BAB IV Hasil dan Pembahasan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV Hasil dan Pembahasan"

Transkripsi

1 BAB IV Hasil dan Pembahasan Analisis fingerprinting menggunakan pendekatan biologi molekul berbasis urutan DNA berpotensi memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai biodiversitas mikroba karena komponen komunitas yang dapat ditumbuhkan dalam kultur maupun yang tidak dapat ditumbuhkan bisa diamati. Biodiversitas mikroba yang terdapat pada Kawah Hujan A dan B dianalisis menggunakan metode berbasis biologi molekul melalui 2 pendekatan, yaitu pendekatan yang tidak bergantung kultivasi dan melalui kultivasi. Kedua pendekatan tersebut, seperti halnya semua metode penelitian pada umumnya, memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Pendekatan melalui kultivasi telah banyak diketahui memiliki kekurangan dalam menganalisis biodiversitas mikroba dari sampel lingkungan karena keterbatasan kemampuan mikroba untuk ditumbuhkan dalam media dengan metode yang ada saat ini. Sedangkan pendekatan tanpa kultivasi terbatas dalam menganalisis mikroba yang tidak terlalu dominan di alam. Dengan demikian, perpaduan kedua pendekataan tersebut diharapkan dapat saling melengkapi dalam memberikan gambaran mengenai biodiversitas mikroba secara lebih menyeluruh. Pada bagian ini akan dipaparkan hasil-hasil penelitian mengenai biodiversitas mikroba pada Kawah Hujan A dan B dari sampel mikroba yang diisolasi langsung dari habitat alaminya dan yang sudah dikultivasi di laboratorium. Pemaparan dibagi dalam beberapa bagian, antara lain diawali dengan penggambaran kondisi fisik dan kimia Kawah Hujan, DNA kromosom mikroba sampel Kawah Hujan, fragmen gen 16S rrna yang diamplifikasi dari DNA kromosom tersebut beserta profil DGGE-nya, dan analisis filogenetik urutan fragmen 16S rrna mikroba dari masing-masing kawah, serta kultur murni yang berhasil diisolasi dari sampel yang sudah dikultivasi. IV.1 Kondisi Fisik dan Kimia Kawah Hujan Lokasi kawah yang menjadi objek dalam penelitian adalah kawah-kawah kecil di sekitar Kawah Hujan. Kawah Hujan merupakan salah satu dari sejumlah kawah 38

2 yang ada di area geotermal Kamojang, yang terletak di perbatasan kabupaten Garut dan Bandung, Jawa Barat. Lokasi Kawah Hujan yang relatif mudah dijangkau dan terbuka untuk umum menyebabkan daerah di sekitar kawah ini banyak dikunjungi wisatawan. Di sekitar Kawah Hujan terdapat sekitar 4 kawah utama. Akan tetapi, untuk kepentingan penelitian ini, sampel hanya diambil dari dua kawah, yaitu Kawah Hujan A (E , N ), dan Kawah Hujan B (E , N ) yang memiliki kondisi fisik dan kimia paling berbeda. Kondisi fisik dan kimia kawah ditentukan untuk melihat karakteristik dari masingmasing kawah. Kondisi fisik diamati berdasarkan temperatur dan bentuk fisik dari kawah. Sedangkan sifat kimia diamati melalui penentuan ph, kadar Ca, Na, Mg, Fe, Mn, K, Pb, Cu, ion klorida, sulfat, nitrat, nitrit, dan florida. Pengukuran temperatur dilakukan langsung di lokasi pengambilan sampel sedangkan pengukuran ph dilakukan di lokasi dengan menggunakan kertas ph indikator dan di laboratorium menggunakan ph meter. Pengukuran temperatur dan ph kawah dilakukan sebanyak 3 kali dalam selang waktu mulai dari bulan Juli 2004 sampai Januari Secara fisik, Kawah Hujan A merupakan geyser yang menyemburkan air tanpa lumpur dengan tekanan sangat tinggi. Ketinggian semburan mencapai lebih dari 5 meter. Sumber air berasal dari bagian dalam bumi dan yang tampak di permukaan hanyalah lobang tempat keluarnya semburan air. Kawah Hujan B merupakan solfatar atau mud pool yang berada di permukaan tanah (Gambar IV.1). Temperatur Kawah Hujan A yang terukur rata-rata di atas 80 C, sedangkan Kawah Hujan B di atas 90 C. Akan tetapi, temperatur Kawah Hujan A yang terukur adalah temperatur air kawah yang ditampung dari semburannya dengan kemungkinan temperatur pada sumber air di bawah permukaan tanahnya jauh lebih tinggi. Tumbuhan yang berada di sekeliling kawah sebagian besar merupakan jenis pakis dan rumput. 39

3 Kawah Hujan A Kawah Hujan B Gambar IV.1 Keadaan Kawah Hujan pada saat pengambilan sampel. Posisi tempat keluarnya semburan pada Kawah Hujan A ditunjukkan dengan anak panah. Berdasarkan sifat kimianya, Kawah Hujan A memiliki ph cenderung netral dengan kandungan sulfat, klor, nitrat/nitrit yang rendah, sedangkan Kawah Hujan B bersifat sangat asam dengan kandungan sulfat sangat tinggi tetapi klor dan nitrat/nitrit rendah. Dibandingkan dengan Kawah Hujan B, Kawah Hujan A mengandung kadar Ca, Na, dan K relatif lebih tinggi, akan tetapi Kawah Hujan B memiliki kandungan Fe, Mn, Pb, dan Cu relatif lebih tinggi. Data kondisi fisik dan kimia Kawah Hujan A dan B yang telah ditentukan, selengkapnya disajikan pada Tabel IV.1 dan data hasil penentuan kadar logam dengan cara AAS diberikan pada Lampiran H. Perbedaan sifat kimia yang paling menonjol antara Kawah Hujan A dengan Kawah Hujan B adalah kandungan sulfatnya. Pada Kawah Hujan B, kandungan sulfat sangat tinggi diduga karena adanya proses oksidasi dari senyawa H 2 S (Druschel et al., 2003) yang merupakan kandungan gas terbesar pada uap di sekitar Kamojang (Zuhro, 2004). H 2 S akan teroksidasi membentuk asam sulfat ketika bereaksi dengan air dalam kondisi aerob. Kawah Hujan B yang berada di atas permukaan tanah berada dalam kondisi aerob sedangkan Kawah Hujan A yang berada di bawah permukaan tanah kemungkinan besar dalam kondisi 40

4 anaerob. Perbedaan kondisi fisik dan kimia menjadikan Kawah Hujan A dan Kawah Hujan B merupakan habitat yang berbeda bagi pertumbuhan mikroba. Tabel IV.1. Perbedaan kondisi fisik dan kimia Kawah Hujan A dan B Parameter Satuan Kawah Kawah Analisis Hujan A Hujan B Temperatur C ph 7,2-7,4 1,8-1,9 Ca mg/l 27,79 9,48 Mg mg/l 0,22 0,23 Fe mg/l 0,08 11,81 Mn mg/l Ttd 0,22 Na mg/l 13,64 9,46 K mg/l 7,25 1,37 Pb mg/l Ttd 0,02 Cu mg/l Ttd 0,46 Cl - mg/l 18,04 32,67 SO 4-2 mg/l 156, ,85 Nitrat (NO 3 - ) mg/l Ttd 2,11 Nitrit (NO 2 - ) mg/l 0,01 0,03 Flourida (F - ) mg/l 0,71 0,63 Ttd artinya tidak terdeteksi IV.2 DNA Kromosom Mikroba Ekstraksi DNA kromosom dalam keadaan murni dan dalam jumlah relatif banyak merupakan tahap yang penting dalam analisis berbasis biologi molekul terhadap komunitas mikroba. Efisiensi lisis sel di dalam kelompok mikroba sangat bervariasi. Sel mikroba gram positif relatif lebih sulit dilisis dibandingkan dengan mikroba gram negatif karena perbedaan komposisi senyawa pembentuk dinding selnya (Madigan dan Martinko, 2006). Kemampuan lisis juga bisa berbeda untuk sel yang berspora (Prosser, 2002) atau yang terperangkap dalam agregat. Pada sampel yang diperoleh dari lingkungan alami, kemungkinan mendapatkan 41

5 bermacam jenis sel sangat besar. Beberapa studi perbandingan telah dilakukan untuk menganalisis efisiensi metode ekstraksi dan pemurnian DNA dari tanah dan sedimen (Zhou et al. 1996; Yeates et al. 1998; Chauduri et al. 2006). Akan tetapi sampai saat ini, belum ada metode universal yang dapat digunakan untuk mengekstraksi DNA kromosom dari bermacam sampel alami. Dengan demikian, pencarian metode ekstraksi DNA kromosom yang paling sesuai masih diperlukan. Pada penelitian ini, sampel air dari masing-masing kawah diambil sekitar 5 liter untuk kepentingan analisis komunitas mikroba secara langsung maupun melalui kultivasi. Penanganan sampel untuk kepentingan isolasi langsung dan kultivasi mikroba dilakukan secara berbeda selama dalam perjalanan dari lokasi kawah ke laboratorium. Waktu perjalanan yang diperlukan dari lokasi pengambilan sampel ke laboratorium adalah sekitar 2-3 jam. Untuk kepentingan isolasi langsung mikroba tanpa kultivasi, sampel diupayakan dalam keadaan dingin, sedangkan sampel yang sudah dicampur dengan media pengaya untuk ditumbuhkan di laboratorium temperatur di sekitarnya diupayakan tetap tinggi. Pada penelitian yang telah dilakukan, semua sampel ditangani secara aerobik tanpa aerasi. Pada sampel mikroba yang langsung diisolasi dari air kawah (sampel filtrasi), baik dari Kawah Hujan A maupun Kawah Hujan B, digunakan 2 metode lisis sel yaitu lisis sel berbasis enzimatik (enzim lisozim) dan perusakan fisik (bead-beating). Sedangkan sampel mikroba hasil kultivasi hanya dilisis dengan metode beadbeating saja. IV.2.1 DNA kromosom sampel Kawah Hujan A Seperti yang sudah diungkapkan pada bagian sebelumnya, pendekatan yang tidak bergantung pada kultivasi (sampel filtrasi) dan yang bergantung kultivasi (sampel kultivasi) digunakan dalam melakukan analisis biodiversitas mikroba. Pada bagian berikut ini akan dipaparkan hasil isolasi DNA kromosom mikroba dari sampel filtrasi dan sampel melalui kultivasi Kawah Hujan A. 42

