: R. Weddie Andriyanto, S.E., M.Si., CPA. Abstrak ANALISIS KEWAJIBAN PERPAJAKAN BENTUK USAHA KERJASAMA OPERASI BERDASARKAN PSAK NO.39 DAN PSAK NO.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download ": R. Weddie Andriyanto, S.E., M.Si., CPA. Abstrak ANALISIS KEWAJIBAN PERPAJAKAN BENTUK USAHA KERJASAMA OPERASI BERDASARKAN PSAK NO.39 DAN PSAK NO."

Transkripsi

1 Nama : Budi Sih Mulyo Program Studi : S-1 Non Reguler Jurusan : Akuntansi NPM : No. HP : budisihmulya@gmail.com Pembimbing 1 Pembimbing 2 : Ninuk Dewi K., S.E., M.Si. : R. Weddie Andriyanto, S.E., M.Si., CPA. Abstrak ANALISIS KEWAJIBAN PERPAJAKAN BENTUK USAHA KERJASAMA OPERASI BERDASARKAN PSAK NO.39 DAN PSAK NO.12 OLEH BUDI SIH MULYO Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pencatatan akuntansi dan perpajakan usaha kerjasama operasi dalam bentuk Pengendalian Bersama Aset (PBA); Pengendalian Bersama Operasi (PBO); Bangun, Serah, Kelola (Build, Transfer, and Operate) BTO; Bangun, Kelola, Serah (Build, Operate, and Transfer) BOT. PSAK No.39 dan PSAK No.12 adalah dua pernyataan yang secara khusus menjadi pedoman guna pencatatan akuntansi bentuk usaha kerjasama operasi. SE- 09/PJ.04/2007 tentang penegasan atas pelaksanaan pemeriksaan dalam rangka penghapusan NPWP/pencabutan PKP pada bagian 3 huruf (b) ditegaskan bahwa Kerjasama Operasi atau Joint Operations yang telah berakhir masa kerjasama operasinya akan dilakukan pemeriksaan rutin, sebelum menghapus NPWP milikinya, maka Kerjasama Operasi (KSO) atau Joint Operations (JO) harus memahami aspek perpajakan yang menjadi kewajiban mereka dan mempersiapkan diri dalam menghadapi pemeriksaan rutin, sehingga tidak merugikan Negara dan para pemilik persekutuan. Perlakuan perpajakan pada KSO/JO hanya dipandang dari segi pengadministrasian dokumen-dokumen perpajakan tanpa membedakan bentuk usaha kerjasama operasi. Kewajiban perpajakan KSO/JO sebagai pemotong dan pemungut pajak penghasilan serta PPN telah ditegaskan dalam peraturanperaturan perpajakan. KSO/JO tidak dapat menerima bukti potong pajak penghasilan sehingga bukti potong yang diterimanya diberikan kepada para partisipan/venture. Pajak penghasilan atas usaha KSO/JO tidak dilakukan penghitungan dan pelaporan dalam SPT Tahunan melainkan menjadi penghasilan para partisipan/venture dan dihitung serta dilaporkan atas penghasilan tersebut, sebagai kewajiban para partisipan/venture. Kata Kunci : Pengendalian Bersama Aset ;PBA ; Pengendalian Bersama Operasi PBO ; Bangun Serah Kelola; BKO ; Build Transfer and Operate ; BTO; Bangun Kelola Serah BKO ; Build Operate and Transfer ; BOT

2 Abstract ANALYSIS OF TAX LIABILITY FOR BUSINESS PARTNERSHIP OPERATING UNDER PSAK No.39 and PSAK No.12 By BUDI SIH MULYO This study aims to analyze accounting records and tax co-operation effort in the form of Joint Assets Control; Control of Joint Operations; Build, Transfer, and Operate (BTO): Build, Operate, and Transfer (BOT). PSAK 39 and PSAK 12 are two statements that specifically serve as guidelines for the accounting records form joint venture operations. SE-09/PJ.04/2007 about the "confirmation of the implementation of the elimination of examinations in order to Tax Identity Number (TIN) revocation" in section 3 letter (b) stated that the Operating Partnership or Joint Operations which has ended the joint operations will be carried out routine checks, before removing TIN possessed, Joint Operations (JO) must understand the taxation aspects of their obligations and prepare itself for the routine inspection, so as not to harm the State and the owner. Tax on JO only in terms of administrating the tax documents regardless of their form of joint venture operations. Tax liabilities JO as a cutter and collector of income tax and VAT have been confirmed in tax regulations. JO can not accept the evidence of the income tax cut, so the piece of evidence given to the participants/venture. Income tax on business JO, is not calculated and reported of the Annual Financial Tax Report, but as income of the participant/venture, it will be calculated and reported as the obligations of the participants/venture. Key word: Joint Assets Control; Control of Joint Operations; Build, Transfer, and Operate (BTO): Build, Operate, and Transfer (BOT)

3 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia bisnis selalu ditandai oleh keinginan untuk melakukan investasi pada usaha yang menguntungkan dengan risiko yang kecil. Keinginan dunia bisnis untuk melakukan investasi seringkali melebihi kemampuan satu entitas usaha untuk menyediakan dana. Seorang pengusaha yang memiliki peluang investasi, tetapi tidak memiliki dana atau aset yang cukup, akan berusaha mengajak mitra usaha untuk memanfaatkan peluang tersebut dengan membentuk Kerjasama Operasi (KSO). Dalam dunia bisnis juga sering terjadi sebuah keadaan yang mengharuskan seorang pengusaha atau suatu perusahaan untuk bekerjasama dalam sebuah siklus bisnis agar profesionalisme dan spesialisasi pekerjaan yang dimiliki oleh masingmasing pengusaha atau perusahaan dapat digabungkan guna memenuhi kebutuhan pasar yang kompleks dan kompetitif yang bertujuan keuntungan yang lebih maksimal dalam persaingan pasar. Kebanyakan para pengusaha hanya melihat segi keuntungan dan peluang tanpa memperhatikan aspek-aspek perpajakan yang akan timbul dari keputusan yang diambilnya tersebut. Perpajakan tidak akan terlepas dari proses administrasi dan pencatatan pada suatu aktivitas usaha Kerjasama Operasi Dari Segi Pencatatan Akuntansi PSAK No. 39 telah menandai adanya perhatian pada bentuk usaha yang terdiri lebih dari satu orang atau satu institusi yang melakukan suatu kerjasama dalam melakukan pekerjaan dan hanya terbatas pada sebuah proyek (project) untuk jangka waktu tertentu. PSAK No. 39 (revisi 2009), Kerja Sama Operasi (KSO) atau Joint Operation (JO) adalah suatu bentuk kerjasama usaha yang dilakukan untuk jenis pekerjaan dan dalam batas waktu tertentu yang telah disepakati. Sifat KSO pada umumnya temporer atau sementara. Seandainya pelaksanaan

4 suatu pekerjaan tertentu dalam jangka waktu tertentu tadi telah selesai, KSO tersebut dibubarkan. Pembagian keuntungan didasarkan atas pembagian sesuai perjanjian antar anggota KSO. Dalam PSAK No. 39 bentuk-bentuk KSO berkembang dengan berbagai variasi, tetapi bisa dibagi menjadi dua golongan, yaitu: - KSO dengan entitas hukum yang terpisah (separate legal entity) dari entitas hukum para partisipan KSO, dan - KSO tanpa pembentukan entitas hukum yang terpisah, yang termasuk Pengendalian Bersama Operasi (PBO) dan Pengendalian Bersama Aset (PBA) diatur sesuai dengan PSAK No. 12 tentang Pelaporan Keuangan mengenai Partisipasi dalam Pengendalian Bersama Operasi dan Aset. Dengan demikian PSAK No.39 dan PSAK No.12 adalah dua pernyataan yang secara khusus menjadi pedoman guna pencatatan akuntansi bentuk usaha kerjasama operasi Kerjasama Operasi Dari Segi Perpajakan KSO berdasar ketentuan pasal 1 angka 13 UU nomor 18/2000 dan pasal 2 ayat (2) PP nomor 143/2000 adalah termasuk dalam pengertian bentuk badan lainnya. Berdasar ketentuan pasal 1 angka 2 UU nomor 16/2000, bentuk badan lainnya adalah termasuk dalam pengertian WP Badan. Namun KSO tidak termasuk sebagai Subyek Pajak Penghasilan, karena penghasilan yang diterima oleh KSO pada dasarnya adalah penghasilan para anggota yang besarnya ditentukan sesuai dengan perjanjian pembentukan KSO.

5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kerjasama Operasi (KSO), Joint Operation (JO) dan Joint Ventrure Kerja Sama Operasi (KSO) adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih di mana masing-masing sepakat untuk melakukan suatu usaha bersama dengan menggunakan aset dan/atau hak usaha yang dimiliki dan secara bersama menanggung risiko usaha tersebut. Menurut Syahrul (2009) Devinisi Joint Venture (Usaha Patungan) adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk bekerjasama dalam suatu proyek. Sering kali suatu usaha patungan dibentuk apabila perusahaan dengan teknologi perlengkapan ingin menciptakan produk atau jasa yang mengambil manfaat dari kekuatan pesertanya. Suatu usaha petungan, yang biasanya terbatas pada suatu proyek saja, berbeda dari persekutuan yang menjadi landasan untuk bekerja sama dalam banyak proyek. Pernyataan Setandar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 12, menyatakan bahwa Joint venture adalah perjanjian kontraktual antara dua atau lebih pihak untuk melaksanakan kegiatan ekonomi yang dikendalikan bersama. Berdasarkan definisi-definisi di atas, Joint Venture, Kerjasama Operasi (KSO) dan Joint Operation (JO) masing-masing memiliki kesamaan arti yaitu perjanjian antara dua pihak atau lebih di mana masing-masing sepakat untuk melakukan suatu usaha bersama.

