HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 10. Hasil ekstraksi DNA daun

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 10. Hasil ekstraksi DNA daun"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Optimasi Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA dilakukan untuk mengisolasi DNA yaitu dengan cara fisik (penggerusan) dibantu oleh senyawa-senyawa kimia dengan metode tertentu sehingga didapat DNA murni. Hasil ekstraksi DNA ini dapat diketahui dengan melakukan pengujian kuantitas dan kualitas DNA. Uji kuantitas dan kualitas DNA dilakukan dengan proses elektroforesis dengan menggunakan gel agarose. Selain itu uji kualitas DNA dilakukan juga untuk dapat menentukan perbandingan pengenceran DNA untuk dapat dipakai sebagai salah satu bahan pada tahap selanjutnya, yaitu tahapan PCR. 100x 20x 80x 10x Gambar 10. Hasil ekstraksi DNA daun Pengenceran dilakukan untuk dapat memperoleh DNA yang lebih bersih dan murni. Setiap sampel DNA mempunyai perlakuan pengenceran yang berbedabeda dan hal ini sangat tergantung dari kualitas DNA yang dihasilkan. Pengenceran dimaksudkan agar pada tahap PCR, primer dapat menempel pada pita DNA. Apabila DNA terlalu banyak kotoran, maka primer tidak dapat menempel sehingga tidak akan terjadi proses amplifikasi DNA. Menurut Qiagen (2001), pita DNA yang tebal mengindikasikan bahwa hasil ekstraksi pada pita tersebut masih kotor. Hasil ekstraksi yang kotor ini masih mengandung larutan kloroform, kandungan fenol yang tinggi dan alkohol. Selain itu, hasil yang kotor tersebut masih mengandung kontaminasi protein,

2 polisakarida, dan RNA. Pita DNA yang tebal memerlukan perbandingan pengenceran yang lebih besar yaitu 100x (99 µl aquabidest : 1 µl DNA) dan hal ini mengindikasikan bahwa kualitas pita DNA tersebut kotor, sedangkan untuk pita yang paling tipis menggunakan perbandingan pengenceran 10x (9 µl aquabidest : 1 µl DNA). Pengenceran yang lain mengikuti tebal tipisnya pita seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10. Terdapat perbedaan metode ekstraksi antara sampel daun dan kayu. Pada sampel daun menggunakan metode Promega sedangkan pada sampel kayu menggunakan metode CTAB yang dimodifikasi. Berdasarkan data yang didapatkan di lapangan terdapat 4 sampel kayu dan daun yang berasal dari satu induk yang sama yaitu pohon dengan nomor 5719, 5722, 5710 dan Hasil yang didapatkan pada ekstraksi DNA dari kayu berbeda dengan ekstraksi pada daun, pita DNA yang dihasilkan pada kayu tipis bahkan ada beberapa pita yang sangat tipis. Meskipun sebelumnya belum pernah dilakukan penelitian tentang ekstraksi DNA pada kayu, namun sama halnya dengan ekstraksi pada sampel daun, pengenceran hasil ekstraksi pada kayu untuk kegiatan PCR tergantung pada tebal tipisnya pita DNA yang terbentuk. Sebagian besar pita DNA yang didapatkan hasilnya tipis sehingga perbandingan pengenceran yang dilakukan adalah 10x (9 µl aquabidest : 1 µl DNA). Optimasi Seleksi Primer (Screening Primer) Kegiatan seleksi primer dimaksudkan untuk mencari primer acak yang dapat menghasilkan amplifikasi, karena tidak semua primer nukleotida dapat menghasilkan produk amplifikasi (primer positif) dan dari primer positif tidak semuanya menghasilkan fragmen DNA polimorfik. Dalam penelitian ini, seleksi primer dilakukan terhadap primer produksi Operon Technology. Untuk menyeleksi primer yang akan digunakan, 30 primer diujicobakan untuk mengamplifikasi DNA gabungan hasil ekstraksi semua individu. Hasil percobaan amplifikasi seleksi primer menunjukkan bahwa 25 primer (angka berwarna merah) yang mampu menghasilkan produk amplifikasi akan tetapi kualitasnya beragam antara bagus dan kurang bagus dan 5 (angka berwarna hitam) primer

3 tidak menghasilkan produk amplifikasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 11 dan Gambar 12. M O1 O2 O4 O5 O6 O7 O8 O9 O10 O11 O12 O13 O14 O15 O16 Gambar 11. Hasil Seleksi Primer no 1-15 M O19 O20 Y2 Y3 Y6 Y8 Y9 Y11 Y12 Y13 Y14 Y15 Y16 Y17 Gambar 12. Hasil Seleksi Primer no (Keterangan: M=marker ; O1-O20=Primer OPO1-OPO20 ; Y2-Y17=Primer OPY2-OPY17) Hasil seleksi primer untuk sampel daun menunjukkan bahwa terdapat 3 (angka berwarna biru) primer yang mampu menghasilkan produk amplifikasi yang konsisten beserta polimorfismenya, yaitu primer OPO-13, OPY-02, dan OPY-09,

