ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN DI DKI JAKARTA (Studi komparatif di Permukiman Kurnub dan Tidak Kurnub) Oleh: Gandari Adianti

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN DI DKI JAKARTA (Studi komparatif di Permukiman Kurnub dan Tidak Kurnub) Oleh: Gandari Adianti"

Transkripsi

1

2 ANALSS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUH KEMSKNAN D DK JAKARTA (Studi komparatif di Permukiman Kurnub dan Tidak Kurnub) Oleh: Gandari Adianti SEKOLAH PASCASARJANA NSTTUT PERTANAN BOGOR 2005

3 PERNYATAAN MENGENA TESS DAN SUMBER NFORMAS Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang betjudul : AN AL SS F AKTOR-F AKTOR YANG MEMPENGARUH KEMSKNAN D DK JAKARTA (Studi komparatif di Permukiman Kurnub dan Tidak Kurnub) adalah benar merupakan basil karya sendiri dan bel urn pemah dipublikasikan. Semua surnber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Bogor, November 2005 ~ Gandari Adianti NRP. Al

4 ABSTRAK GANDAR ADANT Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di DK Jakarta (Studi Komparatif di Permukiman Kumuh dan Tidak Kumuh). Di bawah bimbingan SAD RUSL dan HERMANTO SREGAR. Penelitian ini membahas tentang kemiskinan di DK Jakarta secara spasial yaitu RW kumuh dan RW tidak kumuh. Tujuan utama dari penelitian ini adalah () menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan dan (2) menguraikan program pengentasan kemiskinan yang telah dilakukan. Penelitian ini menggunakan model pilihan diskrit (discrete choice models) yaitu model regresi logit dengan data utama Susenas Kor Hasil utama penelitian ini adalah (1) angka kemiskinan di RW kumuh lebih tinggi dibandingkan dengan RW tidak kumuh (2) faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan dengan mempergunakan peubah-peubah yang sama menunjukkan bahwa adanya perbedaan pengaruh dari beberapa peubah pada masing-masing lokasi (DK Jakarta secara umum, RW tidak kumuh dan RW kumuh) (3) pelaksanaan penanggulangan kemiskinan sudah banyak menyentuh faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan, namun pelaksanaannya belum dibedakan secara spasial serta masih menemui berbagai kendala. Pemerintah Provinsi DK Jakarta dalam menanggulangi kemiskinan perlu menyesuaikan dengan lokasi tempat tinggal penduduk miskin. Demi keberhasilan pelaksanaan penanggulangan kemiskinan melibatkan kelembagaan lokal. Kata kunci : kemiskinan, kumuh, penanggulangan kemiskinan

5 Hak cipta milik Gandari Adianti, tahun 2005 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Jnstitut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotocopi, mikrofilm, dan sebagainya

6 ANALSS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUH KEMSKNAN D DK JAKARTA (Studi komparatif di Permukiman Kumuh dan Tidak Kumuh) Oleh: Gandari Adianti Tesis Sebagai salah syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi lmu-lmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan SEKOLAH PASCASARJANA NSTTUT PERT ANAN BOGOR 2005

7 Judul Tesis Nama NRP Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di DK Jakarta (Sttidi Komparatif di Pemukiman Kumuh Dan Tidak Kumuh) Gandari Adi~mti Aju Fatimah Al Disetujui Komisi Pembimbing r. Said Rusli, MA Ketua Dr. r. Hermanto Siregar, M.Ec Anggota Diketahui Prof r. lsang Gonarsyah, Ph.D Tanggal Ujian : 28 Oktober 2005

8 PRAKATA Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT dengan telah selesainya tesis yang berjudul :Ana/isis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan di DK Jakarta (Studi Komparatif di Permukiman Kumuh dan Tidak Kumuh). Tesis ini merupakan persyaratan untuk memperoleh gelar Magister di Program Studi lmuilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) nstitut Pertanian Bogor. Tesis ini diselesaikan dengan atas bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak terutama dari komisi pembimbing yang terdiri dari : 1. r. Said Rusli, MA 2. Dr. r. Hermanto Siregar, M.Ec Atas bantuan dan arahan yang diberikan kepada penulis, dengan rendah hati penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya. Ucapan terima kasih yang teramat dalam penulis sampaikan kepada bapak, mama serta teteh, aa, dan ade yang telah memberikan doa, semangat dan kasih sayang. Ungkapan terima kasih juga diucapkan kepada dosen dan staf Program Studi PWD. Bagi ternan-ternan PWD angkatan 2003 terutama kepada keluarga Drabas (lwan, Mimi, dan Afud) dan anggota BBC plus Om Bob diucapkan terima kasih atas kesabaran, pengertian dan keikhlasan yang telah memberikan wama baru dalam hidup penulis. Tak lupa juga penulis ucapkan terima kasih bagi ternanternan BPS Provinsi DK. Jakarta terutama Mita, Ari, Rini dan Rizal atas dukungan, pengertian serta keikhlasannya sehingga tesis ini dapat terselesaikan. Akhir kata semoga penelitan yang sudah dilaksanakan bermanfaat bagi semua pihak. ndraprasta Bogor, November 2005 Gandari Adianti

9 RWAYAT HDUP Penulis lahir di Bogor pada tanggal 10 September 1968, anak ke enam dari delapan bersaudara dari Ayahanda Achmad Puma dan bunda Siti Djulaeha. Setelah selesai menamatkan SMA di SMAN 2 Bogor pada tahun 1987, penulis kemudian melanjutkan studi di Fakultas Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Program Studi Agribisnis lnstitut Pertanian Bogor. Gelar Sarjana Pertanian diperoleh pada tahun Pada tahun 2003, penulis mendapat beasiswa dari Bappenas untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana PB program studi lmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan. Sejak tahun 1993 hingga sekarang penulis tercatat sebagai pegawai di lingkungan Badan Pusat Statistik Provinsi DK Jakarta.

10

11 DAFTARS DAFT AR ls X DAFTAR TABEL X DAFT AR GAMBAR Xll. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian TNJAUANPUSTAKA Kajian Kemiskinan Perkotaan di Negara-negara Sedang 7 Berkembang Konsep Kemiskinan Ketimpangan Pendapatan Penyebab Kemiskinan Permukiman Kumuh 17. METODOLOG PENELTAN Kerangka Pemikiran Hipotesis Metode Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Sumber Data Konsep dan Definisi Metode Analsisis V. KEMSKNAN D DK JAKARTA Kejadian Kemiskinan di DK Jakarta Karakteristik Rumahtangga Miskin Jenis Kelamin Kepala Rumahtangga Besaran Rumahtangga Pendidikan Pekerjaan Kondisi Tempat Tinggal Kedalaman Dan Keparahan Kemiskinan Ketimpangan Pendapatan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dan Terkait Dengan 54 Kemiskinan Kemiskinan dan Jender Kemiskinan dan Besaran Rumahtangga Kemiskinan dan Pekerjaan Kemiskinan dan Pendidikan Kemiskinan dan Umur... 74

12 X Kemiskinan Dan Proporsi Jumlah Art Di Bawah Tahun Dan Di Dan Diatas 64 Tahun Kemiskinan Dan Proporsi Anggota Rumahtangga 77 Yang Bekeija Kemiskinan Dan Proporsi Pengeluaran Bahan Bakar 78 Min yak (BBM) Kemiskinan Dan Proporsi Pengeluaran Untuk: 80 Makanan Kemiskinan dan Kondisi Tempat Tinggal khtisar V Penanggulangan Kemiskinan Di DK Jakarta Program Penanggulangan Kemiskinan Yang Telah Dilakukan Program Penanggulangan Kemiskinan Di DK Jakarta Program Penanggulangan Kemiskinan Di Beberapa 103 Negara Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Terkait Dengan 109 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan di DK Jakarta khtisar 114 Vi Simpulan Dan Saran Simpulan Saran 118 Daftar Pustaka Lampiran 120

13 DAFTAR TABEL Halaman 1.1. J umlah Penduduk Miskin Dan Persentase Penduduk Miskin Di DK 4 Jakarta Menurut Kabupaten!Kota Berdasarkan Garis Kemiskinan Tahun Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kabupaten!Kotamadya Di DK 5 Jakarta Berdasarkan 7 (Tujuh) Kriteria Kemiskinan BPS Tahun Penduduk Miskin Berdasarkan Status Pekerjaan Di DK Jakarta, Jumlah Penduduk Miskin Dan Garis Kemiskinan Di DK Jakarta, Angka Migrasi Risen Per Penduduk Berdasarkan Tempat 39 Tinggal 5 Tahun Yang Sebelum Sensus/Survey Di DK Jakarta, 1980, 1985, 1990, 1995, Dan Angka Kemiskinan Kemiskinan Di DK Jakarta Menurut Lokasi 40 Tempat Tinggal, Distribusi Persetase Rumahtangga Menurut Jenis Pekerjaan Kepala 40 Rumahtangga Dan Lokasi Tempat Tinggal, DK Jakarta Karakteristik Rumahtangga Miskin, DK Jakarta, Karakteristik Tempat Tinggal Rumahtangga Miskin, DK Jakarta ndeks Kedalaman Kemiskinan (P) Dan lndeks Keparahan 50 Kemiskinan (P2), DK Jakarta ndeks Kedalaman Kemiskinan (P) Dan ndeks Keparahan 52 Kemiskinan (P2) Berdasarkan Lokasi Tempat Tinggal, DK Jakarta Angka Gini Dan Distribusi Pendapatan Menurut Kriteira Bank 53 Dunia Berdasarkan Lokasi Tempat Tinggal Dan Status Kemiskinan, DK Jakarta Penduga Parameter, Level Signifikansi, Dan Nilai Odds Ratio Dari 56 Model Regresi Logistik Tingkat Kemiskinan Rumahtangga Menurut Lokasi Tempat Tinggal, DK Jakarta Nilai Chi Square Pada Uji Hosmer And Lemeshow Menurut Lokasi 57 Tempat Tinggal, DK Jakarta Klasifikasi Dari Kebenaran Prediksi Program Dan Alokasi Dana Penanggulangan Kemiskinan Di DK 97 Jakarta,

