Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun RUTRK Untuk RTH (ha)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun RUTRK Untuk RTH (ha)"

Transkripsi

1 80 Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun 1988 RUTRK Untuk RTH (ha) Kebutuhan RTH Berdasarkan Inmendagri No.14/88 Selisih (ha) Pekanbaru Kota * Senapelan * Limapuluh * Sukajadi * Sail * Rumbai 2.815, ,467 * Bukit Raya 9.756, ,563 * Tampan 218, ,237 * Total , ,267 * Sumber: Hasil Analisis, * Jumlah Kekurangan Luas RTH Kesesuaian RUTRK Kawasan Hijau terhadap Kebutuhan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk Revisi Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Pekanbaru tahun yang dilakukan pada tahun 2002 mempunyai pengaruh terhadap kawasan hijau. Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Pekanbaru untuk tahun 2004, khusus untuk kawasan hijau terdiri dari kawasan hutan dan kawasan pertanian. Kawasan hijau yang direncanakan terdapat pada tiga kecamatan yaitu Bukit Raya, Rumbai, dan Tampan dengan luas sekitar ,733 hektar. Sesuai dengan analisis kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk, maka dapat diketahui perkiraan kesesuaian ruang terbuka hijau berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) untuk kawasan hijau yang telah dibuat. Kesesuaian Rencana Umum Tata Ruang Kota ((RUTRK) untuk kawasan hijau berdasarkan kebutuhan ruang terbuka hijau untuk jumlah penduduk disajikan pada Tabel 29. Secara total untuk kawasan Kota Pekanbaru, Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) untuk kawasan hijau masih memenuhi syarat. Jumlah luas kawasan hijau adalah sekitar ,733 hektar, sementara kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk untuk Kota Pekanbaru adalah sekitar hektar. Berdasarkan jumlah penduduk untuk masing-masing kecamatan, terdapat dua kecamatan yang memenuhi syarat untuk kebutuhan ruang terbuka

2 81 hijau. tersebut adalah Rumbai dan Bukit Raya. Pekanbaru Kota, Senapelan, Limapuluh, Sukajadi, dan Sail tidak terdapat rencana tata ruang untuk kawasan hijau. Tampan terdapat rencana peruntukan kawasan hijau, akan tetapi jumlahnya masih belum mencukupi untuk kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk. Tabel 29. Kesesuaian RUTRK untuk RTH Terhadap Standar Luas RTH untuk Jumlah Penduduk RUTRK Untuk RTH (ha) Kebutuhan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk (ha) Selisih (ha) Pekanbaru Kota ,000 Senapelan ,000 Limapuluh ,000 Sukajadi ,000 Sail ,000 Rumbai 2.815, ,533 Bukit Raya 9.756, ,437 Tampan 218, ,237 Total , ,730 Sumber: Hasil Analisis Kesesuaian RUTRK Kawasan Hijau terhadap Kebutuhan RTH Berdasarkan Emisi Karbon Dioksida Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) untuk kawasan hijau masih memenuhi syarat dengan luas sekitar ,733 hektar. Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan emisi karbon dioksida di Kota Pekanbaru adalah sekitar hektar. Berdasarkan jumlah emisi karbon dioksida, terdapat dua kecamatan yang memenuhi syarat untuk kebutuhan ruang terbuka hijau yaitu Rumbai dan Bukit Raya. Rencana luas vegetasi yang telah ditetapkan pada kecamatan tersebut maka diperkirakan mampu menyerap karbon dioksida yang dihasilkan. Jumlah luas vegetasi yang direncanakan pada Tampan yaitu 218,763 hektar diperkirakan belum mampu menyerap karbon dioksida yang ada. Kesesuaian Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) untuk kawasan hijau dengan jumlah karbon dioksida pada masing-masing kecamatan disajikan pada Tabel 30.

3 82 Tabel 30. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Emisi Karbon Dioksida RUTRK Untuk RTH (ha) Kebutuhan RTH Berdasarkan Emisi CO 2 Selisih (ha) Pekanbaru Kota Senapelan Limapuluh Sukajadi Sail Rumbai 2.815, ,533 Bukit Raya 9.756, ,437 Tampan 218, ,237 Total , ,420 Sumber: Data Sekunder dan Hasil Analisis Analisis kebutuhan ruang terbuka hijau yang dilakukan berdasarkan emisi karbon dioksida berguna untuk mengetahui kesesuaian ruang terbuka hijau berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) untuk kawasan hijau yang telah ditetapkan. Untuk memenuhi fungsinya menyerap karbon dioksida, Pekanbaru Kota, Senapelan, Limapuluh, Sukajadi, dan Sail membutuhkan penambahan kawasan ruang terbuka hijau dengan luas dengan luas yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan Ketercukupan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kota Rencana Umum Tata Ruang Kota Pekanbaru tahun 2004 untuk areal terbuka hijau berjumlah ,73 hektar. Ruang terbuka hijau berada pada tiga kecamatan yaitu Rumbai 2.815,53 hektar, Bukit Raya 9.756,44 hektar, dan Tampan 218,76 hektar. Berdasarkan sebaran dan luas, maka dapat diketahui ketercukupan ruang terbuka hijau sesuai dengan kategori yang ditetapkan. Ketercukupan ruang terbuka hijau berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kota Pekanbaru tahun 2004 disajikan pada Tabel 31. Jumlah kebutuhan ruang terbuka hijau secara makro untuk Kota Pekanbaru, luas areal bervegetasi berdasarkan luas wilayah belum mencukupi. Terdapat kekurangan dengan luas sekitar ,27 hektar. Seluruh kecamatan di Kota Pekanbaru mengalami kekurangan vegetasi berdasarkan luas wilayah. Berdasarkan jumlah penduduk,

