, malaria, dan campak. Infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi penyakit yang menyerang pada balita yang terjadi di saluran napas dan kebanyakan merupakan infeksi virus.

Lebih terperinci

BAB V HASIL. Kelurahan Bidara Cina merupakan salah satu dari delapan kelurahan yang

BAB V HASIL. Kelurahan Bidara Cina merupakan salah satu dari delapan kelurahan yang BAB V HASIL 5.1. Gambaran Umum Wilayah 5.1.1. Geografi Kelurahan Bidara Cina merupakan salah satu dari delapan kelurahan yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Jatinegara. Berdasarkan data Kelurahan Bidara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Barat). Luas wilayah Kecamatan Kabila sebesar 193,45 km 2 atau sebesar. desa Dutohe Barat dan Desa Poowo.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Barat). Luas wilayah Kecamatan Kabila sebesar 193,45 km 2 atau sebesar. desa Dutohe Barat dan Desa Poowo. 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi 4.1.1 Keadaan Geografi Wilayah kerja Puskesmas Kabila berada di wilayah Kecamatan Kabila yang wilayahnya terdiri dari 5 Kelurahan (Kelurahan Pauwo,

Lebih terperinci

Gambaran Sanitasi Lingkungan Wilayah Pesisir Danau Limboto di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Tahun 2013

Gambaran Sanitasi Lingkungan Wilayah Pesisir Danau Limboto di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Tahun 2013 Summary Gambaran Sanitasi Lingkungan Wilayah Pesisir Danau Limboto di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Tahun 2013 Merliyanti Ismail 811 409 043 Jurusan kesehatan masyarakat Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan pada 26 April sampai 10 Mei 2013 di Kelurahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan pada 26 April sampai 10 Mei 2013 di Kelurahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan pada 26 April sampai 10 Mei 2013 di Kelurahan Heledulaa Utara. Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui gambaran Faktor risiko penderita ISPA balita di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Kayubulan Kecamatan Limboto terbentuk/lahir sejak tahun 1928 yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Kayubulan Kecamatan Limboto terbentuk/lahir sejak tahun 1928 yang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Kelurahan Kayubulan Kelurahan Kayubulan Kecamatan Limboto terbentuk/lahir sejak tahun 1928 yang pada saat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sejarah Desa Tualango Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sejarah Desa Tualango Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian 1.1.1 Sejarah Desa Tualango Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo. Desa Tualango terbentuk sejak tahun 1908. Asal mula nama Desa Tualango

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju. Hal ini disebabkan karena masih tingginya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terpadu kepada masyarakat dalam upaya untuk mengatasi masalah kesehatan serta

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terpadu kepada masyarakat dalam upaya untuk mengatasi masalah kesehatan serta BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Puskesmas Tilote sebagai salah satu pelayanan dasar dan terdepan di Kecamatan Tilango memberikan pelayanan rawat jaan dan rawat

Lebih terperinci

RUMAH SEHAT. Oleh : SUYAMDI, S.H, M.M Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar

RUMAH SEHAT. Oleh : SUYAMDI, S.H, M.M Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar RUMAH SEHAT Oleh : SUYAMDI, S.H, M.M Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar Pengertian Rumah Rumah Adalah tempat untuk tinggal yang dibutuhkan oleh setiap manusia dimanapun dia berada. * Rumah adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran umum penyakit ISPA 1. Definisi ISPA Istilah ISPA atau Infeksi Saluran Pernafasan Akut mengandung tiga unsur yaitu infeksi, Saluran Pernafasan dan Akut. Pengertian atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari pulau-pulau besar dan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari pulau-pulau besar dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari pulau-pulau besar dan kecil yang mempunyai potensi sumber daya pesisir dan lautan yang berlimpah dan beragam sehingga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian dengan judul Gambaran Praktik Pencegahan Penularan TB Paru di Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungwuni I Kabupaten Pekalongan telah dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyebab utama penyakit pada bayi usia 1-6 tahun. ISPA merupakan kelompok penyakit yang komplek dan heterogen yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di wilayah perkotaan. Salah satu aspek

