Sumber : Mckenzie (2009) Gambar 2. Morfologi Lamun
|
|
- Yulia Makmur
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Lamun Lamun merupakan tumbuhan laut yang hidup di perairan jernih pada kedalaman berkisar antara 2 12 m dengan sirkulasi air yang baik. Hampir semua tipe substrat dapat ditumbuhi lamun, mulai dari substrat berlumpur sampai berbatu, namun pada umumnya padang lamun yang luas sering ditemukan di substrat berpasir tebal dengan sedikit lumpur antara dua komunitas yaitu mangrove dan terumbu karang (Mckenzie 2009). Komponen dasar morfologi tumbuhan lamun terdiri dari rhizoma, daun, akar, bunga dan buah (Gambar 2). Sumber : Mckenzie (2009) Gambar 2. Morfologi Lamun Secara lengkap klasifikasi jenis lamun yang terdapat di perairan pantai Indonesia (Gembong 2004) adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Anak Divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae
2 6 Bangsa Suku Hydrocharitaceae Cymodoceaceae : Helobiae : Jenis : Enhalus acoroides Halophila ovalis H. decipiens H. Minor H. spinulosa H. Thallasia hemprichii : Cymodocea rotundata C. serrulata Halodule pinifolia H. uninervis Syringodium isoetifolium Thalassodendron ciliatum 2.2 Karakteristik tumbuhan lamun Berdasarkan komposisi jenisnya pertumbuhan Padang lamun dapat berbentuk vegetasi tunggal, tersusun atas satu jenis lamun yang tumbuh dapat membentuk padang lebat, sedangkan vegetasi campuran terdiri dari 2 sampai 12 jenis lamun yang tumbuh bersama-sama pada satu substrat. Spesies lamun yang biasanya tumbuh dengan vegetasi tunggal adalah Thallasia hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Halodule uninervis, Cymodocea serrulata, dan Thalassodendrom ciliatum (Mckenzie et al. 2009). 2.3 Habitat dan Distribusi Lamun Padang lamun di wilayah tropis memiliki tingkat variasi yang cukup tinggi dan hidup di perairan dangkal, dengan substrat halus di sepanjang pantai dan estuari. Spesies lamun di tropis banyak ditemukan di perairan dengan kedalaman kurang dari 10 meter, hampir semua tipe substrat dapat ditumbuhi lamun, yaitu pada substrat yang berlumpur sampai berbatu. Di perairan Indonesia padang lamun adalah ekosistem yang umum terdapat dan tumbuh di daerah pasang surut pulau pulau utama dan pulau pulau karang.
3 7 Daerah yang paling penting bagi lamun adalah mintakat pasang-surut bawah dan mintakat subtidal atas, dimana suatu vegetasi yang kompleks dapat terbentuk dari 7-8 jenis yang tumbuh bersama sama (Hutomo et al. 1993) Zonasi sebaran dan karakteristik habitat lamun di perairan pesisir Indonesia dapat dikelompokan menurut : a) Genangan air dan kedalaman (daerah dangkal yang selalu terbuka saat air surut, daerah dengan kedalaman sedang atau di daerah pasang surut dan daerah yang dalam dan selalu tergenang air) b) Kecerahan air tempat tumbuhnya (air yang jernih, keruh dan sangat keruh) c) Komposisi jenisnya pertumbuhan padang lamun dapat dikelompokan atas vegetasi tunggal dan vegetasi campuran. d) Karakteristik tipe substratnya padang lamun yang tumbuh di perairan Indonesia dapat dikelompokan menjadi 6 kategori, yaitu : lumpur, lumpur berpasir, pasir, pasir berlumpur, puing karag, dan batu karang. e) Asosiasinya dengan ekosistem lain (terumbu karang, mangrove) Berdasarkan karakteristik habitat dan sebaran lamun maka dapat dikelompokan jenis lamun yang kosmopolitan (dapat tumbuh di hampir semua kategori habitat), moderat (tumbuh pada kategori habitat antara 50-75%), dan jenis lamun yang terbatas sebarannya (tumbuh pada kategori habitat<50%) (Kiswara 1997) 2.4 Fungsi dan Manfaat Padang Lamun Padang lamun yang merupakan salah satu ekosistem di wilayah pesisir memiliki keanekaragaman-hayati yang kaya dan merupakan penyumbang nutrisi yang sangat potensial bagi perairan disekitarnya mengingat produktivitasnya yang tinggi. Padang lamun merupakan habitat yang memegang peranan penting dalam siklus kehidupan berbagai organisme. Biota yang hidup di padang lamun seperti crustacea (seperti udang) dan ikan-ikan kecil yang merupakan kumpulan dari larva dan juvenile, mengindikasikan bahwa padang lamun merupakan habitat untuk perkembangan larva dan juvenile (Borum et al. 2004).
