BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ciri-ciri Fenotip Sampel Ikan Cyprinid Uji Ikan Mas Majalaya Sampel ikan mas Majalaya (MJ) didapatkan dari pembudidaya ikan mas di daerah Ibun, Majalaya, Jawa Barat. Ikan mas ini merupakan ikan mas berumur sekitar 5 bulan dengan panjang antara cm. Ciri-ciri fisik sampel MJ (Gambar 13) adalah tubuhnya memanjang compressed (pipih) dan lebar, berwarna abu-abu pada bagian punggung dan putih pada bagian perut. Bagian kepala berbentuk segitiga berukuran kecil, letak mulut terminal, terdapat sepasang barbel (sungut) dan dapat disembulkan. Punggung agak tinggi dan melengkung sehingga dapat terlihat lengkungan agak tinggi antara kepala dan punggung, bentuk perut membulat. Sirip caudal berbentuk forked (bercagak) berwarna abu-abu cerah, panjang pangkal ekor (caudal peduncle) lebih pendek dibandingkan dengan lebarnya, garis linear lateralis memanjang dan agak melengkung dari bagian atas operculum sampai ke pangkal ekor. Sirip dorsal terdiri dari beberapa baris duri halus letaknya sejajar dengan sirip ventral, sirip ventral berwarna putih terletak di bagian perut, sirip pectoral berada di bawah operculum, sedangkan sirip anal berada di belakang lubang anal dan sebelum pangkal ekor. Gambar 13. Sampel Ikan Mas Majalaya (MJ) (Sumber: Dokumentasi Pribadi) Ikan mas Majalaya memiliki beberapa ciri khas pada bagian tubuh yang terlihat jelas bila dibandingkan dengan strain ikan mas yang lainnya (Gambar 14), 37

2 38 yaitu ukuran kepalanya yang kecil berbentuk segitiga bila dilihat dari samping, punggung tinggi melengkung, sedangkan badannya membulat, lebar dan besar, sehingga membuat perbandingan antara besar kepala dengan besar tubuh terlihat begitu kontras. Selain itu ikan mas Majalaya memiliki tubuh yang relatif pendek bila dibandingkan dengan strain ikan mas lainnya (SNI : ) Ikan Mas Rajadanu Gambar 14. Ciri Khas Ikan Mas Majalaya (Sumber: BRPBAT 2010 dalam Pratama 2010) Sampel ikan mas Rajadanu (RD) didapatkan dari kolam pembudidaya ikan mas di daerah Cijambe, Subang, Jawa Barat. Sampel ikan mas Rajadanu merupakan ikan mas berumur sekitar 4 bulan dengan panjang antara cm. Ciri-ciri fisik sampel RD (Gambar 15) adalah tubuhnya memanjang compressed (pipih), berwarna abu-abu kehijauan di bagian punggung, ke arah perut warnanya semakin memutih, dan pada bagian perut bawah berwarna putih. Bagian kepala agak melengkung ke bawah, letak mulut terminal, memiliki sepasang barbel (sungut) dan dapat disembulkan. Bagian punggung agak landai, sedangkan bagian perut agak membulat. Sirip caudal berbentuk forked (bercagak) berwarna gelap kecoklatan, pangkal ekor (caudal peduncle) agak panjang dan agak lebar, garis linear lateralis memanjang dari operculum sampai ke pangkal ekor. Sirip dorsal terdiri dari beberapa baris duri halus letaknya sejajar dengan sirip ventral dan memanjang sampai ke pangkal ekor. Sirip pectoral berada di bawah operculum, sedangkan sirip anal berada tepat di belakang anal dan sebelum pangkal ekor.

3 39 Gambar 15. Sampel Ikan Mas Rajadanu (RD) (Sumber : Dokumentasi pribadi) Ikan mas strain Rajadanu memiliki ciri khas pada punggungnya yang landai (rendah) dan tubuhnya memanjang (Gambar 16), sehingga bila dilihat secara teliti ikan mas Rajadanu seolah terlihat memiliki punggung yang panjang dan agak lurus. Ikan mas strain Rajadanu memiliki tubuh yang lebih memanjang dibandingkan dengan ikan mas Majalaya ataupun ikan mas Subang, dengan perut yang lebih membulat bila dibandingkan dengan ikan mas Subang. Selain itu bagian kepala ikan mas Rajadanu agak melengkung ke bawah bila dibandingkan dengan ikan mas Majalaya atau ikan mas Subang (Liptan IP2TP 2000) Ikan Mas Subang Gambar 16. Ciri Khas Ikan Mas Rajadanu (Sumber: BRPBAT 2010 dalam Pratama 2010) Sampel Ikan mas Subang (SB) didapatkan dari pembudidaya ikan mas di daerah Pabuaran, Subang, Jawa barat. Sampel SB merupakan ikan mas berumur sekitar dua bulan dengan panjang antara 5 7 cm. Ciri-ciri fisik sampel SB

4 40 (Gambar 17) adalah tubuhnya memanjang compressed (pipih), berwarna hijau kekuningan pada bagian punggung dan putih kekuningan pada bagian perut. Kepala berbentuk segitiga tidak sempurna, ukurannya agak besar dan pendek, letak mulut terminal, memiliki sepasang barbel (sungut) dan dapat disembulkan. Bagian punggung agak melenggkung ke atas sejajar dengan lekuk kepala, dan bagian perut membulat. Sirip caudal berbentuk forked (bercagak) berwarna kekuningan, panjang pangkal ekor (caudal peduncle) lebih besar daripada lebarnya, garis linear lateralis memanjang dan agak melengkung dari bagian atas operculum hingga ke pangkal ekor. Sirip dorsal terdiri dari beberapa baris duri halus, sejajar dengan sirip ventral pada bagian perut. Sirip pectoral berada di bawah operculum, sedangkan sirip anal berada di belakang lubang anal dan sebelum pangkal ekor. Gambar 17. Sampel Ikan Mas Subang (SB) (Sumber : Dokumentasi Pribadi) Ikan mas Subang sekilas mirip dengan ikan mas Rajadanu (Gambar 18), tetapi bila dilihat secara teliti ada beberapa perbedaan yang sedikit mencolok. Perbedaan ikan mas Subang dengan ikan mas Rajadanu bisa dilihat dari tinggi punggunya, punggung ikan mas Subang lebih tinggi dari punggung ikan mas Rajadanu, namun lebih rendah dari punggung ikan mas Majalaya (Khairuman dkk. 2008). Selain itu lekukan antara bagian kepala dengan punggung tidak terlalu jelas terlihat, sehingga membuat garis kepala dengan garis punggung seolah terlihat sejajar (linear). Bagian perut ikan mas Subang terlihat lebih rata bila dibandingkan dengan ikan mas Majalaya ataupun ikan mas Rajadanu. Ikan mas Subang juga

5 41 memiliki pangkal ekor (caudal peduncle) yang lebih panjang dibandingkan dengan lebarnya, hal ini berbeda dengan ikan mas Majalaya dan Rajadanu yang memiliki pangkal ekor (caudal peduncle) yang relatif lebih lebar Grass Carp Gambar 18. Ciri Khas Ikan Mas Subang (Sumber: BRPBAT 2010 dalam Pratama 2010) Sampel grass carp (GC) milik Aldino Rafiq (FPIK Unpad 2010) yang didapatkan dari toko ikan hias di Kota Bandung, Jawa Barat. Sampel GC merupakan grass carp berumur sekitar 2 tahun, dengan panjang antara cm. Ciri-ciri fisik sampel GC (Gambar 19) adalah tubuhnya berbentuk silinder memiliki panjang yang lebih besar daripada lebarnya, berwarna putih keabuan pada bagian punggung dan putih pada bagian perut. Kepala berbentuk segitiga tumpul ukurannya cukup besar, letak mulut terminal, tidak terdapat barbel (sungut) tidak dapat disembulkan. Punggung sejajar dengan kepala dan lurus, sedangkan bagian perut agak membulat. Sirip caudal berbentuk forked (bercagak) berwarna abu-abu gelap, pangkal ekor (caudal peduncle) lebih panjang daripada lebarnya, garis linear lateralis memanjang dari operculum ke pangkal ekor. Sirip dorsal hanya terdiri dari beberapa baris duri halus, ukurannya cukup tinggi dan berada sejajar dengan sirip ventral, sirip ventral berwarna putih berada di bagian perut agak belakang. Sirip pectoral berada di belakang operculum, sedangkan sirip anal terdapat di belakang lubang anal dan sebelum pangkal ekor.