6 IV DNA kromosom sampel filtrasi Mikroba yang tumbuh dalam habitat alami seperti air kawah biasanya berada dalam konsentrasi yang relatif rendah. Hal ini disebabkan oleh laju pertumbuhan mikroba di alam yang pada umumnya di bawah laju pertumbuhan maksimum karena kondisi fisik dan kimia yang kurang optimal dengan nutrisi yang rendah. Karenanya, untuk kepentingan identifikasi jenis-jenis mikroba yang ada dalam habitat tersebut perlu dilakukan pemekatan untuk mendapatkan jumlah sel mikroba yang cukup banyak sebelum dilakukan isolasi DNA Kromosom. Pada penelitian yang telah dilakukan, pemekatan dilakukan dengan cara filtrasi menggunakan filter steril berukuran pori 0,22 μm. Padatan yang terendapkan selama perjalanan diupayakan tidak ikut tersaring untuk menghindari penyumbatan filter yang terlalu cepat. Proses penyaringan dilakukan secara aseptik untuk menghindari kontaminasi. Mikroba beserta pengotor yang tertahan pada filter selanjutnya diperlakukan sebagai sampel mikroba untuk diisolasi DNA kromosomnya. Sampel mikroba beserta pengotor yang tertahan pada filter Kawah Hujan A memiliki warna coklat tua (Gambar IV.2). Adanya pengotor-pengotor pada sampel seringkali menghambat proses pemekatan akibat penyumbatan pori dari filter. Oleh sebab itu, satu filter berdiameter sekitar 47 mm hanya dapat menyaring sekitar 1-1,5 liter sampel. Endapan pada masing-masing filter digunakan untuk keperluan isolasi DNA kromosom menggunakan metode enzimatis dan bead-beating. Volume ddh 2 O yang digunakan untuk melarutkan DNA kromosom hasil isolasi adalah 10 μl. Gambar IV.2 Hasil filtrasi sampel Kawah Hujan A 43

7 Larutan DNA kromosom yang dihasilkan seringkali berwarna kecoklatan. Larutan DNA yang diekstraksi dengan metode bead-beating memiliki warna kecoklatan yang lebih pekat dibandingkan dengan hasil ekstraksi secara enzimatis.warna coklat tersebut menunjukkan adanya senyawa lain (pengotor) yang ikut terekstraksi. Berdasarkan beberapa literatur (Yeates et al., 1998; Harry et al., 1999; Menking et al., 1999; Chaudhuri et al., 2006), ekstraksi DNA dari sumber alamiah seperti sampel dari tanah biasanya disertai ekstraksi senyawa lain seperti logam-logam dan asam humat yang berwarna kecoklatan. Asam humat memiliki sifat fisikokimia yang mirip dengan DNA sehingga sulit dipisahkan. Senyawa asam humat sangat potensial menjadi inhibitor pada proses PCR walaupun dalam jumlah yang sangat kecil (1 ng). Pencucian dengan dapar STE (10 mm Tris-HCl [ph 8.0], 0,1 M NaCl, 1 mm EDTA) beberapa kali terhadap pelet sampel sebelum dilakukan isolasi DNA kromosom kemungkinan dapat mengurangi sebagian pengotor (terutama logam-logam divalen yang dapat dikhelat oleh EDTA), akan tetapi kemungkinan besar tidak dapat menghilangkan pengotor asam humatnya. Berdasarkan hasil elektroforesis pada gel agarosa yang diwarnai dengan etidium bromida, DNA kromosom sampel filtrasi Kawah Hujan A yang diisolasi dengan metode lisis sel enzimatis dan bead-beating menunjukkan perbedaan intensitas warna. DNA kromosom yang diisolasi dengan metode bead-beating pada umumnya memberikan pita dengan intensitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode enzimatis untuk volume sampel DNA yang sama (Gambar IV.3). Selain intensitas pita yang lebih rendah, metode enzimatik juga memerlukan perlakuan tambahan pada tahap pemurnian DNA. Pada metode bead-beating pemurnian DNA dilakukan dengan kloroform-isoamilalkohol untuk memisahkan protein, debris sel dan pengotor lainnya, sedangkan pada metode enzimatik sisa protein masih cukup tinggi jika hanya dilakukan pemurnian dengan cara yang sama. Penggunaan lisozim untuk proses lisis menambah jumlah protein yang cukup besar pada campuran sampel. Beberapa cara telah dicoba untuk menghilangkan protein pada metode enzimatik ini seperti penambahan fenol tetapi 44

8 tidak memberikan hasil yang memuaskan. Hasil yang lebih baik diperoleh dengan menggunakan larutan kalium asetat dan asam asetat glasial dingin (Sambrook dan Russel, 2001). Tingkat kemurnian DNA yang tinggi diperlukan bagi keberhasilan proses amplifikasi pada tahap selanjutnya. pb Gambar IV.3 Perbandingan DNA kromosom sampel Kawah Hujan A menggunakan metode ekstraksi berbeda (1) marker λ/hindiii; (2) menggunakan metode bead-beating; (3) menggunakan metode lisozim. Perbedaan intensitas DNA dari hasil isolasi menggunakan metode enzimatis dan bead-beating bisa menunjukkan perbedaan efesiensi lisis sel mikroba. Metode enzimatis menunjukkan efesiensi yang lebih rendah. Hal ini kemungkinan karena adanya selektifitas kerja enzim yang menyebabkan selektifitas lisis lebih tinggi. Sebaliknya, metode berbasis perusakan secara fisik lebih memungkinkan untuk melisis berbagai jenis sel. Akan tetapi, kelemahan perusakan fisis adalah bisa menyebabkan fragmentasi pada DNA kromosom (Wintzingerode et al., 1997; Yeates et al., 1998) yang bisa mengganggu proses PCR pada tahap selanjutnya. Selain itu, adanya perlakuan tambahan pada tahap pemurnian DNA pada metode enzimatis juga dapat menurunkan yield dari DNA terekstraksi walaupun mungkin kemurniannya semakin tinggi. Berdasarkan intensitas pita dan warna larutan, walaupun metode bead-beating dapat mengekstrak DNA dengan efesiensi yang lebih baik dibandingkan metode enzimatis, akan tetapi kontaminan yang terekstrak juga diduga lebih tinggi berdasarkan warna larutan yang terbentuk semakin berwarna gelap. 45

9 IV DNA kromosom sampel hasil kultivasi Laju pertumbuhan mikroba ditentukan oleh ketersediaan sumber nutrien dan kondisi pertumbuhan. Untuk meningkatkan laju pertumbuhan mikroba yang tidak dominan di habitat alaminya dilakukan pengkulturan mikroba dengan menggunakan kultur kaya. Penambahan sumber nutrien sebagai sumber karbon, nitrogen dan mineral yang berbeda dimaksudkan untuk dapat menumbuhkan sebanyak mungkin jenis mikroba yang terdapat di dalam sampel yang sesuai dengan media yang diberikan. Dalam penelitian yang telah dikerjakan, media kaya ditambahkan ke dalam sampel air kawah dengan perbandingan volum air kawah : media = 50 : 1. Perbandingan seperti ini dimaksudkan untuk mendapatkan kondisi ph dan kandungan mineral yang mendekati kondisi alaminya. Jenis media yang digunakan dalam kultivasi dapat dilihat pada Tabel IV.2. Inkubasi dilakukan pada temperatur 70 C. Pertumbuhan mikroba diamati dari perubahan densitas sel (peningkatan kekeruhan pada kultur) dan pengamatan sel dilakukan di bawah mikroskop dengan pembesaran 400 kali. Tabel IV.2 Media yang digunakan untuk kultivasi sampel Kawah Hujan A No Nama Media Komposisi media Keterangan 1 P Pepton 0,1% (b/v) Tumbuh 2 ½ Termus (T) Ekstrak ragi 0,05% (b/v); tripton 0,05% Tumbuh (b/v) dalam ½ media Castenholtz D 3 ¼ LB Tripton 0,25% (b/v); NaCl 0,25% (b/v); Tumbuh ekstrak ragi 0,125% (b/v) 4 PB Pepton 0,2% (b/v); beef extract 0,1% (b/v) Tumbuh 5 Cast D Media Castenholtz D (Lampiran A) Tidak tumbuh a 6 CzD Media Czapek Dox (Lampiran A) Tumbuh 7 SRM Media sulfat-reducing (Lampiran A) Tidak tumbuh a a Keterangan tidak tumbuh didasarkan pada pengamatan penambahan kekeruhan media setelah inkubasi paling lama 1 bulan dibandingkan dengan sebelum inkubasi. Adanya lumpur dan pengotor lainnya yang menimbulkan kekeruhan pada sampel kadang menyulitkan dalam pengamatan pertumbuhan berdasarkan peningkatan densitas sel. Waktu pertumbuhan berdasarkan pengamatan kekeruhan adalah

