III PENYUSUNAN MASTERPLAN RTH PERKOTAAN MASTERPLAN RTH
|
|
- Widyawati Atmadja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 III PENYUSUNAN MASTERPLAN RTH PERKOTAAN MASTERPLAN RTH
2 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Maksud dan Tujuan I.3 Ruang Lingkup I.4 Keluaran I.5 Jadwal Pelaksanaan III.1 III.2 III.3 III.3 III.3 III.4 BAB II MUATAN MASTERPLAN RTH KOTA II.1 Gambaran Umum Kota (Profil Kota/Kabupaten) II.1.1 BioGeoFisik II.1.2 Kependudukan II.1.3 Ekonomi II.1.4 Sarana dan Prasarana II.2 Identifikasi dan Evaluasi RTH Kota II.2.1 Ruang Terbuka Hijau Kota II.2.2 Evaluasi RTH Kota II.2.3 Evaluasi RTH Berdasarkan Citra Satelit II.3 Analisis Kebutuhan RTH Kota II.3.1 Kebutuhan RTH Berdasarkan Persentasi Wilayah II.3.2 Kebutuhan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk II.3.3 Kebutuhan RTH Berdasarkan Kebutuhan Oksigen II.3.4 Kebutuhan RTH Berdasarkan Netralisasai Karbon Dioksida II.3.5 Kebutuhan RTH Berdasarkan Perhitungan Kebutuhan Air III.5 III.6 III.6 III.6 III.7 III.7 III.8 III.8 III.9 III.9 III.10 III.10 III.10 III.11 III.11 III.11
3 II.4 Rencana Pembangunan RTH Kota II.4.1 Peran RTH dalam Membentuk Karakter Kota II.4.2 Potensi dan Peluang Pengembangan RTH II.4.3 Kebijakan Pengembangan RTH Kota II.4.4 Arah Pengembangan dan Pembangunan RTH II.4.5 Strategi Pembangunan Kota II.4.6 Pembangunan RTH Taman dan Jalur Hijau II.4.7 Pembangunan Kawasan Hijau Kota II.4.8 Pembangunan RTH dengan fungsi khusus II.4.9 Pembangunan RTH Privat II.4.10 Peran Serta Masyarakat dalam Pembangunan RTH Kota II.4.11 Tanaman Penghijauan di Wilayah Perkotaan II.5 Tabel Indikasi Program II.6 Daftar Peta Peta sebagai Input II.6.2 Peta sebagai Output III.12 III.12 III.12 III.12 III.13 III.13 III.13 III.13 III.14 III.14 III.14 III.14 III.15 III.16 III.16 III.16 BAB III LAMPIRAN : CONTOH PENYUSUNAN MASTERPLAN RTH (KOTA BOGOR) III.18 III.1 Tabel Luasan RTH Kota Bogor per Kecamatan III.19 III.2 Peta Analisis Alih Fungsi RTH III.20 III.3 Peta Sebaran RTH dan Peta Tata Guna Lahan Eksisting III.21 III.4 Tabel Kebutuhan RTH Kota Bogor III.22 III.5 Tabel Rencana Pembangunan RTH Kota Bogor III.23 III.6 Peta Arahan Pembangunan RTH Kota Bogor III.24
4
5 BAB I PENDAHULUAN III.01
6 I.1 LATAR BELAKANG Penyediaan RTH merupakan amanat dari UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang dimana disyaratkan luas RTH minimal sebesar 30% dari luas wilayah kawasan perkotaan yang dibagi menjadi RTH Publik minimal 20% dan RTH Privat minimal 10%. Pada kenyataannya, terjadi penurunan kuantitas Ruang Terbuka Hijau yang sangat signifikan di kawasan perkotaan yang menyebabkan menurunnya kualitas ruang terbuka publik perkotaan. Oleh karena itu, salah satu langkah yang harus diambil terutama oleh para pembuat keputusan yaitu menyusun kebijakan hijau. Pemerintah Daerah dan DPRD perlu secepatnya menempatkan masalah RTH sebagai salah satu isu penting dalam pembahasan anggaran dan program pembangunan yang berkelanjutan. Perlu didorong lahirnya Perda tentang RTH dan Rencana Induk RTH agar perencanaan pembangunan RTH memiliki kekuatan hukum yang jelas dan tegas. Masterplan RTH bertujuan untuk memetakan RTH eksisting dan menetapkan rencana pembangunan RTH dalam periode 10 tahun. Dengan Masterplan RTH diharapkan perwujudan RTH perkotaan minimal 30% dapat tersusun dalam kerangka indikasi program yang sistematis dan realistis. III.02