6 Pengertian Joint Operation (JO) kaitannya dengan perpajakan dijelaskan dalam Surat Dirjen Pajak No. S-823/PJ./2002. Dalam surat tersebut ditegaskan bahwa Joint Operation (JO) merupakan kerjasama operasi dua badan atau lebih yang sifatnya sementara hanya untuk melaksanakan suatu proyek tertentu sampai proyek tersebut selesai dikerjakan, dengan demikian maka kerjasama operasi juga disebut Joint Operation (JO) dalam perpajakan. Dalam beberapa surat-surat penegasan yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak, istilah Joint Operation (JO) seringkali dipertukarkan dengan istilah Konsorsium Kerjasama Operasi (KSO) dalam PSAK No.39 Kerja Sama Operasi (KSO) diatur secara khusus dalam Pernyataan Setandar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 39, berikut adalah pernyataan-pernyataan dalam PSAK No Pengertian Kerjasama Operasi (KSO) Kerjasama Operasi (KSO) dalam PSAK No.39 adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih di mana masing-masing sepakat untuk melakukan suatu usaha bersama dengan menggunakan aset dan/atau hak usaha yang dimiliki dan secara bersama menanggung risiko usaha tersebut Aset Kerja Sama Operasi PSAK No.39 telah mengungkapkan mengenai Pengakuan dan pengukuran pembangunan aset kerja sama operasi antara lain : - Aset yang diserahkan pemilik aset untuk diusahakan dalam perjanjian Kerja Sama Operasi (KSO) harus dicatat oleh pemilik aset sebagai aset KSO sebesar biaya perolehannya. - Dana yang ditanamkan pemilik aset dalam KSO dicatat sebagai penyertaan KSO. Di sisi lain investor mencatat dana yang diterima ini dalam penyertaan KSO oleh pemilik aset sebagai kewajiban.

7 2.2.3 Pengoperasian Aset Kerja Sama Operasi Pengakuan dan pengukuran pengoperasian aset kerja sama operasi dalam PSAK No.39 antara lain : Aset KSO yang dibangun dengan didanai oleh investor harus dicatat oleh pihak yang mengelola aset KSO tersebut, dalam hal yang mengelola adalah salah satu dari investor atau pemilik aset. (PSAK No.39, Paragraf 20) Aset KSO harus dicatat sebesar biaya perolehannya, atau biaya pembangunan yang tercantum di perjanjian KSO, atau sebesar nilai wajar, dipilih yang paling objektif atau paling berdaya uji. (PSAK No.39, Paragraf 22) Investor mencatat penyerahan aset KSO kepada pemilik aset di akhir masa konsesi dengan menghapus seluruh akun yang timbul berkaitan dengan KSO yang bersangkutan. Pemilik aset pada sisi lain, mencatat penyerahan ini sebagai aset dengan mengkredit penghasilan KSO apabila memiliki kepastian tentang adanya manfaat ekonomi dari aset tersebut atau mengkredit penghasilan tangguhan (Deferred Income) apabila tidak memiliki kepastian yang cukup tentang manfaat ekonomi dari aset tersebut. (PSAK No.39, Paragraf 25) Bila investor melakukan penyerahan aset KSO kepada pemilik aset untuk dioperasikan pada saat aset KSO selesai dibangun, penyerahan ini harus dicatat sebagai hak bagi pendapatan atau penghasilan KSO. Penerimaan kas atau hak atas pendapatan/penghasilan secara periodik dari bagi hasil atau bagi pendapatan atau bentuk lain yang timbul dari KSO ini diakui sebagai pendapatan KSO. (PSAK No.39, Paragraf 26) Dari transaksi pada paragraf 26, pemilik aset mencatat penyerahan tersebut dalam akun aset KSO dengan mengkredit akun kewajiban jangka panjang KSO. Pembayaran periodik kepada investor karena

8 adanya perjanjian KSO ini dicatat sebagai pelunasan utang beserta bunga dan beban atau penghasilan KSO. (PSAK No.39, Paragraf 27) Penghitungan bunga untuk transaksi yang termuat dalam paragraf 26 dan 27 adalah dengan mengacu pada tingkat bunga normal dikalikan dengan sisa kewajiban atau sisa piutang bagi investor. Selisis antara bneban bunga (atau bagi investor) dari jumlah yang dibayarkan (atau diterima investor) dimasukkan sebagai penghasilan atau beban KSO. (PSAK No.39, Paragraf 28) Aset KSO disusutkan oleh pihak yang membukukan aset KSO dalam neracanya, yaitu mengelola KSO. Kemungkinan besar adalah bahwa umur ekonomi aset ini melampaui masa konsesi yang diterima investor. Apabila investor adalah juga pengelola KSO, masa penyusutan yang diperkenankan untuk aset KSO maksimal sampai berakhir masa konsesi. Apabila pengelola KSO adalah pemilik aset, masa penyusutan adalah selama umur ekonomi aset yang bersangkutan, dan tidak dibatasi oleh masa konsesi. Aset KSO harus disusutkan secara sisitematis oleh pengelola KSO selama umur ekonominya. Untuk investor, masa penyusutan tidak boleh lebih panjang dari masa konsesi KSO. (PSAK No.39, Paragraf 30) Hak bagi pendapatan atau hasil diamortisasi oleh investor. (PSAK No.39, Paragraf 31) Pengungkapan Hal Lain dalam PSAK No.39 PSAK No.39 juga secara khusus mengatur mengenai hal-hal yang perlu diungkapkan dalam Perjanjian Kerjasama Operasi, sebagai berikut : Perjanjian Kerjasama Operasi secara umum Sehubungan dengan perjanjian Kerja Sama Operasi (KSO), pengungkapan berikut ini harus dibuat:

9 (a) Pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian KSO; (b) Hak dan kewajiban dari masing-masing partisipan KSO berkenaan dengan perjanjian KSO; (c) Ketentuan tentang perubahan perjanjian KSO, bila ada. (PSAK No.39, Paragraf 32) Perjanjian Kerjasama Operasi sehubungan dengan aset tetap Sehubungan dengan pengungkapan yang lazim untuk aset tetap, pengungkapan berikut harus dibuat untuk aset Kerja Sama Operasi (KSO): (a) Klasifikasi aset yang membentuk aset KSO; (b) Penentuan biaya perolehan aset KSO; (c) Penentuan depresiasi atau amortisasi aset KSO. (PSAK No.39, Paragraf 33) Perjanjian Kerjasama Operasi sehubungan dengan bagi pendapatan/hasil Sehubungan dengan perjanjian bagi pendapatan/hasil KSO, pengungkapan berikut ini harus dibuat: (a) Penghitungan atau penentuan hak bagi pendapatan/hasil KSO; (b) Penentuan amortisasi hak bagi pendapatan/hasil KSO; (c) Penghitungan (tambahan) beban atau penghasilan KSO yang timbul dari pembayaran bagi pendapatan/hasil KSO. (PSAK No.39, Paragraf 34) 2.3. Usaha Kerjasama dalam PSAK No.12 (Joint Venture) Pernyataan Setandar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 12 bertujuan mengatur akuntansi untuk bagian partisipasi (interest) pada joint venture, dan pelaporan aset, kewajiban, pendapatan, dan beban dalam laporan keuangan para venturer dan investor.

10 2.3.1 Pengertian Joint Venture (Usaha Patungan) Joint venture adalah perjanjian kontraktual antara dua atau lebih pihak untuk melaksanakan kegiatan ekonomi yang dikendalikan bersama. Pengendalian Bersama (joint control) adalah pengendalian bersama oleh para venturer atas suatu kegiatan usaha yang didasarkan pada perjanjian kontraktual. Pengendalian (control) adalah wewenang (power) untuk mengatur dan menentukan kebijakan keuangan dan operasi dari suatu kegiatan usaha dengan tujuan mendapat manfaat dari kegiatan tersebut. Venturer adalah salah satu pihak dalam joint venture yang tidak ikut melakukan pengendalian bersama terhadap joint venture tersebut Ruang Lingkup Pernyataan Setandar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.12 Pernyataan Setandar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.12 mengatur: (a) Perlakuan akuntansi atas bagian partisipasi (interest) pada pengendalian bersama operasi (PBO) dan pelaporan pendapatan bersama. (b) Perlakuan akuntansi atas bagian partisipasi (interest) pada pengendalian bersama aset (PBA) dan pelaporan aset, kewajiban, beban, dan pendapatan bersama. Pernyataan Setandar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.12 tidak mengatur perlakuan akuntansi atas bagian partisipasi (interest) pada pengendalian bersama entitas hukum (jointly controlled entities)

11 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang dipergunakan penulis untuk mendapatkan data adalah dengan studi kepustakaan Hasil Studi Kepustakaan Berdasarkan teori dan konsep yang terdapat pada bab II maka studi kepustakaan yang telah dilakukan penulis menghasilkan kesimpulan sebagai berikut : Perusahaan I Perusahaan II Usaha Kerjasama / Joint Operation Membentuk Badan Hukum atas kerjasama tersebut (separate legal entity) Tidak Membentuk Badan Hukum atas kerjasama tersebut PSAK Umum PSAK No.39 atau No.12 a. PSAK No.39 dan PSAK No.12, keduanya membahas secara khusus mengenai bentuk usaha bersama / Joint Operation dengan tidak melakukan pembentukan badan hukum baru. b. Usaha Bersama dengan Beberapa Pihak Memiliki Kendali dapat berbentuk Pengendalian Bersama Operasi (PBO) atau Pengendalian Bersama Aset (PBA). (diatur dengan PSAK No.12) Usaha Kerjasama / Joint Operation (bukan badan Hukum tersendiri) Hanya Satu Pihak Memiliki Kendali terhadap Usaha tersebut Beberapa Pihak Memiliki Kendali terhadap Usaha tersebut. PSAK No.39 PSAK No.12

