ANALISIS PENDUGAAN TARGET STRENGTH TERHADAP UKURAN PANJANG IKAN DALAM KONDISI TERKONTROL DI PERAIRAN PULAU KONGSI, KEPULAUAN SERIBU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PENDUGAAN TARGET STRENGTH TERHADAP UKURAN PANJANG IKAN DALAM KONDISI TERKONTROL DI PERAIRAN PULAU KONGSI, KEPULAUAN SERIBU"

Transkripsi

1 ANALISIS PENDUGAAN TARGET STRENGTH TERHADAP UKURAN PANJANG IKAN DALAM KONDISI TERKONTROL DI PERAIRAN PULAU KONGSI, KEPULAUAN SERIBU LEONARD UNDUK SIMBOLON SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RINGKASAN LEONARD UNDUK SIMBOLON. ANALISIS PENDUGAAN TARGET STRENGTH TERHADAP UKURAN PANJANG IKAN DALAM KONDISI TERKONTROL DI PERAIRAN PULAU KONGSI, KEPULAUAN SERIBU. DIBIMBING OLEH SRI PUJIYATI Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya perairan, namun belum termaksimalkan. Salah satu cara dalam mengeksplor sumberdaya perairan yaitu dengan menggunakan metode hidroakustik. Parameter utama dalam penentuan stok ikan dengan menggunakan metode ini yaitu target strength sehingga penelitian ini bertujuan untuk membandingkan nilai-nilai target strength ikan lape pada beberapa ukuran panjang ikan yang berbeda dan menentukan nilai target strength rata-rata ikan lape. Data akustik diperoleh dari BPPL dalam bentuk echogram dan data ukuran panjang ikan dalam bentuk MS-excel. Pengolahan data dilakukan dengan 2 tahap yaitu dengan menganalisis dan mengolah data akustik di dalam software echoview 4.8 dan simrad ER 60 kemudian mentabulasikan hasil yang diperoleh ke dalam MS-excel. Tahap berikutnya yaitu dengan menganalisis nilai-nilai TS di dalam MS-excel untuk memperoleh nilai TS rata-rata ikan serta nilai TS keseluruhan ikan lape dan juga menganalisis hubungan yang terjadi antara ukuran panjang ikan dengan nilai TS. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini yaitu adanya hubungan linear positif antara nilai target strength rata-rata dengan ukuran panjang ikan, dimana koefisien korelasinya yaitu sebesar 0,87. Semakin besar ukuran panjang ikan lape, maka nilai target strength rata-rata ikan tersebut akan semakin besar juga. Nilai TS rata-rata keempat ikan lape yang diperoleh yaitu sebesar 57,76 db.

3 ABSTRACT Indonesia is a rich country in aquatic resources, but has not been maximized. One of the way to explore the resources by using the hidroacoustic method. The main parameter of this method is target strength (TS), so this research aims to compare the value of TS of fish lape and determine the value of the average terget strength (TS) of fish lape. Acoustic data obtained from the BPPL in echogram and size of long fish lape data in MS-excel. Data processing is done in two stages by analyzing and processing of acoustic data in Echoview 4.8 and Simrad ER 60 and then tabulating the result in MS-excel. The next step is to analyze the value of TS in MS-excel to obtain an average value of fish TS. The result obtained in this research is a positive linear relationship between the average TS to fish length, where the correlation coefficient is equal to 0,87. The greater the legth of fish lape, then the value of the average TS of fish will be greater as well. TS value of the average four fish lape obetained that is equal to 57,76 db.

4 ANALISIS PENDUGAAN TARGET STRENGTH TERHADAP UKURAN PANJANG IKAN DALAM KONDISI TERKONTROL DI PERAIRAN PULAU KONGSI, KEPULAUAN SERIBU Oleh: LEONARD UNDUK SIMBOLON Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

5 Hak cipta milik Leonard Unduk Simbolon, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, microfilm, dan sebagainya.

6 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul ANALISIS PENDUGAAN TARGET STRENGTH TERHADAP UKURAN PANJANG IKAN DALAM KONDISI TERKONTROL DI PERAIRAN PULAU KONGSI, KEPULAUAN SERIBU adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, 4 Agustus 2011 Leonard Unduk Simbolon C

7 Judul Penelitian : ANALISIS PENDUGAAN TARGET STRENGTH TERHADAP UKURAN PANJANG IKAN DALAM KONDISI TERKONTROL DI PERAIRAN PULAU KONGSI, KEPULAUAN SERIBU Nama Mahasiswa NRP Departemen : Leonard Unduk Simbolon : C : Ilmu dan Teknologi Kelautan Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr. Ir. Sri Pujiyati, M.Si. NIP Mengetahui, Ketua Departemen Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc NIP Tanggal Lulus:

8 Pembimbing Lapangan Moh. Natsir, S.pi. M.Si NIP

9 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas semua berkat dan kasih- NYA yang telah diberikan kepada penulis sehingga penelitian ini dapat terselesaikan. Penelitian yang berjudul ANALISIS PENDUGAAN TARGET STRENGTH TERHADAP UKURAN PANJANG IKAN DALAM KONDISI TERKONTROL DI PERAIRAN PULAU KONGSI, KEPULAUAN SERIBU diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Ir. Sri Pujiyati, M.Si. selaku dosen yang membimbing penulis selalu dan kepada Bang Moh. Natsir, S.Pi, M.Si. sebagai pembimbing lapangan. Terima kasih juga kepada Balai Penelitian Perikanan Laut (BPPL) yang telah memberi data akustik sebagai bahan untuk penelitian ini. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, keluarga dan teman-teman seperjuangan ITK 44 serta Yohana Artdhi Dahliani yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Penulis berharap tulisan ini dapat berguna baik untuk penulis sendiri maupun orang lain. Bogor, 4 Agustus 2011 Leonard Unduk Simbolon i

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 01 Agustus 1989 dari ayah Otto Simbolon dan ibu Marida Tambunan. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Tahun 2007 penulis lulus dari SMAN 2 Medan dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk (USMI) IPB. Penulis memilih Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Penulis menjadi asisten Agama Kristen pada tahun ajaran 2008/2009. Penulis menjadi pengajar agama di sekolah SMAN 2 Bogor pada tahun ajaran 2009/2010 dan 2010/2011. Pada tahun 2010, penulis melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Wonokerto, Pekalongan selama satu bulan dengan judul laporan Identifikasi Metode, Alat, dan Kapal Penangkap Ikan di Pelabuhan Perikanan Pantai Wonokerto, Pekalongan. Pada tahun 2011, penulis berkesempatan melakukan penelitian dengan judul Analisis Pendugaan Target Strength Terhadap Ukuran Panjang Ikan Dalam Kondisi Terkontrol di Perairan Pulau Kongsi, Kepulauan Seribu.

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... ii iv v vi 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Metode Akustik Prinsip Kerja Metode Hidroakustik Split Beam Acoustic System Target Strength (TS) Hubungan TS dengan ukuran ikan Ikan Demersal Ikan Lape (Scarus ghobban) Kondisi Umum Perairan Kepulauan Seribu METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi penelitian Bahan dan Peralatan Pengambilan Data Akustik Analisis dan Pengolahan Data Akustik Analisis Lanjutan Analisis Regresi Linear Sederhana HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Ikan Lape (Scarus ghobban) Berdasarkan Akustik Nilai Target Strength (TS) Ikan Lape Target Strength Ikan Lape ke Target Strength Ikan Lape ke Target Strength Ikan Lape ke ii

12 4.2.4 Target Strength Ikan Lape ke Hubungan TS Terhadap Ukuran Panjang Ikan KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA iii

13 DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Split Beam transducer Bentuk split beam dan full beam echosounder Ikan Lape (Scarus ghobban) Peta lokasi pengambilan data Ilustrasi rancangan alat kurungan Diagram alir pengolahan data akustik Diagram alir perolehan nilai TS rata-rata ikan lape Perbedaan bentuk gelembung renang Tampilan echogram ikan lape Grafik sebaran TS ikan lape ke Grafik sebaran TS ikan lape ke Grafik sebaran TS ikan lape ke Grafik sebaran TS ikan lape ke Grafik hubungan TS terhadap panjang ikan iv

14 DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Nilai TS Rata-rata Keempat Ikan Lape Selisih Nilai TS Ikan Keempat dengan Ketiga Ikan Lainnya v

15 DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Nilai-nilai TS Ikan Lape ke Nilai-nilai TS Ikan Lape ke Nilai-nilai TS Ikan Lape ke Nilai-nilai TS Ikan Lape ke Tampilan Gambar Echogram vi

16 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi sumberdaya perikanan yang belum termaksimalkan. Permasalahan utama di sektor perikanan Indonesia ini adalah kurangnya informasi dari sumberdaya perikanan, khususnya mengenai stok ikan serta sebarannya di seluruh perairan Indonesia. Mengingat adanya fenomena penangkapan ikan yang berlebihan (overfishing) yang semakin marak terjadi di perairan Indonesia, dikhawatirkan akan menurunkan jumlah ikan, khususnya ikan demersal yang secara tidak langsung akan mempengaruhi keadaan sosial ekonomi masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu, sangat penting ketersediaan informasi mengenai stok ikan di wilayah perairan Indonesia. Salah satu upaya untuk mengeksplorasi sumberdaya perikanan yaitu dengan menggunakan metode akustik. Metode akustik memanfaatkan gelombang suara yang merambat pada medium air untuk pendeteksian bawah air (underwater). Metode akustik ini memiliki beberapa keunggulan diantaranya berkecepatan tinggi, estimasi stok secara langsung, tidak berbahaya, tidak merusak, dan dapat dioperasikan dari jarak jauh (Arnaya, 1991). Pemanfaatan teknologi akustik, dapat mengetahui nilai kelimpahan ikan demersal berdasarkan pulsa suara yang dipantulkan oleh target/objek (ikan demersal). Menentukan kelimpahan dari ikan demersal, perlu terlebih dahulu mengetahui secara pasti nilai dari target strength (TS) ikan-ikan demersal yang akan menjadi target. Hal ini dikarenakan nilai TS merupakan parameter utama 1

17 2 (scaling factor) untuk menentukan biomassa ikan dalam aplikasi metode akustik (Swierzowski dan Doroszczyk, 2003). Penentuan TS ikan-ikan demersal ini dilakukan di lingkungan yang terkontrol yaitu di dalam jaring di sekitar perairan Pulau kongsi, Kepulauan Seribu. Adanya informasi TS ikan-ikan demesal yang terbarukan (up to date), diharapkan akan memperoleh nilai estimasi ikan demersal yang lebih akurat. 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Membandingkan nilai-nilai target strength (TS) ikan lape pada beberapa ukuran panjang ikan yang berbeda. 2. Menentukan nilai target strength (TS) rata-rata ikan lape.