7 I.2 MAKSUD DAN TUJUAN a. Maksud Kegiatan ini dimaksudkan sebagai salah satu upaya mendorong terwujudnya kota hijau khususnya RTH 30% dalam rangka implementasi RTRW kota/kabupaten dan untuk pemenuhan amanat UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. b. Tujuan Tujuan dari pelaksanaan kegiatan ini adalah untuk melakukan penajaman dari Rencana Aksi Kota Hijau (RAKH) sekaligus untuk menjadi dasar penetapan lokasi-lokasi yang diprioritaskan perwujudannya. I.3 RUANG LINGKUP a. Lingkup Wilayah Perencanaan Kegiatan ini dilaksanakan pada lingkup wilayah administratif kota (city wide) dan kawasan fungsional perkotaan di kabupaten. b. Lingkup Periode Perencanaan Masterplan RTH disusun dalam lingkup periode p e r a n c a n a a n 2 0 t a h u n s e s u a i R T R W Kota/Kabupaten c. Lingkup Target Group Penyusunan Masterplan RTH ditujukan untuk Pemerintah Kota/Kabupaten, swasta, dan masyarakat. Pemerintah Kota/Kabupaten dapat memanfaatkan masterplan RTH sebagai salah satu suplemen utama dalam penetapan kebijakan pembangunan yang berkelanjutan. Swasta dapat memanfaatkan Masterplan RTH untuk mengambil peluang-peluang usaha yang mendukung kebijakan pembangunan kota hijau. Dalam masterplan sebaiknya memuat pula kerjasama pembangunan dan pemeliharaan RTH yang terbuka bagi pihak swasta. Melalui masterplan RTH yang dapat diakses oleh semua pihak, masyarakat dapat membantu menjalankan fungsi pengawasan terhadap pembangunan yang berjalan agar tidak menyalahi kebijakan RTH yang sudah diambil. I.4 KELUARAN 1.Dokumen teknis Masterplan RTH yang antara lain memuat: a. Gambaran Umum Kota (Profil Kota/Kabupaten) b. Identifikasi dan Evaluasi RTH Kota (RTH Eksisting) c. Analisis Kebutuhan RTH Kota d. Rencana Pembangunan RTH Kota e. Tabel Indikasi Program 2. Album peta yang disajikan dengan tingkat ketelitian skala minimal 1: dalam format A1 yang dilengkapi dengan data peta digital yang memenuhi ketentuan sistem informasi geografis (GIS) yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Album peta tersebut terdiri dari: a. Peta eksisting RTH (taman, jalur hijau jalan, sempadan sungai, jalur SUTET, dll) b. Peta RTH rencana periode 20 tahun c. Peta lokasi prioritas pembangunan RTH skala 1:5000 d. Peta tematik (topografi, geologi, hidrologi, resapan air, dll) III.03
8 I.5 JADWAL PELAKSANAAN Bulan No Tahapan Kagiatan Keterangan April Mei Juni Juli Agustus 1 Pekerjaan Persiapan 2 Pekerjaan Survey dan Pembuatan RTH eksisting Termasuk menyortir kompilasi data survey Greenmap 3 Pekerjaan Analisis Fisik dan Kebutuhan RTH 4 Pekerjaan Pembuatan Rencana RTH 5 Pembuatan Indikasi Program I.6 SYARAT TENAGA AHLI PENDAMPING Komposisi Tenaga Ahli yang dibutuhkan dalam penyusunan Masterplan RTH, diantaranya : 1. Ahli Perencanaan atau Perancangan Kota 2. Ahli Arsitektur Lansekap atau Arsitektur 3. Ahli Pemberdayaan Masyarakat (memiliki pengalaman di bidang organisasi komunitas atau sebagai fasilitator masyarakat 4. Ahli Pemetaan/Geodesi/GIS 5. Ahli Ekonomi Pembangunan 6. Ahli Teknik Sipil atau Teknik Lingkungan III.04
9
10 28