4 83 dan emisi karbon dioksida, luas areal bervegetasi untuk skala kota masih mencukupi. Tabel 31. Ketercukupan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kota Luas RTH Luas Wilayah Kebutuhan RTH (ha) Berdasarkan Jumlah Penduduk Emisi CO2 Ketercukupan RTH (ha) Berdasarkan Luas Jumlah Emisi Wilayah Penduduk CO2 Pekanbaru Kota ,00-122, ,00 Senapelan ,00-146,00-1,00 Limapuluh ,00-165,00-1,00 Sukajadi ,00-246,00-1,00 Sail ,00-86,00-2,00 Rumbai 2.815, , , ,53 Bukit Raya 9.756, , , ,44 Tampan 218, ,24-391,24-179,24 Total , , , ,73 Sumber: Hasil Analisis Secara mikro untuk skala kecamatan berdasarkan luas wilayah, Pekanbaru Kota, Senapelan, Limapuluh, Sukajadi, Sail, Rumbai, Bukit Raya, dan Tampan kekurangan ruang terbuka hijau dengan luas 90 hektar, 266 hektar, 162 hektar, 204 hektar, 130 hektar, 5.305,47 hektar, 2.206,56 hektar, dan 4.135,24 hektar. Berdasarkan jumlah penduduk, kebutuhan ruang terbuka hijau untuk skala kota masih mencukupi. Kebutuhan untuk skala mikro atau kecamatan, masih terdapat kekurangan vegetasi yaitu pada Pekanbaru Kota, Senapelan, Limapuluh, Sukajadi, Sail, dan Tampan masing-masing 122 hektar, 146 hektar, 165 hektar, 246 hektar, 86 hektar, dan 391,24 hektar. Rumbai dan Bukit Raya, luas ruang terbuka hijau yang direncanakan masih mencukupi kebutuhan jumlah penduduk. Berdasarkan jumlah emisi karbon dioksida untuk skala kota, rencana tata ruang untuk kawasan terbuka hijau masih mencukupi. Kebutuhan ruang terbuka hijau untuk skala mikro, Pekanbaru Kota, Senapelan, Limapuluh, Sukajadi, Sail, dan Tampan masih kekurangan dengan luas masing-masing hektar, 1 hektar, 1 hektar, 1 hektar, 2 hektar, dan 179,24 hektar.

5 Arahan Revegetasi Penghijauan dilakukan untuk memperoleh manfaat sebagai pelindung lingkungan. Untuk memperoleh keseimbangan antara aktivitas masyarakat dan daya dukung lingkungan, arahan penanaman vegetasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Kebutuhan ruang terbuka hijau tersebut ditetapkan berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negri No.14/88 tentang penataan ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan, jumlah penduduk, dan karbon dioksida yang dihasilkan dari kebutuhan energi (listrik, minyak tanah, premium, dan solar). Dari tiga kelas kebutuhan ruang terbuka hijau, kebutuhan ruang terbuka hijau dengan luas yang paling besar diambil sebagai acuan untuk kebutuhan ruang terbuka hijau pada masing-masing kecamatan di Kota Pekanbaru. Arahan revegetasi dilakukan setelah mengetahui existing condition kawasan hijau Kota Pekanbaru dan berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Pekanbaru untuk kawasan hijau Penanaman Vegetasi Berdasarkan Existing Condition RTH Existing condition kawasan hijau Kota Pekanbaru tersebar tidak merata pada masing-masing kecamatan. Kawasan hijau cenderung berada pada pinggir kota yang berbatasan dengan Kabupaten lain di Kota Pekanbaru. pada pusat kota mempunyai kecenderungan sudah terbangun dan sedikit kawasan hijau. Kebutuhan ruang terbuka hijau diperlukan sebagai daya dukung lingkungan. Diperlukan penanaman kembali untuk kawasan yang mempunyai ketidakseimbangan antara jumlah luas kawasan hijau serta kebutuhan ruang hijau untuk memenuhi fungsinya berdasarkan tiga kebutuhan yang telah ditetapkan. Arahan luas dan lokasi penanaman vegetasi disajikan pada Tabel 32. Secara total untuk kebutuhan ruang terbuka hijau pada skala kota, existing condition kawasan hijau Kota Pekanbaru luasnya mencukupi berdasarkan tiga kategori kebutuhan ruang terbuka hijau. Akan tetapi terdapat beberapa kecamatan yang mempunyai luas ruang terbuka hijau belum mampu memberikan manfaat secara mikro. Untuk mendapatkan manfaat ruang terbuka hijau sesuai dengan kategori yang telah dibuat, maka perlu dilakukan penanaman kembali vegetasi