4 8 Perannya sebagai pelindung pantai, daerah asuhan bagi ikan, teripang, kuda laut dan udang, stabilisator dan penangkap sedimen sangat penting bagi ekosistem lainnya seperti ekosistem terumbu karang dan mangrove. Daun lamun yang lepas akan mengendap di perairan sekitarnya dan dihanyutkan ke ekosistem atau perairan lainnya, daun lamun yang mengendap akan didekomposisi oleh bakteri dan biota bentik pemakan serasah. Produktivitas primer padang lamun rata-rata cukup tinggi, hal ini berhubungan dengan produktivitas rata-rata yang berasosiasi dengan perikanan di sekitar padang lamun. Tumbuhan lamun mendukung rantai makanan kehidupan sejumlah herbivora dan detrifora (Mckenzie 2009). Biomassa lamun adalah berat dari semua material yang hidup pada suatu satuan luas tertentu, baik yang berada di atas maupun di bawah substrat yang sering dinyatakan dalam satuan gram berat kering per m²(gbk/m²), sedangkan produksi lamun diartikan sebagai pertambahan biomassa lamun dalam selang waktu tertentu (Zieman dan Wetzel, 1980 dalam Supriadi, 2003). Besarnya biomassa lamun bukan hanya merupakan fungsi dari ukuran tumbuhan tetapi juga merupakan fungsi dari kerapatan (Fortes 1990). 2.5 Parameter Kualitas Perairan Parameter yang berperan penting bagi pertumbuhan lamun antara lain adalah salinitas, kedalaman, gelombang, arus, substrat dasar (McKenzie 2009). Menurut Hemminga dan Duarte (2000), faktor yang paling mempengaruhi hidup lamun adalah genangan air laut, substrat dan cahaya. Sebagian besar lamun tumbuh dalam substrat pasir dan lumpur, bahkan pada bebatuan. Perbedaan tipe substrat ini berkaitan dengan penetrasi akar lamun Suhu Secara geografis padang lamun dapat tersebar secara luas, hal ini mengindikasikan bahwa adanya kisaran toleransi yang luas terhadap suhu, tetapi pada kenyataanya jenis lamun di daerah tropis mempunyai toleransi yang rendah terhadap perubahan suhu. Bagi lamun suhu dapat mempengaruhi proses proses fisiologis seperti fotosintesis, laju respirasi, pertumbuhan dan reproduksi. Beberapa peneliti melaporkan adanya pengaruh nyata perubahan suhu terhadap
5 9 kehidupan lamun, antara lain dapat mempengaruhi metabolisme, penyerapan unsur hara dan kelangsungan hidup lamun. Marsh et al. (1986) melaporkan bahwa pada kisaran suhu C fotosintesis bersih akan meningkat dengan meningkatnya suhu Salinitas Jenis lamun memiliki toleransi yang berbeda terhadap salinitas, tetapi sebagian besar memiliki kisaran yang lebar. Penurunan salinitas akan menyebabkan laju fotosintesis dan pertumbuhan lamun menurun dan dapat berpengaruh terhadap proses perkecambahan dan pembentukan bunga (McRoy & McMilan 1977) Sedimen dasar Padang lamun umumnya dapat hidup pada berbagai tipe sedimen, mulai dari lumpur sampai sedimen dasar yang terdiri dari endapan lumpur halus, namun mereka membutuhkan dasar yang lunak agar mudah ditembus oleh akar-akar dan rhizomanya untuk menyokong tumbuhan. Kesesuaian substrat yang paling utama bagi perkembangan dan pertumbuhan lamun ditandai dengan kandungan sedimen yang cukup. Semakin tipis substrat perairan akan menyebabkan lamun tidak stabil, sebaliknya semakin tebal substrat lamun akan tumbuh dengan subur (Berwick 1983 diacu dalam Paskalina 2008) Kecerahan dan Kekeruhan Kekeruhan secara tidak langsung dapat mempengaruhi kehidupan lamun karena dapat menghalangi penetrasi cahaya yang dibutuhkan oleh lamun untuk berfotosintesis masuk ke dalam air. Kekeruhan dapat disebabkan oleh adanya partikel partikel tersuspensi, baik oleh partikel partikel hidup seperti plankton maupun partikel partikel mati seperti bahan bahan organik, sedimen dan sebagainya sedangkan kecerahan perairan ditunjukan dengan kemampuan cahaya menembus lapisan air sampai pada kedalaman tertentu. Pada perairan alami, kecerahan sangat penting karena erat kaitanya dengan proses fotosintesis. Distribusi dan kelimpahan lamun juga dibatasi oleh ketersediaan cahaya, hal ini dapat dilihat dari sebaran yang terbatas pada daerah yang masih dapat ditembusi cahaya matahari.
6 Pemantauan lamun Pemantauan lamun merupakan salah satu cara untuk mengontrol keberadaan dan mengetahui status kondisi lamun. Pengamatan awal mengenai perubahan kondisi lamun membantu dalam pengelolaan wilayah pesisir karena keterkaitanya dengan kondisi ekosistem lainya seperti mangrove dan terumbu karang (MzKenzie 2009). Metode pemantauan lamun dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu : berdasarkan observasi langsung dan metode tidak langsung melalui peralatan penginderaan jauh. Berdasarkan instrumen yang digunakan, metode tidak langsung dikelompokan menjadi penginderaan jauh optik dan penginderaan jauh akustik. Salah satu teknologi akustik yang dikembangkan untuk pemetaan vegetasi bawah air adalah menggunakan narrow split beam sonar yang telah digunakan untuk pemetaan topografi dasar perairan laut dangkal. Metode ini mampu menampilkan gambaran secara horizontal dasar perairan sebaik menampilkan topografi vertikal sehingga mampu menentukan densitas vegetasi berdasarkan distribusi vertikal dan horizontal (Komatsu et al. 2003). 2.7 Metode hidroakustik Prinsip dari pengoperasian alat akustik adalah dengan gelombang suara yang ditransmisikan ke kolom perairan dalam bentuk pulsa yang jika mengenai target maka target tersebut akan memantulkan sebagian pulsa yang diterimanya. Prinsip dari pengoperasian instrumen hidroakustik (Gambar 3) adalah sebagai berikut : dimulai dari timer yang berfungsi sebagai penanda pulsa listrik untuk mengaktifkan pemancaran pulsa yang akan dipancarkan oleh transmitter melalui transducer.