11 BAB II MUATAN MASTERPLAN RTH KOTA III.05
12 II.1 GAMBARAN UMUM KOTA (PROFIL II.1.1 BioGeoFisik Profil BioGeoFisik kota menjelaskan tentang keterkaitan seluruh komponen ekologis yang kesemuanya berjalan seimbang dan selaras dengan menekankan pada fungsinya masing-masing dalam menunjang ketercapaian ekologis yang dinamis. Adapun komponen ekologis yang seharusnya dijadikan sebagai acuan utama dalam analisis biogeofisik adalah letak geografis dan wilayah administrasi, klimatologi, tanah, topografi dan kemiringan lereng, geologi, hidrologi dan daerah resapan air, vegetasi/flora (khas lokal), fauna, kualitas visual, kualitas udara, dan kualitas air. II.1.2 Kependudukan Profil kependudukan menjelaskan antara lain mengenai jumlah penduduk pada kurun periode tertentu, sebaran penduduk pada suatu wilayah, dan laju pertumbuhan penduduk. Selain itu melalui profil penduduk dapat pula diestimasikan dari berbagai parameter demografi (kelahiran, kematian, migrasi). Profil penduduk bermanfaat dalam perencanaan maupun evaluasi program pembangunan. III.06
13 II.1.3 Ekonomi Profil ekonomi menggambarkan antara lain struktur ekonomi, pertumbuhan ekonomi, kemampuan keuangan daerah, peranan ekonomi daerah terhadap perekonomian nasional, serta peluang investasi. Secara umum, melalui profil ekonomi kota/kabupaten dapat terlihat sektor-sektor yang menjadi unggulan kota/kabupaten sehingga diharapkan melalui pengembangan RTH di lokasi yang tepat dapat meningkatkan produktifitas perekonomian. II.1.4 Sarana dan Prasarana Profil sarana dan prasarana memperlihatkan seberapa jauh kota/kabupaten telah memenuhi standar pelayanan wilayah sesuai dengan fungsi yang diembannya. Profil sarana dan prasarana kota/kabupaten terdiri dari antara lain: sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan, transportasi publik termasuk pula sarana dan prasarana untuk kegiatan yang sifatnya rekreatif seperti bersosialisasi dan bermain. III.07
14 II.2 IDENTIFIKASI DAN EVALUASI RTH KOTA Masterplan RTH kota harus mencantumkan identifikasi dan evaluasi kemanfaatan RTH kota terbangun (eksisting). Identifikasi dan evaluasi tersebut meliputi: II.2.1. Ruang Terbuka Hijau Kota A. Penggunaan Lahan Kota Dalam penyusunan rencana pembangunan RTH kota, terlebih dahulu harus diperhatikan peta penggunaan lahan eksisting. Dari peta tersebut dapat diketahui keberadaan kebutuhan RTH pada tiap-tiap zonasi kawasan sehingga rencana pembangunan RTH nantinya diharapkan sesuai kebutuhan yang akan datang. B. Identifikasi Jenis RTH Kota Identifikasi jenis-jenis RTH yang telah tersedia dalam sebuah kawasan menjadi pertimbangan dalam menentukan jenis RTH yang akan dibangun. Hal ini dimaksudkan agar penyebaran RTH kota/kawasan perkotaan dapat lebih variatif dan komplementer. Sebagai contoh, jika dalam sebuah kawasan telah banyak dibangun RTH yang cenderung kepada fungsi sosial seperti taman komunitas, dapat dipertimbangkan untuk membangun RTH yang cenderung kepada fungsi ekologis seperti hutan kota. III.08