6 85 dengan lokasi (kecamatan) yang dianggap paling membutuhkan. Tabel 32. Arahan Luas dan Lokasi Penanaman Vegetasi Berdasarkan Existing Condition RTH Luas RTH Kesesuaian RTH (ha) (ha) Inmendagri Jumlah Penduduk Emisi CO 2 Pekanbaru Kota 0,353-89, , ,834 * Senapelan 3, ,827 * -142,767 2,271 Limapuluh 50, , ,370 * 49,137 Sukajadi 1, , ,493 * 0,376 Sail 28, ,351 * -57,607 26,908 Rumbai 9.596, , , ,181 Bukit Raya , , , ,949 Tampan 3.140, ,980 * 2.530, ,037 Total , , , ,026 Sumber: Hasil Analisis * Penambahan Luas Vegetasi yang Diperlukan Untuk Tiap Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan standar Inmendagri terdapat dua kecamatan dengan luas yang memenuhi syarat yaitu Rumbai dan Bukit Raya. Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk ada tiga kecamatan yang memenuhi syarat yaitu Rumbai, Bukit Raya, dan Tampan. Sementara untuk kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah emisi karbon dioksida hanya Pekanbaru Kota yang tidak memenuhi syarat luas ruang terbuka hijau. Pekanbaru Kota memerlukan penambahan vegetasi dengan luas sekitar 3.032,834 hektar. Arahan penambahan vegetasi ini berguna untuk meredam emisi karbon dioksida yang berasal dari penggunaan listrik, minyak tanah, premium, dan solar. Kebutuhan luas ruang terbuka hijau berdasarkan Inmendagri dan jumlah penduduk untuk Pekanbaru Kota sudah diwakili dengan jumlah luas kebutuhan berdasarkan emisi karbon dioksida karena masing-masing nilainya lebih kecil. Arahan penambahan ruang terbuka hijau untuk Senapelan dengan luas sekitar 262,827 hektar. Penambahan vegetasi di Senapelan berdasarkan standar Inmendagri berguna untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan yang nyaman, segar, bersih dan sebagai sarana pengamanan lingkungan serta menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat.

7 86 Penambahan areal bervegetasi di Limapuluh dan Sukajadi dengan luas sekitar 114,370 hektar dan 244,493 hektar. Penambahan vegetasi berguna untuk memenuhi standar kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk. Sail dan Tampan masing-masing memerlukan penambahan ruang terbuka hijau dengan luas sekitar 101,351 dan 1.213,980 hektar. Arahan penambahan vegetasi diperlukan berdasarkan standar Inmendagri Penanaman Vegetasi berdasarkan RUTRK Pekanbaru Tahun 2004 Rencana Umum Tata Ruang Kota Pekanbaru untuk kawasan hijau terdiri dari kawasan hutan dan kawasan pertanian. Sebaran kawasan hijau yang direncanakan belum merata untuk tiap kecamatan. Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Pekanbaru untuk kawasan hijau terdapat pada tiga kecamatan yaitu Rumbai, Bukit Raya, dan Tampan. Kawasan hijau yang direncanakan cenderung berada pada pinggir kota yang berbatasan dengan Kabupaten lain. pada pusat kota mempunyai kecenderungan sudah terbangun dan sedikit kawasan hijau. Arahan penanaman vegetasi diperlukan untuk memenuhi fungsi vegetasi berdasarkan tiga kebutuhan yang telah ditetapkan. Arahan luas dan lokasi penanaman vegetasi disajikan pada Tabel 33. Tabel 33. Arahan Luas dan Lokasi Penanaman Vegetasi Berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kota untuk Kawasan Hijau RUTRK Kesesuaian RTH Kaw.Hijau (ha) Inmendagri Jumlah Penduduk Emisi CO 2 Pekanbaru Kota 0-90, , ,187 * Senapelan 0-266,000 * -145,940-0,902 Limapuluh 0-161, ,616 * -1,109 Sukajadi 0-204, ,344 * -1,475 Sail 0-130,400 * -86,256-1,741 Rumbai 2.815, ,667 * 2.416, ,735 Bukit Raya 9.756, ,763 * 8.914, ,320 Tampan 218, ,837 * -390, ,220 Total , , , ,420 Sumber: RUTRK dan Hasil Analisis * Penambahan Luas Vegetasi Yang Diperlukan

8 87 Total kebutuhan ruang terbuka hijau pada skala kota, sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) kawasan hijau di Kota Pekanbaru luasnya mencukupi berdasarkan tiga kategori kebutuhan ruang terbuka hijau. Untuk memenuhi fungsi ruang terbuka hijau secara mikro perlu dilakukan penanaman vegetasi. Arahan penanaman vegetasi dilakukan karena masingmasing kecamatan kekurangan vegetasi untuk memenuhi fungsinya. Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan standar Inmendagri semua kecamatan di Kota Pekanbaru kekurangan vegetasi untuk memenuhi fungsinya. Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk ada dua kecamatan yang mencukupi yaitu Rumbai dan Bukit Raya. Sementara kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah emisi karbon dioksida hanya Rumbai dan Bukit Raya yang mencukupi ditinjau dari luas vegetasi yang direncanakan. Pekanbaru Kota memerlukan penambahan vegetasi dengan luas sekitar 3.033,187 hektar. Arahan penambahan vegetasi berguna untuk meredam emisi karbon dioksida dengan jumlah emisi yang tinggi. Arahan penambahan vegetasi untuk Senapelan dengan luas sekitar 266 hektar. Penambahan vegetasi di Senapelan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan berdasarkan standar Inmendagri. Arahan penambahan vegetasi di Limapuluh dan Sukajadi dengan luas sekitar 164,616 hektar dan 204 hektar. Penambahan vegetasi pada dua kecamatan tersebut berguna untuk memenuhi standar kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk. Sail, Rumbai, Bukit Raya dan Tampan masing-masing memerlukan penambahan vegetasi dengan luas sekitar 130,4 hektar, 5.305,667 hektar, 2.206,763 hektar, dan 4.134,837 hektar. Arahan penambahan vegetasi diperlukan berdasarkan standar Inmendagri Perbedaan Luas Penanaman Vegetasi Arahan penanaman vegetasi mempunyai perbedaan apabila ditinjau berdasarkan existing condition kawasan hijau dan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) kawasan hijau. Jumlah luas yang berbeda dikarenakan adanya alih

