DAFTAR PUSTAKA. Arsyad, S Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAFTAR PUSTAKA. Arsyad, S Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor."

Transkripsi

1 DAFTAR PUSTAKA Ardiyansyah, AN Studi Kapasitas Infiltrasi Pada Berbagai Macam Penggunaan Lahan Di Sub Das Hulu Cikapundung. [Skripsi]. Universitas Persada Indonesia. Bandung. Arsyad, S Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. Asdak, C Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Atmanto, WP Peran Pemerintah dan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Hutan Kota (Studi Kasus di Kelurahan Krobokan, Semarang Barat, Kotamadya Semarang). [Tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Tangerang Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Kota Tangerang. Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Tangerang. Tangerang. Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Kota Tangerang dalam Angka Tahun BPS Kota Tangerang. Tangerang. Bertnatzky, A Tree Ecology and Preservation. Elsivier Scientific Publ. Co. New York. Carpenter, PL., TD. Walker dan FO. Lanphear Plants in The Landscape. W.H. Freeman and Co. San Francisco. Crowe, S Garden Design. Packard Publishing Limited. London. Dahlan, EN Hutan Kota untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia. Bogor Membangun Kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan Kota. IPB Press. Bogor. Departemen Pekerjaan Umum Persyaratan Teknis Bangunan Gedung. PT. Medisa. Jakarta. Departemen Pekerjaan Umum Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor:05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Direktorat Jenderal Penataan Ruang. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Pertumbuhan Penduduk Kota Tangerang ( ). Tangerang. 112

2 Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang Identifikasi dan Pemetaan Konservasi Air Tanah Dangkal dan Air Tanah Dalam. Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Kota Tangerang. Tangerang Dinas Pertamanan Provinsi DKI Jakarta Realisasi Daerah Hijau pada Tata Ruang Kota. [Makalah]. Seminar Percepatan Ruang Terbuka Hijau Kota Jakarta. Dinas Pertamanan Profinsi DKI Jakarta, Jakarta (3 Juli 2003). Dinas Pertanian dan Peternakan Kota Tangerang Rencana Strategis Dinas Pertanian Dinas Pertanian dan Peternakan Kota Tangerang. Tangerang Duryatmo, S Para Jagoan Serap Karbondioksida dalam TRUBUS 459. Februari Fandeli, C Perhutanan Kota. Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Grey, GW. dan FI. Deneke Urban Forestry. John Wiley and Sons Inc. New York Gunadi, S Arti RTH Bagi Sebuah Kota. [Makalah]. Di dalam: Pemerintah Kota Surabaya, editor. Pemanfaatan RTH di Surabaya. Surabaya. Hakim, R. dan U. Hadi Unsur Perancangan dalam Arsitektur Lanskap. Bina Aksara. Jakarta. Isyari, A Pendugaan Laju Infiltrsasi pada Beberapa Penggunaan Lahan Di DAS Ciliwung Bagian Hulu. [Skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Iverson, LR, S. Brown, A. Grainger, A. Prasad, and D. Liu Carbon Sequestration In Tropical Asia: An Assasment of Technically Suitable Forest Lands Using Geographic Information System Analysis. Climate Reaserch. 3: Joga, N Kota Taman Singapura, Sebuah Refleksi bagi Jakarta. Kompas: 4 Juni htm Kurniawan, F Daya Transpirasi Tanaman Perkotaan, dalam Dahlan, EN Membangun Kota Kebun Bernuansa Hutan Kota. IPB Press. Bogor. Lestari, SM Pengaruh Urbanisasi Terhadap Perubahan dan Penutupan Lahan dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis. [Skripsi]. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 113

3 Manan, S Pengaruh Hutan dan Manajemen Daerah Aliran Sungai, dalam Dahlan, E.N Membangun Kota Kebun Bernuansa Hutan Kota. IPB Press. Bogor. Marimin Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. PT Grassindo. Jakarta. More, TA., T. Stevens dan PG. Allen Valuation of Urban Parks. Lanscape and Urban Planning. 15 (1988): Nurdin, Y Studi Pola dan Fungsi Ruang Terbuka Hijau Kotamadya Bogor. [Skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nurisjah, S Strategi Untuk Meningkatkan dan Melestarikan Keanekaragaman Flora dan Fauna di Kawasan Perkotaan. [Makalah PSL 702]. Program Pascasarjana, PSL IPB. Bogor Penilaian Masyarakat Terhadap Ruang Terbuka Hijau (RTH) Wilayah Perkotaan: Kasus Kotamadya Bogor. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pawitan, H Karakterisasi Hidrologi dan Daur Limpasan Permukaan Daerah Aliran Sungai Ciliwung. [Laporan Penelitian]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pratiwi, AD Pohon dan Kehidupan Manusia. Koran Pendidikan: 26 November Purnomohadi, H Ruang Terbuka Hijau dan Pengelolaan Kualitas Udara di Metropolitan Jakarta. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana institut Pertanian Bogor. Bogor. Purnomohadi, S Ruang Terbuka Hijau Sebagai Unsur Utama Tata Ruang Kota. Direktorat Jendreral Penataan Ruang. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta Tim Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman Penghijauan sebagai Pereduksi Karbondioksida Di Perumahan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta. Rismunandar, Air, Fungsi dan Kegunaannya Bagi Pertanian. PT Sinar Baru. Bandung. Saaty, TL Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. PT Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. 114

4 Schmid, JA Vegetation Types, Function, and Constrains in Metropolitan Enviroments. (In Planning The Uses and Management of Lands. Eds. MT. Beatty, GW. Petersen, LD. Swindale). ASA-CSSA-SSSA Publ. Madison, WI. Shrivani, H The Urban Design Process. Van Nostrand Company, Inc. New York. Simonds, JO Landscape Architecture. McGraw Hill Book Co. New York. Sugiharti, T Pengaruh Pencemaran Udara terhadap Kecepatan Fotosistesis dan Respirasi pada Tanaman Hutan Kota. [Skripsi]. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Thohir, KA Butir-Butir Tata Lingkungan. Rineka Cipta. Jakarta. Tim Fahutan Konsepsi Pengembangan Hutan Kota. Kerjasama Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan Departemen Kehutanan. Jakarta Tim IPB Bogor Studi Penentuan Kawasan Lindung Dikaitkan dengan Pembangunan Regional yang Berkelanjutan. Kerjasama Departemen Kehutanan dan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Widodo, R Mengintip Tangerang Dari Satelit. Widyastama, R Jenis Tanaman Berpotensi untuk Penghijauan Kota. Kompas: 11 Juli Wisesa, SPC Studi Pengembangan Hutan Kota Di Wilayah Kotamadya Bogor. [Skripsi]. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Yullyarty, AH Kajian Ruang Terbuka Hijau DKI Jakarta untuk Meningkatkan Ketersediaan Air Dalam Tanah. [Skripsi]. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Zoer aini, DI Peranan Bentuk dan Struktur Kota Terhadap Kualitas Lingkungan Kota. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor Tantangan Lingkungan dan Lasekap Hutan Kota. PT Bumi Aksara. Jakarta 115

5 LAMPIRAN

6 Lampiran 1. Peta Administrasi Kota Tangerang '30"E 'E '30"E 'E '30"E 'E PETA PENELITIAN 1 : SAMUDERA INDONESIA ² Km PETA '30"S Kab. TANGERANG Bandara 6 7'30"S ADMINISTRASI KOTA TANGERANG Edisi Juli 2009 Kec. Neglasari PETUNJUK LETAK PETA Kec. Benda Kec. Batuceper Kota JAKARTA BARAT 6 10'S Kec. Periuk 6 10'S DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH INSTITUT PERTANIAN BOGOR PETA 01 KETERANGAN Kec. Karawaci Kec. Tangerang Kec. Cipondoh A. BATAS-BATAS Batas Kabupaten Batas Batas Desa Kec. Jatiuwung Kec. Cibodas B. KECAMATAN Bandara Kec. Karang Tengah 6 12'30"S Kec. Pinang Kec. Karang Tengah 6 12'30"S Kec. Batuceper Kec. Benda Kec. Cibodas Kec. Ciledug Kec. Cipondoh Kec. Karawaci Kec. Larangan Kec. Neglasari Kec. Periuk Kec. Pinang Kec. Jatiuwung Kec. Tangerang Kec. Ciledug Kec. Larangan 6 15'S 6 15'S KETERANGAN RIWAYAT PETA Peta ini dibuat secara dijital dari sumber data dasar: 1) Bakosurtanal, Peta Rupa Bumi Indonesia Sumatera Utara Skala 1: ) BPS, Data Podes Kota Tangerang 3) Bapeda Kota Tangerang, Peta Administrasi '30"E 'E '30"E 'E '30"E 'E

7 Lampiran 2. Komponen Perhitungan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Kebutuhan Air di Kota Tangerang Jumlah Penduduk (jiwa) K C PAM Pa Kebutuhan luas RTH (Ha) Luas RTH (m 3 Kapasitas /org/thn SL (m 3 /tahun) adm existing suplai Ciledug ,5 0 tiada , , ,9 876,9 228,5 Larangan ,5 0 tiada , , ,6 937,9 145,5 Karang Tengah ,5 0 tiada , , , ,4 369,2 Cipondoh ,5 0 TB , , , ,0 863 Pinang ,5 0 TB , ,9-386, , ,00 Tangerang ,5 0 TB & KR , , , ,5 409,7 Karawaci ,5 0 KR , ,8-914, ,5 507,5 Cibodas ,5 0 KR , , ,7 961,1 367,6 Jatiuwung ,5 0 KR , , , ,6 708,9 Periuk ,5 0 KR , , ,2 954,3 458,1 Neglasari ,5 0 TB , , , ,7 480,9 Batuceper ,5 0 TB & KR , , , ,3 434,2 B e n d a ,5 0 TB , , ,7 591,9 681,4 Kota Tangerang ,5 0 rata , , , , ,50 Sumber: BPS (2009), Departemen PU (1998), PDAM Kerta Raharja (2009), PDAM Tirta Benteng (2009), DLH (2005) t Rumus kebutuhan RTH : Po K( 1+ R C) La =. PAM Pa Ha z 1) Laju peningkatan pemakaian air seiring dengan laju pertumbuhan penduduk kota setempat, untuk Kota Tangerang adalah 1,75% 2) Besarnya konsumsi air (K) menggunakan standar kebutuhan air bersih Departemen Pekerjaan Umum yaitu 300 liter/orang/hari atau setara 109,5 m 3 /orang/tahun 3) PAM disuplai dari PDAM Tirta Benteng (TB) dan PDAM Kerta Rajasa (KR), SL adalah Sambungan Langsung dari reservoir PDAM melaui jaringan perpipaan 4) potensi air tanah saat ini dihitung dari luah sumur pada kedalaman sumur rata-rata (16-27 meter) di kota tangerang yaitu 25 l/detik atau setara dengan m 3 per tahun. Batuceper dan Benda dianggap tidak memiliki air tanah (Pa = 0) sebab di beberapa titik di kecamatan tersebut telah ditemukan air asin.