10 hari dan waktu maksimum pengamatan adalah 1 bulan. Tidak semua media yang digunakan menunjukkan adanya pertumbuhan mikroba. Media yang menunjukkan adanya pertumbuhan mikroba adalah media P, T, ¼ LB, PB, dan CzD. Pada umumnya media tersebut adalah media kompleks yang mengandung ekstrak ragi, tripton, pepton, atau ekstrak daging, kecuali media Czapek Dox yang mengandung sukrosa sebagai sumber karbonnya. Kekeruhan kultur berbeda-beda untuk media yang berbeda. Kultur dalam media PB dan ¼ LB relatif lebih keruh dibandingkan media lain. Kultur dalam media P merupakan kultur yang paling tidak keruh dan memerlukan waktu inkubasi paling lama. Pengamatan di bawah mikroskop menunjukkan bahwa sebagian besar mikroba yang tumbuh adalah berbentuk batang (Gambar IV.4) Berdasarkan sumber karbon yang digunakan mikroba yang berhasil dikulturkan kemungkinan adalah mikroba heterotrop. Beberapa media yang hanya mengandung garam-garam anorganik seperti media Castenholtz D dan Sulfatreducing kemungkinan bukan merupakan media yang disukai atau memerlukan waktu yang lebih lama untuk pertumbuhan mikroba. Penggunaan air kawah sebagai media dasar dimaksudkan untuk mendapatkan kondisi kimia media yang mendekati kondisi alaminya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media dari sumber alami yang diperkaya dapat meningkatkan diversitas mikroba dalam kultur (Santegoeds et al, 1996). Metode serupa berhasil digunakan untuk mengkulturkan mikroba galur baru misalnya Metallospaera sp dari filum Crenarchaeote (Kozubal et al., 2008) dan Thermus sp (Kieft et al., 1999). 47

11 A B C D E Gambar IV.4 Mikroba hasil pewarnaan Gram sampel Kawah Hujan A hasil kultivasi (perbesaran 400 kali) (A) Kultur sel dalam media CzD setelah inkubasi selama 2 hari; (B) Kultur sel dalam media P setelah inkubasi selama 3 hari; (C) Kultur sel dalam media LB setelah inkubasi selama 1 hari; (D) Kultur sel dalam media PB setelah inkubasi selama 1 hari; (E) Kultur sel dalam media T setelah inkubasi selama 1 hari DNA kromosom yang diisolasi dari kultur pada media yang berbeda menunjukkan intensitas warna yang berbeda setelah dilakukan elektroforesis pada gel agarosa dan diwarnai dengan etidium bromida. Dari beberapa kali isolasi, DNA 48

12 kromosom dari kultur pada media PB dan ¼ LB pada umumnya menghasilkan pita yang paling tebal, sedangkan kultur dalam media P paling tipis (Gambar IV.5). Larutan DNA kromosom yang dihasilkan semuanya berwarna bening. pb Gambar IV.5 DNA kromosom kultur isolat Kawah Hujan A (1) marker λ/hindiii; (2) kultur dalam media CzD; (3) kultur dalam media T; (4) kultur dalam media P; (5) kultur dalam media PB; (6) kultur dalam media ¼ LB Perbedaan intensitas DNA kromosom menunjukkan bahwa jumlah sel yang terkulturkan tidak sama pada media yang berbeda. Media PB dan ¼ LB merupakan media yang relatif kaya, sedangkan media P lebih miskin. Intensitas DNA kromosom paling tinggi yang dihasilkan oleh kultur dalam media PB dan ¼ LB dibandingkan dengan media lainnya sejalan dengan kekeruhan kultur yang juga lebih tinggi. Demikian juga kultur dalam media P yang paling tidak keruh menghasilkan DNA kromosom yang paling sedikit. Umumnya, pada media kaya pertumbuhan mikroba lebih tinggi karena biasanya didominasi oleh mikroba yang unggul (superior). Pengurangan nutrisi akan banyak memberi kesempatan kepada mikroba yang lebih lemah (inferior) untuk bersaing (Santegoeds et al. 1996). Akan tetapi, pertumbuhan mikroba yang inferior tidak lebih subur dibandingkan mikroba superior, sehingga pada media lebih miskin pertumbuhan mikroba terkadang hanya terlihat sedikit keruh (turbidity). Dengan demikian, kultur yang ditumbuhkan dalam media yang berbeda kemungkinan akan memiliki diversitas yang berbeda. 49

13 IV.2.2 DNA kromosom sampel Kawah Hujan B Pada sampel Kawah Hujan B, DNA kromosom diisolasi dari sampel filtrasi dan sampel kultivasi, seperti yang dilakukan pada sampel Kawah Hujan A. IV DNA kromosom sampel filtrasi Seperti halnya sampel Kawah Hujan A, sampel mikroba dari Kawah Hujan B dipekatkan dengan cara filtrasi dengan perlakuan sama seperti sampel filtrasi Kawah Hujan A (Sub bab IV.2.1.1). Bagian lumpur yang mengendap selama perjalanan dari lokasi kawah ke laboratorium diupayakan tidak ikut tersaring untuk mengurangi penyumbatan pori filter. Walaupun demikian, pada permukaan filter berukuran pori 0,22 mikrometer, beserta sampel mikroba tetap ada pengotor yang tertahan berwarna coklat muda (Gambar IV.6). Sampel mikroba dalam setiap filter yang menyaring sekitar 1-1,5 liter air kawah dikumpulkan dalam 2 tabung untuk keperluan isolasi DNA kromosom menggunakan metode enzimatis dan bead-beating. Masing-masing DNA kromosom dilarutkan dalam 50 μl ddh 2 O. Gambar IV.6 Hasil filtrasi sampel Kawah Hujan B DNA kromosom dari sampel filtrasi Kawah Hujan B dengan metode lisis enzimatis menunjukkan intensitas warna yang lebih rendah di dalam gel agarosa yang diwarna dengan etidium bromida (Gambar IV.7). Larutan DNA kromosom dari metode lisis enzimatis berwarna bening, sedangkan metode bead-beating menghasilkan larutan DNA sedikit berwarna kuning. 50

14 pb Gambar IV.7 Perbandingan DNA kromosom sampel Kawah Hujan B menggunakan metode ekstraksi berbeda (1) marker λ/hindiii; (2) menggunakan metode bead-beating; (3) menggunakan metode lisozim. Hasil isolasi DNA kromosom sampel filtrasi Kawah Hujan B konsisten dengan hasil isolasi sampel filtrasi Kawah Hujan A yang sudah disebutkan pada bagian sebelumnya. Metode bead-beating menunjukkan efisiensi ekstraksi yang lebih baik dibandingkan metode enzimatis dilihat dari ketebalan pita DNA kromosom yang terisolasi. Walaupun demikian, berdasarkan warna larutan DNA, hasil lisis sel secara enzimatis yang tidak berwarna kemungkinan mengkoekstraksi kontaminan lebih kecil dibandingkan dengan metode bead-beating yang berwarna agak kekuningan. IV DNA kromosom sampel hasil kultivasi Kultivasi sampel Kawah Hujan B dalam beberapa macam media dilakukan untuk melihat biodiversitas mikroba yang kemungkinan tidak dominan pada habitat alaminya. Jenis media dan juga metode kultivasinya pada umumnya sama seperti yang dilakukan pada sampel Kawah Hujan A (sub bab IV.2.1.2). Selain media seperti yang digunakan pada sampel Kawah Hujan A, sampel Kawah Hujan B juga diupayakan ditumbuhkan dalam media sulfolobus (komposisi media dapat dilihat pada Lampiran A) Untuk sampel Kawah Hujan B, media yang berhasil digunakan untuk pertumbuhan mikroba adalah media P, PB, ¼ LB, dan T. Tingkat kekeruhan 51

15 kultur pada media PB dan ¼ LB adalah paling tinggi dibandingkan dengan media T dan media P. Waktu yang diperlukan untuk mencapai tingkat kekeruhan tersebut adalah 1-2 hari, kecuali untuk media P mencapai 5 hari. Hasil pengamatan sel yang dilakukan di bawah mikroskop menunjukkan bahwa sebagian besar mikroba yang terkulturkan adalah berbentuk batang (Gambar IV.8). A B C D Gambar IV.8 Mikroba hasil pewarnaan Gram sampel Kawah Hujan B hasil kultivasi (perbesaran 400 kali) (A) Kultur sel dalam media P setelah inkubasi selama 5 hari; (B) Kultur sel dalam media ¼ LB setelah inkubasi selama 1 hari; (C) Kultur sel dalam media PB setelah inkubasi selama 3 hari; (D) Kultur sel dalam media T setelah inkubasi selama 1 hari DNA kromosom yang diisolasi dari kultur pada media yang berbeda menunjukkan intensitas warna yang berbeda setelah dielektroforesis pada gel agarosa dan diwarnai dengan etidium bromida. DNA kromosom dari kultur pada media PB dan ¼ LB menghasilkan pita yang lebih tebal, sedangkan kultur dalam media P 52

16 paling tipis (Gambar IV.9). Larutan DNA kromosom yang dihasilkan semuanya berwarna bening. pb Gambar IV.9 DNA kromosom kultur sampel Kawah Hujan B (1) marker λ/hindiii; (2) kultur dalam media ¼ LB; (3) kultur dalam media P; (4) kultur dalam media PB; (5) kultur dalam media T Seperti yang sudah dijelaskan pada sub bab IV.2.1.2, ketebalan pita DNA kromosom berkaitan dengan jumlah sel yang terkulturkan. Seperti halnya sampel kultivasi Kawah Hujan A, ketebalan pita DNA pada kultur dalam media PB dan ¼ LB sejalan dengan pertumbuhan kultur yang baik dilihat dari tingkat kekeruhan kultur dan waktu untuk pertumbuhannya. Demikian juga untuk kultur dalam media P yang menghasilkan pita paling tipis, tingkat kekeruhannya juga paling rendah dan waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan paling lama. Hal ini mirip dengan hasil kultivasi sampel Kawah Hujan A yang diungkapkan pada bagian sebelumnya. IV.3 Fragmen gen 16S rrna Analisis biodiversitas mikroba dari sampel Kawah Hujan A dan Kawah Hujan B dilakukan melalui pendekatan molekular. Identifikasi mikroba dari komunitas didasarkan pada urutan gen 16S rrna. Untuk kepentingan analisis DGGE, diperlukan fragmen DNA dengan ukuran maksimum 500 pb (Muyzer, 1999) sehingga dapat memberikan hasil analisis yang optimum. Pada penelitian yang telah dilakukan, fragmen gen 16S rrna yang digunakan untuk identifikasi 53