9 88 fungsi kawasan hijau menjadi kawasan pemukiman, industri, perdagangan dan jasa, serta kawasan lain. Perbedaan luas penanaman vegetasi berdasarkan existing condition kawasan hijau dan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) kawasan hijau disajikan pada Tabel 34. Tabel 34. Perbedaan Luas Penanaman Vegetasi Antara Exsisting Condition Vegetasi dengan RUTRK Kawasan Hijau Exsisting Condition (ha) RUTRK Kawasan Hijau (ha) Selisih (ha) Pekanbaru Kota 3.032, ,187 0,353 * Senapelan 262, ,000 3,173 * Limapuluh 114, ,616 50,246 * Sukajadi 244, ,344 1,851 * Sail 101, ,400 29,049 * Rumbai , ,667 * Bukit Raya , ,763 * Tampan 1.213, , ,857 * Total 4.969, , ,959 * Penambahan luas penanaman vegetasi yang diperlukan sesuai Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) kawasan hijau Sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Pekanbaru untuk kawasan hijau, seluruh kecamatan di Kota Pekanbaru perlu dilakukan penanaman vegetasi. Sementara berdasarkan exsisting condition kawasan hijau ada dua kecamatan yang belum memerlukan penambahan vegetasi berdasarkan tiga kategori yang telah ditetapkan, yaitu Rumbai dan Bukit Raya. Jika Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) untuk kawasan hijau direalisasikan maka masing-masing kecamatan perlu penambahan. Rumbai dan Bukitraya setelah ada perubahan berdasarkan tata ruang, diperlukan penambahan vegetasi masing-masing dengan luas sekitar 5.305,667 hektar dan 2.206,763 hektar. Perubahan vegetasi terjadi karena alih fungsi lahan hijau menjadi kawasan pemukiman dan kawasan industri Pengembangan Hutan Kota Ketidakseimbangan ekosistem perkotaan mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan. Permasalahan lingkungan yang timbul diakibatkan adanya

10 89 jumlah karbon dioksida yang cukup besar di Pekanbaru Kota. Ketidakseimbangan keberadaan luas ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru juga akan memberikan pengaruh terhadap penduduk. Pengaruh ini berupa nilai keindahan atau estetika serta kenyamanan atas keberadaan ruang terbuka hijau yang tertata dengan baik. Konversi kawasan hijau di Kota Pekanbaru (RUTRK untuk kawasan hijau) serta luas yang berbeda pada setiap kecamatan, perlu diarahkan untuk dilakukan pembangunan hutan kota Manfaat Hutan Kota Bentuk hutan kota ditata berdasarkan kegunaan dan kepentingannya. Hutan kota yang dapat dikembangkan sesuai dengan studi adalah: a. Engineering Used of Urban Forest (hutan kota untuk kepentingan perekayasaan). Hutan kota ini memberikan manfaat utama kepentingan mencegah terjadinya pencemaran udara. Peran hutan kota secara khusus dibangun untuk mengurangi karbon dioksida, disesuaikan dengan kebutuhan pada masing-masing kecamatan. b. Esthetic Urban Forest (hutan kota untuk estetika). Hutan kota dibangun dan dipergunakan untuk kepentingan keindahan dan panorama. Hutan kota ini disesuaikan dengan kebutuhan jumlah penduduk Kawasan Potensial Untuk Lokasi Penanaman Hutan Kota Hampir seluruh kawasan dapat dikembangkan menjadi hutan kota. Kawasan tersebut anatar lain: lapangan olah raga, sempadan sungai, pemukiman, kampus perguruan tinggi, sepanjang jalan, pertamanan, fasilitas umum, perkantoran, industri, serta kawasan lainnya. Kawasan-kawasan yang potensial untuk dijadikan lokasi penanaman pohon sebagai hutan kota di Kota Pekanbaru diprioritaskan pada kawasan yang telah ditetapkan sesuai dengan peraturan Pemerintah Daerah dan peraturan konservasi. Prioritas lokasi ini dilakukan karena kawasan yang dimaksud telah mendapat legalitas hukum. Pembangunan hutan kota juga dapat diarahkan pada kawasan lain yang mempunyai potensi untuk pengembangan hutan kota. Lokasi pembangunan hutan kota dapat dibangun di beberapa tempat sebagai berikut:

11 90 Pemukiman Penduduk Pembangunan hutan kota dapat melibatkan masyarakat sebagai pelaku. Masyarakat diikut sertakan untuk menanam pohon dan memeliharanya sesuai dengan kebutuhan manfaat yang diinginkan. Mengacu pada Instruksi Walikota Pekanbaru Nomor 522.4/Dinas Pertanian/935 mengenai penanaman dan pemeliharaan tanaman, point satu dengan instruksi : setiap rumah toko dan rumah tempat tinggal di sepanjang jalan serta masyarakat dalam Kota Pekanbaru, diharuskan untuk menanam dan memelihara tanaman minimal satu batang pohon pelindung untuk setiap rumah toko maupun rumah tempat tinggal. Kewajiban menanam pohon akan menambah jumlah vegetasi yang ada di Kota Pekanbaru. Berdasarkan jumlah unit tempat tinggal untuk masing-masing kecamatan, maka diperoleh penambahan ruang terbuka hijau dalam bentuk hutan kota dengan vegetasi pohon berjumlah batang, dengan asumsi bahwa seluruh pemilik rumah tempat tinggal menjalankan instruksi yang telah ditetapkan. Pada Tabel 35 disajikan penambahan penanaman pohon berdasarkan jumlah tempat tinggal pada masing-masing kecamatan. Tabel 35. Potensi Jumlah Pohon Yang Ditanam pada Masing-Masing Unit Tempat Tinggal di Masing-Masing Jumlah Bangunan Potensi Jumlah Pohon Rumah (Unit) Yang Ditanam (Batang) Pekanbaru Kota Senapelan Limapuluh Sukajadi Sail Rumbai Bukit Raya Tampan Total Sumber: Data Sekunder dan Hasil Analisis Pengadaan lahan dengan jumlah cukup luas untuk lokasi hutan kota sangat sulit ditemukan pada daerah perkotaan. Penggunaan lahan yang sudah ditetapkan berdasarkan fungsi kawasan masing-masing maka perlu alternatif pengadaan

