BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)"

Transkripsi

1 32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Geografi Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas) Puskesmas yang ada di Kabupeten Pohuwato, dimana wilayahnya meliputi 8 Kelurahan masing masing adalah Desa Marisa Selatan, Desa Marisa Utara, Desa Botubilotahu, Desa Teratai, Desa Palopo, Desa Pohuwato, Bulangita dan Desa Pohuwato Timur. Batas Wilayah kerja Puskesmas Puskesmas Marisa Kecamatan Marisa adalah sebagai berikut : 1) Sebelah Utara berbatasan dengan kecamatan buntulia. 2) Sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan paguat. 3) Sebelah Selatan berbatasan dengan teluk tomini. 4) Sebelah Barat berbatasan dengan kecamatan duhiadaa Demografi Jumlah penduduk wilayah kerja puskesmas marisa jiwa dengan dengan perincian penduduk laki-laki sebanyak jiwa dan penduduk perempuan sebanyak jiwa dan jumlah KK

2 Hasil Analisis Univariat Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Marisa Kecamatan Marisa tentang kejadian ISPA pada Balita. Pengambilan data primer dilakukan dengan cara wawancara langsung menggunakan kuesioner serta melakukan observasi langsung terhadap tempat tinggal dari sampel penelitian. Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan kuesioner dan lembar observasi terhadap sampel penelitian, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Umur Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Marisa Kecamatan Marisa No Umur (Tahun) n % 1 < Total Berdasarkan distribusi tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa sampel penelitian paling banyak pada umur 2 tahun yaitu sebanyak 94 balita (36.8%), dan yang paling sedikit pada umur 4 Tahun yaitu sebanyak 22 balita (8.6%).

3 34 Tabel 4.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Marisa Kecamatan Marisa No Jenis Kelamin n % 1 Laki-laki Perempuan Total Berdasarkan distribusi tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa sampel jenis kelamin laki-laki lebih banyak yaitu 130 balita (50.8%), dan pada jenis kelamin perempuan sebanyak 126 anak (49.2%). Tabel 4.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Pekerjaan Orang Tua Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Marisa Kecamatan Marisa No Pekerjaan Orang Tua Balita n % 1 URT Pedagang Wirawasta Total Berdasarkan distribusi tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa pekerjaan dari orang tua sebagai responden terhadap balita yaitu URT sebanyak 234 orang (91.4%), pedagang sebanyak 11 orang (4.3%), Pekerjaan wiraswasta sebanyak 11 orang (4.3%). Diketahui pekerjaan sebagai ibu rumah tangga paling banyak karena sebagian besar yang menjadi responden adalah seorang ibu yang sedang menjaga anaknya.

4 35 Tabel 4.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Tempat Tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Marisa Kecamatan Marisa No Nama Desa n % 1 Marisa Selaatan Marisa Utara Botubilotahu Teratai Palopo Pohuwato Bulangita Pohuwato Timur Total Berdasarkan distribusi tabel 4.4 diatas menunjukkan bahwa yang menjadi sampel berasal dari 8 desa di Kecamatan Marisa, sampel paling banyak terdapat di desa Marisa Selatan yaitu sebanyak 87 sampel (34%), dan paling sedikit berasal dari desa Pohuwato Timur yaitu sebanyak 9 orang (3.5%) Ventilasi Rumah Berdasarkan jumlah sampel yang diteliti maka didapatkan distribusi responden menurut ventilasi rumah, yang dapat dilihat pada tabel 4.5

5 36 Tabel 4.5 Distribusi Sampel Berdasarkan Ventilasi Rumah di Wilayah Kerja Puskesmas Marisa Kecamatan Marisa No Ventilasi Rumah n % 1 Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Total Berdasarkan distribusi tabel 4.5 diatas menunjukkan bahwa ventilasi rumah responden lebih banyak tidak memenuhi syarat dengan standar bangunan yang tidak memenuhi syarat kesehatan yaitu < 1 / 10 dari luas lantai rumah sebanyak 141 buah (55,1%), dan dengan ventilasi yang memenuhi syarat dengan standar bangunan > 1 / 10 dari luas lantai rumah sebanyak 115 buah (44.9%) Pencahayaan Dalam variabel pencahayaan, pencahayaan dikatakan memenuhi syarat apabila pencahayaan rumah lux dan tidak memenuhi syarat apabila pencahayaan rumah < 50 lux atau > 300 Lux. Distribusi pencahayaan dapat dilihat pada tabel 4.6

6 37 Tabel 4.6 Distribusi Sampel Berdasarkan Pencahayaan Rumah di Wilayah Kerja Puskesmas Marisa Kecamatan Marisa No Pencahayaan n % 1 Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Total Dari hasil analisis didapatkan bahwa pencahayaan yang memenuhi syarat sebanyak 186 (72.7%) dan sarana penyediaan air bersih yang tidak memenuhi syarat sebanyak 70 (27.3%) Suhu Udara Dalam variable suhu udara, suhu udara dikatakan memenuhi syarat jika suhu udara dalam ruangan o C dan dikatakan tidak memenuhi syarat Jika suhu udara < 18 C 0 atau > 30 0 C. Distribusi suhu udara dapat dilihat pada tabel 4.7. Tabel 4.7 Distribusi Sampel Berdasarkan Suhu Udara Rumah di Wilayah Kerja Puskesmas Marisa Kecamatan Marisa No Suhu Udara n % 1 Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Total

7 38 Dari hasil analisis didapatkan bahwa suhu udara yang memenuhi syarat sebanyak 216 (84.4%) dan sarana penyediaan air bersih yang tidak memenuhi syarat sebanyak 40 (15.6%) Kepadatan Penghuni Rumah Berdasarkan jumlah sampel yang diteliti maka didapatkan distribusi responden menurut kepadatan penghuni rumah, yang dapat dilihat pada tabel 4.8. Tabel 4.8 Distribusi Sampel Berdasarkan Kepadatan Penghuni Rumah di Wilayah Kerja Puskesmas Marisa Kecamatan Marisa No Kepadatan Penghuni Rumah n % 1 Padat Tidak Padat Total Berdasarkan distribusi tabel 4.8 diatas menunjukkan bahwa peruntukan luas < 9 M 2 per orang atau dengan kepadatan penghuni yang padat sebanyak 116 (45.3%), dan luas > 9 M 2 per orang atau tidak padat sebanyak 140 (54.7%) Pencemaran udara oleh asap rokok Berdasarkan jumlah sampel yang diteliti maka didapatkan distribusi responden menurut pencemaran udara oleh asap rokok dalam rumah, yang dapat dilihat pada tabel 4.9.