17 berukuran sekitar 350 pb. Fragmen tersebut diperoleh dengan cara amplifikasi PCR pada sebagian daerah gen 16S rrna dari DNA kromosom sampel Kawah Hujan A dan Kawah Hujan B, baik hasil filtrasi maupun kultivasi. Amplifikasi parsial gen 16S rrna dilakukan dengan menggunakan metode touchdown PCR. Pada 10 siklus pertama digunakan temperatur annealing antara 53 sampai 43 C dengan penurunan 1 C per siklus, sedangkan siklus selanjutnya pada temperatur annealing 43 C. Salah satu primer yang digunakan komplemen dengan daerah lestari pada domain bakteri (posisi pada gen 16S rrna Escherichia coli) dan primer yang lain didasarkan pada daerah lestari universal (posisi pada E. coli, dengan tambahan 40 basa GC-clamp). Pasangan primer yang digunakan dimaksudkan untuk mengamplifikasi daerah variabel V7-V8 pada gen 16S rrna. IV.3.1 Fragmen gen 16S rrna sampel Kawah Hujan A Seperti yang sudah diungkapkan pada sub bab IV.2.1.1, DNA kromosom yang diisolasi dari sampel filtrasi Kawah Hujan A, baik yang diisolasi menggunakan metode enzimatis maupun bead-beating, kemungkinan mengandung kontaminan berdasarkan warna larutan DNA-nya (kekuningan). Kedua sampel filtrasi pada mulanya tidak pernah berhasil diamplifikasi. Untuk mencari konsentrasi kontaminan minimal yang tidak mengganggu proses amplifikasi dilakukan pengenceran berseri terhadap DNA kromosom sebelum dijadikan template untuk amplifikasi. Variasi dilakukan pada 5x, 10x, 100x, dan 1000x pengenceran. Amplifikasi fragmen gen 16S rrna dari sampel Kawah Hujan A hasil filtrasi, dilakukan dari template DNA kromosom hasil dari berbagai pengenceran. Amplifikasi menghasilkan fragmen DNA dengan ukuran sekitar 390 pb, sesuai dengan ukuran yang diharapkan. Ukuran fragmen gen 16S rrna adalah sekitar 350 pb dan 40 basa tambahan berasal dari GC-clamp yang terdapat pada salah satu primer amplifikasi. Elektroforegram hasil amplifikasi diperlihatkan pada Gambar IV

18 Elektroforesis hasil amplifikasi PCR pada gel agarosa menunjukkan bahwa pengenceran 5x dan 1000x menghasilkan pita yang lebih tipis dibandingkan dengan pengenceran lainnya (Gambar IV.10, lajur 1 dan 4). Pada pengenceran 5x kemungkinan konsentrasi kontaminan masih cukup tinggi untuk mengganggu proses amplifikasi, sedangkan pada pengenceran 1000x konsentrasi template DNA terlalu rendah untuk menghasilkan produk PCR yang optimum. Pengenceran 10x dan 100x menghasilkan pita yang relatif sama tebal (Gambar IV.10, lajur 2 dan 3). Dengan demikian, pengenceran 10x merupakan konsentrasi optimum pada serial pengenceran yang dilakukan karena memberikan hasil amplifikasi yang baik dengan konsentrasi template DNA yang masih cukup tinggi pb Gambar IV.10 Elektroforegram fragmen gen 16S rrna hasil amplifikasi sampel filtrasi Kawah Hujan A yang diencerkan berseri (1) pengenceran template 5x; (2) pengenceran template 10x; (3) pengenceran template 100x; (4) pengenceran template 1000x; (5) kontrol negatif; (6) kontrol positif; (7) Marker puc19/hinfi. Posisi pita hasil amplifikasi ditunjukkan dengan arah panah. Berbeda dengan sampel hasil filtrasi, amplifikasi fragmen gen 16S rrna dari DNA kromosom sampel hasil kultivasi dari Kawah Hujan A berhasil dilakukan tanpa banyak mengalami kesulitan. Hasil amplifikasi masing-masing sampel menghasilkan fragmen DNA dengan ukuran sekitar 390 pb (Gambar IV.11). Kemudahan proses amplifikasi DNA kromosom dari sampel kultivasi dibandingkan dengan amplifikasi sampel filtrasi kemungkinan karena DNA kromosom sampel kultivasi tingkat kemurniannya lebih tinggi berdasarkan warna larutannya (bening) dan berasal dari jumlah sel yang lebih banyak. 55

19 pb Gambar IV.11 Elektroforegram fragmen gen 16S rrna hasil amplifikasi sampel kultivasi Kawah Hujan A (1) marker puc19/hinfi; (2) kultur dalam media PB; (3) kultur dalam media P; (4) kultur dalam media CzD; (5) kultur dalam media ¼ LB; (6) kultur dalam media T. Posisi pita hasil amplifikasi ditunjukkan dengan tanda panah. Berdasarkan warna larutan DNA kromosom sampel filtrasi yang berwarna kuning, kontaminan yang dapat mengganggu proses amplifikasi sampel diduga berasal dari senyawa asam humat yang biasa terkoekstraksi bersama DNA yang diisolasi dari sumber alami. Senyawa asam humat memiliki ukuran dan sifat yang mirip dengan DNA sehingga tidak mudah dipisahkan (Yeates et al., 1998). Beberapa metode untuk mendapatkan DNA murni yang diekstrak dari sampel tanah atau sedimen telah banyak dikembangkan seperti gradien CsCl, pengendapan berulang dan bertahap, penggunaan bermacam kolom mini berbasis filtrasi gel atau kromatografi, seperti resin penukar ion, membran gel silika dan gel filtrasi Sephacryl, dan penambahan senyawa-senyawa tertentu (Zhou et al., 1996; Harry et al., 1999). Pada umumnya, penggunaan gabungan beberapa kolom mini memberikan hasil yang paling baik (Zhou et al., 1996; Harry et al., 1999), akan tetapi memerlukan biaya yang tidak sedikit. Salah satu metode sederhana untuk mengurangi konsentrasi senyawa asam humat dan inhibitor lainnya adalah pengenceran berseri dari ekstrak kasar sampel DNA kromosom. Kelemahan terbesar metode pengenceran berseri adalah mengurangi limit deteksi yang bisa menimbulkan bias pada analisis komunitas mikroba. Pada 56

20 penelitian ini, pengaruh pengenceran terhadap deteksi diversitas mikroba akan dilihat dari profil DGGE hasil amplifikasi masing-masing pengenceran. IV.3.2 Fragmen gen 16S rrna sampel Kawah Hujan B Amplifikasi fragmen gen 16S rrna dari sampel Kawah Hujan B hasil filtrasi maupun kultivasi menghasilkan fragmen DNA dengan ukuran yang sama yaitu sekitar 390 pb (Gambar IV.12) pb Gambar IV.12 Elektroforegram fragmen gen 16S rrna hasil amplifikasi sampel Kawah Hujan B (1) marker puc19/hinfi; (2) hasil filtrasi (metode bead-beating); (3) hasil filtrasi (metode enzimatis); (4) kultur dalam media ¼ LB; (5) kultur dalam media ½ T. Posisi pita hasil amplifikasi ditunjukkan dengan tanda panah. Kemudahan proses amplifikasi menunjukkan tingkat kemurnian DNA cukup tinggi walaupun dari sampel filtrasi. Hal ini berbeda dengan sampel Kawah Hujan A yang memerlukan perlakuan khusus (untuk sampel filtrasi) sebelum dapat teramplifikasi. Senyawa asam humat diduga sebagai inhibitor amplifikasi pada sampel Kawah Hujan A. Asam humat terbentuk dari penguraian tumbuhan, hewan, dan sel mikroba oleh proses biologi atau kimia (Andelkovic et al., 2001; Coates et al., 2002). Kelarutan senyawa asam humat bergantung pada kondisi ph dan pada ph <2 senyawa ini tidak larut dalam air (Coates et al., 2002). Berdasarkan kondisi fisik kawah seperti yang sudah diungkapkan pada sub bab IV.1, Kawah Hujan B kemungkinan mengandung asam humat adalah lebih tinggi dibandingkan Kawah Hujan A karena berada di permukaan tanah. Akan tetapi, kondisi ph Kawah Hujan B yang sangat asam (ph <2) kemungkinan 57

21 menyebabkan senyawa asam humat tersebut terendapkan dan tidak ikut tersaring pada proses filtrasi (sub bab IV.2.2.1). Hal ini didukung oleh warna larutan DNA kromosom sampel Kawah Hujan B yang relatif lebih tidak berwarna. Dengan demikian, warna larutan DNA kelihatannya bisa dijadikan sebagai gambaran kasar mengenai tingkat kemurnian DNA terutama dari kontaminasi dengan senyawa berwarna seperti asam humat. IV.4 Profil DGGE Fragmen Gen 16S rrna Fragmen DNA hasil amplifikasi dari campuran mikroba perlu dipisahkan untuk melihat diversitasnya. Salah satu metode yang bisa digunakan untuk memisahkan campuran DNA adalah metode DGGE. Pemisahan DNA didasarkan pada penurunan mobilitas elektroforetik dari molekul DNA untai ganda yang terbuka sebagian pada gel poliakrilamid yang mengandung gradien linier denaturan DNA, yaitu campuran urea dan formamida (Muyzer dan Smalla, 1998). Pada penelitian ini digunakan gel poliakrilamid 8% dengan konsentrasi denaturan antara 30% - 40% yang memberikan pemisahan terbaik. Pita-pita DNA yang sudah terpisahkan pada gel DGGE kemudian dipotong dan dilarutkan untuk dijadikan template reamplifikasi. Primer yang digunakan untuk reamplikasi adalah sama dengan primer amplifikasi fragmen gen 16S rrna sebelum dipisahkan dengan cara DGGE, akan tetapi tanpa urutan GC-clamp. Masing-masing hasil reamplifikasi kemudian ditentukan urutan nukleotidanya. Semua urutan nukleotida sampel dilihat kemungkinan adanya chimera menggunakan program CHECK_CHIMERA dari RDPII ( (Maidak et al., 1996). IV.4.1 Profil DGGE sampel Kawah Hujan A Hasil pemisahan fragmen gen 16S rrna untuk Kawah Hujan A dapat dilihat pada Gambar IV.14. Profil pita dari sampel filtrasi dengan metode isolasi DNA secara enzimatis dan bead-beating tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Di antara sampel kultivasi ada sedikit perbedaan profil pita pada kultur dalam media berbeda, terutama pada media CzD yang menunjukkan pita lebih banyak dan 58