14 xu Hal am an 5.2. Persentase Rumahtangga Menurut Jumlah Beras Miskin Yang 100 Diterima (Kg) Berdasarkan Lokasi Tempat Tinggal, DK Jakarta Persentase Rumahtangga Menurut Harga Beras Miskin Yang 101 Dibayarkan oleh Rumahtangga, DK Jakarta Persentase Rumahtangga menurut Kategori Kemiskinan dan Lokasi 101 Tempat Tinggal, DK Jakarta Persentase Rumahtangga Miskin Yang Membeliffidak Membeli 102 Raskin menurut Menurut Lokasi Tempat Tinggal, DK Jakarta

15 DAFTAR GAMBAR 1.1 Alur Pikir Penelitian 4.1 Persentase Penduduk Miskin Di DK Jakarta Tahun Halaman 4.2 Rata-Rata Upah Dan Jenis Pekerjaan Berdasarkan Lokasi Tempat 41 Tinggal, DK Jakarta Probabilitas Menjadi Miskin Dan Jenis Kelamin Dari KRT Di DK 60 Jakarta Probabilitas Menjadi Miskin Dan Jenis Kelamin Dari KRT Di RW 60 Tidak Kumuh Probabilitas Menjadi Miskin Dan Jenis Kelamin Dari KRT Di RW 61 Kumuh Probabilitas Menjadi Miskin Dan Jenis Pekerjaan KRT Di DK 66 Jakarta Probabilitas Menjadi Miskin Dan Jenis Pekerjaan KRT Di RW 66 Tidak Kumuh Probabilitas Menjadi Miskin Dan Jenis Pekerjaan KRT Di RW 67 Kumuh Probabilitas Menjadi Miskin Dan Status Kerja KRT Di DK Jakarta Probabilitas Menjadi Miskin Dan Status Kerja KRT Di RW Tidak 69 Kumuh Probabilitas Menjadi Miskin Dan Status Kerja KRT Di RW Kumuh Probabilitas Menjadi Miskin Dan Tingkat Pendidikan KRT Di DK 73 Jakarta Probabilitas Menjadi Miskin Dan Tingkat Pendidikan KRT Di RW 73 Tidak Kumuh Probabilitas Menjadi Miskin Dan Tingkat Pendidikan KRT Di RW 74 Kumuh Probabilitas Menjadi Miskin Dan Umur KRT di DK Jakarta Probabilitas Menjadi Miskin Dan Umur KRT di RW Tidak Kumuh Probabilitas Menjadi Miskin Dan Umur KRT di RW Kumuh Probabilitas Menjadi Miskin Dan Luas Lantai Per Kapaita di DK 82 Jakarta Probabilitas Menjadi Miskin Dan Luas Lantai Per Kapaita di RW 82 Tidak Kumuh

16 XV Halarnan Probabilitas Menjadi Miskin Dan Luas Lantai Per Kapaita di RW 83 Kurnub Probabilitas Menjadi Miskin Dan Jenis Lantai Ternpat Tinggal di 84 DK Jakarta Probabilitas Menjadi Miskin Dan Jenis Lantai Ternpat Tinggal di 84 RW Tidak Kurnub Probabilitas Menjadi Miskin Dan Jenis Lantai Ternpat Tinggal di 85 RW Kurnub Probabilitas Menjadi Miskin Dan Akses Terbadap Jamban di DK 86 Jakarta Probabilitas Menjadi Miskin Dan Akses Terbadap Jarnban di RW 86 Tidak Kurnub Probabilitas Menjadi Miskin Dan Akses Terbadap Jamban di RW 86 Kurnub Probabilitas Menjadi Miskin Dan Akses Terbadap Air Bersih di 87 DK Jakarta Probabilitas Menjadi Miskin Dan Akses Terhadap Air Bersih di 87 RW Tidak Kurnub Probabilitas Menjadi Miskin Dan Akses Terhadap Air Bersib di 88 RW Kurnub Probabilitas Menjadi Miskin Dan Status Kepernilikan Rumab di 89 DK Jakarta Probabilitas Menjadi Miskin Dan Status Kepemilikan Rumah di 89 RW Tidak Kurnub Probabilitas Menjadi Miskin Dan Status Kepemilikan Rumah di 90 RW Kurnub Laju Perturnbuhan Ekonorni Dan Persentase Penduduk Miskin Di 94 DK Jakarta Tabun

17

18 . PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk perkotaan atau urbanisasi disebabkan oleh tiga proses yaitu pertumbuhan alamiah, migrasi dari desa ke kota, dan klasifikasi ulang daerah pedesaan menjadi daerah perkotaan. Urbanisasi dapat dikatakan sebagai produk dari pembangunan ekonomi, bukan hanya dari tingginya konsentrasi tenaga kerja di perkotaan tetapi juga karena pembangunan ekonomi mengubah gaya hidup perkotaan yang menciptakan kebutuhan akan infrastruktur dan pelayanan jasa-jasa. DK Jakarta tidak terlepas pula dari proses urbanisasi. Jwnlah penduduk DK Jakarta terns meningkat, pada tahun 1961 jwnlah penduduk baru mencapai 2,9 juta jiwa kemudian meningkat hampir 2 kali lipat menjadi 4,5 juta jiwa pada tahun Pada tahun 1980, jwnlah penduduk telah mencapai 6,5 juta jiwa kemudian meningkat menjadi 8,2 juta jiwa pada tahun Hasil Sensus Penduduk 2000 mencatat penduduk DK Jakata sebesar 8,38 juta. Peningkatan penduduk yang sangat tinggi pada periode lebih disebabkan pertumbuhan alamiah DK Jakarta yang sangat tinggi. Pada periode dan , tingkat fertilitas total (TFR) di DK Jakarta mencapai 5,2 dan 4,8. Artinya setiap wanita pada usia subur di DK Jakarta rata-rata akan melahirkan 5 orang anak (Rizal, 1999 unpublished report). Namun pada periode 1980-an, peran pertumbuhan alami dalam proses urbanisasi mengalami penurunan. Hugo (1997) diacu dalam Rizal (1999) menyebutkan bahwa pertumbuhan alami di Jakarta hanya mencapai 0,9 persen per tahun. Pada periode ini proses urbanisasi di DK Jakarta banyak didorong oleh migrasi dari desa ke kota (rural to urban migration). Pembangunan ekonomi yang terpusat di DK Jakata menjadi pemicu berpindahnya penduduk dari daerah lain ke DK Jakarta. Tidak berkembangnya daerah lain dan lebih terbukanya kesempatan kerja di DK Jakarta merupakan faktor pendorong dan penarik migrasi (push dan pull factor). Urbanisasi yang tinggi yang tidak seimbang dengan daya dukung kota akan menyebabkan berbagai permasalahan. Salah satu daya dukung kota yang tidak

19 2 tidak sebanding dengan tingkat urbanisasi adalah pertumbuhan lapangan kerja di sektor formal di DK Jakarta. Sehingga penduduk yang tidak memperoleh pekerjaan di sektor formal akan mencari pekerjaan di sektor informal. Over urbanization di DK Jakarta telah mendorong pertumbuhan ekonomi sektor informal yang cukup tinggi. Penduduk yang bekerja di sektor informal mempunyai pendapatan yang rendah. Hal ini karena upah di sektor formal perkotaan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan upah di sektor informal perkotaan (Kasliwal, 1995). Yang terjadi selanjutnya adalah meningkatnya penduduk miskin di perkotaan. Williamson ( 1975) menyatakan bahwa penduduk miskin adalah penduduk yang tidak mempunyai sumber daya ekonomi untuk hidup pada tingkat hidup yang memadai Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk yang hidup di bawah gans kemiskinan di perkotaan di ndonesia terns mengalami peningkatan. Pada tahun 1993, jumlah penduduk miskin perkotaan barn mencapai 8,7 jutajiwa kemudian meningkat menjadi 9,6 jiwa pada tahun Krisis ekonomi pada tahun 1997 telah berdampak pada peningkatan jumlah penduduk miskin, pada tahun 1999 jumlah penduduk miskin perkotaan naik dengan tajam menjadi 15,6 juta jiwa. Berbagai program pengentasan kemiskinan telah dilaksanakan oleh Pemerintah salah satunya adalah Jaring Pengaman Sosial (JPS). Pemulihan ekonomi disertai dengan pelaksanaan berbagai program pengentasan kemiskinan telah dapat menurnnkan jumlah penduduk miskin di perkotaan, bahkan pada tahun 2003 jumlah penduduk miskin menurnn menjadi 12,3 juta. Jumlah penduduk miskin di perkotaan ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin di perdesaan. Pada tahun 2003 jumlah penduduk miskin di perdesaan mencapai 25 jutajiwa. Jumlah penduduk miskin di perkotaan hanya setengah dari jumlah penduduk miskin perdesaan. Namun masalah kemiskinan perkotaan menjadi sangat penting karena kemiskinan sering menjadi akar dari permasalahan sosiallainnya. Angka kriminalitas yang tinggi, kekurangan gizi balita yang parah serta tingkat pendidikan yang rendah sering dikaitkan dengan angka kerniskinan yang tinggi di daerah tersebut.