8 39 Tabel 4.9 Distribusi Sampel Berdasarkan Pencemaran udara Oleh Asap Rokok Dalam Rumah di Wilayah Kerja Puskesmas Marisa Kecamatan Marisa No Pencemaran Udara Oleh Asap Rokok Dalam Rumah n % 1 Ada Tidak Ada Total Dari hasil analisis didapatkan bahwa adanya pencemaran udara oleh asap rokok dalam rumah sebanyak 120 (46.9%) dan tidak adanya pencemaran udara oleh asap rokok dalam rumah sebanyak 136 (53.1%) Pencemaran udara oleh asap obat anti nyamuk Berdasarkan jumlah sampel yang diteliti maka didapatkan distribusi responden menurut adanya asap obat anti nyamuk dalam rumah, yang dapat dilihat pada tabel 4.10 Tabel 4.10 Distribusi Sampel Berdasarkan Pencemaran udara oleh asap obat anti nyamuk Dalam Rumah di Wilayah Kerja Puskesmas Marisa Kecamatan Marisa No Pencemaran udara oleh asap obat anti nyamuk n % 1 Ada Tidak Ada Total

9 40 Dari hasil analisis didapatkan bahwa adanya Pencemaran udara oleh asap obat anti nyamuk dalam rumah sebanyak 125 (48.9%) dan tidak adanya Pencemaran udara oleh asap obat anti nyamuk dalam rumah sebanyak 131 (51.1%) Pencemaran udara oleh asap bahan bakar untuk memasak Berdasarkan jumlah sampel yang diteliti maka didapatkan distribusi responden menurut adanya asap bahan bakar untuk memasak dalam rumah, yang dapat dilihat pada tabel Tabel 4.11 Distribusi Sampel Berdasarkan Pencemaran udara oleh asap bahan bakar untuk memasak Dalam Rumah di Wilayah Kerja Puskesmas Marisa Kecamatan Marisa No Pencemaran udara oleh asap bahan bakar untuk memasak n % Dalam Rumah 1 Ada Tidak Ada Total Dari hasil analisis didapatkan bahwa adanya Pencemaran udara oleh asap bahan bakar untuk memasak dalam rumah sebanyak 193 (75.4%) dan tidak adanya asap rokok dalam rumah sebanyak 63 (24.6%) Kejadian ISPA Dalam variabel kejadian ISPA sampel dikatakan penderita ISPA apabila balita yang yang berobat ke puskesmas dan dinyatakan ISPA oleh Dokter di Puskesmas Marisa. Dan dikatakan bukan penderita ISPA apabila balita yang berobat dan dinyatakan

10 41 oleh Dokter di Puskesmas Marisa tidak menderita ISPA. Distribusi kejadian ISPA dapat dilihat pada tabel 4.12 Tabel 4.12 Distribusi Sampel Berdasarkan Kejadian ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas Marisa Kecamatan Marisa No Kejadian ISPA n % 1 Menderita Tidak Menderita Total Berdasarkan distribusi tabel 4.12 diatas menunjukkan bahwa sampel dalam penelitian yang dilakukan diketahui sampel yang menderita ISPA sebanyak 118 balita (46.1%), dan sampel tidak menderita ISPA sebanyak 138 balita (138%). 4.3 Analisis Bivariat Untuk mengetahui hubungan antara variabel Independen dan variabel Dependen, maka digunakan tabel crosstabulation (tabel silang).

11 Analisis hubungan Ventilasi Rumah terhadap kejadian ISPA Untuk mengetahui hubungan antara variabel Independen dan variabel Dependen, maka digunakan tabel crosstabulation (tabel silang). Tabel 4.13 Hubungan Variabel Ventilasi Rumah Terhadap Kejadian ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Marisa Kejadian ISPA Ventilasi Rumah ISPA Tidak ISPA Jumlah n % n % n % Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Total Berdasarkan tabel 4.13 diatas menunjukkan bahwa kejadian ISPA lebih banyak pada ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat sebesar 58.2% dibandingkan dengan ventilasi rumah yang memenuhi syarat kejadian ISPA lebih sedikit sebesar 31.3% Pencahayaan Untuk mengetahui hubungan antara variabel Independen dan variabel Dependen, maka digunakan tabel crosstabulation (tabel silang).

12 43 Tabel 4.14 Hubungan Variabel Pencahayaan Terhadap Kejadian ISPA Di Wilayah Kerja Puskesmas Marisa Pencahayaan Kejadian ISPA ISPA Tidak ISPA Jumlah Tidak Memenuhi Syarat n % n % n % Memenuhi Syarat Total Berdasarkan tabel 4.14 diatas menunjukkan bahwa kejadian ISPA lebih banyak pada pencahayaan rumah yang tidak memenuhi syarat sebesar 52.9% dibandingkan dengan pencahayaan rumah yang memenuhi syarat kejadian ISPA lebih sedikit sebesar 43.5% Analisis hubungan Suhu Udara terhadap kejadian ISPA Untuk mengetahui hubungan antara variabel Independen dan variabel Dependen, maka digunakan tabel crosstabulation (tabel silang).

13 44 Tabel 4.15 Hubungan Variabel Suhu udara rumah Terhadap Kejadian ISPA Di Wilayah Kerja Puskesmas Marisa Suhu Udara ISPA Kejadian ISPA Tidak ISPA Jumlah n % n % n % Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Total Berdasarkan tabel 4.15 diatas menunjukkan bahwa kejadian ISPA lebih banyak pada suhu udara rumah yang memenuhi syarat sebesar 46.8% dibandingkan dengan suhu udara rumah yang tidak memenuhi syarat kejadian ISPA lebih sedikit sebesar 42.5% Analisis hubungan Kepadatan Penghuni terhadap kejadian ISPA Untuk mengetahui hubungan antara variabel Independen dan variabel Dependen, maka digunakan tabel crosstabulation (tabel silang).