Lebih terperinci

limboto barat dengan luas wilayah 480 Ha, Luas wilayah ini terdiri dari pemukiman seluas 82,5 Ha, Persawahan 329,5 Ha, Perkebunan 26,0 Ha,

limboto barat dengan luas wilayah 480 Ha, Luas wilayah ini terdiri dari pemukiman seluas 82,5 Ha, Persawahan 329,5 Ha, Perkebunan 26,0 Ha, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Tunggulo merupakan salah satu dari 10 desa berada di kecamatan limboto barat dengan luas wilayah 480 Ha, Luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi yang menyerang saluran nafas mulai dari hidung sampai alveoli termasuk organ di sekitarnya seperti sinus, rongga

Lebih terperinci

Summary HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MARISA KECAMATAN MARISA KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012

Summary HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MARISA KECAMATAN MARISA KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012 Summary HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MARISA KECAMATAN MARISA KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012 ABSTRAK Likyanto Karim. 2012. Hubungan Sanitasi Rumah Dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. Karanganyar terdapat 13 perusahaan tekstil. Salah satu perusahaan di daerah

BAB IV HASIL PENELITIAN. Karanganyar terdapat 13 perusahaan tekstil. Salah satu perusahaan di daerah BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Berdasarkan data dari kelurahan desa Waru, Kecamatan Kebakkramat, Karanganyar terdapat 13 perusahaan tekstil. Salah satu perusahaan di daerah

Lebih terperinci

Rumah Sehat. edited by Ratna Farida

Rumah Sehat. edited by Ratna Farida Rumah Sehat edited by Ratna Farida Rumah Adalah tempat untuk tinggal yang dibutuhkan oleh setiap manusia dimanapun dia berada. * Rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo. Kelurahan Tomulabutao memiliki Luas 6,41 km 2 yang berbatasan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo. Kelurahan Tomulabutao memiliki Luas 6,41 km 2 yang berbatasan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Kondisi Geografis Kelurahan Tomulabutao berlokasi di Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo. Kelurahan Tomulabutao memiliki Luas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak Geografi Wilayah kerja Puskesmas Tombulilato berada di wilayah kecamatan Bone Raya, yang wilayahnya terdiri atas 9 desa, yakni

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. kepadatan hunian tidak menunjukkan ada hubungan yang nyata.

BAB V PEMBAHASAN. kepadatan hunian tidak menunjukkan ada hubungan yang nyata. BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan Tabel 4.9 menujukan bahwa terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada anak Balita, antara lain disebabkan karena faktor Balita yang tinggal di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia.ispa menyebabkan hampir 4 juta orang meninggal setiap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sampel 343 KK. Adapun letak geografis Kecamatan Bone sebagai berikut :

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sampel 343 KK. Adapun letak geografis Kecamatan Bone sebagai berikut : BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitian 1. Gambaran Lokasi penelitian Lokasi penelitian ini di wilayah Kecamatan Bone, Kabupaten Bone Bolango. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi

Lebih terperinci

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah di lakukan di Kecamatan Pancoran Mas pada bulan Oktober 2008 April 2009 dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut : 1.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. juga merupakan status lambang sosial (Keman, 2005). Perumahan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. juga merupakan status lambang sosial (Keman, 2005). Perumahan merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia dimanapun berada membutuhkan tempat untuk tinggal yang disebut rumah. Rumah berfungsi sebagai tempat untuk melepaskan lelah, tempat bergaul dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Wilayah Kerja. Poowo, Poowo Barat, Talango, dan Toto Selatan.

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Wilayah Kerja. Poowo, Poowo Barat, Talango, dan Toto Selatan. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Kabila Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Wilayah Kerja Puskesmas

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Masalah Pneumonia adalah infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Menurut anatomi, pneumonia pada anak dibedakan menjadi pneumonia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Sebelah Timur berbatasan dengan desa Maleo. b. Sebelah Selatan berbatasan dengan desa Popayato

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Sebelah Timur berbatasan dengan desa Maleo. b. Sebelah Selatan berbatasan dengan desa Popayato BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Desa Bukit Tingki merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Popayato dengan luas wilayah 5.250 Ha,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Target Millenium Development Goals (MDGs) ke-7 adalah setiap negara

BAB I PENDAHULUAN. Target Millenium Development Goals (MDGs) ke-7 adalah setiap negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Target Millenium Development Goals (MDGs) ke-7 adalah setiap negara memastikan keberlanjutan lingkungan hidup, untuk itu setiap negara harus dapat mengurangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan Nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan yang tercantum dalam Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Infeksi ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang ISPA (Inspeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung (saluran atas)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Buol termasuk di Kecamatan Biau Kabupaten Buol Ibu Kota