12 c. Usaha Bersama dengan hanya satu pihak yang memiliki kendali dapat berbentuk bentuk bangun, kelola, serah (Build, Operate, and Transfer/BOT); atau bentuk bangun, serah, kelola (Build, Transfer, and Operate/BTO). Kedua bentuk usaha tersebut dapat dikombinasikan dengan Perjanjian Bagi Hasil (PBH) atau Perjanjian Bagi Pendapatan (PBP). (diatur dengan PSAK No.39) d. Dari uraian di atas penulis mencoba untuk mengelompokan bentuk usaha kerjasama menjadi beberapa bentuk antara lain : a. Bentuk Pengendalian Bersama Operasi (PBO) b. Bentuk Pengendalian Bersama Aset (PBA) c. Bentuk Bangun, Kelola, Serah (Build, Operate, and Transfer/BOT); d. Bentuk Bangun, Serah, Kelola (Build, Transfer, and Operate/BTO). e. Dalam kacamata perpajakan Joint Operation (JO) / Kerjasama Operasi (KSO) PSAK No.39 dan Joint Venture PSAK No.12 hanya dipandang dari segi legalitas dan pengadministrasian bentuk usaha tersebut, legalitas dan pengadministrasian disini bukan berarti JO/KSO mendirikan badan hukum tersendiri, melainkan JO/KSO memiliki perjanjian legal (Agreement) dalam pembentukannya dan memiliki administrasi secara terpisah dari para pemilik/partisipan ditandai dengan adanya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) KSO/JO, berdasarkan hal tersebut maka joint operation (JO) dapat

13 terbagi menjadi dua tipe yaitu Administrative dan Non- Administrative JO. a. Administrative JO Tipe JO ini sering juga disebut sebagai Kerja Sama Operasi (KSO) di mana kontrak dengan pihak pemberi kerja atau Project Owner ditandatangani atas nama JO. Dalam hal ini JO dianggap seolah-olah merupakan entitas tersendiri terpisah dari perusahaan para anggotanya. Tanggungjawab pekerjaan terhadap pemilik proyek berada pada entitas JO, bukan pada masing-masing anggota JO. Masalah pembagian modal kerja atau pembiayaan proyek, pengadaan peralatan, tenaga kerja, biaya bersama (joint cost) serta pembagian hasil (profit sharing) sehubungan dengan pelaksanaan proyek didasarkan pada porsi pekerjaan (scope of work) masing-masing yang disepakati dalam sebuah Joint Operation Agreement. b. Non-Administrative JO JO dengan tipe ini dalam prakteknya di kalangan pengusaha jasa konstruksi sering disebut sebagai Konsorsium di mana kontrak dengan pihak Project Owner dibuat langsung atas nama masingmasing perusahaan anggota. Dalam hal ini JO hanya bersifat

14 sebagai alat koordinasi. Tanggung jawab pekerjaan terhadap Project Owner berada pada masing-masing anggota.

15 4. PEMBAHASAN 4.1. PEMBAHASAN 1. Pada Saat Pendirian Kerjasama Operasi (KSO) / Joint Venture (JO) Ketika sebuah Kerjasama Operasi (KSO) / Joint Venture (JO) selanjutnya dalam sekripsi ini disingkat KSO/JO. Masing-masing partisipan harus memahami kewenangan, tanggungjawab dan bagian reward yang diperoleh dalam kerjasama operasi ini dan menuangkannya dalam sebuah perikatan yang menjadi dasar hukum, atas dasar perikatan tersebut KSO/JO dapat mendaftarkan diri di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempatnya melakukan kegiatan usaha guna memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) sebagai dasar pemotongan dan pemungutan pajak yang menjadi kewajibannya sebagai warga negara. Adapun persyaratan memperoleh NPWP dan surat pengukuhan PKP sama dengan pendaftaran untuk Wajib Pajak Badan seperti yang diatur dalam SE-65/PJ./2008 dan SE-59/PJ/2007, yaitu Fotokopi Kartu Tanda Penduduk bagi penduduk Indonesia, atau paspor ditambah surat pernyataan tempat tinggal/domisili dari yang bersangkutan bagi orang asing (bentuk formulir sebagaimana dalam angka VII Lampiran I PER-160/PJ./2007). dari salah seorang pengurus Joint Operation. Pada awal berdirinya KSO/JO belum memiliki sumberdaya atau modal sehingga para partisipan/venture sering menyuntikan dana untuk operasional KSO/JO, dalm hal ini KSO/JO dapat mencatat sebagai ekuitas atau kewajiban, maka jurnal yang dipergunakan KSO/JO berkenaan dengan transaksi tersebut adalah : Kas Hutang/Investasi Venture 1 Hutang/Investasi Venture 2

16 Dalam hal para partisipan/venture menyerahkan material/bahan baku yang dibutuhkan oleh KSO/JO, jurnal untuk merekam transaksi keuangan tersebut adalah sebagai berikut : Bahan baku/persediaan/material Hutang/Investasi Venture 1 Hutang/Investasi Venture 2 KSO/JO pastinya akan mengeluarkan biaya-biaya berkenaan dengan pembentukan dan operasional sementaranya, maka KSO/JO perlu mencatat pengeluaran-pengeluaran yang dibayar oleh para partisipan/venture. Jurnal sebagai pencatat transaksi tersebut adalah sebagai berikut : Biaya Operasional Hutang/Investasi Venture 1 Hutang/Investasi Venture 2 2. Transaksi-Transaksi yang Sering Terjadi Dalam Kegiatan Usaha a. Pemotongan Pajak Penghasilan oleh lawan transaksi KSO/JO Sebagaimana dijelaskan pada bab-bab sebelumnya bahwa penghasilan KSO/JO dikenakan pajak penghasilan langsung pada partisipan/venture sehingga KSO/JO tidak ada kewajiban dalam menghitung PPh Badan, namun dalam bertransaksi dengan Wajib Pajak lain, muncul keharusan bagi lawan transaksi KSO/JO untuk memotong/memungut pajak penghasilan berkenaan dengan transaksi penggunaan jasa/barang milik KSO/JO tersebut. Berkaitan dengan hal diatas, telah diatur mekanisme pemecahan bukti potong namun jika lawan transaksi terlanjur membuat bukti potong NPWP dan atas nama KSO/JO maka bukti potong tersebut dapat dimintakan pemindah bukuan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat KSO/JO terdaftar. Hal ini juga berlaku untuk bukti potong

17 PPh Final seperti PPh Pasal 4 (2) seperti yang disampaikan dalam SE-80/PJ/2009. Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas, maka jurnal yang dipergunakan untuk mencatat atas bukti potong yang diberikan kepada para partisipan/venture adalah sebagai berikut : Jurnal mencatat adanya pendapatan oleh KSO/JO : Piutang Usaha Pendapatan Jurnal untuk mencatat pelunasan piutang oleh konsumen: Kas/Bank Uang Muka PPh 23 Piutang Usaha Jurnal untuk mencatat penyerahan bukti potong oleh KSO/JO kepada partisipan/venture : Piutang partisipan/venture Uang Muka PPh 23 Piutang partisipan/venture nantinya sebagai pengurang uang tunai bagi hasil yang akan dibayarkan kepada venture, dengan kata lain venture telah menerima bagiannya dimuka, bukan berupa uang tunai melainkan kredit pajak PPh 23 yang akan digunakannya sebagai pengurang pajak penghasilan venture tersebut. b. Kewajiban Pajak Pemotongan Penghasilan Pasal 21 Pada aktivitas operasionalnya KSO/JO dapat dipastikan menggunakan tenaga kerja baik sebagai karyawan, tenaga ahli atau tenaga tidak tetap lainnya yang merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi, sehingga KSO/JO wajib memotong pajak penghasilan mereka dan mencatatnya kedalam perkiraan hutang pajak, seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa atas penghasilan

18 karyawan, perusahaan wajib melakukan pemotongan pajak penghasilan pasal 21 dan menyetorkan ke negara melalui bank-bank persepsi atau kantor pos sebelum tanggal 10 bulan berikutnya dan melaporkan atas penghasilan dan pemotongan tersebut pada SPT Masa PPh 21 formulir 1721 sebelum tanggal 20 di bulan berikutnya. Sebagai gambaran pencatatan transaksi pembayaran gaji dan pembayar PPh pasal 21, maka KSO/JO mencatat dengan jurnaljurnal antara lain sebagai berikut : Jurnal KSO/JO saat membayar penghasilan karyawannya adalah sebagai berikut : Biaya Gaji/Upah Kas/Bank Hutang Pajak (PPh 21) Jurnal KSO/JO saat membayar PPh pasal 21 ke Negara adalah sebagai berikut : Hutang Pajak (PPh 21) Kas/Bank c. Kewajiban Pajak Penghasilan Pasal 23 KSO/JO sebagai pengguna jasa dan sewa dari rekanan dan mitranya diwajibkan memotong penghasilan rekanan dan mitranya atas jasa dan sewa yang dipergunakan KSO/JO, KSO/JO mencatat dalam perkiraan hutang pajak atas pemotongan PPh pasal 23 tersebut dan menyerahkan bukti pemotongan PPh pasal 23 kepada rekanan/mitra selanjutnya menyetorkan uang pemotongan ke Negara melalui bank persepsi atau ke kantor pos sebelum tanggal 15 bulan berikutnya dan melaporkan pemotongan PPh pasal 23 tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat KSO/JO terdaftar menggunakan formulir Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh pasal 23 sebelum tanggal 20 di bulan berikutnya. Adapun jurnal pencatatan transaksi tersebut antara lain sebagai berikut :