20 3 Masalah kemiskinan pun menjadi salah satu permasalahan utama di DK. Jakarta. Jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan pada tahun 1999 tercatat 283 ribu orang kemudian meningkat menjadi 288,9 ribu orang pada tahun 2002 dan pada tahun 2003 meningkat lagi menjadi 294,1 ribu orang. Kemiskinan perkotaan baik di Jakarta maupun di kota lainnya sering dikaitkan dengan kawasan kumuh perkotaan. Apabila ditelaah, salah satu penyebab terbentuknya kawasan kumuh adalah migrasi desa kota yang sangat tinggi. Namun keberadaan kawasan kumuh yang terus berlanjut sering dihubungkan dengan lingkaran kemiskinan yang tidak putus di kawasan tersebut. Di DK. Jakarta, sebagai ibukota negara, terdapat kawasan kumuh yang cukup luas. Pada tahun 2000 sekitar 30 persen dari luas DK Jakarta termasuk dalam kategori kumuh. Daerah kumuh ini tersebar di lima wilayah kota dan satu kabupaten di DK Jakarta. Permukiman kumuh yang selalu dikaitkan dengan kemiskinan menyebabkan Pemda DK. Jakarta selalu mengarahkan program pengentasan kemiskinan ke lokasi ini. Pada kenyataanya penduduk miskin tidak hanya terdapat di permukiman kumuh. Agar kebijakan Pemda DK. Jakarta dalam pengentasan kemiskinan lebih terarah, maka diperlukan data penelitian mengenai kemiskinan baik di lingkungan kumuh maupun tidak kumuh. Lebih lanjut analisis mengenai kemiskinan di DK. Jaka..rta perlu ditekankan pada identifikasi dari faktor-faktor yang berkaitan dengan kemiskinan agar dapat disusun kebijakan ekonomi yang layak. Jika kebijakan yang efektif untuk mengurangi kemiskinan dapat diformulasikan dan dilaksanakan, maka pengetahuan yang lebih dalam tentang karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan menjadi sangat penting (Rodriguez dan Smith, 1994 diacu dalam Ghazouani dan Goaied, 2001). Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan masih tidak terlalu banyak. Oleh karena itu penelitian mengenai hal tersebut sangat berguna karena penyebab kemiskinan perlu dipahami dalam rangka menyusun kebijakan yang lebih efisien untuk mengurangi kemiskinan.

21 Perumusan Masalah Permasalahan yang dihadapi oleh Pemda DK Jakarta sangat kompleks salah satunya adalah masalah kemiskinan Kemiskinan ini merupakan akar dari permasalahan yang lainnya di DK Jakarta. Tingkat pendidikan yang rendah, gizi buruk, pengangguran, dan kriminalitas sering dikatakan sebagai produk dari kemiskinan. Jurnlah penduduk miskin di DK Jakarta selama 2 tahun terakhir terns menunjukkan peningkatan seperti yang menurut kotamadya ditunjukkan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Kabupaten/Kota Jurnlah Penduduk Miskin dan Persentase Penduduk Miskin di DK Jakarta Menurut Kabupaten!Kota Berdasarkan Garis Kemiskinan (Kemiskinan absolut) Tahun Penduduk Penduduk Penduduk Penduduk Miskin Miskin(%) Miskin Miskin (%) (000 orang) (000 orang) Kep Seribu - - 3,1 15,64 Jakarta Selatan 45,1 2,56 47,2 2,54 Jakarta Timur 67,5 2,82 67,4 2,77 Jakarta Pusat 29,5 3,47 37,4 4,26 Jakarta Barat 77,2 4,03 64,3 3,20 Jakarta Utara 67,5 4,66 74,7 5,31 DK Jakarta 288,9 3,42 294,1 3,42 Sumber : dtolah dan data Susenas oleh BPS (2002,2003) Moser,. Gatehouse dan Garcia yang diacu dalam lrawan (2003) menyatakan bahwa kemiskinan sering dikaitkan dengan tiga ciri kehidupan perkotaan yang menonjol. Salah satunya adalah bahaya lingkungan atau environmental hazards yaitu lokasi pemukiman yang padat dan kurnub serta risiko terimbas oleh polusi. Ada keterkaitan erat antara kemiskinan dan lingkungan kurnub. UN Habitat menyatakan bahwa salah satu penyebab berkembangnya kawasan kurnub adalah peningkatan kemiskinan di perkotaan. Di Jakarta banyak dikenal kantongkantong kumis yaitu kurnub dan miskin. Perhatian Pemda DK Jakarta pada kawasan kurnub ini sangat tinggi terutama dalam rangka pengentasan kemiskinan. Beberapa tahun terakhir Pemprov DK Jakarta melakukan pengumpulan data penduduk miskin yang digunakan dalam program pengentasan kemiskinan, penentuan penduduk miskin tidak berdasarkan pada garis kemiskinan melainkan mengacu pada kriteria

22 5 kemiskinan berdasarkan 7 kriteria yaitu (a) luas hunian <8m 2 per kapita, (b) jenis lantai sebagian bukan keramik, teraso, tegelfubin, atau semen, (c) tidak ada fasilitas air bersih, (d) tidak ada fasilitas jamban/wc, (e) konsumsi lauk pauk tidak bervariasi, (j) tidak mampu membeli pakaian minimal 1 (satu) stel setahun untuk setiap anggota rumahtangga dan (g) tidak memiliki asset rumahtagga. Data kemiskinan dengan menggunakan kriteria tersebut tersaji pada Tabel1.2. Tabel1.2 Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kabupaten!Kotamadya di DK Jakarta Berdasarkan 7 (tujuh) Kriteria Kemiskinan BPS Tahun Kabupaten!Kotamadya Kep Seribu Jakarta Se1atan Jakarta Timur Jakarta Pusat Jakarta Barat Jakarta Utara DK Jakarta Sumber : Hast! Pendataan Rumahtangga Mtskm Kriteria kemiskinan tersebut menekankan kondisi tempat tinggal sehingga lebih mempererat kaitan kemiskinan dengan permukiman kumuh. UN Habibat menyebutkan bahwa ciri-ciri permukiman kumuh adalah : kekurangan akses terhadap air bersih, kekurangan akses terhadap sanitasi dan infrastruktur lainnya, kualitas rumah yang tidak layak, dan kepadatan penduduk yang tinggi. Salah satu bentuk kebijakan pengentasan kemiskinan yang mengkaitkan kemiskinan dengan permukiman kumuh di DK Jakarta tertuang dalam Surat Keputusan Gubemur Kepala Daerah Khusus bukota Jakarta Nomor 4487 Tahun 1999 tentang program pembangunan terpadu dalam rangka penanggulangan masalah kemiskinan dan kumuh di beberapa kelurahan di Jakarta Utara. Selain itu berbagai program pengentasan kemiskinan lebih diarahkan pada permukiman kumuh salah satunya adalah Program Pengentasan Kemiskinan Perkotaan (P2KP). Namun penduduk miskin tidak hanya tinggal di kawasan kumuh dan penduduk miskin secara relatif belum tentu pula miskin secara absolut. Agar program pengentasan lebih terarah, maka perlu lebih didalami karakteristik kemiskinan dan faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di DK Jakarta.

23 6 Oleh karena itu menarik untuk dilakukan studi komparatif di permukiman kumuh dan permukiman tidak kumuh mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan. Beberapa hal yang akan ditelaah lebih lanjut adalah : 1. Berapa angka kemiskinan yang dialami rwnahtangga? 2. Bagaimana karakteristik rumahtangga miskin? 3. Berapa besar kedalaman dan keparahan kemiskinan dan tingkat kesenjangan pendapatan yang tetjadi? 4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kemiskinan? 5. Bagaimana program pengentasan kemiskinan yang telah dilaksanakan? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian di atas maka secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kemiskinan perkotaan baik di lokasi kumuh maupun tidak kumuh serta kerentanan kemiskinan di DK Jakarta. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1. menghitung angka kemiskinan yang dialami rumahtangga 2. menguraikan karakteristik rumahtangga miskin. 3. menguraikan kedalam dan keparahan kemiskinan serta tingkat kesenjangan pendapatan yang tetjadi. 4. menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan. 5. menguraikan program pengentasan kemiskinan yang telah dilakukan Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan dapat dipetik sejumlah manfaat baik untuk masyarakat pada umumnya, para peneliti dan akademisi guna penelitian lanjutan, maupun pemerintah. Dengan mengetahui jumlah penduduk miskin, karakterisik penduduk miskin, tingkat kesenjangan pendapatan, dan faktor-faktor yang menyebabkan penduduk menjadi miskin, maka dapat disusun suatu kebijakan yang sesuai lebih terarah mengenai penanganan masalah kemiskinan. Pemerintah DK Jakarta dapat menyusun kebijakan lintas sektoral dalam rangka program pengentasan kemiskinan.