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Buol termasuk di Kecamatan Biau Kabupaten Buol Ibu Kota 34 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Buol termasuk di Kecamatan Biau Kabupaten Buol Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah, dengan Luas wilayah 17,9 KM². Kelurahan Buol

Lebih terperinci

SUMMARY GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA TBC PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAGIMANA KECAMATAN PAGIMANA KABUPATEN BANGGAI TAHUN 2012

SUMMARY GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA TBC PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAGIMANA KECAMATAN PAGIMANA KABUPATEN BANGGAI TAHUN 2012 SUMMARY GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA TBC PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAGIMANA KECAMATAN PAGIMANA KABUPATEN BANGGAI TAHUN 2012 NURHAYATI WADJAH 811408078 ABSTRAK Di Indonesia TBC merupakan masalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a) Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tikupon. b) Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Tomini

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a) Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tikupon. b) Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Tomini 36 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Puskesmas Pagimana Merupakan pusat pelayanan kesehatan yang berada di Kecamatan Pagimana Kabupaten Banggai. Kecamatan Pagimana

Lebih terperinci

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DIWILAYAH PUSKESMAS YOSOMULYO KOTA METRO TAHUN 2014 ABSTRAK

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DIWILAYAH PUSKESMAS YOSOMULYO KOTA METRO TAHUN 2014 ABSTRAK HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DIWILAYAH PUSKESMAS YOSOMULYO KOTA METRO TAHUN 2014 Ari Budianto 1) Khoidar Amirus 2) ABSTRAK Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN Mira Yunita 1, Adriana Palimbo 2, Rina Al-Kahfi 3 1 Mahasiswa, Prodi Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan. Terutama

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan. Terutama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi sanitasi lingkungan yang buruk dapat menjadi media penularan penyakit. Terjadinya penyakit berbasis lingkungan disebabkan karena adanya interaksi antara manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Pneumonia 1. Definisi Pneumonia Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli) yang disebabkan terutama oleh bakteri dan merupakan

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012 HUBUNGAN PENGETAHUAN, STATUS IMUNISASI DAN KEBERADAAN PEROKOK DALAM RUMAH DENGAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA BALITA DI PUSKESMAS PEUKAN BADA KABUPATEN ACEH BESAR AGUSSALIM 1 1 Tenaga

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA ABSTRAK

PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA ABSTRAK Siprianus Singga, Albertus Ata Maran, PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA 348 PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI

Lebih terperinci

HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT COMMON COLD PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMALATE KOTA GORONTALO TAHUN 2012

HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT COMMON COLD PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMALATE KOTA GORONTALO TAHUN 2012 HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT COMMON COLD PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMALATE KOTA GORONTALO TAHUN 2012 Sri Zein Polumulo. Nim :811408107 Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Keberadaan Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo adalah merupakan Rumah Sakit

Lebih terperinci

BAB IV. Desa kayumerah adalah sebuah desa yang terdiri dari 6 Dusun. 3 Dusun

BAB IV. Desa kayumerah adalah sebuah desa yang terdiri dari 6 Dusun. 3 Dusun 4.1 Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa kayumerah adalah sebuah desa yang terdiri dari 6 Dusun. 3 Dusun berada di Dataran rendah dan 3 dusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan masih rendahnya cakupan dan kualitas intervensi. kesehatan lingkungan. (Munif Arifin, 2009)

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan masih rendahnya cakupan dan kualitas intervensi. kesehatan lingkungan. (Munif Arifin, 2009) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan terkait erat dengan penyakit berbasis lingkungan. Penyakit-penyakit berbasis lingkungan masih merupakan penyebab utama

Lebih terperinci

Kode. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian

Kode. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian Kode Hubungan Peran Orang Tua dalam Pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan Kekambuhan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2 ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2 Lintang Sekar Langit lintangsekar96@gmail.com Peminatan Kesehatan Lingkungan,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Denah Rumah Tahanan Negara Kelas I Tanjung Gusta Medan

Lampiran 1. Denah Rumah Tahanan Negara Kelas I Tanjung Gusta Medan Lampiran 1. Denah Rumah Tahanan Negara Kelas I Tanjung Gusta Medan Lampiran 2. Data angka penyebab kematian pada narapidana dan tahanan di Indonesia tahun 2011 No Nama Penyakit Jumlah 1 HIV/AIDS 105 2