19 Jurnal KSO/JO saat membayar penghasilan rekanan atau mitranya adalah sebagai berikut : Biaya Subkontraktor/ Biaya Alat/Kendaraan Kas/Bank Hutang Pajak (PPh 23) Jurnal KSO/JO saat membayar PPh pasal 23 ke Negara adalah sebagai berikut : Hutang Pajak (PPh 23) Kas/Bank Setelah pemaparan pencatatan dan pengakuan perpajakan KSO/JO secara umum, berikut adalah penjelasan dan analisa transaksi KSO/JO secara khusus yang telah dikelompokan di atas Pengendalian Bersama Operasi (PBO) (PSAK No.12) Pengendalian Bersama Operasi (PBO) adalah sebuah usaha bersama dimana dua atau lebih Venture bergabung guna sebuah kegiatan operasi, usaha kerjasam ini ditandai dengan beberapa pihak memiliki kendali. Berikut adalah ilustrasi sebuah kegiatan Pengendalian Bersama Operasi (PBO). Dalam aktivitas operasionalnya bentuk usaha Kerjasama Operasi Pengendalian Bersama Operasi (PBO) selanjutnya dalam skripsi ini disingkat dengan KSO-PBO, masing-masing Venture mengambil bagian dalam operasi yang mereka jalankan bersama, dapat digambarkan sebagai berikut : Venture 1 Rp Produksi/Proses pertama Venture 2 Rp Produksi/Proses kedua Rp Venture 3 Rp Penjualan

20 Telah dijelaskan pada bab 2 perihal pelaporan keuangan Joint Venture, bahwa KSO-PBO yang memiliki jumlah material dan penyelesaian proyek dalam jangka panjang, maka laporan keuangan tersendiri untuk Joint Venture ini wajib disusun, kontribusi masing-masing para Venture kepada KSO-PBO harus tampil di neraca KSO-PBO. Besaran dan spesifikasi dari masing-masing pengerjaan yang ditangani oleh para Venture haruslah tertuang dalam perjanjian awal dan jika terdapat perubahan dan modivikasi hendaknya tertuang juga dalam sebuah perubahan kontrak perubahan perjanjian. KSO-PBO hanya menggunakan sumberdaya dan keahlian para partisipan/venture sehingga pada KSO/JO jenis ini tidak ada aset para anggota partisipan yang diserahkan pada KSO/JO, para partispan/venture hanya mengerjakan yang merupakan bagiannya saja, sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian, nilai yang menjadi bagiannya tersebut barulah dicatat oleh KSO/JO PBO, catatan khusus yang harus dilakukan oleh KSO-PBO. 1. Pada Saat Partisipan/ventur Menyerahkan Hasil Pekerjaannya Pada KSO/JO PBO : Dalam hal pekerjaan yang dilakukan partisipan/venture merupakan objek pajak penghasilan pasal 23 (PPh 23) dan merupakan barang/jasa kena pajak (PPN) maka jurnal dari transaksi penyerahan dari partisipan/venture kepada KSO/JO PBO adalah sebagai berikut : Persediaan1/Proyek Tahap 1 (Aset) PPN (Masukan) Hutang Venture 1 Hutang PPh Pasal Pada Saat Penyerahan Barang/Jasa KSO/JO Pada Konsumen Akhir

21 Barang/Pekerjaan yang dilakukan oleh KSO/JO jika objek pajak penghasilan pasal 23 (PPh 23) dan merupakan barang/jasa kena pajak (PPN) maka jurnal dari transaksi penyerahan dari KSO/JO PBO kepada konsumen akhir adalah sebagai berikut : Kas/Piutang Usaha Uang Muka PPh Pasal 23 Persediaan/Proyek (Aset) PPN (Keluaran) Laba KSO/JO Seperti telah diulas bahwa KSO/JO tidak dapat memanfaatkan bukti potong PPh 23 atas transaksinya dengan konsumen, sehingga bukti potong diberikan kepada partisipan seperti mekanisme yang telah dipaparkan pada bab 2, maka jurnal untuk mencatat transaksi penyerahan bukti potong tersebut adalah sebagai berikut : Piutang partisipan/venture Uang Muka PPh Pada Saat Akhir KSO/JO PBO dan Pembagian Keuntungan Pada saat berakhirnya KSO/JO PBO maka kewajiban pada masingmasing partisipan dan kewajiban-kewajiban terhadap pihak lain harus diselesaikan, demikian juga piutang-piutang kepada partisipan, sehingga jurnalnya adalah sebagai berikut : Laba KSO/JO Hutang Partisipan/Venture Piutang partisipan/venture Kas/Bank

22 Pengendalian Bersama Aset (PBA) (PSAK No.12) Pengendalian Bersama Aset (PBA) adalah sebuah usaha bersama dimana dua atau lebih Venture bergabung dalam kepemilikan aset, usaha kerjasama ini ditandai dengan beberapa pihak memiliki kendali atas aset bersama tersebut. Dalam aktivitas operasionalnya bentuk usaha Kerjasama Operasi Pengendalian Bersama Aset (PBA) selanjutnya dalam skripsi ini disingkat dengan KSO-PBA, masing-masing Venture mengambil bagian dalam pembentukan aset yang akan mereka jalankan bersama, dapat digambarkan sebagai berikut : Venture 1 Rp Manfaat (Rp) Venture 2 Rp ASET BERSAMA Venture 3 Rp 1. Pada Saat Pembentukan Pengendalian Bersama Aset (PBA) Pada saat pembentukan atau pembangunan aset bersama hendaknya para partisipan terlebih dahulu melakukan kesepakatan tentang besaran dan cakupan investasi pada aktiva tersebut. Adapun jurnal yang diperguanakan untuk mencatat perolehan aset dari masing- masing partisipan/venture adalah sebagai berikut :

23 Aset KSO-PBA Partisipan/Venture 1 (Equitas) Partisipan/Venture 2 (Equitas) Partisipan/Venture 3(Equitas) Pada saat pembangunan aset KSO-PBA jika berupa bangunan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 39/PMK.03/2010 tentang PPN Membangun sendiri maka diwaktu pembangunannya PPN Membangun sendiri tersebut merupakan penambah dari harga perolehan aset tersebut. Adapun jurnal yang diperguanakan untuk mencatat PPN Membangun sendiri yang dibayarkan oleh masing-masing partisipan/venture adalah sebagai berikut : Aset KSO-PBA Partisipan/Venture1 (Equitas)- PPN Membangun sendiri 2. Transaksi pengguanaan aset oleh masing-masing partisipan/venture KSO-PBA Dalam skripsi ini telah di jelaskan bahwa bentuk kerjasama dalam skripsi ini adalah KSO/JO yang memiliki administrasi dan pencatatan tersendiri sehubungan dengan perpajakan, dengan demikian transaksi dengan para partisipan/venture harus dicatat dan dilakukan pemotongan terhadap perpajakannya, maka jurnal untuk mencatat penggunaan aset KSO/JO-PBA ini dapat dicatat sebagai berikut : Piutang Partisipan/Venture1 PPN (Keluaran)(Hutang) Pendapatan KSO/JO Pada transaksi di atas para partisipan/venture harus membayar kepada KSO/JO-PBA kewajiban PPN atas transaksi penggunaan aset bersama tersebut dan mengkreditkannya dalam laporan SPT Masa PPN para partisipan/venture. Maka jurnalnya adalah sebagai berikut :

24 Kas/Bank Piutang Partisipan/Venture1 Pada saat KSO/JO-PBA menyetorkan PPN ke Negara dan melaporkan penyerahan barang/jasa kena pajak kepada partisipan/venture, maka jurnalnya adalah sebagai berikut : PPN (Hutang) Kas/Bank Kerjasama Bersama Bentuk Bangun, Kelola, Serah (Build, Operate, and Transfer / BOT) (PSAK No.36) Sebagaimana telah diketahui pada bab-bab sebelumnya bahwa Kerjasama bersama bentuk Bangun, Kelola, Serah (BKS) Build, Operate, and Transfer / BOT selanjutnya dalam skripsi ini akan disingkat menjadi KSO/JO-BOT adalah KSO/JO dimana aset dikelola oleh investor yang mendanai pembangunannya sampai berakhir masa konsesi. Di akhir masa konsesi investor akan menyerahkan aset KSO dan pengendaliannya kepada pemilik asset. Jika dalam pelaksanaannya KSO/JO-BOT ini terdaftar menjadi wajib pajak yang artinya terpisah dari para investor maupun pemilik aset maka KSO/JO- BOT wajib dilakukannya pengadministrasian dan pencatatan. 1. Pada Saat Pembentukan Kerjasama Bersama Bentuk Bangun, Kelola, Serah (Build, Operate, and Transfer / BOT) Pada saat pembetukan KSO/JO bentuk ini, terdapat aset yang diserahkan oleh pemilik aset kepada KSO/JO untuk dibangun, maka jurnalnya adalah sebagai berikut: Tanah/Aset Equitas

25 2. Pada Saat Pembangunan dan Pembentukan aset KSO/JO Pada saat pembangunan, pembelian matrial dan pembayaran upah pekerja termasuk pembayaran PPN Membangun sendiri, jurnal sebagai pencatat transaksi tersebut adalah sebagai berikut : Bangunan/Aset Equitas Pada saat pembangunan telah selesai dan KSO/JO-BOT beroperasi selama masa konsesi, pembelian matrial dan pembayaran biaya-biaya termasuk PPN, dilakukan sebagaimana perusahaan pada umumnya seperti dijelaskan di awal bab ini, dalam hal ini dilakukan juga penyusutan pada aset yang dipergunakan oleh KSO/JO-BOT. 3. Pada Saat Bagi Hasil BOT Pada saat masa konsesi dan KSO/JO-BOT menyerahkan bagi hasil KSO/JO-BOT kepada pemilik aset dan investor sebagaimana pada perjanjian yang telah dibuat diawal pembentukan KSO/JO, jurnal sebagai pencatat transaksi tersebut adalah sebagai berikut : Equitas Kas (Aset) 4. Pada Saat Berakhirnya BOT Pada saat berakhirnya masa konsesi dan KSO/JO-BOT menyerahkan kembali seluruh aset KSO/JO-BOT kepada pemilik aset sebagaimana pada perjanjian yang telah dibuat diawal pembentukan KSO/JO, jurnal sebagai pencatat transaksi tersebut adalah sebagai berikut : Equitas Bangunan/Aset Tanah/Aset