8 Lampiran 3.Hasil Perhitungan Analisis AHP pada Strata Pertama (Prioritas Fungsi RTH) 1. Pairwaise Comparison FUNGSI RTH Ekologis Sosial Ekonomi Estetika Ekologis 1,00 1,74 2,43 0,71 Sosial 0,57 1,00 0,54 0,21 Ekonomi 0,41 1,85 1,00 0,19 Estetika 1,42 4,70 5,38 1,00 Jumlah 3,40 9,29 9,35 2,11 2. Evaluasi Faktor a. Menghitung Proporsi FUNGSI RTH Ekologis Sosial Ekonomi Estetika Ekologis 0,29 0,19 0,26 0,34 Sosial 0,17 0,11 0,06 0,10 Ekonomi 0,12 0,20 0,11 0,09 Estetika 0,42 0,51 0,58 0,47 b.rata-rata baris Fungsi Rata-rata baris Ekologis 0,2693 Sosial 0,1088 Ekonomi 0,1288 Estetika 0, Rasio Konsistensi a. vektor penjumlah tertimbang Ekologis 1,12 Sosial 0,44 Ekonomi 0,53 Estetika 2,08 b. vektor kekonsistensian Ekologis 4,16 Sosial 4,02 Ekonomi 4,13 Estetika 4,22 c. lamda dan indek kosistensi Lamda (l) = 4,133 CI = 0,044 CR = 0,049

9 Lampiran 4.Hasil Perhitungan Analisis AHP pada Strata Kedua (Prioritas Bentuk Ekologi) 1. Pairwaise Comparison Sosial Kawasan Simpul Jalur Kawasan 1,000 1,225 1,155 Simpul 0,816 1,000 0,408 Jalur 0,866 2,449 1,000 Jumlah 2,683 4,674 2, Evaluasi Faktor a. Menghitung Proporsi Sosial Kawasan Simpul Jalur Kawasan 0,373 0,262 0,451 Simpul 0,304 0,214 0,159 Jalur 0,323 0,524 0,390 b.rata-rata baris Sosial Rata-rata baris Kawasan 0,362 Simpul 0,226 Jalur 0, Rasio Konsistensi a. vektor penjumlah tertimbang Kawasan 1,115 Simpul 0,690 Jalur 1,279 b. vektor kekonsistensian Kawasan 3,08075 Simpul 3,05312 Jalur 3,10153 c. lamda dan indek kosistensi Lamda (l) = 3,07847 CI 0,03923 CR 0,06765

10 Lampiran 5.Hasil Perhitungan Analisis AHP pada Strata Kedua (Prioritas Bentuk Sosial) 1. Pairwaise Comparison Sosial Kawasan Simpul Jalur Kawasan 1,000 2,347 3,490 Simpul 0,408 1,000 2,140 Jalur 0,289 0,500 1,000 Jumlah 1,697 3,847 6, Evaluasi Faktor a. Menghitung Proporsi Sosial Kawasan Simpul Jalur Kawasan 0,589 0,610 0,526 Simpul 0,241 0,260 0,323 Jalur 0,170 0,130 0,151 b.rata-rata baris Sosial Rata-rata baris Kawasan 0,575 Simpul 0,274 Jalur 0, Rasio Konsistensi a. vektor penjumlah tertimbang Kawasan 1,74 Simpul 0,83 Jalur 0,45 b. vektor kekonsistensian Kawasan 3,03147 Simpul 3,02775 Jalur 3,01767 c. lamda dan indek kosistensi Lamda (l) = 3,02563 CI 0,01281 CR 0,02209

11 Lampiran 6.Hasil Perhitungan Analisis AHP pada Strata Kedua (Prioritas Bentuk Ekonomi) 1. Pairwaise Comparison Sosial Kawasan Simpul Jalur Kawasan 1,000 0,408 0,289 Simpul 2,449 1,000 1,000 Jalur 3,464 1,000 1,000 Jumlah 6,914 2,408 2, Evaluasi Faktor a. Menghitung Proporsi Sosial Kawasan Simpul Jalur Kawasan 0,145 0,170 0,126 Simpul 0,354 0,415 0,437 Jalur 0,501 0,415 0,437 b.rata-rata baris Sosial Rata-rata baris Kawasan 0,147 Simpul 0,402 Jalur 0, Rasio Konsistensi a. vektor penjumlah tertimbang Kawasan 0,44116 Simpul 1,21273 Jalur 1,36164 b. vektor kekonsistensian Kawasan 3, Simpul 3, Jalur 3, c. lamda dan indek kosistensi Lamda (l) = 3, CI 0, CR 0,011526

12 Lampiran 7.Hasil Perhitungan Analisis AHP pada Strata Kedua (Prioritas Bentuk Estetika) 1. Pairwaise Comparison Sosial Kawasan Simpul Jalur Kawasan 1,000 1,225 1,155 Simpul 0,816 1,000 0,408 Jalur 0,866 2,449 1,000 Jumlah 2,683 4,674 2, Evaluasi Faktor a. Menghitung Proporsi Sosial Kawasan Simpul Jalur Kawasan 0,373 0,262 0,451 Simpul 0,304 0,214 0,159 Jalur 0,323 0,524 0,390 b.rata-rata baris Sosial Rata-rata baris Kawasan 0,362 Simpul 0,226 Jalur 0, Rasio Konsistensi a. vektor penjumlah tertimbang Kawasan 1,115 Simpul 0,690 Jalur 1,279 b. vektor kekonsistensian Kawasan 3,08075 Simpul 3,05312 Jalur 3,10153 c. lamda dan indek kosistensi Lamda (l) = 3,07847 CI 0,03923 CR 0,06765

13 Lampiran 8. Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Kota Tangerang eksisting Luas RTH Kebutuhan 2018 Arahan Pengembangan Selisih RTRW Alokasi RTH Bentuk Fungsi Keterangan ,0 263,1-57,1 0,0 206,0 RTH diperta hankan mempertahankan dan meningkatkan kualitas RTH eksisting (206,0 Ha). Menjadikan RTH eksisting menjadi RTH taman (taman kecamatan, lapangan bermain, pemakaman, jalur hijau, dan taman umum lainnya) 1. C i l e d u g 2. 0,0 258,8-258,8 52,8 Perlu subsidi RTH 4,3 Perlu subsidi RTH tambahan RTH 8 Ha (263,1Ha - 206,0 Ha) dapat diperoleh dari; 1) subsidi sepenuh-nya dari kecamatan lain, atau 2) memanfaatkan lahan kosong (22,6 Ha), membuat jalur hijau di sepanjang tepian jalan (3,4 Ha), mewajibkan menanam 1 pohon untuk setiap rumah (berpotensi menyumbang pohon atau setara 9,8 hektar dalam bentuk simpul-simpul pekarangan), dan kekurangannya sebesar 17,0 Ha disubsidi dari kecamatan lain kekurangan sebesar 4,3 Ha (263,1Ha - 206,0Ha - 52,8Ha) disubsidi dari kecamatan lain dapat berupa RTH non- (belukar, lahan pertanian, dll) JUMLAH 263,1 Hektar 3. 0, ,5 mengoptimalkan penanaman pohon pada lahan-lahan yang memungkinkan penyangga ekologis, estetika dan sosial perlu subsidi RTH 57,1 Ha dengan 52,8 Ha diantaranya adalah RTH , ,4 membuat kawasan konservasi (tandon air) disekitar daerah limpasan banjir S. Angke yang sekaligus berfungsi sebagai daerah resapan. Keterangan: 1. Kebutuhan berdasarkan Luas Wilayah 2. Kebutuhan berdasarkan Jumlah Penduduk 3. Kebutuhan berdasarkan kebutuhan oksigen 4. Kebutuhan berdasarkan kebutuhan air

14 Lampiran 8. Lanjutan 2. L a r a n g a n eksisting Luas RTH Kebutuhan 2018 Arahan Pengembangan Selisih RTRW Alokasi RTH Bentuk Fungsi ,6 281,4-173,8 0,0 107,6 RTH 2. 0,0 327,5-327,5 173,8 perlu subsidi RTH 46,1 perlu subsidi RTH JUMLAH 327,5 Hektar mempertahankan dan meningkatkan kualitas RTH eksisting (107,6 Ha), terutama yang berada di sepanjang sempadan DAS Angke. Bentuk RTH saat ini didominasi oleh kawasan bervegetasi semak, rumput dan tanaman sejenisnya (101,8 Ha). Seluruh RTH ini diarahkan menjadi RTH. Penambahan sebesar 173,8Ha (281,4Ha 107,6Ha) untuk mencapai 30% luas wilayah dapat diperoleh dari: 1)subsidi sepenuhnya dari kecamatan lain, atau 2) memanfaatkan lahan kosong yang ada (37,8 Ha), membuat jalur hijau disepanjang tepian jalan (2,1 Ha), mewajibkan menanam 1 pohon untuk setiap rumah (berpotensi menyumbang pohon atau setara 13,3 hektar dalam bentuk simpul-simpul pekarangan), kekurangan sebesar 120,6 Ha (173,8 Ha -(37,8 Ha+2,1 Ha+ 13,3 Ha) disubsidi dari kecamatan lainnya. Seluruh penambahan RTH dalam bentuk RTH. kekurangan sebesar 46,1 Ha (327,5Ha 281,4Ha) disubsidi dari kecamatan lain ,6 mengoptimalkan penanaman pohon pada lahan-lahan yang memungkinkan ,0 mengoptimalkan RTH sebagai lahan resapan air dengan penanaman tanaman penutup tanah, pembuatan sumur resapan dan biopori penyangga ekologis, estetika dan sosial Keterangan perlu subsidi RTH seluas 219,9Ha dalam bentuk RTH