7 11 Gambar 3. Prinsip hidroakustik (MacLennan and Simmonds, 2005) Transducer berfungsi mengubah energi listrik menjadi energi suara ketika suara akan dipancarkan ke medium. Gelombang akustik yang merambat di kolom perairan akan mengenai target seperti ikan atau dasar perairan dimana gelombang akustik ini akan dipantulkan kembali dalam bentuk echo dan akan diterima oleh transducer dan mengubahnya menjadi energi listrik dan diteruskan ke receiver amplifier yang berfungsi untuk menguatkan sinyal listrik sebelum diteruskan ke unit peraga untuk ditampilkan dalam bentuk echogram (MacLennan dan Simmonds, 2005). Pengamatan terhadap suatu objek menggunakan metode akustik harus memperhatikan nilai SNR (signal to noise ratio) yang diperoleh. Suatu objek dapat terdeteksi jika nilai SNR yang didapat bernilai positfif, dimana : SNR = EL-N...(1) dengan EL dan N masing-masing adalah total sinyal yang kembali (echo) dan noise yang diperoleh, dalam satuan db re 1π Pa. Echo merupakan sinyal pantulan yang didapat dari target yang diharapkan, sedangkan noise merupakan gangguan yang berasal dari berbagai faktor; termasuk ambient noise, gangguan yang berasal dari lingkungan; self noise, gangguan yang berasal dari instrument itu sendiri; serta reverberasi atau pantulan pulsa suara yang berasal dari objek yang tidak
8 12 diharapkan. Besarnya echo dituliskan dalam bentuk desibel (db) merupakan fungsi dari : EL=SL+SV-2TL.....(2) dimana SV adalah nilai volume backscattering dari target yang diharapkan dan SL merupakan source level atau intensitas suara yang dihasilkan oleh echosounder, dengan satuan db re 1πPa pada 1 m. Nilai 2TL didapat dari dua arah transmission loss, dari echosounder ke target dan target ke echosounder yang besarnya dinyatakan dalam decibel (Urick 1983). Nilai backscattering strength tergantung dari sifat pantulan dari dasar laut dan luas dari dasar yang memantulkan kembali sinyal yang telah dihamburbalikan pada tiap waktu. oleh karena itu untuk mendefenisikan koefisien backscattering dasar (σbs) dalam db/m², sebagai besaran nilai pantulan dasar....(3) Beberapa parameter yang digunakan untuk menghitung luas area hambur balik akustik adalah kecepata suara (c), panjang pulsa, lebar beam transmit (ѱ) dan lebar beam penerima Data hambur balik adalah pantulan kembali ke arah gelombang ketika ditransmisikan. Analisa amplitudo dari gelombang suara yang kembali memungkinkan untuk mengekstrak informasi mengenai struktur dan kekerasan dari target, selanjutnya digunakan untuk identifikasi target di perairan. Sifat dari pantulan dasar bergantung dari kekerasan dan kekasaran dari permukaan dasar laut. Secara sederhana dapat disimpulkan sinyal kuat yang kembali menunjukan permukaan yang keras seperti rock dan gravel dan sinyal yang lemah menunjukan permukaan yang lebih halus seperti silts dan clay (Medina et al. 2010)
9 13 (Sumber : Medina 2010) Gambar 4. Sudut koordinat pada proses scattering dan reflection Persamaan yang terbaik untuk menggambarkan nilai target strength bergantung dari sudut datang (incident angle) dan bergantung pada beam geometri. Secara umum sudut datang yang lebih kecil akan memberikan hambur balik yang lebih kuat dibanding sinyal dari sudut datang yang lebih besar (4) 2.8 Akustik untuk vegetasi bawah air Akustik bawah air pada dasarnya merupakan karakteristik suara di air. Suara yang dipancarkan di dalam air adalah gelombang akustik yang memiliki komponen dasar yaitu amplitudo, frekuensi, panjang gelombang dan gelombang suara terhadap waktu. Sifat fisik air laut sepertis suhu dan salinitas dipengaruhi oleh perubahan kedalaman, sehingga densitasnya pun mengalami perubahan dengan semakin tinggi kedalamanya maka semakin besar densitasnya, sehingga selama penjalaran gelombang akustik selama melintasi lapisan lapisan air laut mengalami pemantulan dan pembiasan (Mazel 1985) Dalam perambatan akustik terjadi transmission loss akibat adanya absorpsi dari medium dan adanya kehilangan akibat penyebaran di dalam medium air. Perjalanan gelombang akustik sesaat setelah ditembakan oleh transmitter akan mengalami proses absorpsi. Absorpsi pada kolom perairan terjadi akibat energi dari gelombang akustik dirubah menjadi energi panas (Urick 1983).