26 Kerjasama Bersama Bentuk Bangun, Serah, Kelola (Build, Transfer, and Operate / BTO) (PSAK No.36) Kerjasama bersama Bangun, Serah, Kelola (Build, Transfer, and Operate / BTO) selanjutnya dalam skripsi ini akan disingkat menjadi KSO/JO-BTO adalah KSO/JO dimana investor mendanai pembangunan aset KSO sampai siap dioperasikan, aset tersebut diserahkan kepada pemillik aset untuk dikelola. Terdapat perbedaan yang jelas antara KSO/JO BTO dengan KSO/JO BOT dalam hal pengendalian signifikan atas operasional KSO/JO, dimana pada KSO/JO BTO kendali dimiliki oleh pemilik aset sedangkan pada KSO/JO BOT kendali dimiliki oleh investor, seperti juga telah diuraikan pula pada bab 3. Dengan demikian terdapat kesamaan pencatatan pada operasional KSO/JO bentuk ini dengan KSO/JO BOT. 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa PSAK 36 dan PSAK 12 mengelompokan KSO kedalam empat macam bentuk, yaitu : a. Pengendalian Bersama Operasi (PBO) (PSAK No.12) b. Pengendalian Bersama Aset (PBA) (PSAK No.12) c. Bangun, Kelola, Serah (Build, Operate, and Transfer/BOT) (PSAK No.39) d. Bangun, Serah, Kelola (Build, Transfer, and Operate/BTO) (PSAK No.39) Masing-masing bentuk usaha kerjasama memiliki pencatatan akuntansi yang beraneka ragam sesuai dengan kebutuhan KSO/JO. Perlakuan perpajakan pada KSO/JO hanya dipandang dari segi pengadministrasian dokumen-dokumen perpajakan tanpa membedakan bentuk usaha kerjasama operasi. Kewajiban perpajakan KSO/JO sebagai pemotong dan pemungut pajak penghasilan serta PPN telah ditegaskan dalam peraturanperaturan perpajakan. KSO/JO tidak dapat menerima bukti potong pajak penghasilan sehingga bukti potong yang diterimanya diberikan kepada para

27 partisipan/venture. Pajak penghasilan atas usaha KSO/JO tidak dilakukan penghitungan dan pelaporan dalam SPT Tahunan melainkan menjadi penghasilan para partisipan/venture dan dihitung serta dilaporkan atas penghasilan tersebut, sebagai kewajiban para partisipan/venture. 5.2 Saran Untuk menghindari sanksi baik denda maupun sanksi administrasi perpajak yang lain, sebaiknya Kerjasama Operasi (KSO) atau Joint Operation (JO) melakukan pencatatan dengan benar serta memperhatikan, meneliti dan menyimpan dengan baik dokumen-dokumen perpajakan, agar saat pemeriksaan pajak berkenaan penghapusan NPWP yang disertai dengan proses restitusi PPN, dapat berjalan lancar dan cepat. Penelitian ini mengacu pada Pernyataan Standar Akuntuansi Keuangan (PSAK) revisi 2009, sebelum dicabutnya PSAK No.39 per 1 Januari 2012, maka dibutuhkan penyesuaian untuk penelitian selanjutnya dengan mengacu pada PSAK yang terbaru dan PSAK ETAP. DAFTAR PUSTAKA Ikatan Akuntansi Indonesia Standar Akuntansi Keuangan. Peberbit Salemba Empat. Ilyas, Wirawan B Pajak Penghasilan; Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Ilyas, Wirawan B Panduan Komprehensif dan Praktis Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah; Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-525/PJ./2001 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak Dalam Rangka Perjanjian Kerja Sama Operasi Muljono, Joko Tax Planning Menyiasati pajak dengan bijak. Peberbit Andi,Yogyakarta Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 39/PMK.03/2010 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Atas Kegiatan Membangun Sendiri Pohan, Chairil Anwar Aspek Pajak Joint Operation dan Kepastian Hukumnya. Indonesian Tax Review. Penerbit SMARTaxes Publishing member of Lembaga Manajemen Formasi.

28 Staff UI. Bahan Ajar. Diakses tanggal 6 oktober 2011 pukul Staff.ui.ac.id/internal/ /material/PAK-Pertemuan7.ppt. Bahan Ajar. diakses tanggal 2 Juli 2012 pukul Surat Dirjen Pajak No. S-323/PJ.42/1989 tentang Joint Operation Surat Dirjen Pajak No.SE-65/PJ./2008 tentang Penyampaian Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 44/PJ/2008 Tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Perubahan Data Dan Pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak Surat Dirjen Pajak SE-59/PJ/2007 tentang Penyampaian Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-160/PJ./2007 Tentang Perubahan Atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-161/PJ/2001 Tentang Jangka Waktu Pendaftaran Dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, Serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai

IKATAN AKUNTAN INDONESIA

IKATAN AKUNTAN INDONESIA 0 0 PENDAHULUAN 0 Dunia bisnis selalu ditandai oleh keinginan untuk melakukan investasi pada usaha yang menguntungkan dengan risiko yang kecil. Keinginan dunia bisnis untuk melakukan investasi seringkali

Lebih terperinci

AKUNTANSI KERJASAMA OPERASI

AKUNTANSI KERJASAMA OPERASI PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN PSAK No. 39 IKATAN AKUNTAN INDONESIA AKUNTANSI KERJASAMA OPERASI Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 39 tentang AKUNTANSI KERJSAMA OPERASI telah disetujui

Lebih terperinci

Perpajakan Joint Operation Usaha Jasa Konstruksi

Perpajakan Joint Operation Usaha Jasa Konstruksi Perpajakan Joint Operation Usaha Jasa Konstruksi Priyanto Rustadi Pengantar Bentuk penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Joint Operation dapat bermacam-macam, baik itu dari usaha, dari modal maupun

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pajak penghasilan atas pengembangan investasi bidang properti.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pajak penghasilan atas pengembangan investasi bidang properti. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan tidak lepas dari penelitian-penelitian yang sudah ada dan masih relevan untuk digunakan. Di bawah ini adalah penelitian terdahulu

Lebih terperinci

PSAK 66 PENGATURAN BERSAMA

PSAK 66 PENGATURAN BERSAMA PSAK 66 PENGATURAN BERSAMA Agenda 1. 2. 3. 4. Standar Pengaturan Bersama PSAK 66 Pengaturan Bersama Ilustrasi Pengaturan Bersama Diskusi PSAK 39 Kerjasama Operasi BOT BTO Perkembangan PSAK PSAK 12 Pengendalian

Lebih terperinci

PSAK No. 12 (Rev 2009)

PSAK No. 12 (Rev 2009) Departemen Akuntansi dan PPA FEUI Workshop PSAK Terbaru dan Pengajaran Akuntansi Fakultas Ekonomi UI, 6-9 Juni 2011 Hari 3 Sesi 4 PSAK No. 12 (Rev 2009).,SE.,Ak.,MM University of Indonesia Perihal PSAK

Lebih terperinci

IKATAN AKUNTAN INDONESIA

IKATAN AKUNTAN INDONESIA 0 PENDAHULUAN Latar Belakang 0 Jalan tol memiliki peran strategis baik untuk mewujudkan pemerataan pembangunan maupun untuk pengembangan wilayah. Pada wilayah yang tingkat perekonomiannya telah maju, mobilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. puluh tahun yang lampau pemerintah Indonesia telah mengunakan pola Build

BAB I PENDAHULUAN. puluh tahun yang lampau pemerintah Indonesia telah mengunakan pola Build BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka melaksanakan pembangunan di Indonesia, maka beberapa puluh tahun yang lampau pemerintah Indonesia telah mengunakan pola Build Operate and Transfer

Lebih terperinci

PSAK No. 66 (Rev 2013) Taufik Hidayat.,SE.,Ak.,MM University of Indonesia

PSAK No. 66 (Rev 2013) Taufik Hidayat.,SE.,Ak.,MM University of Indonesia PSAK No. 66 (Rev 2013).,SE.,Ak.,MM University of Indonesia Pengaturan bersama (Joint Arrangements) adalah pengaturan yang dua atau lebih pihak memiliki pengendalian bersama. Pengendalian bersama (Jointly

Lebih terperinci

AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN

AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN Akuntansi Keuangan 2 - Pertemuan 13 Slide OCW Universitas Indonesia Oleh : Dwi Martani Departemen Akuntansi FEUI 1 Agenda 1. 2. 3. 4. Pajak dalam LK Pajak dan Akuntansi Akt.