15 Keterangan: 1. Kebutuhan berdasarkan Luas Wilayah 2. Kebutuhan berdasarkan Jumlah Penduduk 3. Kebutuhan berdasarkan kebutuhan oksigen 4. Kebutuhan berdasarkan kebutuhan air

16 Lampiran 8. Lanjutan eksisting Luas RTH Kebutuhan 2018 Arahan Pengembangan Selisih RTRW Alokasi RTH Bentuk Fungsi Keterangan 3. K a r a n g T e n g a h ,0 314,2 12,8 0,0 241,5 Perlu RTH 2. 0,0 241,5-241,5 72,7 RTH 12,8 cadangan ruang terbangun JUMLAH 327,0 Hektar Diperoleh dengan menjadikan 241,5 Ha RTH eksisting menjadi RTH (taman umum, lapangan bermain, jalur hijau tepi jalan, jalur hijau sempadan sungai). RTH ini perlu ditetapkan dan keberadaannya. Perlu mempertahankan RTH seluas 72,7 Ha (314,2Ha- 241,5Ha) agar RTH 30% luas wilayah tetap tercapai. Karena masih terdapat kegiatan pertanian lahan kering, luasan ini dapat berupa kawasan pertanian atau RTH non- lain Kelebihan RTH (12,8 Ha) dapat digunakan sebagai cadangan ruang terbangun yang berbentuk kawasan (hutan/taman kota, lahan pertanian atau lapangan bermain) 3. 0, ,2 mengoptimalkan penanaman pohon pada RTH yang tersedia penyangga ekologis, estetika dan sosial Perlu pengawasan ketat agar 327,0 Ha RTH eksisting bertahan dalam jumlah tetap. Jika tidak, diperkirakan th.2018 terjadi kekurangan RTH sebesar 19,9 Ha , ,4 membuat kawasan konservasi (tandon air) disekitar daerah limpasan banjir S. Angke yang sekaligus berfungsi sebagai daerah resapan. Keterangan: 1. Kebutuhan berdasarkan Luas Wilayah 2. Kebutuhan berdasarkan Jumlah Penduduk 3. Kebutuhan berdasarkan kebutuhan oksigen 4. Kebutuhan berdasarkan kebutuhan air

17 Lampiran 8. Lanjutan 4. C i p o n d o h eksisting Luas RTH Kebutuhan 2018 Arahan Pengembangan Selisih RTRW Alokasi RTH Bentuk Fungsi ,1 537,3 314,8 47,3 77,2 RTH tertata 2. 77,2 386,5-309,3 309,3 Perlu RTH 150,8 RTH 314,8 Cadangan ruang terbangun mempertahankan dan meningkatkan RTH yang telah ada (77,2 Ha). RTH ini berbentuk kawasan di sempadan Situ Cipondoh (75,4 Ha) dan jalur hijau tepi jalan raya (1,78 Ha) Diperoleh dengan menjadikan 309,3 Ha (386,5Ha-77,2Ha) RTH eksisting menjadi RTH. Kegiatan ini terutama untuk membentuk kawasan konservasi yang lebih luas di sempadan Situ Cipondoh. Luas Kawasan Konservasi Situ Cipondoh (KKSC) yang ditetapkan dalam RDTR Cipondoh adalah 133,78 Ha. Penambahan juga difokuskan dalam bentuk jalur hijau sempadan Sungai Angke dan jalur hijau jalan. Perlu mempertahankan RTH seluas 150,8 Ha agar RTH 30% luas wilayah tetap tercapai. Masih terdapat kegiatan pertanian di Cipondoh, sehingga luasan ini dapat berupa kawasan pertanian (sawah) disepanjang saluran irigasi dan S.Angke Kelebihan RTH sebagian untuk mensubsidi Ciledug (57,1 Ha) dan sisanya (257,7Ha) digunakan sebagai cadangan ruang terbangun. Perlu dilakukan pengendalian laju area terbangun dengan memberlaku kan KDH 30%, terutama pada lahan-lahan konsesi perumahan di sekitar KKSC penyangga ekologis, estetika dan rekreasi warga (sosial) serta ekonomi Keterangan Cadangan ruang terbangun dapat digunakan untuk subsidi bagi Ciledug (57,1Ha) Kawasan Konservasi Situ Cipondoh potensial untuk dijadikan kawasan agrowisata JUMLAH 852,1 Hektar ,4 mengoptimalkan penanaman pohon pada RTH yang tersedia, terutama di sempadan DAS Angke dan Situ Cipondoh ,6 membentuk kawasan konservasi Situ Cipondoh sebagai dukungan penggunaan Situ Cipondoh sebagai sumber alternatif air baku PAM Keterangan: 1. Kebutuhan berdasarkan Luas Wilayah 2. Kebutuhan berdasarkan Jumlah Penduduk 3. Kebutuhan berdasarkan kebutuhan oksigen 4. Kebutuhan berdasarkan kebutuhan air

18 Lampiran 8. Lanjutan 5. P i n a n g eksisting Luas RTH Kebutuhan 2018 Arahan Pengembangan Selisih RTRW Alokasi RTH Bentuk Fungsi ,1 647,7 896,4 143,7 9,9 RTH tertata 2. 9,9 318,2-308,3 308,3 Perlu RTH 128,0 Subsidi RTH 201,5 RTH 896,4 Cadangan ruang terbangun mempertahankan dan meningkatkan RTH tertata yang telah ada (9,9Ha). RTH ini berbentuk kawasan Hutan Kota di daerah Kebon Nanas Diperoleh dengan menjadikan 308,3 Ha RTH yang tersedia menjadi RTH, terutama difokuskan pada pembentukan Kawasan Tepian Air S. Cisadane (133,8Ha) dan sebagian KKSC (174,5Ha). Luas KKSC yang ditetapkan dalam RTDR Pinang adalah 302,54 Ha. Ditambahkan untuk mewujudkan KKSC seluas 302,5Ha. Terwujudnya kawasan ini akan memberikan subsidi RTH taman seluas 128,0Ha (318,2-(9,9Ha + 133,8Ha + 302,5Ha)) Perlu mempertahankan RTH seluas 201,5Ha agar RTH tetap memenuhi 30% luas wilayah. Karena masih terdapat kegiatan pertanian, luasan ini dapat berupa RTH non- misalnya kawasan pertanian di sekitar Situ Cipondoh. Kelebihan RTH sebagian untuk mensubsidi Larangan (219,9Ha) dan sisanya (676,5Ha) digunakan sebagai cadangan ruang terbangun. Perlu dilakukan pengendalian laju area terbangun dengan memberlaku kan KDH 30%, terutama pada lahan-lahan konsesi perumahan di sekitar KKSC. Bentuk dapat berupa RTH non JUMLAH 1.554,1 Hektar ,5 mengoptimalkan penanaman pohon pada RTH yang tersedia, terutama di sempadan Sungai Cisadane dan Situ Cipondoh penyangga ekologis, estetika dan sosial ,5 membentuk Kawasan Tepi Air S. Cisadane dan Kawasan Konservasi Situ Cipondoh sebagai langkah konservasi sumber air baku utama dan alternatif PAM Keterangan: 1. Kebutuhan berdasarkan Luas Wilayah 2. Kebutuhan berdasarkan Jumlah Penduduk 3. Kebutuhan berdasarkan kebutuhan oksigen 4. Kebutuhan berdasarkan kebutuhan air Keterangan Cadangan ruang terbangun dapat digunakan sebagai subsidi RTH untuk Larangan (219,9 Ha) dalam bentuk RTH non KKSC dapat dibentuk sebagai kawasan agrowisata

19 Lampiran 8. Lanjutan eksisting Luas RTH Kebutuhan 2018 Arahan Pengembangan Selisih RTRW Alokasi RTH Bentuk Fungsi Keterangan 6. T a n g e r a n g ,4 473,6 224,8 654,7 127,6 RTH tertata ,6 308,1-180,5 346,6 RTH 180,5 Subsidi RTH 43,7 cadangan ruang terbangun mempertahankan dan meningkatkan RTH tertata yang telah ada (127,6Ha). RTH ini berbentuk taman kota (8,12 Ha), lapangan olah raga (110,5 Ha), jalur hijau jalan (2,82 Ha), jalur hijau S. Cisadane dan Kali Mookervart (6,19 Ha). Mempertahankan RTH seluas 346,Ha (473,6Ha- 127,6Ha) agar kebutuhan RTH seluas 30% tetap terpenuhi. Pengembangan RTH difokuskan pada Kawasan Konservasi Situ Gede (9,1Ha) dan pembentukan sebagian Kawasan Tepian Air S. Cisadane (337,5Ha). (Kawasan Tepian Air S. Cisadane (KTASC) di Tangerang rencananya menempati lahan seluas 528,7Ha). Kelebihan alokasi RTH dalam RTRW sebesar 346,6 Ha (654,7Ha 473,6Ha) digunakan untuk mensubsidi RTH bagi wilayah lain. Bentuk RTH ini KTASC. Kelebihan RTH seluas 43,7Ha (698,4 Ha - (127, , ,5) Ha) digunakan sebagai cadangan ruang terbangun. Lahan ini terletak di pusat kota baru. Lahan cadangan sebagian besar berupa lahan-lahan tidur milik Departeman Hukum dan Ham (kawasan Kehakiman), yang sementara dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian (ladang/tegalan). JUMLAH 698,4 Hektar ,4 Kengoptimalkan penanaman pohon pada RTH yang tersedia, terutama tepian Sungai Cisadane dan lahan-lahan tidur di Kawasan Kehakiman estetika, sarana olah raga, rekreasi warga (sosial), penyangga ekologi, dan pertanian Terwujudnya RTH sesuai RTRW berarti kebutuhan 1 dan 2 terpenuhi. Terdapat kelebihan RTH seluas 180,5Ha ,5 Membentuk kawasan konservasi sepanjang Sungai Cisadane guna melestarikan dan meningkatkan mutu sumber air baku utama Keterangan: 1. Kebutuhan berdasarkan Luas Wilayah 2. Kebutuhan berdasarkan Jumlah Penduduk 3. Kebutuhan berdasarkan kebutuhan oksigen 4. Kebutuhan berdasarkan kebutuhan air