4 sedangkan untuk sampel kayu menggunakan 1 primer, yaitu primer OPY-11. Selanjutnya primer-primer ini digunakan untuk menduga analisis keragaman di dalam dan antar populasi sampel. Kualitas pita primer dalam seleksi 30 primer disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Kualitas pita primer dalam seleksi primer No. Primer Kualitas Kualitas No. Primer pita pita 1 OPO-1 * 16 OPO-18 ** 2 OPO-2 ** 17 OPO-19 ** 3 OPO-4-18 OPO-20 * 4 OPO-5-19 OPY-2 * 5 OPO-6 * 20 OPY-3 ** 6 OPO-7-21 OPY-6 * 7 OPO-8-22 OPY-8 ** 8 OPO-9 * 23 OPY-9 ** 9 OPO-10 ** 24 OPY-11 ** 10 OPO-11 * 25 OPY-12 ** 11 OPO-12 ** 26 OPY-13 * 12 OPO-13 ** 27 OPY-14 * 13 OPO-14 ** 28 OPY-15 * 14 OPO-15 ** 29 OPY-16 * 15 OPO-16 * 30 OPY-17 ** Keterangan: - = tidak terdapat pita (tidak teramplifikasi) * = terdapat pita namun teramplifikasi kurang jelas (kurang baik) ** = terdapat pita dan teramplifikasi jelas (baik) Optimasi PCR (Polymerase Chain Reaction) PCR merupakan suatu proses menggandakan atau mengamplifikasi DNA yang diisolasi pada sebuah tabung reaksi kecil dengan melalui replikasi berulang. PCR yang digunakan adalah melalui teknik RAPD baik pada jenis sampel daun maupun kayu. Dalam proses RAPD, primer yang dipakai adalah primer tunggal dan pendek (biasanya terdiri dari basa nukleotida) yang akan menempel secara acak pada DNA. 1. Optimasi PCR pada Sampel Daun Kegiatan PCR pada sampel daun menggunakan primer yang telah diseleksi dari 30 primer dan didapatkan primer-primer sebagai berikut yaitu OPO-13,

5 OPY-02 dan OPY-09. Primer-primer ini diaplikasikan pada sampel-sampel dari masing-masing lokasi. Jumlah fragmen DNA hasil amplifikasi 3 primer (OPO-13, OPY-02 dan OPY-09) berkisar antara 1-20 pita. Urutan basa dari masing-masing primer menurut Operon Technology adalah sebagai berikut : OPO-13 : 5' GTCAGAGTCC '3 OPY-02 : 5' CATCGCCGCA '3 OPY-09 : 5' GTGACCGAGT '3 Dari hasil PCR yang dilakukan, pola pita yang dihasilkan adalah polimorfik, baik di dalam sampel maupun antar sampel. Adapun proses scoring dilakukan dengan melihat pola pita hasil PCR, yang kemudian dianalisis dengan menggunakan program POPGENE 32 dan NTSYS untuk melihat adanya variasi genetik dan hubungan kekerabatan. Dalam penelitian ini, masing-masing primer diujicobakan pada masingmasing populasi (KPH). Masing-masing lokasi terdiri atas 5 sampel untuk daun dan 4 sampel pada kayu yang berasal dari KPH Indramayu dimana terdiri dari 4 pohon induk yang masing-masing dianalisis menjadi 3 bagian sampel. Berdasarkan scoring, jumlah lokus terbanyak adalah pada primer OPO-13 yaitu 20 lokus, pada primer OPY-02 yaitu 23 lokus, dan primer OPY-09 yaitu 24 lokus. Untuk primer OPO-13, ukuran fragmen berkisar antara 100 bp-2500 bp. Untuk primer OPY-02, ukuran fragmen berkisar antara 300 bp-2500 bp. Sedangkan untuk primer OPY-09, ukuran fragmen berkisar antara 200 bp-2500 bp. Untuk lebih jelasnya gambar hasil PCR ketiga primer disajikan pada Gambar 13, Gambar 14 dan Gambar 15. Dari penampilan gambar di bawah ada beberapa pita DNA yang kurang jelas, sehingga menimbulkan keraguan dalam menginterpretasikan dan menganalisis pita. Banyak faktor yang mungkin menyebabkan hal tersebut, diantaranya adalah kurang murninya DNA genom yang dihasilkan, proses pengenceran dan komposisi bahan-bahan yang kurang tepat. Menurut Qiagen (2001) pada dasarnya, DNA genom yang kurang murni dan pengenceran yang kurang tepat akan menyebabkan tidak menempelnya primer pada DNA yang diinginkan. Selain itu, adanya bahan-bahan kimia yang belum tercuci sempurna

6 pada saat ekstraksi (pencucian) dapat menghambat primer untuk menempel pada DNA yang diinginkan pada tahap PCR (annealing). M bp 1000 bp 500 bp 100 bp Gambar 13. Hasil PCR Primer OPO-13 Lokasi Jawa Barat M bp 1000 bp 500 bp 100 bp Gambar 14. Hasil PCR Primer OPY- 2 Lokasi Jawa Tengah M bp 1000 bp 500 bp 100 bp Gambar 15. Hasil PCR Primer OPY- 9 Lokasi Jawa Barat Keterangan: M=marker; 1-5=Jati Banten; 6-10=Jati Indramayu; 11-15=Jati Ciamis; 11-15=Jati Kendal; 16-20=Jati Cepu; 21-25=Jati Randublatung

7 Proses PCR yang dilakukan dalam penelitian, baik pada daun maupun kayu adalah menggunakan produk dari Qiagen yaitu HotStar Taq Master Mix Kit. HotStar Taq Master Mix Kit merupakan bahan yang paling penting untuk berlangsungnya proses amplifikasi DNA. Bahan HotStar Taq Master Mix Kit mengandung senyawa-senyawa kimia yang dibutuhkan pada proses PCR. HotStar Taq Master Mix Kit terdiri dari komponen Taq DNA polymerase, buffer PCR, campuran dntp, MgCl 2 dan air destilasi. Buffer PCR mengandung KCl dan (NH4) 2 SO4. Menurut Brown (1991) konsentrasi ion Mg 2+ sangat berpengaruh pada proses PCR. Ion logam dan garam yang diperlukan untuk PCR adalah MgCl 2, NaCl atau KCl. Ion Mg 2+ akan mempengaruhi aktivitas enzim Taq DNA polymerase karena ion Mg 2+ berfungsi sebagai kofaktor. Menurut Brown (1991) konsentrasi yang tidak tepat dari MgCl 2, NaCl atau KCl akan menyebabkan penurunan aktivitas enzim dan juga akan mengakibatkan perubahan spesifikasi enzim, sehingga pemotongan DNA terjadi pada urutan pengenal tambahan yang tidak baku. Selain itu konsentrasi Magnesium yang optimum merupakan hal yang penting, karena Magnesium akan mempengaruhi penguatan primer, suhu penguraian pada utas cetakan dan PCR. Selain itu, dari hasil amplifikasi DNA dengan menggunakan primer OPY-09 didapatkan pola pita yang khas antara DNA daun jati dari KPH yang berasal dari provinsi Jawa Barat-Banten, Jawa Tengan dan Jawa Timur. Pada gambar 16 di bawah, dapat dilihat bahwa pada KPH di provinsi Jawa Barat-Banten semua individu jati memiliki lokus dengan pita yang tebal dengan berukuran 750 bp. Sedangkan di Jawa Tengah sebagian besar individu jati tidak memiliki pita atau lokus DNA pada ukuran tersebut dan pada individu jati di Jawa Timur ada beberapa individu yang tidak memiliki pita atau lokus DNA pada ukuran 750 bp.

8 M bp (a) M bp (b) M bp (c) Gambar 16. Hasil RAPD menggunakan primer OPY-09 pada populasi Jawa Barat (a), Jawa Tengah (b) dan Jawa Timur (c) Keterangan: M=marker; 1-5=Jati Banten; 6-10=Jati Indramayu; 11-15=Jati Ciamis; 16-20=Jati Kendal; 21-25=Jati Cepu; 26-30=Jati Randublatung; 31-35=Jati Kebonharjo; 36-40=Jati Bojonegoro; 41-45=Jati Ngawi

9 2. Optimasi PCR pada Sampel Kayu Kegiatan PCR pada sampel kayu menggunakan primer yang telah diseleksi dari 30 primer dan primer yang digunakan untuk kegiatan amplifikasi DNA pada kayu adalah primer OPY-11. Jumlah fragmen DNA hasil amplifikasi dengan primer OPY-11 berkisar antara 1-10 pita. Urutan basa nukleotida pada primer tersebut menurut Operon Technology adalah 5'AGACGATGGG'3. Sampel yang diambil dan digunakan untuk amplifikasi DNA dari kayu adalah sampel yang berasal dari KPH Indramayu. Sampel daun dan kayu jati yang berasal dari KPH Indramayu diambil dari satu induk yang sama. Pada saat dilakukan proses PCR dari kayu, sampel daun dan kontrol negatif juga ikut disertakan dalam kegiatan amplifikasi (PCR) yang berfungsi sebagai kontrol dan pembanding. Kontrol negatif hanya berisi H 2 O sehingga tidak menghasilkan pita. Hasil akhir PCR pada kayu dihitung jumlah fragmen-fragmennya. Hasil PCR dari kayu jati dapat dilihat pada Gambar 17 dan untuk perhitungan jumlah fragmen disajikan dalam Tabel 7 M Gambar 17. Hasil PCR pada kayu Keterangan: M=marker; 1-3= sampel kayu dengan no pohon 5719 ; 4= sampel daun dengan no pohon 5719; 5=kontrol negatif 6-8= sampel kayu dengan no pohon 5722 ; 9= sampel daun dengan no pohon 5722 ; 10=kontrol negatif ; 11-13= sampel kayu dengan no pohon 5710 ; 14= sampel daun dengan no pohon 5710 ; 15=kontrol negatif ; sampel kayu dengan no pohon 5721 ; 19= sampel daun dengan no pohon 5721 ; 20=kontrol negatif

10 Tabel 7. Fragmen dominan secara manual dan hasil tabulasi Fragmen Ukuran Kontrol (Daun) Basa (bp) S1 S2 S3 S4 S1 S2 S3 S x x - - x x x x x x x x x x x x x - - x x x x x x - x x x x Total % Fragmen ,35 43, ,29 5,06 5,06 1,26 11,39 Keterangan = S1-S4 : Sampel no 1 hingga 4 - : DNA yang muncul pitanya X : DNA yang tidak muncul pitanya Dari hasil foto DNA dan tabel mengenai besarnya fragmen yang terbentuk di atas terlihat bahwa besarnya fragmen yang terbentuk pada kayu dan daun berbeda. Pada daun, ukuran fragmen yang terbentuk berkisar dari ukuran basa yang terkecil (100 bp) hingga ukuran basa yang paling besar (2500 bp) sedangkan pada kayu ukuran fragmen yang terbentuk hanya berkisar pada ukuran basa yang kecil (100 bp 500 bp). Variasi DNA dalam Populasi Pada Sampel Daun Data variasi genetik di dalam populasi ditunjukkan oleh nilai parameter variabilitas genetik seperti disajikan pada Tabel 8. Parameter variabilitas genetik yang diukur adalah jumlah alel yang diamati (na), jumlah alel yang efektif (ne), jumlah lokus polimorfik, persen lokus polimorfik (PLP) dan heterozigitas harapan (H e ). Berdasarkan pada tabel 8 di bawah, populasi Jati KPH Indramayu menunjukkan nilai-nilai variabilitas genetik yang tertinggi, yaitu: PPL=59,70%; na=1,5970; ne=1,5277; h=0,2753, sedangkan populasi Jati KPH Ngawi menunjukkan nilai-nilai variabilitas genetik yang terendah yaitu: PPL=19,40%; na=1,1940; ne=1,0979; h=0,0614. Nilai variabilitas genetik yang dimiliki oleh populasi lainnya berada pada kisaran kedua populasi tersebut.

11 Tabel 8. Variabilitas genetik dalam populasi jati di Jawa No Populasi N PPL na ne h 1 KPH Banten 5 38,81 1,3881 1,3143 0, KPH Indramayu 5 59,70 1,5970 1,5277 0, KPH Ciamis 5 32,84 1,3284 1,2933 0, KPH Kendal 5 40,30 1,4030 1,2883 0, KPH Cepu 5 38,81 1,3881 1,2902 0, KPH Randublatung 5 22,39 1,2239 1,1671 0, KPH Kebonharjo 5 34,33 1,3433 1,2334 0, KPH Bojonegoro 5 35,82 1,3582 1,2285 0, KPH Ngawi 5 19,40 1,1940 1,0979 0,0614 Keterangan: PPL= Percentage of Polymorphic Loci na = Observed number of alleles ne = Effective number of alleles [Kimura and Crow (1964) dalam Yunanto (2006)] h = Nei's (1973) gene diversity dalam Yunanto (2006) Nilai variabilitas genetik tersebut dapat dibandingkan dengan penelitianpenelitian sebelumnya yang menggunakan sampel berbasis individu, dimana hasil yang diperoleh belum tentu dapat dijadikan acuan bahwa jati di lokasi tertentu dengan sampel berbasis individu menghasilkan variasi genetik yang tinggi. Pendugaan keragaman genetik jati yang telah dilakukan oleh Widyatmoko (1996) menghasilkan nilai h sebesar 0,199 (berdasarkan 7 lokus polimorfik isozim). Apabila dibandingkan dengan nilai h pada tumbuhan berkayu di hutan tropis sebesar 0,191, maka jati termasuk jenis yang memiliki keragaman genetik sedang (Hamrick et al., 1992 dalam Finkeldey, 1998). Namun Kertadikara dan Prat (1995) melakukan penelitian terhadap berbagai provenans Jati (Indonesia, India, Thailand dan Afrika) dan menghasilkan keragaman genetik yang cukup tinggi sebesar 0,347. Pengelolan hutan dilakukan untuk jangka waktu yang panjang. Menurut Namkoong et al. (1996) dalam Finkeldey (2005) salah satu indikator genetik dalam praktek manajemen hutan yang lestari adalah besarnya keragaman genetik. Keragaman genetik yang besar sangat mempengaruhi kemampuan suatu jenis untuk beradaptasi. Individu atau populasi dengan keragaman genetik yang sempit akan rentan terhadap kondisi lingkungan yang heterogen. Salah satu akibat yang disebabkan oleh sempitnya variasi genetik adalah mudah terserang oleh hama dan penyakit. Pada dasarnya kemampuan suatu jenis pohon hutan untuk beradaptasi

12 pada berbagai kondisi lingkungan sangat tergantung pada keragaman genetik dan multiplisitas individual pohon dalam populasi (Gregorius, 1989 dalam Hosius et al., 2000). Keragaman genetik suatu jenis dapat diduga melalui nilai heterozigositas harapan pada keseimbangan hokum HARDY-WEINBERG (H e ) hasil survei genetik pada lokus-lokus yang polimorfik. Keragaman DNA (RAPD) antar Populasi Pada Sampel Daun Berdasarkan analisis gerombol dan nilai jarak genetik yang telah dihitung berdasarkan software POPGENE versi 3.2 dengan menggunakan metode pemasangan kelompok aritmatika tidak berbobot (Unweighted Pair-Grouping Method with Aritmatic Averaging, UPGMA) dengan menggunakan software NTSYS versi 2.02 dihasilkan dendrogram jarak genetik antar populasi seperti terlihat pada Gambar 18. Jabar-Banten Jateng Jatim Jateng & Jatim Gambar 18. Pengelompokkan populasi jati berdasarkan analisis RAPD (Keterangan: B=Banten; I=Indramayu; C=Ciamis; K=Kendal; Ce=Cepu; R=Randu-blatung; Kb=Kebonharjo; Bo=Bojonegoro; N=Ngawi) Dendogram digunakan untuk mengetahui pola pengelempokkan populasi berdasarkan DNA yang dimiliki (memiliki hubungan kekerabatan) seperti yang disajikan dendogram pada gambar 18 di atas. Hasil dendrogram tersebut

13 menunjukkan pengelompokkan yang sangat jelas menurut wilayah (provinsi) populasi tersebut berada. Hasil pengelompokkan memperlihatkan ada tiga gerombol, dimana Jati asal Jawa Barat-Banten tetap membentuk gerombol yang sama, sedangkan Jati Jawa Tengah dan Jawa Timur bersama-sama membentuk satu gerombol. Khusus di Jawa Tengah, Jati KPH Kendal, Cepu dan Randublatung memiliki keragaman genetik yang tidak jauh berbeda, sedangkan Jati KPH Ngawi, lebih mirip struktur genetiknya dengan Jawa Tengah. Jati KPH Kebonharjo dan Bojonegoro memiliki struktur genetik yang berdekatan dan terpisah dari gerombol Jati jawa Tengah lainnya. Informasi sumber daya genetik khususnya mengenai pengelompokan populasi Jati secara genetik tersebut penting sebagai bahan pertimbangan dilakukannya upaya pemuliaan dimasa mendatang sehingga nantinya kegiatan pemuliaan dapat mapan dan berpengaruh terhadap produktivitas jati Jawa. Faktor aliran gen akan berpengaruh terhadap struktur dan variasi genetik populasi. Pola variasi genetik suatu jenis ditentukan oleh sistem perkawinan yang terjadi dan akan mempengaruhi struktur genetik dan dinamika populasi dalam jenis tersebut. Dengan mengetahui proses-proses perkawinan yang terjadi pada suatu jenis akan bermanfaat bagi efektifitas konservasi sumberdaya genetik dan optimalisasi upaya pemuliaan genetik jenis yang bersangkutan. Sistem perkawinan pada Jati telah lebih dahulu dipelajari oleh Hedegart (1976) dan Kertadikara dan Prat (1995). Kedua penelitian tersebut melaporkan bahwa Jati merupakan jenis yang menyerbuk silang (allogami) dan ditemukan tingkat selfing yang sangat rendah (sekitar 2 %). Analisis yang dilakukan pada populasi keturunan di KBK juga menunjukkan hal yang sama dengan rata-rata tingkat selfing sekitar 3 %. Berdasarkan hasil tersebut maka alasan utama terjadinya defisit heterozigositas pada populasi keturunan bukan disebabkan oleh derajat selfing, karena defisit heterozigositas dapat terjadi bila derajat selfing tinggi. Sebagai jenis yang menyerbuk silang, transfer polen pada Jati memerlukan agen penyerbuk yang menurut Hedegart (1973) dibantu oleh serangga berupa lebah dan kupu-kupu. Sehingga penjelasan yang paling mungkin untuk menerangkan fenomena defisit heterozigositas di KBK Jati Padangan adalah adanya keterbatasan gerak polinator yang berasosiasi dengan variasi iklim mikro,