12 91 lokasi hutan kota. Berdasarkan jumlah pohon yang dapat ditanam sesuai jumlah rumah tempat tinggal, maka dapat diperoleh luas ruang terbuka hijau dalam bentuk hutan kota. Dengan asumsi satu hektar dapat ditanam dengan 100 batang pohon, pemukiman penduduk bisa menyumbang sekitar 53,05 hektar hutan kota yang berada di Pekanbaru Kota, 72,6 hektar di Senapelan, 61,55 hektar di Limapuluh, 123,19 hektar di Sukajadi, 48,16 hektar di Sail, 166,17 hektar di Rumbai, 331,61 hektar di Bukit Raya, dan 404,41 hektar di Tampan. Untuk seluruh kota penambahan luas hutan kota diperkirakan sekitar 1.260,74 hektar. Sempadan Sungai Kawasan penanaman Hutan Kota dilakukan pada daerah sempadan sungai, hal ini dilaksanakan berdasarkan peraturan tentang sempadan sungai. Pembangunan ruang terbuka hijau berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 63 Tahun 1993 Tentang : Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai Dan Bekas Sungai. Pasal 8 yang berisi tentang Penetapan garis sempadan sungai di dalam kawasan perkotaan didasarkan pada kriteria: a. Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dan 3 (tiga) meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan. b. Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih 3 (tiga) meter sampai dengan 20 (duapuluh) meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan. c. Sungai yang mempunyai kedalaman maksimum lebih dari 20 (dua puluh) meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 30 (tigapuluh) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan. Sesuai dengan Inmendagri No. 14 Tahun 1988, bahwa lokasi ruang terbuka hijau bisa berada pada kawasan jalur sungai. Berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) untuk kawasan konservasi, termasuk di dalamnya kawasan sempadan sungai, maka ditetapkan luas kawasan yang dijadikan sempadan sungai. Loaksi penanaman hutan kota dapat diarahkan pada kawasan

13 92 sempadan sungai yang telah ditetapkan peruntukannya. Luas dan lokasi sempadan sungai yang ditetapkan berdasarkan rencana peruntukan lahan disajikan pada Tabel 36. Tabel 36. Sempadan Sungai yang Direncanakan Sebagai Lokasi Hutan Kota Luas Sempadan Sungai (ha) Bukit Raya 424,54 Tampan 1.008,23 Total 1.432,76 Sumber: RUTRK Pekanbaru Tahun 2004 Buffer sungai dapat dijadikan salah satu bentuk hutan kota yang berfungsi untuk mencegah dan mengurangi kemungkinan terjadinya banjir di Kota Pekanbaru. Peta kawasan lindung menggambarkan bahwa sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak yang membelah Kota Pekanbaru merupakan kawasan bergambut. Apabila kawasan ini dibangun maka akan menimbulkan terjadinya banjir. Areal DAS yang seharusnya menjadi kawasan konservasi ternyata masih banyak digunakan untuk keperluan pemukiman penduduk. Senapelan dan Sail terdapat banyak pemukiman penduduk yang berada pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak. Kondisi yang ada mengakibatkan daerah sepanjang bantaran sungai belum dapat dioptimalkan untuk kawasan konservasi. Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Pekanbaru tahun 2004 mengalokasikan mengalokasikan daerah sempadan sungai yang akan dikonservasi (dihijaukan). Arahan pembanguan hutan kota pada kawasan ini dapat dilakukan. Daerah sempadan sungai terdapat pada dua kecamatan yaitu Bukit Raya dan Tampan, luas masing-masing yaitu 424,54 hektar dan 1.008,23 hektar sehingga luas penanaman hutan kota yang diarahkan pada dua kecamatan ini di lokasi sempadan sungai sekitar 1.432,76 hektar. Jalur Jalan Pembangunan ruang terbuka hijau mengacu pada Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Di Wilayah Perkotaan. Kriteria pengembangan kawasan terbuka hijau merupakan suatu keterkaitan hubungan antara bentang alam atau peruntukan kriteria vegetasi. Letak dan lokasi ruang terbuka hijau dapat dikembangkan sesuai dengan kawasan-

14 93 kawasan peruntukan ruang kota, antara lain yaitu kawasan jalur jalan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional mengenai kriteria kawasan lindung untuk kawasan terbuka hijau kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) huruf e adalah : lokasi sasaran kawasan terbuka hijau kota termasuk di dalamnya hutan kota antara lain di kawasan jalan yang berada di kawasan perkotaan. Arahan pembangunan hutan kota pada jalur jalan dapat dilaksanakan pada jaringan jalan primer dan jaringan jalan sekunder. Arahan penanaman hutan kota pada kawasan ini dengan pertimbangan bahwa jalur jalan dengan tipe primer dan sekunder masih mempunyai ruang untuk ditanami pohon.