24

25 . TNJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Kemiskinan Perkotaan di Negara-negara Sedang Berkembang Kemiskinan perkotaan menjadi suatu fenomena di negara-negara sedang berkembang. Di negara-negara tersebut, kemiskinan perkotaan sering diukur dengan akses terhadap tempat tinggal atau jasa pelayanan perkotaan lainnya. Kekurangan akses terhadap tern pat tinggal dan jasa pelayanan perkotaan tersebut memberikan indikasi terhadap pendapatan dan daya beli yang rendah. Ada dua pendekatan untuk melihat alasan kemiskinan di perkotaan yaitu pendekatan kultural dan struktural. Pendekatan. kultural adalah mengaitkan alasan kemiskinan dengan karakteristik individu seperti kurang kemampuan, disiplin, tanggung jawab dan usaha untuk keluar dari kemiskinan. Pendekatan ini melihat orang miskin bukan hanya korban tetapi juga penyebab dari kemiskinan. Pendekatan kedua adalah pendekatan struktural yang melihat alasan di luar dari orang miskin dan mengaitkan kemiskinan dengan sistem sosial ekonomi yang berlaku di suatu negara seperti kebijakan ekonomi, pendidikan yang kurang, kesempatan keija, dan diskriminasi (Senses 2001, diacu dalam Yilmaz 2003). Berbagai penelitian kemiskinan perkotaan di negara-negara sedang berkembang lebih menekankan pada pendekatan struktural. Laju pertumbuhan kesempatan keija yang lebih rendah dari laju urbaninsasi berdampak kemiskinan di perkotaan. Penyebab dari laju urbanisasi yang tinggi ini adalah migrasi desa kota yang bertujuan mendapatkan upah yang tinggi dari sektor formal perkotaan. Namun arus migrasi yang besar menyebabkan tidak semua migran dapat terserap oleh sektor formal, sehingga sebagian dari migran harus bekeija di sektor informal (Yilmaz 2003). Sektor informal pada umumnya ditandai oleh beberapa karakterisik teknis seperti sangat bervariasinya bidang kegiatan produksi barang dan jasa, berskala kecil, unit produksi dimiliki oleh perorangan atau keluarga, dan teknologi yang digunakan sangat sederhana (Desiar 2004 ). Salah satu ciri yang dapat mengidentifikasi seseorang bekeija di sektor informal adalah melalui status pekeijaan.

26 8 Mereka yang bekerja sendiri tanpa bantuan orang lain (self employed) dan bekerja dengan keluarga atau sebagai buruh dibayar dapat dikatagorikan sebagai pekerja di sektor informal. Begitu pula dengan mereka yang mempunyai usaha namun dengan skala kecil. Tabel 2.1 Penduduk Miskin Berdasarkan Status Pekerjaan di DK Jakarta, Status Pekerjaan Tidak Bekerja 25,18 21,71 14,21 18,02 Bekerja Sendiri 43,57 30,09 28,97 30,47 Bekerja dengan keluarga 2,77 11,82 11,01 6,17 atau buruh dibayar Pemilik usaha!karyawan 28,48 36,06 45,20 45,47 Pekerja Keluarga 0,00 0,32 0,60 0,00 Sumber : Tambunan (2004) Tabel 2 memberikan gambaran bahwa sektor informal merupakan tumpuan hidup bagi penduduk miskin. Diduga mereka yang memiliki usaha adalah usaha berskala kecil sehingga dapat dikatagorikan dalam sektor informal. Kondisi ini tidak hanya terjadi di ndonesia tetapi juga di negara-negara berkembang lainnya. Penelitian di Nigeria oleh Osinubi (2003), menyatakan bahwa sekitar 43 persen responden penduduk miskin bekerja sendiri (self employed). Sektor informal memberikan pendapatan yang rendah jika dibandingkan dengan sektor formal. Dengan pendapatan rendah ini, maka sulit bagi penduduk miskin untuk mengakses berbagai jasa pelayanan seperti pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya. Hanya sedikit penduduk miskin yang dapat mengenyam pendidikan tinggi Konsep Kemiskinan Williamson (1975) mengatakan bahwa penduduk tanpa sumberdaya ekonomi untuk hidup dengan standar kehidupan yang layak disebut sebagai orang miskin. Aluko (1975) diacu dalam Osinubi (2003) menyatakan bahwa kemiskinan sebagai kekurangan dari konsumsi kebutuhan-kebutuhan dasar. Dengan kata lain adalah kekurangan dalam konsumsi makanan, pakaian, atau tempat tinggal. Kemiskinan juga didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk

27 9 mendapatkan standar kehidupan minimum (Laporan Bank Dunia 1990, diacu dalam Osinubi 2003). Couduel, Jesko, dan Quentin (2001) mengatak:an bahwa kemiskinan dapat diukur melalui 2 (dua) dimensi yaitu dimensi moneter (monetary dimensions) dan dimensi bukan moneter (non monetary dimensions). a. Dimensi moneter Dalam mengukur kemiskinan dengan dimensi moneter, ada 2 pilihan yang dapat digunakan sebagai indikator kesejahteraan yaitu pendapatan dan konsumsi. Pengeluaran konsumsi yang diperoleh melalui survei rumahtangga cukup lengkap, sehingga penggunaan konsumsi rumahtangga dapat menjadi indikator yang lebih baik dibandingkan dengan pendapatan karena :. Konsumsi adalah indikator outcome yang lebih baik dibandingkan dengan pendapatan. Konsumsi rumahtangga berkaitan dengan kesejateraan seseorang, dan dapat menggambarkan kebutuhan dasar. Sedangkan pendapatan hanya salah satu elemen yang akan menyedian konsumsi untuk barang-barang. 2. Pengukw-an konsumsi akan /ebih baik dibandingkan pendapatan. Di perekonomian perkotaan dengan sektor informal yang besar, pendapatan mengalir dengan tidak menentu. Jadi cukup sulit untuk memperoleh pendapatan rumahtangga secara benar. Di samping itu, banyak sumbangan untuk pendapatan yang tidak berbentuk uang, seperti mengkonsumsi barang produksi sendiri dan barang-barang yang diperoleh melalui pertukaran. 3. Konsumsi dapat /ebih baik dalam mencerminkan stardar hidup rumahtangga yang sebenarnya dan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan dasar. Pengeluaran konsumsi dalam mencerminkan tidak hanya barang-barang dan jasa yang dapat dimiliki melalui pendapatan yang ada, tetapi juga rumahtangga tetap dapat mengkonsumsi barang dan jasa melalui akses kredit atau pun melalui pengambilan tabungan ketika pendapatan yang ada tidak mencukupi.

28 10 b. Dimensi bukan moneter Kemiskinan tidak hanya dikaitkan dengan kekurangan pendapatan atau konsumsi tetapi juga kekurangan hasil berkenaan dengan kesehatan, nutrisi, dan melek huruf, dan dengan hubungan sosial yang tidak baik, ketidakamanan, penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah dan ketidakkuasaan (powerless). Alat-alat yang dapat digunakan untuk mengukumya adalah :. Kemiskinan Kesehatan dan Nutrisi Status gizi anak-anak dan angka harapan hidup dapat digunakan sebagai ukuran. 2. Kemiskinan Pendidikan Tingkat buta huruf dapat dijadikan sebagai garis kemiskinan, namun di beberapa negara melek huruf sudah hampir menjangkau semua penduduk. Altematif lain untuk mengukur kemiskinan pendidikan adalah lama sekolah yang telah diselesaikan dibandingkan dengan lama sekolah yang seharusnya diselesaikan. 3. lndeks Gabungan Kesejahteraan Merupakan kombinasi informasi dari beberapa aspek berbeda dari kemiskinan. Ada kemungkinan untuk menciptakan pengukuran kemiskinan yang menghitung pendapatan, kesehatan, kekayaan, dan pendidikan. Dalam penelitian ini menekankan pada dimensi moneter. Kemiskinan diukur melalui garis kemiskinan (poverty line) yang didasarkan pada pengeluaran konsumsi rumahtangga. Ada 2 jenis kemiskinan yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut adalah persentase penduduk dengan pendapatan/pengeluaran di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan diukur berdasarkan pengeluaran konsumsi. Ukuran ini banyak digunakan oleh negaranegara sedang berkembang. Namun pada banyak negara maju sering kali menggunakan ukuran kemiskinan relatif yang menggambarkan hubungan antara kelompok berpendapatan rendah dengan yang berpendapatan tinggi sesuai dengan standar hidup yang berlaku. Garis kemiskinan relatif biasanya diambil sebagai suatu persentase dari rata-rata atau nilai tengah pendapatan. Umumnya ditetapkan