20 Lampiran 8. Lanjutan 7. K a r a w a c i eksisting Luas RTH Kebutuhan 2018 Arahan Pengembangan Selisih RTRW Alokasi RTH Bentuk Fungsi ,0 404,3 50,2 564,6 RTH tertata 31, ,9 388,3-356,4 372,4 RTH 160,3 Subsidi RTH mempertahankan dan meningkatkan kualitas RTH tertata eksisting (31,9 Ha), yang berupa taman kota (2,2 Ha), jalur hijau sungai (0,52 Ha) dan pemakaman (29,2 Ha) mempertahankan dan meningkatkan kualitas RTH seluas 372,4,Ha (404,3Ha - 31,9Ha) agar kebutuhan RTH seluas 30% tetap terpenuhi. Pengembangan dalam bentuk RTH berupa KTASC (372,4Ha) (KTASC di Karawaci rencananya menempati lahan seluas 528,7Ha). Kelebihan alokasi RTH dalam RTRW sebesar 160,3Ha (564,6Ha 404,3Ha) dapat digunakan untuk mensubsidi RTH bagi wilayah lain. Bentuk RTH ini adalah KTASC JUMLAH 564,6 Hektar ,0 mengoptimalkan penanaman pohon pada RTH yang tersedia, terutama di sepanjang tepian Sungai Cisadane estetika, rekreasi warga (sosial), penyangga ekologi, Keterangan Terwujudnya RTH sesuai RTRW berarti kebutuhan 1 dan 2 terpenuhi. Terdapat kelebihan RTH seluas 160,3Ha ,0 membentuk kawasan konservasi sepanjang S. Cisadane guna melestarikan dan meningkatkan mutu sumber air baku utama Kota Tangerang Keterangan: 1. Kebutuhan berdasarkan Luas Wilayah 2. Kebutuhan berdasarkan Jumlah Penduduk 3. Kebutuhan berdasarkan kebutuhan oksigen 4. Kebutuhan berdasarkan kebutuhan air

21 Lampiran 8. Lanjutan 8. C i b o d a s eksisting Luas RTH Kebutuhan 2018 Arahan Pengembangan Selisih RTRW Alokasi RTH Bentuk Fungsi ,6 288,3 42,5 127,2 312,6 Perlu penambahan RTH 2. 0,0 312,6-312,6 55,0 cadangan ruang terbangun Penambahan RTH diperoleh dengan mengakuisisi 312,6Ha RTH eksisting. Termasuk diantaranya Tempat Pemakaman Umum (1,1Ha) dan KTASC (127,2 Ha). Sisanya berupa RTH taman (160,0Ha) dalam bentuk RTH kawasan atau RTH jalur yang dapat menekan polusi (akibat kendaraan dan industri), memisahkan antara kawasan industri dan pemukiman, seperti taman-taman umum, hutan kota, jalur hijau tepi jalan, lapangan bermain. selisih antara RTH dan RTH eksisting sebesar 55,0 Ha (367,6 Ha 312,6Ha) digunakan sebagai cadangan ruang terbangun. Dapat berupa RTH maupun non- Penyangga ekologis, estetika dan sosial JUMLAH 367,6 Hektar ,4 mengoptimalkan penanaman pohon pada RTH yang tersedia, terutama di sepanjang tepian Sungai Cisadane dan kawasan-kawasan buffer yang memisahkan kawasan industri dan pemukiman ,2 membentuk kawasan konservasi sepanjang Sungai Cisadane guna melestarikan dan meningkatkan mutu sumber air baku utama Kota Tangerang Keterangan: 1. Kebutuhan berdasarkan Luas Wilayah 2. Kebutuhan berdasarkan Jumlah Penduduk 3. Kebutuhan berdasarkan kebutuhan oksigen 4. Kebutuhan berdasarkan kebutuhan air Keterangan

22 Lampiran 8. Lanjutan. eksisting Luas RTH Kebutuhan 2018 Arahan Pengembangan Selisih RTRW Alokasi RTH Bentuk Fungsi Keterangan 9. J a t i u w u n g ,9 432,2 205,8 0,0 280,0 Perlu RTH 2. 0,0 280,0-280,0 152,2 RTH perlu 276,7 cadangan ruang terbangun JUMLAH 708,9 Hektar Diperoleh dengan menjadikan 241,5 Ha RTH eksisting menjadi RTH. Pemberlakuan KDH 30% di kawasan industri (889,4Ha) berpotensi menyumbangkan RTH seluas 266,8Ha, RTH ini diarahkan berupa taman lingkungan di sekitar pabrik dan kawasan buffer yang memisahkan kawasan pemukiman dan bangunan pabrik. Sisanya (13,2Ha) dalam bentuk jalur hijau di sepanjang sempadan DAS. Cirarab, dan jalur hijau tepi jalan. Selain RTH, masih perlu mempertahankan dan meningkatkan kualitas RTH seluas 152,2,Ha (432,2Ha 280,0Ha) agar kebutuhan RTH seluas 30% tetap terpenuhi. Bentuk RTH dapat berupa RTH maupun non- (hutan kota, jalur hijau sempadan S. Cirarab, pemanfaatan lahan tidur untuk pertanian dan bentuk lain). Kelebihan RTH seluas 276,7Ha (708,9Ha 432,2Ha) digunakan sebagai cadangan ruang terbangun. Sementara dapat berbentuk kawasan/simpul hutan kota, lahan pertanian, taman-taman lingkungan atau kawasan resapan air ,6 mengoptimalkan penanaman pohon pada RTH yang tersedia, terutama di sepanjang tepian S. Cirarab dan pekarangan bangunan pabrik ,1 membentuk kawasan konservasi sepanjang S.Cirarab guna mendukung upaya penggunaan S. Cirarab sebagai sumber air baku bagi industri. Perlu dibuat polder-polder disekitar daerah limpasan anak sungai cirarab. Polder berfungsi sebagai penampung air banjir sekaligus tempat resapan air. penyangga ekologi, estetika dan ekonomi Keterangan: 1. Kebutuhan berdasarkan Luas Wilayah 2. Kebutuhan berdasarkan Jumlah Penduduk 3. Kebutuhan berdasarkan kebutuhan oksigen 4. Kebutuhan berdasarkan kebutuhan air

23 Lampiran 8. Lanjutan eksisting Luas RTH Kebutuhan 2018 Arahan Pengembangan Selisih RTRW Alokasi RTH Bentuk Fungsi Keterangan ,1 286,3 171,8 257,7 7,4 RTH tertata mempertahankan dan meningkatkan kualitas RTH eksisting seluas 7,4 Ha. RTH ini berupa taman kota disepanjang jalur sempadan sungai. RTH ini termasuk dalam RTH yang akan dikembangkan dalam RTRW. Disesuaikan dengan RTH yang direncanakan pemerintah (250,3Ha) berupa kawasan perlindungan Situ Cangkring dan Situ Bulakan seluas 22,4 Ha, sempadan S.Cirarab dan S.Cisadane seluas 66,2Ha (73,6Ha - 7,4Ha). Sisanya (162,1Ha) diperoleh dengan mengkonversi RTH eksisting menjadi RTH terutama berupa jalur hijau di sepanjang Sungai Cirarab dan Sungai Cisadane. Berupa kawasan persawahan irigasi di pinggiran Sungai Cisadane. RTH ini direncanakan dalam RTRW P e r i u k 2. 7,4 258,1-250,7 250,7 Perlu RTH 161,7 RTH 38,3 cadangan ruang terbangun kelebihan RTH seluas 171,8 Ha (458,1 Ha - 286,3 Ha) digunakan sebagai cadangan ruang terbangun. Bentuk dapat berupa kawasan pertanian, taman lingkungan atau RTH lainnya. penyangga ekologi, estetika dan ekonomi Kekurangan RTH juga dapat diperoleh dengan subsidi dari kecamatan lain JUMLAH 458,1 Hektar ,2 mengoptimalkan penanaman pohon pada RTH yang tersedia, terutama di sepanjang tepian S. Cirarab, S. Cisadane, Situ Bulakan dan Situ Cangkring ,3 membentuk kawasan konservasi sepanjang S.Cirarab guna mendukung upaya penggunaan S. Cirarab dan S. Cisadane sebagai sumber air baku, serta mengoptimalkan fungsi Situ Bulakan dan Situ Cangkring sebagai kawasan resapan air Keterangan: 1. Kebutuhan berdasarkan Luas Wilayah 2. Kebutuhan berdasarkan Jumlah Penduduk 3. Kebutuhan berdasarkan kebutuhan oksigen 4. Kebutuhan berdasarkan kebutuhan air