Tabel 19. Selisih Serapan dan Emisi Karbon Dioksida. (ton) ,19 52,56 64,59 85,95 101, , , ,53

Tabel 19. Selisih Serapan dan Emisi Karbon Dioksida. (ton) ,19 52,56 64,59 85,95 101, , , ,53 70 Tabel 19. Selisih Serapan dan Emisi Karbon Dioksida Pekanbaru Kota Senapelan Limapuluh Sukajadi Sail Rumbai Bukit Raya Tampan Emisi CO 2 (ton) 176.706,19 52,56 64,59 85,95 101,42 24.048,65 32.864,12

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Pekanbaru. Kota Pekanbaru terletak pada 101 0 18 sampai 101 0 36 Bujur Timur serta 0 0 25 sampai 0 0 45 Lintang Utara.

Lebih terperinci

Tabel 11. Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret 2004

Tabel 11. Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret 2004 53 5.1.3 Klasifikasi Penutupan Lahan Klasifikasi data Citra Landsat dilakukan untuk pengelompokan penutupan lahan pada tahun 2004. Metode yang dipergunakan adalah klasifikasi terbimbing (Supervised Classification).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

Tabel 14. Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Listrik

Tabel 14. Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Listrik 60 5.3.1 Emisi Karbon Dioksida Dari Sumber Penggunaan Listrik Penghitungan emisi karbon dioksida dari penggunaan listrik dilakukan berdasarkan jumlah konsumsi listrik (kwh) pada tahun 2004 (Lampiran 4)

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PEKANBARU

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PEKANBARU ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PEKANBARU Oleh RISWANDI STEPANUS TINAMBUNAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh. Pembangunan daerah telah berlangsung

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, pembangunan perkotaan cenderung meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan terbuka hijau dialih fungsikan menjadi kawasan pemukiman, perdagangan, kawasan industri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PEKANBARU

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PEKANBARU ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PEKANBARU Oleh RISWANDI STEPANUS TINAMBUNAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka landasan administrasi dan keuangan diarahkan untuk mengembangkan otonomi

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2011-2031 I. UMUM Sesuai dengan amanat Pasal 26 Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM SALINAN WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Emisi CO 2 di kota Pematangsiantar 5.1.1 Emisi CO 2 yang berasal dari energi (bahan bakar fosil) Bahan bakar utama dewasa ini adalah bahan bakar fosil yaitu gas alam, minyak

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN DAERAH SAMPANG NOMOR : 11 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi t'r - PEMERINTAH KABUPATEN NGANJUK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 09 TAHUN 2OO5 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK, Menimbang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Luas Hutan Kota di Kotamadya Jakarta Selatan Berdasarkan Peraturan Penentuan luas hutan kota mengacu kepada dua peraturan yang berlaku di Indonesia yaitu menurut PP No 62 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di berbagai kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil dan sekitarnya pembangunan fisik berlangsung dengan pesat. Hal ini di dorong oleh adanya pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) RUANG TERBUKA HIJAU 7 Oleh Dr.Ir.Rimadewi S,MIP J P Wil h d K t Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas mengenai kasus

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas mengenai kasus BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas mengenai kasus kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Kota Riau, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut

Lebih terperinci

JURNAL. Diajukan oleh : DIYANA NPM : Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Hukum Pertanahan dan Lingkungan Hidup FAKULTAS HUKUM

JURNAL. Diajukan oleh : DIYANA NPM : Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Hukum Pertanahan dan Lingkungan Hidup FAKULTAS HUKUM JURNAL PELAKSANAAN KEBIJAKAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PEKANBARU SETELAH BERLAKUKANYA UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG JUNCTO PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II PEKANBARU

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA UMUM Pembangunan kota sering dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik kota yang lebih banyak ditentukan

Lebih terperinci

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 )

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) 8 Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) (Sumber: Bapeda Kota Semarang 2010) 4.1.2 Iklim Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kota Semarang tahun 2010-2015, Kota

Lebih terperinci

KEGIATAN DITJEN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN TAHUN Jakarta, 7 Desember 2016

KEGIATAN DITJEN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN TAHUN Jakarta, 7 Desember 2016 KEGIATAN DITJEN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN TAHUN 207 Jakarta, 7 Desember 206 PRIORITAS NASIONAL DITJEN. PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN NO PRIORITAS NASIONAL Kemaritiman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan perekonomian di kota-kota besar dan metropolitan seperti DKI Jakarta diikuti pula dengan berkembangnya kegiatan atau aktivitas masyarakat perkotaan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... PARAKATA... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI... PARAKATA... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI PARAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vi viii x xi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 3 1.2 Rumusan Masalah... 8 1.3 Tujuan, Sasaran dan Manfaat... 8 1.3.1 Tujuan...

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN 2013-2032 I. UMUM Ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang : a. bahwa dalam upaya menciptakan wilayah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran 1. Tata Guna Lahan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa guna menciptakan kesinambungan dan keserasian lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan telah mengalami transformasi lingkungan fisik lahan. Transformasi lingkungan fisik lahan tersebut

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) D216 Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Untuk Menyerap Emisi CO 2 Kendaraan Bermotor Di Surabaya (Studi Kasus: Koridor Jalan Tandes Hingga Benowo) Afrizal Ma arif dan Rulli Pratiwi Setiawan Perencanaan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN HUTAN KOTA DALAM STRATEGI PEMBANGUNAN PERKOTAAN PROVINSI BANTEN

PEMBANGUNAN HUTAN KOTA DALAM STRATEGI PEMBANGUNAN PERKOTAAN PROVINSI BANTEN PEMBANGUNAN HUTAN KOTA DALAM STRATEGI PEMBANGUNAN PERKOTAAN PROVINSI BANTEN Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Banten Hotel Ledian, 14 oktober 2014 I. GAMBARAN UMUM 1. WILAYAH PERKOTAAN PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semula merupakan ruang tumbuh berbagai jenis tanaman berubah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang semula merupakan ruang tumbuh berbagai jenis tanaman berubah menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daya tarik kota yang sangat besar bagi penduduk desa mendorong laju urbanisasi semakin cepat. Pertumbuhan penduduk di perkotaan semakin pesat seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Penjelasan PP Nomor 63 Tahun 2002 Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-undang