22 media T yang tidak memperlihatkan pita tebal di bagian bawah gel. Sedangkan antara sampel kultivasi dengan sampel filtrasi juga hanya menunjukkan sedikit perbedaan. Beberapa pita yang sangat tipis seperti FK-2, FK-4, FK-7, FK-8, FZ-3, FZ-5, dan FZ-8 tidak selalu muncul dalam gel DGGE (data tidak ditampilkan). Gambar IV.13 Profil DGGE komunitas mikroba Kawah Hujan A dan penomoran pita-pita yang dipotong dan direamplifikasi T: kultur campuran dalam media termus; PB: kultur campuran dalam media PB; P: kultur campuran dalam media P; CD: kultur campuran dalam media Czapek Dox; LB: kultur campuran dalam media ¼ LB; FK: hasil filtrasi dengan menggunakan metode lisis sel enzimatik; FZ: hasil filtrasi dengan menggunakan metode lisis bead-beating. Seperti diungkapkan pada sub bab IV.3.1, pengaruh pengenceran template DNA kromosom sampel filtrasi Kawah Hujan A terhadap deteksi diversitas mikroba akan dilihat dari profil DGGE hasil amplifikasi masing-masing pengenceran. Berdasarkan profil DGGE, proses pengenceran berseri tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap deteksi biodiversitasnya (Gambar IV.14). Bahkan pada pengenceran yang lebih tinggi, yaitu 100x dan 59

23 1000x, terlihat ada satu pita yang tidak muncul pada pengenceran 5x dan 10x (ditunjukkan dengan arah panah pada Gambar IV.14). Hasil ini menunjukkan bahwa metode pengenceran berseri bisa digunakan untuk mengatasi inhibisi reaksi amplifikasi PCR karena adanya kontaminan dengan memperkecil konsentrasi kontaminan Gambar IV.14 Elektroforegram hasil DGGE Kawah Hujan A. (1-4) amplikon hasil filtrasi KH A (metode enzimatik) dengan pengenceran berseri berturut-turut 5x, 10x, 100x, dan 1000x. Tanda panah menunjukan pita yang tidak muncul pada pengenceran 5x dan 10x IV.4.2 Profil DGGE sampel Kawah Hujan B Profil DGGE pada sampel Kawah Hujan B menunjukkan lebih banyak variasi, baik antara sampel filtrasi yang diperoleh dengan metode lisis enzimatis dan beadbeating, maupun antara sampel kultivasi dalam media berbeda. Pada sampel filtrasi dengan metode lisis enzimatis, pita-pita menyebar di sepanjang gel, sedanngkan sampel filtrasi dengan metode lisis bead-beating pita-pita terkonsentrasi di bagian atas dan bawah gel. Untuk sampel kultivasi, kultur dalam media P menghasilkan paling banyak pita dengan posisi menyebar di sepanjang gel, sedangkan media T dan ¼ LB memberikan pita yang relatif lebih sedikit (Gambar IV.15). Berdasarkan profil DGGE-nya sampel-sampel pada Kawah Hujan B kemungkinan menunjukkan deteksi biodiversitas yang berbeda-beda. 60

24 Gambar IV.15 Profil DGGE komunitas mikroba Kawah Hujan B dan penomoran pita-pita yang dipotong dan direamplifikasi T: kultur campuran dalam media T; PB: kultur campuran dalam media PB; P: kultur campuran dalam media P; LB: kultur campuran dalam media ¼ LB; FK: hasil filtrasi dengan menggunakan metode lisis sel enzimatik; FZ: hasil filtrasi dengan menggunakan metode lisis bead-beating. IV.4.3 Urutan fragmen gen 16S rrna sampel Kawah Hujan Pita-pita DGGE selanjutnya direamplifikasi untuk ditentukan urutannya. Posisiposisi pita DNA yang direamplifikasi berikut penomorannya ditunjukkan pada Gambar IV.13 untuk sampel Kawah Hujan A dan Gambar IV.15 untuk sampel Kawah Hujan B. Semua hasil reamplifikasi menunjukkan pita tunggal dengan ukuran sekitar 350 pb. Sebagian dari hasil reamplifikasi ditunjukkan pada Gambar IV

25 pb 517 pb 396 pb 214 pb Gambar IV.16 Elektroforegram hasil reamplifikasi pita-pita DGGE. (1)-(4) sampel filtrasi Kawah Hujan A; (5) marker puc19/hinfi; (6)-(8) sampel kultivasi Kawah Hujan B dalam media P Untuk sampel Kawah Hujan A, sekitar 10 pita dan 12 pita dari sampel filtrasi masing-masing dengan metode lisis enzimatis dan bead-beating telah berhasil direamplifikasi. Pada sampel kultivasi, sebagian besar pita cukup tebal berhasil direamplifikasi, akan tetapi beberapa pita tipis tidak dapat direamplifikasi. Sebagian besar pita-pita sampel Kawah Hujan B berhasil direamplifikasi. Dari sampel filtrasi, masing-masing sebanyak 13 dan 15 pita sampel filtrasi dengan metode lisis enzimatik dan bead-beating dapat direamplifikasi. Sedangkan sampel hasil kultivasi dapat teramplifikasi sebanyak 11 pita untuk sampel dari media PB, 17 pita dari media P, 4 pita dari media T, dan 5 pita dari media ¼ LB. Hasil reamplifikasi kemudian ditentukan urutan nukleotidanya. Keberhasilan sekuensing sangat menentukan ketepatan deteksi mikroba. Hasil sekuensing pitapita DGGE dari sampel kultivasi, Kawah Hujan A maupun Kawah Hujan B, pada umumnya memberikan puncak-puncak yang lebih tajam dibandingkan dengan hasil sekuensing sampel filtrasi pada elektroforegramnya. Beberapa pita seperti FK-2 dan FZ-11 pada sampel filtrasi Kawah Hujan A menunjukkan adanya chimera. Sedangkan pada sampel Kawah Hujan B, 7 pita menunjukkan adanya chimera, dan satu pita tidak memberikan hasil sekuensing yang baik. Untuk semua sampel dari Kawah Hujan A maupun Kawah Hujan B, pita-pita yang dianalisis lebih lanjut adalah pita-pita yang tidak menunjukkan adanya 62

26 chimera dan cukup jelas terlihat di dalam gel. Sebanyak 67 urutan nukleotida telah disimpan ke GenBank dengan nomor akses (accession number) EU EU Nomor akses untuk masing-masing sampel dapat dilihat pada lampiran C. Pada beberapa elektroforegram hasil sekuensing, terutama untuk sampel hasil filtrasi, terdapat puncak-puncak pendek di samping puncak utamanya (contoh elektroforegram hasil sekuensing dapat dilihat pada Lampiran D). Untuk mengetahui penyebab tersebut, pada penelitian ini telah dilakukan amplifikasi dari gel DGGE yang tidak menunjukkan adanya pita DNA. Luas gel yang dipotong adalah sekitar 10 kali luas rata-rata gel yang berpita. Hasil amplifikasi menunjukkan bahwa gel kosong di antara pita-pita pada 2 posisi yang berbeda menunjukkan hasil amplifikasi yang cukup tebal (Gambar IV.17. lajur 1-2). Sedangkan hasil amplifikasi gel di atas pita tertinggi jauh lebih tipis (Gambar IV.17 lajur 5). Hasil amplifikasi yang tipis juga diperoleh dari bagian di atas pita utama pada gel DGGE dari mikroba kultur tunggal (data DGGE tidak ditampilkan) yang hanya memiliki sedikit profil pita (Gambar IV.17 lajur 6). Amplifikasi gel di bawah pita terbawah pada 2 tempat berbeda tidak memberikan hasil yang signifikan (Gambar IV.17 lajur 4 dan 7). Adanya hasil amplifikasi tersebut di atas bisa disebabkan oleh beberapa kemungkinan. Salah satu diantaranya adalah adanya hasil amplifikasi DNA yang tidak dominan, karena jumlah template yang terlalu sedikit atau primer yang tidak terlalu sesuai, tidak memberikan pita yang jelas pada gel DGGE. Untuk sampelsampel yang langsung diambil dari habitat alami, adanya biodiversitas mikroba yang tinggi dalam jumlah (populasi) yang berbeda-beda sangat memungkinkan. Sedangkan biodiversitas kultur kemungkinan didominasi oleh mikroba-mikroba tertentu yang paling sesuai dengan nutrisi yang disediakan. Hasil amplifikasi di atas dihasilkan dari gel dengan luas 10x gel berpita. Dengan demikian, kemungkinan kontaminasi terhadap konsentrasi DNA template pita utama (sampel) akan kecil kemungkinannya untuk mempengaruhi hasil sekuensing, akan tetapi bisa memberikan background pada puncak-puncak hasil sekuensing. 63