24 Lampiran 8. Lanjutan 11. N e g l a s a r i eksisting Luas RTH Kebutuhan 2018 Arahan Pengembangan Selisih RTRW Alokasi RTH Bentuk Fungsi ,7 482,3 180, ,3 5,8 RTH tertata 2. 5,8 217,4-211,6 211,6 Perlu RTH 264,9 RTH mempertahankan dan meningkatkan kualitas RTH tertata seluas 5,8 Ha. Bentuk RTH berupa taman kota (1,1Ha) dan jalur hijau jalan di sepanjang Kali Mookervart (4,6Ha) serta jalur hijau Sungai Cisadane (0,11Ha). penambahan RTH seluas 211,6 Ha berupa Kawasan Tepian Air S. Cisadane (68,3Ha) dan kawasan buffer bandara (143,3 Ha). Pemanfaatan RTH ini dapat berupa kawasan hutan kota, taman umum, lapangan bermain, pemakaman. Perlu mempertahankan RTH seluas 264,9Ha agar jumlah RTH tetap memenuhi 30% luas wilayah (482,3Ha). Kawasan ini berupa kawasan buffer bandara yang difungsikan sebagai kawasan pertanian (persawahan) 564,0 Subsidi RTH Kelebihan alokasi RTH dalam RTRW sebesar 564,0 Ha (1.046,3Ha 482,3Ha) digunakan untuk mensubsidi RTH non- bagi wilayah lain. Bentuk RTH ini adalah kawasan buffer bandara yang diarahkan oleh pemerintah sebagai lahan pertanian. JUMLAH 1.046,3 Hektar ,5 mengoptimalkan penanaman pohon pada RTH yang tersedia, terutama di sepanjang tepian Sungai Cisadane. MEmanfaatkan sebagian kawasan buffer bandara sebagai hutan kota dan mengisinya dengan vegetasi-vegetasi yang unggul dalam memproduksi oksigen ,9 membentuk kawasan konservasi sepanjang Sungai Cisadane guna melestarikan dan meningkatkan mutu sumber air baku utama Kota Tangerang Penyangga ekologi, estetika, rekreasi warga (sosial) dan pertanian (ekonomi) Keterangan Jumlah RTH dalam RTRW mencapai 65,1% dari luas wilayah. Perlu dipertimbang kan untuk mengalihkan nya sebagian ke wilayah lain seperti Kec. Benda

25 Keterangan: 1. Kebutuhan berdasarkan Luas Wilayah 2. Kebutuhan berdasarkan Jumlah Penduduk 3. Kebutuhan berdasarkan kebutuhan oksigen 4. Kebutuhan berdasarkan kebutuhan air

26 Lampiran 8. Lanjutan 12. B a t u c e p e r eksisting Luas RTH Kebutuhan 2018 Arahan Pengembangan Selisih RTRW Alokasi RTH Bentuk Fungsi ,7 347,5 71,2 1,8 1,8 RTH 2. 1,8 189,2-187,4 187,4 Perlu RTH 158,3 RTH 71,2 cadangan ruang terbangun mempertahankan dan meningkatkan kualitas RTH eksisting seluas 1,8 Ha berupa taman kota (1,1Ha), jalur hijau jalan di sepanjang Kali Mookervart (4,6Ha), dan jalur hijau S. Cisadane (0,11Ha). Penambahan dilakukan dengan menjadikan 187,4Ha RTH eksisting menjadi RTH sehingga kebutuhan RTH penduduk terpenuhi. Penambahan terutama berupa kawasan resapan batusari dan kawasan/jalur buffer yang dapat memisahkan pemukiman dengan industri (hutan kota, taman, jalur hijau tepi jalan, dan bentuk RTH lain) Mempertahankan dan meningkatkan kualitas RTH eksisting seluas 158,3Ha (347,5Ha-189,2Ha) agar RTH 30% luas wilayah tetap terpenuhi. Bentuk RTH berupa lahan pertanian (persawahan) di sekitar daerah bandara kelebihan RTH seluas 71,2 Ha digunakan sebagai cadangan ruang terbangun. Sementara dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian (persawahan atau lahan kering) di sekitar perbatasan Cipondoh dan kawasan bandara. JUMLAH 418,7 Hektar ,4 mengoptimalkan penanaman pohon pada lahan-lahan yang memungkinkan. Membuat hutan dan taman kota di ex-kawasan industri dan diisi dengan tanaman yang unggul dalam menghasilkan O ,1 membuat kawasan resapan Batusari disekitar Tandon Air Batusari. Penyangga ekologi, estetika, pertanian (ekonomi) Keterangan Kawasan Industri Batuceper rencananya akan dipindahkan ke Kawasan Industri Jatiuwung. Kawasan ini selanjutnya akan dikembangkan menjadi kawasan pemukiman dengan kepadatan rendah Keterangan: 1. Kebutuhan berdasarkan Luas Wilayah 2. Kebutuhan berdasarkan Jumlah Penduduk 3. Kebutuhan berdasarkan kebutuhan oksigen 4. Kebutuhan berdasarkan kebutuhan air

27 Lampiran 8. Lanjutan 13. B e n d a eksisting Luas RTH Kebutuhan 2018 Arahan Pengembangan Selisih RTRW Alokasi RTH Bentuk Fungsi ,3 177,6 458,7 43,4 158,2 Perlu RTH 2. 0,0 158,2-158,2 19,4 RTH 458,7 Cadangan ruang terbangun Penambahan dilakukan dengan mengkonversi 158,2Ha RTH eksisting menjadi RTH taman. Termasuk diantaranya RTH yang direncanakan pemerintah yaitu kawasan buffer bandara (43,4Ha) berupa taman yang sekaligus berfungsi sebagai polder, terletak di sebelah timur kawasan bandara. Sisanya (114,8Ha) diarahkan dalam bentuk kawasan buffer di sebelah selatan bandara dan kawasan buffer yang memisahkan bangunan industri dan pemukiman (taman lingkungan atau hutan kota), jalur hijau sempadan jalan/sungai. Mempertahankan dan meningkatkan kualitas RTH eksisting seluas 19,4Ha (177,6Ha-158,2Ha) agar RTH 30% luas wilayah tetap terpenuhi. Bentuk RTH dapat berupa lahan pertanian (persawahan) yang masih banyak terdapat di daerah sekitar bandara kelebihan RTH seluas 458,7Ha digunakan sebagai cadangan ruang terbangun. Sementara dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian (persawahan atau lahan kering) terutama pada kawasan persawahan irigasi di sekitar bandara Penyangga ekologis, estetika, pertanian JUMLAH 636,3 Hektar ,1 mengoptimalkan penanaman pohon pada lahan-lahan yang memungkinkan ,4 mengoptimalkan RTH sebagai lahan resapan air dengan merevitalisasi tandon-tandon air, pembuatan sumur resapan dan biopori Keterangan: 1. Kebutuhan berdasarkan Luas Wilayah 2. Kebutuhan berdasarkan Jumlah Penduduk 3. Kebutuhan berdasarkan kebutuhan oksigen 4. Kebutuhan berdasarkan kebutuhan air Keterangan

28 .lanjutan Tabel 36. eksisting Luas RTH Kebutuhan 2018 Arahan Pengembangan Selisih RTRW Alokasi RTH Bentuk Fungsi , , , ,7 232,5 RTH taman RTH taman eksisting yang ada di Kota Tangerang sebagian besar berbentuk simpul-simpul taman dan jalur hijau. RTH yang berbentuk kawasan Keterangan K O T A T A N G E R A N G , , , ,0 Perlu RTH taman 1.271,1 RTH 2.556,9 Cadangan ruang terbangun JUMLAH 7492,5 Hektar , ,4 Keterangan: 1. Kebutuhan berdasarkan Luas Wilayah (UU No 26/2007), 2. Kebutuhan berdasarkan Jumlah Penduduk (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008)

29 Lampiran 9. Kemampuan Vegetasi dalam Memproduksi Oksigen No Nama Lokal Nama Ilmiah Daya serap CO 2 per pohon (kg/tahun) 1 Trembesi Samanea saman ,39 2 Cassia Cassia sp 5.295,47 3 Kenanga Canangium odoratum 756,59 4 Pingku Dyxoxylum excelsum 720,49 5 Beringin Ficus benyamina 535,90 6 Krey payung Fellicium decipiens 404,83 7 Matoa Pometia pinnata 329,76 8 Mahoni Swettiana mahagoni 295,73 9 Saga Adenanthera pavoniana 221,18 10 Bungur Lagerstroemia speciosa 160,14 11 Jati Tectona grandis 135,27 12 Nangka Arthocarpus heterophyllus 126,51 13 Johar Cassia grandis 116,25 14 Sirsak Annona muricata 75,29 15 Puspa Schima wallichii 63,31 16 Akasia Acacia auriculiformis 48,68 17 Flamboyan Delonix regia 42,20 18 Sawo kecik Maniilkara kauki 36,19 19 Tanjung Mimusops elengi 34,29 20 Bunga merak Caesalpinia pulcherrima 30,95 21 Sempur Dilenia retusa 24,24 22 Khaya Khaya anthotheca 21,90 23 Merbau pantai Intsia bijuga 19,25 24 Akasia Acacia mangium 15,19 25 Angsana Pterocarpus indicus 11,12 26 Asam kranji Pithecelobium dulce 8,48 27 Saputangan Maniltoa grandiflora 8,26 28 Dadap merah Erythrina cristagalli 4,55 29 Rambutan Nephelium lappaceum 2,19 30 Asam Tamarindus indica 1,49 31 Kempas Coompasia excelsa 0,20