6 42 Gambar 19. Sampel Grass Carp (GC) Penampakan grass carp sangat berbeda jauh bila dibandingkan dengan ikan mas ataupun giant barb (Gambar 20), bentuk tubuh yang panjang merupakan ciri khas ikan pemakan gulma air dari keluarga Cyprinid ini. Ciri khas lain selain tubuhnya yang panjang diantaranya adalah, sirip dorsal yang dimiliki oleh grass carp berukuran pendek dan cukup tinggi terletak tepat di punggung bagian tengah tubuhnya, sirip caudal ikan ini juga memiliki bentuk yang sekilas mirip seperti kuas. Ikan ini juga memiliki mata yang relatif kecil bila dibandingkan dengan ikan mas. Selain itu grass carp juga memiliki pangkal ekor (caudal peduncle) yang relatif panjang (Shireman and Smith 1983) Giant Barb Gambar 20. Ciri Khas Grass Carp (Sumber : Sampel giant barb (GB) milik Aldino Rafiq (FPIK Unpad 2010) yang didapatkan dari toko ikan hias di Kota Jakarta, sampel GB merupakan giant barb berumur sekitar 2 bulan dengan panjang anatara 8 10 cm. Ciri-ciri fisik sampel GB (Gambar 21) adalah tubuhnya memanjang berbentuk stream-line (torpedo),

7 43 berwarna agak gelap. Kepala berbentuk segitiga tidak sempurna, ukurannya sekitar 1/3 dari besar tubuhnya, letak mulut terminal, tidak ada barbel (sungut) dan dapat disembulkan. Punggung bagian depan melengkung ke atas dan ukurannya besar, semakin ke belakang ukurannya semakin mengecil, sedangkan bagian perut agak lurus dan sejajar dengan garis kepala. Sirip caudal berbentuk forked (bercagak) berwarna gelap transparan, pangkal ekor (caudal peduncle) lebih panjang dibandingkan lebarnya. Sirip dorsal memanjang letaknya tepat di atas lekukan punggung, sirip pectoral berada di bawah operculum, sirip ventral berada di bagian perut, sedangkan sirip anal berada di belakang lubang anal dan memanjang ke arah pangkal ekor. Gambar 21. Sampel Giant Barb (GB) (Sumber : Dokumentasi Pribadi) Bentuk tubuh giant barb sekilas terlihat mirip seperti ikan mas (Gambar 22), namun ketika dilihat secara teliti ikan ini memiliki ciri khas yang unik dan sangat jelas berbeda bila dibandingkan dengan ikan mas. Giant barb memiliki bentuk tubuh yang terlihat mirip seperti roket (bagian depan tubuhnya besar dan agak mengecil di bagian belakang), dengan kepala yang cukup besar dan agak lebar, ukuran kepalanya sekitar 1/3 dari ukuran tubuhnya. Ikan ini juga memiliki bentuk punggung yang unik, yakni terlihat tinggi dan melengkung seperti punuk unta, pada bagian belakang punggung ini terdapat sirip dorsal yang memanjang sepanjang lekuk punggungnya, sirip dorsal berbentuk segitiga bagian pangkalnya agak melengkung dengan ujung sirip yang agak runcing. Sirip pectoral, ventral dan anal terlihat berbentuk segitiga yang nampak seperti ujung

8 44 pisau belati, sedangkan sirip caudal-nya berbentuk seperti bumerang (bercagak) dengan ujung yang agak lancip (Rainboth 1996). Gambar 22. Ciri Khas Giant Barb (Sumber : Isolasi DNA Genom Ikan Cyprinid Uji DNA diisolasi dari kelima sampel ikan uji dengan menggunakan kit Wizard Genomic DNA Purification (Promega). Proses isolasi DNA secara garis besar memiliki empat tahapan, pertama adalah tahapan pemecahan dinding sel, kedua adalah tahapan ekstraksi DNA dari inti sel, ketiga adalah tahapan pengendapan (presipitasi) DNA, dan keempat adalah tahapan pencucian DNA (Rafsanjani 2011). Sampel yang akan diisolasi DNA-nya diambil dari jaringan sirip sehingga DNA genom ikan dapat diperoleh tanpa harus membunuh ikan terlebih dahulu. Pemecahan dinding sel dilakukan dengan pemberian nucleic lysis solution pada sampel, setelah dinding sel pecah maka DNA pada inti sel dapat diekstraksi. RNAse solution ditambahkan pada sampel untuk mengekstraksi DNA dan menghilangkan RNA yang masih menempel pada isolat. Setelah itu dilakukan pengendapan DNA dengan menambahkan protein precipitation solution pada sampel. Proses pencucian DNA dilakukan dengan menggunakan ethanol 70 %, pencucian ini dilakukan untuk membilas sisa-sisa bahan ekstraksi, sisa-sisa

9 45 protein dan garam-garam, serta senyawa-senyawa lainnya yang ikut mengendap bersama isolat DNA (Lampiran 2). Setelah proses isolasi selesai maka dilakukan pengujian kualitas DNA dengan melakukan elektroforesis dan perhitungan konsentrasi DNA menggunakan alat spektrofotometrik (Pranawaty dkk. 2012). Elektroforesis dilakukan menggunakan gel agarose dengan konsentrasi 1 % (agarose serbuk 0,4 gr + larutan TBE buffer 40 ml) pada beda potensial sebesar 75 V selama satu jam. Hasil elektroforesis dapat dilihat dengan melakukan visualisasi gel agarose di atas UV transiluminator. Sebelum melakukan visualisasi gel agarose di atas UV transiluminator, gel agarose terlebih dahulu direndam di dalam larutan EtBr (etidium bromide) untuk pewarnaan DNA. Larutan EtBr akan memendarkan DNA pada gel agarose yang disinari oleh sinar UV dengan panjang gelombang l = 312 nm pada UV transiluminator. Hasil elektroforesis kelima DNA sampel uji (Gambar 23) menunjukkan bahwa hasil isolasi DNA memiliki kualitas yang baik. Hal ini ditunjukkan dengan tidak terlihatnya smear yang tebal pada hasil elektroforesis. Smear akan terlihat dari hasil isolasi DNA genom pada gel agarose apabila masih terdapat kontaminan seperti sisa-sisa isolat, RNA, protein, ataupun senyawa kontaminan lainnya pada DNA tersebut, atau karena kualitas DNA yang kurang baik. Gambar 23. DNA Genom Ikan Uji (Tanda (Sumber : Dokumentasi Pribadi) )

10 46 Perhitungan kemurnian DNA juga perlu dilakukan untuk memastikan kualitas sampel hasil isolasi DNA genom secara kuantitatif menggunakan alat spektrofotometrik dengan melakukan perbandingan nilai absorban A 260 nm dengan A 280 nm (Lampiran 3). Hasil perhitungan konsentrasi DNA (Tabel 3) menunjukkan nilai yang berbeda-beda pada setiap sampelnya. Perbandingan nilai absorban A 260 nm dengan A 280 nm terendah diperoleh dari sampel grass carp (GC) sebesar 1,761 dan yang tertinggi diperoleh dari sampel ikan mas Subang (SB) sebesar 1,936. Rata-rata perbandingan nilai absorban A 260 nm dengan A 280 nm dari semua sampel berada pada angka 1,761 1,936. Hal ini menunjukkan bahwa sampel memenuhi persyaratan kemurnian DNA untuk proses amplifikasi, dimana syarat DNA bisa dinyatakan murni dan memenuhi persyaratan kemurnian untuk analisis molekuler bila rasio dari kedua nilai absorban A 260 nm dengan A 280 nm berada di antara 1,8 2,0 (Sambrook et al. 1989), meskipun sampel GC memiliki nilai perbendingan sebesar 1,761 layak sebagai DNA template untuk proses amplifikasi DNA karena nilai tersebut masih mendekati nilai minimum 1,8. Tabel 3. Hasil Perhitungan Kemurnian DNA Genom Ikan Cyprinid Uji No. Sampel Abs 260 nm Abs 280 nm Kemurnian DNA 1. MJ 0,163 0,088 1, RD 0,221 0,118 1, SB 0,182 0,094 1, GC 0,456 0,259 1, GB 0,123 0,064 1,922 Kemurnian DNA yang baik sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan pada proses amplifikasi DNA menggunakan teknik PCR, apabila DNA yang dijadikan sebagai template atau cetakan kurang murni atau bahkan tidak murni kemungkinan besar primer tidak akan bisa menempel pada sekuen DNA yang akan diamplifikasi karena terhalang oleh kontaminan-kontaminan yang ada pada isolat DNA genom, sehingga hal ini dapat mengakibatkan gagalnya proses amplifikasi DNA. Selain kualitas DNA template optimasi primer juga menjadi penentu keberhasilan proses amplifikasi DNA.

11 Amplifikasi DNA dan Analisis Polimorfisme Setelah didapatkan DNA dengan kualitas yang baik maka selanjutnya DNA tersebut akan dijadikan sebagai template pada proses amplifikasi DNA. Sebelum melakukan amplifikasi perlu dilakukan optimasi primer untuk mencari tempratur annealing yang tepat sehingga primer dapat menepel secara optimal pada DNA genom yang dijadikan sebagai template. Tempratur annealing yang akan digunakan dicari melalui perkiraan dengan melakukan penyesuaian terhadap melting temperature (T m ) dari masing-masing primer (McPherson and Moller 2006). Amplifikasi DNA genom dilakukan dengan metode RAPD-PCR (random amplified polymorphic DNA polymerase chain reaction) menggunakan empat jenis primer OPA, yaitu OPA-2, OPA-3, OPA-5, dan OPA-13. Setelah proses amplifikasi menggunakan keempat primer tersebut selesai kemudian sampel dielektroforesis pada gel agarose dengan konsentrasi 1,4 % (agarose serbuk 0,4 gr + larutan TBE buffer 40 ml), hasil yang didapatkan yaitu hanya ada tiga jenis primer yang menghasilkan beragam pita polimorfik (OPA-2, OPA-3, dan OPA-13), sedangkan primer OPA-5 tidak mampu memunculkan pita polimorfik dari DNA ikan Cyprinid uji (Lampiran 4). Dari ketiga primer inilah kemudian dilakukan analisis polimorfik untuk mencari tingkat kekerabatan ikan Cyprinid uji. Amplifikasi DNA sampel dengan menggunakan primer OPA-2 menghasilkan beragam pita-pita polimorfik dengan besaran amplikon antara 467 bp bp (Gambar 24). Sumur M merupakan marker DNA ladder 1 kb dengan jarak basa mulai dari 250 bp sampai dengan bp. Penggunaan marker DNA ladder 1 kb ini tepat karena DNA sampel target yang teramplifikasi berkisar antara bp (Lampiran 5). Sumur MJ memunculkan 3 pita (Gambar 24), 2 diantaranya adalah pita polimorfik (906 bp, 581 bp) dan 1 pita monomorfik yang sejajar dengan pita yang muncul pada sumur RD dan SB (698 bp) (Tabel 4), hal ini menunjukkan bahwa ikan mas Majalaya memiliki perbedaan dibandingkan dengan ikan mas Rajadanu ataupun ikan mas Subang meskipun ikan mas Majalaya masih memiliki kesamaan dengan ikan mas Rajadanu dan ikan mas Subang, perbedaan ini terlihat dari