27 pb Gambar IV.17 Elektroforegram hasil reamplifikasi gel DGGE tanpa pita. (1-2) posisi di antara pita-pita; (3) kontrol negatif; (4,7) posisi di bawah pita terendah; (5) posisi di atas pita tertinggi; (6) posisi di antara pita dari kultur koloni tunggal; (8) marker puc/hinfi. IV.5 Kekerabatan terdekat Sampel Mikroba Kawah Hujan Analisis filogenetik dimaksudkan untuk melihat hubungan kekerabatan terdekat antara urutan fragmen gen 16S rrna sampel dengan urutan DNA mikroba yang sudah ditemukan saat ini. Terhadap urutan DNA sampel dilakukan penjajaran dengan data nukleotida yang ada di GenBank dengan menggunakan program BLASTN ( Semua urutan DNA yang menunjukkan kemiripan tertinggi dengan urutan sampel pada hasil penjajaran dijadikan sebagai urutan pembanding pada pembuatan pohon filogenetik. Metode yang dipakai dalam penyusunan pohon filogenetik adalah metode jarak melalui program DNADIST (Phylip versi 3.6) dengan menggunakan model F84 untuk model substitusi nukleotida. IV.5.1 Kekerabatan terdekat sampel Kawah Hujan A IV Kekerabatan terdekat sampel hasil filtrasi dari Kawah Hujan A Berdasarkan pendekatan filogenetik molekular yang digunakan pada penelitian ini, komunitas mikroba yang terdeteksi ada pada Kawah Hujan A menunjukkan diversitas yang rendah. Semua urutan fragmen gen 16S dari sampel Kawah Hujan A tanpa kultivasi yang diperoleh melalui lisis sel enzimatik maupun bead-beating menunjukkan kedekatan dengan kelompok bakteri. Urutan DNA dari metode lisis sel enzimatik sebagian besar membentuk cluster paling dekat dengan gamma Proteobakteria dan satu urutan berada di antara gamma dan beta Proteobakteria 64

28 (Gambar IV.18). Hasil yang hampir sama ditunjukkan oleh urutan DNA yang dilisis dengan metode bead-beating (Gambar IV.19). Kemiripan hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa kedua metode lisis sel yang digunakan tidak memberikan perbedaan yang signifikan dalam mendeteksi ragam mikroba dari sampel Kawah Hujan A. Hasil penjajaran urutan nukleotida di antara sampel Kawah Hujan A yang membentuk satu cluster pada pohon filogenetik, baik hasil lisis sel secara enzimatik maupun bead-beating, menunjukkan variasi yang cukup tinggi (Gambar IV.20A-B). Pada umumnya perbedaan di antara urutan-urutan nukleotida tersebut mencapai 4% atau lebih dan terjadi di daerah variabel V7 dan V8. Beberapa perbedaan yang teramati di luar daerah variabel V7 dan V8 juga tidak terjadi di daerah lestari, kecuali untuk sampel K6 dan Z7 yang menunjukkan perbedaan satu basa di daerah lestari (ditunjukkan oleh arah panah pada Gambar IV.20A-B). Posisi daerah variabel dan daerah lestari pada gen 16S rrna E. coli dapat dilihat pada Lampiran E. Variasi urutan yang cukup besar teramati juga pada hasil penjajaran urutan DNA sampel dengan urutan DNA mikroba kelompok gamma Proteobakteria pembanding yang berdekatan pada pohon filogenetik (Gambar IV.21). Perbedaan urutan terutama teramati pada daerah variabel V7 maupun V8, dan beberapa urutan variabel di luar V7 dan V8 kecuali untuk sampel K6 dan Z7 yang secara konsisten menunjukkan perbedaan di daerah lestari. 65

29 Gambar IV.18 Pohon filogenetik urutan fragmen gen 16S rrna sampel filtrasi Kawah Hujan A dengan metode lisis sel enzimatis Gambar IV.19 Pohon filogenetik urutan fragmen gen 16S rrna sampel filtrasi Kawah Hujan A dengan metode lisis sel bead-beating 66

30 A V7 V8 B V7 V8 Gambar IV.20. Hasil penjajaran urutan fragmen gen 16S rrna sampel Kawah Hujan A hasil filtrasi (A) sampel hasil lisis sel secara enzimatis; (B) sampel hasil lisis sel dengan bead-beating. Daerah berwarna abu-abu merupakan domain variabel V7dan V8. Tanda panah hitam menunjukkan perbedaan urutan sampel di daerah lestari (conserved). Tanda titil (.) menunjukkan urutan nukleotida yang sama. 67

31 V7 V8 Gambar IV.21 Hasil penjajaran urutan fragmen gen 16S rrna sampel filtrasi Kawah Hujan A dengan urutan pembanding Daerah variable V7 dan V8 ditunjukkan dengan warna abu-abu. Perbedaan urutan sampel di daerah lestari (conserved) ditunjukkan dengan kotak. Tanda titil (.) menunjukkan urutan nukleotida yang sama. 68

32 Di dalam sel, gen 16S rrna biasanya berjumlah lebih dari satu kopi (multi copy). Variasi urutan nukleotida dari masing-masing kopi dapat berbeda-beda (Case et al., 2007). Salah satu contoh hasil penjajaran gen 16S rrna multi kopi yang diambil dari urutan genom lengkap spesies Geobacillus kaustophilus dan Methylococcus capsulatus pada posisi yang bersesuaian dengan urutan sampel menunjukkan hampir tidak ada perbedaan (Gambar IV.22). Pada spesies Geobacillus kaustophilus dari 9 multi kopi fragmen gen 16S rrna, 7 kopi memiliki urutan nukleotida yang sama, satu kopi menunjukkan perbedaan satu basa dan satu kopi lainnya terdapat 4 nukleotida yang berbeda. Sedangkan 2 kopi pada Methylococcus capsulatus menunjukkan urutan yang sama. A B Gambar IV.22 Hasil penjajaran urutan fragmen gen 16S rrna multi kopi. (A) Geobacillus kaustophilus; (B) Methylococcus capsulatus Berdasarkan kemiripan urutan multi kopi fragmen gen 16S rrna pada satu spesies, perbedaan urutan nukleotida di antara sampel mengindikasikan bahwa 69

33 urutan fragmen gen 16S rrna tersebut bukan berasal dari organisme yang sama. Variasi urutan yang terjadi di daerah variabel dapat menunjukkan perbedaan pada level genus atau spesies. Perbedaan urutan yang cukup tinggi antara sampel Kawah Hujan A dengan pembanding menunjukkan bahwa mikroba yang teridentifikasi dari sampel Kawah Hujan A berbeda dengan mikroba yang sudah terkulturkan saat ini walaupun masih berada dalam kelas yang sama, yaitu gamma Proteobakteria. Adanya perbedaan di daerah lestari memperbesar kemungkinan bahwa mikroba yang terdeteksi pada sampel Kawah Hujan A merupakan mikroba yang khas dan berbeda dengan yang sudah terdeteksi dari tempat lain. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, Kawah Hujan A memiliki temperatur dan tekanan tinggi. Kondisi tersebut dan letak sumber air yang berada di bawah permukaan tanah menyebabkan Kawah Hujan A kemungkinan besar merupakan habitat yang anoksik. Dengan demikian, mikroba yang hidup dominan pada habitat tersebut, selain bersifat termofilik diduga bersifat anaerob dan memiliki toleransi terhadap tekanan (barotoleran). Pada sel mikroba, temperatur dan tekanan tinggi akan mempengaruhi fisiologi dan biokimia sel seperti struktur dan aktivitas membran dan proteinnya (Madigan dan Martinko, 2006). Keunikan kondisi Kawah Hujan A diduga akan menyebabkan mikroba yang terdeteksi pada kawah tersebut juga bersifat unik. Dugaan ini diperkuat dengan hasil penjajaran urutan fragmen gen 16S rrna sampel yang menunjukkan perbedaan dibandingkan dengan urutan yang sudah ditemukan saat ini. Keterbatasan diversitas komunitas Kawah Hujan A yang hanya didominasi oleh kelompok gamma Proteobakteria kemungkinan karena hanya mikroba yang mampu menempel pada batuan dan sedimen yang dapat bertahan hidup dalam arus bertekanan tinggi dengan sumber nutrisi yang rendah. Habitat dengan kondisi berarus seperti di aliran Octopus Spring dan Calcite Springs juga menunjukkan diversitas mikroba yang rendah. Octopus Spring didominasi oleh bakteri pink filament dan cyanobacteria (Reysenbach et al., 1994; Ferris et al., 1996; Huber et al., 1998) sedangkan Calcite Springs didominasi oleh archaea (Reysenbach et al., 2000). Kedua tempat tersebut berada di Yellowstone National Park, USA. 70

34 Kelompok gamma Proteobakteria beberapa spesiesnya dikenal karena bersifat pathogen. Akan tetapi, pada saat ini gamma Proteobakteria banyak terdeteksi pada lingkungan termal seperti sumber air panas (Baker et al., 2001; Ghosh et al., 2003; Khalil et al., 2006) dan lubang hidrotermal (Hou et al., 2004), dan juga pada batuan bertekanan sangat tinggi (Zhang et al., 2005). Selain itu, gamma Proteobakteria seringkali merupakan kelompok bakteri utama yang terkulturkan dari bawah permukaan tanah (Biddle et al., 2005), dan beberapa diketahui merupakan bakteri pengoksidasi besi (Edwards, et al., 2003; Dhugana et al., 2007). IV Kekerabatan terdekat sampel hasil kultivasi dari Kawah Hujan A Biodiversitas mikroba dari sampel Kawah Hujan A yang ditumbuhkan dalam beberapa media kompleks berbeda dengan kelompok mikroba yang terdeteksi pada hasil filtrasi. Sebagian besar urutan fragmen gen 16S rrna dari mikroba yang ditumbuhkan dalam media berbeda membentuk cluster yang dekat dengan Anoxybacillus, dua urutan lebih dekat dengan Geobacillus, dan satu dekat dengan Thermus (Gambar IV.23). Anoxybacillus dan Geobacillus keduanya termasuk dalam filum Firmicutes, sedangkan Thermus termasuk filum Deinococcus. 71

35 Gambar IV.23 Pohon filogenetik urutan fragmen gen 16S rrna sampel Kawah Hujan A hasil kultivasi dalam beberapa media 72

36 A V7 V8 B V7 C V8 Gambar IV.24 Hasil penjajaran urutan fragmen gen 16S rrna sampel Kawah Hujan A hasil kultivasi (A) dekat dengan Anoxybacillus; (B) dekat dengan Geobacillus; (C) dekat dengan Thernus. Daerah hipervariabel V7dan V8 ditunjukkan dengan kotak abu-abu. Perbedaan urutan sampel di daerah lestari ditunjukkan dengan panah. 73