30 Lampiran 10. Lokasi dan Luas Taman dan Hutan Kota di Kota Tangerang Nama Taman Luas (Ha) Hutan Kota Cikokol 0.96 Tangerang Jalur Hijau Samping Kumatex Tangerang Pulau Jalan Depan BPN 0.05 Tangerang Pulau Jalan Depan Monier 0.03 Tangerang Pulau Jalan Depan Pasar Cikokol Tangerang Pulau Jalan Depan PDAM Tangerang Pulau Jalan Jasunbata Kumatex Tangerang Pulau Jalan Reklame Cikokol Tangerang Pulau Jalan Tugu Jam Cikokol Tangerang Taman Angsana Cikokol 0.42 Tangerang Taman Depan Disnaker Tangerang Jalur Hijau Jl. M. H. Thamrin 0.29 Tangerang Median Jl. M. H Thamrin 0.38 Tangerang Jalur Hijau Jl. M. Yamin 0.11 Tangerang Median Jl. M. Yamin Tangerang Jalur Hijau Pos Polisi Yuppentek Tangerang Pulau Jalan Pot Yuppentek Tangerang Taman Depan Askes Tangerang Taman Depan BTN Tangerang Taman Depan Golkar Tangerang Taman Depan Jiwasraya Tangerang Taman Kali Cisadane ( Taman Pujalidane) 0.62 Tangerang Bak Bunga TMP Taruna Tangerang Jalur Hijau TMP Taruna 0.41 Tangerang Median TMP Taruna Tangerang Median Jl. Veteran 0.08 Tangerang Pulau Jalan Simpang Lio Baru Tangerang Taman TMP Taruna (Taman Hoek Lio Baru) Tangerang Bak Bunga Daan Mogot Tangerang Hutan Kota Daan Mogot 0.3 Tangerang Jalur Hijau Daan Mogot 1.64 Tangerang Pulau Jalan Simpang TMP Daan Mogot Tangerang Pulau Jalan SMP Tangerang Taman Adipura Daan Mogot Tangerang Taman Batas Kota Daan Mogot Tangerang Median Jl. Satria 0.06 Tangerang Jalur Hijau Bak Bunga Jl. Satria Sudirman 0.06 Tangerang Median Jl. Satria Sudirman 0.05 Tangerang Plasa Jl. Satria Sudirman Tangerang Taman Benteng Jaya Tangerang Taman Dewi Sartika Tangerang Taman Pojok Kiasnawi Tangerang Median Jl. Kisamaun Depan Mesjid Tangerang

31 Lampiran 10. Lanjutan Nama Taman Luas (Ha) Taman Depan Gapensi Tangerang Taman BRI Jl. Petukangan Tangerang Jalur Hijau Benteng Betawi 1.2 Tangerang Median Benteng Betawi 2.4 Tangerang Bak Bungan Tanah Tinggi Jl. Sudirman Tangerang Jalur Hijau Jl. Sudirman Tangerang Pulau Jalan Pot Kotak Cipondoh 0.01 Tangerang Pulau Jalan Pot Kubus Cipondoh 0.01 Tangerang Pulau Jalan Pos Polisi Cipondoh Tangerang Taman Ruko Modernland 0.05 Tangerang Pojok SMP Tangerang Bak Bunga Jl. Kisamaun Tangerang Median Ujung Jl. Kiasnawi Tangerang Bantaran Kali Mookervaart 1.92 Tangerang Bantaran Kali Cisadane Jl. Kalipasir 1.02 Tangerang Taman Dadang Suprapto Karawaci Taman Pos Polisi Jl. Imam Bonjol Karawaci Taman Stasiun Pemantau Cuaca Karawaci Pulau Jalan Kubah Merdeka 0.01 Karawaci Taman Depan Pasar Buah Merdeka Karawaci Taman Pos Model Merdeka Karawaci Taman Nyi Mas Melati Perumnas Karawaci Bantaran Kali Cisadane Jl. Berhias 0.24 Karawaci Bantaran Kali Cisadane Jl. GJA 0.28 Karawaci Jalur Hijau Jl. Djuanda Neglasari Median Jl. Djuanda 0.8 Neglasari Pulau Jalan Simpang Tujuh Neglasari Pulau Jalan Sitanala 0.04 Neglasari Median Jl. Suryadarma 0.11 Neglasari Jalur Hijau Jl. Husein Sastranegara Benda Jalur Hijau Jl. AMD Benda Bantaran Kali Perancis 3.6 Benda Jalur Hijau Jl. Kali Perancis 2.4 Benda Bantaran Kali Cisadane Sangego-Bayur 7.44 Periuk Sumber: Dinas Lingkungan Hidup, 2008

PENGELOLAAN SARANA PENDUKUNG RAMAH LINGKUNGAN

PENGELOLAAN SARANA PENDUKUNG RAMAH LINGKUNGAN Komponen 4 PENGELOLAAN SARANA PENDUKUNG RAMAH LINGKUNGAN Bimbingan Teknis Adiwiyata 2014, Jakarta 25-27 Maret 2014 Linda Krisnawati & Stien J. Matakupan 1 Lader of Participation developed by Hart (1992)

Lebih terperinci

KETERSEDIAAN LAHAN RESAPAN AIR DI KOTA TANGERANG

KETERSEDIAAN LAHAN RESAPAN AIR DI KOTA TANGERANG Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Juni 2013 Vol. 2 No.1 Hal : 11-18 ISSN 2302-6308 Available online at: http://umbidharma.org/jipp KETERSEDIAAN LAHAN RESAPAN AIR DI KOTA TANGERANG (The Adequacy of Water

Lebih terperinci

ANALISIS KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI PENYERAP EMISI CO 2 DI PERKOTAAN MENGGUNAKAN PROGRAM STELLA (Studi Kasus : Surabaya Pusat dan Selatan)

ANALISIS KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI PENYERAP EMISI CO 2 DI PERKOTAAN MENGGUNAKAN PROGRAM STELLA (Studi Kasus : Surabaya Pusat dan Selatan) SEMINAR HASIL TUGAS AKHIR ANALISIS KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI PENYERAP EMISI CO 2 DI PERKOTAAN MENGGUNAKAN PROGRAM STELLA (Studi Kasus : Surabaya Pusat dan Selatan) Oleh : Soegih Ratri Widyanadiari

Lebih terperinci

Oleh Driananta Praditiyas NRP Dosen Pembimbing Abdu Fadli Assomadi, SSi., MT NIP

Oleh Driananta Praditiyas NRP Dosen Pembimbing Abdu Fadli Assomadi, SSi., MT NIP ANALISIS KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) SEBAGAI PENYERAP EMISI CO 2 DI PERKOTAAN MENGGUNAKAN PROGRAM STELLA (STUDI KASUS : SURABAYA UTARA DAN TIMUR) Dosen Pembimbing Abdu Fadli Assomadi, SSi., MT

Lebih terperinci

Kampus USU Medan Staf Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli, Jl. Raya Parapat km 10,5 Sibaganding-Parapat

Kampus USU Medan Staf Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli, Jl. Raya Parapat km 10,5 Sibaganding-Parapat Prediksi Luasan Optimal Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas Karbondioksida (CO 2) di Kota Medan 1 Predicting of Urban Forest Width as the Carbondioxide (CO 2) Absorber in Medan Suri Fadhilla 2, Siti Latifah

Lebih terperinci

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI

Lebih terperinci

ENDES N. DAHLAN. Diterima 10 Desember 2007/Disetujui 15 Mei 2008 ABSTRACT

ENDES N. DAHLAN. Diterima 10 Desember 2007/Disetujui 15 Mei 2008 ABSTRACT JUMLAH EMISI GAS CO 2 DAN PEMILIHAN JENIS TANAMAN BERDAYA ROSOT SANGAT TINGGI: STUDI KASUS DI KOTA BOGOR (The Amount of CO 2 Gasses Emission and Selection of Plant Species with Height Carbon Sink Capability:

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Luas Hutan Kota di Kotamadya Jakarta Selatan Berdasarkan Peraturan Penentuan luas hutan kota mengacu kepada dua peraturan yang berlaku di Indonesia yaitu menurut PP No 62 Tahun

Lebih terperinci

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 Kemampuan

Lebih terperinci

Ahmad Rivai 2, Pindi Patana 3, Siti Latifah 3

Ahmad Rivai 2, Pindi Patana 3, Siti Latifah 3 Pendugaan Emisi CO 2 dan Kebutuhan O 2 Serta Daya Serap CO 2 dan Penghasil O 2 Pada Taman Kota dan Jalur Hijau di Kota Medan 1 Esstimation Emissions of CO 2 and needs of O 2 and Absorption of CO 2 and

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fotosintesis Menurut Dwijoseputro (1980), fotosintesis adalah proses pengubahan zatzat anorganik berupa H 2 O dan CO 2 oleh klorofil (zat hijau daun) menjadi zat-zat organik

Lebih terperinci

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) RUANG TERBUKA HIJAU 7 Oleh Dr.Ir.Rimadewi S,MIP J P Wil h d K t Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

Peta Rencana Lanskap (Zonasi) Kawasan Situ Gintung

Peta Rencana Lanskap (Zonasi) Kawasan Situ Gintung 50 BAB VI SINTESIS Untuk menetapkan zonasi perencanaan tapak diterapkan teori Marsh (2005) tentang penataan ruang pada Daerah Aliran Sungai (DAS) yang membagi tapak menjadi tiga satuan lahan, yaitu Satuan

Lebih terperinci

Jurnal Ekonomi Volume 20, Nomor 3 September 2012

Jurnal Ekonomi Volume 20, Nomor 3 September 2012 PENYEIMBANGAN LINGKUNGAN AKIBAT PENCEMARAN KARBON YANG DITIMBULKAN INDUSTRI WARUNG INTERNET DI KOTA PEKANBARU Nobel Aqualdo, Eriyati dan Toti Indrawati Jurusan Ilmu Ekonomi Prodi Ekonomi Pembangunan Fakultas

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dokumen MPS yang disusun oleh Pokja Sanitasi Kota Tangerang ini merupakan tindak lanjut dari penyusunan Strategi Sanitasi Kota (SSK) dan penyusunan Buku Putih Sanitasi

Lebih terperinci

Studi Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap CO₂ Di Kota Tobelo Tahun Oleh : Ronald Kondo Lembang, M.Hut Steven Iwamony, S.Si

Studi Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap CO₂ Di Kota Tobelo Tahun Oleh : Ronald Kondo Lembang, M.Hut Steven Iwamony, S.Si Studi Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap CO₂ Di Kota Tobelo Tahun 2012 Oleh : Ronald Kondo Lembang, M.Hut Steven Iwamony, S.Si Latar Belakang Perkembangan suatu kota ditandai dengan pesatnya pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan suatu tempat terjadinya kehidupan dan aktivitas bagi penduduk yang memiliki batas administrasi yang diatur oleh perundangan dengan berbagai perkembangannya.