12 48 bentuk tubuh ikan mas Majalaya yang khas dimana punggungnya tinggi dan perutnya besar membulat serta panjang tubuh relatif pendek, selain itu ukuran kepala ikan mas Majalaya relatif lebih kecil (Gambar 14). Sumur RD dan sumur SB (Gambar 24) memunculkan 2 pita pada lokasi yang sama (698 bp, 467 bp) (Tabel 4), penggunaan primer OPA-2 menunjukkan bahwa ikan mas Rajadanu dan ikan Mas Subang memiliki tingkat kesamaan genetik yang sangat dekat, hal ini dibuktikan dengan miripnya ciri fenotip antara ikan mas Rajadanu dengan ikan mas Subang, walaupun sebenarnya terdapat sedikit perbedaan antara ikan mas Rajadanu dengan ikan mas Subang, perbedaan ini dapat dilihat dari bentuk kepala, punggung dan perut yang berbeda antara ikan mas Radajadu dengan ikan mas Subang. Gambar 24. Hasil Amplifikasi DNA (OPA-2) (Sumber : Dokumentasi Pribadi) Keterangan: M = Marker 1 kb MJ = Ikan mas Majalaya RD = Ikan mas Rajadanu SB = Ikan mas Subang GC = Grass carp GB = Giant barb

13 49 Sumur GC memunculkan 5 pita (Gambar 24), dengan 4 diantaranya adalah pita polimorfik (2515 bp, 1181 bp, 1069 bp, 769 bp) dan 1 pita monomorfik (698 bp) yang sejajar dengan ketiga strain ikan mas (Tabel 4). Adanya 4 pita polimorfik menunjukkan bahwa secara fenotip maupun genotip grass carp sangat berbeda jauh dengan ikan mas walaupun ada sedikit kesamaan dengan ketiga ikan tersebut. Perbedaan ini sangat terlihat jelas dengan bentuk tubuh grass carp yang memanjang, sirip dorsal yang pendek dan cukup tinggi, ukuran mata yang relatif kecil, dan sirip caudal yang seperti kuas (Gambar 20). Tabel 4. Tabel Polimorfik dan Monomorfik OPA-2 Base Pair (bp) MJ RD SB GC GB * * * * * * * * * * Keterangan: -- = Pita Monomorfik --* = Pita Polimorfik Sumur GB memunculkan 4 pita (Gambar 24) dan keempatnya merupakan pita polimorfik (1749 bp, 999 bp, 616 bp, 540 bp) (Tabel 4). Pita-pita polimorfik ini menunjukkan bahwa giant barb memiliki cukup banyak ciri khas yang tidak ditemukan pada ikan uji lainnya. Ciri fenotip yang khas pada giant barb diantaranya adalah, bentuk kepalanya yang besar dan lebar memiliki ukuran sekitar 1/3 dari besar tubuhnya, tubuhnya sendiri berbentuk seperti roket, bagian punggungnya mirip seperti punuk unta karena bentuknya yang tinggi dan melengkung, pada lekuk punggung bagian belakang terdapat sirip dorsal yang khas berbentuk segitiga dimana bagian pangkalnya agak melengkung dan memiliki ujung yang agak lancip, selain itu sirip pectoral, ventral dan anal juga memiliki bentuk yang khas seperti ujung pisau belati, sedangkan sirip caudal-nya

14 50 memiliki bentuk seperti bumerang dengan ujung sirip yang agak runcing (Gambar 22). Amplifikasi DNA sampel dengan menggunakan primer OPA-3 memunculkan banyak pita polimorfik dan monomorfik yang lebih beragam bila dibandingkan dengan hasil amplifikasi DNA sampel menggunakan primer OPA-2. Pita-pita yang muncul pada gel agarose memiliki besaran amplikon yang beragam mulai dari 338 bp 1755 bp (Gambar 25). Sumur M merupakan marker DNA ladder 1 kb dengan jarak basa mulai dari 250 bp sampai dengan bp. Penggunaan marker DNA ladder 1 kb ini tepat karena DNA sampel target yang teramplifikasi berkisar antara bp (Lampiran 6). Penggunaan primer OPA-3 untuk mengamplifikasi DNA sampel ikan mas Majalaya memunculkan 7 pita yang berbeda (Gambar 25), dimana 2 pita diantaranya merupakan pita polimorfik (688 bp, 608) dan 5 pita lainnya adalah pita monomorfik (1337 bp, 1041 bp, 981 bp, 543 bp, 419 bp) (Tabel 5). Hasil amplifikasi DNA dengan menggunakan primer OPA-3 ini menunjukkan bahwa cukup banyak sekuen DNA ikan mas Majalaya yang komplementer dengan sekuen primer OPA-3. Kedua pita polimorfik yang muncul menunjukkan bahwa ikan mas Majalaya memiliki keragaman berbeda dari ikan mas uji lainnya, hal ini sesuai dengan ciri khas fenotip dari tubuh ikan mas Majalaya yang memiliki punggung tinggi, badan besar membulat dan panjang tubuhnya relatif pendek, serta ukuran kepala yang relatif lebih kecil (Gambar 14). Ikan mas Majalaya memiliki tingkat kesamaan genetik yang lebih dekat dengan ikan mas Rajadanu dibandingkan dengan ikan mas Subang, hal ini ditunjukkan dengan adanya lima pita monomorfik yang sama pada sampel ikan mas Rajadanu (1337 bp, 1041 bp, 981 bp, 543 bp, 419 bp), sedangkan hanya ada empat pita monomorfik yang sama pada sampel ikan mas Subang (1337 bp, 1041 bp, 981 bp, 543 bp). Ikan mas Majalaya juga memiliki beberapa kesamaan genetik dengan giant barb, hal ini ditunjukkan dengan adanya pita monomorfik dengan besar fragmen 1041 bp dan 981 bp yang juga ditemukan pada sampel giant barb. Penggunaan primer OPA-3 dalam mengamplifikasi DNA sampel ikan mas Rajadanu dan DNA sampel ikan mas Subang menghasilkan cukup banyak pita

15 51 monomorfik yang sama untuk kedua sampel ini. Ada 4 pita monomorfik yang sama-sama muncul pada sumur RD maupun sumur SB (Gambar 25), besaran fragmen keempat pita monomorfik tersebut terdiri dari 1337 bp, 1041 bp, 981 bp, dan 543 bp (Tabel 5). Munculnya 4 pita monomorfik yang sama mengindikasikan bahwa ikan mas Rajadanu dan ikan mas Subang memiliki tingkat kesamaan genetik yang sangat dekat, meskipun pada sampel ikan mas Rajadanu terdapat 2 pita monomorfik yang berbeda (781 bp, 419) dan 1 pita polimorfik (621 bp) (Tabel 5). Dua pita monomorfik yang berbeda pada sampel ikan mas Rajadanu satu diantaranya sejajar dengan pita monomorfik yang muncul pada sumur GC (781 bp), dan sisanya sejajar dengan pita monomorfik yang muncul pada sumur MJ (419 bp). Gambar 25. Hasil Amplifikasi DNA (OPA-3) (Sumber : Dokumentasi Pribadi) Keterangan: M = Marker 1 kb MJ = Ikan mas Majalaya RD = Ikan mas Rajadanu SB = Ikan mas Subang GC = Grass carp GB = Giant barb

16 52 Kemunculan pita monomorfik yang berbeda dan pita polimorfik pada sampel RD menandakan bahwa terdapat beberapa perbedaan genetik antara ikan mas Rajadanu dengan ikan mas Subang, perbedaan tersebut dapat dilihat dari bentuk tubuh ikan mas Rajadanu dengan ikan mas Subang, ikan mas Rajadanu memiliki ciri khas pada kepalanya yang agak melengkung ke bawah, punggungnya yang landai (rendah) dan bentuk tubuhnya yang agak pipih memanjang (Gambar 16), sedangkan ikan mas Subang memiliki bentuk tubuh dengan punggung agak tinggi dan perut yang relatif datar (Gambar 18). Salah satu pita monomorfik pada sampel RD yang sama dengan pita monomorfik yang terdapat pada sampel GC menunjukkan adanya sedikit kesamaan antara ikan mas Rajadanu dengan grass carp, sedangkan satu pita monomorfik lainnya yang sama dengan pita monomorfik pada sampel MJ menunjukkan bahwa ikan mas Rajadanu juga memiliki tingkat kesamaan genetik yang cukup dekat dengan ikan mas Majalaya. Ikan mas Rajadanu dan ikan mas Subang juga memiliki kesamaan genetik yang serupa dengan ikan mas Majalaya dan giant barb yakni pada pita monomorfik berukuran 1041 bp dan 981 bp. Penggunaan primer OPA-3 dalam amplifikasi DNA sampel grass carp memunculkan 4 pita berbeda (Gambar 25), primer OPA-3 hanya mampu memunculkan 3 pita polimorfik saja (1755 bp, 1478 bp, 621 bp) (Tabel 5) dimana sebelumnya pada penggunaan primer OPA-2 mampu memunculkan 4 pita polimorfik. Hal ini disebabkan karena sekuen gen polimorfik pada DNA grass carp ada yang tidak komplementer dengan sekuen primer OPA-3. Ketiga pita polimorfik yang muncul pada agarose bisa jadi merupakan representasi dari tiga ciri khas fenotip grass carp (bentuk tubuh, sirip dorsal, sirip caudal atau mata) (Gambar 20). Penggunaan primer OPA-3 dalam amplifikasi DNA sampel giant barb mampu memunculkan lebih banyak pita polimorfik maupun monomorfik bila dibandingkan dengan hasil amplifikasi menggunakan primer OPA-2 (Gambar 25). Ada 6 pita polimorfik yang berhasil diamplifikasi oleh primer OPA-3 (1639 bp, 814 bp, 737 bp, 561 bp, 474 bp, 338 bp) (Tabel 5), keenam pita polimorfik ini kemungkinan merupakan gambaran dari ciri khas fenotip giant barb yang berbeda