15 II.2.2. Evaluasi RTH Kota Evaluasi RTH diperlukan untuk melihat sejauh mana RTH yang telah terbangun dapat memenuhi fungsi yang diharapkan sehingga dapat ditarik kesimpulan mengapa sebagian dari RTH eksisting tidak memberikan manfaat yang optimal. Pemeliharaan yang tidak optimal, kurangnya pengetahuan masyarakat, atau jenis RTH yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat adalah hal-hal yang perlu dievaluasi. Melalui proses evaluasi ini diharapkan dapat menjadi bahan agar perencanaan RTH. II.2.3. Evaluasi RTH Berdasarkan Citra Satelit Citra satelit merupakan perangkat yang dapat membantu mengidentifikasi secara cepat penggunaan lahan kota. Melalui citra satelit dapat dengan mudah terpantau penambahan maupun pengurangan luasan RTH kota/kawasan perkotaan pada periode tertentu. III.09 32
16 II.3. ANALISIS KEBUTUHAN RTH KOTA II.3.1. Kebutuhan RTH Berdasarkan Persentasi Wilayah Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di perkotaan adalah sebagai berikut: - RTH di perkotaan terdiri dari RTH privat dan RTH publik - Proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% RTH publik dan 10% RTH privat - Apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar dari peraturan dan perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap dipertahankan keberadaannya II.3.2. Kebutuhan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk No Untuk menentukan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk, dilakukan dengan mengalikan antara jumlah penduduk yang dilayani dengan standar luas RTH per kapita sesuai peraturan yang berlaku. Contoh Perhitungan Luas RTH berdasarkan Jumlah Penduduk Unit lingkungan Tipe RTH Luas minimal/ unit (m 2 ) Luas minimal/ kapita (m 2 ) Lokasi jiwa Taman RT 250 1,0 Di tengah lingkungan RT jiwa Taman RW ,5 Di pusat kegiatan RW jiwa Taman Kelurahan ,3 Dikelompokkan dengan sekolah/pusat kelurahan jiwa Taman Kecamatan ,2 Dikelompokkan dengan sekolah/pusat kecamatan Pemakaman disesuaikan 1,2 tersebar jiwa Taman kota ,3 Di pusat wilayah/kota Hutan kota disesuaikan 4,0 Di dalam /kawasan pinggiran III.10 Untuk fungsifungsi tertentu disesuaikan 12,5 Disesuaikan dengan kebutuhan
17 II.3.3. Kebutuhan RTH Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Kebutuhan RTH kota berdasarkan kebutuhan oksigen dapat dihitung berdasarkan pendekatan Gerakis yang dapat dijelaskan dengan contoh sebagai berikut: Hasil penelitian di sebuah kota dengan luas 431 km2, jumlah penduduk 2,6 juta jiwa, jumlah kendaraan bermotor maka kebutuhan oksigennya = 5,352 X 10 gram atau setara X 10 gram berat kering tanaman. Untuk memproduksi oksigen oleh kelompok tanaman sebesar jumlah tersebut perlu dibangun: (5.709 X 10) : 24 = km2 atau 24.6% luas kota adalah RTH Dengan catatan asumsi bahwa setiap meter persegi (m2) tanaman menghasilkan 54 gram bahan kering. II.3.4. Kebutuhan RTH Berdasarkan Netralisasai Karbon Dioksida RTH juga memiliki fungsi sebagai penyerap karbon dioksida (CO 2 ), namun harus diperhatikan jenis RTH yang dapat memaksimalkan fungsi ini adalah RTH hutan kota. Cahaya matahari yang memancar sepanjang hari akan dimanfaatkan oleh vegetasi dalam fotosintesis yang berfungsi untuk mengubah gas CO 2 dari H 2 O menjadi Karbohidrat dan Oksigen (O2). Proses ini sangat berguna bagi manusia, sebab bila konsentrasi CO2 meningkat akan beracun bagi manusia dan menyebabkan efek rumah kaca (green-house effect). II.3.5. Kebutuhan RTH Berdasarkan Perhitungan Kebutuhan Air 34 Kebutuhan air dalam kota tergantung dari faktor kebutuhan air bersih pertahun, jumlah air yang dapat disediakan oleh PAM, potensi air saat ini, dan kemampuan RTH menyimpan air. Berdasarkan angka kebutuhan air tersebut lebih lanjut dapat dihitung luas RTH kota yang dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan air masyarakat kota. III.11