Lebih terperinci

IFRS 11/PSAK 66, Konsep, Struktur, Akuntansi dan Perpajakan di Indonesia

IFRS 11/PSAK 66, Konsep, Struktur, Akuntansi dan Perpajakan di Indonesia Joint Operations and Joint Venture: IFRS 11/PSAK 66, Konsep, Struktur, Akuntansi dan Perpajakan di Indonesia Joint Operations and Joint Ventures : IFRS 11/PSAK 66, Concept, Structure, Accounting and Taxation

Lebih terperinci

PEDOMAN PENCATATAN TRANSAKSI KEUANGAN PESANTREN. Priyo Hartono Tim Perumus Pedoman Akuntansi Pesantren

PEDOMAN PENCATATAN TRANSAKSI KEUANGAN PESANTREN. Priyo Hartono Tim Perumus Pedoman Akuntansi Pesantren PEDOMAN PENCATATAN TRANSAKSI KEUANGAN PESANTREN Priyo Hartono Tim Perumus Pedoman Akuntansi Pesantren PENDAHULUAN Tujuan dari penyusunan Pedoman Akuntansi Pesantren adalah untuk memberi panduan akuntansi

Lebih terperinci

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN PSAK No. 12 IKATAN AKUNTAN INDONESIA Pelaporan Keuangan mengenai Bagian Partisipasi (Interest) dalam Pengendalian Bersama Operasi dan Aset (Jointly Controlled Operations

Lebih terperinci

PSAK 46 AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN REVISI 2014

PSAK 46 AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN REVISI 2014 PSAK 46 AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN REVISI 2014 Dipotong Pajak oleh pihak lain saat menerima penghasilan SPT Pajak Penghasilan Beban yang dapat dikurangkan Penghasilan kena pajak X tarif pajak Pajak terutang

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh penulis atas perhitungan pajak terhutang beserta sanksi atau denda yang dikenakan terhadap Wajib

Lebih terperinci

L 2

L 2 LAMPIRAN L 1 L 2 L 3 L 4 L 5 L 6 L 7 L 8 L 9 L 10 L 11 L 12 L 13 L 14 L 15 L 16 L 17 L18 L 19 L 20 L 21 L 22 L 23 L 24 L 25 L26 L 27 L 28 L 29 L 30 L 31 L 32 L 33 L 34 L 35 L 36 L 37 L 38 DAFTAR WAWANCARA

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DIREKTUR JENDERAL PAJAK, PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menimbang : a. bahwa ketentuan mengenai tata cara penerapan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DIREKTUR JENDERAL PAJAK, PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menimbang : a. bahwa ketentuan mengenai tata cara penerapan

Lebih terperinci

Keterangan Bebas (SKB) Pemungutan PPh Pasal 22 Impor. 7 Pelayanan Penyelesaian Permohonan a. KPP Pratama dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan

Keterangan Bebas (SKB) Pemungutan PPh Pasal 22 Impor. 7 Pelayanan Penyelesaian Permohonan a. KPP Pratama dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan LAMPIRAN I SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE - 79/PJ/2010 TENTANG : STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) LAYANAN UNGGULAN BIDANG PERPAJAKAN DAFTAR 16 (ENAM BELAS) JENIS LAYANAN UNGGULAN BIDANG

Lebih terperinci

I. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9/PMK.03/2018

I. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9/PMK.03/2018 I. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9/PMK.03/2018 Pada tanggal 23 Januari 2018 telah dikeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9/PMK.03/2018 tentang Perubahan Atas

Lebih terperinci

AKUNTANSI PERPAJAKAN KELOMPOK : IV APRIDA DEWI DEVI JUNIANTY ( ) TASLIM GOTAMI

AKUNTANSI PERPAJAKAN KELOMPOK : IV APRIDA DEWI DEVI JUNIANTY ( ) TASLIM GOTAMI AKUNTANSI PERPAJAKAN KELOMPOK : IV APRIDA DEWI DEVI JUNIANTY (1205151006) TASLIM GOTAMI Bpk. Petrus Gani MENGAPA PERUSAHAAN DIWAJIBKAN MELAKUKAN PEMBUKUAN??? Didasarkan pada Kitab Undang Undang Hukum Dagang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah Iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (Wajib Pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin

Lebih terperinci

AKUNTANSI PERPAJAKAN. PSAK 46 : Standar Akuntansi atas PPh

AKUNTANSI PERPAJAKAN. PSAK 46 : Standar Akuntansi atas PPh AKUNTANSI PERPAJAKAN Modul ke: PSAK 46 : Standar Akuntansi atas PPh Fakultas EKONOMI Program Studi MAGISTER AKUNTANSI Dr. Suhirman Madjid, SE.,MS.i.,Ak., CA. HP/WA : 081218888013 Email : suhirmanmadjid@ymail.com

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Secara umum pemungutan pajak yang teratur dan permanen telah dikenakan

BAB II LANDASAN TEORI. Secara umum pemungutan pajak yang teratur dan permanen telah dikenakan BAB II LANDASAN TEORI II.1 Sejarah Perpajakan di Indonesia Secara umum pemungutan pajak yang teratur dan permanen telah dikenakan pada masa kolonial. Tetapi pada masa kerajaan dahulu juga telah ada pungutan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS BAB IV PEMBAHASAN IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS Semua badan merupakan Wajib Pajak tanpa terkecuali, mulai saat didirikan atau saat melakukan kegiatan usaha atau memperoleh

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 76 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 Sesuai dengan Undang-undang Perpajakan yang berlaku, PT APP sebagai pemberi kerja wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan

Lebih terperinci

AKUNTANSI PAJAK ATAS SEWA GUNA USAHA DAN JASA KUNSTRUKSI

AKUNTANSI PAJAK ATAS SEWA GUNA USAHA DAN JASA KUNSTRUKSI AKUNTANSI PERPAJAKAN Modul ke: Fakultas EKONOMI Program Studi MAGISTER AKUNTANSI www.mercubuana.ac.id AKUNTANSI PAJAK ATAS SEWA GUNA USAHA DAN JASA KUNSTRUKSI Dr. Suhirman Madjid, SE.,MS.i.,Ak., CA. HP/WA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.13, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Pajak. Kelebihan Pembayaran. Pengembalian. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG TATA

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. PP (Persero) Tbk merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi. PT. PP (Persero) Tbk menyediakan berbagai jasa dan solusi

Lebih terperinci

BAGIAN 2 PENGERTIAN PEMBUKUAN/PENCATATAN

BAGIAN 2 PENGERTIAN PEMBUKUAN/PENCATATAN BAGIAN 2 Inti pokok pembahasan dalam undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjelaskan hal-hal sebagai berikut: 1. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 2. Surat Pemberitahuan (SPT) &

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan

Lebih terperinci

PSAK NO. 4 LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN DAN LAPORAN KEUANGAN TERSENDIRI

PSAK NO. 4 LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN DAN LAPORAN KEUANGAN TERSENDIRI PSAK NO. 4 LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN DAN LAPORAN KEUANGAN TERSENDIRI RUANG LINGKUP Pernyataan ini diterapkan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan konsolidasian untuk sekelompok entitas

Lebih terperinci

AKUNTANSI PERPAJAKAN DAMPAK TAX AMNESTY TERHADAP PELAPORAN KEUANGAN SESUAI DENGAN PSAK 70

AKUNTANSI PERPAJAKAN DAMPAK TAX AMNESTY TERHADAP PELAPORAN KEUANGAN SESUAI DENGAN PSAK 70 AKUNTANSI PERPAJAKAN Modul ke: DAMPAK TAX AMNESTY TERHADAP PELAPORAN KEUANGAN SESUAI DENGAN PSAK 70 Fakultas EKONOMI Program Studi MAGISTER AKUNTANSI www.mercubuana.ac.id Dr. Suhirman Madjid, SE.,MS.i.,Ak.,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Aktiva Tetap 1. Pengertian Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam kedaan siap dipakai atau dibangun terlebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan,

Lebih terperinci

Bagi semua Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang memiliki Sertifikat Elektronik, perlu diperhatikan bahwa

Bagi semua Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang memiliki Sertifikat Elektronik, perlu diperhatikan bahwa Edisi No. 2, Februari 2017 SERTIFIKAT ELEKTRONIK PAJAK Tata Cara Pemberian Dan Pencabutan Sertifikat Elektronik Oleh: Tim Konsultan Pajak Russell Bedford SBR Bagi semua Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN Materi: 2 & 3 KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN Afifudin, SE., M.SA., Ak. (Fakultas Ekonomi-Akuntansi Unisma) Jl. MT. Haryono 193 Telp. 0341-571996, Fax. 0341-552229 E-mail: afifudin26@gmail.com atau

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Daftar Pajak Penghasilan Pasal 23 yang Dipotong PT.PLN (Persero) Area Garut Periode Tahun 2010

BAB IV ANALISIS. Daftar Pajak Penghasilan Pasal 23 yang Dipotong PT.PLN (Persero) Area Garut Periode Tahun 2010 BAB IV ANALISIS 4.1 Pelaksanaan Perhitungan, Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 atas Jasa Teknik pada PT PLN (Persero) Area Garut Sebelum membahas lebih lanjut mengenai

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

SEMINAR KIA III 2016 DAMPAK PENERAPAN IFRS TERHADAP PERPAJAKAN INDONESIA. oleh: Christine Tjen M.Int.Tax 10 Maret 2016

SEMINAR KIA III 2016 DAMPAK PENERAPAN IFRS TERHADAP PERPAJAKAN INDONESIA. oleh: Christine Tjen M.Int.Tax 10 Maret 2016 SEMINAR KIA III 2016 DAMPAK PENERAPAN IFRS TERHADAP PERPAJAKAN INDONESIA oleh: Christine Tjen M.Int.Tax 10 Maret 2016 OUTLINE Kerangka pelaporan akuntansi komersial vs pelaporan akuntansi pajak di Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI ANALISIS

BAB III METODOLOGI ANALISIS 59 BAB III METODOLOGI ANALISIS 3.1 Kerangka Pemikiran Pembahasan tesis ini, didasarkan pada langkah-langkah pemikiran sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi objek pajak perusahaan dan menganalisis proses

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 16/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 16/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 16/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Adriani seperti dikutip Brotodihardjo (1998) mendefinisikan, Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang

Lebih terperinci

PERPAJAKAN I PENDAFTARAN NPWP, PENGAJUAN SPPKP & PEMBAYARAN PAJAK. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis

PERPAJAKAN I PENDAFTARAN NPWP, PENGAJUAN SPPKP & PEMBAYARAN PAJAK. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Modul ke: PERPAJAKAN I PENDAFTARAN NPWP, PENGAJUAN SPPKP & PEMBAYARAN PAJAK Fakultas Ekonomi dan Bisnis Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id PENDAHULUAN Nomor Pokok

Lebih terperinci

2011, No.35 2 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

2011, No.35 2 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.35, 2011 KEMENTERIAN KEUANGAN. Kelebihan Pembayaran Pajak. Penghitungan. Prosedur PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI BERDASARKAN SAK ETAP DAN SAK IFRS ATAS PEROLEHAN ASET TETAP DAN KAITANNYA DENGAN ASPEK PERPAJAKAN.