17 53 dengan keempat sampel lainnya, perbedaan tersebut dapat dilihat dari bentuk kepala, bentuk punggung, bentuk sirip (dorsal, pectoral, ventral, anal), dan sirip caudal (Gambar 22). Tabel 5. Tabel Polimorfik dan Monomorfik OPA-3 Base Pair (bp) MJ RD SB GC GB * * * * * * * * * * * * Keterangan: -- = Pita Monomorfik --* = Pita Polimorfik Penggunaan primer OPA-13 untuk mengamplifikasi sampel ikan Cyprinid uji menghasilkan cukup banyak ragam pita yang muncul dari hasil amplifikasi DNA genom (Gambar 26). Pita yang muncul memiliki besaran fragmen mulai dari 390 bp 1957 bp (Lampiran 7). Tetapi setelah melakukan analisa dan perbandingan data didapatkan hasil yang tidak konsisten dan tidak sesuai, dimana pada penggunaan primer OPA-13 hampir seluruh pita yang muncul merupakan pita monomorfik baik pada sampel MJ, RD, SB, dan GC. Pita polimorfik yang muncul hanya terdapat pada sampel grass carp dan giant barb saja, sedangkan pada sampel ikan mas sama sekali tidak ditemukan pita polimorfik.

18 54 Gambar 26. Hasil Amplifikasi DNA (OPA-13) (Sumber : Dokumentasi Pribadi) Keterangan: M = Marker 1 kb MJ = Ikan mas Majalaya RD = Ikan mas Rajadanu SB = Ikan mas Subang GC = Grass carp GB = Giant barb Pita polimorfik yang muncul pada sampel GC hanya berjumlah 1 pita saja (1957 bp), sedangkan ada 9 pita polimorfik yang muncul pada sampel GB (1417 bp, 1177 bp, 1073 bp, 1005 bp, 993 bp, 702 bp, 615 bp, 519 bp, 437 bp) (Tabel 6). Banyaknya pita monomorfik yang muncul pada gel agarose mengindikasikan bahwa primer OPA-13 lebih komplementer terhadap sekuen DNA monomorfik pada sampel ikan Cyprinid uji (terutama pada sampel ikan mas dan grass carp) dibandingkan dengan sekuen DNA polimorfik-nya. Kemungkinan hal ini terjadi karena sekuen primer OPA-13 tidak komplementer sama sekali dengan gen polimorfik pada DNA ikan mas uji, dan sedikit sekuen primer yang komplementer dengan gen polimorfik pada DNA grass carp. Primer OPA-13 hanya komplementer dengan sekuen gen polimorfik pada DNA giant barb saja.

19 55 Tabel 6. Tabel Polimorfik dan Monomorfik OPA-13 Base Pair (bp) MJ RD SB GC GB * * * * * * * * * * Keterangan: -- = Pita Monomorfik --* = Pita Polimorfik Penggunaan dua jenis primer OPA (OPA-2 dan OPA-3) menghasilkan beragam pita polimorfik yang muncul pada beberapa sampel ikan Cyprinid uji. Hasil amplifikasi DNA menggunakan primer OPA-2 berhasil memunculkan 2 pita polimorfik pada sampel MJ, 4 pita polimorfik pada sampel GC, dan 4 pita polimorfik pada sampel GB, sedangkan hasil amplifikasi DNA menggunakan primer OPA-2 berhasil memunculkan 2 pita polimorfik pada sampel MJ, 3 pita polimorfik pada sampel GC, dan 6 pita polimorfik pada sampel GB. Kemunculan pita-pita polimorfik ini dapat dibandingkan dengan ciri-ciri fenotip masing-masing ikan uji yang khas untuk mencari tahu efektifitas primer dalam mengamplifikasi DNA sampel. Berdasarkan perbandingan jumlah pita polimorfik yang muncul pada gel agarose dengan ciri-ciri fenotip yang khas dari sampel ikan Cyprinid uji maka bisa disimpulkan bahwa penggunaan primer OPA-2 dan OPA-3 memiliki kemampuan yang sama untuk mengamplifikasi pita polimorfik pada sampel MJ dimana hasil amplifikasi menunjukkan adanya 2 pita

20 56 polimorfik yang teramplifikasi, jumlah pita polimorfik ini sesuai dengan jumlah ciri khas fenotip sampel MJ. Primer OPA-3 lebih komplementer dengan sekuen gen polimorfik RD dibandingkan dengan OPA-2, karena berhasil memunculkan 1 pita polimorfik pada sampel RD yang menunjukkan bahwa RD memiliki ciri khas berbeda dibandingkan dengan dua ikan mas lainnya. Primer OPA-2 lebih komplementer dengan sekuen gen polimorfik pada DNA grass carp bila dibandingkan dengan primer OPA-3, karena primer OPA-2 mampu memunculkan 4 pita polimorfik yang jumlahnya sesuai dengan ciri khas fenotip sampel GC, sedangkan primer OPA-3 hanya mampu memunculkan 3 pita polimorfik saja. Primer OPA-3 memunculkan lebih banyak pita polimorfik pada sampel GB bila dibandingkan dengan primer OPA-2, dimana primer OPA-3 mampu memunculkan 6 pita polimorfik, sedangkan primer OPA-2 hanya mampu memunculkan 4 pita polimorfik saja, meskipun demikian penggunaan primer OPA-2 ataupun OPA-3 sudah sesuai dengan ciri khas fenotip pada sampel GB. Penggunaan primer OPA-2 maupun OPA-3 tidak dapat memunculkan pita polimorfik pada sampel SB, hal ini disebabkan karena kedua sekuen primer ini tidak ada yang komplementer dengan sekuen gen polimorfik pada DNA sampel SB. Pita polimorfik yang muncul pada setiap sampel belum tentu merupakan representasi dari ciri khas fenotip yang ada pada masing-masig ikan uji, karena sifat primer yang menempel secara acak tidak dapat diketahui dengan jelas apakah sekuen primer tersebut menempel pada sekuen gen polimorfik yang diekspresikan menjadi fenotip, atau bukan merupakan sekuen gen polimorfik yang diekspresikan menjadi fenotip (Liu and Cordes 2004). 4.4 Analisis Kekerabatan Ikan Cyprinid Uji Setelah melakukan pengamatan dan analisis polimorfisme dari hasil amplifikasi DNA ikan Cyprinid uji, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis kekerabatan pada ikan yang diujikan. Pola pita yang muncul pada gel agarose diterjemahkan kedalam data numerik tanpa membedakan tebal atau tipisnya pita DNA. Penerjemahan pola pita dilakukan dengan memberikan angka (0) bila tidak ditemukan pita pada sampel, dan angka (1) bila ditemukan pita pada

21 57 sampel menggunakan primer OPA-2 (Lampiran 8), OPA-3 (Lampiran 9) dan OPA-13 (Lampiran 10). Penentuan ada atau tidak adanya pita pada gel agarose dilakukan dengan bantuan beberapa software komputer, diantaranya adalah Coreldraw X6, dan Microsoft Excel 2007 (Lampiran 11). Setelah pita-pita yang muncul pada gel agarose diterjemahkan menjadi data numerik dalam bentuk matriks biner, langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan koefisien kesamaan (simple matching) dari data tersebut (Lampiran 12). Berdasarkan hasil perhitungan koefisien kesamaan (simple matching) selanjutnya pohon kekerabatan (fenogram) dibuat dengan menggunakan metode UPGMA (Unweighted Pair Group Method with Arithmetic Averages) melalui program NTSYS-PC. Pohon kekerabatan (fenogram) ini menunjukkan persentase tingkat kesamaan genetik dan hubungan kekerabatn antara masing-masing sampel yang diujikan. Pohon kekerabatan (fenogram) yang diperoleh berdasarkan pita-pita teramplifikasi (polimorfik dan monomorfik) menggunakan primer OPA-2 (Gambar 27), OPA-3 (Gambar 28) dan OPA-13 (Gambar 29) memiliki hasil yang berbeda. Perbedaan hasil fenogram ini merupakan konsekuensi logis dari adanya perbedaan pola pita teramplifikasi pada gel agarose, karena penggunaan primer RAPD untuk mengamplifikasi sekuen DNA pada suatu organisme uji memiliki prinsip amplifikasi DNA polimorfik secara acak. Fenogram hasil analisis UPGMA dengan menggunakan primer OPA-2 (Gambar 27) menunjukkan dari 5 sampel ikan Cyprinid uji diperoleh 3 kelompok, dimana kelompok pertama terdiri dari sampel MJ, sampel RD, dan sampel SB dengan nilai koefisien kesamaan sebesar 0,40. Nilai koefisien ini berarti bahwa ketiga sampel MJ, RD, dan SB memiliki 40 % kesamaan genetik, dengan demikian ketiga sampel ini masih memiliki tingkat kekerabatan yang cukup dekat. Kelompok kedua terdiri dari sampel RD dan SB dengan nilai koefisien kesamaan sebesar 1,00. Hal ini berarti bahwa antara sampel RD dengan sampel SB memiliki 100 % kesamaan genetik, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sampel RD identik dengan sampel SB dan kekerabatan antara kedua sampel tersebut sangat dekat. Kelompok ketiga terdiri dari sampel MJ, RD, dan SB dengan sampel GC,