37 Hasil penjajaran urutan nukleotida sampel dengan mikroba pembanding terdekatnya menunjukkan adanya perbedaan, baik dari kelompok urutan yang membentuk cluster dengan Anoxybacillus, Geobacillus, maupun Thermus (Gambar IV.24). Perbedaan urutan sampel yang dekat dengan kelompok Anoxybacillus terutama berada pada daerah variabel V7. Dua sampel (PB2 dan T3) memperlihatkan perbedaan satu basa di daerah lestari (Gambar IV.24A). Perbedaan urutan sampel yang dekat dengan kelompok Thermus dan Geobacillus tidak sebanyak kelompok Anoxybacillus. Perbedaan hanya teramati pada beberapa basa saja di daerah variabel. Dalam pohon filogenetiknya, urutan sampel yang dekat dengan kelompok Anoxybacillus membentuk cluster berbeda terhadap kelompok Anoxybacillus yang sudah terkulturkan. Berdasarkan hasil penjajaran urutan nukleotida, mikroba yang terdeteksi dekat dengan Thermus (Gambar IV.24B) dan Geobacillus (Gambar IV.24C) kemungkinan memiliki kedekatan yang sangat tinggi dengan Thermus dan Geobacillus yang sudah diisolasi saat ini. Sedangkan untuk sampel yang memiliki kedekatan dengan Anoxybacillus yang menunjukkan perbedaan urutan nukleotida cukup tinggi dibandingkan dengan urutan pembanding kemungkinan merupakan galur berbeda dengan yang sudah ada saat ini. Keberadaan Geobacillus dan Anoxybacillus pada Kawah Hujan A tidak mengherankan karena kedua organisme ini banyak ditemukan pada area geotermal (Pikuta et al., 2000; Baker et al., 2001; Belduz et al., 2003; Indrajaya dkk, 2003; McMullan et al., 2004; Akhmaloka et al., 2006; Pavlostathis et al., 2006; Faiz et al., 2007). Geobacillus dan Anoxybacillus merupakan bakteri gram positif berbentuk batang, dapat berspora, dan dapat menggunakan banyak macam sumber karbon untuk pertumbuhan secara heterotrop atau autotrop. Geobacillus bersifat aerobik dan anaerobik fakultatif, sedangkan Anoxybacillus bersifat anaerobik dan anaerobik fakultatif. Penanganan sampel yang bersifat aerobik tanpa aerasi masih memungkinkan untuk menumbuhkan mikroba yang bersifat aerob maupun anaerob fakultatif (Madigan dan Martinko, 2006). 74

BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Masalah BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Masalah Penelitian mengenai biodiversitas mikroba termofilik telah membuka banyak informasi mengenai interaksi mikroba dengan lingkungannya (Newman dan Banfield, 2002).

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 24 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi dan Purifikasi Bakteri Isolasi merupakan proses pemindahan organisme dari habitat asli ke dalam suatu habitat baru untuk dapat dikembangbiakkan. Purifikasi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizki Indah Permata Sari,2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizki Indah Permata Sari,2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara tropis yang dikelilingi oleh perairan dengan luas lebih dari 60% dari wilayah teritorialnya. Perairan Indonesia memiliki sumberdaya hayati

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 14 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Konfirmasi bakteri C. violaceum dan B. cereus dilakukan dengan pewarnaan Gram, identifikasi morfologi sel bakteri, sekuensing PCR 16s rdna dan uji kualitatif aktivitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi DNA Metode isolasi dilakukan untuk memisahkan DNA dari komponen sel yang lain (Ilhak dan Arslan, 2007). Metode isolasi ini sesuai dengan protokol yang diberikan oleh

Lebih terperinci

BAB III Alat, Bahan dan Metode Penelitian

BAB III Alat, Bahan dan Metode Penelitian BAB III Alat, Bahan dan Metode Penelitian Pada bagian ini akan diuraikan mengenai peralatan, bahan, dan metode yang digunakan dalam penelitian. III.1 Alat-alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunitas mikroba dari sampel tanah yang dapat diisolasi dengan kultivasi sel

BAB I PENDAHULUAN. komunitas mikroba dari sampel tanah yang dapat diisolasi dengan kultivasi sel BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pendekatan klasik untuk memperoleh akses biokatalis baru adalah dengan menumbuhkembangkan mikroorganisme dari sampel lingkungan, seperti tanah dalam media berbeda dan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran tanaman. Secara kimiawi tanah berfungsi sebagai

Lebih terperinci

EKSTRAKSI DNA. 13 Juni 2016

EKSTRAKSI DNA. 13 Juni 2016 EKSTRAKSI DNA 13 Juni 2016 Pendahuluan DNA: polimer untai ganda yg tersusun dari deoksiribonukleotida (dari basa purin atau pirimidin, gula pentosa,dan fosfat). Basa purin: A,G Basa pirimidin: C,T DNA

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan disajikan hasil dan pembahasan berdasarkan langkah-langkah penelitian yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya dalam empat bagian yang meliputi; sampel mtdna,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tumbuhan saat ini telah menjadi sumber karbon terbarukan dan sumber energi baru yang ada di bumi. Setiap tahunnya tumbuhan dapat memproduksi sekitar 4 x

Lebih terperinci

BIODIVERSITAS MIKROBA TERMOFILIK PADA SAMPEL KAWAH HUJAN, KAMOJANG-JAWA BARAT DISERTASI

BIODIVERSITAS MIKROBA TERMOFILIK PADA SAMPEL KAWAH HUJAN, KAMOJANG-JAWA BARAT DISERTASI BIODIVERSITAS MIKROBA TERMOFILIK PADA SAMPEL KAWAH HUJAN, KAMOJANG-JAWA BARAT DISERTASI Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor dari Institut Teknologi Bandung Oleh: HENI YOHANDINI

Lebih terperinci

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD)  HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri 11 didinginkan. absorbansi diukur pada panjang gelombang 410 nm. Setelah kalibrasi sampel disaring dengan milipore dan ditambahkan 1 ml natrium arsenit. Selanjutnya 5 ml sampel dipipet ke dalam tabung

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA

RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA OPTIMASI PEMISAHAN DAN UJI AKTIVITAS PROTEIN ANTIBAKTERI DARI CAIRAN SELOM CACING TANAH Perionyx excavatus. Oleh : Yumaihana MSi Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak,

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dari bulan Agustus 2006 sampai Juli 2007, bertempat di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi

Lebih terperinci

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA LAMPIRAN 15 15 Lampiran 1 Tahapan penelitian Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri Isolasi DNA kromosom bakteri Pemotongan DNA dengan enzim restriksi Kloning DNA Isolasi DNA plasmid hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Isolat Lumpur Aktif Penghasil Bioflokulan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Isolat Lumpur Aktif Penghasil Bioflokulan HASIL DAN PEMBAHASAN Isolat Lumpur Aktif Penghasil Bioflokulan Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa bioflokulan dapat bersumber dari mikrob yang ada di dalam lumpur aktif (LA) dan tanah (Shimizu

Lebih terperinci

2014 KINETIKA PERTUMBUHAN DAN ISOLASI GENOMIK KONSORSIUM BAKTERI HYDROTHERMAL VENT KAWIO MENGGUNAKAN MEDIUM MODIFIKASI LB

2014 KINETIKA PERTUMBUHAN DAN ISOLASI GENOMIK KONSORSIUM BAKTERI HYDROTHERMAL VENT KAWIO MENGGUNAKAN MEDIUM MODIFIKASI LB BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama beberapa dekade ini, manusia beranggapan laut dalam itu merupakan lingkungan yang tidak layak huni untuk berbagai jenis organisme. Hal ini disebabkan antara lain

Lebih terperinci

Kajian Pengolahan Air Gambut Dengan Upflow Anaerobic Filter dan Slow Sand Filter. Oleh: Iva Rustanti Eri /

Kajian Pengolahan Air Gambut Dengan Upflow Anaerobic Filter dan Slow Sand Filter. Oleh: Iva Rustanti Eri / Kajian Pengolahan Air Gambut Dengan Upflow Anaerobic Filter dan Slow Sand Filter Oleh: Iva Rustanti Eri / 3307201001 Senyawa Dominan Air Gambut Tujuan Penelitian Melakukan kajian terhadap: 1. kondisi lingkungan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 1.2 Hasil Pengamatan Bentuk Sel dan Pewarnaan Gram Nama. Pewarnaan Nama

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 1.2 Hasil Pengamatan Bentuk Sel dan Pewarnaan Gram Nama. Pewarnaan Nama BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada pengujian awal, terhadap 29 bakteri dilakukan pewarnaan Gram dan pengamatan bentuk sel bakteri. Tujuan dilakukan pengujian awal adalah untuk memperkecil kemungkinan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumber-Sumber Air Sumber-sumber air bisa dikelompokkan menjadi 4 golongan, yaitu: 1. Air atmosfer Air atmesfer adalah air hujan. Dalam keadaan murni, sangat bersih namun keadaan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 19 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2010 di Laboratorium Mikrobiologi, Biokimia dan Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. telah banyak dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenomena munculnya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. telah banyak dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenomena munculnya BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian terhadap urutan nukleotida daerah HVI mtdna manusia yang telah banyak dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenomena munculnya rangkaian poli-c merupakan fenomena

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan 27 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Isolasi Enzim katalase dari kentang Enzim katalase terdapat dalam peroksisom, organel yang ditemukan pada jaringan tumbuhan di luar inti sel kentang sehingga untuk mengekstraknya

Lebih terperinci

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB. Kolokium Ajeng Ajeng Siti Fatimah, Achmad Farajallah dan Arif Wibowo. 2009. Karakterisasi Genom Mitokondria Gen 12SrRNA - COIII pada Ikan Belida Batik Anggota Famili Notopteridae. Kolokium disampaikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon DNA genomik sengon diisolasi dari daun muda pohon sengon. Hasil uji integritas DNA metode 1, metode 2 dan metode 3 pada gel agarose dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah keadaan lingkungan. Salah satu komponen lingkungan. kebutuhan rumah tangga (Kusnaedi, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah keadaan lingkungan. Salah satu komponen lingkungan. kebutuhan rumah tangga (Kusnaedi, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat di antaranya tingkat ekonomi, pendidikan, keadaan lingkungan, dan kehidupan sosial budaya. Faktor yang penting