18 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metode Akustik Prinsip Kerja Metode Hidroakustik Teori hidroakustik adalah teori tentang gelombang suara dan perambatannya dalam medium air. Metode hidroakustik merupakan salah satu metode yang pengoperasiannya mampu mendeteksi target yang ada di kolom perairan. Selain itu juga, dapat dipergunakan dalam eksplorasi sumberdaya ikan demersal serta mendeteksi dasar perairan. Beberapa kelebihan metode ini adalah memiliki kecepatan yang tinggi, dapat digunakan pada perairan yang dalam dan luas, juga tidak merusak sumberdaya ikan ( Menurut Urick (1983) energi (dalam hal ini energi suara) yang digunakan untuk pendeteksian di dalam air ditentukan oleh 3 faktor : 1. Cakupan penetrasi di dalam medium. 2. Kemampuan untuk membedakan antara berbagai objek di dalam medium. 3. Kecepatan dari perambatan Split Beam Acoustic System Split Beam Acoustic System merupakan salah satu metode baru yang dikembangkan untuk menyempurnakan metode akustik lainnya seperti single beam system dan dual beam system. Menurut Simrad (1993) Split Beam Acoustic System menggunakan receiving transducer yang memiliki 4 kuadran yaitu fore (bagian depan), aft (buritan kapal), port ( sisi kiri kapal), dan starboard (sisi kanan kapal) (Gambar 1) 3

19 4 PORT FORE FP AP FS AS AFT AFT STARBOARD Sumber: SIMRAD, 1993 Gambar 1. Split beam transducer Prinsip yang diterapkan pada split beam transduser (Gambar 1) adalah pulsa ditransmisikan secara bersamaan oleh keempat kuadran namun sinyal yang diterima oleh masing-masing kuadran diproses secara terpisah. Selama penerimaan berlangsung keempat bagian transduser menerima echo dari target, dimana target yang terdeteksi oleh transduser terletak pada pusat dari beam suara dan echo dari target akan diterima oleh keempat bagian pada waktu yang bersamaan. Tetapi jika target yang terdeteksi tidak terletak tepat pada sumbu pusat beam suara, maka echo yang kembali akan diterima lebih dulu oleh bagian transduser yang paling dekat dari target atau dengan mengisolasi target dengan menggunakan output dari fullbeam (SIMRAD, 1993). Berikut bentuk split beam dan full beam echosounder (Maclennan dan Simmonds, 2005) (Gambar 2).

20 5 Sumber : Maclennan dan Simmonds, 2005 Gambar 2. Bentuk split beam dan full beam echosounder Split beam system memiliki kelebihan dan kekurangan dibandingkan dengan metode lainnnya. Kelebihan split beam system adalah tepat waktu dalam melakukan pengukuran, lebih akurat dalam mengukur TS ikan di alam, dapat menduga densitas ikan secara langsung, dan posisi sudut dan kecepatannya dengan sifat data recording. Kekurangan split beam system adalah memerlukan hardware dan software yang lebih kompleks dan rumit dibandingkan dengan metode dual beam. Echosounder split beam memiliki fungsi Time Varied Gain (TVG) di dalam sistem perolehan data akustik. TVG ini berfungsi secara otomatis untuk mengeliminir atau mengurangi pengaruh atenuasi yang disebabkan oleh transmission loss (hilang pancaran) yang terdiri dari geometrical spreading dan absorption loss (absorbsi suara) ketika gelombang suara merambat di dalam air (MacLennan dan Simmonds, 2005).

21 6 2.2 Target Strength (TS) Dalam pendugaan estimasi stok ikan dengan menggunakan metode akustik, maka faktor yang paling penting untuk diketahui adalah Target Strength (TS). Johannesson dan Mitson (1983) menyatakan bahwa target strength adalah kekuatan dari suatu target untuk memantulkan suara yang mengenainya. TS diartikan sebagai sepuluh kali nilai algoritma dari intensitas suara yang dipantulkan (Ir) pada jarak satu meter dari target, dibagi dengan intensitas suara yang mengenai target tersebut (Ii). Berdasarkan hal di atas, maka target strength dapat diformulasikan sebagai berikut: TS 10log Ir Ii...(1) Dimana : TS = Target Strength dalam satuan desibel (db) Ir = Intensitas suara yang dipantulkan pada jarak 1 meter dari target Ii = Intensitas suara yang mengenai target. MacLennan dan Simmonds (2005) menjelaskan TS dapat dipahami dengan membayangkan nilai backscattering cross-section (σ) yakni jumlah energi suara yang dipantulkan ketika suatu objek dikenai sinyal suara dan dinyatakan dalam persamaan : TS 10log 4...(2) atau kesetaraan backscattering cross-section (σ bs ) dengan TS yang dinyatakan dengan persamaan : TS 10log bs... (3)

22 7 dimana: bs...(4) 4 Nilai TS dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkah laku (orientasi ikan terhadap transduser), fisiologi ikan (ukuran, densitas, bentuk tubuh, posisi organ penting dan lapisan kulit pada tubuh ikan), sudut datang pulsa, frekuensi dan panjang gelombang suara, impedansi akustik dan bagian tubuh ikan (daging, tulang, kekenyalan kulit dan distribusi sirip dan ekor) walaupun pengaruh elemen terakhir ini kecil karena kerapatannya tidak berbeda jauh dengan air (MacLennan dan Simmonds, 2005). 2.3 Hubungan TS dengan ukuran ikan Salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap nilai target strength adalah ukuran ikan. Pada ikan dengan spesies yang sama, semakin besar ukuran ikan maka nilai TS nya juga akan semakin besar. Ukuran dari panjang ikan (L) berhubungan linear dengan scattering cross section (σ). Menurut persamaan σ = al 2, hubungan antara TS dengan panjang ikan dapat diformulasikan sebagai berikut: TS 20 log L A...(5) A adalah nilai TS untuk 1 cm panjang ikan (normalized target strength) yang besarnya bergantung pada spesies ikan. Ikan-ikan yang mempunyai gelembung renang (bladder fish) pada umumnya tidak mempunyai nilai TS maksimum tepat pada dorsal aspect nya, karena gelembung renang tersebut membentuk sudut terhadap garis sumbu memanjang ikan sebesar 2, atau rata-rata 5,6 0 sedangkan untuk ikan-ikan yang tidak memiliki gelembung renang

23 8 (bladderless fish), nilai maksimum TS pada umumnya terdapat tepat pada dorsal aspect nya, kecuali untuk ikan yang tubuhnya streamline (Arnaya, 1991). Menurut Foote (1987) pada pengukuran insitu target strength dengan metode akustik, nilai rata-rata target strength mempunyai hubungan linear dengan nilai rata-rata panjang ikan (cm). Untuk ikan dengan gelembung renang tertutup (physoclist): TS 20log L 67,5...(6) Untuk ikan dengan gelembung renang terbuka (physostome): TS 20log L 71,9...(7) Untuk ikan yang tidak memiliki gelembung renang (bladderless fish): TS 20log L 80...(8) 2.4 Ikan demersal Sumberdaya ikan demersal adalah jenis-jenis ikan yang hidup di dasar atau dekat dasar perairan. Umumnya, ikan-ikan demersal dapat hidup dengan baik di perairan yang bersubstrat lumpur atau lumpur berpasir. Menurut Aoyama (1973) dalam Rhido (1999), sifat-sifat ekologis ikan demersal adalah kemampuan beradaptasi yang relatif tinggi terhadap kedalaman. Selain itu, sifat ekologi ikan demersal adalah pengelompokan relatif lebih kecil dibandingkan ikan pelagis. Distribusi atau sebaran ikan demersal sangat dibatasi oleh kedalaman perairan, karena tiap jenis ikan hanya mampu bertoleransi terhadap kedalaman tertentu sebagai akibat perbedaan tekanan air, karena semakin dalam suatu perairan, tekanannya akan semakin besar pula.

24 9 Ikan demersal merupakan salah satu sumberdaya ikan yang cukup penting. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Komisi Ilmiah stock assesment tahun 2001, potensi ikan demersal di Indonesia diduga sebesar 1.370,10 juta ton per tahun. Dari potensi tersebut, sebanyak 27% berada di Perairan Laut Jawa, yaitu 375,20 juta ton per tahun (Budiman, 2006). Berdasarkan data yang sudah ada, pemanfaatan sumberdaya ikan demersal di Perairan Laut Jawa dan Selat Sunda mencapai 115, 58% (Rasdani, 2004). Menurut Widodo et.al. (1999): pengelompokan sumberdaya ikan demersal kategori ekonomis penting adalah: 1. Kelompok komersil utama: Bambangan (Ludjanidae), Bawah putih (Stromateidae), Kakap putih (Centropomidae), Manyung (Ariidae), Kuwe (Carangidae), dan Nomei (Harpodontidae). 2. Kelompok komersial nomor dua: Gerot-gerot (Pomadasydae), Bawal hitam (Formionidae), Kurisi (Nemipteridae), Kuro (Polynemidae), Layur (Trichiuridae), Ikan pari, Cucut, dan Baronang. 3. Kelompok komersial nomor tiga: Pepetek (Leiognathidae), Beloso (Synodontidae), Kuniran (Mullidae), Kerong-kerong (Teraponidae), Mata besar/merah (Priachanthidae), dan Gabus laut. 4. Kelompok komersil nomor empat (campuran): Srinding (Apogonidae), ikan Lidah (Cynoglossidae), ikan Sebelah (Psettodidae), dan Kapas-kapas (Gerreidae).

25 Ikan Lape (Scarus ghobban) Ikan lape atau dengan bahasa latinnya Scarus ghobban merupakan salah satu jenis ikan demersal yang memiliki genus yang sama dengan ikan kakak tua. Ikan ini termasuk ke dalam ordo Perciformes yang memiliki ciri-ciri dorsal dan sirip anal dibagi menjadi anterior dan posterior berduri, sisik biasanya ctenoid namun ada yang beberapa yang cycloid. Ikan ini hidupnya berasosiasi dengan karang dan umumnya hidup di kedalaman 3-36 m. Rata-rata panjang ikan lape ini yaitu 30 cm. Ikan S. ghobban hidup di daerah tropis yaitu berada pada 30 0 LU 32 0 LS. Ikan ini merupakan salah satu ikan komersil yang sering dimanfaatkan manusia sebagai konsumsi dan juga dapat dimanfaatkan sebagai ikan hias (fishbase.org). Berikut ini gambar dari ikan S. ghobban (Gambar 3). Gambar 3. Ikan lape (Scarus ghobban) Sumber : Dokumentasi Tingkah laku hidup ikan lape dewasa umumnya soliter atau tipe ikan penyendiri namun kadang membentuk gerombolan kecil. Ikan ini bersifat herbivora yaitu memakan alga yang menempel di bebatuan dan di karang pada dasar perairan (zipcodezoo.com, 2011). Ikan lape merupakan salah satu ikan