10 14 Saat suara merambat juga terjadi penyebaran energi suara mengikuti prinsip spherical spreading. Energi dari sumber suara akan tersebar pada medium perambatan dimana intensitas suara setelah merambat akan berkurang seiring bertambahnya jarak dari sumber suara, yaitu dengan mengikuti persamaan :...(6) Jika r1 adalah jarak satu meter, maka transmission loss pada jarak r2 adalah :...(7) (Sumber : Urick 1983) Gambar 5. Proses spherical dan cylindrical spreading pada perambatan suara di dalam air laut. Pelemahan sinyal akustik disebabkan oleh penyerapan energi akustik oleh media air. Pelemahan ini biasa dinyatakan dalam decibel per meter (db/m). Besarnya pelemahan karena penyerapan media air sangat tergantung dari frekuensi gelombang dan tingkat salinitas media air. Menurut Kloser et al. (2001) yang diacu dalam Siwabessy (2001), refleksi sinyal akustik dipengaruhi oleh :
11 15 a) impedansi akustik pada medium permukaan air laut maupun pada permukaan dasar perairan, b) parameter akustik pada instrumen, c) arah refleksi pada kolom air dan permukaan dasar perairan akibat kekasaran dasar perairan, d) respon dari scattering yang berasal dari second acoustic bottom pada permukaan air, gelembung dalam kolom air dan kapal, e) gaung (noise) yang disebabkan instrumen akustik, f) absorpsi akustik air laut, dan g) waktu tunda (time delay) yang kembali akibat spherical spreading terhadap perubahan kedalaman atau jarak perambatan. Informasi mengenai tipe dasar sedimen dan vegetasi perairan secara umum dapat digambarkan pada sinyal echo dimana sinyal ini dapat disimpan dan diperoleh secara bersamaan dengan menggunakan data GPS. Sinyal echo ini dapat diuraikan sehingga informasi mengenai dasar perairan dapat diproyeksikan dalam bentuk digital. Nilai dari sinyal echo selain tergantung dari tipe dasar perairan khususnya kekasaran dan kekerasan tetapi tergantung juga dari parameter alat misalnya frekuensi dan tranduser beamwidth (Burczynski 2002). Menurut Sabol (2001), prinsip utama pelaksanaan survei batimetri dengan akustik adalah mendeteksi dan melihat perbedaan waktu gema (echo) dari orientasi vertikal pulsa. Proses deteksi pulsa sangat beragam dari masing masing sistem, namun pada dasarnya tergantung dari intensitas minimum pembatas (threshold) dan lebar puncak (peak width). 2.9 Hambur balik akustik pada vegetasi Sinyal hambur balik yang berasal dari hamparan dasar perairan yang tanpa vegetasi dan sinyal hamburan yang berasal dari vegetasi memliki pola yang berbeda. Gema yang berasal dari area yang memiliki vegetasi memperlihatkan lebar pulsa yang lebih lebar
12 16 Sumber : Stevens (2008) Gambar 6. Contoh nilai backscatter pada ping 450 tanpa vegetasi Sumber : Stevens (2008) Gambar 7. Contoh nilai backscatter pada ping 330 dengan vegetasi 2.10 Instrumen Split Beam Echosounder Instrumen split beam echosounder bekerja dengan memancarkan gelombang suara (ping) dan merekam pantulan balik dalam bentuk echo. Nilai backscatter (echo intensity) merupakan hasil perekaman dalam interval waktu, jarak antara transduser dan objek dalam kolom perairan di tentukan oleh nilai kecepatan suara dalam perairan. Transmitter mengirim daya akustik ke semua bagian transduser pada waktu yang bersamaan.
13 17 Sinyal yang terpantul dari target di terima secara terpisah oleh masing-masing kuadran. Selama penerimaan berlangsung keempat bagian transduser menerima gema dan target, dimana target yang terdeteksi oleh transduser terletak pada pusat dari sumbu sorot dan gema dari target akan dikembalikan dan diterima oleh keempat bagian pada waktu yang bersamaan, tetapi jika target yang terdeteksi tidak terletak tepat pada sumbu pusat surat suara, maka gema yang kembali akan diterima lebih dulu oleh bagian transduser yang paling dekat dari target atau dengan mengisolasi target dengan menggunakan output dari sorot penuh (full beam) (SIMRAD 1993). Echosounder split beam modern memiliki fungsi Time Varied Gain (TVG) didalam sistim perolehan data akustik. TVG ini berfungsi secara otomatis untuk mengeliminir pengaruh attenuation yang disebabkan baik oleh geometrical spreading dan absorbsi suara ketika merambat dalam air. Koreksi TVG memiliki dua modus, yaitu modus linear (20 log r) dan modus eksponensial (40 log r). Modus linear memberikan keakuratan yang lebih baik pada pengukuran target berkelompok, termasuk dasar perairan, sedangkan modus eksponensial digunakan untuk mendeteksi target tunggal di kolom perairan (Biosonics 2004).
ANALISIS HAMBUR BALIK AKUSTIK UNTUK IDENTIFIKASI SPESIES LAMUN LA OLE
ANALISIS HAMBUR BALIK AKUSTIK UNTUK IDENTIFIKASI SPESIES LAMUN LA OLE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sedimen dasar laut
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sedimen dasar laut Sedimen yang merupakan partikel lepas (unconsolidated) yang terhampar di daratan, di pesisir dan di laut itu berasal dari batuan atau material yang mengalami
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sedimen Dasar Laut Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses hidrologi dari suatu tempat ke tempat yang lain, baik secara vertikal maupun secara
Lebih terperinci4. HASIL PEMBAHASAN. Sta Latitude Longitude Spesies Keterangan
4. HASIL PEMBAHASAN 4.1 Data Lapangan Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan dengan melakukan penyelaman di lokasi transek lamun, ditemukan 3 jenis spesies lamun yakni Enhalus acoroides, Cymodocea
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sedimen Dasar Perairan Berdasarkan pengamatan langsung terhadap sampling sedimen dasar perairan di tiap-tiap stasiun pengamatan tipe substrat dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Data Lapangan Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan dengan melakukan penyelaman di lokasi transek lamun, diperoleh data yang diuraikan pada Tabel 4. Lokasi penelitian berada
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan.
METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data lapang dilakukan pada tanggal 16-18 Mei 2008 di perairan gugusan pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta (Gambar 11). Lokasi ditentukan berdasarkan
Lebih terperinciGambar 8. Lokasi penelitian
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 30 Januari-3 Februari 2011 yang di perairan Pulau Gosong, Pulau Semak Daun dan Pulau Panggang, Kabupaten
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. hidup di pesisir, seluruh hidupnya berada dalam air dengan salinitas cukup tinggi,
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lamun Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang hidup di pesisir, seluruh hidupnya berada dalam air dengan salinitas cukup tinggi, berkembang biak secara vegetatif
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kepulauan Seribu merupakan gugusan pulau datar yang melintang di barat daya Laut Jawa dan memiliki ekosistem terumbu karang, mangrove dan padang
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Pengamatan Desa Otiola merupakan pemekaran dari Desa Ponelo dimana pemekaran tersebut terjadi pada Bulan Januari tahun 2010. Nama Desa Otiola diambil
Lebih terperinciBAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Ponelo merupakan Desa yang terletak di wilayah administrasi Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ilustrasi morfologi lamun yang membedakan tiap spesies. (Lanyon, 1986, diacu dalam McKenzie and Campbell, 2002)
TINJAUAN PUSTAKA Lamun Bagi Ekosistem Pesisir Lamun (seagrass) merupakan tumbuhan berbunga (angiospermae) dan mempunyai akar rimpang, daun, bunga dan buah (Gambar 2). Lamun hidup di sedimen dasar laut,
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Bentuk Pertumbuhan Karang
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang merupakan satu kesatuan dari berbagai jenis karang. Terumbu karang adalah endapan-endapan masif yang penting dari kalsium karbonat yang terutama dihasilkan
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar Laut Arafura merupakan paparan yang sangat luas. Menurut Nontji
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Dasar Laut Arafura merupakan paparan yang sangat luas. Menurut Nontji (1987), paparan Arafura (diberi nama oleh Krummel, 1897) ini terdiri dari tiga
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Lifeform Karang Secara Visual Karang memiliki variasi bentuk pertumbuhan koloni yang berkaitan dengan kondisi lingkungan perairan. Berdasarkan hasil identifikasi
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Substrat dasar perairan memiliki peranan yang sangat penting yaitu sebagai habitat bagi bermacam-macam biota baik itu mikrofauna maupun makrofauna. Mikrofauna berperan
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perairan Laut Arafura di lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Peta Batimetri Laut Arafura Perairan Laut Arafura di lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori perairan dangkal dimana kedalaman mencapai 100 meter. Berdasarkan data
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Dasar perairan memiliki peranan yang sangat penting yaitu sebagai habitat bagi bermacam-macam makhluk hidup yang kehidupannya berasosiasi dengan lingkungan perairan.
Lebih terperinciAKUSTIK REMOTE SENSING/PENGINDERAAN JAUH
P. Ika Wahyuningrum AKUSTIK REMOTE SENSING/PENGINDERAAN JAUH Suatu teknologi pendeteksian obyek dibawah air dengan menggunakan instrumen akustik yang memanfaatkan suara dengan gelombang tertentu Secara
Lebih terperinciV ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN
49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian dasar perairan dapat digunakan secara luas, dimana para ahli sumberdaya kelautan membutuhkannya sebagai kajian terhadap habitat bagi hewan bentik (Friedlander et
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada koordinat 5º - 8 º LS dan 133 º º BT
3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada koordinat 5º - 8 º LS dan 133 º - 138 º BT (Gambar 2), pada bulan November 2006 di Perairan Laut Arafura, dengan kedalaman
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Padang Lamun 2.2. Faktor Lingkungan
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Padang Lamun Lamun merupakan tumbuhan tingkat tinggi yang mampu hidup terbenam dalam air di lingkungan perairan dekat pantai. Secara taksonomi, lamun termasuk ke dalam kelompok
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi dan Peranan Lamun 2.1.1 Biologi Lamun Lamun (seagrass) termasuk dalam sub kelas monocotyledonae dan merupakan tumbuhan berbunga (kelas Angiospermae) (Yulianda 2002).
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki sekitar 13.000 pulau yang menyebar dari Sabang hingga Merauke dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 km yang dilalui
Lebih terperinciJENIS DAN KANDUNGAN KIMIAWI LAMUN DAN POTENSI PEMANFAATANNYA DI INDONESIA. Rinta Kusumawati ABSTRAK
JENIS DAN KANDUNGAN KIMIAWI LAMUN DAN POTENSI PEMANFAATANNYA DI INDONESIA Rinta Kusumawati ABSTRAK Lamun merupakan tanaman laut berbentuk daun tegak memanjang dengan pola sebaran mengelompok pada substrat
Lebih terperinciScientific Echosounders
Scientific Echosounders Namun secara secara elektronik didesain dengan amplitudo pancaran gelombang yang stabil, perhitungan waktu yang lebih akuran dan berbagai menu dan software tambahan. Contoh scientific
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati membuat laut Indonesia dijuluki Marine Mega-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan kekayaan alamnya yang melimpah. Tidak terkecuali dalam hal kelautan. Lautnya yang kaya akan keanekaragaman hayati membuat
Lebih terperinciKerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara
Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 2, September 2013 Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara 1,2 Nurtin Y.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lamun (seagrasses) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae), yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik dan Mofologi Lamun Lamun (seagrasses) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae), yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam laut. Tumbuhan ini
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisika dan Kimia Perairan Kondisi parameter fiskia-kimia perairan secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi segala bentuk kehidupan organisme perairan.
