Potensi Penerimaan Negara: Optimalisasi Potensi Pajak dan Penerimaan dari Industri Ekstraktif
|
|
- Lanny Setiabudi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PAJAK DAN LIFTING MINYAK Potensi Penerimaan Negara: Optimalisasi Potensi Pajak dan Penerimaan dari Industri Ekstraktif Perkembangan pendapatan negara selama (setidaknya) lima tahun terakhir sebagaimana tergambar dalam tabel di bawah ini, tahun 2007 hingga 2011, cenderung meningkat hampir di seluruh pos penerimaan. Akan tetapi tampak juga terlihat bahwa peningkatan itu terbilang lambat meskipun selama sepuluh tahun terakhir secara kumulatif peningkatan secara agregat telah berlipat dua kali, atau melampaui seratus persen. TOTAL PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH, (miliar rupiah) Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah 707, , , , ,086, A. Penerimaan Dalam Negeri 706, , , , ,086, Penerimaan Perpajakan 490, , , , , a. Pajak Dalam negeri 470, , , , , b. Pajak Perdagangan Internasional 20, , , , , Penerimaan Negara Bukan Pajak 215, , , , , a. Penerimaan SDA 132, , , , , SDA Migas 124, , , , , Non Migas 8, , , , , b. Bagian Laba BUMN 23, , , , , c. PNBP Lainnya 56, , , , ,342, d. Pendapatan BLU 2, , , , , B. Hibah 1, , , , , PDB Nominal (Milyar Rp) 3,950, ,951, ,613, ,253, ,006, Sumber : Nota Keuangan 2011 Dari tabel terlihat bahwa pendapatan negara dan hibah pada tahun 2010 ini akan mendekati seribu trilyun rupiah, dan akan lebih pada tahun Sayang angka tersebut masih tekor, atau defisit, untuk membiayai proyeksi kebutuhan pendanaan belanja yang telah melebihi angka seribu trilyun rupiah, yakni Rp ,6 miliar pada tahun 2010, dan diproyeksikan mencapai Rp ,5, pada tahun Angka tekor yang diproyeksikan pada tahun 2010 adalah sebesar Rp ,7 miliar yang setara dengan 2,1 produk domestik bruto (PDB), dan pada tahun 2011 diproyeksikan sebesar Rp ,6 milyar, atau setara dengan 1,7 PDB. Deretan angka defisit ini melestarikan atau bahkan meningkat dari angka defisit tahun-tahun belakangan. Pemerintah mendalilkan bahwa kenaikan defisit APBN dilakukan untuk dua alasan. Pertama, agar dapat melaksanakan program-program prioritas guna mempercepat pencapaian target-target pembangunan, menjaga stabilitas harga barang dan jasa di dalam negeri, serta meningkatkan perlindungan pada masyarakat. Kedua, angka kenaikan defisit tersebut masih dalam kisaran aman, dapat ditoleransi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, serta sumber pembiayaannya diupayakan dominan dari dalam negeri. PDB
2 Di luar angka defisit tersebut, pertanyaan yang layak diajaukan adalah apakah besaran penerimaan negara yang diterima pada tahun-tahun terakhir ini sudah mencerminkan potensi sebenarnya? Untuk menjawab pertanyaan tersebut bagian ini akan melihat dua lokus potensi penerimaan negara yang mestinya masih bisa dioptimalkan yakni penerimaan perpajakan dan penerimaan negara dari sektor ekstraktif (pertambangan, minyak dan gas bumi). 1. Perpajakan : Beberapa Ratio atau Berbandingan, dan Persoalan Akuntabilitas Administrasi Perpajakan Terkait dengan tingkat penerimaan pajak nasional, para ahli sudah sering mempersoalkan mengenai penerimaan pajak yang bila dilihat dari angkanya adalah penyumbang terbesar agregat penerimaan negara. Kalangan lain, seperti media dan organisasi masyarakat sipil, mempersoalkan akuntabilitas tatakelola aliran penerimaan pajak dan pendapatan negara bukan pajak yang mengakibatkan potensi penerimaan negara tergerus dari postur yang mestinya bisa dicapai. Kritik pada penerimaan pajak sekurangnya mendapatkan pembenaran pada dua pokok. Pada rendahnya tax ratio, yakni nisbah pajak terhadap pendapatan domestik bruto (PDB). Studi Richard Bird dan Eric M Zolt (2003) yang hingga saat ini masih merupakan acuan komparatif yang paling reliable menempatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki tax ratio paling rendah dalam kelompok negara-negara berpenghasilan rendah, yakni pada 12,45 ; bandingkan dengan rata-rata kelompok ini pada angka 17. Saat ini Indonesia telah masuk kategori negara berpenghasilan menengah (medium income country), yakni dengan penghasilan pada kisaran $1.000 s.d. $17.000, yang pada saat studi Bird dan Zort dilakukan (2003) memiliki rataan 22. Secara konseptual jelas kiranya ada potensi penerimaan perpajakan yang lolos dari jangkauan aparatur perpajakan republik