26 11 ekonomis penting. Selain sebagai ikan konsumsi, ikan lape juga sering dijadikan sebagai ikan hias karena memiliki warna tubuh yang menarik (fishbase.com, 2011). Rata-rata panjang total (total length/tl) ikan lape dewasa yaitu 30 cm. Penelitian ini menggunakan ikan lape yang memiliki panjang antara 16,00 sampai 18,50 cm, maka ikan yang digunakan pada penelitian ini diduga tergolong belum dewasa. 2.6 Kondisi Umum Perairan Kepulauan Seribu Secara geografis, Kepulauan Seribu merupakan gugusan pulau pulau kecil yang berada di perairan laut utara Jakarta. Kepulauan Seribu terletak pada BT hingga BT dan LS hingga LS. Menurut UU no. 34 tahun 1999 dan PP no. 55 tahun 2001, Kepulauan Seribu merupakan Kabupaten Administratif yang terdiri dari 110 pulau, dimana diantaranya terdapat 10 pulau yang berpenghuni (BPS, 2005). Kondisi perairan laut sangat dipengaruhi oleh dua musim setiap tahunnya, yaitu musim Barat (November-Maret) dan musim Timur (Mei-September). Kepulauan Seribu termasuk ke dalam sistem musim ekuator yang cenderung dipengaruhi oleh variasi tekanan udara. Musim hujan berlangsung pada bulan November hingga bulan April dengan hari hujan mencapai hari/bulan, sedangkan musim kemarau berlangsung pada bulan Mei - Oktober dengan hari hujan berkisar antara 4-10 hari/bulan. Berdasarkan data tahun 2000, curah hujan bulanan di Kepulauan Seribu rata-rata tercatat sebesar 142,54 mm dengan curah hujan terendah pada bulan Juni dan tertinggi pada bulan September (Terangi, 2007). Suhu udara rata-rata antara 25,6 0 C - 28,5 0 C dengan suhu maksimum tahunan 29,5 0 C - 32,9 0 C dan minimum 23,0 0 C - 23,8 0 C. Kecepatan maksimum

27 12 arus permukaan pada musim Barat 0,5 m/s menuju timur sampai tenggara dan begitu juga pada musim Timur yaitu dengan kecepatan maksimum arus permukaan 0,5 m/s. Gelombang laut pada musim Barat mempunyai ketinggian antara 0,5-1,75 m dan pada musim Timur 0,5-1,0 m. Salinitas permukaan berkisar antara / 00, baik pada musim Barat maupun musim Timur (Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan, 2003)

28 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini menggunakan data echogram deteksi ikan demersal secara terkontrol di perairan Laut Kepulauan Seribu. Survei dilakukan oleh pihak Balai Penelitian Perikanan Laut (BPPL) Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun Adapun lokasi pengolahan data akustik dilakukan di Laboratorium Akustik BPPL, Jakarta Utara serta di Kampus FPIK, IPB, Dramaga, Bogor. Berikut peta lokasi pengambilan data akustik (Gambar 4). Gambar 4. Peta lokasi pengambilan data 13

29 Bahan dan Peralatan Bahan yang digunakan adalah data akustik yang diterima dalam bentuk echogram dan data ukuran ikan demersal. Alat yang digunakan selama penelitian untuk pengolahan data adalah : Perangkat Keras (Hardware) Personal Computer (PC) atau Laptop Perangkat Lunak (Software) Software Echoview 4.8 SIMRAD ER 60 Microsoft Excel 2007 Microsoft Office Pengambilan Data Akustik Pengambilan data akustik dilakukan dengan menggunakan instrumen akustik yaitu SIMRAD EY khz split beam echosounder. Perekaman data dilakukan pada masing-masing ikan dengan kondisi terkontrol. Salah satu metode terkontrol yang umum dilakukan untuk mengetahui nilai TS ikan dengan tepat adalah dengan mengukur TS ikan tunggal melalui metode kurungan (cage mehod) (Knudsena, 2004). Penelitian ini menggunakan metode kurungan secara insitu dan TS diukur pada dorsal aspect- nya. Jumlah ikan demersal yang diteliti yaitu sebanyak empat ekor. Satu per satu ikan demersal dimasukkan ke dalam jaring kemudian di sounding rata-rata selama menit. Berikut ilustrasi pemasangan perangkat kurungan yang ditampilkan pada Gambar 5.

30 15 4 m Keterangan : I : Transduser II : Pelampung III : Tiang penyangga jaring IV : Jaring kurungan V : Kaki Kurungan VI : Pemberat Tinggi Jaring : 4 meter Gambar 5. Ilustrasi rancangan alat kurungan 3.4 Analisis dan Pengolahan Data Akustik Data akustik yang diperoleh dari hasil perekaman dengan SIMRAD EY-60, kemudian diolah dengan menggunakan software echoview 4.8. Sebelum diolah,

31 16 data dikalibrasi terlebih dahulu. Data-data yang akan dikalibrasi didapatkan dengan cara menampilkan data hasil perekaman menggunakan software ER 60. Data yang akan dikalibrasi antara lain absorption coefficient, kecepatan suara di dalam air, suhu, salinitas, kedalaman, ph, dan frekuensi yang digunakan saat pengambilan data. Setelah itu data ditampilkan dengan menggunakan software echoview 4.8 kemudian dikalibrasi dengan membuka variable properties dan calibration. Setelah data dikalibrasi, atur minimum dan maksimum threshold (Th) masing-masing -60 dan -24, color display minimum dan color range masingmasing -60 dan 36, distance grid dan range grid masing-masing ping number dan depth/range. Pilih display pada variable properties untuk memfokuskan pengolahan datanya lalu tentukan pada range kedalaman berapa data akustik tersebut berada dan nilai kedalaman tersebut dimasukkan ke dalam upper lower display limit (m). Pengaturan ping dengan membuka grid dan menentukan number of ping, yaitu 80. Data yang telah dikalibrasi dan telah di variable properties telah diatur, dapat mulai diintegrasi untuk mendapatkan masing-masing nilai TS. Echogram di zoom in pada perbesaran 3-4 kali agar datanya terlihat lebih jelas, kemudian lakukan pendijitan berdasarkan warna yang sama dan dalam range ping yang sama. Pada saat satu data selesai didijit, klik kanan lalu pilih show information untuk mendapatkan nilai TS. Pendijitan data dilakukan berdasarkan region dimana satu region merupakan satu echogram dengan warna yang sama pada interval ping yang sama, sehingga satu region dianggap satu nilai TS. Penelitian ini tidak menggunakan dongle sehingga data hasil dijitan dimasukkan satu per satu ke dalam MS-excel secara manual. Setelah nilai-nilai TS dari 1 ikan telah

32 17 dimasukkan ke dalam MS-excel, kemudian ikan 2, 3, dan ke 4 juga diolah seperti metode yang di atas. Berikut diagram alir pengolahan data akustik hingga memperoleh nilai TS di MS-excel (Gambar 6).. RAW data hasil perekaman SIMRAD ER 60 untuk data kalibrasi Echogram buka di echoview 4.8 ESU, variable properties, dan calibration Zoom in dan dijitasi data per region Integrasi sel Tabulasi data ke MS-excel Gambar 6. Diagram alir pengolahan data akustik Setelah diperoleh nilai TS, selanjutnya dicari nilai TS rata-rata dari masing-masing ikan lape tersebut. TS rata-rata diperoleh dengan cara menjumlahkan masing masing TS ikan setelah dikonversi ke dalam bentuk linear per Elementary Sampling Unit (ESU). Rumus untuk melinearkan TS yaitu 10^(a/10) dimana a merupakan nilai TS. Hasil penjumlahan tersebut (total linear) dibagi n untuk mendapatkan total linear rata-rata, dimana n merupakan jumlah total TS per

33 18 ikan. Setelah itu ditentukan nilai TS rata-rata per ikan yaitu dengan melogaritmakan nilai total linear rata-rata. Rumus yang digunakan yaitu 10log(x), dimana x merupakan total linear rata-rata. Setelah masing-masing TS rata-rata per ikan telah didapatkan, maka tahap selanjutnya yaitu menentukan nilai TS rata-rata ikan lape. Masing-masing TS rata-rata per ikan dilinearkan dengan menggunakan rumus 10^(a/10). Keempat nilai linear tersebut dijumlahkan kemudian dibagi dengan jumlah ikan yaitu 4, setelah itu dilogaritmakan dengan menggunakan rumus 10 log(x) untuk mendapatkan TS rata-rata ikan lape. Berikut contoh perhitungan untuk memperoleh nilai TS ratarata ikan lape TS rata-rata ikan I = a db, dikonversi ke linear menjadi 10 a/10 TS rata-rata ikan II = b db, dikonversi ke linear menjadi 10 b/10 TS rata-rata ikan III = c db, dikonversi ke linear menjadi 10 c/10 TS rata-rata ikan IV = d db, dikonversi ke linear menjadi 10 d/10 Lalu keempat hasil konversi tersebut dijumlahkan dan dibagi 4 Misalnya: x = (10 a/ b/ c/ d/10 )/4 Diperolehnya nilai dari TS rata-rata nya, yaitu : TS = 10 log x

34 19 Berikut diagram alir perolehan data TS ikan lape (Gambar 7) Nilai TS ikan per ESDU/region Nilai TS ikan per ESDU/region Nilai TS ikan per ESDU/region Nilai TS ikan per ESDU/region Dikonversi ke dalam bentuk linear Dikonversi ke dalam bentuk linear Dikonversi ke dalam bentuk linear Dikonversi ke dalam bentuk linear Dijumlahkan lalu dibagi dengan jumlah TS Dijumlahkan lalu dibagi dengan jumlah TS Dijumlahkan lalu dibagi dengan jumlah TS Dijumlahkan lalu dibagi dengan jumlah TS dilogaritmakan (10log(x)) dilogaritmakan (10log(x)) dilogaritmakan (10log(x)) dilogaritmakan (10log(x)) TS rata-rata ikan I TS rata-rata ikan II TS rata-rata ikan III TS rata-rata ikan IV Dikonver si ke bentuk linear Dikonver si ke bentuk linear Dikonver si ke bentuk linear Dikonver si ke bentuk linear Dijumlahkan lalu hasilnya dibagi 4 (hasilnya mis: x) TS rata-rata ikan lape = 10 log x Gambar 7. Diagram alir perolehan nilai TS rata-rata 4 ikan lape

35 Analisis Lanjutan Masing-masing nilai TS setiap ikan lape yang telah diperoleh akan ditampilkan dalam bentuk scatter, dimana sumbu x merupakan nomor region dan sumbu y merupakan nilai-nilai TS nya. Nilai-nilai TS yang digambarkan dalam bentuk scatter bertujuan untuk melihat sebaran nilai-nilai TS yang terdapat pada echogram per ikan. 3.6 Analisis Regresi Linear Sederhana Dalam analisis selanjutnya untuk melihat hubungan antara nilai TS dengan panjang ikan digunakan analisis regresi linear sederhana. Regresi linear sederhana merupakan suatu persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara satu peubah bebas (x, independent variable) dan satu peubah tak bebas (y, dependent variable). Persamaan umum dari regresi linear sederhana yaitu y = ax + b. Secara hidroakustik, ukuran panjang ikan berhubungan linear dengan backscattering cross-section (σ) menurut persamaan σ = al 2, sehingga hubungan antara panjang ikan dengan TS adalah : TS 20 log L A (Arnaya, 1991). Dengan persamaan TS ini, jika dihubungkan dengan persamaan umum di atas, maka dapat dilihat bahwa nilai TS merupakan variabel yang tak bebas (y) dan nilai dari panjang ikan (L) merupakan variabel yang bebas (x), sehingga yang mempengaruhi nilai TS adalah nilai dari panjang ikan. Dalam menggambarkan hubungan linear antara nilai TS dengan panjang ikan digunakan koefisien korelasi (r). Jika dilihat dari persamaan TS = 20 log L + A, maka nilai TS dengan panjang ikan memiliki nilai koefisien korelasi yang positif (0 < r <= 1) yang artinya nilai TS berbanding lurus dengan ukuran panjang ikan. Semakin besar ukuran panjang

36 21 ikan, semakin besar pula nilai TS yang diperoleh, dan begitu juga sebaliknya, semakin kecil ukuran panjang ikan, semakin kecil pula nilai TS. Selain koefisien korelasi (r), ada juga yang dinamakan dengan koefisien determinasi (r 2 ). Koefisien ini menyatakan seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap variasi variabel tak bebas. Koefisien determinasi ini diperoleh dari hasil pangkat dua keofisien korelasi.