22 58 dimana nilai koefisien kesamaannya sebesar 0,28. Nilai ini menunjukkan bahwa antara ketiga sampel ikan mas yang diujikan (MJ, RD, SB) memiliki 28 % kesamaan genetik dengan sampel GC, hal ini berarti bahwa ikan mas memiliki hubungan kekerabatan yang jauh dengan grass carp. Sampel GB pada analisis ini tidak termasuk kedalam kelompok apapun. Sampel GB dengan keempat sampel lainnya memiliki nilai koefisien kesamaan sebesar 0,00 yang berarti bahwa sampel GB dengan keempat sampel tersebut sama sekali tidak memiliki kesamaan genetik, dalam kata lain sampel GB memiliki tingkat kekerabatan yang sangat jauh dengan sampel uji lainnya. Gambar 27. Fenogram Ikan Cyprinid Uji (OPA-2) (Sumber : Dokumentasi Pribadi) Keterangan: MJ = Ikan mas Majalaya RD = Ikan mas Rajadanu SB = Ikan mas Subang GC = Grass carp GB = Giant barb Fenogram hasil analisis UPGMA dengan menggunakan primer OPA-3 (Gambar 28) memiliki perbedaan yang cukup signifikan dengan hasil fenogram sebelumnya. Fenogram di bawah menunjukkan bahwa dari 5 sampel ikan Cyprinid uji diperoleh 4 kelompok, dimana kelompok pertama masih terdiri dari tiga sampel ikan mas uji (MJ, RD, SB) dengan nilai koefisien kesamaan sebesar

23 59 0,67. Nilai ini lebih besar daripada nilai koefisien kesamaan pada fenogram OPA-2 sebelumnya, penggunaan OPA-3 mendeteksi bahwa antara ketiga sampel ikan mas uji memiliki kesamaan genetik sebesar 67 %, hal ini menunjukkan bahwa hubungan kekerabatan antara ketiga sampel tersebut dekat. Gambar 28. Fenogram Ikan Cyprinid Uji (OPA-3) (Sumber: Dokumentasi Pribadi) Keterangan: MJ = Ikan mas Majalaya RD = Ikan mas Rajadanu SB = Ikan mas Subang GC = Grass carp GB = Giant barb Kelompok kedua masih terdiri dari dua sampel yang sama yaitu sampel RD dan SB, namun pada fenogram OPA-3 ini nilai koefisien kesamaan antara sampel RD dengan sampel SB lebih kecil dari hasil sebelumnya, yakni nilai koefisien kesamaannya hanya 0,80 saja. Adanya penurunan nilai koefisien persamaan menunjukkan bahwa antara ikan mas Rajadanu dengan ikan mas Subang memiliki beberapa perbedaan genetik, sehingga tingkat kesamaan genetiknya hanya sebesar 80 % yang semula 100 % pada fenogram OPA-2, meskipun demikian kedua sampel ini masih tergolong memiliki hubungan kekerabatan yang sangat dekat. Kelompok ketiga terdiri dari tiga sampel ikan mas uji (MJ, RD, SB) dengan sampel SB, nilai koefisien kesamaannya sebesar 0,33.

24 60 Komposisi ikan pada kelompok kedua dari hasil fenogram OPA-3 terdapat perbedaan, dimana sampel GB menjadi salah satu jenis ikan yang termasuk kedalam kelompok ini menggantikan sampel GC, sedangkan sebelumnya sampel GB pada fenogram OPA-2 tidak termasuk pada kelompok manapun. Fenogram OPA-3 ini menunjukkan bahwa antara ketiga sampel ikan mas uji dengan sampel giant barb memiliki kesamaan genetik sebesar 33 %, hal ini juga berarti bahwa ikan mas memiliki hubungan kekerabatan yang jauh dengan giant barb. Kelompok terakhir terdiri dari tiga sampel ikan mas dan sampel giant barb dengan sampel GC. Nilai koefisien kesamaan pada kelompok ini sebesar 0,05, hal ini berarti sampel GC hanya memiliki 5 % kesamaan genetik dengan keempat sampel lainnya. Fenogram OPA-3 ini menunjukkan bahwa sampel GC sangat jauh berbeda dengan keempat sampel lainnya, dengan demikian bisa dipastikan hubungan kekerabatan antara grass carp dengan ikan mas atau giant barb sangat jauh. Fenogram hasil analisis UPGMA dengan menggunakan primer OPA-13 (Gambar 29) menunjukkan hasil yang cukup berbeda jauh dengan kedua fenogram sebelumnya. Fenogram di bawah menunjukan dari 5 sampel ikan Cyprinid uji didapatkan 4 kelompok yang terdiri dari, kelompok pertama terdiri dari tiga sampel ikan mas (MJ, RD, SB) dengan nilai koefisien kesamaannya sebesar 0,67. Nilai koefisien ini sama dengan kelompok pertama pada hasil fenogram OPA-3, hal ini menunjukkan bahwa pada fenogram OPA-13 ketiga ikan mas uji memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan nilai kesamaan genetik sebesar 67 %. Kelompok kedua pada fenogram OPA-13 masih terdiri dari sampel ikan mas Rajadanu dengan sampel ikan mas Subang dengan nilai koefisien kesamaan yang lebih besar dari hasil fenogram OPA-3 yakni 0,92, nilai ini menunjukkan bahwa pada fenogram OPA-13 sampel RD dengan sampel SB memiliki hubungan kekerabatan yang sangat dekat dengan perbedaan genetik sebesar 8 % saja, atau dengan kata lain sampel RD dengan sampel SB memiliki 92 % kesamaan genetik. Fenogram OPA-3 kurang tepat dalam mengelompokkan sampel GC dengan sampel GB kedalam satu kelompok (kelompok ketiga) dengan nilai koefisien kesamaan sebesar 0,44. Nilai ini menunjukkan bahwa grass carp

25 61 dengan giant barb memiliki kesamaan genetik yang cukup dekat bila dibandingkan dengan ikan mas, padahal bila dilihat dari ciri fenotipnya grass carp dengan giant barb memiliki bentuk tubuh yang sangat jauh berbeda. Pengelompokan ini bisa dipastikan menunjukkan ketidak akuratan primer OPA-13 dalam menggambarkan hubungan kekerabatan antara grass carp dengan giant barb, karena pada faktanya giant barb secara umum lebih menyerupai ikan mas daripada grass carp, sedangkan grass carp jelas sangat berbeda bila dibandingkan dengan ketiga sampel ikan mas maupun giant barb. Kelompok terakhir adalah gabungan antara kelompok pertama dengan kelompok ketiga (ikan mas dengan grass carp dan giant barb), pengelompokan ini masih dapat ditolerir walaupun pada kelompok ketiga terdapat kerancuan, karena kemungkikan ikan mas masih memiliki hubungan kekerabatan yang jauh dengan grass carp maupun giant barb mengingat kelima ikan yang diujikan merupakan satu famili Cyprinidae. Gambar 29. Fenogram Ikan Cyprinid Uji (OPA-13) (Sumber: Dokumentasi Pribadi) Keterangan: MJ = Ikan mas Majalaya RD = Ikan mas Rajadanu SB = Ikan mas Subang GC = Grass carp GB = Giant barb

26 62 Berdasarkan hasil analisa polimorfik dan fenogram (OPA-3) sebelumnya, bila ketiga jenis ikan mas dianalisis untuk mencari strain ikan mas yang memiliki potensi sifat unggul tanpa memasukkan grass carp ataupun giant barb, maka didapatkan hasil ikan mas yang masih memiliki potensi sifat unggul adalah ikan mas strain Majalaya dan ikan mas strain Rajadanu, hal ini didasarkan kepada munculnya pita polimorfik dari masing-masing ikan mas Majalaya (688 bp, 608 bp) maupun ikan mas Rajadanu (901 bp, 781 bp) (Tabel 7), pita-pita polimorfik yang muncul ini bisa jadi merupakan salah satu gen pengendali sifatsifat unggul dari ikan mas tersebut (contoh, gen pengendali laju pertumbuhan) selain dari gen yang diekspresikan menjadi fenotip. Tabel 7. Tabel Polimorfik dan Monomorfik Sampel Ikan Mas (OPA-3) Base Pair (bp) MJ RD SB * * * * Keterangan: -- = Pita Monomorfik --* = Pita Polimorfik Ikan mas Rajadanu memiliki potensi yang lebih unggul daripada ikan mas Majalaya. Keunggulan ikan mas Rajadanu bila dibandingkan dengan kedua ikan mas uji lainnya adalah dari laju pertumbuhannya yang cepat yakni 1,62 % dari bobot ikan per hari, sendangkan ikan mas Majalaya sebesar 1,40 % dari bobot ikan per hari, dan ikan mas Subang sebesar 1,33 % dari bobot ikan per hari. Selain itu ikan mas Rajadanu memiliki tingkat toleransi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan dimana ikan ini hidup. Meskipun tidak ada pita polimorfik yang muncul pada ikan mas Subang, ikan mas ini masih memiliki sedikit keunggulan dibandingkan dengan kedua ikan mas lainnya. Ikan mas Subang memiliki tingkat kelangsungan hidup tertinggi diantara ketiga jenis ikan mas yang dujikan dengan nilai sebesar 99,67 %, sedangkan ikan mas Rajadanu memiliki tingkat