Lebih terperinci

Pemilihan Jenis Pohon dalam rangka pembangunan dan pengembangan hutan kota. Serang, 14 Oktober 2014

Pemilihan Jenis Pohon dalam rangka pembangunan dan pengembangan hutan kota. Serang, 14 Oktober 2014 Pemilihan Jenis Pohon dalam rangka pembangunan dan pengembangan hutan kota Serang, 14 Oktober 2014 Hutan kota : pepohonan yg berdiri sendiri / berkelompok / vegetasi berkayu di kawasan perkotaan yg pada

Lebih terperinci

KAJIAN KONSEP DESAIN TAMAN DAN RUMAH TINGGAL HEMAT ENERGI

KAJIAN KONSEP DESAIN TAMAN DAN RUMAH TINGGAL HEMAT ENERGI 114 Lampiran 1. Format Kuesioner Analytical Hierarchy Process KUESIONER AHP KAJIAN KONSEP DESAIN TAMAN DAN RUMAH TINGGAL HEMAT ENERGI IDENTITAS PAKAR Nama : Jenis Kelamin : Laki-Laki Perempuan Umur : Tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan-lahan untuk menyediakan permukiman, sarana penunjang ekonomi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 5 Tahun 2000 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG WALIKOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 5 Tahun 2000 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG WALIKOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 5 Tahun 2000 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 23 TAHUN 2000 T E N T A N G RENCANA TATA RUANG WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA CIREBON

BAB IV ANALISIS KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA CIREBON 110 BAB IV ANALISIS KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA CIREBON Pada Bab ini dilakukan analisis data-data yang telah diperoleh. Untuk mempermudah proses analisis secara keseluruhan, dapat

Lebih terperinci

Muhimmatul Khoiroh Dosen Pembimbing: Alia Damayanti, S.T., M.T., Ph.D

Muhimmatul Khoiroh Dosen Pembimbing: Alia Damayanti, S.T., M.T., Ph.D PERENCANAAN VEGETASI PADA JALUR HIJAU JALAN SEBAGAI RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK UNTUK MENYERAP EMISI KARBON MONOKSIDA (CO) DARI KENDARAAN BERMOTOR DI KECAMATAN SUKOLILO SURABAYA Muhimmatul Khoiroh 3310

Lebih terperinci

Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun RUTRK Untuk RTH (ha)

Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun RUTRK Untuk RTH (ha) 80 Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun 1988 RUTRK Untuk RTH (ha) Kebutuhan RTH Berdasarkan Inmendagri No.14/88 Selisih (ha) Pekanbaru Kota 0 90-90 * Senapelan 0 266-266

Lebih terperinci

BAB III SISTEM TRANSPORTASI, RUANG TERBUKA HIJAU DAN KUALITAS UDARA DI KOTA TANGERANG

BAB III SISTEM TRANSPORTASI, RUANG TERBUKA HIJAU DAN KUALITAS UDARA DI KOTA TANGERANG BAB III SISTEM TRANSPORTASI, RUANG TERBUKA HIJAU DAN KUALITAS UDARA DI KOTA TANGERANG III.1 Gambaran Umum Wilayah III.1.1 Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Luas wilayah Kota Tangerang adalah 183,78

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi

Lebih terperinci

KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA PEMATANG SIANTAR

KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA PEMATANG SIANTAR KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA PEMATANG SIANTAR Nilva Elysa Siregar Alumnus S1 Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Jl. Willem Iskandar Psr V Medan Estate

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1.1 Kesimpulan Kesimpulan dari konsep ruang terbuka hijau pada kawasan pusat kota Ponorogo adalah : 1. Adanya kebutuhan masyarakat pada kawasan pusat kota Ponorogo akan ruang

Lebih terperinci

FOR SALE.

FOR SALE. SOLD OUT READY FOR SALE www.i-gist.com 2 Pendahuluan Revitalisasi pemanfaatan hutan dan industri kehutanan merupakan salah satu dari 6 (enam) Kebijakan Prioritas Kementerian Kehutanan 2009-2014. Menteri

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisa Hidrologi Analisis hidrologi merupakan salah satu bagian dari keseluruhan rangkaian dalam perencanaan bangunan air seperti sistem drainase, tanggul penahan banjir dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Komposisi Ruang Terbuka Hijau Aktual Ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Tangerang adalah ruang yang ditutupi vegetasi baik tumbuh secara alami maupun binaan, termasuk didalamnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di berbagai kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil dan sekitarnya pembangunan fisik berlangsung dengan pesat. Hal ini di dorong oleh adanya pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI. 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai

BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI. 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai Dari data hasil Sensus Penduduk 2010, laju pertumbuhan penduduk Kota Binjaitahun 2000 2010 telah mengalami penurunan menjadi

Lebih terperinci

Momentum, Vol. 11, No. 2, Okt 2015, Hal ISSN , e-issn KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA PACITAN

Momentum, Vol. 11, No. 2, Okt 2015, Hal ISSN , e-issn KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA PACITAN KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA PACITAN Wiwik Handayani 1*, Gagoek Hardiman 1 dan Imam Buchari 1 1 Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Diponegoro Semarang Jalan Imam Bardjo,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hutan Kota yang ada di Kota Samarinda Menurut PP RI No. 63 2002 hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Jalan Perkotaan 1. Klasifikasi Jenis Jalan Menurut UU No 38 Tahun 2004 tentang jalan, definisi jalan adalah sebagai berikut : Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 47 BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI Pada Bagian ini akan dijelaskan mengenai gambaran umum Kelurahan Tamansari yang diantaranya berisi tentang kondisi geografis dan kependudukan, kondisi eksisting ruang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran 1. Tata Guna Lahan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG ANALYSIS OF PUBLIC GREEN OPEN SPACE IN BITUNG CITY Alvira Neivi Sumarauw Jurusan Perencanaan Wilayah, Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan

Lebih terperinci

Gambar 23. Ilustrasi Konsep (Image reference) Sumber : (1) ; (2) (3)

Gambar 23. Ilustrasi Konsep (Image reference) Sumber : (1)  ; (2)  (3) 48 PERENCANAAN LANSKAP Konsep dan Pengembangannya Konsep dasar pada perencanaan lanskap bantaran KBT ini adalah menjadikan bantaran yang memiliki fungsi untuk : (1) upaya perlindungan fungsi kanal dan

Lebih terperinci

Kata kunci: Emisi Karbon, Daya Serap Vegetasi,Kecamatan Genteng, dan Ruang Terbuka Hijau.

Kata kunci: Emisi Karbon, Daya Serap Vegetasi,Kecamatan Genteng, dan Ruang Terbuka Hijau. ANALISA KEMAMPUAN JALUR HIJAU JALAN SEBAGAI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) PUBLIK UNTUK MENYERAP EMISI KARBON MONOKSIDA (CO) DARI KENDARAAN BERMOTOR DI KECAMATAN GENTENG SURABAYA ANALYSIS OF THE ABILITY OF

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pembangunan dan pengembangan suatu kota berjalan sangat cepat, sehingga apabila proses ini tidak diimbangi dengan pengelolaan lingkungan hidup dikhawatirkan akan

Lebih terperinci

III PENYUSUNAN MASTERPLAN RTH PERKOTAAN MASTERPLAN RTH

III PENYUSUNAN MASTERPLAN RTH PERKOTAAN MASTERPLAN RTH III PENYUSUNAN MASTERPLAN RTH PERKOTAAN MASTERPLAN RTH DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Maksud dan Tujuan I.3 Ruang Lingkup I.4 Keluaran I.5 Jadwal Pelaksanaan III.1 III.2 III.3 III.3

Lebih terperinci

Arahan Pengembangan RTH Berdasarkan Fungsi Ekologis di Kota Blitar

Arahan Pengembangan RTH Berdasarkan Fungsi Ekologis di Kota Blitar Arahan Pengembangan RTH Berdasarkan Fungsi Ekologis di Kota Blitar Arlingga Tirta S 3607.100.024 Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM Izzati Winda Murti 1 ), Joni Hermana 2 dan R. Boedisantoso 3 1,2,3) Environmental Engineering,

Lebih terperinci

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU)

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU) PENGADAAN TANAH UNTUK RUANG TERBUKA HIJAU DI KAWASAN PERKOTAAN Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU) Sekilas RTH Di dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Lebih terperinci

STUDI IDENTIFIKASI KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU MENGGUNAKAN TEKNIK INTERPRETASI CITRA IKONOS (STUDI KASUS KECAMATAN LUBUK BAJA DI KOTA BATAM)

STUDI IDENTIFIKASI KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU MENGGUNAKAN TEKNIK INTERPRETASI CITRA IKONOS (STUDI KASUS KECAMATAN LUBUK BAJA DI KOTA BATAM) STUDI IDENTIFIKASI KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU MENGGUNAKAN TEKNIK INTERPRETASI CITRA IKONOS (STUDI KASUS KECAMATAN LUBUK BAJA DI KOTA BATAM) Suprajaka 1, Abdul Haris Mogot 1 1 Jurusan Teknik Planologi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN ARSITEKTUR LANSEKAP KOTA KEDIRI STUDI KASUS: PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU JALUR JALAN UTAMA KOTA

PENGEMBANGAN ARSITEKTUR LANSEKAP KOTA KEDIRI STUDI KASUS: PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU JALUR JALAN UTAMA KOTA PENGEMBANGAN ARSITEKTUR LANSEKAP KOTA KEDIRI STUDI KASUS: PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU JALUR JALAN UTAMA KOTA Suryo Tri Harjanto 1), Sigmawan Tri Pamungkas 2), Bambang Joko Wiji Utomo 3) 1),3 ) Teknik

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO Sri Sutarni Arifin 1 Intisari Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau khususnya pada wilayah perkotaan sangat penting mengingat besarnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kota merupakan suatu tempat yang dihuni oleh masyarakat dimana mereka dapat bersosialisasi serta tempat melakukan aktifitas sehingga perlu dikembangkan untuk menunjang aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan bagian dari perkembangan suatu kota. Pembangunan yang tidak dikendalikan dengan baik akan membawa dampak negatif bagi lingkungan kota. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas 42 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas Secara geografis, perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) terletak pada 06.53 LS-06.56 LS dan 106.78 BT sedangkan perumahan Taman Yasmin terletak pada

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup,

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA...