37 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Ikan Lape (Scarus ghobban) berdasarkan Akustik Secara fisiologis, ikan lape tergolong ke dalam jenis physoclist yaitu ikan dengan gelembung renang tertutup. Hampir semua jenis ikan demersal tergolong jenis physoclist. Berikut sketsa bentuk gelembung renang tertutup (physoclist) dengan gelembung renang terbuka (physostome). a. Physostome b. Physoclist Gambar 8. Perbedaan bentuk gelembung renang Menurut Maclennan dan Simmonds (1992), secara akustik ikan dikelompokkan ke dalam 3 jenis berdasarkan gelembung renangnya, yaitu ikan gelembung renang tertutup (physoclist), ikan gelembung renang terbuka (physostomes), dan ikan tanpa gelembung renang (bladderless fish). Oleh karena itu, dalam pengukuran target strength ikan, pengetahuan mengenai golongan ikan yang diteliti perlu diperhatikan karena gelembung renang mengkontribusi sekitar % energi total backscattering (foote, 1980). Menurut foote (1987), untuk ikan dengan gelembung renang tertutup memiliki nilai TS sebesar 20 log L 67,5, sedangkan untuk ikan dengan gelembung renang terbuka (physostome) memiliki 22

38 23 nilai TS sebesar 20 log L Menurut Furusawa (1988) dalam Junaidi (2000), nilai TS ikan yang memiliki gelembung renang adalah ± 10 db dibandingkan dengan ikan yang tidak memiliki gelembung renang, khususnya untuk geometric region. 4.2 Nilai Target Strength (TS) ikan Lape Pendugaan nilai TS ikan merupakan salah satu cara dalam estimasi stok ikan di suatu wilayah perairan. Nilai TS merupakan parameter utama pada aplikasi metode akustik dalam menduga kelimpahan ikan di suatu perairan. Gambar di bawah ini (Gambar 9) merupakan tampilan dari salah satu data ikan lape yang dideteksi. Data ikan lape ditunjukkan oleh nomor 1 dan jaring ditunjukkan oleh nomor 2. Berikut tampilan gambar echogram dari data ikan lape tersebut (Gambar 9) 1 2 Gambar 9. Tampilan echogram ikan Lape

39 24 Hasil pengolahan data echogram keempat ikan lape yaitu dengan cara mendijitasi data echogram ikan lape (nomor 1), diperoleh range nilai TS yaitu -58,35 db sampai -57,23 db. Nilai TS rata-rata dari keempat ikan lape tersebut tersaji dalam Tabel 1 sebagai berikut : Tabel 1. Nilai TS rata-rata keempat ikan lape Ikan Lape Panjang Ikan Lape (cm) Target Strength (TS) Rata-rata (db) I 16,00-58,35 II 16,50-58,32 III 17,20-57,27 IV 18,50-57,23 TS rata-rata -57,76 Setelah masing-masing dari keempat ikan lape diperoleh nilai TS rataratanya, maka dilakukan perhitungan untuk menentukan nilai TS rata-rata ikan lape. Berdasarkan hasil pengolahan data keempat ikan lape tersebut, diperoleh nilai TS rata-rata ikan lape yaitu -57,76 db Target Strength Ikan Lape ke-1 Ikan lape ini merupakan ikan dengan ukuran yang paling kecil dari keempat ikan lape yang diteliti, yaitu 16,00 cm. Pada hasil pengolahan data yang telah dilakukan, ikan lape ini memiliki nilai TS rata-rata sebesar -58,35 db. Ikan lape ini memiliki nilai TS yang paling kecil dari keempat ikan lape yang dideteksi karena ikan lape ini memiliki ukuran yang paling kecil dari keempat ikan lape yang dideteksi tersebut yaitu 16,00 cm. Menurut Foote (1987), nilai rata-rata TS

40 25 ikan berhubungan linear dengan ukuran panjang tubuh ikan tersebut. Salah satu faktor yang mempengaruhi nilai TS yaitu fisiologi ikan, antara lain ukuran ikan (MacLennan dan Simmonds, 2005). Grafik di bawah (Gambar 10) merupakan grafik sebaran nilai TS yang diperoleh dari hasil pengolahan data ikan lape ke-1 (Lampiran 1). Pada grafik di bawah dapat dilihat bahwa sumbu x merupakan jumlah TS (n) dan sumbu y merupakan nilai TS. Jumlah TS (n) dari data ikan lape yang pertama yaitu 38 data. Sebaran nilai TS digambarkan oleh titik-titik yang berwarna hitam. Berikut ini merupakan grafik sebaran nilai TS ikan lape yang ditampilkan dalam bentuk scatter (Gambar 10) Gambar 10. Grafik sebaran TS ikan lape ke-1 Terlihat bahwa nilai TS lebih banyak tersebar di range -60,00 sampai -58,00 db yaitu sebanyak 25 data nilai TS dibandingkan dengan nilai TS yang tersebar di range -58,00 sampai -56,00 db yaitu sebesar 13 data nilai TS.

41 26 Berdasarkan hasil perhitungan juga diketahui bahwa nilai TS rata-rata dari ikan lape ke-1 berada pada range -60,00 sampai -58,00 db, yaitu sebesar - 58,35 db Target Strength Ikan Lape ke-2 Ikan lape yang ke-2 ini merupakan ikan dengan ukuran terkecil kedua dari keempat ikan yang akan ditentukan nilai TS ikan, yaitu sebesar 16,50 cm. Pada hasil pengolahan data ikan lape ke-2 ini, ikan ini memiliki nilai TS rata-rata sebesar -58,32 db. Nilai TS rata-rata ikan lape ini lebih besar dari pada nilai TS dari ikan lape yang pertama. Selisih nilai TS keduanya yaitu sebesar 0,025 db. Perbedaan nilai TS kedua ikan lape ini disebabkan karena antara ukuran panjang ikan lape pertama dengan ukuran panjang ikan lape kedua berbeda dimana ikan kedua lebih besar 0,50 cm dari pada ikan lape yang pertama. Sebagaimana menurut Arnaya (1991), pada ikan dengan spesies yang sama, semakin besar ukuran ikan maka nilai TS nya juga akan semakin besar. Grafik di bawah (Gambar 11) merupakan grafik sebaran nilai TS yang diperoleh dari hasil pengolahan data ikan lape ke-2 (Lampiran 2). Pada grafik di bawah dapat dilihat bahwa sumbu x merupakan jumlah TS (n) dan sumbu y merupakan nilai TS. Jumlah TS dari data ikan lape yang ke-2 yaitu 970 data. Sebaran nilai TS ditunjukkan oleh titik-titik yang berwarna merah. Terlihat dari grafik bahwa nilai TS lebih banyak tersebar di range -60,00 sampai -58,00 db yaitu sebanyak 678 data nilai Ts dibandingkan dengan nilai TS yang tersebar di range -58,00 sampai -55,00 db yaitu sebesar 273 data nilai TS. Pada ikan ini juga terlihat ada beberapa nilai TS yang berada pada range -55,00 sampai -53,00 db yaitu sebanyak 19 data. Hal ini disebabkan karena mungkin adanya faktor tilt angle pada saat pendeteksian ikan. Tilt angle merupakan sudut yang dibentuk oleh

42 27 garis horizontal dari garis/sumbu memanjang ikan yang menghubungkan ujung mulut dan pertengahan sirip ekor atau dengan kata lain tilt angle merupakan orientasi ikan terhadap transduser. Oleh karena itu, menurut Junaidi (2000), nilai TS tersebut berada pada range -55,00 sampai -53,00 db disebabkan akibat dari nilai tilt angle ikan pada saat mengenai suara mendekati sudut 0 0, karena semakin tilt angle mendekati sudut 0 0 maka nilai TS nya akan semakin besar. Salah satu faktor yang diduga juga mempengaruhi nilai TS ikan yaitu pergerakan ikan di kolom perairan. Semakin dekat dan semakin berada tegak lurus dengan transduser, maka nilai TS akan semakin besar. Berikut ini merupakan tampilan grafik sebaran nilai target strength ikan lape yang kedua yang ditampilkan dalam bentuk scatter (Gambar 11) Gambar 11. Grafik sebaran TS ikan lape ke-2

43 Target Strength Ikan Lape ke-3 Ikan lape ini merupakan ikan dengan ukuran terbesar ketiga dari keempat ikan lape yang dideteksi, yaitu berukuran panjang 17,20 cm. Pada hasil pengolahan data ikan lape ketiga, ikan ini memiliki nilai TS rata-rata sebesar -57,27 db. Terdapat perbedaan antara nilai TS ikan lape lape ketiga ini dengan nilai TS ikan pertama dan kedua yaitu masing-masing sebesar 1,08 db dan 1,05 db. Adanya perbedaan nilai TS dari ketiga ikan ini disebabkan karena perbedaan ukuran panjang dari ketiga ikan lape ini, dimana ikan lape ketiga lebih besar 1,2 cm dari ukuran panjang ikan lape pertama dan ikan lape ketiga lebih besar 0,7 cm dari ukuran panjang ikan lape kedua. Pada spesies yang sama, semakin besar ukuran ikan, maka nilai TS ikan juga akan semakin besar. Grafik di bawah (Gambar 12) merupakan tampilan grafik yang menjelaskan tentang sebaran nilai TS yang diperoleh dari hasil pengolahan data ikan lape ke-3 (Lampiran 3). Pada grafik di bawah dapat dilihat bahwa sumbu x merupakan jumlah TS (n) dan sumbu y merupakan nilai TS. Jumlah TS yang berada pada data echogram ikan lape ini yaitu 2173 data. Sebaran nilai TS digambarkan oleh titik-titik yang berwarna hijau. Berikut ini merupakan grafik sebaran nilai TS ikan lape ketiga yang ditampilkan dalam bentuk scatter (Gambar 12)

44 29 Gambar 12. Grafik sebaran TS ikan lape ke-3 Pada grafik di atas, sebaran nilai TS tersebar lebih banyak pada range -60,00 sampai -55,00 db yaitu sebanyak 1979 data nilai TS. Jumlah data nilai TS pada range ini jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah data nilai TS yang berada pada range -55,00 sampai -52,00 db, yaitu hanya 169 data. Pada hasil pengolahan data ikan ini juga diperoleh nilai TS rata-rata berada pada range - 60,00 sampai -55,00 db, yaitu db. Pada grafik scatter ikan lape yang ketiga ini juga terlihat bahwa ada beberapa data TS yang berada pada range -52,00 sampai -50,00 db, yaitu sebanyak 25 data nilai TS. Hal ini diduga terjadi akibat dari adanya pengaruh tilt angle atau pengaruh tingkah laku ikan pada saat pendeteksian ikan ketiga ini. Kedalaman ikan juga menjadi salah satu yang mempengaruhi nilai TS. Menurut MacLennan dan Simmonds (2005), salah satu faktor yang mempengaruhi nilai TS ikan yaitu tingkah laku ikan (orientasi ikan terhadap transduser), sehingga selain

45 30 dari panjang ikan, tingkah laku ikan juga dapat mempengaruhi nilai TS dari ikan yang dideteksi Target Strength Ikan Lape ke-4 Ikan lape ini merupakan ikan dengan ukuran panjang yang paling besar dari keempat ikan lape yang diteliti, yaitu 18,50 cm. Pada hasil pengolahan data yang telah dilakukan, ikan lape ini memiliki nilai TS rata-rata sebesar - 57,23 db. Nilai TS rata-rata ikan lape ini paling besar dari pada nilai TS ikan lape lainnya. Selisih nilai TS rata-rata ikan keempat dengan ketiga ikan lainnya dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut : Tabel 2. Selisih nilai TS ikan keempat dengan ketiga ikan lainnya Perbedaan Nilai Target Strength Perbedaan Ukuran Panjang Ikan Keterangan 1,12 db 2,50 cm Antara ikan ke-1 dengan ikan ke-4 1,10 db 2,00 cm Antara ikan ke-2 dengan ikan ke-4 0,04 db 1,30 cm Antara ikan ke-3 dengan ikan ke-4 Pada tabel di atas terdapat hubungan linear yang positif antara selisih ukuran panjang ikan dengan perubahan nilai TS ikan. Semakin besar selisih ukuran panjang ikan, selisih dari nilai TS nya juga akan semakin besar. Hal ini juga dikemukakan oleh foote (1987) dan Junaidi (2000), yaitu nilai rata-rata TS ikan akan berhubungan linear dengan ukuran panjang tubuh ikan tersebut, sehingga semakin besar selisih ukuran tubuh ikan, maka selisih nilai TS rata-rata ikan juga akan semakin besar. Hal ini berlaku pada ikan dengan spesies yang sama.