29 11 setengah dari rata-rata atau nilai tengah pendapatan rumahtangga (Long 1999). Penduduk yang berada di bawah kemiskinan relatif belum tentu masuk dalam katagori miskin secara abolut. Penentuan kemiskinan lainnya adalah dengan menggunakan.karakteristik yang memberikan gambaran ketidakmampuan penduduk memenuhi kebutuhan untuk hidup layak. Pemda DK Jakarta dalam melaksanakankan program pengentasan kemiskinan menggunakan data kemiskinan yang mengacu pada karakteristik rumahtangga. Ada 7 indikator yang dapat memberikan gambaran ketidakmampuan rumahtangga untuk hidup dengan layak, yaitu : (a) luas lantai per kapita <8m2 (b) lantai tanah (c) tidak memiliki jamban (d) tidak ada akses air bersih (e) konsumsi lauk tidak bervariasi (f) tidak punya asset produktif (g) tidak mampu membeli pakaian barn dalam setahun Suatu rumahtangga dikatakan miskin apabila memenuhi minimal 3 indikator terse but Ketimpangan pendapatan Ketimpangan pendapatan dan kemiskinan sangat berkaitan erat. Semakin timpang distribusi pendapatan makan semakin tinggi persentase penduduk yang hidup dalam kemiskinan pendapatan (World Bank). Ketimpangan sering dipelajari sebagai bagian yang lebih luas dari kemiskinan karena ketimpangan mengukur seluruh distribusi pendapatan tidak hanya kelompok yang berada di bawah garis kemiskinan. Distribusi pendapatan perseorangan (personal distribution of income) atau distribusi ukuran pendapatan (size distribution of income) merupakan ukuran yang sering digunakan. Ukuran ini secara langsung menghitung jumlah penghasilan yang diterima oleh individu atau rumahtangga. Ukuran umum yang memperlihatkan tingkat ketimpangan adalah dengan membandingkan antara

30 12 pendapatan yang diterima oleh 20 persen anggota kelompok teratas dan 40 persen anggota kelompok terbawah (Todaro dan Smith, 2003). Ketimpangan pendapatan dapat juga dilihat dengan menggunakan kurva Lorenz. Kurva ini memperlihatkan hubtmgan kuantitatif aktual antara persentase persentase penerima pendapatan dengan persentase pendapatan total yang benarbenar mereka terima selama kurun waktu tertentu. nterpretasi dari kurva Lorenz adalah semakin jauh jarak kurva dari dari diagonal maka semakin timpang atau tidak merata distribusi pendapatannya. Pengukuran ketimpangan pendapatan yang lebih mudah adalah dengan menggunakan rasio Gini. Koefisien Gini adalah ukuran ketimpangan agregat yang angkanya berkisar antara nol sampai dengan satu. Koefisien Gini adalah salah satu ukuran yang dapat memenuhi empat kriteri yaitu prinsip anonimitas, independensi populasi, independensi skala dan transfer. Prinsip anonimitas mengatakan bahwa ukuran ketimpangan seharusnya tidak tergantung pada siapa yang mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi. Prinsip independensi skala berarti bahwa ukuran ketimpangan tersebut tidak tergantung pada apakah kita mengukur pendapatan dengan dollar atau rupiah. Prinsip independensi populasi menyatakan bahwa pengukuran ketimpangan seharusnya tidak didasarkan pada jumlah penerima pendapatan. Prinsip transfer (prinsip Pigou-Dalton) menyatakan bahwa dengan mengasumsikan semua pendapatan lain konstan, maka transfer pendapatan dari orang kaya ke orang miskin akan membuat distibusi pendapatan barn yang lebih merata (Todaro dan Smith, 2003) Penyebab Kemiskinan Kemiskinan perkotaan adalah suatu fenomena yang multi-dimensi, meliputi rendahnya tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, kerawanan tempat tinggal dan pribadi, dan ketidakberdayaan. Berikut ini akan diuraikan masingmasing dimensi dan akar permasalahannya (Wolrd Bank, PRSP Sourcebook yang diacu dalam rawan, 2003). a. Dimensi rendahnya tingkat pendapatan Akar permasalahan dari dimensi ini adalah: ketergantungan pada ekonomi uang untuk membeli barang-barang kebutuhan pokok,

31 13 ketidakpastian prospek pekeijaan (pekeijaan yang tidak tetap atau casual work,), buruh dibayar tidak trampil, kurangnya kualifikasi untuk memperoleh pekeijaan dengan upah tinggi, ketidakmampuan untuk mempertahankan pekeijaaan karena kondisi kesehatan buruh, dan kurangnya akses terhadap kesempatan keija (penduduk miskin perkotaan sering harus mengorbankan antara jarak ke tempat pekeijaan dan biaya perumahan). b. Dimensi kondisi kesehatan buruh Akar permasalahnnya adalah : kondisi hidup yang kumuh pada dan tidak higienis, lingkungan tempat tinggal tidak sehat karena polusi limbah industri dan kendaraaan bermotor, penduduk miskin urnumnya tinggal di kawasan maijinal (seperti bantaran sungai) yang mudah terkena bahaya lingkungan seperti tanah longsor dan banjir, resiko tinggi terhadap berbagai penyakit karena buruknya kualitas udara dan air dan buruknya sanitasi, resiko tinggi terhadap kecelakaaan lalu lintas, dan resiko kondisi keija yang tidak aman, khususnya untuk mereka di kegiatan-kegiatan sektor informal. c. Dimensi tingkat pendidikan rendah Akar permalahan adalah : terhambatnya akses terhadap pendidikan karena terbatasnya daya tampung sekolah yang tidak mengimbangi tumbuhnya daerah perkotaan, ketidakmampuan membayar uang sekolah, resiko keselamatan/keamanan pribasdi ketika pergi sekolah d. Dimensi kerawananfketidakamanan tempat tinggal dan pribadi (tenure and personal insecurity). Akar permasalahan adalah :

32 14 tanah dan perumahan di wilayah-wilayah resmi tidak terbeli, oleh karena itu keluarga miskin biasanya membangun sendiri atau menyewa di lokasilokasi kampung atau tanah ilegal (serobotan) dengan konstruksi seadanya dan cnderung tidak aman terhadap bahaya-bahaya lingkungan, penyalahgunaan narkoba dan kekerasan domestik, perceraian keluarga, dan mengurangi jaminan hidup untuk anak-anak, keragaman sosial dan ketimpangan pendapatan yang tampak jelas di kotakota, yang dapat meningkatkan kecemburuan sosial dan kriminalitas. e. Dimensi ketidakberdayaan Akar permasalahan adalah : tidak adanya kepastian terhadap status tempat tinggal dan prospek pekeijaan, isolasi dari komunitas yang tidak ada kaitannya dengan pekeijaan, dan menurunnya modal sosial seperti hilangnya kohesi keluarga dan isolasi so sial. Penyebab kemiskinan itu sendiri tidak hanya karena satu faktor tetapi merupakan kombinasi dari banyak faktor. Ajakaiye dan Adeyeye (2002) yang melakukan penelitian di negara-negara berkembang menyatakan bahwa secara makro penyebab kemiskinan adalah : a. Kineija pertumbuhan ekonomi yang rendah Pertumbuhan ekonomi bertujuan untuk mengurangi kemiskinan. Di beberapa negara berkembang, pertumbuhan menghasilkan kesempatan keija dan dengan berbasis ekspor diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan sehingga kemiskinan dapat dikurangi melalui pemerataan. Faktor ekstemal sangat berpengaruh terhadap peningkatan kemiskinan di suatu negara, perubahan permintaan pasar dunia terhadap barang ekspor suatu negara akan mempengaruhi pertumbuhan di negara tersebut sehingga akan berdampak pula pada tingkat kemiskinan di negara itu. Bank Dunia menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi sangat terkait dengan program pengentasan kemiskinan. ndonesia dan Thailand dapat mengurangi tingkat kemiskinan antara persen selama periode 20 tahun.

33 15 b. Kegagalan kebijakan dan goncangan makroekonomi Banyak perekonomian di dunia yang menghadapi ketidak seimbangan makroekonomi, umumnya dalam neraca pembayaran karena kebijakan perluasan permintaan agregat, guncangan neraca perdagangan, dan bencana alam. Guncangan makroekonomi dan kegagalan kebijakan berdampak pada peningkatan kemiskinan, karena kondisi ini memberikan kendala bagi orang miskin untuk menggunakan asset terbesarnya yaitu tenaga kerja. Kemiskinan di perkotaan sebagai hasil dari kegagalan kebijakan adalah mudahnya kehilangan pekerjaan karena pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor public atau karena penurunan pertumbuhan sektor industri. c. Pasar tenaga kerja yang kurang bergairah Sumberdaya yang berlimpah di penduduk miskin adalah tenaga kerja, oleh karena itu pasar tenaga kerja sangant penting untuk mengurangi kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Pasar tenaga kerja yang kurang bergairah dapat mempengaruhi orang miskin melalui pertumbuhan kesempatan kerja dan kapasitas penyerapan tenaga kerja di sektor informal yang terbatas. d. Migrasi Tingkat migrasi dapat mengurangi kemiskinan khususnya ketika sebagian besar migrant adalah pekerja yang mempunyai ketrampilan. Di satu sisi, migran berpindah untuk mengisi pekerjaan di pasar kerja, sehingga ketrampilan akan mengalir melalui migrasi. Hal ini akan mengurangi laju pertumbuhan ekonomi dan menurunkan proses penciptaan lapangan pekerjaan secara keseluruhan dan juga mempengaruhi pada pembangunanjangka panjang suatu negara. e. Pengangguran dan Setengah Menganggur Pekerjaan adalah faktor kunci dari kemiskinan, pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan dapat digunakan untuk keluar dari kemiskinan pendapatan (income poverty). Penduduk miskin berhadapan dengan masalah pengangguran structural karena kekurangan ketrampilan atau rendahnya tingkat pendidikan. Setengah pengangguran terjadi secara luas di sektor informal dan menghasilkan pendapatan yang rendah. Pengangguran lebih disebabkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah dibandingkan dengan pengaruh langsung dari pasar tenaga keija yang tidak sempurna, meskipun peraturan di pasar tenaga kerja mempengaruhi sektor