27 63 kelangsungan hidup sebesar 95,67 %, dan ikan mas Majalaya sebesar 93,67 % (Pratama 2010). Karena memiliki hubungan kekerabatan yang jauh dengan ikan mas, grass carp dan giant barb memiliki potensi untuk dikawin silangkan dengan ikan mas sebagai program perbaikan kualitas genetik ikan mas yang mengalami penurunan, karena kedua ikan ini masih memiliki cukup banyak keragaman genetik bila dibandingkan dengan ikan mas yang diujikan. Selain itu kedua jenis ikan ini juga terkenal dengan laju pertumbuhannya yang cepat, grass carp dapat tumbuh dengan cepat dan bisa mencapai berat maksimum 35 kg di alam (Weimin 2004) laju pertumbuhan ikan ini sekitar 0,91 kg per bulan, ikan muda biasanya tumbuh lebih cepat dari ikan dewasa, dan ikan betina tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan ikan jantan (Sutton et al 2012), sedangkan giant barb bisa tumbuh dari 2 sampai 4 kg selama delapan bulan (Leelapatra et al dalam Mattson 2002). 4.5 Perbandingan Keakuratan Primer Suatu primer bisa dinyatakan baik apabila komplementer dengan sekuen DNA sampel dan mampu untuk memunculkan banyak pita polimorfik dari setiap sampel yang diujikan, selain itu primer yang baik juga akan menghasilkan data analisis polimorfisme maupun fenogram hubungan kekerabatan yang konsisten dan sesuai dengan karakteristik ikan uji. Keakuratan penggunaan primer OPA-2, OPA-3 dan OPA-13 dalam menganalisa polimorfisme dan hubungan kekerabatan antar ikan Cyprinid uji pada penelitian ini dapat diuji dengan cara membandingkan antara hasil analisis polimorfisme dan analisis kekerabatan (fenogram) dengan karakteristik fenotip ikan uji (Tabel 8). Berdasarkan hasil fenogram OPA-2 (Gambar 27) di atas, sampel MJ memiliki kesamaan genetik sebesar 40 % dengan sampel RD maupun sampel SB, hal ini berarti bahwa sampel MJ memiliki 60 % perbedaan genetik dibandingkan dengan kedua sampel tersebut dan menunjukkan bahwa antara ikan mas Majalaya dengan ikan mas Rajadanu dan ikan mas Subang memiliki kekerabatan yang cukup dekat. Perbedaan antara sampel MJ dengan sampel RD dan sampel SB

28 64 dibuktikan dengan bentuk tubuhnya yang khas dan berbeda bila dibandingkan dengan sampel RD maupun sampel SB. Ciri khas fenotip sampel MJ adalah tubuhnya membulat besar, dan lebar dengan punggungnya yang tinggi. Selain itu ikan ini memiliki panjang tubuh yang relatif pendek dengan kepalanya yang relatif kecil. Berbeda dengan sampel RD yang memiliki bentuk tubuh agak pipih memanjang dengan punggungnya yang landai (rendah) dan kepalanya yang agak panjang serta moncongnya agak melengkung ke bawah, ataupun sampel SB yang memiliki punggung yang agak tinggi dengan perutnya yang agak rata dan pangkal ekornya yang relatif lebih panjang. Tabel 8. Ciri Khas Fenotip Ikan Cyprinid Uji Ikan Cyprinid MJ RD SB GC GB Ciri Khas Fenotip Kepala Tubuh Caudal Pangkal ekor agak Bentuk segitiga, Punggung tinggi, lebar, sirip caudal ukurannya kecil, perut membulat, bercagak ujungnya letaknya sejajar relatif pendek membulat bagian dengan garis tubuh bawah lebih panjang Bentuk moncong mulut agak melengkung ke bawah Bentuk segitiga runcing, agak panjang dan lebar, sejajar dengan lekuk tubuh Bentuk segitiga runcing, ukurannya agak kecil, sejajar dengan garis punggung, tanpa barbell Bentuk seperti setengah lingkaran, ukurannya besar agak lebar, tanpa barbell Punggung landai (rendah), perut agak membulat, tubuh memanjang Punggung agak tinggi, perut relatif datar, tubuh agak memanjang Punggung rata dengan garis kepala (rata), perut agak membulat, tubuh silinder panjang Punggung tinggi, perut relatif datar, tubuh besar dan lebar Pangkal ekor agak panjang dan agak lebar, sirip caudal bercagak ujungnya membulat bagian bawah lebih panjang Pangkal ekor panjang, sirip caudal bercagak ujungnya membulat dan panjangnya sama Pangkal ekor relatif panjang dan agak lebar, sirip caudal bercagak seperti kuas Pangkal ekor relatif pendek, sirip caudal bercagak seperti bumerang ujungnya agak runcing

29 65 Penggunaan primer OPA-2 tidak mampu menunjukkan perbedaan ciri fenotip antara sampel RD dengan sampel SB, hal ini ditunjukkan dengan nilai kesamaan genetik antara kedua sampel ini yang mencapai 100 %. Nilai kesamaan genetik ini jelas tidak tepat karena nyatanya antara sampel RD dengan sampel SB memiliki perbedaan yang cukup jelas, dimana RD memiliki tubuh pipih memanjang dengan punggungnya yang landai sedangkan SB memiliki punggung agak tinggi dengan perutnya yang agak datar. Hal ini menunjukkan bahwa primer OPA-2 memiliki ketidak akuratan dalam membedakan ciri fenotip antara sampel RD dengan sampel SB. Selain itu primer OPA-2 kurang tepat mengelompokkan sampel grass carp kedalam kelompok 3 dengan sampel ikan mas karena perbedaan antara ikan mas dengan grass carp sangat terlihat jelas. Contohnya dari bentuk tubuh saja sudah menunjukkan bahwa grass carp yang memiliki tubuh silinder dan panjang berbeda dengan ikan mas yang umumnya memiliki bentuk tubuh agak membulat, selain itu sirip dorsal pada grass carp juga berbeda dengan sirip dorsal pada ikan mas, begitupun dengan sirip caudal. Ketidak akuratan primer OPA-2 juga ditunjukkan dengan nilai koefisien kesamaan antara sampel GB dengan keempat sampel lainnya yang bernilai 0,00. Hal ini tidak tepat karena secara umum bentuk tubuh giant barb memiliki kesamaan dengan bentuk tubuh ikan mas, walaupun giant barb memiliki banyak ciri fenotip yang khas yang tidak dimiliki oleh strain ikan mas manapun. Berdasarkan hasil fenogram OPA-3 (Gambar 28) di atas, sampel MJ memiliki kesamaan genetik 67 % dengan sampel RD dan sampel SB, hal ini menunjukkan bahwa ikan mas Majalaya memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan ikan mas Rajadanu dan ikan mas Subang. Meskipun deimikan ikan mas Majalaya masih memiliki keragaman genetik dengan adanya 2 pita polimorfik yang teramplifikasi oleh primer OPA-2 maupun OPA-3. Penggunaan primer OPA-3 berhasil menunjukkan perbedaan antara ikan mas Rajadanu dengan ikan mas Subang, perbedaan ini ditunjukkan dengan adanya dua pita mononorfik yang berbeda pada ikan mas Rajadanu, meskipun bukan pita polimorfik yang muncul namun hal ini mengindikasikan bahwa antara ikan mas Rajadanu dengan ikan mas Subang terdapat perbedaan yang nyata walaupun sekilas bentuk tubuh

30 66 keduanya nampak sama. Pengelompokan sampel giant barb dengan ketiga jenis ikan mas pada fenogram OPA-3 tepat, karena giant barb secara umum memiliki bentuk tubuh yang lebih mirip dengan ikan mas dibandingkan grass carp. Selain itu primer OPA-3 mampu untuk memunculkan 6 pita polimorfik pada sampel giant barb, jumlah ini lebih banyak dibandingkan dengan pita polimorfik yang dihasilkan oleh primer OPA-2 (4 pita). Posisi grass carp pada fenogram OPA-3 berada di kelompok 4, atau kelompok terakhir dengan nilai kesamaan genetik 5 %, hasil ini bisa dikatakan cukup akurat karena berdasarkan ciri fenotipnya grass carp memiliki bentuk tubuh yang paling berbeda dari keempat ikan uji lainnya. Berbedanya ciri fenotip grass carp sudah mengindikasikan bahwa ikan ini merupakan kerabat yang sangat jauh dengan ikan mas ataupun giant barb, namun tidak menutup kemungkinan bahwa grass carp masih memungkinkan untuk dikawinkan secara silang dengan ikan mas atau giant barb, ataupun dilakukan rekayasa genetik lainnya. Berdasarkan hasil fenogram OPA-13 (Gambar 29) di atas, sampel MJ memiliki kesamaan genetik sebesar 67 % dengan sampel RD dan SB, nilai ini sama dengan hasil fenogram OPA-3 yang menunjukkan bahwa ikan mas Majalaya memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan ikan mas Rajadanu dan ikan mas Subang. Meskipun nilai kesamaan genetik ketiga ikan mas ini sama dengan nilai kesamaan genetik pada fenogram OPA-3, tetapi tidak ada pita polimorfik yang muncul pada analisis polimorfisme OPA-13, bisa jadi hal ini disebabkan karena sekuen primer OPA-13 yang tidak komplementer dengan sekuen suatu gen penyandi (exon) yang terekspresi menjadi suatu fenotip pada ikan mas, namun komplementer dengan sekuen yang tidak diekspresikan (intron) menjadi fenotip sebagai akibat dari sifat primer RAPD yang menempel secara acak pada sekuen DNA genom sampel (Liu and Cordes 2004). Fenogram OPA-13 juga menunjukkan kekeliruan dalam mengelompokkan grass carp dan giant barb kedalam satu kelompok yang sama, ketidak akuratan ini dapat dibuktikan dengan melakukan perbandingan antara ciri fenotip dari grass carp dengan giant barb, dimana grass carp memiliki bentuk tubuh yang khas yaitu berbentuk silinder dan panjang, sedangkan giant barb memiliki bentuk tubuh seperti torpedo dan besar