46 31 Grafik di bawah (Gambar 13) merupakan grafik sebaran nilai TS yang diperoleh dari hasil pengolahan data ikan lape keempat (Lampiran 4). Pada grafik di bawah dapat dilihat bahwa sumbu x merupakan jumlah TS (n) dan sumbu y merupakan nilai TS. Jumlah TS yang berada pada data echogram ikan lape keempat yaitu sebanyak 1356 data. Sebaran nilai TS ikan digambarkan oleh titiktitik yang berwarna ungu. Berikut ini merupakan grafik sebaran nilai TS ikan lape keempat yang ditampilkan dalam bentuk scatter (Gambar 13) Gambar 13. Grafik sebaran TS ikan lape ke-4 Grafik pada Gambar 13 menunjukkan nilai TS lebih banyak berada pada range -60,00 sampai -55,00 db yaitu sebanyak 1253 data sedangkan nilai TS pada range -55,00 sampai -51,00 db, hanya terdapat 103 data TS. Nilai rata-rata TS ikan lape ini juga berada pada range -60,00 sampai -55,00 db yaitu - 57,23 db. Ada juga beberapa nilai TS yang berada pada range -52,00 sampai -51,00 db. Hal ini diduga disebabkan karena nilai TS tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor

47 32 saja, misalnya ukuran panjang ikan saja, melainkan oleh beberapa faktor, misalnya orientasi ikan terhadap transduser. 4.3 Hubungan Target Strength (TS) Terhadap Ukuran Panjang Ikan Telah banyak penelitian yang menjelaskan tentang hubungan nilai TS terhadap ukuran panjang ikan. Ukuran panjang ikan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap nilai TS ikan. Sebagaimana telah dipaparkan di atas, berdasarkan hasil pengolahan data terhadap empat ikan demersal dengan spesies yang sama namun berbeda ukuran, terdapat hubungan linear positif antara nilai TS dengan ukuran panjang ikan. Pada Tabel 1 yang telah dipaparkan di atas, semakin besar ukuran panjang ikan lape, maka nilai TS nya juga akan semakin besar. Ikan lape dengan panjang 16,00 cm memiliki nilai TS sebesar -58,35 db sedangkan ikan lape ke-2 yang memiliki panjang 16,50 cm memiliki nilai TS yang lebih tinggi dari pada ikan lape yang pertama yaitu -58,32 db. Begitu juga dengan ikan lape ketiga dan keempat yang masing-masing memiliki nilai TS sebesar -57,27 db dan -57,23 db, dimana ikan lape ke-4 lebih besar ukurannya daripada ikan lape lainnya. Hal ini dikuatkan oleh Johannesson dan Mitson (1983) yang menyatakan adanya hubungan antara ukuran panjang ikan dengan nilai TS. Namun demikian, hubungan tersebut sangat bervariasi tergantung dari spesies ikan tersebut. Pada umumnya, untuk spesies yang sama, bila semakin besar ukuran ikan maka semakin besar pula nilai TS yang dimiliki ikan tersebut. Grafik di bawah (Gambar 14) merupakan grafik hubungan linear antara nilai TS terhadap ukuran panjang ikan. Sumbu x merupakan panjang ikan dalam

48 33 cm dan sumbu y merupakan nilai dari TS dalam satuan db. Keempat titik yang berada di dalam grafik merupakan nilai rata-rata TS dari setiap ikan lape. Terlihat bahwa nilai TS rata-rata ikan berhubungan linear positif terhadap ukuran panjang ikan. Ini dibuktikan dengan tingginya nilai koefisien korelasi (r) yaitu 0.87 dengan persamaan y = 0,50x 66,33. Berikut ini merupakan grafik hubungan linear nilai TS terhadap panjang ikan (Gambar 14) Gambar 14. Grafik hubungan TS terhadap panjang ikan Koefisien korelasi merupakan suatu ukuran hubungan antara dua variabel dengan skala -1 sampai +1. Semakin mendekati nilai +1 koefisien korelasinya (r), maka kedua variabel akan memiliki hubungan linear yang semakin positif. Begitu juga sebaliknya, semakin nilai r mendekati -1, maka kedua variabel akan memiliki hubungan linear yang semakin negatif. Jika nilai r nya adalah 0, maka kedua variabel tidak memiliki hubungan yang linear. Pemaparan di atas menunjukkan bahwa hubungan antara nilai TS dengan ukuran panjang ikan adalah hubungan linear positif.

49 34 Selain daripada koefisien korelasi (r), dalam analisis korelasi linear, terdapat juga koefisien determinasi atau dilambangkan dengan r 2. Koefisien determinasi (r 2 ) menyatakan proporsi dari variasi variabel dependen, bahwa variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen sebesar nilai koefisien determinasi tersebut. Jadi dengan kata lain, r 2 menjelaskan tentang seberapa besar pengaruh faktor independen dalam mempengaruhi faktor dependen. Dalam penelitian ini, faktor dependen adalah nilai TS dan faktor independen adalah ukuran panjang ikan. Koefisien determinasi diperoleh dari koefisien korelasi dipangkat 2, sehingga koefisien determinasinya pada penelitian kali ini adalah 0, 7541 atau 75,41%. Hal ini menyatakan bahwa variasi nilai TS dapat dijelaskan atau ditafsirkan oleh ukuran panjang ikan sebesar 75,41 % dan 24,59 % lainnya tidak dapat dijelaskan oleh ukuran panjang ikan, namun dapat dijelaskan oleh variabel independen lainnya seperti tingkah laku ikan serta jarak dan posisi ikan terhadap transduser.

50 5. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diajukan beberapa kesimpulan yaitu nilai TS rata-rata dari ikan lape menunjukkan adanya hubungan linear positif yang kuat terhadap ukuran panjang ikan dengan koefisien korelasinya mencapai 0,87. Semakin besar ukuran panjang ikan, semakin besar nilai TS ikan tersebut. Nilai rata-rata TS dari ikan lape berdasarkan hasil pengolahan keempat data ikan lape yaitu sebesar -57,76 db. 5.2 Saran Diharapkan untuk penelitian selanjutnya adanya penambahan jumlah dan jenis ikan yang berbeda untuk dideteksi dan dengan ukuran yang lebih bervariasi agar terlihat perubahan nilai TS pada masing-masing ikan secara signifikan. 35

51 DAFTAR PUSTAKA Arnaya, I. N Dasar-dasar Akustik. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. [4 Maret 2011]. Budiman Analisis Sebaran Ikan Demersal Sebagai Basis Pengelolaan Sumberdaya Pesisir di Kabupaten Kendal. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang. Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta Analisa CPUE (Catch Per Unit Effort). Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta. Jakarta. FishBase. Scarus ghobban. =Scarus&speciesname=ghobban&AT=s+ghobban&lang=Bahasa. [28 Februari 2011]. Foote, K.G Important of The Swimbladder in Acoustic Scattering by Fish : a Comparison of Ganoid and Mackerel Target Strength. J. Acoust. Soc. Am. 67 (6) : Foote, K.G Fish Target Strength For Use in Echo Integrator Surveys. J. Acoustic Soeof America (JASA). Bergen. Johannesson, K. dan R.B. Mitson Fisheries Acoustic. A Practical Manual for Acoustic Biomass Estimation. FAO Fisheries Tech. Paper 240. Rome. Junaidi, M Hubungan Empiris Target Strength dengan Ukuran Panjang dan Bobot pada Beberapa Jenis Ikan Pelagis Tropis. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Knudsena F.R., J.E. Fosseidengen, F. Oppedal, Karlsen, E. Ona Hydroacoustic Monitoring of Fish in Sea Cages: Target Strength (TS) Measurement on Atlantic Salmon (Salmo salar). Fisheries Research 69 (2004) : Maclennan, D.N dan E.J. Simmonds Fisheries Acoustic. Theory and Practice 2nd ed. Blackwell Science. Oxford. Pujiyati S., Suwarso, B. Pasaribu, I. Jaya, D. Manurung Pendekatan Metode Hidroakustik Untuk Eksplorasi Sumberdaya Ikan Demersal di Perairan Utara Jawa Tengah. Ichthyos. 7 (1):

52 37 Rasdani, M., Jenis dan Macam Alat Penangkap Ikan yang sesuai untuk Jalur- jalur Penangkapan Ikan. Balai Pengembangan Penangkapan Ikan. Semarang. Rhido, M.H Distribusi, Biomassa, dan Struktur Komunitas Sumberdaya Ikan Demersal di Perairan Pantai Barat Sumatra. Tesis. Program Pascasarjana. IPB. Bogor. SIMRAD [16 Februari 2011] Sweierzowski A. and L. Doroszczyk Seasonal Differences in situ Measurement of the Target Strength of Vandace (Coregonus albuta L.) in lake pluszne. [11 Februari 2011] [Terangi] Terumbu Karang Indonesia Laporan Pengamatan Terumbu Karang Kepulauan Seribu ( ). Terumbu Karang Indonesia. Jakarta. Urick, R.J Principle Of Underwater Sound. Peninsula Publishing. New York. Widodo, S. Salim, Tapsirin dan Soewito Sumberdaya Perikanan Demersal di Perairan Arafura dan Sekitarnya. Balai Pengembangan Penangkapan Ikan. Semarang. Zipcodezoo. Scarus ghobban. [16 Juni 2011].