BAB II KAJIAN PUSTAKA... DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Permasalahan... 4 1.3 Tujuan dan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. ini meliputi keadaan umum wilayah, aksesibilitas, daya tarik dan pengelolaan

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. ini meliputi keadaan umum wilayah, aksesibilitas, daya tarik dan pengelolaan V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Gambaran umum mengenai lokasi penelitian yang akan dibahas dalam bab ini meliputi keadaan umum wilayah, aksesibilitas, daya tarik dan pengelolaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN PUSAT PERBELANJAAN DI KOTA TANGERANG

STUDI PENENTUAN LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN PUSAT PERBELANJAAN DI KOTA TANGERANG STUDI PENENTUAN LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN PUSAT PERBELANJAAN DI KOTA TANGERANG Muhammad Hidayat Jurusan Teknik Planologi, Universitas Esa Unggul Jln. Arjuna Utara Tol Tomang Kebun Jeruk, Jakarta 11510

Lebih terperinci

Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Kota pada Kawasan Padat, Studi Kasus di Wilayah Tegallega, Bandung

Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Kota pada Kawasan Padat, Studi Kasus di Wilayah Tegallega, Bandung Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Kota pada Kawasan Padat, Studi Kasus di Wilayah Tegallega, Bandung Widyastri Atsary Rahmy (1), Budi Faisal (2), Agus R. Soeriaatmadja

Lebih terperinci

Oleh: Tarsoen Waryono **) Pendahuluan

Oleh: Tarsoen Waryono **) Pendahuluan 1 KONSEPSI DASAR ARAHAN PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) TERPADU DI DKI JAKARTA *) Oleh: Tarsoen Waryono **) Pendahuluan Hasil telaah RUTR-2005 DKI Jakarta (Perda No. 4 tahun 1984), bagian dari RTH-nya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka landasan administrasi dan keuangan diarahkan untuk mengembangkan otonomi

Lebih terperinci

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Keadaan Umum Kota Bogor Kota Bogor merupakan kota pendukung DKI Jakarta yang merupakan ibukota negara Republik Indonesia. Letak geografis

Lebih terperinci

ANALISIS KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI PROGRAM STELLA (STUDI KASUS: SURABAYA UTARA DAN TIMUR)

ANALISIS KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI PROGRAM STELLA (STUDI KASUS: SURABAYA UTARA DAN TIMUR) ANALISIS KECUKUPAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI PENYERAP EMISI CO 2 DI PERKOTAAN MENGGUNAKAN PROGRAM STELLA (STUDI KASUS: SURABAYA UTARA DAN TIMUR) ADEQUACY ANALYSIS OF GREEN OPEN SPACE AS CO 2 EMISSION

Lebih terperinci

6.1.1 Hasil Analisis RTH pada Kabupaten Mimika. b. Hasil perhitungan berdasarkan status kepemilikan RTH eksisting: ha dengan pembagian:

6.1.1 Hasil Analisis RTH pada Kabupaten Mimika. b. Hasil perhitungan berdasarkan status kepemilikan RTH eksisting: ha dengan pembagian: 6.1 Kesimpulan 6.1.1 Hasil Analisis RTH pada Kabupaten Mimika Berdasarkan hasil analisis diatas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yakni antara lain : a. Berdasarkan UU No. 26/2007 standar Kebutuhan

Lebih terperinci

Kualitas Ruang Terbuka pada Permukiman Industri di Kelurahan Cigondewah Kaler, Bandung, Jawa Barat

Kualitas Ruang Terbuka pada Permukiman Industri di Kelurahan Cigondewah Kaler, Bandung, Jawa Barat TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Kualitas Ruang Terbuka pada Permukiman Industri di Kelurahan Cigondewah Kaler, Bandung, Jawa Barat Dewi R. Syahriyah, Nurhijrah, Saraswati Tedja, Dadang Hartabela, Saiful Anwar Program

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Administratif Kawasan permukiman skala besar Bumi Serpong Damai (BSD City) secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Serpong

Lebih terperinci

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR Oleh : RIAS ASRIATI ASIF L2D 005 394 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan Penelitian estimasi kebutuhan luas hutan kota berdasarkan kebutuhan oksigen di Kotamadya Jakarta Selatan. Tempat pengambilan data primer

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto WALIKOTA BOGOR KATA PENGANTAR Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan perlu didukung data dan informasi lingkungan hidup yang akurat, lengkap dan berkesinambungan. Informasi

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA)

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA) ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA) Juliana Maria Tontou 1, Ingerid L. Moniaga ST. M.Si 2, Michael M.Rengkung, ST. MT 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA TANGERANG BANTEN KOTA TANGERANG ADMINISTRASI Profil Wilayah Sebagai daerah yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta, Kota Tangerang memiliki keuntungan dan sekaligus kerugian.

Lebih terperinci

BAB VII PERENCANAAN a Konsep Ruang

BAB VII PERENCANAAN a Konsep Ruang 62 BAB VII PERENCANAAN 7.1 KONSEP PERENCANAAN 7.1.1 Konsep Dasar Perencanaan Penelitian mengenai perencanaan lanskap pasca bencana Situ Gintung ini didasarkan pada tujuan mengembalikan fungsi situ mendekati

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian dan Arti Penting Ruang Terbuka Hijau. RTH menurut UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah area

TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian dan Arti Penting Ruang Terbuka Hijau. RTH menurut UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah area TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Arti Penting Ruang Terbuka Hijau RTH menurut UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah area memanjang atau jalur atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat

Lebih terperinci

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Citra ALOS AVNIR Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR tahun 2006 seperti yang tampak pada Gambar 13. Adapun kombinasi band yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dayeuhkolot merupakan kawasan perkotaan di Kabupaten Bandung yang berada di sisi Sungai Citarum. Berdasarkan sejarah, Dayeuhkolot yang dalam bahasa sunda berarti kota

Lebih terperinci

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR Cesaria Wahyu Lukita, 1, *), Joni Hermana 2) dan Rachmat Boedisantoso 3) 1) Environmental Engineering, FTSP Institut Teknologi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan objek Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat, seperti pada Gambar 2. Analisis spasial maupun analisis data dilakukan di Bagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya Alam dan Lingkungan (SDAL) sangat diperlukan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila dilakukan secara berlebihan dan tidak

Lebih terperinci

KOMPROMI PEMULIHAN AIR TANAH DENGAN SUMUR RESAPAN *)

KOMPROMI PEMULIHAN AIR TANAH DENGAN SUMUR RESAPAN *) 1 KOMPROMI PEMULIHAN AIR TANAH DENGAN SUMUR RESAPAN *) Tarsoen Waryono**) Pendahuluan Terganggunya peranan fungsi 13 aliran sungai yang melintas DKI Jakarta, dicirikan oleh fenomena alam yaitu genangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan telah mengalami transformasi lingkungan fisik lahan. Transformasi lingkungan fisik lahan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Indonesia memiliki luas lahan keseluruhan mencapai 661,52 berdampak kepada pertumbuhan permukiman. Menurut data statistik Indonesia

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

Oleh: Tarsoen Waryono **)

Oleh: Tarsoen Waryono **) 1 PENYERASIAN DAN IMPLEMENTASI PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG*) Oleh: Tarsoen Waryono **) Pendahuluan 1. Latar Belakang Tumbuh berkembangnya wilayah perkotaan, pada hakekatnya disebabkan oleh lajunya tingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota adalah sebuah sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomis yang heterogen

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Emisi CO 2 di kota Pematangsiantar 5.1.1 Emisi CO 2 yang berasal dari energi (bahan bakar fosil) Bahan bakar utama dewasa ini adalah bahan bakar fosil yaitu gas alam, minyak

Lebih terperinci

Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta)

Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta) Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta) Hapsari Wahyuningsih, S.T, M.Sc Universitas Aisyiyah Yogyakarta Email: hapsariw@unisayogya.ac.id Abstract: This research

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena pemanasan bumi, degradasi kualitas lingkungan dan bencana lingkungan telah membangkitkan kesadaran dan tindakan bersama akan pentingnya menjaga keberlanjutan

Lebih terperinci

IPB International Convention Center, Bogor, September 2011

IPB International Convention Center, Bogor, September 2011 IPB International Convention Center, Bogor, 12 13 September 2011 Kerangka Latar Belakang Masalah PERTUMBUHAN EKONOMI PERKEMBANGAN KOTA PENINGKATAN KEBUTUHAN LAHAN KOTA LUAS LAHAN KOTA TERBATAS PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

TELAAH RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) PERTANIAN DAN KEHUTANAN PROPINSI DKI JAKARTA*) Oleh: Tarsoen Waryono **) Abstrak

TELAAH RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) PERTANIAN DAN KEHUTANAN PROPINSI DKI JAKARTA*) Oleh: Tarsoen Waryono **) Abstrak 1 TELAAH RUANG TERBUKA HIJAU () PERTANIAN DAN KEHUTANAN PROPINSI DKI JAKARTA*) Oleh: Tarsoen Waryono **) Abstrak pada dasarnya merupakan potensi sumberdaya alam hayati yang memiliki peranan fungsi jasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 34 BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Lokasi hutan kota yang akan dibangun terletak di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan, dengan luas 5400 m 2. Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Amsyari, F Prinsip Prinsip Masalah Pencemaran Lingkungan. Mutiara. Jakarta

DAFTAR PUSTAKA. Amsyari, F Prinsip Prinsip Masalah Pencemaran Lingkungan. Mutiara. Jakarta DAFTAR PUSTAKA Affandi, M. J. 1994. Pengembangan Hutan Kota dalam Kaitannya dengan Pembangunan Wilayah di Kotamadya Bandar Lampung. Tesis Program Pascasarjana IPB. Bogor. Amsyari, F. 1977. Prinsip Prinsip

Lebih terperinci