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Berdasarkan jenisnya penelitian ini adalah penelitian

BAB IV METODE PENELITIAN. Berdasarkan jenisnya penelitian ini adalah penelitian 38 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian Berdasarkan jenisnya penelitian ini adalah penelitian observasional, karena di dalam penelitian ini dilakukan observasi berupa pengamatan, wawancara

Lebih terperinci

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN KELEMBABAN UDARA DENGAN KEJADIAN TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN 2014

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN KELEMBABAN UDARA DENGAN KEJADIAN TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN 2014 HUBUNGAN STATUS GIZI DAN KELEMBABAN UDARA DENGAN KEJADIAN TB PARU DI WILAYAH KERJA Herlina 1, Erris 2* 1 STIKes Prima Jambi 2 Politeknik Kesehatan Jambi Jurusan Kesehatan Lingkungan *Korespondensi penulis

Lebih terperinci

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA (Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Candi Lama Kecamatan Candisari Kota Semarang) Esty Kurniasih, Suhartono, Nurjazuli Kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi syarat fisiologis, psikologis, dan bebas dari penularan penyakit.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi syarat fisiologis, psikologis, dan bebas dari penularan penyakit. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumah Sehat 2.1.1. Defenisi Rumah Sehat Menurut Winslow dalam Chandra (2007), rumah sehat adalah suatu tempat untuk tinggal permanen, berfungsi sebagai tempat bermukim, beristirahat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, disamping kebutuhan sandang dan pangan. Rumah berfungsi pula sebagai tempat tinggal serta digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran wilayah penelitian kelurahan Limba B

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran wilayah penelitian kelurahan Limba B BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil pengelohan data yang dilakukan, maka hasil penelitian sebagai berikut : 4.1.1 Gambaran wilayah penelitian kelurahan Limba B

Lebih terperinci

SUMMARY GAMBARAN PELAKSANAAN KLINIK SANITASI DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA

SUMMARY GAMBARAN PELAKSANAAN KLINIK SANITASI DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA SUMMARY GAMBARAN PELAKSANAAN KLINIK SANITASI DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA Tuti Susilawati Male. 2013.Gambaran Pelaksanaan Klinik Sanitasi Dengan Kejadian Penyakit ISPA. Jurusan Kesehatan Masyarakat. Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini paling sering menyerang organ paru dengan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia yang mempengaruhi atau mungkin dipengaruhi, sehingga merugikan perkembangan fisik,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Puskesmas sebagai unit pelaksana kesehatan terdepan (pelayanan kesehatan primer di indonesia) mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGGINYA ANGKA KEJADIAN ISPA DI RW. 03 KELURAHAN SUKAWARNA WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKAWARNA KOTA BANDUNG TAHUN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGGINYA ANGKA KEJADIAN ISPA DI RW. 03 KELURAHAN SUKAWARNA WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKAWARNA KOTA BANDUNG TAHUN 64 LAMPIRAN Arie Wahyudi 0410034 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGGINYA ANGKA KEJADIAN ISPA DI RW. 03 KELURAHAN SUKAWARNA WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKAWARNA KOTA BANDUNG TAHUN 2007 IDENTIRTAS RESPONDEN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Rancangan Penelitian Desain penelitian adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu jenis penelitian yang pengukuran variabel-variabelnya

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Secara administratif Kota Yogyakarta berada di bawah pemerintahan Propinsi DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) yang merupakan propinsi terkecil setelah Propinsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian dan Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah explanatory research, yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan kausal antara variabel bebas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak bagi setiap warga Negara Indonesia, termasuk anak-anak. Setiap orang tua mengharapkan anaknya tumbuh dan berkembang secara sehat dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Wongkaditi

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Wongkaditi 29 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Wongkaditi Kecamatan Kota Utara Kota Gorontalo, yang terdiri dari

Lebih terperinci

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 5 No. 2 MEI 2016 ISSN

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 5 No. 2 MEI 2016 ISSN HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA BALITA DI DESA TALAWAAN ATAS DAN DESA KIMA BAJO KECAMATAN WORI KABUPATEN MINAHASA UTARA Ade Frits Supit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat berlangsung sampai 14 hari. Secara klinis ISPA ditandai dengan gejala akut akibat