14 45 Tabel 4.16 Hubungan Variabel Kepadatan Penghuni Terhadap Kejadian ISPA Di Wilayah Kerja Puskesmas Marisa Kepadatan Penghuni Kejadian ISPA Jumlah ISPA Tidak ISPA n % n % n % Padat Tidak Padat Total Berdasarkan tabel 4.16 diatas menunjukkan bahwa kejadian ISPA lebih banyak pada kepadatan penghuni rumah yang padat sebesar 53.4% dibandingkan dengan kepadatan penghuni rumah yang tidak padat kejadian ISPA lebih sedikit sebesar 40.0% Analisis hubungan pencemaran udara oleh asap rokok dalam rumah terhadap kejadian ISPA Untuk mengetahui hubungan antara variabel Independen dan variabel Dependen, maka digunakan tabel crosstabulation (tabel silang).

15 46 Tabel 4.17 Hubungan Variabel Pencemaran Udara Oleh Asap Rokok Dalam Rumah Terhadap Kejadian ISPA Di Wilayah Kerja PuskesmasMarisa Pencemaran Udara Oleh Asap Rokok Dalam Rumah ISPA Kejadian ISPA Tidak ISPA Jumlah n % n % n % Ada Tidak Ada Total Berdasarkan tabel 4.17 diatas menunjukkan bahwa kejadian ISPA lebih banyak pada ada pencemaran udara oleh asap rokok dalam rumah sebesar 55.0% dibandingkan dengan pencemaran udara oleh asap rokok dalam rumah yang memenuhi syarat kejadian ISPA lebih sedikit sebesar 38.2% Analisis hubungan pencemaran udara oleh asap obat anti nyamuk dalam rumah terhadap kejadian ISPA Untuk mengetahui hubungan antara variabel Independen dan variabel Dependen, maka digunakan tabel crosstabulation (tabel silang).

16 47 Tabel 4.18 Hubungan Variabel Pencemaran Udara Oleh Asap Anti Nyamuk Bakar Dalam Rumah Terhadap Kejadian ISPA Di Wilayah Kerja Puskesmas Marisa Pencemaran Udara Oleh Asap Anti Nyamuk Bakar Dalam Rumah ISPA Kejadian ISPA Tidak ISPA Jumlah n % n % n % Ada Tidak Ada Total Berdasarkan tabel 4.18 diatas menunjukkan bahwa kejadian ISPA lebih banyak pada ada pencemaran udara oleh asap anti nyamuk bakar dalam rumah sebesar 52.8% dibandingkan dengan pencemaran udara oleh asap anti nyamuk bakar dalam rumah yang memenuhi syarat kejadian ISPA lebih sedikit sebesar 39.7% Analisis hubungan pencemaran udara oleh asap bahan bakar untuk memasak dalam rumah terhadap kejadian ISPA Untuk mengetahui hubungan antara variabel Independen dan variabel Dependen, maka digunakan tabel crosstabulation (tabel silang).

17 48 Tabel 4.19 Hubungan Variabel Pencemaran Udara Oleh Asap bahan bakar untuk memasak Dalam Rumah Terhadap Kejadian ISPA Di Wilayah Kerja PuskesmasMarisa Pencemaran Udara Oleh Asap bahan bakar untuk memasak Dalam Rumah ISPA Kejadian ISPA Tidak ISPA Jumlah n % n % n % Ada Tidak ada Total Berdasarkan tabel 4.19 diatas menunjukkan bahwa kejadian ISPA lebih banyak pada ada pencemaran udara oleh asap bahan bakar untuk memasak dalam rumah dalam rumah sebesar 49.7% dibandingkan dengan pencemaran udara oleh asap anti nyamuk bakar dalam rumah yang memenuhi syarat kejadian ISPA lebih sedikit sebesar 34.9%.

18 Analisis hubungan sanitasi rumah dengan kejadian ISPA Untuk mengetahui hubungan antara variabel Independen dan variabel Dependen, maka digunakan tabel crosstabulation (tabel silang). Tabel 4.20 Hubungan Variabel Sanitasi Rumah Dengan Kejadian ISPA Di Wilayah Kerja PuskesmasMarisa Sanitasi Rumah Tidak Memenuhi Syarat Kejadian ISPA Jumlah χ 2 ISPA Tidak ISPA p value n % n % n % Memenuhi Syarat Total Berdasarkan tabel 4.20 diatas menunjukkan bahwa kejadian ISPA lebih banyak pada sanitasi rumah yang tidak memenuhi syarat sebesar 48.4% dibandingkan dengan sanitasi rumah yang memenuhi syarat kejadian ISPA lebih sedikit sebesar 27.5%. Berdasarkan Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,034 (p < 0,05). Hal ini menunjukan bahwa ada hubungan sanitasi rumah dengan kejadian ISPA pada balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Marisa Kecamatan Marisa Kabupaten Pohuwato.

19 Pembahasan Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan dengan menggunakan analisis Chi-Square pada balita di wilayah kerja puskesmas Marisa, maka pembahasan sesuai dengan variabel yang diteliti adalah sebagai berikut: Ventilasi rumah Hasil penelitian menunjukkan bahwa ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat dan menderita ISPA sebanyak 36 balita (31.3%) sedangkan yang tidak menderita ISPA sebanyak 79 balita (68.7%). Ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat dan menderita ISPA sebanyak 82 balita (58.2%), sedangkan yang tidak menderita ISPA sebanyak 59 anak (69,2%). Pengaruh ventilasi rumah dengan kejadian ISPA yaitu dikarenakan pada ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat mengakibatkan terhalangngya proses pertukaran aliran udara yang masuk ke dalam rumah, sehingga bakteri dan virus penyebab penyakit ISPA yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar dan ikut terhisap bersama udara melalui saluran pernafasan dan akan menyebabkan penyakit ISPA pada Balita di rumah tersebut. Tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ruangan yang tinggi akan menjadi media yang baik untuk tumbuh dan berkembang biaknya bakteri-bakteri patogen termasuk kuman tuberkulosis (Notoatmodjo, 2003).