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret September 2011 dengan menggunakan data berupa data echogram dimana pengambilan data secara in situ dilakukan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 17 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 211, sedangkan survei data dilakukan oleh pihak Balai Riset Perikanan Laut (BRPL) Departemen

Lebih terperinci

PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI

PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI SANTI OKTAVIA SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada koordinat 5º - 8 º LS dan 133 º º BT

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada koordinat 5º - 8 º LS dan 133 º º BT 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada koordinat 5º - 8 º LS dan 133 º - 138 º BT (Gambar 2), pada bulan November 2006 di Perairan Laut Arafura, dengan kedalaman

Lebih terperinci

PENDUGAAN KELIMPAHAN DAN SEBARAN IKAN DEMERSAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI PERAIRAN BELITUNG

PENDUGAAN KELIMPAHAN DAN SEBARAN IKAN DEMERSAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI PERAIRAN BELITUNG Pendugaan Kelimpahan dan Sebaran Ikan... Metode Akustik di Perairan Belitung (Fahmi, Z.) PENDUGAAN KELIMPAHAN DAN SEBARAN IKAN DEMERSAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI PERAIRAN BELITUNG ABSTRAK Zulkarnaen

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian dimulai pada tanggal 20 Januari 2011 dan menggunakan data hasil survei Balai Riset Perikanan Laut (BRPL). Survei ini dilakukan mulai

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Kapal Survei dan Instrumen Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Kapal Survei dan Instrumen Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari Ekspedisi Selat Makassar 2003 yang diperuntukkan bagi Program Census of Marine Life (CoML) yang dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

AKUSTIK REMOTE SENSING/PENGINDERAAN JAUH

AKUSTIK REMOTE SENSING/PENGINDERAAN JAUH P. Ika Wahyuningrum AKUSTIK REMOTE SENSING/PENGINDERAAN JAUH Suatu teknologi pendeteksian obyek dibawah air dengan menggunakan instrumen akustik yang memanfaatkan suara dengan gelombang tertentu Secara

Lebih terperinci

5. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN BERDASARKAN METODE HIDROAKUSTIK

5. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN BERDASARKAN METODE HIDROAKUSTIK 5. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN BERDASARKAN METODE HIDROAKUSTIK Pendahuluan Sumberdaya perikanan LCS merupakan kontribusi utama yang sangat penting di tingkat lokal, regional dan internasional untuk makanan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sedimen Dasar Laut Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses hidrologi dari suatu tempat ke tempat yang lain, baik secara vertikal maupun secara

Lebih terperinci

INTERPRETASI SEB NILAI TARGET STRENGTH (TS) DAN DENSITAS DEmRSAL DENGAN BlETODE AIE)ROAKUSTIK DI TELUK PELABUWAN RATU

INTERPRETASI SEB NILAI TARGET STRENGTH (TS) DAN DENSITAS DEmRSAL DENGAN BlETODE AIE)ROAKUSTIK DI TELUK PELABUWAN RATU INTERPRETASI SEB NILAI TARGET STRENGTH (TS) DAN DENSITAS DEmRSAL DENGAN BlETODE AIE)ROAKUSTIK DI TELUK PELABUWAN RATU Oleh: Munawir C64102020 PR AN TEKNOLOGI KELAUTAN AN DAN I Lm KELAUTAN INSTITUT PERTANLAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sedimen Dasar Perairan Berdasarkan pengamatan langsung terhadap sampling sedimen dasar perairan di tiap-tiap stasiun pengamatan tipe substrat dikelompokkan menjadi 2, yaitu:

Lebih terperinci

PENGUKURAN KARAKTERISTIK AKUSTIK SUMBER DAYA PERIKANAN DI LAGUNA GUGUSAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU

PENGUKURAN KARAKTERISTIK AKUSTIK SUMBER DAYA PERIKANAN DI LAGUNA GUGUSAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU PENGUKURAN KARAKTERISTIK AKUSTIK SUMBER DAYA PERIKANAN DI LAGUNA GUGUSAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU Oleh: Arief Wijaksana C64102055 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2010 Juli 2011 yang meliputi tahapan persiapan, pengukuran data lapangan, pengolahan dan analisis

Lebih terperinci

MIGRASI HARIAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) SECARA VERTIKAL DENGAN PENDEKATAN AKUSTIK

MIGRASI HARIAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) SECARA VERTIKAL DENGAN PENDEKATAN AKUSTIK MIGRASI HARIAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) SECARA VERTIKAL DENGAN PENDEKATAN AKUSTIK MUHAMMAD FAHRUL RIZA SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Gambar 8. Lokasi penelitian

Gambar 8. Lokasi penelitian 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 30 Januari-3 Februari 2011 yang di perairan Pulau Gosong, Pulau Semak Daun dan Pulau Panggang, Kabupaten

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan lanjutan yang dilakukan dari bulan Juli sampai bulan Agustus menggunakan data hasil olahan dalam bentuk format *raw.dg yang

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 8 Peta lokasi penelitian.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 8 Peta lokasi penelitian. 30 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini menggunakan data hasil survei akustik yang dilaksanakan oleh Balai Riset Perikanan Laut (BRPL), Dirjen Perikanan Tangkap, KKP RI pada bulan Juni

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Hidroakustik merupakan suatu metode untuk mendeteksi suatu objek dan

2. TINJAUAN PUSTAKA. Hidroakustik merupakan suatu metode untuk mendeteksi suatu objek dan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metode Hidroakustik Hidroakustik merupakan suatu metode untuk mendeteksi suatu objek dan peristiwa-peristiwa di dalam air dengan cara memancarkan gelombang suara dan mempelajari

Lebih terperinci

Oleh : PAHMI PARHANI C SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Oleh : PAHMI PARHANI C SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan STUDI TENTANG ARAH DAN KECEPATAN RENANG IKAN PELAGIS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM AKUSTIK BIM TEmAGI (SPLIT-BEAM ACOUSTIC SYSTEM ) DI PERAIRAN TELUK TOMINI PADA BULAN JULI-AGUSTUS 2003 Oleh : PAHMI PARHANI

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sedimen dasar laut

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sedimen dasar laut 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sedimen dasar laut Sedimen yang merupakan partikel lepas (unconsolidated) yang terhampar di daratan, di pesisir dan di laut itu berasal dari batuan atau material yang mengalami

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Substrat dasar perairan memiliki peranan yang sangat penting yaitu sebagai habitat bagi bermacam-macam biota baik itu mikrofauna maupun makrofauna. Mikrofauna berperan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perairan Laut Arafura di lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perairan Laut Arafura di lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Peta Batimetri Laut Arafura Perairan Laut Arafura di lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori perairan dangkal dimana kedalaman mencapai 100 meter. Berdasarkan data

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar Laut Arafura merupakan paparan yang sangat luas. Menurut Nontji

2. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar Laut Arafura merupakan paparan yang sangat luas. Menurut Nontji 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Dasar Laut Arafura merupakan paparan yang sangat luas. Menurut Nontji (1987), paparan Arafura (diberi nama oleh Krummel, 1897) ini terdiri dari tiga

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Waduk Ir. H. Djuanda dan Laboratorium Akustik Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Bogor. Kegiatan penelitian ini terbagi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan.

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data lapang dilakukan pada tanggal 16-18 Mei 2008 di perairan gugusan pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta (Gambar 11). Lokasi ditentukan berdasarkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Data Lapangan Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan dengan melakukan penyelaman di lokasi transek lamun, diperoleh data yang diuraikan pada Tabel 4. Lokasi penelitian berada

Lebih terperinci

HUBUNGAN TIPE DASAR PERAIRAN DENGAN DISTRIBUSI IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANGKAJENE SULAWESI SELATAN 2011

HUBUNGAN TIPE DASAR PERAIRAN DENGAN DISTRIBUSI IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANGKAJENE SULAWESI SELATAN 2011 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 4. No. 1 Mei 2013: 31-39 ISSNN 2087-4871 HUBUNGAN TIPE DASAR PERAIRAN DENGAN DISTRIBUSI IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANGKAJENE SULAWESI SELATAN 2011 (THE RELATION

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data akustik dilakukan pada tanggal 29 Januari sampai 3 Februari 2011 di perairan Kepulauan Seribu. Wilayah penelitian mencakup di

Lebih terperinci

Oleh : HARDHANI EKO SAPUTRO C SKRIPSI

Oleh : HARDHANI EKO SAPUTRO C SKRIPSI PENGUKURAN NILAI DAN SEBARAN TARGET STRENGTH IKAN PELAGIS DAN DEMERSAL DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM AKUSTIK BIM TERBAGI (SPLIT BEAM ACOUSTIC SYSTEM) DI LAUT A MFUM PADA BULAN OKTOBER-NOPEMBER 2003 Oleh :

Lebih terperinci

DETEKSI SEBARAN IKAN PADA KOLOM PERAIRAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK INTEGRASI KUMULATIF DI KECAMATAN SUMUR, PANDEGLANG BANTEN

DETEKSI SEBARAN IKAN PADA KOLOM PERAIRAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK INTEGRASI KUMULATIF DI KECAMATAN SUMUR, PANDEGLANG BANTEN DETEKSI SEBARAN IKAN PADA KOLOM PERAIRAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK INTEGRASI KUMULATIF DI KECAMATAN SUMUR, PANDEGLANG BANTEN Oleh : Ahmad Parwis Nasution PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Penyebaran target strength ikan Target strength (TS) sangat penting dalam pendugaan densitas ikan dengan metode hidroakustik karena untuk dapat mengetahui ukuran

Lebih terperinci

3. DISTRIBUSI IKAN DI LAUT CINA SELATAN

3. DISTRIBUSI IKAN DI LAUT CINA SELATAN 3. DISTRIBUSI IKAN DI LAUT CINA SELATAN Pendahuluan Keberadaan sumberdaya ikan, baik ikan pelagis maupun demersal dapat diduga dengan menggunakan metode hidroakustik (Mitson 1983). Beberapa keuntungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Jarak Near Field (R nf ) yang diperoleh pada penelitian ini dengan menggunakan formula (1) adalah 0.2691 m dengan lebar transducer 4.5 cm, kecepatan suara 1505.06

Lebih terperinci

KELOMPOK 2 JUWITA AMELIA MILYAN U. LATUE DICKY STELLA L. TOBING

KELOMPOK 2 JUWITA AMELIA MILYAN U. LATUE DICKY STELLA L. TOBING SISTEM SONAR KELOMPOK 2 JUWITA AMELIA 2012-64-0 MILYAN U. LATUE 2013-64-0 DICKY 2013-64-0 STELLA L. TOBING 2013-64-047 KARAKTERISASI PANTULAN AKUSTIK KARANG MENGGUNAKAN ECHOSOUNDER SINGLE BEAM Baigo Hamuna,

Lebih terperinci

PENGUKURAN TARGET STRENGTH IKAN MAS DAN IKAN LELE PADA KONDISI TERKONTROL MENGGUNAKAN QUANTIFIED FISH FINDER. Muhammad Hamim

PENGUKURAN TARGET STRENGTH IKAN MAS DAN IKAN LELE PADA KONDISI TERKONTROL MENGGUNAKAN QUANTIFIED FISH FINDER. Muhammad Hamim PENGUKURAN TARGET STRENGTH IKAN MAS DAN IKAN LELE PADA KONDISI TERKONTROL MENGGUNAKAN QUANTIFIED FISH FINDER Muhammad Hamim DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

Scientific Echosounders

Scientific Echosounders Scientific Echosounders Namun secara secara elektronik didesain dengan amplitudo pancaran gelombang yang stabil, perhitungan waktu yang lebih akuran dan berbagai menu dan software tambahan. Contoh scientific

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Lifeform Karang Secara Visual Karang memiliki variasi bentuk pertumbuhan koloni yang berkaitan dengan kondisi lingkungan perairan. Berdasarkan hasil identifikasi

Lebih terperinci

Citra akustik Ikan Uji. Matriks Data Akustik. Hitungan Deskriptor. 15 Desk. teridentifikasi. 8 Desk. utama. Rancangan awal JSTPB JSTPB1

Citra akustik Ikan Uji. Matriks Data Akustik. Hitungan Deskriptor. 15 Desk. teridentifikasi. 8 Desk. utama. Rancangan awal JSTPB JSTPB1 3 METODOLOGI Secara garis besar metode penelitian dalam disertasi ini berkaitan dengan permasalahan identifikasi kawanan ikan secara hidroakustik yang berkaitan dengan pengukuran dan pemrosesan data hidroakustik,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Dasar perairan memiliki peranan yang sangat penting yaitu sebagai habitat bagi bermacam-macam makhluk hidup yang kehidupannya berasosiasi dengan lingkungan perairan.