Lebih terperinci

HUBUNGAN VENTILASI, LANTAI, DINDING, DAN ATAP DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI BLANG MUKO

HUBUNGAN VENTILASI, LANTAI, DINDING, DAN ATAP DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI BLANG MUKO HUBUNGAN VENTILASI, LANTAI, DINDING, DAN ATAP DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI BLANG MUKO Safrizal.SA Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Teuku Umar E-mail: friza.maulanaboet@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian. Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian. Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota Pekanbaru yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah Explanatory research yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan kausal antara variabel bebas dan variabel terikat melalui pengujian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian utama pada balita (Kartasasmita, 2010). Terdapat 15 negara dengan prediksi kasus

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Data Demografi Responden Dalam penelitian ini yang datanya diambil pada bulan Agustus

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Data Demografi Responden Dalam penelitian ini yang datanya diambil pada bulan Agustus BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5. Data Demografi Responden Dalam penelitian ini yang datanya diambil pada bulan Agustus September 24 dengan jumlah sampel yang ada di Poli TB MDR sebanyak 6 pasien, namun dari

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN, PERSONAL HYGIENE,

HUBUNGAN PENGETAHUAN, PERSONAL HYGIENE, HUBUNGAN PENGETAHUAN, PERSONAL HYGIENE, DAN SUMBER AIR BERSIH DENGAN GEJALA PENYAKIT KULIT JAMUR DI KELURAHAN RANTAU INDAH WILAYAH KERJA PUSKESMAS DENDANG KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR TAHUN 2013 *V.A

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis yang menyerang parenkim paru. Penderita TB paru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dikenal sebagai salah satu penyebab kematian utama pada bayi dan anak balita di negara berkembang. ISPA menyebabkan empat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) memperkirakan insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak

BAB I PENDAHULUAN. Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Saat usia balita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Dumbo Raya Kota Gorontalo, dengan batas-batas pokok desa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Dumbo Raya Kota Gorontalo, dengan batas-batas pokok desa BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Leato Utara adalah salah satu kelurahan yang berada di wilayah Kecamatan Dumbo Raya Kota Gorontalo,

Lebih terperinci

SIKAP PETANI TERHADAP KONVERSI LAHAN PERTANIAN

SIKAP PETANI TERHADAP KONVERSI LAHAN PERTANIAN 55 SIKAP PETANI TERHADAP KONVERSI LAHAN PERTANIAN terhadap konversi lahan adalah penilaian positif atau negatif yang diberikan oleh petani terhadap adanya konversi lahan pertanian yang ada di Desa Cihideung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota yogyakarta merupakan ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang memiliki luas wilayah sekitar 3.250 Ha atau 32.5 km 2 atau 1,025% dari luas wilayah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. rumah responden beralaskan tanah. Hasil wawancara awal, 364

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. rumah responden beralaskan tanah. Hasil wawancara awal, 364 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan hasil observasi lingkungan ditemukan 80% rumah responden beralaskan tanah. Hasil wawancara awal, 364

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL. Kelurahan Gandaria Selatan, Puskesmas Kelurahan Cipete Selatan, Puskesmas

BAB 5 HASIL. Kelurahan Gandaria Selatan, Puskesmas Kelurahan Cipete Selatan, Puskesmas BAB 5 HASIL 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Puskesmas Kecamatan Cilandak terletak di Kota Administrasi Jakarta Selatan Propinsi DKI Jakarta dengan memiliki 5 Puskesmas kelurahan yaitu: Puskesmas Kelurahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional diselenggarakan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MELONGUANE KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD

HUBUNGAN ANTARA KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MELONGUANE KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD HUBUNGAN ANTARA KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MELONGUANE KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD Junitje I. Pangemanan*, Oksfriani J.Sumampouw*, Rahayu H. Akili* *Fakultas

Lebih terperinci

ABSTRAK. : Kondisi Rumah, Sanitasi Rumah, Perilaku Anggota Keluarga Merokok dan ISPA

ABSTRAK. : Kondisi Rumah, Sanitasi Rumah, Perilaku Anggota Keluarga Merokok dan ISPA ABSTRAK Di Indonesia ISPA selalu menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. Dan kejadian tersebut dipengaruhi oleh kondisi, sanitasi rumah dan perilaku anggota keluarga merokok.

Lebih terperinci