20 51 Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Suhandayani (2006) tentang faktorfaktor yang berhubungan dengan ISPA pada Balita di Puskesmas Pati I Kabupaten Pati, dengan desain cross sectional Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan ventilasi rumah dengan kejadian ISPA dengan nilai p=0,03(p<0,05). Hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Oktaviani (2009) hubungan antara sanitasi fisik rumah dengan kejadian infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) pada Balita di Desa Cepogo Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali yang menunjukkan bahwa ada hubungan ventilasi rumah dengan kejadian ISPA dengan nilai p=0,046(p<0,05) Pencahayaan Hasil penelitian menunjukan bahwa pencahayaan yang memenuhi syarat dan menderita ISPA sebanyak 81 balita (43.5%) sedangkan yang tidak menderita ISPA sebanyak 105 balita (56.5%). Pencahayaan yang tidak memenuhi syarat dan menderita ISPA sebanyak 37 balita (52.9%), sedangkan yang tidak menderita ISPA sebanyak 33 anak (47.1%). Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam ruangan rumah terutama cahaya matahari, disamping kurang nyaman juga merupakan penyebab rumah menjadi lembab sehingga menjadi media atau tempat yang baik untuk tumbuh dan berkembang kuman penyakit (Notoatmojo,2003).

21 52 Hasil penelitian ini tidak sejalan hasil penelitian Oktaviani (2009) di Desa Cepogo Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali yang menunjukkan bahwa ada hubungan pencahayaan rumah dengan kejadian ISPA dengan nilai p=0,001(p<0,05) Suhu Udara Hasil penelitian menunjukan bahwa suhu udara yang memenuhi syarat dan menderita ISPA sebanyak 101 balita (46.8%) sedangkan yang tidak menderita ISPA sebanyak 105 balita (53.2%). Suhu udara yang tidak memenuhi syarat dan menderita ISPA sebanyak 17 balita (42.5%), sedangkan yang tidak menderita ISPA sebanyak 23 balita (57.5%). Suhu udara dan kelembaban ruangan sangat dipengaruhi oleh penghawaan dan pencahayaan. Penghawaan yang kurang atau tidak lancar akan menjadikan ruangan terasa pengap atau sumpek dan akan menimbulkan kelembaban tinggi dalam ruangan. Hasil penelitian ini sejalan hasil penelitian Oktaviani (2009) di Desa Cepogo Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan suhu udara rumah dengan kejadian ISPA dengan nilai p=0,883(p<0,05) Kepadatan penghuni Hasil penelitian menunjukan bahwa kepadatan penghuni rumah dengan luas per orang < 9 M 2 atau padat dan menderita ISPA sebanyak 62 anak (53.4%) sedangkan yang tidak menderita ISPA sebanyak 54 anak (46.6%). Kepadatan penghuni rumah dengan luas per orang > 9 M 2 atau tidak padat dan menderita ISPA

22 53 sebanyak 56 orang (40.0%) sedangkan yang tidak menderita ISPA sebanyak 84 anak (60.0%). Berdasarkan data tersebut diatas bahwa kepadatan penghuni didalam rumah mempunyai pengaruh yang besar terhadap kejadian ISPA pada balita. Kepadatan penghuni rumah berkaitan erat dengan percepatan penularan penyakit dan perkembangan kuman didalam rumah, karena jika didalam rumah mempunyai penghuni yang lebih maka kelembaban udara, suhu udara akan meningkat, sehingga mempengaruhi penyebaran dan perkembangan kuman dalam rumah. Sesuai dengan hasil Observasi dan penelitian bahwa jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah itu tidak menetap, karena biasanya sebagian dari anggota keluarga mereka ada yang bekerja di luar kota. Sehingga dalam satu rumah tidak terjadi kepadatan hunian yang berkepanjangan. Adapun kondisi dalam rumah penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Marisa yang bangunannya kecil terdapat banyak barang-barang (perabot) di dalam rumah sehingga mengakibatkan kurangnya konsumsi Oksigen dan proses pernafasan terganggu. Selain itu, banyak bangunan/rumah masyarakat, dindingnya terbuat dari papan, bambu dan rotan yang mengakibatkan kelembaban dan menjadi tempat perkembangbiakkan bakteri dan jamur. Hasil analisis yang dilakukan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lilis (2005) di Desa Sidomulyo Kabupaten Siduarjo, hasil analisis dibaca pada continuity Chi - Square diperoleh nilai ρ = 0,005 (ρ < α), berarti ada hubungan antara kepadatan penghuni dengan kejadian ISPA pada balita.

23 Pencemaran udara oleh asap rokok dalam rumah Hasil yang diperoleh adanya pencemaran udara oleh asap rokok didalam rumah sampel yang diteliti dan menderita ISPA sebanyak 66 balita (55.0%) sedangkan yang tidak menderita ISPA sebanyak 54 balita (45.0%). Keadaan tidak adanya pencemaran udara oleh asap rokok didalam rumah sampel yang diteliti dan menderita ISPA sebanyak 52 anak (38,2%), sedangkan yang tidak menderita ISPA sebanyak 84 balita (61.8%). Berdasarkan hasil pengolahan dan analisa data tersebut bahwa adanya pencemaran udara oleh asap rokok dalam rumah lebih banyak yang menderita ISPA daripada tidak adanya pencemaran udara oleh asap rokok dalam rumah yang menderita ISPA. Hal ini menunjukkan bahwa sangat erat hubungan antara pencemaran udara oleh asap rokok didalam rumah terhadap kejadian ISPA pada balita. Kaitan ini bisa dijelaskan sebagai berikut. Dengan racun yang dibawa asap rokok dengan 4000 jenis senyawa kimianya yang berbahaya, merupakan pemicu asma yang utama. Asap tembakau menggangu saluran pernafasan di paru-paru, yang menyebabkan sel-selnya menghasilkan dahak dalam jumlah yang banyak. Gerakan paru-paru yang biasa dalam membersihkan diri juga akan terpengaruh sehingga dahak dan zat pengganggu (irritant) lainnya tidak dibuang. Hal ini berarti bahwa para perokok dan mereka yang terkena asap rokok lebih mudah mendapat infeksi dada dan tenggorokan (Bustan, 2005).