Lebih terperinci

Arqi Eka Pradana Netro Handaru Fajar Lukman Hakim Muhammad Rizki Nandika Elok Puspa

Arqi Eka Pradana Netro Handaru Fajar Lukman Hakim Muhammad Rizki Nandika Elok Puspa Arqi Eka Pradana 115080201111007 Netro Handaru 115080600111005 Fajar Lukman Hakim 115080600111023 Muhammad Rizki Nandika 115080601111018 Elok Puspa Nirmala 115080213111012 M Rifki Fajarulloh 115080201111035

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Nilai Target Strength (TS) Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio) Nilai target strength (TS) merupakan parameter utama pada aplikasi metode akustik dalam menduga kelimpahan

Lebih terperinci

4. HASIL PEMBAHASAN. Sta Latitude Longitude Spesies Keterangan

4. HASIL PEMBAHASAN. Sta Latitude Longitude Spesies Keterangan 4. HASIL PEMBAHASAN 4.1 Data Lapangan Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan dengan melakukan penyelaman di lokasi transek lamun, ditemukan 3 jenis spesies lamun yakni Enhalus acoroides, Cymodocea

Lebih terperinci

ME FEnR OF ME LORD IS ME BECIHtlIHG Of WLEDGE : BUT FOOLS DESPISE WISDGii N(D IHSIRUCTIM1.

ME FEnR OF ME LORD IS ME BECIHtlIHG Of WLEDGE : BUT FOOLS DESPISE WISDGii N(D IHSIRUCTIM1. ME FEnR OF ME LORD IS ME BECIHtlIHG Of WLEDGE : BUT FOOLS DESPISE WISDGii N(D IHSIRUCTIM1. C PROUERBS 1 : 7 > WIWUH XIIR I(MGUfiGMP RRHRSIR MU1 MH FRMNFIIRIKnHmII UMUX KESEJIIHII31RAH UWI MMJSIII?? JAURBIIWR

Lebih terperinci

PENDUGAAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT

PENDUGAAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT PENDUGAAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT DESSY NOVITASARI ROMAULI SIDABUTAR SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. (suhu manual) dianalisis menggunakan analisis regresi linear. Dari analisis

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. (suhu manual) dianalisis menggunakan analisis regresi linear. Dari analisis 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Koreksi Suhu Koreksi suhu udara antara data MOTIWALI dengan suhu udara sebenarnya (suhu manual) dianalisis menggunakan analisis regresi linear. Dari analisis tersebut dihasilkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian dasar perairan dapat digunakan secara luas, dimana para ahli sumberdaya kelautan membutuhkannya sebagai kajian terhadap habitat bagi hewan bentik (Friedlander et

Lebih terperinci

PEMAlUIAN DUAL FREKUENSI DALAM PENDUGAAN DISTRIBUSI IKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK (FURUNO FQ 80) DI PERAIRAN LAUT CINA SELATAN.

PEMAlUIAN DUAL FREKUENSI DALAM PENDUGAAN DISTRIBUSI IKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK (FURUNO FQ 80) DI PERAIRAN LAUT CINA SELATAN. as-' PEMAlUIAN DUAL FREKUENSI DALAM PENDUGAAN DISTRIBUSI IKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK (FURUNO FQ 80) DI PERAIRAN LAUT CINA SELATAN Oleh : Natalia Trita Agnilta C64102012 PROGRAM STUD1 ILMU

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL JACKSON PADA SEDIMEN BERPASIR MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK DI GUGUSAN PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU SYAHRUL PURNAWAN

ANALISIS MODEL JACKSON PADA SEDIMEN BERPASIR MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK DI GUGUSAN PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU SYAHRUL PURNAWAN ANALISIS MODEL JACKSON PADA SEDIMEN BERPASIR MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK DI GUGUSAN PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU SYAHRUL PURNAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium dan lapangan. Penelitian di

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium dan lapangan. Penelitian di 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium dan lapangan. Penelitian di laboratorium dilakukan pada 28-29 Februari 2012 yang bertempat di Workshop Akustik

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. dimana besar nilainya bisa sama panjang dengan panjang keseluruhan atau

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. dimana besar nilainya bisa sama panjang dengan panjang keseluruhan atau 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tabel Ukuran Tubuh Ikan Acoustical length adalah panjang target dalam akustik pada sebuah target, dimana besar nilainya bisa sama panjang dengan panjang keseluruhan atau panjang

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Penangkapan Ikan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Penangkapan Ikan 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Penangkapan Ikan Suatu wilayah perairan laut dapat dikatakan sebagai daerah penangkapan ikan apabila terjadi interaksi antara sumberdaya ikan yang menjadi target penangkapan

Lebih terperinci

APLIKASI SPLIT BEAM AKUSTIK ( BEAM TERGAGI AKUSTIK) UNTUK DETEKSI SINGLE TARGET DAN SCATTERING VOLUME DALAM PENDUGAAN DENSITAS IKAN DIBIDANG PERIKANAN

APLIKASI SPLIT BEAM AKUSTIK ( BEAM TERGAGI AKUSTIK) UNTUK DETEKSI SINGLE TARGET DAN SCATTERING VOLUME DALAM PENDUGAAN DENSITAS IKAN DIBIDANG PERIKANAN APLIKASI SPLIT BEAM AKUSTIK ( BEAM TERGAGI AKUSTIK) UNTUK DETEKSI SINGLE TARGET DAN SCATTERING VOLUME DALAM PENDUGAAN DENSITAS IKAN DIBIDANG PERIKANAN OLEH : MUHAMMAD ZAINUDDIN LUBIS C552140121 TUGAS AKUSTIK

Lebih terperinci

TEKNOLOGI AKUSTIK BAWAH AIR: SOLUSI DATA PERIKANAN LAUT INDONESIA

TEKNOLOGI AKUSTIK BAWAH AIR: SOLUSI DATA PERIKANAN LAUT INDONESIA Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan Vol. 1 No. 3, Desember 2014: 181-186 ISSN : 2355-6226 TEKNOLOGI AKUSTIK BAWAH AIR: SOLUSI DATA PERIKANAN LAUT INDONESIA Henry M. Manik Departemen Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

APLIKASI SPLIT BEAM AKUSTIK ( BEAM TERGAGI AKUSTIK) UNTUK DETEKSI SINGLE TARGET DAN SCATTERING VOLUME DALAM PENDUGAAN DENSITAS IKAN DIBIDANG PERIKANAN

APLIKASI SPLIT BEAM AKUSTIK ( BEAM TERGAGI AKUSTIK) UNTUK DETEKSI SINGLE TARGET DAN SCATTERING VOLUME DALAM PENDUGAAN DENSITAS IKAN DIBIDANG PERIKANAN APLIKASI SPLIT BEAM AKUSTIK ( BEAM TERGAGI AKUSTIK) UNTUK DETEKSI SINGLE TARGET DAN SCATTERING VOLUME DALAM PENDUGAAN DENSITAS IKAN DIBIDANG PERIKANAN Muhammad Zainuddin Lubis 1, Sri Pujiyati 2, Pratiwi

Lebih terperinci

STUDI PERUBAHAN LUASAN TERUMBU KARANG DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DI PERAIRAN BAGIAN BARAT DAYA PULAU MOYO, SUMBAWA

STUDI PERUBAHAN LUASAN TERUMBU KARANG DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DI PERAIRAN BAGIAN BARAT DAYA PULAU MOYO, SUMBAWA STUDI PERUBAHAN LUASAN TERUMBU KARANG DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DI PERAIRAN BAGIAN BARAT DAYA PULAU MOYO, SUMBAWA Oleh Riza Aitiando Pasaribu C64103058 PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengambilan Contoh Dasar Gambar 16 merupakan hasil dari plot bottom sampling dari beberapa titik yang dilakukan secara acak untuk mengetahui dimana posisi target yang

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA ARIYANTO

SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA ARIYANTO SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA ARIYANTO DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG

Lebih terperinci

DISTRIBUSI SPASIAL KEPADATAN IKAN PELAGIS DI PERAIRAN ENGGANO

DISTRIBUSI SPASIAL KEPADATAN IKAN PELAGIS DI PERAIRAN ENGGANO DISTRIBUSI SPASIAL KEPADATAN IKAN PELAGIS DI PERAIRAN ENGGANO Oleh: Deddy Bakhtiar deddy_b2@yahoo.co.id Prodi Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu Jl. Raya Kandang Limun Bengkulu 38371A.

Lebih terperinci

SEBARAN VOLUME BACKSCATTERING STRENGTH SCHOOLING IKAN MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK DI SELAT SUNDA

SEBARAN VOLUME BACKSCATTERING STRENGTH SCHOOLING IKAN MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK DI SELAT SUNDA SEBARAN VOLUME BACKSCATTERING STRENGTH SCHOOLING IKAN MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK DI SELAT SUNDA IDA BAGUS ADI ANDITAYANA SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT JEANNY FRANSISCA SIMBOLON SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR 1 PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR (Trichiurus sp.) DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT Adnan Sharif, Silfia Syakila, Widya Dharma Lubayasari Departemen Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

Sumber : Mckenzie (2009) Gambar 2. Morfologi Lamun

Sumber : Mckenzie (2009) Gambar 2. Morfologi Lamun 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Lamun Lamun merupakan tumbuhan laut yang hidup di perairan jernih pada kedalaman berkisar antara 2 12 m dengan sirkulasi air yang baik. Hampir semua tipe substrat dapat

Lebih terperinci

DETEKSI SCHOOLING IKAN PELAGIS DENGAN METODE HIDROAKUSTIK DI PERAIRAN TELUK PALU, SULAWESI TENGAH

DETEKSI SCHOOLING IKAN PELAGIS DENGAN METODE HIDROAKUSTIK DI PERAIRAN TELUK PALU, SULAWESI TENGAH Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 5 No. 2 November 2014: 131-139 ISSN 2087-4871 DETEKSI SCHOOLING IKAN PELAGIS DENGAN METODE HIDROAKUSTIK DI PERAIRAN TELUK PALU, SULAWESI TENGAH THE DETECTION

Lebih terperinci

DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+

DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+ DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+ Oleh : Ganjar Saefurahman C64103081 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

Model integrasi echo dasar laut Blok diagram scientific echosounder ditampilkan pada Gambar I. echo pada pre-amplifier, ERB :