Lebih terperinci

STUD1 RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA BERDASARKAN PENDEKATAN KEBUTUHAN OKSlGEN

STUD1 RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA BERDASARKAN PENDEKATAN KEBUTUHAN OKSlGEN STUD1 RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA BERDASARKAN PENDEKATAN KEBUTUHAN OKSlGEN Oleh CHOLOT JANALA A 26.1333 -- -- - --- - - --- JURUSAN-BUDI-BAYA-PERTANIAN FAKULTAS PERTANlAN INSTITUT

Lebih terperinci

STUD1 RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA BERDASARKAN PENDEKATAN KEBUTUHAN OKSlGEN

STUD1 RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA BERDASARKAN PENDEKATAN KEBUTUHAN OKSlGEN STUD1 RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA BERDASARKAN PENDEKATAN KEBUTUHAN OKSlGEN Oleh CHOLOT JANALA A 26.1333 -- -- - --- - - --- JURUSAN-BUDI-BAYA-PERTANIAN FAKULTAS PERTANlAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 410 Desember 2011 (Lampiran 2), bertempat di wilayah Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

Lebih terperinci

Pertemuan I ARSITEKTUR LANSEKAP (TR 438)

Pertemuan I ARSITEKTUR LANSEKAP (TR 438) Pertemuan I ARSITEKTUR LANSEKAP (TR 438) DOSEN DR. SRI HANDAYANI, MPD. RISKHA MARDIANA, ST. ADI ARDIANSYAH, SPD.MT. STATUS DAN SIFAT 4 SKS SIFAT WAJIB TEORI DAN PRAKTEK PRASYARAT GAMBAR ARSITEKTUR Maksud

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Contributor : Doni Prihatna Tanggal : April 2012 Posting : Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Pada 19 Januari 2012 lalu, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

Gubernur Jawa Barat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 48 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BANTUAN KEUANGAN KEPADA KABUPATEN/KOTA UNTUK KEGIATAN PENANAMAN MASSAL DALAM RANGKA PROGRAM GREEN SCHOOL

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TIMUR Menimbang : a. bahwa seiring

Lebih terperinci

BAB V SUMBER DAYA ALAM

BAB V SUMBER DAYA ALAM BAB V SUMBER DAYA ALAM A. Pertanian Kota Surakarta Sebagai salah satu kota besar di Jawa Tengah, mengalami pertumbuhan ekonomi dan penduduk karena migrasi yang cepat. Pertumbuhan ini mengakibatkan luas

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 16 TAHUN 2013 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU

LEMBARAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 16 TAHUN 2013 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU LEMBARAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 16 TAHUN 2013 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI LOMBOK TIMUR, : a. bahwa seiring dengan laju pembangunan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Wilayah Kota Pekanbaru berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1987 terdiri dari 8 wilayah kecamatan dengan luas wilayah 446,5 km 2. Setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan-lahan untuk menyediakan permukiman, sarana penunjang ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà - 1 - jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencegah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat baik secara langsung dalam kurun waktu terbatas maupun secara tidak langsung dalam kurun waktu

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH Bujur Timur dan Lintang Utara, dengan batas. Utara : Kabupaten Siak dan Kabupaten Kampar

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH Bujur Timur dan Lintang Utara, dengan batas. Utara : Kabupaten Siak dan Kabupaten Kampar V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Keadaan Umum Kota Pekanbaru Kota Pekanbaru merupakan ibukota dari Provinsi Riau yang terletak di Pulau Sumatera. Secara geografis Kota Pekanbaru terletak pada koordinat 101

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang berkembang sangat pesat dengan ciri utama pembangunan fisik namun di lain sisi, pemerintah Jakarta

Lebih terperinci

Kondisi Eksisting Lokasi Budidaya Tanaman Hias Kelurahan Srengseng

Kondisi Eksisting Lokasi Budidaya Tanaman Hias Kelurahan Srengseng Kondisi Eksisting Lokasi Budidaya Tanaman Hias Kelurahan Srengseng Land Mark Hutan Kota Srengseng Kantor Pemasaran Pedagang/Pembudidaya Embrio/jenis Tanaman i Kondisi Eksisting Lokasi Budidaya Tanaman

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KORIDOR JALAN LETJEND S. PARMAN - JALAN BRAWIJAYA DAN KAWASAN SEKITAR TAMAN BLAMBANGAN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Analisis 4.1.1 Gambaran Umum Kota Bogor Kota Bogor terletak di antara 106 43 30 BT - 106 51 00 BT dan 30 30 LS 6 41 00 LS dengan jarak dari ibu kota 54 km. Dengan ketinggian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II NOMOR : 34 TAHUN 1996

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II NOMOR : 34 TAHUN 1996 PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II PEKANBARU NOMOR : 34 TAHUN 1996 T E N T A N G PEMBERIAN DAN PENYEMPURNAAN NAMA-NAMA JALAN DALAM KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II PEKANBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR P.12/MENLHK-II/2015

Lebih terperinci

Edisi 1 No. 1, Jan Mar 2014, p Resensi Buku

Edisi 1 No. 1, Jan Mar 2014, p Resensi Buku Resensi Buku Edisi 1 No. 1, Jan Mar 2014, p.33-38 Judul Buku: : Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) Tahun 2011-2030 Penyunting Akhir : Ir. Basoeki Karyaatmadja, M.Sc., Ir. Kustanta Budi Prihatno,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id