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI BERDASARKAN SAK ETAP DAN SAK IFRS ATAS PEROLEHAN ASET TETAP DAN KAITANNYA DENGAN ASPEK PERPAJAKAN. ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI BERDASARKAN SAK ETAP DAN SAK IFRS ATAS PEROLEHAN ASET TETAP DAN KAITANNYA DENGAN ASPEK PERPAJAKAN (Skripsi) OLEH Nama : Veronica Ratna Damayanti NPM : 0641031138 No Telp :

Lebih terperinci

PERLAKUAN DAN FASILITAS PERPAJAKAN UNTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN SKEMA TERTENTU (KIK-DIRE)

PERLAKUAN DAN FASILITAS PERPAJAKAN UNTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN SKEMA TERTENTU (KIK-DIRE) KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERLAKUAN DAN FASILITAS PERPAJAKAN UNTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN SKEMA TERTENTU (KIK-DIRE) Surabaya, 25 Mei 2016 DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Ruang

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 34/PJ/2017

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 34/PJ/2017 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 34/PJ/2017 TENTANG PENEGASAN PERLAKUAN PERPAJAKAN BAGI PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM

Lebih terperinci

Hukum Pajak. Kewajiban Perpajakan (Pertemuan #9) Semester Genap

Hukum Pajak. Kewajiban Perpajakan (Pertemuan #9) Semester Genap Hukum Pajak Kewajiban Perpajakan (Pertemuan #9) Semester Genap 2015-2016 Tujuan Pembelajaran Fakultas Hukum Mahasiswa memahami pemungutan pajak melalui sistem self assessment; Mahasiswa memahami berbagai

Lebih terperinci

DAFTAR PENYUSUTAN DAN AMORTISASI FISKAL TAHUN PAJAK 2 0 NPWP : NAMA WAJIB PAJAK : BULAN / TAHUN PEROLEHAN HARGA PEROLEHAN (US$)

DAFTAR PENYUSUTAN DAN AMORTISASI FISKAL TAHUN PAJAK 2 0 NPWP : NAMA WAJIB PAJAK : BULAN / TAHUN PEROLEHAN HARGA PEROLEHAN (US$) 2 0 DAFTAR PENYUSUTAN DAN AMORTISASI FISKAL 1B KELOMPOK / JENIS HARTA BULAN / TAHUN PEROLEHAN HARGA PEROLEHAN (US$) NILAI SISA BUKU FISKAL AWAL TAHUN PENYUSUTAN / AMORTISASI KOMERSIAL METODE HARTA BERWUJUD

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.161, 2010 KEUANGAN NEGARA. Pajak Penghasilan. Penghitungan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5183) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

MEMBACA LAPORAN KEUANGAN

MEMBACA LAPORAN KEUANGAN MEMBACA LAPORAN KEUANGAN Denny S. Halim Jakarta, 31 Juli 2008 1 Outline Pengertian Akuntansi Proses Akuntansi Laporan Keuangan Neraca Laporan Rugi Laba Laporan Arus Kas Pentingnya Laporan Keuangan Keterbatasan

Lebih terperinci

PAJAK PERUSAHAAN Pajak penghasilan perusahaan Pajak pihak ketiga PPN dan PPnBM Pajak Lain-lain 2

PAJAK PERUSAHAAN Pajak penghasilan perusahaan Pajak pihak ketiga PPN dan PPnBM Pajak Lain-lain 2 PENCATATAN PAJAK Dwi Martani 1 PAJAK PERUSAHAAN Pajak penghasilan perusahaan Pajak pihak ketiga PPN dan PPnBM Pajak Lain-lain 2 PAJAK PENGHASILAN Pajak atas penghasilan perusahaan yang dipotong oleh pihak

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi yang Melatarbelakangi Kesalahan atas Kewajiban Pemotongan PPh 23

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi yang Melatarbelakangi Kesalahan atas Kewajiban Pemotongan PPh 23 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Kondisi yang Melatarbelakangi Kesalahan atas Kewajiban Pemotongan PPh 23 PT. AMK merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa ekspor impor barang. Kewajiban perpajakan PT.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 16/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 16/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 16/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa guna

Lebih terperinci

KETENTUAN PENERAPAN P3B DAN PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN P3B PERDIRJEN SEBELUMNYA

KETENTUAN PENERAPAN P3B DAN PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN P3B PERDIRJEN SEBELUMNYA KETENTUAN PENERAPAN P3B DAN PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN P3B PERDIRJEN SEBELUMNYA Perdirjen Pajak Nomor 61/PJ/2009 tentang Tata Cara Penerapan P3B s.t.d.t.d. Perdirjen Pajak Nomor 24/PJ/2010 (11 Pasal): #Pemotongan

Lebih terperinci

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 03 LAPORAN ARUS KAS

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 03 LAPORAN ARUS KAS STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 0 LAPORAN ARUS KAS KOMITE STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN DESEMBER 00 DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN --------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

Bab 11 JOINT VENTURES (USAHA BERSAMA)

Bab 11 JOINT VENTURES (USAHA BERSAMA) Bab 11 JOINT VENTURES (USAHA BERSAMA) Untuk perusahaan asing di Indonesia yang ingin melakukan usaha bersama, maka dapat dilakukan dengan cara sbb : 1. Joint Operation; 2. Merger, Akuisisi dan Likuidasi;

Lebih terperinci

Kewajiban kini entitas yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya diperkirakan mengakibatkan pengeluaran sumber daya entitas

Kewajiban kini entitas yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya diperkirakan mengakibatkan pengeluaran sumber daya entitas /Hutang kini entitas yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya diperkirakan mengakibatkan pengeluaran sumber daya entitas (SAK) Lancar Tidak Lancar Diestimasi Kontinjensi 1 Hutang Usaha

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) 5 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Teori 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pajak Penghasilan (PPh) adalah Pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak Penghasilan

Lebih terperinci

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2 I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN Dengan diundangkannya

Lebih terperinci

STANDAR AKUNTANSI TERKAIT TAX AMNESTY DAN ISSUE-ISSUE TERKAIT

STANDAR AKUNTANSI TERKAIT TAX AMNESTY DAN ISSUE-ISSUE TERKAIT 1 STANDAR AKUNTANSI TERKAIT TAX AMNESTY DAN ISSUE-ISSUE TERKAIT Oleh: Ersa Tri Wahyuni, PhD, CA, CPMA,CPSAK Agenda Hari Ini 2 Review UU No 11 tahun 2016 PSAK 70 Issue-issue Penerapan PSAK 70 UU Pajak No

Lebih terperinci

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT /2012/PP/M.IIIA Tahun 2018

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT /2012/PP/M.IIIA Tahun 2018 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT-108209.16/2012/PP/M.IIIA Tahun 2018 Jenis Pajak : PPN Tahun Pajak : 2012 Pokok Sengketa : bahwa nilai sengketa terbukti dalam sengketa banding ini adalah koreksi atas

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN HASIL PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. Dalam pelaksanaan Kerja Praktek di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Selatan

BAB III PEMBAHASAN HASIL PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. Dalam pelaksanaan Kerja Praktek di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Selatan BAB III PEMBAHASAN HASIL PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK 3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek Dalam pelaksanaan Kerja Praktek di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cikarang Selatan yang dimulai sejak tanggal 15

Lebih terperinci

BAGIAN 1 NOMOR POKOK WAJIB PAJAK. e-registration melalui laman Direktorat Jenderal Pajak

BAGIAN 1 NOMOR POKOK WAJIB PAJAK. e-registration melalui laman Direktorat Jenderal Pajak BAGIAN 1 Sebagaimana yang dipaparkan pada pertemuan sebelumnya bahwa salah satu inti pengertian pajak adalah dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani II.1. Dasar-dasar Perpajakan Indonesia BAB II LANDASAN TEORI II.1.1. Definisi Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. jasa atas penjualan tunai, penjualan kredit, dan penjualan kontrak. Ketiga pendapatan

BAB IV PEMBAHASAN. jasa atas penjualan tunai, penjualan kredit, dan penjualan kontrak. Ketiga pendapatan BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Evaluasi atas Pendapatan Perusahaan Pendapatan PT. Infimedia Solusi Pratama terbagi menjadi tiga, yaitu pendapatan jasa atas penjualan tunai, penjualan kredit, dan penjualan kontrak.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Hasil 1. Penerapan Pajak Pertambahan Nilai pada PT. Perkebunan Nusantara III Medan dengan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SPPKP) No: PEM- 00025/WPJ.19/KP.0303/2013

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisa Perlakuan Akuntansi pada Penggabungan Usaha

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisa Perlakuan Akuntansi pada Penggabungan Usaha BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisa Perlakuan Akuntansi pada Penggabungan Usaha 1. Bentuk Penggabungan Usaha Penggabungan usaha yang dilakukan oleh PT MB Tbk, PT KS, PT MS dan PT TS, merupakan

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN FORMULIR 1771 KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN PERHATIAN : SEBELUM MENGISI, BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT REK DI TAHUN PAJAK 2011

EVALUASI PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT REK DI TAHUN PAJAK 2011 Jurnal Ilmiah Buletin Ekonomi ISSN: 1410-3842 Volume 17 No.2 September 2013 EVALUASI PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT REK DI TAHUN PAJAK 2011 Meta Evelin Samosir Rachmat Kurniawan Ganda Hutapea

Lebih terperinci

ORGANISASI NIRLABA. Oleh: Tri Purwanto

ORGANISASI NIRLABA. Oleh: Tri Purwanto KONSEP DASAR ORGANISASI NIRLABA Oleh: Tri Purwanto Pelatihan Penyusunan Laporan Keuangan sesuai PSAK 45 berdasar SAK ETAP Pelatihan Penyusunan Laporan Keuangan sesuai PSAK 45 berdasar SAK ETAP Sekretariat

Lebih terperinci

Perjanjian Di Luar KUH.Perdata Perjanjian Kerjasama Operasi dan Kontrak Karya. Komisi Yudisial Republik Indonesia