Lebih terperinciSOUND PROPAGATION (Perambatan Suara)
SOUND PROPAGATION (Perambatan Suara) SOUND PROPAGATION (Perambatan Suara) Reflection and Refraction Ketika gelombang suara merambat dalam medium, terjadi sebuah pertemuan antara kedua medium dengan kepadatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Lamun 2.1.1 Ekosistem Padang Lamun Lamun (seagrass) merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga (angiospermae) yang memiliki rhizoma, daun, dan akar sejati yang hidup
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengambilan Contoh Dasar Gambar 16 merupakan hasil dari plot bottom sampling dari beberapa titik yang dilakukan secara acak untuk mengetahui dimana posisi target yang
Lebih terperinci3 METODOLOGI PENELITIAN
3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2010 Juli 2011 yang meliputi tahapan persiapan, pengukuran data lapangan, pengolahan dan analisis
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 200 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN DAN PEDOMAN PENENTUAN STATUS PADANG LAMUN
SALINAN KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 200 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN DAN PEDOMAN PENENTUAN STATUS PADANG LAMUN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sedimen Dasar Laut
6 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sedimen Dasar Laut Seluruh permukaan dasar laut ditutupi oleh partikel-partikel sedimen yang telah diendapkan secara perlahan-lahan dalam jangka waktu berjuta-juta tahun. Sedimen
Lebih terperinciLamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang. seluruh siklus hidupnya terendam di dalam air dan mampu beradaptasi dengan
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Vegetasi Lamun Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang seluruh siklus hidupnya terendam di dalam air dan mampu beradaptasi dengan salinitas cukup tinggi.
Lebih terperinciREPORT MONITORING SEAGRASS PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI KABUPATEN WAKATOBI
REPORT MONITORING SEAGRASS PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI KABUPATEN WAKATOBI Kerjasama TNC-WWF Wakatobi Program dengan Balai Taman Nasional Wakatobi Wakatobi, Juni 2008 1 DAFTAR ISI LATAR BELAKANG...
Lebih terperinci3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Kapal Survei dan Instrumen Penelitian
3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari Ekspedisi Selat Makassar 2003 yang diperuntukkan bagi Program Census of Marine Life (CoML) yang dilaksanakan oleh
Lebih terperinciPENYUSUN Marindah Yulia Iswari, Udhi Eko Hernawan, Nurul D. M. Sjafrie, Indarto H. Supriyadi, Suyarso, Kasih Anggraini, Rahmat
PENYUSUN Marindah Yulia Iswari, Udhi Eko Hernawan, Nurul D. M. Sjafrie, Indarto H. Supriyadi, Suyarso, Kasih Anggraini, Rahmat Album Peta Lamun 2017 Pusat Penelitian Oseanografi PENYUSUN Marindah Yulia
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Gangguan Pada Audio Generator Terhadap Amplitudo Gelombang Audio Yang Dipancarkan Pengukuran amplitudo gelombang audio yang dipancarkan pada berbagai tingkat audio generator
Lebih terperinciKELOMPOK 2 JUWITA AMELIA MILYAN U. LATUE DICKY STELLA L. TOBING
SISTEM SONAR KELOMPOK 2 JUWITA AMELIA 2012-64-0 MILYAN U. LATUE 2013-64-0 DICKY 2013-64-0 STELLA L. TOBING 2013-64-047 KARAKTERISASI PANTULAN AKUSTIK KARANG MENGGUNAKAN ECHOSOUNDER SINGLE BEAM Baigo Hamuna,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki jumlah pulau yang sangat banyak dan dilintasi garis khatulistiwa. Wilayah Indonesia yang
Lebih terperinciHUBUNGAN TIPE DASAR PERAIRAN DENGAN DISTRIBUSI IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANGKAJENE SULAWESI SELATAN 2011
Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 4. No. 1 Mei 2013: 31-39 ISSNN 2087-4871 HUBUNGAN TIPE DASAR PERAIRAN DENGAN DISTRIBUSI IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANGKAJENE SULAWESI SELATAN 2011 (THE RELATION
Lebih terperinci3. METODOLOGI PENELITIAN
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data akustik dilakukan pada tanggal 29 Januari sampai 3 Februari 2011 di perairan Kepulauan Seribu. Wilayah penelitian mencakup di
Lebih terperinciGambar 6. Peta Lokasi Penelitian
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan waktu Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2013. Lokasi penelitian dilakukan di Perairan Nusa Lembongan, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Provinsi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. vegetatif. Rimpangnya merupakan batang yang beruas-ruas yang tumbuh
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Umum Tumbuhan Lamun Menurut Azkab (2006), lamun (seagrass) adalah tumbuhan air berbunga (anthophyta) yang hidup dan tumbuh terbenam di lingkungan laut, berpembuluh,
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam laut. Menurut Den Hartog (1976) in Azkab (2006)
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Lamun Lamun (seagrass) merupakan bentangan tumbuhan berbiji tunggal (monokotil) dari klass angiospermae, tumbuhan air berbunga yang telah menyesuaikan diri hidup terbenam
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Bintan merupakan salah satu bagian dari gugusan pulau yang berada di wilayah Provinsi Kepulauan Riau.Wilayah administrasi gugus Pulau
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lamun Deskripsi lamun
5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lamun 2.1.1 Deskripsi lamun Lamun (seagrass) adalah tumbuhan air berbunga yang hidup dan tumbuh terbenam di lingkunga laut; berpembuluh, berdaun, berimpang (rhizome), berakar,
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan
Lebih terperinciPERTEMUAN IV SURVEI HIDROGRAFI. Survei dan Pemetaan Universitas IGM Palembang
PERTEMUAN IV SURVEI HIDROGRAFI Survei dan Pemetaan Universitas IGM Palembang Konfigurasi Survei Hidrografi 1. Penentuan posisi (1) dan penggunaan sistem referensi (7) 2. Pengukuran kedalaman (pemeruman)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan data batimetri semakin meningkat seiring dengan kegunaan data tersebut untuk berbagai aplikasi, seperti perencanaan konstruksi lepas pantai, aplikasi
Lebih terperinci5. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN BERDASARKAN METODE HIDROAKUSTIK
5. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN BERDASARKAN METODE HIDROAKUSTIK Pendahuluan Sumberdaya perikanan LCS merupakan kontribusi utama yang sangat penting di tingkat lokal, regional dan internasional untuk makanan
Lebih terperinciSTRUKTUR KOMUNITAS, KEPADATAN DAN POLA DISTRIBUSI POPULASI LAMUN (SEAGRASS) DI PANTAI PLENGKUNG TAMAN NASIONAL ALAS PURWO KABUPATEN BANYUWANGI.