ini, baik itu karena persoalan teknis/kapasitas maupun oleh persoalan moral hazard. Sayang sekali tampaknya sulit bagi Pemerintah mengatasi persoalan ini meskipun upaya ke arah sana seolah sudah sangat keras diupayakan. Tax Ratio (yang didasarkan pada patokan nilai GDP tahun 2000) Tahun Tax ratio 11,0 11,3 11,8 12,3 12,5 12,3 12,4 13,3 11,0 11,9 12,0 Sumber: Tahun 2005 sampai 2011 dari Data Pokok APBN , Kementerian Keuangan RI, 2010 Tahun 2001 sampai 2004 dari Faisal Basri & Haris Mundandar (2009), Lanskap Ekonomi Indonesia, hal 267, dan 274 Angka-angka tax ratio yang ditunjukan pada tabel di atas telah terklarifikasi oleh Pemerintah melalui Menteri Kuangan Agus Martowardoyo yang membantah bahwa angka tax ratio Indonesia adalah terendah di kawasan (ASEAN). Dalam rapat dengan Komisi XI DPR-RI, Selasa 21 September 2010, Menkeu Agus Martowardoyo mendalilkan bahwa tax ratio yang rendah disebabkan oleh perhitungan yang dianut tanpa memasukkan pajak daerah dan pajak sumber daya alam. Menurutnya apabila dihitung secara keseluruhan berdasarkan definisi tax ratio, yang membandingkan antara penerimaan pajak dan Produk Domestik Bruto (PDB), angka tax ratio pada tahun 2009, misalnya, yang seperti terlihat pada tabel di atas hanya 11 akan menjadi 14,1. Dengan metode yang sama besaran tax ratio pada 2011 mendatang akan menjadi 15. Namun, betapapun demikian, bila tax ratio dikoreksi dengan menyertakan pajak daerah dan pajak sumberdaya alam sebagaimana
3 disampaikan Menkeu Agus Martowardoyo, masih jauh dari kisaran yang diajukan Bird dan Zort (2003) tentang posisi Indonesia sebenarnya. Indikator lain yang bisa mempertegas indikator rendahnya penerimaan pajak yang ditunjukkan oleh tax ratio adalah tax coverage ratio dan tax buoyoncy. Tax coverage ratio adalah nisbah atau perbandingan antara besarnya pajak yang telah dipungut dibandingkan dengan potensi pajak yang seharusnya dapat dipungut. Sayang data tentang tax ratio coverage ini tidak diperbaharui lagi. Namun data terakhir yang dirilis Direktorat Jendral Pajak berangka tahun 2003 menunujukan tax coverage ratio Indonesia tidak terlalu tinggi, data tertinggi yang dirilis hanya 76,4 di tahun 2002; terus naik secara incremental dari hanya 41,6 pada tahun 1999/2000 (Setiyadi dan Amir 2005). Adapun tax buoyoncy adalah nisbah atau perbandingan perubahan presentase penerimaan pajak terhadap perubahan persentase penerimaan nasional. Dengan kata lain, buoyoncy menunjukan berapa persen perubahan penerimaan pajak setiap terjadi perubahan PDB satu persen (Setiaji & Amir, 2005). Selama rentang tahun , secara rerata buoyancy semua jenis pajak adalah sebesar 1,8 dan untuk pajak non migas hanya 1,0 (Setiaji & Amir, 2005). Angka ini tidak berbeda dengan WDI (World Development Indicator) dan IFS (International Financial Statistics) yang dibuat untuk IMF (International Monetary Fund) (sebagaimana dikutip Ahmed & Muhammed, 2010) di mana elastisitas untuk pajak langsung hanya 1,78 dan untuk pajak tidak langsung hanya 1,17 sehingga reratanya adalah 1,50. Parameter lain yang dapat juga digunakan untuk melihat rendahnya penerimaan pajak adalah perbandingan pengembalian SPT (dari yang dikirim). Sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini, tingkat kepatuhan wajib pajak mengurus pajak memang masih rendah atau belum tinggi. Tingkat Pengembalian SPT dari yang dikirim ( ) Tahun SPT Masuk 44,7 41,5 37,8 35,4 35,1 35,9 41,35 Sumber: Setiaji & Amir (2005) Banyak alasan yang bisa diajukan terhadap rendahanya tax ratio, tax coverage, buoyancy dan kepatuhan pajak ini. Faisal Basri & Haris Munandar (2009) menunjuk lima faktor: (1) masih rendahnya kesadaran bayar bajak, (2) kualitas pelayanan pajak yang rendah (mencakup peraturan, tata cara pembayaran, dan kualitas layanan yang diberikan aparat pajak), (3) lemahnya pemanfaatan dan penggalian potensi pajak, dan (4) keengganan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) diaudit, dan (5) politisasi dan korupsi pajak. Berikaitan dengan korupsi pajak, pada mulanya hanya menjadi desas desus yang sulit dibuktikan. Namun belakangan dengan terungkapnya berbagai kasus pengemplangan pajak, penghindaran pajak dan mafia pajak bahwa ada persoalan akuntabilitas yang sangat serius dalam pengelolaan dan sistem pengaduan dan pengadilan pajak yang selama ini ditutup-tutupi oleh DJP dan Kementerian Keuangan. Kasus demi kasus yang terungkap menunjukkan luasnya praktek akal-akalan pengusaha dalam mengurangi pajak. Sialnya, praktek-praktek tersebut sebagian terjadi karena persengkongkolan dengan aparat pajak, yang telah merembes pada aparat pengawasan, penyidik dan bahkan pengadilan pajak. Tidak tanggung-tanggung, dari apa yang coba dikais DJP beberapa waktu belakangan ini, termasuk dari angka denda yang coba diterapkan pada beberapa wajib pajak, angka pengemplangan sudah berbilang trilyun rupiah. Kisaran angka-angka tersebut tentu saja signifikan bila dibandingkan dengan postur dan besaran-besaran dalam APBN, termasuk bila dikaitkan dengan angka-angka yang
4 dibutuhkan untuk membiayai skema kesejahteraan. Sebab itu, ada bahaya yang tidak disadari, atau disadari namun tidak diatasi dengan sungguh-sungguh, dalam tata kelola administrasi pajak sehinga terus menggerogoti potensi penerimaan negara. 2. Penerimaan Negara dari Industri Ekstraktif : Lemahnya Transparansi dan Akuntabilitas Aliran Pendapatan Ditilik dari besaran penerimaan negara dari industri pertambangan, minyak dan gas bumi, Indonesia termasuk dalam kategori negara yang kaya sumberdaya. Sebagaimana terlihat pada tabel yang dirilis oleh kementerian ESDM di atas, meskipun fluktuatif terlihat kontribusi penerimaan dari sektor migas dan pertambangan yang masih signifikan pada kisaran seperempat hingga sepertiga total penerimaan negara. Penerimaan Tahunan (dalam Miliar Rupiah ) Uraian Penerimaan Migas 108, ,75 191, , , , , Penerimaan n.a. Pertambangan Umum 8, , , , , ,580.0 a. Pajak Pertambangan 6, , , , , n.a. Umum b. PNBP Pertambangan 2, , , , , , ,738.0 Umum 3. Penerimaan Lain-lain , , ,100.0 n.a. 4. TOTAL 117, , , , , ,000.0 n.a. Penerimaan Negara Nasional Kontribusi Sektor ESDM 403, , , , , ,640.1 n.a n.a. Kurs (Rupiah/US$) ICP (US$/barel) Lifting (ribu bph) Sumber : Kementerian ESDM Angka penerimaan migas tabel di atas sepertinya menggabungkan penerimaan pajak dan bagian pemerintah dari skema bagi hasil (government take). Dan di luar itu, terlihat penerimaan ditentukan oleh nilai tukar, angka lifting (minyak mentah yang dikapalkan untuk diperdagangkan, bukan minyak yang diangkat dari perut bumi) dan angka Indonesia Crude Petroleum (ICP). Angka ICP menggambarkan rerata harga jual minyak mentah Indonesia dalam perdagangannya.
5 Dari tabel di atas meskipun penerimaan pertambangan umum jauh lebih kecil dibandingkan penerimaan migas, penerimaan pertambangan umum melibatkan dua jenis pertambangan yang acapkali menerima sorotan miring dari publik, yakni mineral dan batubara. Pertambangan mineral kerap disoal karena dayarusak ekologis yang ditimbulkan meskipun pemerintah dan perusahaan berdalih berbagai upaya mitigasi merupakan bagian inheren dari mekanisme perijinan dan pengawasan operasi tambang. Soalnya terletak pada biaya kerusakan ekologis dan biaya pemulihannya bila diperhitungkan. Pertambangan batu bara menjadi salah satu pokok keprihatinan publik selain karena kerusakan ekologis yang ditimbulkan juga karena makin terkuaknya celah-celah kebocoran yang mengakibatkan penerimaan negara dan potensi penerimaan negara dari sektor ini menjadi hilang. Sebagai negara pemilik cadangan batubara nomor lima terbesar di dunia (104,76 miliar ton) laju penambangan yang terjadi selama sepuluh tahun terakhir adalah nomor satu sedunia. Hal ini memprihatinkan karena dengan laju yang demikian, mengingat besarnya angka kebocoran, tingkat kerusakan ekologis, dan jenis komoditas yang diekspor (tanpa proses pengolahan), jelas merupakan suatu kerugian ekonomis yang pada gilirannya juga merupakan kehilangan potensi penerimaan negara. Potensi kebocoran terutama karena adanya lubang-lubang tata kelola yang belakangan terungkap dieksploitasi oleh perusahaan penambang (khususnya batu bara) baik untuk menghindari pajak, dan tentu saja royalti. Penerimaan (LKPP) : Penerimaan Penerimaan Seharusnya: Seharusnya Selisih (kurang): ,000,000,000 2,320,000,000,000 1,457,000,000,000 1,985,000,000,000 n.a. n.a. n.a. n.a. 2,320,000,000,000 1,457,000,000,000 1,985,000,000,000 2,548,752,490,150 3,717,027,746,811 3,662,165,612,185 3,755,053,022,017 5,869,420,277, ,573,368, ,728,236, ,438,354,003 1,137,868,059,717 4,662,601,115,058 4,560,893,848,798 4,595,491,376,020 7,007,288,337,168-2,860,027,746,811-1,342,165,612,185-2,298,053,022,017-3,884,420,277, ,573,368, ,728,236, ,438,354,003-1,137,868,059,717 Selisih (kurang) -3,805,601,115,058-2,240,893,848,798-3,138,491,376,020-5,022,288,337,168
6 Penerimaan Negara Dari dan (LKPP vs Seharusnya) ( ) Penerimaan (LKPP) : 3,076,859,475,637 6,610,033,628,771 5,337,246,400,038 21,643,139,504,446 n.a. n.a. n.a. n.a. 3,190,472,228,757 6,781,369,889,324 5,877,885,712,092 24,160,480,320,323 Penerimaan Penerimaan Seharusnya Seharusnya Selisih (kurang) Selisih (kurang) Sumber : LKPP dan ICW 6,429,636,883,169 7,054,852,166,824 7,572,637,345,270 38,060,793,053,727 1,662,824,378,411 2,284,615,649,163 2,463,812,895,859 10,233,860,942,012 8,092,461,261,579 9,339,467,815,987 10,036,450,241,130 48,294,653,995,739-3,352,777,407, ,818,538,053-2,235,390,945,232-16,417,653,549,281-1,662,824,378,411-2,284,615,649,163-2,463,812,895,859-10,233,860,942,012-5,015,601,785,942-2,729,434,187,216-4,699,203,841,092-26,651,514,491,293 Tabel di atas adalah perbandingan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dan perhitungan ICW berdasarkan data produksi dan skema fiskal yang berlaku dalam industri pertambangan. Tabel ini memperkuat temuan pengemplangan royalti yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan batu bara selama tahun 2001 hingga 2007 yang terungkap pada tahun 2008 yang mencapai Rp 17 trilyun tanpa terekam dalam pembahasan APBN selama periode tersebut.
7 Year Penerimaan Minyak (dalam milliar Rp) Penerimaan Gas (dalam milliar Rp) LKPP Versi ICW Selisih LKPP Versi ICW Selisih , , , ,770 39,800-13, , , , ,599 6, , , , ,210 37,118-13, , , , ,198 36, , , , ,105 45,480-8, , , , ,433 57,042-2, , ,542, ,713 54,750 8, , , , ,347 74,138-12, NA NA NA 106, ,902-27, ,097 triliun 440, ,042-74,595 Sumber : LKPP dan ICW Persoalan kian runyam apabila faktor perhitungan ditambah dengan kecenderungan pemerintah daerah mengeluarkan Kuasa Pertambangan (untuk luasan hingga 5,000 hektar bagi pemerintah kabupaten/kota dan 12,000 hektar bagi pemerintah propinsi) tanpa diimbangi dengan perangkat akuntabilitas penanganan penerimaan daerah/negara dari konsesi yang dikeluarkan. Saat ini, 10 tahun setelah diberlakukannya desentralisasi, menurut Dirjen Pertambangan Umum, dan Panas Bumi, telah dikeluarkan 8,000 Kuasa Pertambangan oleh pemerintah daerah. Kalau saja jumlah itu diikuti dengan mekanisme transparansi dan akuntabilitas penerimaan negara dari pertambangan batubara ini barangkali persoalannya akan lain. Masih terkait dengan potensi kebocoran, tabel di atas adalah beberan perbandingan perhitungan angka penerimaan negara dari minyak dan gas bumi yang dilakukan ICW terhadap angka Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Ringkasnya, bagian ini hendak mengajukan proposal bahwa sepertinya penerimaan negara dari perpajakan dan industri ektraktif masih dapat dioptimalkan apabila upaya peningkatkan tax ratio, perbaikan tata kelola administrasi pajak serta penegakannya mendapatkan perhatian lebih sungguhsungguh. Penerimaan negara dari sektor ekstraktif (pertambangan, minyak dan gas bumi) juga masih terbuka apabila pemerintah menegakkan mekanisme transparansi dan akuntabilitas yang ketat, terutama mekanisme transparansi dan akuntabilitas aliran pendapatan dari sektor ini. ***
OPTIMALISASI PENERIMAAN NEGARA DALAM RAPBNP 2011
OPTIMALISASI PENERIMAAN NEGARA DALAM RAPBNP 2011 Pendahuluan Perkembangan pada perekonomian domestik dan eksternal menyebabkan perkembangan ekonomi makro tidak sesuai lagi dengan asumsi yang digunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan sosial ekonomi, teknologi dan informasi telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pesatnya perkembangan sosial ekonomi, teknologi dan informasi telah mengubah aspek perilaku bisnis dan perekonomian suatu negara, terlebih dalam era globalisasi
Lebih terperinciMeningkatkan Tax Ratio Indonesia
Meningkatkan Tax Ratio Indonesia A. Pendahuluan Penerimaan perpajakan merupakan salah satu pilar penerimaan dalam APBN, hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Lebih terperinciB. Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2013
EVALUASI RENDAHNYA REALISASI PENDAPATAN NEGARA TAHUN 2013 Abstrak Penerimaan Negara merupakan pemasukan yang diperoleh Negara dan digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintah. Penerimaan pajak memberikan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009.
1 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan instrumen kebijakan fiskal dan implementasi perencanaan pembangunan setiap tahun. Strategi dan pengelolaan
Lebih terperinciNo koma dua persen). Untuk mencapai target tersebut, pemerintah akan meningkatkan kredibilitas kebijakan fiskal, menjaga stabilitas ekonomi ma
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6111 KEUANGAN. APBN. Tahun 2017. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 186) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintah mengandalkan berbagai pemasukan negara sebagai sumber
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang notabenenya masih tergolong sebagai negara berkembang tentunya masih berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya melalui
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN DIREKTORAT PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK PENGELOLAAN PNBP DAN TANTANGAN KEDEPAN
KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN DIREKTORAT PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK PENGELOLAAN DAN TANTANGAN KEDEPAN JAKARTA, 30 NOVEMBER 2017 Landasan Filosofis Pengelolaan Tujuan negara dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri apabila pembangunan itu sebagian besar dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan dalam negeri,
Lebih terperinci2 Sehubungan dengan lemahnya perekonomian global, kinerja perekonomian domestik 2015 diharapkan dapat tetap terjaga dengan baik. Pertumbuhan ekonomi p
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEUANGAN. APBN. Tahun 2015. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 44) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan potensi pajak yang ada dapat dipungut secara optimal. Langkah-langkah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah selalu berupaya untuk meningkatkan tax ratio secara bertahap dengan memperhatikan kondisi ekonomi Indonesia dan ekonomi dunia. Peningkatan secara
Lebih terperinci2 makro yang disertai dengan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal, dan pergeseran anggaran antarunit organisasi dan/atau antarprogram yang berdampak
No.44, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. APBN. Tahun 2015. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5669) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3
Lebih terperinciKINERJA PENERIMAAN PERPAJAKAN DAN PERTIMBANGAN APBN-P 2010
KINERJA PENERIMAAN PERPAJAKAN DAN PERTIMBANGAN APBN-P 2010 Latar Belakang Masalah Komponen perpajakan merupakan penyumbang terbesar pendapatan negara. Dalam tiga tahun terakhir total penerimaan perpajakan
Lebih terperinciPERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009
PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang penting terhadap tercapainya target APBN yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) merupakan salah satu unsur penerimaan negara yang masuk di dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Lebih terperinciEVALUASI PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2013
EVALUASI PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2013 DISKUSI PUBLIK Jakarta, 19 Desember 2013 WIKO SAPUTRA Peneliti Kebijakan Ekonomi dan Publik PERKUMPULAN PRAKARSA PENDAHULUAN Penerimaan pajak berkontribusi sebesar
Lebih terperinciPENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP)
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) I. Latar Belakang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah wujud dari pengelolaan keuangan negara yang merupakan instrumen bagi Pemerintah untuk mengatur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penelitian.
BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjabarkan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penelitian. 1.1 Latar Belakang Indonesia pada tahun 2015
Lebih terperinciPERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009
PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.851, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. DBH. SDA Migas. Tahun Anggaran 2011. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 222/PMK.07/2011 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah. membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dikumpulkan dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dikumpulkan dari segenap potensi sumber daya yang dimiliki
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pendapatan negara memiliki dua komponen yakni penerimaan dalam negeri dan hibah. Sebagaimana tercantum di dalam Nota Keuangan 0 pendapatan negara selain menjadi sumber pembiayaan
Lebih terperinciKINERJA PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) SUMBER DAYA ALAM NON MIGAS
KINERJA PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) SUMBER DAYA ALAM NON MIGAS Pendahuluan Undang-undang No 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak mendefinisikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Lebih terperinciSUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA I. PENDAHULUAN Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu input di dalam meningkatkan ekonomi masyarakat dan pada gilirannya akan mempengaruhi
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM (DBH SDA)
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM (DBH SDA) Surabaya, 8 Oktober 2015 DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN KERANGKA PENYAJIAN 1. INDONESIA KAYA SUMBER DAYA ALAM?
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.772, 2011 PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 197/PMK.07/2011 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN
Lebih terperinciDPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara. DPR mempunyai fungsi: legislasi; anggaran; dan pengawasan.
Disampaikan dalam Kunjungan Ilmiah Himpunan Mahasiswa Jurusan Administrasi Negara FISIP Universitas Jayabaya Jakarta 18 November 2014 DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga
Lebih terperinciBAB III PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA INDONESIA DALAM APBN
67 BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA INDONESIA DALAM APBN 2010-2012 Untuk memperoleh gambaran tentang pengelolaan keuangan Negara dalam APBN Indonesia, maka akan diuraikan sejumlah poin pembahasan menyangkut
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.142, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN NEGARA. APBN. Tahun anggaran 2014. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5547) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia saat ini sedang mengalami berbagai permasalahan di berbagai sektor khususnya sektor ekonomi. Naiknya harga minyak dunia, tingginya tingkat inflasi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat. Karena pajak mempunyai fungsi sebagai budgetair yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang penting selain penerimaan bukan pajak. Pembayaran pajak sangat penting bagi negara untuk pelaksanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan, pemerintah mengandalkan sumber-sumber penerimaan negara. Nota Keuangan dan APBN Indonesia tahun 2015 yang diunduh dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia terus melaksanakan pembangunan di segala bidang demi mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dalam melaksanakan pembangunan,
Lebih terperinciBIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI INEFISIENSI BBM
INEFISIENSI BBM Kenaikan harga minyak yang mencapai lebih dari US$100 per barel telah memberikan dampak besaran alokasi dalam APBN TA 2012. Kondisi ini merupakan salah satu faktor yang mendorong pemerintah
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DANA BAGI HASIL. Novotel, Bogor, 06 September 2015 DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM (DBH SDA) Novotel, Bogor, 06 September 2015 DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN KERANGKA PENYAJIAN 1. INDONESIA KAYA SUMBER
Lebih terperinci2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran
No.851, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. DBH. SDA Migas. Tahun Anggaran 2011. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 222/PMK.07/2011 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL
Lebih terperinciNOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA
NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... BAB
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut tertuang dalam Anggaran Penerimaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan sumber utama penerimaan Negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin maupun pembangunan agar tercapai kemakmuran dan kesejahteraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang telah dibayarkan memiliki fungsi tertentu yaitu fungsi Budgetair (sumber
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pajak merupakan iuran dari rakyat kepada negara tanpa kontraprestasi langsung yang dapat dipaksakan guna memenuhi kebutuhan rutin negara. Pajak yang telah dibayarkan
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. KETERANGAN PERS Pokok-Pokok UU APBN-P 2016 dan Pengampunan Pajak
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA GEDUNG DJUANDA I, JALAN DR. WAHIDIN NOMOR I, JAKARTA 10710, KOTAK POS 21 TELEPON (021) 3449230 (20 saluran) FAKSIMILE (021) 3500847; SITUS www.kemenkeu.go.id KETERANGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). APBN
Lebih terperinciPERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009
PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan sebesar 6,0%.
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5907 KEUANGAN NEGARA. APBN. Tahun 2016. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 146). PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. salah satunya berasal dari penerimaan pajak.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemandirian suatu negara tidak terlepas dari tingkat pendapatannya yang baik. Pendapatan negara bersumber dari danaeksternal maupun internal. Dana eksternal diperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang undang. Pembayar pajak tidak mendapat
Lebih terperinciPerkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014 Jakarta, 10 Juni 2014 Kunjungan FEB UNILA Outline 1. Peran dan Fungsi APBN 2. Proses Penyusunan APBN 3. APBN
Lebih terperinciRealisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2015 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2015 Indikator a. Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) 5,7 4,7 *) b. Inflasi (%, yoy) 5,0 3,35
Lebih terperinciDEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 4/DPD RI/I/2013-2014 PERTIMBANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN
Lebih terperincifaktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu negara sangat ditentukan oleh berbagai faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, ketersediaan sumber daya, teknologi,
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Dana Bagi Hasil. Sumber Daya Alam. Migas. Perubahan.
No.1475, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Dana Bagi Hasil. Sumber Daya Alam. Migas. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 189/PMK.07/2013 TENTANG PERUBAHAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1263, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Dana Bagi Hasil. Pajak Bumi dan Bangunan. Alokasi Sementara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 205 /PMK.07/2012 TENTANG
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciINFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017
INFOGRAFIS REALISASI s.d. 28 April 2017 FSDFSDFGSGSGSGSGSFGSF- DGSFGSFGSFGSGSG Realisasi Pelaksanaan INFOGRAFIS (s.d. April 2017) Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro Lifting Minyak (ribu barel per hari)
Lebih terperinciRENCANA DAN KEBIJAKAN ALOKASI TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RENCANA DAN KEBIJAKAN ALOKASI TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA Disampaikan oleh: Direktur Pembiayaan dan Kapasitas Daerah Dr. Ahmad Yani, S.H., Akt., M.M., CA. MUSRENBANG
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maju dan sejahtera. Dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang secara terus menerus melakukan pembangunan untuk dapat menjadi negara yang maju dan sejahtera. Dalam rangka
Lebih terperinciINFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017
INFOGRAFIS REALISASI s.d. 31 Mei 2017 FSDFSDFGSGSGSGSGSFGSF- DGSFGSFGSFGSGSG Realisasi Pelaksanaan INFOGRAFIS (s.d. Mei 2017) Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro Lifting Minyak (ribu barel per hari) 5,1
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 244/PMK.07/2010 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kenyataannya Indonesia tidak bisa memanfaatkan berbagai potensi itu. Bisa dilihat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagai Negara yang berkembang,sebenarnya Indonesia memiliki berbagai macam potensi untuk menjadi Negara yang lebih maju. Akan tetapi pada kenyataannya Indonesia
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii
Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum... 1.2 Realisasi Semester I Tahun 2013... 1.2.1 Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester
Lebih terperinciINFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017
INFOGRAFIS REALISASI s.d. 31 Maret 2017 Realisasi Pelaksanaan INFOGRAFIS (s.d. Maret 2017) Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro Lifting Minyak (ribu barel per hari) 5,1 5,01 4,0 3,61 5,3 5,2 13.300 13.348
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah tidak bisa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar. Sementara di sisi lain, usaha pengerahan dana untuk membiayai pembangunan tersebut
Lebih terperinciDATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN-P 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DATA POKOK -P 2007 DAN -P 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 :, 2007 dan 2008......... 1 Tabel 2 : Penerimaan Dalam Negeri, 1994/1995 2008...... 2 Tabel 3 : Penerimaan Perpajakan,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang penting selain penerimaan bukan pajak. Pembayaran pajak sangat penting bagi negara untuk pelaksanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dunia saat ini adalah sangat lambat. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Salah satunya adalah terjadinya krisis di Amerika.
Lebih terperinciANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010
ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010 Penyusun: 1. Bilmar Parhusip 2. Basuki Rachmad Lay Out Budi Hartadi Bantuan dan Dukungan Teknis Seluruh Pejabat/Staf Direktorat Akuntansi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pengamatan perpajakan Center Taxation analysis (CITA)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pengamatan perpajakan Center Taxation analysis (CITA) rendahnya tingkat kepatuhan bayar pajak menjadi indikator rendahnya serapan pajak oleh pemerintah. Wajib
Lebih terperinciDATA POKOK APBN
DATA POKOK - DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan...... 1 Tabel 2 : Penerimaan Dalam Negeri, 1994/1995...... 2 Tabel 3 : Penerimaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mewarnai perekonomian Indonesia sehingga beberapa sektor ekonomi yang. menjadi indikator PDB mengalami pertumbuhan negatif.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memajukan kesejahteraan umum, itulah salah satu tujuan didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tertulis dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciDATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DATA POKOK -P DAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : dan.......... 1 Tabel 2 : Penerimaan Dalam Negeri, 1994/1995...... 2 Tabel 3 : Penerimaan Perpajakan, 1994/1995.........
Lebih terperinciTABEL 2 RINGKASAN APBN, (miliar rupiah)
2 A. Pendapatan Negara dan Hibah 995.271,5 1.210.599,7 1.338.109,6 1.438.891,1 1.635.378,5 1.762.296,0 I. Pendapatan Dalam Negeri 992.248,5 1.205.345,7 1.332.322,9 1.432.058,6 1.633.053,4 1.758.864,2 1.