Lebih terperinci

PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT

PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT I. Tujuan Percobaan ini yaitu: PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT Adapun tujuan yang ingin dicapai praktikan setelah melakukan percobaan 1. Memisahkan dua garam berdasarkan kelarutannya pada suhu tertentu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh pada penelitian ini diawali dengan pemeriksaan karakteristik morfologi dan kemurnian isolat bakteri yang digunakan. Isolat bakteri yang digunakan adalah BAL indigenous

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Biokimia, Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 18 BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang diperoleh dari berbagai sumber, tergantung pada kondisi daerah setempat. Kondisi sumber air pada setiap

Lebih terperinci

LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM)

LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DNA GENOM TUJUAN 16s rrna. Praktikum

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober 2011 sampai Oktober 2012. Sampel gubal dan daun gaharu diambil di Desa Pulo Aro, Kecamatan Tabir Ulu, Kabupaten

Lebih terperinci

Uji Sitotoksik Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Sitotoksik Analisis Siklus Sel dengan Flow Cytometry

Uji Sitotoksik Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Sitotoksik Analisis Siklus Sel dengan Flow Cytometry 8 serta doxorubicin 1 µm. Penentuan nilai konsentrasi pada flow cytometry berdasarkan daya penghambatan yang dimungkinkan pada uji sel hidup dan rataan tengah dari range konsentrasi perlakuan. Uji Sitotoksik

Lebih terperinci

Pengujian Inhibisi RNA Helikase Virus Hepatitis C (Utama et al. 2000) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekspresi dan Purifikasi RNA

Pengujian Inhibisi RNA Helikase Virus Hepatitis C (Utama et al. 2000) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekspresi dan Purifikasi RNA 8 kromatografi kemudian diuji aktivitas inhibisinya dengan metode kolorimetri ATPase assay. Beberapa fraksi yang memiliki aktivitas inhibisi yang tinggi digunakan untuk tahapan selanjutnya (Lampiran 3).

Lebih terperinci

Pengujian DNA, Prinsip Umum

Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Danau Kakaban menyimpan berbagai organisme yang langka dan unik. Danau ini terbentuk dari air laut yang terperangkap oleh terumbu karang di sekelilingnya akibat adanya aktivitas

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Peralatan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol sampel, beaker glass, cool box, labu

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di 25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di Laboratorium Instrumentasi dan Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) Bahan utama yang digunakan sebagai substrat untuk proses fermentasi acar ini adalah kubis putih yang berasal dari daerah Getasan, Kopeng (Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan, baik itu kehidupan manusia maupun kehidupan binatang dan tumbuh-tumbuhan. Air adalah merupakan bahan yang sangat vital

Lebih terperinci

III. NUTRISI DAN MEDIUM KULTUR MIKROBA

III. NUTRISI DAN MEDIUM KULTUR MIKROBA III. NUTRISI DAN MEDIUM KULTUR MIKROBA Medium pertumbuhan (disingkat medium) adalah tempat untuk menumbuhkan mikroba. Mikroba memerlukan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan energi dan untuk bahan pembangun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi ini membutuhkan primer spesifik (sekuen oligonukelotida khusus) untuk daerah tersebut. Primer biasanya terdiri dari 10-20 nukleotida dan dirancang berdasarkan daerah konservatif

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Lampung pada bulan Juli - Agustus 2011. B. Materi Penelitian B.1. Biota Uji Biota

Lebih terperinci

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT DI SUSUN OLEH : NAMA : IMENG NIM : ACC 109 011 KELOMPOK : 2 ( DUA ) HARI / TANGGAL : SABTU, 28 MEI 2011

Lebih terperinci

Media Kultur. Pendahuluan

Media Kultur. Pendahuluan Media Kultur Materi Kuliah Bioindustri Minggu ke 4 Nur Hidayat Pendahuluan Medium untuk pertumbuhan skala laboratorium umumnya mahal sehingga dibutuhkan perubahan agar dapat dipakai medium yang murah sehingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Virus Hepatitis B Gibbon Regio Pre-S1 Amplifikasi Virus Hepatitis B Regio Pre-S1 Hasil amplifikasi dari 9 sampel DNA owa jawa yang telah berstatus serologis positif terhadap antigen

Lebih terperinci

Purifikasi DNA Kromosom Geobacillus sp. dytae-14 Menggunakan Kolom Silika dengan Denaturan Urea

Purifikasi DNA Kromosom Geobacillus sp. dytae-14 Menggunakan Kolom Silika dengan Denaturan Urea ABSTRACT Jurnal Sains dan Matematika Vol. 19 (4): 101-106 (2011) Purifikasi DNA Kromosom Geobacillus sp. dytae-14 Menggunakan Kolom Silika dengan Denaturan Urea Budi Putri Ayu, Purbowatiningrum Ria S.,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup lilin untuk membentuk corak hiasannya, membentuk sebuah bidang pewarnaan. Batik merupakan salah satu kekayaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

Pengambilan sampel tanah dari lahan tambang timah di Belitung. Isolasi bakteri pengoksidasi besi dan sulfur. Pemurnian isolat bakteri

Pengambilan sampel tanah dari lahan tambang timah di Belitung. Isolasi bakteri pengoksidasi besi dan sulfur. Pemurnian isolat bakteri Lampiran 1. Skema Kerja Penelitian Pengambilan sampel tanah dari lahan tambang timah di Belitung Isolasi bakteri pengoksidasi besi dan sulfur Pemurnian isolat bakteri Karakteriasi isolat bakteri pengoksidasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Bakteri Penitrifikasi Sumber isolat yang digunakan dalam penelitian ini berupa sampel tanah yang berada di sekitar kandang ternak dengan jenis ternak berupa sapi,

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Lumbrokinase merupakan enzim fibrinolitik yang berasal dari cacing tanah L. rubellus. Enzim ini dapat digunakan dalam pengobatan penyakit stroke. Penelitian mengenai lumbrokinase,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang jahe segar yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Aromatik dan Obat (Balitro) Bogor berumur 8

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG DAFTAR ISI ABSTRAK... Error! ABSTRACT... Error! KATA PENGANTAR... Error! DAFTAR ISI... i DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG... Error! BAB I PENDAHULUAN... Error! 1.1 Latar Belakang... Error! 1.2 Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

PENGARUH LOGAM BERAT PB TERHADAP PROFIL PROTEIN ALGA MERAH ( (Gracillaria

PENGARUH LOGAM BERAT PB TERHADAP PROFIL PROTEIN ALGA MERAH ( (Gracillaria TUGAS AKHIR SB 1358 PENGARUH LOGAM BERAT PB TERHADAP PROFIL PROTEIN ALGA MERAH ( (Gracillaria sp.) OLEH: HENNY ANDHINI OKTAVIA (1504 100 022) DOSEN PEMBIMBING: 1. KRISTANTI INDAH.P.,S.si.,M.si 2. TUTIK

Lebih terperinci

Kultivasi, reproduksi dan pertumbuhan Bakteri

Kultivasi, reproduksi dan pertumbuhan Bakteri Kultivasi, reproduksi dan pertumbuhan Bakteri 1. Persyaratan Nutrisi Bakteri 2. Tipe-tipe Nutrisi Bakteri 3. Kondisi Fisik yang dibutuhkan untuk pertumbuhan Bakteri 4. Reproduksi Bakteri 5. Pertumbuhan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Perlakuan Penelitian ini terdiri dari enam perlakuan yang masing-masing diberi 3 kali ulangan. Perlakuan yang diberikan berupa perendaman dengan dosis relhp berbeda yaitu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan STOIKIOMETRI Pengertian Stoikiometri adalah ilmu yang mempelajari dan menghitung hubungan kuantitatif dari reaktan dan produk dalam reaksi kimia (persamaan kimia) Stoikiometri adalah hitungan kimia Hubungan

Lebih terperinci

: Komposisi impurities air permukaan cenderung tidak konstan

: Komposisi impurities air permukaan cenderung tidak konstan AIR Sumber Air 1. Air laut 2. Air tawar a. Air hujan b. Air permukaan Impurities (Pengotor) air permukaan akan sangat tergantung kepada lingkungannya, seperti - Peptisida - Herbisida - Limbah industry

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM

BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM IV.1. Umum Air baku adalah air yang memenuhi baku mutu air baku untuk dapat diolah menjadi air minum. Air baku yang diolah menjadi air minum dapat berasal dari

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 HASIL 3.1.1 Isolasi Vibrio harveyi Sebanyak delapan isolat terpilih dikulturkan pada media TCBS yaitu V-U5, V-U7, V-U8, V-U9, V-U24, V-U27, V-U41NL, dan V-V44. (a) (b) Gambar

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2013 di Laboratorium

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2013 di Laboratorium 29 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2013 di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa, Laboratorium Biokimia, dan Laboratorium

Lebih terperinci

Gambar Penerapan metode..., Anglia Puspaningrum, FMIPA UI, 2008

Gambar Penerapan metode..., Anglia Puspaningrum, FMIPA UI, 2008 Gambar 52 Gambar 1. Hasil elektroforesis Escherichia coli ATCC 25922 yang diisolasi menggunakan CTAB dan diamplifikasi dengan PCR [lajur 1 dan lajur 2]. 650 pb 500 pb Gambar 2. Hasil elektroforesis sampel

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN BAB VI PEMBAHASAN Praktikum kali ini membahas mengenai isolasi khamir pada cider nanas. Cider merupakan suatu produk pangan berupa minuman hasil fermentasi dengan kandungan alkohol antara 6,5% sampai sekitar

Lebih terperinci

Y ij = µ + B i + ε ij

Y ij = µ + B i + ε ij METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2008 sampai bulan September 2009. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Bagian Teknologi Hasil Ternak Perah dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, bertempat di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci