BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Ikan Mas (Cyprinus carpio) Ikan mas atau common carp (Cyprinus carpio L.) yang ada di Indonesia menurut sejarahnya berasal dari daratan China, Rusia (Santoso 1993) Eropa, Taiwan dan Jepang (Kemenristek 2000). Ikan mas banyak disukai masyarakat karena rasa dagingnya yang enak gurih dan kandungan proteinnya cukup tinggi (Khairuman dkk. 2008). Menurut Saanin (1995) dalam Pratama 2010 klasifikasi ikan mas adalah sebagai berikut: Filum : Chordata Sub-filum : Vertebrata Kelas : Osteichthyes Sub-kelas : Actinopterygii Ordo : Cypriniformes Sub-ordo : Cyprinoidei Famili : Cyprinidae Genus : Cyprinus Spesies : Cyprinus Carpio L Morfologi Ikan Mas Ikan mas pada umumnya memiliki tubuh memanjang dan sedikit pipih ke samping (compressed), mulutnya berada di ujung tengah (terminal), terdapat dua pasang sungut (barbel) di setiap sisi mulutnya, sungut (barbel) di mulut bagian atas memiliki panjang yang lebih pendek. Sirip dorsal ikan mas terdapat rusukrusuk yang kuat dan memanjang dengan jumlah rusuk sekitar Sirip anal terdapat 6 7 rusuk halus, pada ujung posterior ke tiga dari sirip dorsal dan anal dihiasi oleh spinula tajam. Linear lateralis terdapat 32 sampai 38 sisik (Peteri 2004), berada di pertengahan tubuh melintang dari tutup insang sampai ke ujung belakang pangkal ekor (Khairuman dkk. 2008). Sirip pectoral terletak di belakang operculum. Usus ikan mas umumnya tidak begitu panjang bila dibandingkan dengan hewan pemakan tumbuhan. Ikan mas tidak memiliki lambung, dan tidak memiliki gigi, untuk mencerna makanannya ikan mas menggunakan pharing mengeras sebagai pengganti gigi 7

2 8 saat menghancurkan makanannya (Santoso 1993). Ikan mas memiliki sisik yang relatif besar dan termasuk kedalam tipe cycloid, memiliki garis rusuk yang lengkap berada pada sirip ekor, gigi kerongkongan (pharyngeal teeth) terdiri dari tiga baris yang berbentuk geraham (Susanto 2004 dalam Pratama 2010) Biologi Ikan Mas Ikan mas umumnya hidup di alam pada bagian tengah dan hilir sungai serta perairan dangkal tertutup. Ikan mas dapat tumbuh secara optimal pada kisaran suhu air sekitar o C, dengan ph antara 6,5 9,0. Ikan mas dapat bertahan hidup pada lingkungan perairan dengan kadar oksigen terlarut rendah (0,3 0,5 mg.1-1 ) dan juga pada situasi supersaturasi (Flajshans and Hulata 2006). Ikan mas dapat hidup di daerah dengan ketinggian m di atas permukaan laut (dpl). Meskipun tergolong ikan air tawar ikan mas terkadang dapat ditemukan di perairan payau atau muara sungai yang bersalinitas antara pptau (Khairuman dkk. 2008). Ikan mas merupakan pemakan segala (omnivorous) dengan kecendrungan yang tinggi untuk memangsa organisme bentik, seperti serangga air, larva serangga, cacing, moluska, dan zooplankton. Pada perairan mengalir ikan mas biasanya menggali di bawah perairan untuk mencari makanan. Konsumsi zooplankton cukup tinggi bila ikan mas hidup di dalam kolam dimana stok plankton memiliki densitas yang tinggi. Terkadang ikan mas juga menkonsumsi ranting, daun, dan biji-bijian dari tumbuhan air maupun darat, tumbuhan akuatik yang membusuk, dan lain-lain (Peteri 2004). Ikan mas yang dibudidayakan di kolam-kolam budidaya dapat dikawinkan sepanjang tahun tanpa harus menunggu musim kawin terlebih dahulu, sedangkan di alam seperti sungai, danau maupun wilayah yang digenangi air lainnya, ikan mas akan memijah pada awal atau sepanjang musim penghujan. Ikan mas biasanya memijah pada perairan dangkal, setelah terjadi kekeringan selama musim kemarau. Ikan mas menempelkan seluruh telurnya pada tanaman atau rerumputan di tepian perairan (susanto 1993). Indukan betina akan mengeluarkan telur 100 sampai 230 g/kg berat tubuhnya. Telur-telur tersebut akan menempel

3 9 pada substrat berupa tumbuhan air, dan setelah terjadi kontak dengan air telurtelur tersebut akan bersifat adesif kemudian mengembang 3 4 kali dari ukuran sebelumnya. Perkembangan embrio membutuhkan waktu sekitar 3 hari di dalam perairan dengan suhu berkisar antara o C dengan total energi yang dibutuhkan derajat/hari (degree-days). Anak ikan (fry) yang baru menetas akan tetap menempel pada substrat dan bertahan hidup dengan cadangan makanan dari kuning telur. Setelah tiga hari menetas kandung kemih renang pada bagian posterior mengalami perkembangan, larva ikan mas akan dapat berenang secara horizontal dan mulai menkonsumsi makanan dari luar dengan ukuran maksimum antara µm (sesuai dengan bukaan mulut) yang sebagian besar adalah kalangan rotifer (Peteri 2004). 2.2 Jenis Ikan Mas Ikan mas mempunyai banyak jenis atau ras dan perkembangan budidayanya sangat pesat (Santoso 1993). Saat ini banyak sekali jenis ikan mas yang beredar di kalangan pembudidaya, baik dari jenis ikan mas berkualitas sedang hingga jenis unggul. Jenis-jenis ikan mas secara umum dapat digolongkan menjadi dua jenis kelompok, yaitu kelompok ikan mas konsumsi dan kelompok ikan mas hias (Khairuman dkk. 2008). Menurut Sudarto (2004) dalam Pratama (2010), terdapat 21 jenis ikan mas di Indonesia, dari beberapa jenis ikan mas yang dikoleksi dan dipelihara ada beberapa jenis ikan mas yang mati karena tidak cocok dengan kondisi tempat pemeliharaan. Berdasarkan hasil koleksi tersebut dapat disimpulkan bahwa di Indonesia terdapat berbagai ragam bentuk dan warna ikan mas Ikan Mas Majalaya Ikan mas strain Majalaya (Gambar 2) adalah jenis ikan mas hasil seleksi yang secara taksonomi termasuk kedalam spesies Cyprinus carpio L., pertama kali ditemukan di daerah Majalaya, Jawa Barat. Ikan mas Majalaya memiliki warna tubuh hijau keabu-abuan, mulai dari kepala bagian atas sampai pangkal ekor bagian atas, bersisik penuh, badan lebar, perut besar, kepala kecil, mata

4 10 menonjol, bentuk punggung melengkung, laju pertumbuhan relatif tinggi dan secara luas dipelihara di Indonesia (SNI : ). Gambar 2. Ikan Mas Strain Majalaya (Sumber: BRPBAT 2010 dalam Pratama 2010) Ikan mas Majalaya memiliki ukuran tubuh yang relatif pendek dengan perbandingan panjang dengan tinggi tubuh antara 3,2:1. Bentuk tubuhnya semakin lancip ke arah punggung dan bentuk moncongnya pipih, sisiknya berwarna hijau keabu-abuan dan bagian tepinya berwarna lebih gelap, kecuali di bagian bawah insang dan di bagian bawan sirip ekor yang berwarna kekuningan. Semakin ke arah punggung warna sisik ikan ini semakin gelap. Ikan mas Majalaya relatif jinak dan suka berenang di atas permukaan air (Khairuman dkk. 2008) Ikan Mas Rajadanu Ikan mas strain Rajadanu (Gambar 3) sesuai dengan namanya merupakan ikan mas yang berasal dari suatu desa di daerah Kuningan, Jawa Barat. Secara taksonomi ikan mas Rajadanu termasuk kedalam spesies Cyprinus carpio L., ikan ini memiliki kelebihan dalam segi adaptasi dan laju pertumbuhannya yang lebih baik dari ikan mas Majalaya (Pratama 2010). Berdasarkan ciri morfologinya ikan mas Rajadanu memiliki bentuk tubuh memanjang, dengan perbandingan panjang total dengan tinggi tubuhnya sebesar 3,5:1. Tubuh ikan ini dipenuhi dengan sisik berukuran normal, punggung berwarna hijau keabu-abuan, semakin ke arah perut warna sisik semakin memutih dan pada bagian perut sisik berwarna putih. (Liptan IP2TP 2000).

5 Ikan Mas Subang Gambar 3. Ikan Mas Strain Rajadanu (Sumber: BRPBAT 2010 dalam Pratama 2010) Ikan mas strain Subang (Gambar 4) adalah jenis ikan mas yang biasanya dibudidayakan di daerah Subang dan dipelihara secara turun-temurun, sehingga ikan mas Subang sudah terbiasa dengan kondisi lingkungan di daerah Subang. Secara taksonomi ikan mas Subang termasuk kedalam spesies Cyprinus carpio L. Berdasarkan ciri morfologinya ikan mas Subang memiliki bentuk tubuh yang panjang dan tidak terlalu tinggi. Seluruh tubuhnya ditutupi oleh sisik yang berwarna abu-abu kehitaman, pada perut bagian bawah berwarna agak putih kekuningan (Khairuman dkk. 2008). Gambar 4. Ikan Mas Strain Subang (Sumber: BRPBAT 2010 dalam Pratama 2010) Ikan mas Subang sebenarnya belum bisa digolongkan sebagai jenis ikan mas tersendiri, tetapi ikan mas jenis ini paling banyak ditemukan di lapangan dan paling banyak dikenal oleh para pembudidaya. Kemungkinan besar ikan mas Subang muncul akibat terjadinya perkawinan silang yang tidak terkendali antara jenis-jenis ikan mas lainnya, sehingga menimbulkan ciri khas tersendiri yaitu

6 12 bentuk dan tubuhnya merupakan gambaran dari kombinasi beberapa jenis ikan mas yang sudah ada (Khairuman dkk. 2008). 2.3 Grass Carp (Ctenopharyngodon idella) Grass carp (Ctenopharyngodon idella) merupakan salah satu anggota terbesar dari keluarga Cyprinidae, dan satu-satunya anggota genus Ctenopharyngodon (Shireman and Smith 1983). Grass carp mulai dibudidayakan di sepanjang area Sungai Yangtze dan Sungai Mutiara wilayah bagian Selatan China. Dibandingkan dengan ikan mas, kegiatan budidaya grass carp sudah lebih dulu dilakukan (Weimin 2004). Menurut Shireman and Smith (1983), klasifikasi grass carp adalah sebagai berikut: Filum : Chordata Sub-filum : Vertebrata Kelas : Osteichthyes Sub-kelas : Actinopterygii Ordo : Cypriniformes Sub-ordo : Cyprinoidei Famili : Cyprinidae Genus : Ctenopharyngodon Spesies : Ctenopharyngodon idella V Morfologi Grass Carp Grass carp (Gambar 5) secara umum memiliki tubuh yang dipenuhi oleh sisik berukuran sedang sampai besar, perutnya membulat, dan kepalanya lebar. Mata terletak di tengah atau atas garis tubuh. Letak mulut subterminal atau terminal dan agak melengkung, memiliki rahang dengan bibir sederhana. Rahang bagian atas sedikit protractile, tidak terdapat sungut atau barbel. Garis linear lateralis lengkap, memanjang mengikuti garis tengah ekor, terdapat sekitar sisik. Panjang sirip dorsal dengan sirip anal pendek tanpa duri keras, dengan rusuk sirip sekitar 7 dan 8. Sirip dorsal berada bersebrangan dengan sirip ventral, sedangkan sirip anal berada jauh di belakang tepi posterior dorsal, sirip caudal berbentuk forked atau bercagak (Shireman and Smith 1983).

7 13 Gambar 5. Grass Carp (Ctenopharyngodon idella) (Sumber : Grass carp memiliki bentuk tubuh silinder, perutnya membulat dan pipih pada bagian belakang, dengan panjang standar sekitar 3,5 4,3 kali dari tinggi tubuh, dan 3,8 4,4 kali dari panjang kepala. Bagian caudal peduncle memiliki panjang yang lebih besar dari pada lebarnya. Ukuran kepala sedang, pada bagian mulut dilengkapi dengan dua pasang gigi pharing di setiap sisinya. Ikan ini memiliki jenis sisik cycloid, warna tubuh biasanya kuning kehijauan, pada bagian dorsal berwarna coklat gelap, dan putih keabu-abuan di bagian perut (Weimin 2004). Shireman and Smith (1983), berpendapat bahwa ikan ini memiliki warna coklat gelap di bagian atas dorsal, dan warnanya semakin cerah ke bagian bawah, sisi tubuhnya diwarnai dengan kilauan kekuningan. Warna siripnya gelap, sesuai dengan tiap-tiap sisiknya yang berwarna coklat tua Biologi Grass Carp Grass carp merupakan ikan asli dari perairan China yang distribusi penyebarannya membentang dari daerah tangkapan air sepanjang Sungai Mutiara di Selatan China sampai ke Sungai Heilongjiang di Utara China. Ikan ini telah diintroduksi oleh sekitar 40 negara. Grass carp merupakan ikan yang hidup di perairan danau, sungai dan waduk. Ikan ini termasuk kedalam jenis herbifora, secara umum makanan utamanya adalah jenis tumbuhan air, meskipun demikian ketika masih menjadi anak ikan (fry) atau larva, grass carp juga memakan zooplankton, dalam kolom budidaya ikan ini juga memakan pelet dan pakan buatan. Grass carp biasanya menghuni bagian tengah hingga dasar perairan, ikan ini relatif menyukai perairan yang jernih dan senang bergerak bebas. Grass carp

8 14 termasuk juga kelompok ikan yang melakukan migrasi, ikan dewasa akan bermigrasi ke hulu sungai untuk bereproduksi (Weimin 2004). Grass carp umumnya memiliki tingkat adaptasi yang tinggi, terhitung dari wilayah persebarannya yang luas. Ikan ini bertelur pada aliran sungai utama atau di kanal-kanal selama permukaan air sedang tinggi, dan dipengaruhi oleh suhu serta kecepatan arus. Telur-telur yang mengambang berpeluang hanyut terbawa arus air sejauh km sebelum akhirnya menetas. Larva memiliki karakteristik untuk berenang sehingga memungkinkan mereka untuk bermigrasi ke hilir sungai, keluar dari aliran sungai utama menuju danau-danau, waduk, dan lahan banjir yang menyediakan wilayah asuhan, sehingga mereka dapat berlindung pada vegetasi tumbuhan. Ikan muda akan bermigrasi kembali ke aliran sungai utama menuju hulu atau hilir sejauh kurang lebih 1000 km dari spawning ground (Shireman and Smith 1983). Ikan ini memiliki laju pertumbuhan yang cepat yaitu sekitar 0,91 kg per bulan (Sutton et al 2012). 2.4 Giant Barb (Catlocarpio siamensis) Giant barb (Gambar 6) atau Giant Carp, merupakan ikan asli dari perairan Sungai Mekong dan terkenal sebagai salah satu ikan Cyprinid terbesar di sungai ini yang panjangnya bisa mencapai total tiga meter (Rainboth 1996). Ikan ini dapat ditemukan di Thailand, Laos, Kamboja, dan Vietnam (Mattson et al. 2002) Nilai tangkapan ikan ini semakin tahun semakin menurun karena banyaknya kegiatan penangkapan, sehingga membuat ikan ini menjadi salah satu spesies ikan yang terancam punah (Hogan 2011). Menurut ITIS (Integrated Taxonomy Information System dalam berdasarkan taksonominya Giant Barb atau Giant Carp memiliki klasifikasi sebagai berikut: Filum : Chordata Sub-filum : Vertebrata Kelas : Actinopterygii Sub-kelas : Neopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Superfamili : Cyprinoidea Genus : Catlocarpio Spesies : Catlocarpio siamensis B.

9 15 Gambar 6. Giant Barb (Catlocarpio siamensis) (Sumber: Morfologi Giant Barb Giant barb memiliki bentuk tubuh yang besar seperti torpedo, punggungnya menonjol ke atas sedangkan bagian perutnya rata. Sirip dorsal tidak memiliki duri keras, kepalanya besar, ukuran kepala bisa mencapai satu per tiga dari panjang standar. Letak mulut terminal, tidak memiliki sungut (barbel), sirip pectoral berada di bawa operculum, sirip ventral letaknya bersebrangan dengan sirip dorsal, dan sirip caudal berbentuk forked. Linear lateralis lengkap menanjang sepanjang garis tengah ekor (Rainboth 1996). Warna tubuh ikan ini umumnya hitam keabu-abuan, dengan warna pangkal sisik hitam dan putih di ujungnya Biologi Giant Barb Giant barb umumnya hidup di sungai besar, terkadang terdapat di kanalkanal dan lahan banjir di sekitar Chao Phrya dan Mekong (Rainboth 1996). Secara umum ketika masih muda ikan ini menghuni daerah lahan banjir yang dangkal, ketika semakin besar mereka melakukan migrasi ke sungai-sungai yang lebih dalam (Mattson 2002). Menurut Hogan (2011), ikan ini hidup di habitat sungai utama dimana terdapat banyak alga, fitoplankton, tumbuhan, dan ikan kecil sebagai makanan mereka. Ikan muda menghuni habitat lahan banjir, sedangkan ikan dewasa lebih menyukai perairan dalam di sungai utama, terutama selama musim kering.

10 16 Giant barb umumnya memakan alga, fitoplankton dan buah-buahan yang jatuh ke perairan (Mattson 2002). Eung (1995) dalam Mattson (2002), menyatakan bahwa giant barb tidak akan makan bila mereka diganggu. Ikan ini juga memakan ikan kering, jagung, kacang kedelai (soy bean), dan kacang hijau (mung bean), dan dedak padi saat dipelihara di kolam. Giant barb dapat mencapai matang gonad ketika usianya sekitar tujuh tahun dengan berat tubuh 9 kg bila dipelihara di kolam tanah, sedangkan di alam berat tubuh ketika sedang bertelur bisa mencapai 60 kg. Secara umum ukuran betina lebih besar dari jantan, dan selama musim kawin, perut betina akan lebih besar dari pada jantannya (Mattson 2002). Menurut Leelapatra et al. (2000) dalam Mattson (2002), menyatakan bahwa di alam giant barb bisa tumbuh dari 2 sampai 4 kg selama delapan bulan. Panjang maksimum dari ikan ini dapat mencapai 3 m (Rainboth 1996), tetapi umumnya sekitar 1 2 m dengan berat kg, namun belakangan ikan dengan ukuran lebih dari 50 kg sudah langka ditemukan (Mattson 2002). 2.5 Deoxyribonucleic Acid (DNA) Deoxyribonucleic acid atau lebih dikenal dengan DNA, adalah suatu material berisi informasi-informasi genetik yang secara turun temurun diwariskan oleh setiap organisme kepada generasi berikutnya. DNA banyak terdapat di dalam sel nukleus yang dikenal dengan sebutan nukleus DNA, tetapi sebagian kecil DNA dapat ditemukan juga pada mitokondria yang dikenal dengan sebutan mitokondria DNA (mtdna) (Genetic Home Reference 2014). DNA ditunjukkan sebagai molekul panjang yang terdiri dari empat jenis basa kimia yang berbeda, yaitu adenin (A), guanin (G), timin (T), dan citosin (C) (Watson and Berry 2003). Setiap basa DNA berpasangan satu sama lainnya, basa A berpasangan dengan basa T, basa C berpasangan dengan basa G, untuk membentuk unit yang disebut base pair (bp) atau pasangan basa. Tiap basa juga berpasangan dengan molekul gula dan molekul fosfat. Gabungan antara basa, gula, dan fosfat disebut nukleotida. Nukleotida tersusun dari dua utas panjang membentuk spiral yang disebut dengan double helix (Gambar 7) (Genetic Home

11 17 Reference 2014). Rangkaian gugusan gula dan fosfat kedua rantai nukleotida sama, tetapi mempunyai arah yang berbeda (3 5 dan 5 3 ), bagian ini disebut juga dengan nama backbone chain (rantai tulang punggung). Gambar 7. DNA Double Helix (Sumber: Genetic Home Reference 2014) DNA merupakan molekul penyimpanan yang penting, karena DNA memuat semua perintah sel yang dibutuhkan untuk menjaga dirinya agar tetap ada. Perintah ini terdapat pada gen, yang mana setiap bagian DNA terdiri dari sekuen nukleotida spesifik. Pada aplikasinya, perintah yang terdapat dalam gen harus diekspresikan, atau dikopi menjadi suatu bentuk yang dapat digunakan oleh sel untuk memproduksi protein yang dibutuhkan dalam menopang kehidupan (Miko and LeJeune. 2009) Polimorfisme DNA Polimorfisme atau keragaman genetik merupakan fenomena yang terjadi ketika adanya individu dengan sifat genetik yang berbeda dari suatu populasi. Polimorfisme bertanggung jawab terhadap adanya banyak perbedaan antar organisme, seperti perbedaan warna mata, warna rambut, warna kulit, golongan darah, dan lain-lain. Meskipun banyak polimorfisme yang tidak memiliki dampak negatif pada suatu organisme, ada beberapa jenis perbedaan yang dapat

12 18 menimbulkan resiko sehingga berkembang menjadi suatu kelainan (Genetic Home Reference 2014). Keragaman genetik penting untuk kelangsungan hidup jangka panjang dari suatu spesies dan dapat memperkuat ketahanan suatu spesies atau populasi dengan memberikan spesies atau populasi tersebut kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan (Dunham 2002 dalam Asih dkk. 2006). Beardmore et al. (1997) dalam Yousefian (2011), menyatakan bahwa keragaman genetik penting bagi alam maupun spesies di sungai, terutama dengan adanya migrasi dari suatu kultur populasi karena hal tersebut dapat memberikan keragaman genetik untuk beradaptasi terhadap terjadinya perubahan kondisi. Individu heterozigot biasanya lebih superior dibandingkan dengan individu yang kurang heterozigot berdasarkan banyak karakteristik dari beberapa aspek penting seperti pertumbuhan, kesuburan, dan ketahanan terhadap penyakit. Keragaman genetik dipengaruhi oleh habitat dan sejarah penyebaran suatu takson. Habitat yang kurang baik akan menyebabkan perkembangan populasinya tertekan dan akibatnya kemampuan reproduksinya juga menurun. Menurunnya kemampuan reproduksi akan menyebabkan keragaman genetik juga menurun (Oktarianti dan Pristiwindari 2007). Hilangnya keragaman genetik pada populasi kecil bisa jadi merupakan konsekuensi dari adanya penyimpangan genetik dan inbreeding (perkawinan sekerabat) yang umumnya ditemukan pada stok budidaya (Sbordoni et al dalam Freitas and Galetti 2005). Ada dua fenomena yang sangat berpengaruh terhadap menurunnya keragaman genetik pada populasi kecil dan terisolasi dalam kolom budidaya, diantaranya adalah adanya inbreeding (perkawinan sekerabat) dan founder effect (efek perintis), dimana adanya penurunan genetik yang terjadi ketika populasi baru hanya terdiri dari jumlah individu yang sedikit, dari populasi yang semula berjumlah besar (Barker 1994 dalam Freitas et al. 2007). Selain itu kegiatan pembenihan secara buatan yang dilakukan secara terus menerus dengan jumlah indukan yang terbatas dan dari jenis yang sama kemungkinan akan mengakibatkan genetic drift atau allelic drift (pernurunana kualitas atau keragaman genetik akibat adanya penurunan jumlah dan frekuensi gen berbeda (alel) pada suatu populasi), dan bottleneck effect

13 19 (penurunan jumlah suatu populasi secara drastis karena kejadian alam seperti gempa, banjir, dan kemarau atau akibat aktivitas manusia seperti penangkapan ikan, reklamasi daerah perairan, limbah, dan kegiatan budidaya ikan) (Jewel et al. 2006). 2.6 Polymerase Chain Reaction (PCR) Polymerase chain reaction (PCR) atau reaksi polimerase berantai adalah suatu teknik yang umum digunakan untuk mempelajari biologi molekuler, ditemukan oleh Karry B Mullis pada tahun Metode PCR memberikan pengaruh yang sangat luar biasa pada dunia riset, terutama dalam bidang biologi dan kesehatan, sehingga sesaat setelah penemuannya PCR telah mempercepat proses pembelajaran tentang gen dan genom (McPherson and Moller 2006).. Prinsip PCR adalah membuat kopi fragmen DNA spesifik dalam jumlah besar menggunakan beberapa reagen biologi molekuler. PCR disebut juga sebagai mesin foto kopi DNA. Awalnya template atau cetakan DNA memiliki konsentrasi yang sedikit, namun konsentrasi DNA tersebut meningkat secara dramatis selama proses berlangsung (McPherson and Moller 2006). PCR merupakan teknik yang sederhana untuk mengkopi potongan DNA di laboratorium dengan menggunakan reagen yang tersedia. Karena jumlah sekuen DNA yang dikopi bertambah secara eksponensial, lebih dari 100 miliar kopi sekuen DNA dapat diciptakan dalam hitungan jam (Mullis 1990). Praktisnya untuk mensintesis DNA dengan menggunakan teknik PCR dibutuhkan primer atau sekuen DNA pendek yang komplementer dengan sekuen DNA template. Primer adalah sekuen DNA sintesis yang biasanya terdiri dari 20 susunan nukleotida, yang berfungsi sebagai pengantar untuk proses amplifikasi atau sintesis DNA pada teknik PCR. Cara kerjanya adalah, sekuen primer akan menempel pada sekuen DNA template yang komplementer, kemudian DNA polimerase menggunakan sekuen DNA template tersebut untuk memperpanjang sekuen primer dengan cara menggabungkannya pada deoxinucleotide (dntp) yang tepat berdasarkan base pair (pasangan basa-nya) (Gambar 8) (McPherson and Moller 2006).

14 Komponen PCR Gambar 8. Penempelan Primer Pada DNA Template (Sumber: McPherson and Moller 2006) PCR memiliki beberapa komponen penting yang dijadikan sebagai penunjang keberhasilan dalam proses amplifikasi DNA. Secara garis besar komponen PCR dapat dibagi menjadi dua jenis, pertama adalah komponen alat yang terdiri dari aliquot tube atau microtube, cooler block, microsentrifuge, thermal cycler, dan alat elektroforesis. Kedua, terdiri dari bahan-bahan yang dijadikan sebagai campuran larutan PCR, diantaranya adalah, enzim DNA polimerase atau PCR buffer, dntp solution, primer oligonukleotida, DNA template, dan nuclease free water, semua bahan-bahan tersebut dicampurkan sampai homogen di dalam aliquot tube atau microtube, lalu dimasukkan ke dalam mesin thermal cycler untuk dilakukan proses PCR secara invitro. Komponen selanjutnya digunakan sebagai media untuk menganalisa hasil dari produk PCR, apakah sesuai dengan yang diharapkan atau tidak, komponen tersebut diantaranya adalah gel agarose dan larutan buffer TBE (tris-borate EDTA), atau TAE (trisacetate EDTA). Gel agarose yang telah diisi oleh larutan produk PCR, direndam dengan larutan buffer yang dimasukkan ke dalam alat elektroforesis, untuk

15 21 dilakukan proses analisa produk PCR melalui elektroforesis gel agarose (McPherson and Moller 2006) Prinsip Kerja PCR Proses PCR berlangsung berdasarkan tiga tahapan utama yang diatur oleh tempratur. Tahapan pertama adalah denaturasi, pada tahapan ini utas ganda (double helix) DNA dipisahkan atau dipecah menjadi utas tunggal (single helix) DNA dengan menaikkan tempratur menjadi 94 o C. Tahapan kedua adalah annealing, pada tahapan ini tempratur diturunkan dengan cepat, sehingga memungkinkan primer oligonukleotida untuk menempel dan menyatu dengan DNA template. Selama proses annealing, DNA polimerase yang termostabil akan aktif sampai batas tertentu dan memulai untuk memperpanjang primer sesaat setelah primer tersebut menempel pada template. Hal ini dapat menyebabkan masalah spesifik apabila tempratur annealing terlalu rendah, tempratur annealing berkisar antara o C (umumnya yang sering digunakan sebesar 55 o C). Tahap yang ketiga adalah tahap sintesis atau amplifikasi DNA, pada tahapan ini tempratur akan dinaikkan menjadi 72 o C, yang merupakan tempratur efisien untuk sintesis atau amplifikasi DNA dengan menggunakan DNA polimerase termostabil. Ketiga tahapan ini biasanya diulang antara 25 sampai 40 kali, atau sesuai dengan kebutuhan pada aplikasi tertentu. Normalnya ada tambahan ekstensi pada tempratur 72 o C, untuk memastikan semua produk memiliki panjang yang lengkap. Akhirnya reaksi didinginkan pada suhu ruangan atau pada tempratur 4 o C tergantung pada aplikasi dan jenis mesin thermal cycler yang digunakan (McPherson and Moller 2006). Siklus pertama pada proses PCR, tiap-tiap utas template memunculkan rangkap baru (Gambar 9), dan menggandakan jumlah kopi dari daerah target. Demikian juga untuk setiap siklus berikutnya, dimana pada tahapan denaturasi, annealing, dan ekstensi, berlaku teori penggandaan jumlah kopi dari DNA target. Jika PCR mencapai efisiensi 100% maka pada siklus ke 20 akan menghasilkan satu juta lipatan amplifikasi dari DNA target (2 20 = ). Tentu saja PCR tidak 100% efisien untuk beberapa alasan, namun dengan menambahkan jumlah

16 22 siklus dan mengoptimasi kondisi amplifikasi maka memungkinkan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan (McPherson and Moller 2006). Gambar 9. Prinsip Kerja PCR (Sumber: McPherson and Moller 2006) Salah satu keuntungan penggunakan teknik PCR adalah kemampuan untuk mengamplifikasi daerah tertentu pada DNA dari template yang sangat kompleks seperti DNA genom. PCR menggunakan dua jenis primer oligonukleotida yang bekerja sebagai tempat terjadinya sintesis atau amplifikasi DNA dengan DNA polimerase, dan juga primer ini dapat mendefinisikan bagian DNA yang akan dikopi (Mullis and Faloona 1987). DNA polimerase membutuhkan sebuah primer umtuk memulai sintesis atau amplifikasi DNA, oleh sebab itu informasi mengenai sekuen DNA target yang akan dikopi harus diketahui terlebih dahulu sebelum mendesain sebuah primer. Primer harus komplementer dengan bagian sekuen yang diketahui pada utas yang berlawanan dari DNA template, dan titik akhir 3 -OH pada primer lainnya (McPherson and Moller 2006) Random Amplified Polymophic DNA (RAPD-PCR) Perkembangan markah (marker) genetik yang berbasis DNA telah memberikan pengaruh pesat terhadap genetika binatang. Secara teori dengan

17 23 menggunakan markah DNA seseorang dapat mengamati dan mengeksplorasi keragaman genetik dari keseluruhan genom yang ada. Markah genetik yang populer di komunitas akuakultur diantaranya ada allozim, mitokondria DNA (mtdna), RFLP, RAPD, AFLP, mikrosatelit, dan lain-lain (Liu and Cordes 2004). Random amplified polymorphic DNA (RAPD) atau dikenal juga sebagai arbitrarily primed PCR (AP-PCR) merupakan salah satu metode pemetaan gen yang relatif cepat (McPherson and Moller 2006). Aplikasi RAPD-PCR dalam dunia akuakultur sudah banyak diterapkan untuk mempelajari keragaman genetik dan hubungan kekerabatan antar spesies ikan, diantaranya analisa keragaman genetik ikan batak (Tor soro) (Asih dkk. 2006), untuk mencari potensi indukan belut sawah (Monopterus albus) (Buwono dkk. 2011), analisa genetik pada ikan channel catfish (Ictalurus punctatus) dan blue catfish (I. furcatus) (Liu et al. 1998), analisa kekerabatan ikan mas koi (Cyprinus carpio koi) (Muharam 2012), dan untuk analisa keragaman genetik ikan mas (Cyprinus carpio) (Rafsanjani 2010). Prosedur RAPD pertamakali dikembangkan pada tahun 1990 oleh Welsh and McClelland (1990), dan William et al. (1990). RAPD-PCR cocok digunakan untuk pemetaan genetik, dalam aplikasi pemuliaan tanaman dan hewan, serta untuk fingerprinting (pemetaan) DNA, dengan kegunaan khusus yakni mempelajari genetik populasi (William et al. 1990), RAPD-PCR merupakan metode untuk melakukan fingerprinting (pemetaan) DNA yang mudah dan cepat, serta dapat diaplikasikan pada banyak spesies DNA. Metode ini memiliki kelebihan lebih lanjut, yaitu hanya membutuhkan sedikit pengetahuan tentang biokimia atau biologi molekuler dari spesies yang digunakan (Welsh and McClelland 1990). Metode ini menggunakan teknik PCR untuk mengamplifikasi segmen yang tidak diketahui pada DNA nucleus menggunakan sepasang primer identik dengan panjang 8 10 bp (Gambar 10) (Liu and Cordes 2004), primer akan menempel secara acak pada sekuen DNA template yang komlpementer dengan sekuen primer tersebut.

18 24 Gambar 10. Penempelan Primer RAPD-PCR Pada DNA Template (Sumber: Liu and Cordes 2004) Karena sekuen primer yang pendek maka digunakan suhu tempratur annealing rendah (sekitar o C), kemungkinan kemunculan produk amplifikasi yang berbeda sangat besar dengan tiap produk yang merepresentasikan lokus-lokus berbeda. Perbedaan kemunculan pita polimorfisme pada produk amplifikasi menggunaan metode RAPD-PCR dapat terjadi karena pergantian tempat pengikatan basa primer, atau adanya indel antar wilayah pada tempat tersebut, yang dapat menambah atau mengurangi munculnya pita polimorfik pada produk PCR (Gambar 11) (Liu and Cordes 2004). Gambar 11. Kemunculan Pita Polimorfik Pada RAPD-PCR (Sumber: Liu and Cordes 2004)

19 25 Potensi dalam mendeteksi polimorfisme cukup tinggi, biasanya 5 20 pita polimorfik dapat terbentuk dengan menggunakan pasangan primer yang tepat atau menggunakan berbagai jenis primer secara acak, yang dapat digunakan untuk memindai seluruh genom pada pita-pita RAPD yang berbeda. Karena setiap pita dianggap sebagai biallelic locus (ada atau tidaknya produk amplifikasi), nilai PIC (polymorphic information content) untuk RAPD berada jauh di bawah mikrosatelit dan SNPs (single nucleotide polymorphism), serta RAPD tidak bisa seinformatif AFLP karena lebih sedikit lokus dihasilkan secara serempak (Liu and Cordes 2004). Markah RAPD merupakan markah yang diturunkan berdasarkan Hukum Mendel secara dominan. Pita amplikon RAPD yang dihasilkan didapat dari alel homozigot maupun heterozigot, dan intensitas pita juga mungkin berbeda, perbedaan dari ketepatan PCR membuat penilaian terhadap nilai pita teramplifikasi sulit dilakukan. Sehingga, membedakan antara alel homozigot dominan dari individu heterozigot tidak mungkin dilakukan. Selain itu, sulit untuk menentukan apakah pita-pita yang dihasilkan mempresentasikan lokus berbeda atau alel alternatif dari lokus yang sama, sehingga jumlah lokus yang sedang dipelajari dinilai bisa keliru (Liu and Cordes 2004). RAPD-PCR memiliki semua kelebihan dari markah berbasis PCR, dengan tambahan keuntungan dimana primer tersedia secara komersil dan tanpa harus mengetahui informasi dari sekuen DNA target atau organisasi gen terlebih dahulu (Dinesh et al dalam Liu and Cordes 2004). sedangkan kekurangan RAPD adalah sulitnya untuk menunjukkan pewarisan Hukum Mendel dari lokus dan ketidak mampuan dalam memisahlan antara alel homozigot dan heterozigot, selain itu adanya produk PCR yang bersifat paralogous (wilayah DNA berbeda yang memiliki panjang sama dan muncul pada lokus yang sama) membatasi penggunaan markah ini. Akhirnya, markah RAPD sangat tergantung kepada reproduksibilitas yang rendah karena penggunaan tempratur annealing yang rendah pada proses amplifikasi PCR. Kekurangan tersebut telah membatasi penggunaan dari markah ini untuk sains perikanan (Wirgin and Waldman 1994 dalam Liu and Cordes 2004).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan Cyprinid salah satu yang populer diantaranya adalah ikan mas atau common carp (Cyprinus carpio) merupakan ikan air tawar yang bernilai ekonomis penting dan cukup

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ciri-ciri Fenotip Sampel Ikan Cyprinid Uji 4.1.1 Ikan Mas Majalaya Sampel ikan mas Majalaya (MJ) didapatkan dari pembudidaya ikan mas di daerah Ibun, Majalaya, Jawa Barat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan hasil perikanan yang beranekaragam, sehingga mendatangkan devisa negara yang cukup besar terutama dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah.

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maskoki memiliki keindahan dan daya tarik tersendiri karena bentuk dan ukuran tubuhnya serta keindahan pada variasi warna dan corak yang beragam (Perkasa & Abdullah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia (Suhartini dan Nur 2005 dalam Granada 2011),

Lebih terperinci

Bandung, Juni Fegaira Almas Saniy

Bandung, Juni Fegaira Almas Saniy KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah penulis panjatkan puji dan syukur atas rahmat, hidayah, serta nikmat yang telah diberikan oleh Allah `Azza wa Jalla yang Maha Perkasa lagi Maha Agung pemilik

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh kokoh, leher pendek, paruh ramping dan cere berdaging. Distribusi burung Famili Columbidae tersebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbesar di seluruh dunia. Nenek moyang ikan mas diduga berasal dari Laut Kaspia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbesar di seluruh dunia. Nenek moyang ikan mas diduga berasal dari Laut Kaspia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan mas merupakan salah satu ikan dengan penyebaran dan domestikasi terbesar di seluruh dunia. Nenek moyang ikan mas diduga berasal dari Laut Kaspia dan dari lokai

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) RAJADANU SUPER RD

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) RAJADANU SUPER RD KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) RAJADANU SUPER RD DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Lele Ikan Lele adalah salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk ke dalam ordo Siluriformes dan digolongkan ke dalam ikan bertulang sejati. Lele dicirikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Mas (Cyprinus carpio) 2.1.1 Klasifikasi dan morfologi Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: Spesies Kingdom : Animalia Filum : Chordata Class

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni TINJAUAN PUSTAKA Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni siklus hidupnya terdiri dari telur larva pupa imago. E. kamerunicus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Palau Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Octinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Osteochilus Spesies : Osteochilus vittatus

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Profil RAPD Keragaman profil penanda DNA meliputi jumlah dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan primer OPA-02, OPC-02, OPC-05 selengkapnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo merupakan ikan hasil perkawinan silang antara induk betina lele Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Tawes 2.1.1 Taksonomi Tawes Menurut Kottelat (1993), klasifikasi ikan tawes adalah sebagai berikut: Phylum : Chordata Classis Ordo Familia Genus Species : Pisces : Ostariophysi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6130 - 1999 Standar Nasional Indonesia Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan...1

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Ikan Gurame (Osphronemus gouramy Lac.) Ikan gurame (Osphronemus gouramy Lac.) adalah salah satu komoditas budidaya air tawar yang tergolong dalam famili ikan Labirin (Anabantidae).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalannya waktu. Hal ini merupakan pertanda baik khususnya untuk

BAB I PENDAHULUAN. berjalannya waktu. Hal ini merupakan pertanda baik khususnya untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesadaran masyarakat akan konsumsi ikan meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Hal ini merupakan pertanda baik khususnya untuk masyarakat Indonesia karena

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Klasifikasi lele masamo SNI (2000), adalah : Kingdom : Animalia Phylum: Chordata Subphylum: Vertebrata Class : Pisces

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh karena itu, sumber air sangat dibutuhkan untuk dapat menyediakan air yang baik dari segi kuantitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan sungai Sungai merupakan salah satu dari habitat perairan tawar. Berdasarkan kondisi lingkungannya atau daerah (zona) pada sungai dapat dibedakan menjadi tiga jenis,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman dioecious. Jenis kelamin betina menjamin keberlangsungan hidup suatu individu, dan juga penting

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ikan Nilem

TINJAUAN PUSTAKA Ikan Nilem TINJAUAN PUSTAKA Ikan Nilem Nilem (Osteochilus hasselti) merupakan ikan endemik Indonesia yang hidup di sungai-sungai, danau dan rawa-rawa, tersebar di pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Namun, sejalan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara tropis dan diketahui memiliki level

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara tropis dan diketahui memiliki level BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis dan diketahui memiliki level biodiversitas tinggi. Tingginya level biodiversitas tersebut ditunjukkan dengan tingginya keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tembakang Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy, hidup pada habitat danau atau sungai dan lebih menyukai air yang bergerak lambat dengan vegetasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki banyak bangsa sapi dan hewan-hewan lainnya. Salah satu jenis sapi yang terdapat di Indonesia adalah

Lebih terperinci

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus)

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus) BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus) 1. PENDAHULUAN Kata Belut merupakan kata yang sudah akrab bagi masyarakat. Jenis ikan ini dengan mudah dapat ditemukan dikawasan pesawahan. Ikan ini ada kesamaan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) 2.1.1. Klasifikasi Secara biologis ikan lele dumbo mempunyai kelebihan dibandingkan dengan jenis lele lainnya, yaitu lebih mudah dibudidayakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6485.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk ikan gurami kelas induk pokok diterbitkan oleh Badan Standardisasi

Lebih terperinci

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22 Dikenal sebagai nila merah taiwan atau hibrid antara 0. homorum dengan 0. mossombicus yang diberi nama ikan nila merah florida. Ada yang menduga bahwa nila merah merupakan mutan dari ikan mujair. Ikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi DNA Genom Isolasi dalam penelitian ini menggunakan Wizard Genomic Purification Kit (Promega), yang dapat digunakan untuk mengisolasi DNA genom dari jaringan segar

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki 3 pasang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki 3 pasang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki 3 pasang sungut peraba (barbel) pada sisi kanan dan kiri anterior kepala, tidak memiliki sisik, dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial

Lebih terperinci

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi 4 2.2. Morfologi Ikan Tambakan (H. temminckii) Ikan tambakan memiliki tubuh berbentuk pipih vertikal. Sirip punggung dan sirip analnya memiliki bentuk dan ukuran yang hampir serupa. Sirip ekornya sendiri

Lebih terperinci

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan

Lebih terperinci

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas Negeri Gorontalo Abstrak (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Profil RAPD Keanekaragaman profil RAPD meliputi jumlah fragmen dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan tiga primer (OPA-2, OPC- 2, dan OPC-5)

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN TAWES (PUNTIUS JAVANICUS) JOIS

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN TAWES (PUNTIUS JAVANICUS) JOIS KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN TAWES (PUNTIUS JAVANICUS) JOIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang berada di sana.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Ikan Bawal (Colossoma macropomum) Ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) merupakan spesies ikan yang potensial untuk dibudidayakan baik di kolam maupun di keramba.

Lebih terperinci

2. TINJUAUAN PUSTAKA

2. TINJUAUAN PUSTAKA 2. TINJUAUAN PUSTAKA 2.1. Prinsip Kerja Metode Hidroakustik Hidroakustik merupakan ilmu yang mempelajari gelombang suara dan perambatannya dalam suatu medium, dalam hal ini mediumnya adalah air. Data hidroakustik

Lebih terperinci

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var) menurut Kordi, (2010) adalah. Subordo : Siluroidae

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var) menurut Kordi, (2010) adalah. Subordo : Siluroidae BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus var) Klasifikasi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var) menurut Kordi, (2010) adalah sebagai berikut : Phylum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Udang merupakan komoditas unggul Indonesia. Udang windu (Penaeus

BAB I PENDAHULUAN. Udang merupakan komoditas unggul Indonesia. Udang windu (Penaeus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udang merupakan komoditas unggul Indonesia. Udang windu (Penaeus monodon Fabricius,1798) merupakan komoditas primadona dan termasuk jenis udang lokal yang berasal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha peternakan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara umum telah dilakukan secara turun temurun meskipun dalam jumlah kecil skala rumah tangga, namun usaha tersebut telah

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6484.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Prakata... 1 Pendahuluan... 1 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fenotipe morfometrik Karakteristik morfometrik ikan nilem meliputi 21 fenotipe yang diukur pada populasi ikan nilem hijau (tetua) dan keturunannya dari hasil perkawinan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara C. batracus

I. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara C. batracus I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) 2.1.1 Klasifikasi Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara C. batracus dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Barbichthys laevis (Froese and Pauly, 2012)

TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Barbichthys laevis (Froese and Pauly, 2012) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulubatu (Barbichthys laevis) Kelas Filum Kerajaan : Chordata : Actinopterygii : Animalia Genus Famili Ordo : Cyprinidae : Barbichthys : Cypriniformes Spesies : Barbichthys laevis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik ikan nila merah Oreochromis sp. Ikan nila merupakan ikan yang berasal dari Sungai Nil (Mesir) dan danaudanau yang berhubungan dengan aliran sungai itu. Ikan nila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin Provinsi Jambi. Sungai yang berhulu di Danau Kerinci dan bermuara di Sungai Batanghari

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD Herdiyana Fitriani Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kamboja (Plumeria sp.)

II. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kamboja (Plumeria sp.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Kamboja (Plumeria sp.) Tanaman kamboja (Plumeria sp.) merupakan salah satu contoh dari famili Apocynaceae. Kamboja diketahui merupakan tumbuhan yang berasal dari Amerika

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS MERAH NAJAWA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS MERAH NAJAWA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS MERAH NAJAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN Darda Efendi, Ph.D Nurul Khumaida, Ph.D Sintho W. Ardie, Ph.D Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB 2013 Marka = tanda Marka (marka biologi) adalah sesuatu/penanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang

BAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang mudah dikenali dan distribusinya tersebar luas di dunia. Dominan hidupnya di habitat terestrial. Kelimpahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Mas (Cyprinus carpio) Menurut Khairuman dan Subenda (2002) sistematika taksonomi ikan mas adalah sebagai berikut : Phyllum : Chordata Subphyllum Superclass

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982), dalam Dirjen Perikanan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982), dalam Dirjen Perikanan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Nila 2.1.1 Klasifikasi Ikan Nila Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982), dalam Dirjen Perikanan (1991) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Sub Kingdom : Metazoa

Lebih terperinci

Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok

Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok Standar Nasional Indonesia SNI 6138:2009 Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional SNI 6138:2009 Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang memiliki bentuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang memiliki bentuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi dan Taksonomi Ikan Nila Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang memiliki bentuk tubuh pipih dan berwarna kehitaman. Spesies tersebut mempunyai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1 DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1 Kromosom Meiosis Dan Mitosis Biokimia Sifat Keturunan Apakah Gen Itu? Regulasi Gen Mutasi Gen, Alel, dan Lokus Pewarisan Sederhana atau Mendel Keterpautan (Linkage) Inaktivasi

Lebih terperinci

BUDIDAYA IKAN NILA MUHAMMAD ARIEF

BUDIDAYA IKAN NILA MUHAMMAD ARIEF BUDIDAYA IKAN NILA MUHAMMAD ARIEF BUDIDAYA IKAN NILA POTENSI : - daya adaptasi tinggi (tawar-payau-laut) - tahan terhadap perubahan lingkungan - bersifat omnivora - mampu mencerna pakan secara efisien

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi dan Morfologi Ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus) Klasifikasi Ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus), menurut Trewavas (1983) dalam Suyanto (2005) sebagai berikut:

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Gen GH exon 3 pada kambing PE, Saanen, dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) berhasil diamplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Panjang fragmen

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. 6. Warna buah Buah masak fisiologis berwarna kuning (Sumber : diolah dari berbagai sumber dalam Halawane et al.

II. TELAAH PUSTAKA. 6. Warna buah Buah masak fisiologis berwarna kuning (Sumber : diolah dari berbagai sumber dalam Halawane et al. 4 II. TELAAH PUSTAKA Jabon (Neolamarckia sp.) merupakan tanaman yang tumbuh di daerah beriklim muson tropika seperti Indonesia, Malaysia, Vietnam dan Filipina. Jabon juga ditemukan tumbuh di Sri Lanka,

Lebih terperinci

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR @ 2004 Untung Bijaksana Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor September 2004 Dosen : Prof. Dr. Ir. Rudy C Tarumingkeng IKAN HARUAN DI PERAIRAN KALIMANTAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai September tahun 2011. Sampel ikan berasal dari 3 lokasi yaitu Jawa (Jawa Barat), Sumatera (Jambi),

Lebih terperinci

Uji Organoleptik Ikan Mujair

Uji Organoleptik Ikan Mujair Uji Organoleptik Ikan Mujair Bahan Mentah OLEH : PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu atau nilai-nilai tertentu yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain: 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Indonesia adalah negara kepulauan dengan kawasan maritim yang sangat luas sehingga Indonesia memiliki kekayaan perikanan yang sangat kaya.pengetahuan lingkungan

Lebih terperinci

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda 116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu ikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu ikan 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu ikan inroduksi yang telah lebih dulu dikenal masyarakat indonesia. Budidaya

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 02-6730.2-2002 Standar Nasional Indonesia Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk kodok lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok disusun

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2016 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) RAJADANU TAHAN PENYAKIT KHV DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Klasifikasi ikan Juaro (Pangasius polyuranodon) menurut Kottelat dan Whitten (1993) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Kelas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS : IMADUDIN ATHIF N.I.M :

LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS : IMADUDIN ATHIF N.I.M : LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS NAMA KELAS : IMADUDIN ATHIF : S1-SI-02 N.I.M : 11.12.5452 KELOMPOK : G STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sel pada tubuh memiliki DNA yang sama dan sebagian besar terdapat pada

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sel pada tubuh memiliki DNA yang sama dan sebagian besar terdapat pada BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. DNA (Deoxyribonuleic Acid) Deoxyribonucleic acid (DNA) adalah suatu materi yang terdapat pada tubuh manusia dan semua makhluk hidup yang diwarisi secara turun menurun. Semua

Lebih terperinci