Perjanjian Di Luar KUH.Perdata Perjanjian Kerjasama Operasi dan Kontrak Karya. Komisi Yudisial Republik Indonesia Perjanjian Di Luar KUH.Perdata Perjanjian Kerjasama Operasi dan Kontrak Karya Makalah disampaikan pada Pelatihan Tematik Hukum Acara Perdata Bagi Hakim di lingkungan Peradilan Umum, Bogor, 13 Juni 2013

Lebih terperinci

NPWP (NOMOR POKOK WAJIB PAJAK), WAJIB PAJAK NON EFEKTIF, KODE AKUN PAJAK, SSP, JATUH TEMPO PEMBAYARAN

NPWP (NOMOR POKOK WAJIB PAJAK), WAJIB PAJAK NON EFEKTIF, KODE AKUN PAJAK, SSP, JATUH TEMPO PEMBAYARAN Modul ke: NPWP (NOMOR POKOK WAJIB PAJAK), WAJIB PAJAK NON EFEKTIF, KODE AKUN PAJAK, SSP, JATUH TEMPO PEMBAYARAN Fakultas Ekonomi & Bisnis Disusun Oleh : Yenny Dwi Handayani Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh peneliti terhadap Perusahaan A, peneliti menarik beberapa kesimpulan. Berikut adalah beberapa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 138 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 138 TAHUN 2000 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 138 TAHUN 2000 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi piutang menurut Standar Akuntansi Keuangan No.9 (revisi 2009)

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi piutang menurut Standar Akuntansi Keuangan No.9 (revisi 2009) BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Piutang 2.1.1 Definisi Piutang Definisi piutang menurut Standar Akuntansi Keuangan No.9 (revisi 2009) adalah: Menurut sumber terjadinya, piutang digolongkan dalam dua kategori

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

PENERAPAN PSAK 16 (REVISI 2007) DAN PMK No. 79 TAHUN 2008 TENTANG ASET TETAP PADA PERUSAHAAN DI INDONESIA

PENERAPAN PSAK 16 (REVISI 2007) DAN PMK No. 79 TAHUN 2008 TENTANG ASET TETAP PADA PERUSAHAAN DI INDONESIA PENERAPAN PSAK 16 (REVISI 2007) DAN PMK No. 79 TAHUN 2008 TENTANG ASET TETAP PADA PERUSAHAAN DI INDONESIA Evi Maria Staf Pengajar Program Profesional - Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52

Lebih terperinci

PERTEMUAN 7 By Ely Suhayati SE MSi Ak PENGKREDITAN PPH PASAL 24 DAN ANGSURAN PPH PASAL 25

PERTEMUAN 7 By Ely Suhayati SE MSi Ak PENGKREDITAN PPH PASAL 24 DAN ANGSURAN PPH PASAL 25 PERTEMUAN 7 By Ely Suhayati SE MSi Ak PENGKREDITAN PPH PASAL 24 DAN ANGSURAN PPH PASAL 25 3.1 PPH PASAL 24 Dalam kondisi bisnis internasional semakin meningkat, WP Dalam Negeri dan WP BUT mungkin saja

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2010 TENTANG Menimbang: PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2010 TENTANG PELAKSANAAN PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU DIREKTUR JENDERAL PAJAK, bahwa

Lebih terperinci

2012, No.4 2 telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pel

2012, No.4 2 telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pel No.4, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERPAJAKAN. PAJAK. PPN. Barang dan Jasa. Pajak Penjualan. Barang Mewah. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5271) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB III DASAR PENGENAAN PPh PASAL 23 DAN DASAR PENGENAAN PPN ATAS EPC PROJECT. Jasa konstruksi merupakan salah satu jasa yang cukup berkembang di

BAB III DASAR PENGENAAN PPh PASAL 23 DAN DASAR PENGENAAN PPN ATAS EPC PROJECT. Jasa konstruksi merupakan salah satu jasa yang cukup berkembang di BAB III DASAR PENGENAAN PPh PASAL 23 DAN DASAR PENGENAAN PPN ATAS EPC PROJECT A. Pengertian dan Ruang Lingkup Jasa Konstruksi A. 1 Pengertian Jasa Konstruksi Jasa konstruksi merupakan salah satu jasa yang

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Penyajian Data 4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan CV. Mitra Sinergi merupakan salah satu bentuk perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan pipa dan bahan bangunan

Lebih terperinci

Materi: 2 LAPORAN KEUANGAN FISKAL

Materi: 2 LAPORAN KEUANGAN FISKAL Materi: 2 LAPORAN KEUANGAN FISKAL AGENDA Pengantar Kerangka dasar penyusunan laporan keuangan. Asumsi dasar dan persamaan akuntansi. Perbedaan lap. Keuangan komersial dan lap. keuangan fiskal. Proses penyusunan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang yakni barang IT yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha

Lebih terperinci

PERBANDINGAN IFRS FOR SMEs (2015) vs SAK ETAP

PERBANDINGAN IFRS FOR SMEs (2015) vs SAK ETAP PERBANDINGAN IFRS FOR SMEs (2015) vs SAK ETAP Materi ini dipersiapkan oleh Divisi Teknis IAI sebagai bagian yang takterpisahkan dari Discussion Paper Reviu 1 Ruang lingkup Small and medium entities (SMEs),

Lebih terperinci

Tax Review atas Penjualan Tanah dan Bangunan pada Sebuah Perusahaan Properti

Tax Review atas Penjualan Tanah dan Bangunan pada Sebuah Perusahaan Properti Tax Review atas Penjualan Tanah dan Bangunan pada Sebuah Perusahaan Properti Yohanes William Wijaya dan Elisa Tjondro Program Akuntansi Pajak Program Studi Akuntansi Universitas Kristen Petra ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

PERPAJAKAN I KUP PENDAFTARAN NPWP & PEMBAYARAN PAJAK. By : SUHIRMAN MADJID, SE.,MSi.,AK., CA. HP :

PERPAJAKAN I KUP PENDAFTARAN NPWP & PEMBAYARAN PAJAK. By : SUHIRMAN MADJID, SE.,MSi.,AK., CA. HP : PERPAJAKAN I Modul ke: 02 KUP PENDAFTARAN NPWP & PEMBAYARAN PAJAK Fakultas EKON0MI Program Studi S 1 AKUNTANSI By : SUHIRMAN MADJID, SE.,MSi.,AK., CA. HP : 081218888013 Email : suhirmanmadjid@ymail.com.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP) SAK-ETAP merupakan suatu standar akuntansi yang disusun untuk mengatur pelaporan keuangan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Pengenaan Pajak atas Penghasilan PT PIBS. PT PIBS adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi.

BAB IV PEMBAHASAN. Pengenaan Pajak atas Penghasilan PT PIBS. PT PIBS adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi. BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Pengenaan Pajak atas Penghasilan PT PIBS PT PIBS adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi. Selain mendapat imbalan atas jasa pelaksanaan konstruksi yang diberikan, PT

Lebih terperinci

Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PJ.091/PL/S/006/

Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PJ.091/PL/S/006/ Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PJ.091/PL/S/006/2014-00 Apa yang dimaksud Emas Perhiasan? Emas perhiasan adalah perhiasan dalam bentuk apapun yang bahannya sebagian atau seluruhnya dari

Lebih terperinci

PENERAPAN PSAK 16 (REVISI 2007) TENTANG ASET TETAP DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERPAJAKAN

PENERAPAN PSAK 16 (REVISI 2007) TENTANG ASET TETAP DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERPAJAKAN Edisi : VIII/Agustus 2009 PENERAPAN PSAK 16 (REVISI 2007) TENTANG ASET TETAP DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERPAJAKAN Oleh: Rian Ardhi Redhite Auditor pada KAP Syarief Basir & Rekan Berdasarkan PSAK 16 (Revisi

Lebih terperinci

PERPAJAKAN II. Penyajian Laporan Keuangan dan Pengaruhnya terhadap Perpajakan

PERPAJAKAN II. Penyajian Laporan Keuangan dan Pengaruhnya terhadap Perpajakan PERPAJAKAN II Modul ke: Penyajian Laporan Keuangan dan Pengaruhnya terhadap Perpajakan Fakultas EKONOMI Program Studi MAGISTER AKUNTANSI www.mercubuana.ac.id Dr. Suhirman Madjid, SE.,MS.i.,Ak., CA. HP/WA

Lebih terperinci

Lamhot, S.E., M.Si Dosen Tetap Politeknik Mandiri Bina Prestasi ABSTRAKSI

Lamhot, S.E., M.Si Dosen Tetap Politeknik Mandiri Bina Prestasi ABSTRAKSI PERANAN PEMERIKSAAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI TERHADAP JUMLAH PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI LEBIH BAYAR PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN BARAT Lamhot,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN tentang PEMBERIAN FASILITAS PERPAJAKAN DAN KEPABEANAN UNTUK KEGIATAN PEMANFAATAN SUMBER ENERGI TERBARUKAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN tentang PEMBERIAN FASILITAS PERPAJAKAN DAN KEPABEANAN UNTUK KEGIATAN PEMANFAATAN SUMBER ENERGI TERBARUKAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN tentang PEMBERIAN FASILITAS PERPAJAKAN DAN KEPABEANAN UNTUK KEGIATAN PEMANFAATAN SUMBER ENERGI TERBARUKAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 17 Maret 2010 Dasar Pemikiran - Mengurangi

Lebih terperinci

4. PPh TERUTANG (Pilih salah satu sesuai dengan kriteria Wajib Pajak. Untuk lebih jelasnya, lihat Buku Petunjuk Pengisian SPT) 10a. 10b.

4. PPh TERUTANG (Pilih salah satu sesuai dengan kriteria Wajib Pajak. Untuk lebih jelasnya, lihat Buku Petunjuk Pengisian SPT) 10a. 10b. 77 DEPARTEMEN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERHATIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN h SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN h ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN

Lebih terperinci