Model integrasi echo dasar laut Blok diagram scientific echosounder ditampilkan pada Gambar I. echo pada pre-amplifier, ERB : N AWSTIK SCATTERINGSTRENGTH DASAR LAUT DAN IDENTIFIKASI WABIcrAT I DENGAN ECHOSOUNDER (Measurement of Acoustic ScatGering Strength of Sea Bottom and Identification of Fish Habitat Using Echosounder) Oleh:

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Bentuk Pertumbuhan Karang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Bentuk Pertumbuhan Karang 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang merupakan satu kesatuan dari berbagai jenis karang. Terumbu karang adalah endapan-endapan masif yang penting dari kalsium karbonat yang terutama dihasilkan

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU i ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU DESI HARMIYATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perairan umum daratan Indonesia memiliki keanekaragaman jenis ikan yang tinggi, sehingga tercatat sebagai salah satu perairan dengan mega biodiversity di Indonesia. Komisi

Lebih terperinci

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti Sebuah lagu berjudul Nenek moyangku seorang pelaut membuat saya teringat akan kekayaan laut Indonesia. Tapi beberapa waktu lalu, beberapa nelayan Kepulauan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DATA SINGLE BEAM ECHOSOUNDER. Septian Nanda dan Aprillina Idha Geomatics Engineering

PENGOLAHAN DATA SINGLE BEAM ECHOSOUNDER. Septian Nanda dan Aprillina Idha Geomatics Engineering PENGOLAHAN DATA SINGLE BEAM ECHOSOUNDER Septian Nanda - 3311401055 dan Aprillina Idha - 3311401056 Geomatics Engineering Marine Acoustic, Batam State Politechnic Email : prillyaprillina@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KUAT MEDAN PADA PENERIMAAN RADIO AM

BAB IV ANALISIS KUAT MEDAN PADA PENERIMAAN RADIO AM BAB IV ANALISIS KUAT MEDAN PADA PENERIMAAN RADIO AM 4.1 ANALISIS PERHITUNGAN KUAT MEDAN PADA PROPAGASI GROUND WAVE Langkah yang pertama kali dilakukan dalam analisis ini ialah mencari nilai s 1 dan s 2

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian

Lebih terperinci

HUBUNGAN TIPE DASAR PERAIRAN TERHADAP DISTRIBUSI IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANGKAJENE SULAWESI SELATAN 2011

HUBUNGAN TIPE DASAR PERAIRAN TERHADAP DISTRIBUSI IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANGKAJENE SULAWESI SELATAN 2011 HUBUNGAN TIPE DASAR PERAIRAN TERHADAP DISTRIBUSI IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANGKAJENE SULAWESI SELATAN 2011 HIDAYANTO AKBAR SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian TINJAUAN PUSTAKA.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Perairan Indonesia merupakan perairan di mana terjadi lintasan arus yang membawa massa air dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia yang biasanya disebut

Lebih terperinci

Karakterisasi Pantulan Akustik Karang Menggunakan Echosounder Single Beam

Karakterisasi Pantulan Akustik Karang Menggunakan Echosounder Single Beam Karakterisasi Pantulan Akustik Karang Menggunakan Echosounder Single Beam Characterization of Coral Acoustics Backscattering Using Single Beam Echosounder Baigo Hamuna 1, Sri Pujiyati 2, Totok Hestirianoto

Lebih terperinci

Lampiran 1. Alat dan Bahan yang digunakan di Lapangan. Scientific Echosounder Simrad EY 60

Lampiran 1. Alat dan Bahan yang digunakan di Lapangan. Scientific Echosounder Simrad EY 60 56 Lampiran 1. Alat dan Bahan yang digunakan di Lapangan Scientific Echosounder Simrad EY 60 Kapal Survei Pipa Paralon berdiameter 7,6 cm (3 inch) dan Sekop Dongle Echoview 57 Lampiran 2. Foto Tipe Substrat

Lebih terperinci

ABSTRAK Desty Maryam. Pengaruh kecepatan arus terhadap komponen desain jaring millenium (percobaan dengan prototipe dalam flume tank

ABSTRAK Desty Maryam. Pengaruh kecepatan arus terhadap komponen desain jaring millenium (percobaan dengan prototipe dalam flume tank PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP KOMPONEN DESAIN JARING MILLENIUM (Percobaan dengan Prototipe dalam Flume Tank) Desty Maryam SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 40 hari pada tanggal 16 Juni hingga 23 Juli 2013. Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan

Lebih terperinci

ANALISIS VARIASI MUKA LAUT DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP DAN BENOA MENGGUNAKAN METODE WAVELET

ANALISIS VARIASI MUKA LAUT DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP DAN BENOA MENGGUNAKAN METODE WAVELET ANALISIS VARIASI MUKA LAUT DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP DAN BENOA MENGGUNAKAN METODE WAVELET Oleh : Imam Pamuji C64104019 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

KERENTANAN TERUMBU KARANG AKIBAT AKTIVITAS MANUSIA MENGGUNAKAN CELL - BASED MODELLING DI PULAU KARIMUNJAWA DAN PULAU KEMUJAN, JEPARA, JAWA TENGAH

KERENTANAN TERUMBU KARANG AKIBAT AKTIVITAS MANUSIA MENGGUNAKAN CELL - BASED MODELLING DI PULAU KARIMUNJAWA DAN PULAU KEMUJAN, JEPARA, JAWA TENGAH KERENTANAN TERUMBU KARANG AKIBAT AKTIVITAS MANUSIA MENGGUNAKAN CELL - BASED MODELLING DI PULAU KARIMUNJAWA DAN PULAU KEMUJAN, JEPARA, JAWA TENGAH oleh : WAHYUDIONO C 64102010 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ALAT PEMISAH GARAM DAN AIR TAWAR DENGAN MENGGUNAKAN ENERGI MATAHARI

RANCANG BANGUN ALAT PEMISAH GARAM DAN AIR TAWAR DENGAN MENGGUNAKAN ENERGI MATAHARI RANCANG BANGUN ALAT PEMISAH GARAM DAN AIR TAWAR DENGAN MENGGUNAKAN ENERGI MATAHARI RIZQI RIZALDI HIDAYAT SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH 1,2) Urip Rahmani 1, Imam Hanafi 2, Suwarso 3 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Pengumpulan Data

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Pengumpulan Data 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Model dan Simulasi, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Institut Pertanian Bogor. Waktu pelaksanaan dimulai

Lebih terperinci

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH Oleh : Helmy Hakim C64102077 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU PUSPITA SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

PENERAPAN SINGLE ECHO DETECTION DALAM ESTIMASI TARGET STRENGTH DAN DENSITAS IKAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK SONAR5-PRO INDAH NURKOMALA

PENERAPAN SINGLE ECHO DETECTION DALAM ESTIMASI TARGET STRENGTH DAN DENSITAS IKAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK SONAR5-PRO INDAH NURKOMALA PENERAPAN SINGLE ECHO DETECTION DALAM ESTIMASI TARGET STRENGTH DAN DENSITAS IKAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK SONAR5-PRO INDAH NURKOMALA DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

PENGUKURAN DENSITAS IKAN MENGGUNAKAN SISTEM AKUSTIK BIM TERBAGI (SPLIT BEAM) DI LAUT JAWA PADA BULAN MEI 2006

PENGUKURAN DENSITAS IKAN MENGGUNAKAN SISTEM AKUSTIK BIM TERBAGI (SPLIT BEAM) DI LAUT JAWA PADA BULAN MEI 2006 PENGUKURAN DENSITAS IKAN MENGGUNAKAN SISTEM AKUSTIK BIM TERBAGI (SPLIT BEAM) DI LAUT JAWA PADA BULAN MEI 2006 Oleh : Roy Burdah C 64103001 Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

HUBUNGAN TOPOGRAFI DASAR PERAIRAN DENGAN SEBARAN IKAN DI SELAT MALAKA

HUBUNGAN TOPOGRAFI DASAR PERAIRAN DENGAN SEBARAN IKAN DI SELAT MALAKA HUBUNGAN TOPOGRAFI DASAR PERAIRAN DENGAN SEBARAN IKAN DI SELAT MALAKA Oleh: Syahrul Purnawan C64101022 PROGRAM STUD1 ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

DENI ACHMAD SOEBOER, S.Pi, M.Si

DENI ACHMAD SOEBOER, S.Pi, M.Si DENI ACHMAD SOEBOER, S.Pi, M.Si 08121104059 soeboer@yahoo.com TIM PENGAJAR EKSPLORATORI PENANGKAPAN IKAN DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FPIK-INSTITUT PERTANIAN BOGOR Echo-sounder + alat yang

Lebih terperinci

DETEKSI SCHOOLING IKAN PELAGIS DENGAN METODE HIDROAKUSTIKDI PERAIRAN TELUK PALU, SULAWESI TENGAH

DETEKSI SCHOOLING IKAN PELAGIS DENGAN METODE HIDROAKUSTIKDI PERAIRAN TELUK PALU, SULAWESI TENGAH Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 5. No. 2 November 2014:129-137 ISSN 2087-4871 DETEKSI SCHOOLING IKAN PELAGIS DENGAN METODE HIDROAKUSTIKDI PERAIRAN TELUK PALU, SULAWESI TENGAH (THE DETECTION

Lebih terperinci

Pengukuran Waktu Tunda (Time Delay) pada Dua Sinyal dengan Cross Correlation Function (CCF)

Pengukuran Waktu Tunda (Time Delay) pada Dua Sinyal dengan Cross Correlation Function (CCF) Jurnal Penelitian Sains Volume 12 Nomer 1(B) 12102 Pengukuran Waktu Tunda (Time Delay) pada Dua Sinyal dengan Cross Correlation Function (CCF) Erry Koriyanti Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Sriwijaya,

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU Zulkhasyni Fakultas Pertanian Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH Bengkulu ABSTRAK Perairan Laut Bengkulu merupakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini teknologi hidroakustik atau perangkat lunak pengolah sinyal akustik masih sulit untuk dapat mengetahui jenis dan panjang ikan secara langsung dan akurat. Selama

Lebih terperinci

KERAGAMAN SUHU DAN KECEPATAN ARUS DI SELAT MAKASSAR PERIODE JULI 2005 JUNI 2006 (Mooring INSTANT)

KERAGAMAN SUHU DAN KECEPATAN ARUS DI SELAT MAKASSAR PERIODE JULI 2005 JUNI 2006 (Mooring INSTANT) KERAGAMAN SUHU DAN KECEPATAN ARUS DI SELAT MAKASSAR PERIODE JULI 2005 JUNI 2006 (Mooring INSTANT) Oleh: Ince Mochammad Arief Akbar C64102063 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hidroakustik 4.1.1. Profil Batimetri Laut Selatan Jawa Pada Gambar 10. terlihat profil batimetri Laut Selatan Jawa yang diperoleh dari hasil pemetaan batimetri, dimana dari

Lebih terperinci

ANALISIS SOSIAL EKONOMI USAHA WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA PALEMBANG, PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS SOSIAL EKONOMI USAHA WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA PALEMBANG, PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS SOSIAL EKONOMI USAHA WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA PALEMBANG, PROVINSI SUMATERA SELATAN SRI DIAH NOVITA SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Wilayah Sebaran Penangkapan Nelayan Labuan termasuk nelayan kecil yang masih melakukan penangkapan ikan khususnya ikan kuniran dengan cara tradisional dan sangat tergantung pada

Lebih terperinci