31 67 serta bila dilihat secara umum giant barb lebih menyerupai ikan mas daripada dengan grass carp. Adanya ketidak akuratan hasil analisa polimorfisme dan analisa kekerabatan dengan fenotip ini membuat primer OPA-13 dinilai kurang tepat untuk menganalisa tingkat polimorfisme dan kekerabatan genetik antara ikan Cyprinid uji, oleh karenanya primer OPA-13 bukan primer yang ideal. Primer OPA-2 dapat memunculkan beragam pita polimorfik maupun monomorfik pada setiap sampel uji dan menghasilkan fenogram yang cukup baik, namun primer ini masih kurang akurat karena adanya beberapa hasil analisis yang menunjukkan ketidak konsistenan bila dibandingkan dengan karakteristik ikan uji. Berbeda halnya dengan OPA-3 yang mampu memunculkan lebih banyak ragam pita polimorfik dan monomorfik dari OPA-2, kemudian dari pola pita tersebut dihasilkan fenogram yang memiliki kesesuaian dengan ciri-ciri fenotip ikan uji. Secara keseluruhan OPA-3 lebih unggul daripada OPA-2, karena OPA-3 memberikan hasil analisa yang lebih akurat dan konsisten serta sesuai dengan karakteristik ikan uji, meskipun pada amplifikasi sampel GC pita polimorfik yang dihasilkan lebih sedikit.

Bandung, Juni Fegaira Almas Saniy

Bandung, Juni Fegaira Almas Saniy KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah penulis panjatkan puji dan syukur atas rahmat, hidayah, serta nikmat yang telah diberikan oleh Allah `Azza wa Jalla yang Maha Perkasa lagi Maha Agung pemilik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi DNA Genom Isolasi dalam penelitian ini menggunakan Wizard Genomic Purification Kit (Promega), yang dapat digunakan untuk mengisolasi DNA genom dari jaringan segar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan Cyprinid salah satu yang populer diantaranya adalah ikan mas atau common carp (Cyprinus carpio) merupakan ikan air tawar yang bernilai ekonomis penting dan cukup

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai September tahun 2011. Sampel ikan berasal dari 3 lokasi yaitu Jawa (Jawa Barat), Sumatera (Jambi),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maskoki memiliki keindahan dan daya tarik tersendiri karena bentuk dan ukuran tubuhnya serta keindahan pada variasi warna dan corak yang beragam (Perkasa & Abdullah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan hasil perikanan yang beranekaragam, sehingga mendatangkan devisa negara yang cukup besar terutama dari

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Ikan Mas (Cyprinus carpio) Ikan mas atau common carp (Cyprinus carpio L.) yang ada di Indonesia menurut sejarahnya berasal dari daratan China, Rusia (Santoso 1993) Eropa, Taiwan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a)

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) 8 tampak diskor secara manual. Kriteria penskoran berdasarkan muncul tidaknya lokus, lokus yang muncul diberi skor 1 dan yang tidak muncul diberi skor 0. Data biner yang diperoleh selanjutnya diolah menjadi

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR II. BAHAN DAN METODE Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila hibrida hasil persilangan resiprok 3 strain BEST, Nirwana dan Red NIFI koleksi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur, Bogor.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kuantitas dan Kualitas DNA

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kuantitas dan Kualitas DNA HASIL DAN PEMBAHASAN Gen sitokrom b digunakan sebagai pembawa kode genetik seperti halnya gen yang terdapat dalam nukleus. Primer tikus yang dikembangkan dari gen sitokrom b, terbukti dapat mengamplifikasi

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Profil RAPD Keanekaragaman profil RAPD meliputi jumlah fragmen dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan tiga primer (OPA-2, OPC- 2, dan OPC-5)

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD Herdiyana Fitriani Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD)

KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD) KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

Elektroforesis Hasil Amplifikasi Analisis Segregasi Marka SSR Amplifikasi DNA Kelapa Sawit dengan Primer Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN

Elektroforesis Hasil Amplifikasi Analisis Segregasi Marka SSR Amplifikasi DNA Kelapa Sawit dengan Primer Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN 11 annealing yang tepat dengan mengatur reaksi pada berbagai suhu dalam satu reaksi sekaligus sehingga lebih efektif dan efisien. Proses optimasi dilakukan menggunakan satu sampel DNA kelapa sawit yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia (Suhartini dan Nur 2005 dalam Granada 2011),

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN INTISARI ABSTRACT BAB I

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN INTISARI ABSTRACT BAB I DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRACT...

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi DNA Metode isolasi dilakukan untuk memisahkan DNA dari komponen sel yang lain (Ilhak dan Arslan, 2007). Metode isolasi ini sesuai dengan protokol yang diberikan oleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tanaman mangga dengan menggunakan metode CTAB (cetyl trimethylammonium

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tanaman mangga dengan menggunakan metode CTAB (cetyl trimethylammonium BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ekstraksi DNA Analisis DNA dimulai dengan melakukan ekstraksi DNA total dari daun tanaman mangga dengan menggunakan metode CTAB (cetyl trimethylammonium bromide). CTAB merupakan

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 10. Hasil ekstraksi DNA daun

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 10. Hasil ekstraksi DNA daun HASIL DAN PEMBAHASAN Optimasi Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA dilakukan untuk mengisolasi DNA yaitu dengan cara fisik (penggerusan) dibantu oleh senyawa-senyawa kimia dengan metode tertentu sehingga didapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Penyakit oleh B. theobromae Penyakit yang disebabkan oleh B. theobromae pada lima tanaman inang menunjukkan gejala yang beragam dan bagian yang terinfeksi berbeda-beda (Gambar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN :

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN : Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: 15-23 ISSN : 2088-3137 ANALISIS KEKERABATAN IKAN MAS KOI (Cyprinuscarpio koi) DAN IKAN MAS MAJALAYA (Cyprinuscarpio carpio) MENGGUNAKAN METODE

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

Pengujian DNA, Prinsip Umum

Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2013 yang bertempat di Laboraturium Bioteknologi FPIK UNPAD kampus Jatinangor.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Lele Ikan Lele adalah salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk ke dalam ordo Siluriformes dan digolongkan ke dalam ikan bertulang sejati. Lele dicirikan

Lebih terperinci

KERAGAMAN Musa acuminata Colla LIAR DENGAN PENDEKATAN MORFOLOGI DAN MOLEKULER

KERAGAMAN Musa acuminata Colla LIAR DENGAN PENDEKATAN MORFOLOGI DAN MOLEKULER KERAGAMAN Musa acuminata Colla LIAR DENGAN PENDEKATAN MORFOLOGI DAN MOLEKULER SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai derajat Sarjana Sains (S.Si) Pada Jurusan Biologi Fakultas Matematika

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Purifikasi DNA Total DNA total yang diperoleh dalam penelitian bersumber dari darah dan bulu. Ekstraksi DNA yang bersumber dari darah dilakukan dengan metode phenolchloroform,

Lebih terperinci

I. PEMBAHASAN. Hasil Uji Kuantitatif dan Kualitatif DNA. menggunakan teknik elektroforesis gel agarosa konsentrasi 1% pada tangki berisi

I. PEMBAHASAN. Hasil Uji Kuantitatif dan Kualitatif DNA. menggunakan teknik elektroforesis gel agarosa konsentrasi 1% pada tangki berisi I. PEMBAHASAN A. Hasil Uji Kuantitatif dan Kualitatif DNA Uji kualitatif dilakukan dengan dipilih secara acak sebanyak 14 sampel dari 27 sampel yang digunakan karena dianggap mewakili keseluruhan sampel

Lebih terperinci

Analisis Kekerabatan Genetik Hibrid Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) dan Ikan Mas (Cyprinus carprio L) Mengunakan PCR-RAPD

Analisis Kekerabatan Genetik Hibrid Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) dan Ikan Mas (Cyprinus carprio L) Mengunakan PCR-RAPD Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. VIII No. 1 /Juni 2017 (42-47) Analisis Kekerabatan Genetik Hibrid Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) dan Ikan Mas (Cyprinus carprio L) Mengunakan PCR-RAPD Gilang Kusuma

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Polimorfisme RAPD dan Mikrosatelit Penelitian ini menggunakan primer dari Operon Technology, dimana dari 10 primer acak yang diseleksi, primer yang menghasilkan pita amplifikasi yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Lokasi Penelitian. B. Perancangan Penelitian. C. Teknik Penentuan Sampel. D. Jenis dan Sumber Data

III. METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Lokasi Penelitian. B. Perancangan Penelitian. C. Teknik Penentuan Sampel. D. Jenis dan Sumber Data 16 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2015 s/d Januari 2016. Lokasi penelitian berada di Desa Giriharjo, Kecamatan Ngrambe, Kabupaten Ngawi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Virus Hepatitis B Gibbon Regio Pre-S1 Amplifikasi Virus Hepatitis B Regio Pre-S1 Hasil amplifikasi dari 9 sampel DNA owa jawa yang telah berstatus serologis positif terhadap antigen

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kamboja (Plumeria sp.)

II. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kamboja (Plumeria sp.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Kamboja (Plumeria sp.) Tanaman kamboja (Plumeria sp.) merupakan salah satu contoh dari famili Apocynaceae. Kamboja diketahui merupakan tumbuhan yang berasal dari Amerika

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Foto lokasi Pengambilan Ikan Uji. Lele Sangkuriang Tasikmalaya. Lele Sangkuriang. Lele Dumbo Singaparna Lele Albino Lele Sangkuriang Garut

Lampiran 1. Foto lokasi Pengambilan Ikan Uji. Lele Sangkuriang Tasikmalaya. Lele Sangkuriang. Lele Dumbo Singaparna Lele Albino Lele Sangkuriang Garut LAMPIRAN 54 Lampiran 1. Foto lokasi Pengambilan Ikan Uji Lele Sangkuriang Sumedang Lele Lokal Lele Sangkuriang Tasikmalaya Lele Dumbo Singaparna Lele Albino Lele Sangkuriang Garut 55 Lampiran 2. Bagan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Gen GH exon 3 pada kambing PE, Saanen, dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) berhasil diamplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Panjang fragmen

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif cross sectional molekuler. Data yang diperoleh berasal dari pemeriksaan langsung yang dilakukan peneliti sebanyak

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon DNA genomik sengon diisolasi dari daun muda pohon sengon. Hasil uji integritas DNA metode 1, metode 2 dan metode 3 pada gel agarose dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang

BAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang mudah dikenali dan distribusinya tersebar luas di dunia. Dominan hidupnya di habitat terestrial. Kelimpahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Objek Penelitian Empat spesies burung anggota Famili

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Perikanan dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman dioecious. Jenis kelamin betina menjamin keberlangsungan hidup suatu individu, dan juga penting

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Kuantitas DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah dengan Spektrofotometer Pengujian kualitas DNA udang jari (Metapenaeus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Penanda Morfologi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Penanda Morfologi 36 HSIL DN PEMHSN nalisis Penanda Morfologi Penanda morfologi meliputi karakter bentuk, ukuran, warna untuk daun dan buah. Variasi kedudukan daun terlihat pada posisi tegak, terbuka dan terkulai. Letak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki 3 pasang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki 3 pasang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki 3 pasang sungut peraba (barbel) pada sisi kanan dan kiri anterior kepala, tidak memiliki sisik, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Kualitas DNA

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Kualitas DNA HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Sumber DNA pada Aves biasanya berasal dari darah. Selain itu bulu juga dapat dijadikan sebagai alternatif sumber DNA. Hal ini karena pada sebagian jenis Aves memiliki pembuluh

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

Deteksi DNA Seara Visual Dengan Teknik Elektroforesis

Deteksi DNA Seara Visual Dengan Teknik Elektroforesis Deteksi DNA Seara Visual Dengan Teknik Elektroforesis Laurencius Sihotang I. Tujuan 1. Mempelajari 2. Mendeteksi DNA yang telah di isolasi dengan teknik spektrofotometrik 2. mengetahui konsentrasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh kokoh, leher pendek, paruh ramping dan cere berdaging. Distribusi burung Famili Columbidae tersebar

Lebih terperinci

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 6 ISOLASITOTAL DNA MANUSIADENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan manusia, dapat dari darah, folikel rambut, mukosa mulut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Identitas Kutukebul Pengkoloni Pertanaman Tomat Kutukebul yang dikumpulkan dari pertanaman tomat di daerah Cisarua, Bogor diperbanyak di tanaman tomat dalam kurungan kedap serangga

Lebih terperinci

DETEKSI KERAGAMAN GENOTIP HIBRID IKAN LELE SANGKURIANG, MUTIARA TRANSGENIK DAN MUTIARA NON TRANSGENIK PADA KETURUNAN PERTAMA

DETEKSI KERAGAMAN GENOTIP HIBRID IKAN LELE SANGKURIANG, MUTIARA TRANSGENIK DAN MUTIARA NON TRANSGENIK PADA KETURUNAN PERTAMA Jurnal Perikanan Kelautan Vol. VII No. 2/Desember 2016 (111-120) DETEKSI KERAGAMAN GENOTIP HIBRID IKAN LELE SANGKURIANG, MUTIARA TRANSGENIK DAN MUTIARA NON TRANSGENIK PADA KETURUNAN PERTAMA Asri Ulfah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Morfologi Pada penelitian ini digunakan lima sampel koloni karang yang diambil dari tiga lokasi berbeda di sekitar perairan Kepulauan Seribu yaitu di P. Pramuka

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

III. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi,

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6130 - 1999 Standar Nasional Indonesia Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan...1

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fabavirus pada Tanaman Nilam Deteksi Fabavirus Melalui Uji Serologi Tanaman nilam dari sampel yang telah dikoleksi dari daerah Cicurug dan Gunung Bunder telah berhasil diuji

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Karakterisasi genetik Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) hasil tangkapan dari Laguna Segara Anakan berdasarkan haplotipe

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG DAFTAR ISI ABSTRAK... Error! ABSTRACT... Error! KATA PENGANTAR... Error! DAFTAR ISI... i DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG... Error! BAB I PENDAHULUAN... Error! 1.1 Latar Belakang... Error! 1.2 Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Promoter -Aktin Ikan Mas Promoter -Aktin dari ikan mas diisolasi dengan menggunakan metode PCR dengan primer yang dibuat berdasarkan data yang ada di Bank Gen. Panjang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif untuk mengetahui

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif untuk mengetahui BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif untuk mengetahui variasi genetik beberapa varietas mangga berdasarkan RAPD (Random Amplified Polymorphic

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif. Penelitian membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6138 - 1999 Standar Nasional Indonesia Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Pendahuluan Halaman 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Profil RAPD Keragaman profil penanda DNA meliputi jumlah dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan primer OPA-02, OPC-02, OPC-05 selengkapnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. PERBANDINGAN BEBERAPA METODE ISOLASI DNA UNTUK PENENTUAN KUALITAS LARUTAN DNA TANAMAN SINGKONG (Manihot esculentum L.) Molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau diisolasi untuk berbagai macam

Lebih terperinci

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN Darda Efendi, Ph.D Nurul Khumaida, Ph.D Sintho W. Ardie, Ph.D Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB 2013 Marka = tanda Marka (marka biologi) adalah sesuatu/penanda

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Amplifikasi silang jenis Mindi Amplifikasi DNA merupakan proses penggandaan DNA dimana basa penyusun DNA direplikasi dengan bantuan primer. Primer merupakan potongan rantai

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu 10 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2015 sampai Februari 2016. Isolasi dan visualisasi RNA Colletrotichum dilaksanakan di Laboratorium Hama Penyakit

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6484.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Prakata... 1 Pendahuluan... 1 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FENOTIPE MORFOMERISTIK DAN KERAGAMAN GENOTIPE RAPD (RANDOMLY AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA) IKAN NILEM (Osteochilus hasselti) DI JAWA BARAT

KARAKTERISTIK FENOTIPE MORFOMERISTIK DAN KERAGAMAN GENOTIPE RAPD (RANDOMLY AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA) IKAN NILEM (Osteochilus hasselti) DI JAWA BARAT KARAKTERISTIK FENOTIPE MORFOMERISTIK DAN KERAGAMAN GENOTIPE RAPD (RANDOMLY AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA) IKAN NILEM (Osteochilus hasselti) DI JAWA BARAT MULYASARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.. Tempat dan Waktu Tempat penelitian analisis DNA dilakukan di Common Laboratory SEAMEO BIOTROP dan laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan menggunakan primer NA. Primer NA dipilih karena protein neuraminidase,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 10 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di pekarangan warga di Kecamatan Jumantono, Kecamatan Karanganyar dengan dua jenis tanah yang berbeda yaitu tanah Latosol (Desa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fungsi dan Struktur Mitokondria Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma. Mitokondria berfungsi sebagai organ respirasi dan pembangkit energi dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni TINJAUAN PUSTAKA Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni siklus hidupnya terdiri dari telur larva pupa imago. E. kamerunicus

Lebih terperinci

UJI KUANTITATIF DNA. Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Ahli Pertama

UJI KUANTITATIF DNA. Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Ahli Pertama UJI KUANTITATIF DNA Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Ahli Pertama A. PENDAHULUAN Asam deoksiribonukleat atau lebih dikenal dengan DNA (deoxyribonucleid acid) adalah sejenis asam nukleat yang tergolong biomolekul

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-) HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Daerah D-loop Amplifikasi daerah D-loop DNA mitokondria (mtdna) pada sampel DNA sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO dilakukan dengan menggunakan mesin PCR Applied

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.1.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Perikanan dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Proliferasi Kalus Embriogenik Kalus jeruk keprok Garut berasal dari kultur nuselus yang diinduksi dalam media dasar MS dengan kombinasi vitamin MW, 1 mgl -1 2.4 D, 3 mgl -1 BAP, 300

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN TAWES (PUNTIUS JAVANICUS) JOIS

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN TAWES (PUNTIUS JAVANICUS) JOIS KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN TAWES (PUNTIUS JAVANICUS) JOIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: ISSN :

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: ISSN : Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 337-345 ISSN : 2088-3137 KERAGAMAN GENETIK RUMPUT LAUT Eucheuma spp. DARI SUKABUMI, JAWA BARAT BERDASARKAN METODE RAPD PCR Putri Indah Ayuningrum*,

Lebih terperinci