Lebih terperinciKenaikan Harga Minyak Mentah Dunia 1
Kenaikan Harga Minyak Mentah Dunia 1 Perkembangan Pasar Minyak Dunia Harga minyak mentah dunia terus mengalami kenaikan. Pada akhir bulan Oktober harga minyak mentah dunia menembus angka 90 dolar AS per
Lebih terperinciTINJAUAN PERENCANAAN PENERIMAAN PERPAJAKAN DAN REALISASINYA D R A F T I. Oleh : Kelompok II. M. Yus Iqbal Eny Sulistiowati Ikawati Martiasih Nursanti
TINJAUAN PERENCANAAN PENERIMAAN PERPAJAKAN DAN REALISASINYA D R A F T I Oleh : Kelompok II M. Yus Iqbal Eny Sulistiowati Ikawati Martiasih Nursanti BAGIAN ANALISA PENDAPATAN NEGARA DAN BELANJA NEGARA MEI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam menjalankan pemerintahannya. Terlebih lagi pemerintahan yang bersih
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia saat ini sedang menghadapi tantangan yang berat. Realisasi APBN tahun 2015 telah mengalami defisit sebesar 318,5 triliun atau sekitar 2,8% dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Fungsi pemerintah dalam suatu negara adalah : 1) fungsi stabilisasi, yaitu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fungsi pemerintah dalam suatu negara adalah : 1) fungsi stabilisasi, yaitu fungsi pemerintah dalam menciptakan kestabilan ekonomi, sosial politik, hukum, pertahanan
Lebih terperinciBAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi
Lebih terperinciStrategi & Tantangan Pengamanan Penerimaan Pajak Tahun 2016
KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PA JAK Strategi & Tantangan Pengamanan Penerimaan Pajak Tahun 2016 Seminar Nasional Optimalisasi Penerimaan Pajak : Strategi & Tantangan Auditorium BRI, Gedung
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia bukanlah negara pengekspor besar untuk minyak bumi. Cadangan dan produksi minyak bumi Indonesia tidak besar, apalagi bila dibagi dengan jumlah penduduk. Rasio
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan Latar Belakang Penelitian. Pajak memiliki peranan yang sangat penting karena pajak merupakan sumber
Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak memiliki peranan yang sangat penting karena pajak merupakan sumber penerimaan negara terbesar bagi pemerintah pusat maupun pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan masyarakat, hal ini ditujukan agar pembangunan tersebut berjalan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan di Indonesia sangatlah penting untuk mensejahterakan masyarakat. Pembangunan tidak akan tercapai apabila tidak ada kerja sama antara pemerintah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menyokong penyelenggaraan pembangunan suatu bangsa. Dalam Anggaran
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang cukup berpotensi untuk menyokong penyelenggaraan pembangunan suatu bangsa. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Lebih terperinciI. BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perpajakan adalah untuk meningkatkan pendapatan yang akan digunakan
I. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan salah satu sumber penerimaaan negara yang paling besar. Tujuan perpajakan adalah untuk meningkatkan pendapatan yang akan digunakan untuk
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.818,2011 PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 208/PMK.07/2011 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM PERTAMBANGAN UMUM TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN
Lebih terperinciM E T A D A T A INFORMASI DASAR
M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Operasi Keuangan Pemerintah Pusat 2 Penyelenggara Statistik : Departemen Statistik Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 4 Contact : Divisi
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2007 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Monica (2013), menyatakan bahwa dalam rangka
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia hingga saat ini masih menjadi negara yang sedang berkembang dan tidak henti-hentinya melakukan upaya pembangunan di segala bidang yang bertujuan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.573, 2013 KEMENTERIAN KEUANGAN. Pajak Bumi dan Bangunan. Sektor Pertambangan. Penatausahaan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76/PMK.03/2013 TENTANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan penerimaan negara terbesar yang dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan salah satunya untuk pembangunan nasional. Perubahan yang semakin
Lebih terperinciBAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)
BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan
Lebih terperinciPENDAPAT AKHIR PEMERINTAH PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI DALAM RANGKA PEMBICARAAN TINGKAT II/PENGAMBILAN KEPUTUSAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG
PENDAPAT AKHIR PEMERINTAH PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI DALAM RANGKA PEMBICARAAN TINGKAT II/PENGAMBILAN KEPUTUSAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2014
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.852, 2012 KEMENTERIAN KEUANGAN. APBD. Batas Maksimal. Defisit. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 137/PMK.07/ 2012 TENTANG BATAS MAKSIMAL DEFISIT ANGGARAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32/2004 dan terakhir diganti dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32/2004 dan terakhir diganti dengan Undang-Undang Nomor 23/2014 tentang pemerintahan daerah, juga Undang-Undang Nomor 33/2004
Lebih terperinciOPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK SEKTOR USAHA PERIKANAN Tantangan dan Hambatan
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK OPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK SEKTOR USAHA PERIKANAN Tantangan dan Hambatan RAPAT KOORDINASI NASIONAL PEMBERANTASAN ILLEGAL, UNREPORTED,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan sumber penerimaan yang sangat penting artinya bagi perekonomian suatu Negara. Demikian juga dengan Indonesia sebagai negara yang sedang membangun,
Lebih terperinciBAB 2. Kecenderungan Lintas Sektoral
BAB 2 Kecenderungan Lintas Sektoral BAB 2 Kecenderungan Lintas Sektoral Temuan Pokok Sejak krisis ekonomi dan pelaksanaan desentralisasi, komposisi pengeluaran sektoral telah mengalami perubahan signifikan.
Lebih terperinci-1- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
-1- DRAFT RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2007 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2007 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Batubara Nasional
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Batubara Nasional Kelompok Kajian Kebijakan Mineral dan Batubara, Pusat Litbang Teknologi Mineral dan Batubara,
Lebih terperinci