STRUKTUR KOMUNITAS, KEPADATAN DAN POLA DISTRIBUSI POPULASI LAMUN (SEAGRASS) DI PANTAI PLENGKUNG TAMAN NASIONAL ALAS PURWO KABUPATEN BANYUWANGI SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Lamun (seagrass) adalah tumbuhan air berbunga (anthophyta) yang
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi padang lamun Untuk menghindari kesalahpahaman antara lamun dan rumput laut, berikut ini disajikan istilah tentang lamun, padang lamun, dan ekosistem lamun (Azkab,
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem padang lamun (seagrass) merupakan suatu habitat yang sering dijumpai antara pantai berpasir atau daerah mangrove dan terumbu karang. Padang lamun berada di daerah
Lebih terperinciFluktuasi Biomassa Lamun di Pulau Barranglompo Makassar
Fluktuasi Biomassa Lamun di Pulau Barranglompo Makassar Supriadi Mashoreng Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan KM. 10 Tamalanrea Makassar E-mail : supriadi112@yahoo.com
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Sebaran Lamun Pemetaan sebaran lamun dihasilkan dari pengolahan data citra satelit menggunakan klasifikasi unsupervised dan klasifikasi Lyzenga. Klasifikasi tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perairan Pulau Pramuka terletak di Kepulauan Seribu yang secara administratif termasuk wilayah Jakarta Utara. Di Pulau Pramuka terdapat tiga ekosistem yaitu, ekosistem
Lebih terperinciEVALUASI METODE AKUSTIK UNTUK PEMANTAUAN PADANG LAMUN SRI RATIH DESWATI
EVALUASI METODE AKUSTIK UNTUK PEMANTAUAN PADANG LAMUN SRI RATIH DESWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 i PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan
Lebih terperinciPENGUKURAN NILAI HAMBUR BALIK AKUSTIK Enhalus acoroides DI PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA SITI HASANAH RUSMAYANTI SKRIPSI
PENGUKURAN NILAI HAMBUR BALIK AKUSTIK Enhalus acoroides DI PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA SITI HASANAH RUSMAYANTI SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
Lebih terperinciKOMPARASI STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN DI BANTAYAN KOTA DUMAGUETE FILIPINA DAN DI TANJUNG MERAH KOTA BITUNG INDONESIA
KOMPARASI STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN DI BANTAYAN KOTA DUMAGUETE FILIPINA DAN DI TANJUNG MERAH KOTA BITUNG INDONESIA (Comparison Of Community Structure Seagrasses In Bantayan, Dumaguete City Philippines And
Lebih terperinciGambar 11. Pembagian Zona UTM Wilayah Indonesia (Sumber: kampungminers.blogspot.com)
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengolahan Data Citra 4.1.1 Koreksi Radiometrik dan Geometrik Penelitian ini menggunakan citra satelit ALOS AVNIR2 tahun 2007, 2009 dan 2010 di perairan Nusa Lembongan untuk
Lebih terperinciKOMPOSISI JENIS, KERAPATAN, KEANEKARAGAMAN, DAN POLA SEBARAN LAMUN (SEAGRASS) DI PERAIRAN TELUK TOMINI KELURAHAN LEATO SELATAN KOTA GORONTALO SKRIPSI
KOMPOSISI JENIS, KERAPATAN, KEANEKARAGAMAN, DAN POLA SEBARAN LAMUN (SEAGRASS) DI PERAIRAN TELUK TOMINI KELURAHAN LEATO SELATAN KOTA GORONTALO SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Lebih terperinciKomposisi Jenis, Kerapatan Dan Tingkat Kemerataan Lamun Di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara
Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 3, Desember 2013 Komposisi Jenis, Kerapatan Dan Tingkat Kemerataan Lamun Di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara
Lebih terperinciKAJIAN EKOLOGIS EKOSISTEM SUMBERDAYA LAMUN DAN BIOTA LAUT ASOSIASINYA DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS)
KAJIAN EKOLOGIS EKOSISTEM SUMBERDAYA LAMUN DAN BIOTA LAUT ASOSIASINYA DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS) Gautama Wisnubudi 1 dan Endang Wahyuningsih 1 1 Fakultas Biologi Universitas
Lebih terperinciBAB 2 DASAR TEORI AKUSTIK BAWAH AIR
BAB 2 DASAR TEORI AKUSTIK BAWAH AIR 2.1 Persamaan Akustik Bawah Air Persamaan akustik bawah air diturunkan dari persamaan state, persamaan kekekalan massa (persamaan kontinuitas) dan persamaan kekekalan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Pulau Nusa Lembongan Nusa Lembongan merupakan salah satu dari tiga pulau di Kecamatan Nusa Penida dan pulau terbesar kedua setelah Pulau Nusa Penida. Letak Nusa
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM
HBNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERHAN PADA PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD)
Lebih terperinci3 METODE PENELITIAN. Gambar 8 Peta lokasi penelitian.