24 55 Hasil yang diperoleh ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suhandayani (2006) di Puskesmas Pati I Kabupaten Pati menunjukkan bahwa jumlah anak balita yang tinggal dengan anggota keluarga yang merokok pada kasus (50%) lebih besar bila dibandingkan pada kontrol (17,7%), sedangkan anak balita yang tinggal di rumah dengan anggota keluarga yang tidak merokok pada kasus (50%) lebih sedikit dibandingkan pada kontrol (82,3%). Berdasarkan hasil analisis data diperoleh p value = 0,00 dan OR = 4,63 (95% CI = 2,04 10,52). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara keberadaan anggota keluarga yang merokok dengan kejadian ISPA balita yang orang tuanya merokok mempunyai risiko 4,63 kali lebih besar untuk terkena penyakit ISPA dibandingkan dengan balita yang orang tuanya tidak merokok Pencemaran udara oleh asap anti nyamuk bakar dalam rumah Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya pencemaran udara oleh asap obat anti nyamuk didalam rumah sampel yang diteliti dan menderita ISPA sebanyak 66 balita (52.8%) sedangkan yang tidak menderita ISPA sebanyak 59 balita (47.2%). Keadaan tidak adanya pencemaran udara oleh asap obat anti nyamuk didalam rumah sampel yang diteliti dan menderita ISPA sebanyak 52 anak (39,7%), sedangkan yang tidak menderita ISPA sebanyak 79 balita (60.3%). Berdasarkan hasil pengolahan dan analisa data tersebut bahwa adanya pencemaran udara oleh asap obat anti nyamuk dalam rumah lebih banyak yang menderita ISPA daripada tidak adanya asap rokok dalam rumah yang menderita

25 56 ISPA. Hal ini menunjukkan bahwa sangat erat hubungan antara adanya asap rokok didalam rumah terhadap kejadian ISPA pada balita. Hasil ini sejalan hasil penelitian Rakhmanda (2012), tentang Hubungan antara Penggunaan Obat Nyamuk Bakar dengan Kejadian ISPA pada Balita di Perumahan Lawu Indah Ngawi hasil analisis dibaca pada continuity Chi - Square diperoleh nilai ρ = 0,005 (ρ < α), berarti ada hubungan antara pencemaran udara oleh asap obat anti nyamuk didalam rumah dengan kejadian ISPA pada balita Pencemaran udara oleh asap bahan bakar untuk memasak dalam rumah Adanya pencemaran udara oleh asap bahan bakar untuk memasak didalam rumah sampel yang diteliti dan menderita ISPA sebanyak 96 balita (49.7%) sedangkan yang tidak menderita ISPA sebanyak 97 balita (50.3%). Keadaan tidak adanya pencemaran udara oleh asap bahan bakar untum memasak didalam rumah sampel yang diteliti dan menderita ISPA sebanyak 22 anak (34.9%), sedangkan yang tidak menderita ISPA sebanyak 41 balita (65.1%). Berdasarkan hasil pengolahan dan analisa data tersebut bahwa sebagian besar masyarakat menggunakan bahan bakar kayu bakar untuk memasak dan sebagian besar rumah sampel yang menjadi obyek penelitian terdapat pencemaran udara oleh asap bahan bakar untuk memasak didalam rumah, dan didalam rumah tersebut sebagian besar menderita ISPA. Hal ini menunjukkan bahwa sangat erat hubungan antara adanya perokok didalam rumah terhadap kejadian ISPA pada balita. Asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak

26 57 mekanisme pertahan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA (Prabu, 2009). Hasil ini sejalan dengan penelitian Yuwono (2008) di Puskesmas Kawungaten Kecamatan Kalingaten Kabupaten Cilacap dengan menggunakan desain Case Control, hasil analisis statistik menunjukkan polusi asap dapur berhubungan secara bermakna dengan kejadian ISPA diperoleh nilai p = 0,011 dan OR 2,8 CI = 95% (1,25 6,08).

Summary HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MARISA KECAMATAN MARISA KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012

Summary HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MARISA KECAMATAN MARISA KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012 Summary HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MARISA KECAMATAN MARISA KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012 ABSTRAK Likyanto Karim. 2012. Hubungan Sanitasi Rumah Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyebab utama penyakit pada bayi usia 1-6 tahun. ISPA merupakan kelompok penyakit yang komplek dan heterogen yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Barat). Luas wilayah Kecamatan Kabila sebesar 193,45 km 2 atau sebesar. desa Dutohe Barat dan Desa Poowo.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Barat). Luas wilayah Kecamatan Kabila sebesar 193,45 km 2 atau sebesar. desa Dutohe Barat dan Desa Poowo. 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi 4.1.1 Keadaan Geografi Wilayah kerja Puskesmas Kabila berada di wilayah Kecamatan Kabila yang wilayahnya terdiri dari 5 Kelurahan (Kelurahan Pauwo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia yang mempengaruhi atau mungkin dipengaruhi, sehingga merugikan perkembangan fisik,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian cross sectional yaitu mempelajari hubungan penyakit dan

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian cross sectional yaitu mempelajari hubungan penyakit dan 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian bersifat obsevasional analitik dengan rancangan penelitian cross sectional yaitu mempelajari hubungan penyakit dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Wilayah Kerja. Poowo, Poowo Barat, Talango, dan Toto Selatan.