34 16 formal yang sepertinya mendorong lebih banyak setengah pengangguran di sektor informal. f Pengembangan sumberdaya manusia Pengembangan kemampuan dan modal manusia dapat memberikan jalan keluar dari kemiskinan. nvestasi pada manusia dapat meningkatkan standar hidup dari rumahtangga dengan memperluas kesempatan, meningkatkan produktivitas, menarik investasi capital, dan meningkatkan kemampuan untuk mencari nafkah. Tambunan (2004) menyatakan bahwa penyebab utama dari kemiskinan perkotaan di ndonesia adalah kemiskinan atau ketertinggalan ekonomi di pedesaan. Pembangunan ekonomi pedesaan di ndonesia kurang berkembang dibandingkan dengan pembangunan ekonomi perkotaan. Ekonomi pedesaan didominasi oleh sektor pertanian. Ketika lahan pertanian semakin banyak terkonversi untuk tujuan lain, maka hal ini mendorong peningkatan migrasi dari desa ke kota. Namun mereka yang pindah dari pedesaan ke kota besar khususnya Jakarta sulit untuk mendapatkan pekerjaan dengan pendapatan yang layak karena mereka umumnya berpendidikan rendah. Ajakaiye dan Adeyeye (2002) menyatakan bahwa secara mikro faktorfaktor yang mempengaruhi kemiskinan rumah tangga adalah : a. umur dan pendidikan anggota rumahtangga khususnya kepala rumahtangga b. jumlah anggota rumahtangga yang mempunyai pekerjaan c. komposisi dan besaran rumahtangga d. asset yang dimiliki oleh rumahtangga e. akses pada jasa pelayanan sosial dasar f jenis kelamin kepala rumahtangga g. peubah lokasi h. sektor lapangan kerja 1. dan lain sebagainya. Osinubi (2003) meneliti faktor yang mempengaruhi kemiskinan rumahtangga melalui pendekatan pengeluaran perkapita. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran per kapita adalah umur kepala rumahtangga, jenis

35 17 kelamin kepala rumahtangga, status pendidikan kepala rumahtangga (dalam tahun), pendapatan per kapita dan besaran rumahtangga. Penelitian yang dilakukan Cuna (2004) menyebutkan bahwa peubah-peubah yang mempengaruhi konsumsi per kapita adalah karakteristik demografi (besaran rumahtangga, komposisi, dan status tempat tinggal kepala rumahtangga), pendidikan anggota rumahtangga di atas 15 tahun, pekerjaan anggota rumahtangga termasuk yang pengangguran, lokasi rumahtangga (perdesaan atau perkotaan). Beberapa penelitian mengkaji mengenai faktor-faktor yang memungkinkan rumahtangga menjadi rumahtangga miskin. Ghazouani dan Goaied (2001) meneliti bahwa jenis kelamin kepala rumahtangga, tingkat pendidikan kepala rumahtangga, komposisi rumahtangga, tempat tinggal rumahtangga dan jumlah anggota rumahtangga per kamar merupakan faktor-faktor yang dapat memungkinkan suatu rumahtangga menjadi miskin. Garza-Rodriguez (2002) meneliti bahwa jenis kelamin, lokasi rumahtangga, besaran rumah tangga, jenis pekej:jaan kepala rumahtangga, dan tingkat pendidikan kepala rumahtangga dapat memungkinkan rumahtangga menjadi rumahtangga miskin Permukiman kurnub Kata kumuh biasa digunakan untuk mengidentifikasi kualitas perumahan yang miskin dan kondisi yang tidak sehat. Permukiman kumuh adalah lokasi dengan tingkat kepadatan tinggi yang dicirikan oleh perumahan yang di bawah standar (struktur dan layanan publik) dan kejorokan. Kawasan kumuh adalah sisi gelap dari perkotaan dimana terkumpul kemiskinan, kriminalitas, dan polusi. Keberadaan kawasan kumuh merupakan salah satu masalah di perkotaan, sehingga diperlukan studi atau penelitian mengenai kawasan ini. BPS menetapkan 10 kriteria dalam penentuan RW Kumuh yaitu : ( 1) kepadatan penduduk (2) tata letak bangunan (3) keadaan bangunan tern pat tinggal ( 4) ventilasi perumahan (5) kepadatan bangunan (6) keadaanjalan

36 18 (7) drainase (8) pemakaian air bersih (9) pembuangan limbah manusia (10) pengelolaan sampah. Studi mengenai kawasan kurnub telah dilakukan oleh Bani dan Rawal (2002) di Kota Anand ndia. Dalam studi tersebut dikemukan bahwa keberadaan kawasan kurnub berkaitan dengan faktor geografi, yaitu kedekatan dengan mata air, tempat kerja, pinggiran sungai, terowongan, lahan tak terpakai, kawasan industri, kedekatan dengan stasiun kereta dan lain sebagainya. Daerah sepanjang pinggiran sungai dan rei kereta api menjadi tempat berkembangnya kawasan kurnuh. lndikator sosial dari perkernbangan kawasan kurnub adalah rneningkatnya kepadapatan di kawasan ini. Baik dilihat dari kepadatan bangunan rnaupun kepadatan penduduk. Di Kota Anand ini telah terjadi peningkatan kawasan kurnuh apabila dilihat dari kepadatan bangunan dan kepadatan penduduknya. Studi lain tentang kawasan kurnub rnenitikberatkan pada karakteristik penduduk yang tinggal di kawasan tersebut. Mata pencaharian yang banyak dikerjakan oleh kepala rurnahtangga di kawasan kurnub adalah sopir, pernilik warung, buruh pabrik garmen, pekerja di bidangjasa, dan buruh bangunan. Prilaku manusia pun sangat berpengaruh terhadap kualitas lingkungan kurnuh. Dalam kajian rnengenai prilaku rnanusia dalam upaya perbaikan linkungan kurnuh oleh peneliti Jurusan lrnu-lrnu Sosial Ekonorni Faperta PB ( 1991 ), rnenyebutkan bahwa lingkungan kurnub terjadi karena degradasi lingkungan. Degradasi lingkungan hidup tersebut dipengaruhi oleh ketirnpangan dalam interaksi antara pernukim lingkungan kurnub dan lingkungan alamiahnya, sehingga keseirnbangan antara keduanya rnenjadi terganggu. Gejala degradasi terlihat pada profil lingkungan fisik dan lingkungan sosial sebagai interaksi antara rnanusia (pernukirn lingkungan kurnuh) dengan lingkungan hidupnya.

37

38 ill. METODOLOG PENELTAN 3.1 Kerangka Pemikiran Perpindahan penduduk disebabkan oleh adanya kekuatan pendorong di daerah asal maupun kekuatan penarik di daerah tujuan baik dilihat dari aspek ekonomi maupun tidak ekonomi. Namun pada umumnya penduduk bermigrasi untuk tujuan mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Sering kali faktor ekonomi menjadi faktor penarik dan pendorong seperti adanya daya tarik upah yang lebih tinggi di daerah tujuan (sard., 1975 p. 181). Lewis diacu dalam Kasliwal (1995 p. 168) mengatakan bahwa adanya migrasi tenaga keija dari sektor pertanian ke sektor industri di perkotaan karena adanya perbedaan upah. Perbedaan upah yang teijadi antara daerah perdesaan dan perkotaan karena penerapan pola pembangunan yang bersifat terpusat (growth poles, growth centre). Teori pusat-pusat pertumbuhan (growth pole) lebih menekankan pada pentingnya pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru untuk membangun suatu wilayah di samping dominannya strategi-strategi pembangunan di sisi pasokan (supply) (Rustiadi, eta/, 2003). Diharapkan pusat-pusat pertumbuhan ini dapat memberikan efek sentrifugal, yaitu dapat menggerakkan daerah sekitamya sehingga dapat berkembang bersama-sama. Namun yang teijadi adalah teijadinya pengurasan sumber daya dari daerah di sekitamya sehingga salah satu akibatnya adalah perpindahan penduduk dari daerah belakang (hinterland) ke pusat-pusat pertumbuhan. Arus perpindahan penduduk dari daerah perdesaan ke daerah perkotaan (pusat-pusat pertumbuhan) terns berlangsung walaupun di perkotaan sudah teijadi pengangguran. Fenomena tersebut dijelaskan dalam Model Harris Todaro. Model tersebut menjelaskan bahwa selama upah yang diharapkan di perkotaan masih lebih tinggi dibandingkan dengan upah di pedesaan maka perpindahan penduduk dari desa ke kota akan terus berlangsung. Migrasi dari desa ke kota merupakan salah satu penyebab ter:_jadinya urbanisasi. Yap (2000) menyebutkan bahwa urbanisasi akan menjadi masalah