14 seperti pengamatan yang dilakukan oleh Mathew et al. (1987). Hal ini cenderung akan meningkatkan perkawinan antar individu-individu pohon bertetangga dekat yang kemungkinan besar berkerabat. Perkawinan antar kerabat ini akhirnya akan menyumbang terjadinya defisit heterozigositas (Kertadikara dan Prat, 1996). Persilangan antar individu yang berkerabat pada tanaman yang penyerbukannya dibantu serangga cenderung tinggi, seperti dilaporkan Loveless dan Hamrick (1984) dalam Shapcott (1994). Analisis Fragmen Kayu Analisis fragmen kayu dilakukan untuk mengetahui seberapa besar jumlah DNA, khususnya pada jaringan kayu yang terdegradasi. Selanjutnya dapat digunakan sebagai pembanding antara jumlah DNA yang ada pada jaringan daun dan kayu. Dari hasil penelitian terlihat bahwa ternyata letak DNA pada kayu dan daun berbeda. Pada daun, DNA yang ada hampir tersebar di seluruh sel sedangkan pada sebagian besar kayu, DNA hanya terletak pada bagian sel-sel tertentu saja hal ini disebabkan sampel kayu dan daun yang diambil adalah pohon-pohon yang sudah memasuki kelas umur tua dan sedang dilakukan penebangan. Sebagian besar lokus terbanyak terletak pada jaringan kayu yang paling luar, pada bagian ini jaringan yang terbentuk masih baru (muda) sehingga dapat dipastikan bahwa pada jaringan kayu yang masih muda bisa digunakan untuk menganalisis DNA.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Polimorfisme RAPD dan Mikrosatelit Penelitian ini menggunakan primer dari Operon Technology, dimana dari 10 primer acak yang diseleksi, primer yang menghasilkan pita amplifikasi yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 2. Rincian pengambilan contoh uji baik daun maupun kayu jati

METODE PENELITIAN. Tabel 2. Rincian pengambilan contoh uji baik daun maupun kayu jati METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Dalam penelitian ini contoh uji yang digunakan dibedakan atas contoh uji daun dan kayu. Penelitian terhadap daun dan kayu dilakukan di Ruang Analisis Genetika, Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Amplifikasi silang jenis Mindi Amplifikasi DNA merupakan proses penggandaan DNA dimana basa penyusun DNA direplikasi dengan bantuan primer. Primer merupakan potongan rantai

Lebih terperinci

IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS

IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS Shorea johorensis Foxw DI PT. SARI BUMI KUSUMA BERDASARKAN RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) TEDI YUNANTO E14201027

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

III. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

JMHT Vol. XV, (3): , Desember 2009 Artikel Ilmiah ISSN:

JMHT Vol. XV, (3): , Desember 2009 Artikel Ilmiah ISSN: Evaluasi Pertumbuhan dan Keragaman Genetik Tanaman Gunung (Dipterocarpus retusus blume.) dan (Dipterocarpus hasseltii blume.) Berdasarkan Penanda RAPD Growth and Genetic Variation Evaluation of Mountain

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.. Tempat dan Waktu Tempat penelitian analisis DNA dilakukan di Common Laboratory SEAMEO BIOTROP dan laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a)

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) 8 tampak diskor secara manual. Kriteria penskoran berdasarkan muncul tidaknya lokus, lokus yang muncul diberi skor 1 dan yang tidak muncul diberi skor 0. Data biner yang diperoleh selanjutnya diolah menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Gen GH exon 3 pada kambing PE, Saanen, dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) berhasil diamplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Panjang fragmen

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai September tahun 2011. Sampel ikan berasal dari 3 lokasi yaitu Jawa (Jawa Barat), Sumatera (Jambi),

Lebih terperinci

Elektroforesis Hasil Amplifikasi Analisis Segregasi Marka SSR Amplifikasi DNA Kelapa Sawit dengan Primer Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN

Elektroforesis Hasil Amplifikasi Analisis Segregasi Marka SSR Amplifikasi DNA Kelapa Sawit dengan Primer Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN 11 annealing yang tepat dengan mengatur reaksi pada berbagai suhu dalam satu reaksi sekaligus sehingga lebih efektif dan efisien. Proses optimasi dilakukan menggunakan satu sampel DNA kelapa sawit yaitu

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl.) BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) YULISTIA WULANDARI

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl.) BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) YULISTIA WULANDARI ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl.) BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) YULISTIA WULANDARI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan hasil perikanan yang beranekaragam, sehingga mendatangkan devisa negara yang cukup besar terutama dari

Lebih terperinci

SKRIPSI. ANALISIS POPULASI GENETIK PASAK BUMI (Eurycoma longifolia Jack) BERDASARKAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

SKRIPSI. ANALISIS POPULASI GENETIK PASAK BUMI (Eurycoma longifolia Jack) BERDASARKAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) SKRIPSI ANALISIS POPULASI GENETIK PASAK BUMI (Eurycoma longifolia Jack) BERDASARKAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) Oleh: Ade Rosidin 10982008445 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST AluI) Amplifikasi fragmen gen CAST AluI dilakukan dengan menggunakan mesin PCR dengan kondisi annealing 60 0 C selama 45 detik, dan diperoleh produk

Lebih terperinci

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis DNA 4.1.1 Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler. Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN INTISARI ABSTRACT BAB I

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN INTISARI ABSTRACT BAB I DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRACT...