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Wilayah Kerja. Poowo, Poowo Barat, Talango, dan Toto Selatan. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Kabila Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Wilayah Kerja Puskesmas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango. Wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone terdiri dari 9

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango. Wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone terdiri dari 9 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Puskesmas Kabila Bone merupakan salah satu puskesmas yang terletak di. Wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone terdiri dari 9 desa yaitu : Desa Bintalahe, Desa Botubarani, Desa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. wilayah kerja Puskesmas Buhu yang telah melaksanakan kegiatan klinik sanitasi,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. wilayah kerja Puskesmas Buhu yang telah melaksanakan kegiatan klinik sanitasi, 41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Puskesmas Buhu Penelitian ini di lakukan di Kecamatan Tibawa Kabupaten Gorontalo yaitu di wilayah kerja Puskesmas Buhu yang telah

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012 HUBUNGAN PENGETAHUAN, STATUS IMUNISASI DAN KEBERADAAN PEROKOK DALAM RUMAH DENGAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA BALITA DI PUSKESMAS PEUKAN BADA KABUPATEN ACEH BESAR AGUSSALIM 1 1 Tenaga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Wongkaditi

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Wongkaditi 29 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Wongkaditi Kecamatan Kota Utara Kota Gorontalo, yang terdiri dari

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Berdasarkan jenisnya penelitian ini adalah penelitian

BAB IV METODE PENELITIAN. Berdasarkan jenisnya penelitian ini adalah penelitian 38 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian Berdasarkan jenisnya penelitian ini adalah penelitian observasional, karena di dalam penelitian ini dilakukan observasi berupa pengamatan, wawancara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a) Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tikupon. b) Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Tomini

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a) Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tikupon. b) Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Tomini 36 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Puskesmas Pagimana Merupakan pusat pelayanan kesehatan yang berada di Kecamatan Pagimana Kabupaten Banggai. Kecamatan Pagimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia adalah penyebab utama kematian anak di dunia. Pneumonia diperkirakan membunuh sekitar 1,2 juta anak usia dibawah lima tahun (balita) dalam setiap tahunnya,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4,48 Ha yang meliputi 3 Kelurahan masing masing adalah Kelurahan Dembe I, Kecamatan Tilango Kab.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4,48 Ha yang meliputi 3 Kelurahan masing masing adalah Kelurahan Dembe I, Kecamatan Tilango Kab. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Geografi Luas Puskesmas Pilolodaa Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo yaitu 4,48 Ha yang meliputi 3 Kelurahan masing masing

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan pada 26 April sampai 10 Mei 2013 di Kelurahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan pada 26 April sampai 10 Mei 2013 di Kelurahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan pada 26 April sampai 10 Mei 2013 di Kelurahan Heledulaa Utara. Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui gambaran Faktor risiko penderita ISPA balita di

Lebih terperinci

HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT COMMON COLD PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMALATE KOTA GORONTALO TAHUN 2012

HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT COMMON COLD PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMALATE KOTA GORONTALO TAHUN 2012 HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT COMMON COLD PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMALATE KOTA GORONTALO TAHUN 2012 Sri Zein Polumulo. Nim :811408107 Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. kepadatan hunian tidak menunjukkan ada hubungan yang nyata.

BAB V PEMBAHASAN. kepadatan hunian tidak menunjukkan ada hubungan yang nyata. BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan Tabel 4.9 menujukan bahwa terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada anak Balita, antara lain disebabkan karena faktor Balita yang tinggal di

Lebih terperinci

melebihi 40-70%, pencahayaan rumah secara alami atau buatan tidak dapat menerangi seluruh ruangan dan menyebabkan bakteri muncul dengan intensitas

melebihi 40-70%, pencahayaan rumah secara alami atau buatan tidak dapat menerangi seluruh ruangan dan menyebabkan bakteri muncul dengan intensitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberkulosis. Kuman Tuberkulosis dapat masuk ke dalam tubuh manusia

Lebih terperinci

Kode. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian

Kode. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian Kode Hubungan Peran Orang Tua dalam Pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan Kekambuhan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Secara administratif Desa Tabumela terletak di wilayah Kecamatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Secara administratif Desa Tabumela terletak di wilayah Kecamatan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Keadaan Demografis Secara administratif Desa Tabumela terletak di wilayah Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo, dan memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, malaria, dan campak. Infeksi

Lebih terperinci

SUMMARY GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA TBC PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAGIMANA KECAMATAN PAGIMANA KABUPATEN BANGGAI TAHUN 2012

SUMMARY GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA TBC PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAGIMANA KECAMATAN PAGIMANA KABUPATEN BANGGAI TAHUN 2012 SUMMARY GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA TBC PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAGIMANA KECAMATAN PAGIMANA KABUPATEN BANGGAI TAHUN 2012 NURHAYATI WADJAH 811408078 ABSTRAK Di Indonesia TBC merupakan masalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden Penelitian Penelitian ini dilakukan terhadap orangtua yang memiliki anak balita usia 1-4 tahun dengan riwayat ISPA di Kelurahan Kopeng Kecamatan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA ABSTRAK

PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA ABSTRAK Siprianus Singga, Albertus Ata Maran, PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA 348 PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Tabumela Kecamatan Tilango

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Tabumela Kecamatan Tilango 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan selama 10 hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia.ispa menyebabkan hampir 4 juta orang meninggal setiap

Lebih terperinci

The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in Tambakrejo Health Center in Surabaya

The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in Tambakrejo Health Center in Surabaya PENGARUH KESEHATAN LINGKUNGAN RUMAH TERHADAP KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMBAKREJO KECAMATAN SIMOKERTO SURABAYA The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah dasar fundamental bagi pembangunan manusia. Tanpa memandang status sosial semua orang menjadikan kesehatan sebagai prioritas utama dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Hasil penelitian pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur 12-23 bulan yaitu sebanyak 23 balita (44,2%).