BAB 1 PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id BAB 1 PENDAHULUAN Lingkungan adalah bagian tidak terpisahkan dari hidup kita sebagai tempat di mana kita tumbuh, kita berpijak, kita hidup. Dalam konteks mensyukuri nikmat Allah atas segala sesuatu yang

Lebih terperinci

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D 300 377 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU)

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU) PENGADAAN TANAH UNTUK RUANG TERBUKA HIJAU DI KAWASAN PERKOTAAN Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU) Sekilas RTH Di dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Lebih terperinci

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang Studi Kasus: Kota Manado Ingerid L. Moniaga (1), Esli D. Takumansang (2) (1) Laboratorium Bentang Alam, Arsitektur

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA PALANGKA RAYA WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan yang dilaksanakan oleh pemerintahan daerah di Indonesia sejak adanya otonomi daerah harus terintegrasi antar berbagai sektor. Pembangunan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi dan pertambahan penduduk menyebabkan kebutuhan manusia semakin meningkat. Dalam lingkup lingkungan perkotaan keadaan tersebut membuat pembangunan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota ( Permasalahan Lingkungan Kota

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota ( Permasalahan Lingkungan Kota 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota Kota adalah suatu pusat permukiman penduduk yang besar dan luas, terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Pada kenyataannya kota merupakan tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. stabilitator lingkungan perkotaan. Kota Depok, Jawa Barat saat ini juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. stabilitator lingkungan perkotaan. Kota Depok, Jawa Barat saat ini juga BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Lingkungan perkotaan identik dengan pembangunan fisik yang sangat pesat. Pengembangan menjadi kota metropolitan menjadikan lahan di kota menjadi semakin berkurang,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MOJOKERTO TAHUN 2002 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO Menimbang : a. bahwa untuk menciptakan

Lebih terperinci

TELAAH RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) PERTANIAN DAN KEHUTANAN PROPINSI DKI JAKARTA*) Oleh: Tarsoen Waryono **) Abstrak

TELAAH RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) PERTANIAN DAN KEHUTANAN PROPINSI DKI JAKARTA*) Oleh: Tarsoen Waryono **) Abstrak 1 TELAAH RUANG TERBUKA HIJAU () PERTANIAN DAN KEHUTANAN PROPINSI DKI JAKARTA*) Oleh: Tarsoen Waryono **) Abstrak pada dasarnya merupakan potensi sumberdaya alam hayati yang memiliki peranan fungsi jasa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM Izzati Winda Murti 1 ), Joni Hermana 2 dan R. Boedisantoso 3 1,2,3) Environmental Engineering,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

6.1.1 Hasil Analisis RTH pada Kabupaten Mimika. b. Hasil perhitungan berdasarkan status kepemilikan RTH eksisting: ha dengan pembagian:

6.1.1 Hasil Analisis RTH pada Kabupaten Mimika. b. Hasil perhitungan berdasarkan status kepemilikan RTH eksisting: ha dengan pembagian: 6.1 Kesimpulan 6.1.1 Hasil Analisis RTH pada Kabupaten Mimika Berdasarkan hasil analisis diatas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yakni antara lain : a. Berdasarkan UU No. 26/2007 standar Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN LOKASI PENELITIAN. dan Lintang Utara. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.19

BAB II TINJAUAN LOKASI PENELITIAN. dan Lintang Utara. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.19 BAB II TINJAUAN LOKASI PENELITIAN A. Tinjauan Kota Pekanbaru 1. Letak dan Luas Kota Pekanbaru terletak antara 101 14-101 34 Bujur Timur dan 0 25-0 45 Lintang Utara. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.19

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota adalah daerah terbangun yang memiliki jumlah penduduk dan intensitas penggunaan ruang yang cenderung tinggi sehingga kota senantiasa menjadi pusat aktivitas bagi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 06 TAHUN 2009 SERI E NOMOR 02 PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 06 TAHUN 2009 TENTANG HUTAN KOTA Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, : a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap sumberdaya alam memiliki fungsi penting terhadap lingkungan. Sumberdaya alam berupa vegetasi pada suatu ekosistem hutan mangrove dapat berfungsi dalam menstabilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini persaingan di bidang bisnis di seluruh dunia sudah tidak dapat di prediksi lagi, maka sebelum mendirikan sebuah perbisnisan seorang perlu memprediksi apa yang

Lebih terperinci

Kampus USU Medan Staf Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli, Jl. Raya Parapat km 10,5 Sibaganding-Parapat

Kampus USU Medan Staf Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli, Jl. Raya Parapat km 10,5 Sibaganding-Parapat Prediksi Luasan Optimal Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas Karbondioksida (CO 2) di Kota Medan 1 Predicting of Urban Forest Width as the Carbondioxide (CO 2) Absorber in Medan Suri Fadhilla 2, Siti Latifah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.71/Menhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.71/Menhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.71/Menhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman PENDAHULUAN Latar Belakang Terdegradasinya keadaan hutan menyebabkan usaha kehutanan secara ekonomis kurang menguntungkan dibandingkan usaha komoditi agribisnis lainnya, sehingga memicu kebijakan pemerintah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 19 Tahun 2013 SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENGHIJAUAN KOTA SAMARINDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. WALIKOTA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota adalah sebuah sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomis yang heterogen

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan bagian dari perkembangan suatu kota. Pembangunan yang tidak dikendalikan dengan baik akan membawa dampak negatif bagi lingkungan kota. Pembangunan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013 LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 21 Tahun 2013 SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA, Menimbang

Lebih terperinci