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN DI DKI JAKARTA (Studi komparatif di Permukiman Kumuh dan Tidak Kumuh) Oleh: Gandari Adianti

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN DI DKI JAKARTA (Studi komparatif di Permukiman Kumuh dan Tidak Kumuh) Oleh: Gandari Adianti ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN DI DKI JAKARTA (Studi komparatif di Permukiman Kumuh dan Tidak Kumuh) Oleh: Gandari Adianti SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 PERNYATAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Di banyak negara syarat utama bagi terciptanya penurunan kemiskinan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sebagai suatu proses berencana dari kondisi tertentu kepada kondisi yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan tersebut bertujuan

Lebih terperinci

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK Ketidakmerataan pembangunan yang ada di Indonesia merupakan masalah pembangunan regional dan perlu mendapat perhatian lebih. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan situasi serba kekurangan yang terjadi bukan dikehendaki oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan,

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA Abstrak yang berkualitas adalah pertumbuhan yang menciptakan pemerataan pendapatan,pengentasan kemiskinan dan membuka kesempatan kerja yang luas. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1994). Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. 1994). Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan yang meluas merupakan tantangan terbesar dalam upaya Pembangunan (UN, International Conference on Population and Development, 1994). Proses pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Migrasi merupakan perpindahan orang dari daerah asal ke daerah tujuan. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan dengan kedua daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Secara ekonomi kemiskinan dapat diartikan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu wilayah meningkat dalam jangka panjang (Sukirno,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia dihadapkan pada berbagai. dari tahun ke tahun, hal tersebut menimbulkan berbagai masalah bagi

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia dihadapkan pada berbagai. dari tahun ke tahun, hal tersebut menimbulkan berbagai masalah bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara berkembang, Indonesia dihadapkan pada berbagai masalah, seperti pengangguran, kemiskinan, tingkat pendapatan yang rendah dan lain sebagainya. Dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan maju tidaknya suatu negara. Menurut Adam Smith (2007) tidak ada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. menentukan maju tidaknya suatu negara. Menurut Adam Smith (2007) tidak ada masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah sosial terbesar yang dihadapi oleh setiap negara di dunia dan setiap negara berusaha untuk mengatasinya. Kemiskinan adalah faktor yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013

DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 KATA PENGANTAR Buku Distribusi Pendapatan Penduduk Kota Palangka Raya Tahun 2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN. selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan terus menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah Indonesia sebagai nation state, sejarah sebuah Negara yang salah memandang dan mengurus kemiskinan. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada sebuah ketidakseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem

BAB I PENDAHULUAN. pada sebuah ketidakseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan merupakan sebuah upaya untuk mengantisipasi ketidak seimbangan yang terjadi yang bersifat akumulatif, artinya perubahan yang terjadi pada sebuah ketidakseimbangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

V. TIPOLOGI KEMISKINAN DAN KERENTANAN

V. TIPOLOGI KEMISKINAN DAN KERENTANAN V. TIPOLOGI KEMISKINAN DAN KERENTANAN Pada tahap pertama pengolahan data, dilakukan transfer data dari Podes 2003 ke Susenas 2004. Ternyata, dari 14.011 desa pada sample SUSENAS 13.349 diantaranya mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri perekonomian Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar penduduk yang berpenghasilan

Lebih terperinci

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembahasan mengenai kesejahteraan merupakan suatu pembahasan yang mempunyai cakupan atau ruang lingkup yang luas. Pembahasan mengenai kesejahteraan berkaitan erat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. banyak belum menjamin bahwa akan tersedia lapangan pekerjaan yang memadai

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. banyak belum menjamin bahwa akan tersedia lapangan pekerjaan yang memadai BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Penduduk merupakan faktor penting dalam proses pembangunan yakni sebagai penyedia tenaga kerja. Namun dengan kondisi tenaga kerja dalam jumlah banyak belum menjamin bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan. berlangsung dalam jangka panjang (Suryana:2000).

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan. berlangsung dalam jangka panjang (Suryana:2000). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Definisi ini mengandung

Lebih terperinci

PERSIAPAN RPJMN TERKAIT PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENINGKATAN PEMERATAAN

PERSIAPAN RPJMN TERKAIT PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENINGKATAN PEMERATAAN PERSIAPAN RPJMN 2015-2019 TERKAIT PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENINGKATAN PEMERATAAN Direktorat Penanggulangan Kemiskinan 29 Januari 2014 TINGKAT KEMISKINAN 2004-2014 45 40 35 30 36.15 35.10 39.30 37.17

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB)

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi perekonomian menjadi salah satu indikator kemajuan suatu daerah. Pembangunan ekonomi daerah tidak hanya bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, melainkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan Saat ini banyak terdapat cara pengukuran kemiskinan dengan standar yang berbedabeda. Ada dua kategori tingkat kemiskinan yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ketenagakerjaan merupakan masalah yang selalu menjadi perhatian utama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ketenagakerjaan merupakan masalah yang selalu menjadi perhatian utama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketenagakerjaan merupakan masalah yang selalu menjadi perhatian utama pemerintah dari masa ke masa. Permasalahan ini menjadi penting mengingat erat kaitannya dengan

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014

DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014 DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014 ISSN : No. Publikasi : Katalog BPS : Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : iii + 20 halaman Naskah: Penanggung Jawab Umum : Sindai M.O Sea, SE Penulis

Lebih terperinci

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia Capaian Pembelajaran Mahasiswa dapat menjelaskan indikator dan faktor-faktor penyebab kemiskinan Mahasiswa mampu menyusun konsep penanggulangan masalah kemiskinan

Lebih terperinci

Bab ini memberikan kesimpulan dan saran sesuai dengan hasil analisis yang telah dilakukan. BAB 2 LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pertumbuhan Ekonomi

Bab ini memberikan kesimpulan dan saran sesuai dengan hasil analisis yang telah dilakukan. BAB 2 LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Bab ini memberikan kesimpulan dan saran sesuai dengan hasil analisis yang telah dilakukan. BAB 2 LANDASAN TEORITIS 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai kenaikan output perkapita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir seluruh Negara di dunia, terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia Kemiskinan sangat identik dengan beberapa variabel berikut ini: Kepemilikan modal Kepemilikan lahan Sumber daya manusia Kekurangan gizi Pendidikan Pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN *

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN * KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN * Oleh: Kecuk Suhariyanto, Badan Pusat Statistik Email: kecuk@mailhost.bps.go.id 1. PENDAHULUAN Menjelang berakhirnya tahun 2007, 52

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan akan dipaparkan mengenai latar belakang dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan infrastruktur permukiman kumuh di Kecamatan Denpasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses multidimensional yang melibatkan perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ketiga di dunia. Hal ini setara dengan kedudukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ketiga di dunia. Hal ini setara dengan kedudukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ketiga di dunia. Hal ini setara dengan kedudukan Indonesia sebagai negara termiskin ketiga di dunia. Pertambahan

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENELITIAN

ANALISIS HASIL PENELITIAN 69 VI. ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini membahas hubungan antara realisasi target pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan gender di pasar tenaga kerja Indonesia. Pertama, dilakukan

Lebih terperinci

Pendahuluan Pertumbuhan Ekonomi Sadono Sukirno

Pendahuluan Pertumbuhan Ekonomi Sadono Sukirno Pendahuluan Kita perlu mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi untuk mengetahui bagaimana perkembangan produksi riil suatu negara. Pertumbuhan riil yang mencapai 100 persen mengindikasikan tingkat kesejahteraan

Lebih terperinci

Kalimantan Tengah. Jembatan Kahayan

Kalimantan Tengah. Jembatan Kahayan 402 Penghitungan Indeks Indonesia 2012-2014 Kalimantan Tengah Jembatan Kahayan Jembatan Kahayan adalah jembatan yang membelah Sungai Kahayan di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Indonesia. Jembatan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan berusaha keras untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan hipotesis. A. Latar Belakang Masalah. Kemiskinan seringkali

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kemiskinan 2.1.1 Defenisi Kemiskinan Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2004, kemiskinan adalah kondisi sosial ekonomi seseorang atau sekelompok orang yang tidak terpenuhinya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori dan Konsep 2.1.1. Konsep Kemiskinan Pada umumnya masalah kemiskinan hingga saat ini masih menjadi masalah klasik dan mendapat perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan terutama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan terutama di negara berkembang, artinya kemiskinan menjadi masalah yang dihadapi dan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan kota-kota besar di Indonesia memacu pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan kota-kota besar di Indonesia memacu pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan kota-kota besar di Indonesia memacu pertumbuhan ekonomi sehingga menjadi magnet bagi penduduk perdesaan untuk berdatangan mencari pekerjaan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 3205011.32 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN JAWA BARAT SEPTEMBER 2016 Katalog BPS : 3205011.32 No. Publikasi : 32520.1701 Ukuran Buku : 18,2 cm

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan perpindahan penduduk (mobilitas) terhadap perubahan-perubahan. penduduk melakukan mobilitas ke daerah yang lebih baik.