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013 JURNAL KEBIDANAN Vol 1, No 2, Juli 2015: 57-62 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013 Ana Mariza

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Infeksi ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian utama pada balita (Kartasasmita, 2010). Terdapat 15 negara dengan prediksi kasus

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL. Kelurahan Gandaria Selatan, Puskesmas Kelurahan Cipete Selatan, Puskesmas

BAB 5 HASIL. Kelurahan Gandaria Selatan, Puskesmas Kelurahan Cipete Selatan, Puskesmas BAB 5 HASIL 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Puskesmas Kecamatan Cilandak terletak di Kota Administrasi Jakarta Selatan Propinsi DKI Jakarta dengan memiliki 5 Puskesmas kelurahan yaitu: Puskesmas Kelurahan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dikenal sebagai salah satu penyebab kematian utama pada bayi dan anak balita di negara berkembang. ISPA menyebabkan empat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menimbulkan gejala penyakit (Gunawan, 2010). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menimbulkan gejala penyakit (Gunawan, 2010). ISPA merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Akut mengandung dua unsur, yaitu infeksi dan saluran pernafasan. Pengertian infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju. Hal ini disebabkan karena masih tingginya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini paling sering menyerang organ paru dengan sumber

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WHO (World Health Organisation) pada tahun 2014,

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WHO (World Health Organisation) pada tahun 2014, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Tuberkulosis adalah penyakit menular yang ditularkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, merupakan penyebab kematian terutama di negaranegara berkembang di seluruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian / lebih dari saluran nafas mulai hidung alveoli termasuk adneksanya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 15 Agustus 20 Oktober 2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta. B. Jenis Penelitian Jenis penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia masih merupakan pembunuh utama balita di seluruh dunia, berdasarkan perkiraan WHO setiap tahun pneumonia membunuh balita sebanyak 1 juta sebelum ulang tahun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian dan Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah explanatory research, yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan kausal antara variabel bebas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Arah kebijaksanaan dalam bidang kesehatan yang diamanatkan dalam ketetapan MPR R.I No. IVMPR/1999 tentang GBHN 1999/2004 salah satunya adalah meningkatkan mutu sumber

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Masalah Pneumonia adalah infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Menurut anatomi, pneumonia pada anak dibedakan menjadi pneumonia

Lebih terperinci

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA (Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Candi Lama Kecamatan Candisari Kota Semarang) Esty Kurniasih, Suhartono, Nurjazuli Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan Nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan yang tercantum dalam Sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Pneumonia 1. Definisi Pneumonia Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli) yang disebabkan terutama oleh bakteri dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang berlangsung selama 14 hari. Saluran nafas yang dimaksud adalah organ mulai dari hidung sampai alveoli paru beserta organ adneksanya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan case control.

METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan case control. 20 III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan case control. Pendekatan case control adalah suatu penelitian non-eksperimental yang menyangkut bagaimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kejadian ISPA Di Indonesia, pada balita adalah sekitar 10-20%

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kejadian ISPA Di Indonesia, pada balita adalah sekitar 10-20% BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dipengaruhi atau ditimbulkan oleh tiga hal yaitu adanya kuman (terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masuk dalam kategori penyakit infeksi yang bersifat kronik. TB menular langsung melalui udara yang tercemar basil Mycobakterium tuberculosis, sehingga

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI LINGKUNGAN DI DALAM RUMAH PENDUDUK DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK PRA SEKOLAH DI KELURAHAN MABAR KECAMATAN MEDAN DELI TAHUN 2010 No. Responden : Tanggal

Lebih terperinci

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah di lakukan di Kecamatan Pancoran Mas pada bulan Oktober 2008 April 2009 dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut : 1.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Nuangan terletak di Wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow. a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tutuyan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Nuangan terletak di Wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow. a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tutuyan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil A. Gambaran Umum Lokasi Puskesmas Nuangan terletak di Wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow Timur dengan luas wilayah 337,80 KM 2, dengan batas wilayah: a. Sebelah Utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis bersifat tahan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MELONGUANE KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD

HUBUNGAN ANTARA KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MELONGUANE KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD HUBUNGAN ANTARA KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MELONGUANE KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD Junitje I. Pangemanan*, Oksfriani J.Sumampouw*, Rahayu H. Akili* *Fakultas

Lebih terperinci

Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK

Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DI DALAM RUMAH TERHADAP KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS TALAGA KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2016 Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN Mira Yunita 1, Adriana Palimbo 2, Rina Al-Kahfi 3 1 Mahasiswa, Prodi Ilmu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia, menurut WHO 9 (sembilan) juta orang penduduk dunia setiap tahunnya

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia, menurut WHO 9 (sembilan) juta orang penduduk dunia setiap tahunnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TBC) saat ini masih menjadi masalah kesehatan dunia, menurut WHO 9 (sembilan) juta orang penduduk dunia setiap tahunnya menderita TBC. Diperkirakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat berlangsung sampai 14 hari. Secara klinis ISPA ditandai dengan gejala akut akibat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran umum penyakit ISPA 1. Definisi ISPA Istilah ISPA atau Infeksi Saluran Pernafasan Akut mengandung tiga unsur yaitu infeksi, Saluran Pernafasan dan Akut. Pengertian atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular kronis yang telah lama di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, bakteri ini mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi saluran pernafasan hanya

Lebih terperinci

ANALISA FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU Dhilah Harfadhilah* Nur Nasry Noor** I Nyoman Sunarka***

ANALISA FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU Dhilah Harfadhilah* Nur Nasry Noor** I Nyoman Sunarka*** ANALISA FAKT RISIKO LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU Dhilah Harfadhilah* Nur Nasry Noor** I Nyoman Sunarka*** * Program Studi Pendidikan Dokter UHO ** Bagian Kimia Bahan Alam Prodi Farmasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan. Terutama

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan. Terutama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi sanitasi lingkungan yang buruk dapat menjadi media penularan penyakit. Terjadinya penyakit berbasis lingkungan disebabkan karena adanya interaksi antara manusia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bab IV ini membahas hasil penelitian yaitu analisa univariat. dan bivariat serta diakhiri dengan pembahasan.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bab IV ini membahas hasil penelitian yaitu analisa univariat. dan bivariat serta diakhiri dengan pembahasan. 51 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab IV ini membahas hasil penelitian yaitu analisa univariat dan bivariat serta diakhiri dengan pembahasan. 4.1. ANALISA UNIVARIAT Penelitian dilakukan di Rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, disamping kebutuhan sandang dan pangan. Rumah berfungsi pula sebagai tempat tinggal serta digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Bintauna Kecamatan Bintauna terletak kurang lebih 100 M 2 dari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Bintauna Kecamatan Bintauna terletak kurang lebih 100 M 2 dari 4.1 Gambaran Lokasi Penelitian 4.1.1 Keadaan Geografis BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Puskesmas Bintauna Kecamatan Bintauna terletak kurang lebih 100 M 2 dari jalan trans sulawesi. Wilayah Puskesmas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini akan di laksnakan di Kelurahan Paguyaman