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit Amplifikasi DNA mikrosatelit pada sapi Katingan dianalisis menggunakan tiga primer yaitu ILSTS073, ILSTS030 dan HEL013. Ketiga primer tersebut dapat mengamplifikasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon DNA genomik sengon diisolasi dari daun muda pohon sengon. Hasil uji integritas DNA metode 1, metode 2 dan metode 3 pada gel agarose dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD)

KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD) KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG DAFTAR ISI ABSTRAK... Error! ABSTRACT... Error! KATA PENGANTAR... Error! DAFTAR ISI... i DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG... Error! BAB I PENDAHULUAN... Error! 1.1 Latar Belakang... Error! 1.2 Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia (Suhartini dan Nur 2005 dalam Granada 2011),

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kuantitas dan Kualitas DNA

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kuantitas dan Kualitas DNA HASIL DAN PEMBAHASAN Gen sitokrom b digunakan sebagai pembawa kode genetik seperti halnya gen yang terdapat dalam nukleus. Primer tikus yang dikembangkan dari gen sitokrom b, terbukti dapat mengamplifikasi

Lebih terperinci

Keragaman Genetik Populasi Sengon (Paraserianthes falcataria (L)

Keragaman Genetik Populasi Sengon (Paraserianthes falcataria (L) JURNAL 130 Ranny SILVIKULTUR Dwita Olivia et TROPIKA al. J. Silvikultur Tropika Vol. 03 No. 02 Agustus 2012, Hal. 130 136 ISSN: 2086-8227 Keragaman Genetik Populasi Sengon (Paraserianthes falcataria (L)

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 14 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Konfirmasi bakteri C. violaceum dan B. cereus dilakukan dengan pewarnaan Gram, identifikasi morfologi sel bakteri, sekuensing PCR 16s rdna dan uji kualitatif aktivitas

Lebih terperinci

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas Negeri Gorontalo Abstrak (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah

Lebih terperinci

7. KERAGAMAN GENETIKA NEPENTHES GRACILIS KORTH. DI HUTAN KERANGAS

7. KERAGAMAN GENETIKA NEPENTHES GRACILIS KORTH. DI HUTAN KERANGAS 92 7. KERAGAMAN GENETIKA NEPENTHES GRACILIS KORTH. DI HUTAN KERANGAS A. Pendahuluan Nepenthes atau kantong semar merupakan salah jenis tumbuhan bawah yang mampu beradaptasi dan tumbuh dominan di habitat

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK JATI RAKYAT DI JAWA BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) AL-KHAIRI E

KERAGAMAN GENETIK JATI RAKYAT DI JAWA BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) AL-KHAIRI E KERAGAMAN GENETIK JATI RAKYAT DI JAWA BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) AL-KHAIRI E14202006 PROGRAM STUDI BUDI DAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 KERAGAMAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Purifikasi DNA Total DNA total yang diperoleh dalam penelitian bersumber dari darah dan bulu. Ekstraksi DNA yang bersumber dari darah dilakukan dengan metode phenolchloroform,

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl.) BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) YULISTIA WULANDARI

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl.) BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) YULISTIA WULANDARI ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl.) BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) YULISTIA WULANDARI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR II. BAHAN DAN METODE Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila hibrida hasil persilangan resiprok 3 strain BEST, Nirwana dan Red NIFI koleksi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur, Bogor.

Lebih terperinci

ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau

ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau terancam. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 9 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli 2012. Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium Analisis

Lebih terperinci

Keragaman Genetik Populasi Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) pada Hutan Rakyat di Jawa Berdasarkan Penanda RAPD

Keragaman Genetik Populasi Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) pada Hutan Rakyat di Jawa Berdasarkan Penanda RAPD 1 Keragaman Genetik Populasi Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) pada Hutan Rakyat di Jawa Berdasarkan Penanda RAPD Genetic Diversity of Sengon Population (Paraserianthes falcataria (L)) in

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ABSTRAK KATA PENGANTAR. DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN.

DAFTAR ISI ABSTRAK KATA PENGANTAR. DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN. DAFTAR ISI ABSTRAK KATA PENGANTAR. DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN. i ii vi ix x xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang.. 1 B. Rumusan Masalah. 5 C. Pertanyaaan Penelitian.. 5 D.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan menggunakan primer NA. Primer NA dipilih karena protein neuraminidase,

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tanaman mangga dengan menggunakan metode CTAB (cetyl trimethylammonium

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tanaman mangga dengan menggunakan metode CTAB (cetyl trimethylammonium BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ekstraksi DNA Analisis DNA dimulai dengan melakukan ekstraksi DNA total dari daun tanaman mangga dengan menggunakan metode CTAB (cetyl trimethylammonium bromide). CTAB merupakan

Lebih terperinci

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maskoki memiliki keindahan dan daya tarik tersendiri karena bentuk dan ukuran tubuhnya serta keindahan pada variasi warna dan corak yang beragam (Perkasa & Abdullah

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD Herdiyana Fitriani Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara mega biodiversitas karena memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara mega biodiversitas karena memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara mega biodiversitas karena memiliki kawasan hutan tropika basah dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi di dunia. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Profil RAPD Keragaman profil penanda DNA meliputi jumlah dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan primer OPA-02, OPC-02, OPC-05 selengkapnya

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian 12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Kuantitas DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah dengan Spektrofotometer Pengujian kualitas DNA udang jari (Metapenaeus

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. LARUTAN STOK CTAB 5 % (100 ml) - Ditimbang NaCl sebanyak 2.0 gram - Ditimbang CTAB sebanyak 5.0 gram. - Dimasukkan bahan kimia ke dalam erlenmeyer

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Disusun oleh: Hanif Wahyuni (1210411003) Prayoga Wibhawa Nu Tursedhi Dina Putri Salim (1210412032) (1210413031) SEJARAH Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1985

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN DNA TANAMAN DURIAN SUKUN (Durio zibethinus Murr.) BERDASARKAN PENANDA RAPD

ANALISIS KERAGAMAN DNA TANAMAN DURIAN SUKUN (Durio zibethinus Murr.) BERDASARKAN PENANDA RAPD ANALISIS KERAGAMAN DNA TANAMAN DURIAN SUKUN (Durio zibethinus Murr.) BERDASARKAN PENANDA RAPD Endang Yuniastuti, Supriyadi, Ismi Puji Ruwaida Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian UNS Email: is_me_cute@yahoo.co.id

Lebih terperinci

IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS

IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS Shorea johorensis Foxw DI PT. SARI BUMI KUSUMA BERDASARKAN RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) TEDI YUNANTO E14201027

Lebih terperinci

Pengujian DNA, Prinsip Umum

Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,

Lebih terperinci

Keragaman Molekuler pada Tanaman Lili Hujan (Zephyranthes spp.) Molecular Variance in Rain Lily (Zephyranthes spp.)

Keragaman Molekuler pada Tanaman Lili Hujan (Zephyranthes spp.) Molecular Variance in Rain Lily (Zephyranthes spp.) Vegetalika Vol.4 No.1, 2015 : 70-77 Keragaman Molekuler pada Tanaman Lili Hujan (Zephyranthes spp.) Molecular Variance in Rain Lily (Zephyranthes spp.) Tenti Okta Vika 1, Aziz Purwantoro 2, dan Rani Agustina

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum Pendahuluan Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH 62 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan, yaitu dari bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Kualitas DNA

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Kualitas DNA HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Sumber DNA pada Aves biasanya berasal dari darah. Selain itu bulu juga dapat dijadikan sebagai alternatif sumber DNA. Hal ini karena pada sebagian jenis Aves memiliki pembuluh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Spesies Azadirachta indica memiliki nama lokal mimba atau nimbi. Tanaman mimba dapat beradaptasi di daerah tropis. Di Indonesia, tanaman mimba dapat tumbuh dengan

Lebih terperinci

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang bertujuan membuat gambaran secara sistematis,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Karakterisasi genetik Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) hasil tangkapan dari Laguna Segara Anakan berdasarkan haplotipe

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer 1. Pembuatan Larutan Stok a. CTAB 5 % Larutan dibuat dengan melarutkan : - NaCl : 2.0 gr - CTAB : 5.0 gr - Aquades : 100 ml b. Tris HCl

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang

BAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang mudah dikenali dan distribusinya tersebar luas di dunia. Dominan hidupnya di habitat terestrial. Kelimpahan

Lebih terperinci

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN Darda Efendi, Ph.D Nurul Khumaida, Ph.D Sintho W. Ardie, Ph.D Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB 2013 Marka = tanda Marka (marka biologi) adalah sesuatu/penanda

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Profil RAPD Keanekaragaman profil RAPD meliputi jumlah fragmen dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan tiga primer (OPA-2, OPC- 2, dan OPC-5)

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK BEBERAPA POPULASI IKAN BATAK (Tor soro) DENGAN METODE RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA (RAPD) 1

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK BEBERAPA POPULASI IKAN BATAK (Tor soro) DENGAN METODE RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA (RAPD) 1 ANALISIS KERAGAMAN GENETIK BEBERAPA POPULASI IKAN BATAK (Tor soro) DENGAN METODE RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA (RAPD) 1 (The Genetic Variation Analysis of Some Populations of Mahseer (Tor soro) Using

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl.) BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) YULISTIA WULANDARI

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl.) BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) YULISTIA WULANDARI ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl.) BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) YULISTIA WULANDARI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah.

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perserikatan Bangsa Bangsa telah mendirikan FAO Global Strategy for the Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan mengatur pemanfaatan

Lebih terperinci

Bandung, Juni Fegaira Almas Saniy

Bandung, Juni Fegaira Almas Saniy KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah penulis panjatkan puji dan syukur atas rahmat, hidayah, serta nikmat yang telah diberikan oleh Allah `Azza wa Jalla yang Maha Perkasa lagi Maha Agung pemilik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Objek Penelitian Empat spesies burung anggota Famili

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998).

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998). BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998). B. Populasi dan Sampel 1. Populasi yang

Lebih terperinci

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( ) Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan

Lebih terperinci