30 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini menggunakan data hasil survei akustik yang dilaksanakan oleh Balai Riset Perikanan Laut (BRPL), Dirjen Perikanan Tangkap, KKP RI pada bulan Juni
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau berbintil yang termasuk dalam filum echinodermata. Holothuroidea biasa disebut timun laut (sea cucumber),
Lebih terperinciKondisi Komunitas Padang Lamun Di Perairan Kampung Bugis, Bintan Utara.
Kondisi Komunitas Padang Lamun Di Perairan Kampung Bugis, Bintan Utara Suhandoko 1, Winny Retna Melani 2, Dedy Kurniawan 3 suhandoko.2001@gmail.com Program studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas
Lebih terperinciASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Oleh : Indra Ambalika Syari C
ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Oleh : Indra Ambalika Syari C64101078 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN
Lebih terperinci3. METODOLOGI. Pengambilan data dengan menggunakan side scan sonar dilakukan selama
3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data dengan menggunakan side scan sonar dilakukan selama dua hari, yaitu pada 19-20 November 2008 di perairan Aceh, Lhokseumawe (Gambar 3). Sesuai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan terletak di daerah beriklim tropis. Laut tropis memiliki
Lebih terperinciModul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan
ix M Tinjauan Mata Kuliah ata kuliah ini merupakan cabang dari ekologi dan Anda telah mempelajarinya. Pengetahuan Anda yang mendalam tentang ekologi sangat membantu karena ekologi laut adalah perluasan
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Batimetri Selat Sunda Peta batimetri adalah peta yang menggambarkan bentuk konfigurasi dasar laut dinyatakan dengan angka-angka suatu kedalaman dan garis-garis yang mewakili
Lebih terperinciStruktur Vegetasi Lamun di Perairan Pulau Saronde, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara
Struktur Vegetasi Lamun di Perairan Pulau Saronde, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara 1.2 Siti Rahmi A.R. Nusi, 2 Abdul Hafidz Olii, dan 2 Syamsuddin 1 s.rahmi.nusi@gmail.com 2 Jurusan
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Nilai Target Strength (TS) Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio) Nilai target strength (TS) merupakan parameter utama pada aplikasi metode akustik dalam menduga kelimpahan
Lebih terperinciJurnal Ilmiah Platax Vol. I-1, September 2012 ISSN:
STRUKTUR KOMUNITAS DAN BIOMASSA RUMPUT LAUT (SEAGRASS) DI PERAIRAN DESA TUMBAK KECAMATAN PUSOMAEN 1 Idris Baba 2, Ferdinand F Tilaar 3, Victor NR Watung 3 ABSTRACT Seagrass community structure is the basic
Lebih terperinci3. DISTRIBUSI IKAN DI LAUT CINA SELATAN
3. DISTRIBUSI IKAN DI LAUT CINA SELATAN Pendahuluan Keberadaan sumberdaya ikan, baik ikan pelagis maupun demersal dapat diduga dengan menggunakan metode hidroakustik (Mitson 1983). Beberapa keuntungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat dan arus informasi yang semakin transparan, serta perubahan-perubahan dinamis yang tidak dapat dielakkan
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk
Lebih terperinciSURVAI EKOLOGI KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH KABUPATEN ALOR EKOSISTEM PADANG LAMUN. Pendahuluan
SURVAI EKOLOGI KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH KABUPATEN ALOR EKOSISTEM PADANG LAMUN Pendahuluan Lamun atau seagrass merupakan tumbuhan berbunga dan berbuah yang tumbuh di dasar perairan pantai yang memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN. dimana besar nilainya bisa sama panjang dengan panjang keseluruhan atau
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tabel Ukuran Tubuh Ikan Acoustical length adalah panjang target dalam akustik pada sebuah target, dimana besar nilainya bisa sama panjang dengan panjang keseluruhan atau panjang
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR 1.1.Latar Belakang
BAB I PENGANTAR 1.1.Latar Belakang Wilayah kepesisiran dihuni oleh berbagai organisme dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi. Wilayah tersebut merupakan suatu sistem sosioekologis yang dinamis dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai berlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang paling kompleks dan khas di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi. Ekosistem
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. LAMUN
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. LAMUN Dalam dunia tumbuhan, lamun dipandang sebagai kelompok flora yang unik. Dianggap demikian, karena lamun merupakan satu-satunya kelompok tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,
TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)
Lebih terperinciPENGOLAHAN DATA SINGLE BEAM ECHOSOUNDER. Septian Nanda dan Aprillina Idha Geomatics Engineering
PENGOLAHAN DATA SINGLE BEAM ECHOSOUNDER Septian Nanda - 3311401055 dan Aprillina Idha - 3311401056 Geomatics Engineering Marine Acoustic, Batam State Politechnic Email : prillyaprillina@gmail.com ABSTRAK
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Pulau Barrang Lompo adalah salah satu pulau di kawasan Kepulauan Spermonde, yang berada pada posisi 119 o 19 48 BT dan 05 o 02 48 LS dan merupakan salah
Lebih terperinci2.2. Struktur Komunitas
5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobentos Hewan bentos dibagi dalam tiga kelompok ukuran, yaitu makrobentos (ukuran lebih dari 1,0 mm), meiobentos (ukuran antara 0,1-1 mm) dan mikrobentos (ukuran kurang
Lebih terperinciBIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA BERAKIT KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU
1 BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA BERAKIT KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU Rudini, rudini1990@gmail.com Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan FIKP-UMRAH Arief Pratomo, ST, M.Si
Lebih terperinci