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini akan di laksnakan di Kelurahan Paguyaman BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan waktu penelitian 3.1.1 Lokasi Lokasi penelitian ini akan di laksnakan di Kelurahan Paguyaman Kecamatan Kota Tengah. 3.1.2 Waktu Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN KELEMBABAN UDARA DENGAN KEJADIAN TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN 2014

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN KELEMBABAN UDARA DENGAN KEJADIAN TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN 2014 HUBUNGAN STATUS GIZI DAN KELEMBABAN UDARA DENGAN KEJADIAN TB PARU DI WILAYAH KERJA Herlina 1, Erris 2* 1 STIKes Prima Jambi 2 Politeknik Kesehatan Jambi Jurusan Kesehatan Lingkungan *Korespondensi penulis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Karakteristik Subyek Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas I Ngaglik, Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman Yogyakarta pada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Rancangan Penelitian Desain penelitian adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu jenis penelitian yang pengukuran variabel-variabelnya

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN ENYAKIT ISA ADA BALITA (Suatu enelitian Di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten ) SISKA RISTY YOLANDA ADAM DJAFAR NIM : 811409020

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Desa Tunggulo wilayah kerja. Puskesmas Limboto barat Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Desa Tunggulo wilayah kerja. Puskesmas Limboto barat Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Desa Tunggulo wilayah kerja Puskesmas Limboto barat Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) khususnya Pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan kematian bayi dan Balita. Pneumonia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancagan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian ekplanatory reseach dengan menggunakan pendekatan cross sectional yaitu melalui pengujian hipotesa pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian Eksplanatory dengan metode survei dan menggunakan desain Cross sectional. Rancangan penelitian ini termasuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rencana pembangunan jangka panjang bidang kesehatan RI tahun 2005 2025 atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku masyarakat yang diharapkan dalam Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut WHO upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut WHO upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut WHO upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat dapat dilakukan dengan cara memelihara kesehatan.upaya kesehatan masyarakat meliputi : peningkatan

Lebih terperinci

POLA SEBARAN KEJADIAN PENYAKIT PNEUMONIA PADA BALITA DI KECAMATAN BERGAS, KABUPATEN SEMARANG

POLA SEBARAN KEJADIAN PENYAKIT PNEUMONIA PADA BALITA DI KECAMATAN BERGAS, KABUPATEN SEMARANG POLA SEBARAN KEJADIAN PENYAKIT PNEUMONIA PADA BALITA DI KECAMATAN BERGAS, KABUPATEN SEMARANG Mia Sri Aulina, Mursid Rahardjo, Nurjazuli Bagian Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Lebih terperinci

Program Studi D III Kesehatan Lingkungan STIKes Muhammadiyah Palembang 2

Program Studi D III Kesehatan Lingkungan STIKes Muhammadiyah Palembang 2 ANALISIS FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SOSIAL KECAMATAN SUKARAME PALEMBANG Zairinayati 1, Ari Udiyono, Yusniar Hanani 1

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. juga merupakan status lambang sosial (Keman, 2005). Perumahan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. juga merupakan status lambang sosial (Keman, 2005). Perumahan merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia dimanapun berada membutuhkan tempat untuk tinggal yang disebut rumah. Rumah berfungsi sebagai tempat untuk melepaskan lelah, tempat bergaul dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak Geografi Wilayah kerja Puskesmas Tombulilato berada di wilayah kecamatan Bone Raya, yang wilayahnya terdiri atas 9 desa, yakni

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN KEPADATAN HUNIAN DENGAN KEJADIAN ISPA NON PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI PINANG

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN KEPADATAN HUNIAN DENGAN KEJADIAN ISPA NON PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI PINANG HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN KEPADATAN HUNIAN DENGAN KEJADIAN NON PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI PINANG Evytrisna Kusuma Ningrum Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit akut saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan spektrum penyakit yang berkisar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, yang disebabkan oleh agen infeksius yang dapat menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. analitik cross-sectional dan menggunakan pendekatan observasional.

BAB III METODE PENELITIAN. analitik cross-sectional dan menggunakan pendekatan observasional. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain analitik cross-sectional dan menggunakan pendekatan observasional. Polusi Udara + ISPA

Lebih terperinci

BAB IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Hasil Penelitian Hasil analisa univariat menggambarkan karakteristik responden yang terdiri dari jenis pekerjaan orang tua, jenis kelamin serta usia balita. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju. Hal ini disebabkan karena masih tingginya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru.

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru. Penyebaran penyakit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi dalam penelitian ini adalah wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi dalam penelitian ini adalah wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone BAB III METODE PEELITIA 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian Lokasi dalam penelitian ini adalah wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone Kecamatan Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango. Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi akut saluran pernafasan yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Penyakit ini merupakan infeksi serius yang dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit saluran pernapasan akut yang mengenai saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang disebabkan oleh agen infeksius disebut infeksi saluran pernapasan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran wilayah penelitian kelurahan Limba B

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran wilayah penelitian kelurahan Limba B BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil pengelohan data yang dilakukan, maka hasil penelitian sebagai berikut : 4.1.1 Gambaran wilayah penelitian kelurahan Limba B

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang Lingkup Keilmuan Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini adalah ilmu kesehatan anak terutama pada penyakit pneumonia. 2. Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan diselenggarakan dalam upaya mencapai visi

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan diselenggarakan dalam upaya mencapai visi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan diselenggarakan dalam upaya mencapai visi Indonesia Sehat 2010 dan diharapkan akan mencapai tingkat kesehatan tertentu yang ditandai oleh penduduknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Menurut World Health Organization (WHO)

I. PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Menurut World Health Organization (WHO) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkolosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Menurut World Health Organization (WHO) dalam satu tahun kuman M.

Lebih terperinci