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan perpindahan penduduk (mobilitas) terhadap perubahan-perubahan. penduduk melakukan mobilitas ke daerah yang lebih baik. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika kependudukan terjadi karena adanya dinamika kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk (mobilitas) terhadap perubahan-perubahan dalam jumlah, komposisi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Hal ini tidak terlepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka pangjang, dan pertumbuhan ekonomi merupakan fenomena penting yang dialami dunia belakangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi, tetapi berkaitan juga dengan rendahnya tingkat pendidikan, dan tingkat pendidikan yang rendah.

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi, tetapi berkaitan juga dengan rendahnya tingkat pendidikan, dan tingkat pendidikan yang rendah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan merupakan persoalan yang kompleks. Kemiskinan tidak hanya berkaitan dengan masalah rendahnya tingkat pendapatan dan konsumsi, tetapi berkaitan juga dengan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, masalah kemiskinan telah menjadi masalah internasional, terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah satu tujuan yang ingin dicapai

Lebih terperinci

STUDI PEMETAAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG

STUDI PEMETAAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG Riptek, Vol.2, No.2, Tahun 2008, Hal.: 1 6 STUDI PEMETAAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Unisbank Semarang Abstrak Kemiskinan sampai saat ini masih menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Respon risiko..., Juanto Sitorus, FT UI., Sumber data : BPS DKI Jakarta, September 2000

BAB I PENDAHULUAN. Respon risiko..., Juanto Sitorus, FT UI., Sumber data : BPS DKI Jakarta, September 2000 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan Kota Jakarta dengan visi dan misi mewujudkan Ibu kota negara sejajar dengan kota-kota dinegara maju dan dihuni oleh masyarakat yang sejahtera. Permasalahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu isi deklarasi milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu isi deklarasi milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu isi deklarasi milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang pembangunan dan kemiskinan (United Nations Millenium Declaration (2000) seperti dikutip dalam Todaro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak, inflasi juga naik dan pertumbuhan ekonomi melambat. Kemiskinan yang terjadi dalam suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat multidimensi. Kemiskinan merupakan persoalan kompleks yang terkait dengan berbagai dimensi yakni sosial,

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN BLITAR

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN BLITAR BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN BLITAR No. 02/06/3505/Th.I, 13 Juni 2017 PROFIL KEMISKINAN KABUPATEN BLITAR TAHUN 2016 RINGKASAN Persentase penduduk miskin (P0) di Kabupaten Blitar pada tahun 2016

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI SEKTOR INFORMAL DI KOTA TANGERANG :STRATEGI BERTAHAN HIDUP DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENDAPATAN MIGRAN

ANALISIS EKONOMI SEKTOR INFORMAL DI KOTA TANGERANG :STRATEGI BERTAHAN HIDUP DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENDAPATAN MIGRAN ANALISIS EKONOMI SEKTOR INFORMAL DI KOTA TANGERANG :STRATEGI BERTAHAN HIDUP DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENDAPATAN MIGRAN NURJANNAH YUSUF SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN BLITAR No. 01/11/Th.I, 21 November 2016 PROFIL KEMISKINAN KABUPATEN BLITAR TAHUN 2015 RINGKASAN Persentase penduduk miskin (P0) di Kabupaten Blitar pada tahun 2015

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan pengangguran yang tinggi, keterbelakangan dan ketidak

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan pengangguran yang tinggi, keterbelakangan dan ketidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah pembangunan diberbagai bidang yang ditandai dengan pengangguran yang tinggi, keterbelakangan dan ketidak berdayaan. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kuznet dalam todaro (2003:99) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara bersangkutan untuk menyediakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan lebih mendalam tentang teori-teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Selain itu akan dikemukakan hasil penelitian terdahulu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mendorong dan meningkatkan stabilitas, pemerataan, pertumbuhan dan

I. PENDAHULUAN. mendorong dan meningkatkan stabilitas, pemerataan, pertumbuhan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa diberlakukannya Otonomi Daerah, untuk pelaksanaannya siap atau tidak siap setiap pemerintah di daerah Kabupaten/Kota harus melaksanakannya, sehingga konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemiskinan merupakan masalah yang dialami secara global dan telah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemiskinan merupakan masalah yang dialami secara global dan telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang dialami secara global dan telah terjadi sejak dahulu kala. Kemiskinan sangat terkait dengan kepemilikan modal, kepemilikan lahan,

Lebih terperinci

Kalimantan Selatan. Pasar Terapung Muara Kuin

Kalimantan Selatan. Pasar Terapung Muara Kuin 418 Penghitungan Indeks Indonesia 2012-2014 Kalimantan Selatan Pasar Terapung Muara Kuin Pasar Terapung Muara [Sungai] Kuin atau Pasar Terapung Sungai Barito adalah pasar terapung tradisional yang berada

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN TRANSMIGRAN DI UNIT PERMUKIMAN TRANSMIGRASI PROPINSI LAMPUNG

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN TRANSMIGRAN DI UNIT PERMUKIMAN TRANSMIGRASI PROPINSI LAMPUNG ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN TRANSMIGRAN DI UNIT PERMUKIMAN TRANSMIGRASI PROPINSI LAMPUNG Oleh : THESISIANA MAHARANI A14302058 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum

BAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan (poverty) merupakan masalah yang dihadapi oleh seluruh negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum kemiskinan dipahami sebagai keadaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan merupakan suatu masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian di setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau berkembang adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Timur merupakan daerah sentra pangan di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa pada tahun 2012 Provinsi Jawa Timur menghasilkan produksi

Lebih terperinci

V. STRUKTUR PASAR TENAGA KERJA INDONESIA

V. STRUKTUR PASAR TENAGA KERJA INDONESIA 63 V. STRUKTUR PASAR TENAGA KERJA INDONESIA Bab berikut membahas struktur pasar tenaga kerja yang ada di Indonesia. Tampak bahwa sebagian besar tenaga kerja Indonesia terserap di sektor jasa. Sektor jasa

Lebih terperinci

f f f i I. PENDAHULUAN

f f f i I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi yang kaya akan simiber daya alam di Indonesia. Produksi minyak bumi Provinsi Riau sekitar 50 persen dari total produksi minyak

Lebih terperinci

Gambar Perkembangan Kemiskinan di Indonesia,

Gambar Perkembangan Kemiskinan di Indonesia, Kemiskinan Termasuk bagian penting dari aspek analisis ketenagakerjaan adalah melihat kondisi taraf kehidupan penduduk, yang diyakini merupakan dampak langsung dari dinamika ketenagakerjaan. Kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2000 persentase penduduk kota di Negara Dunia Ketiga telah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2000 persentase penduduk kota di Negara Dunia Ketiga telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 2000 persentase penduduk kota di Negara Dunia Ketiga telah mencapai 40,7% (Maran, 2003). Di Indonesia, persentase penduduk kota mencapai 42,4% pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan strategi pembangunan yang dilaksanakan masing-masing negara. Akan tetapi,

BAB I PENDAHULUAN. dan strategi pembangunan yang dilaksanakan masing-masing negara. Akan tetapi, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap negara memiliki tujuan besar yang sama yakni kesejahteraan rakyatnya. Kesejahteraan rakyat merupakan salah satu indikator kesuksesan sebuah negara dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penulisan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penulisan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah utama dalam distribusi pendapatan adalah terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan. Hal ini bisa terjadi akibat perbedaan produktivitas yang dimiliki oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai faktor-faktor yang tidak hanya berasal dari faktor demografi saja

BAB I PENDAHULUAN. mengenai faktor-faktor yang tidak hanya berasal dari faktor demografi saja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kependudukan adalah studi yang membahas struktur dan proses kependudukan yang terjadi di suatu wilayah yang kemudian dikaitkan dengan aspek-aspek non demografi. Struktur

Lebih terperinci

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 143 2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 2.2.1 Evaluasi Indikator Kinerja Utama Pembangunan Daerah Kinerja pembangunan Jawa Timur tahun 2013 diukur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemerintah dalam beberapa tahun terakhir ini secara konsisten. menetapkan pembangunan ekonomi Indonesia dengan prinsip triple track

I. PENDAHULUAN. Pemerintah dalam beberapa tahun terakhir ini secara konsisten. menetapkan pembangunan ekonomi Indonesia dengan prinsip triple track 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah dalam beberapa tahun terakhir ini secara konsisten menetapkan pembangunan ekonomi Indonesia dengan prinsip triple track strategy: pro-growth (pro pertumbuhan),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor alami yaitu kelahiran

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 12 IndikatorKesejahteraanRakyat,2013 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 No. ISSN : 0854-9494 No. Publikasi : 53522.1002 No. Katalog : 4102004 Ukuran Buku Jumlah Halaman N a s k a

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup. Sumber daya manusia yang masih di bawah standar juga melatar belakangi. kualitas sumber daya manusia yang ada di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. cukup. Sumber daya manusia yang masih di bawah standar juga melatar belakangi. kualitas sumber daya manusia yang ada di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya sumber daya manusia dan sumber daya alamnya. Namun sebagian wilayah yang ada di Indonesia rakyatnya tergolong miskin.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Tinjauan Pustaka Sektor perkebunan merupakan sektor yang berperan sebagai penghasil devisa negara, salah satu komoditas perkebunan penghasil devisa adalah kopi. Indonesia

Lebih terperinci