18 II.4. RENCANA PEMBANGUNAN RTH KOTA II.4.1. Peran RTH dalam Membentuk Karakter Kota Dalam penentuan jenis dan lokasi RTH yang direncanakan dalam masterplan sebaiknya dipilih RTH yang memberikan kontribusi signifikan dalam membentuk image sebuah kota. Beberapa kasus RTH yang sukses dalam membentuk karakter bahkan menjadi ikon kota antara lain New York Central Park, Monas di Jakarta, Kebun Raya di Kota Bogor, dan Lapangan Gasibu di Bandung. Kota Bogor dan Kota Bandung dikenal dengan karakter fisik alamnya. Kota-kota tersebut juga terkenal teduh dan nyaman karena di sepanjang jalan terdapat jalur hijau yang ditumbuhi pepohonan besar berdaun rindang. II.4.2. Potensi dan Peluang Pengembangan RTH Kota Masterplan yang disusun harus secara pragmatis memperlihatkan lokasi-lokasi yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai RTH pada tahun-tahun mendatang sebagai upaya pemenuhan luasan RTH 30%. Disertakan pula tahapan-tahapan perwujudan RTH di lokasi-lokasi tersebut. Di sisi lain, pemenuhan luasan RTH tidak selalu berarti pembangunan RTH baru, namun dapat dilakukan melalui akuisisi RTH privat, revitalisasi RTH yang sudah mengalami alih fungsi, atau melalui pengembangan RTH pada fungsi khusus seperti RTH sempadan rel, jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi, dll. Alternatif penambahan luasan RTH tersebut juga harus tergambar dalam potensi dan peluang II.4.3. Kebijakan Pengembangan RTH Kota Pemerintah Kota/Kabupaten harus secara tegas menetapkan kebijakan pengembangan RTH kota demi pemenuhan amanat 30% luas RTH kota. Penyusunan Perda RTH, penetapan daerah yang dikonservasi, peningkatan peran serta masyarakat, serta perangkat insentif dan disinsentif adalah beberapa alternatif kebijakan yang dapat diambil. III.12
19 II.4.4. Arah Pengembangan dan Pembangunan RTH Kota Dalam masterplan RTH harus ditentukan arah pengembangan dan pembangunan RTH kota yang disesuaikan dengan karakteristik dan potensi kota. Arah pengembangan tersebut tercermin dari kebijakan yang tertuang dalam indikasi program. Dalam indikasi program akan terlihat prioritas implementasi kebijakan RTH sebuah Kota. II.4.5. Strategi Pembangunan Kota Arah pengembangan masterplan RTH tidak seharusnya bertentangan dengan strategi pembangunan kota. Harus diupayakan agar arah pengembangan RTH kota sejalan bahkan mendukung strategi tersebut. II.4.6. Pembangunan RTH Taman dan Jalur Hijau Salah satu bentuk RTH yang paling umum dan memenuhi fungsi RTH baik dari segi ekologi maupun sosial adalah taman. Adapun pengembangan jalur-jalur hijau membantu membentuk struktur ruang kota dan berperan sebagai infrastruktur hijau. Baik pengembangan taman maupun jalur hijau merupakan elemen yang wajib dimuat dalam rencana pengembangan RTH kota II.4.7 Pembangunan Kawasan Hijau Kota Jika kondisi fisik kota memungkinkan, sebaiknya masterplan RTH kota mencantumkan beberapa bagian wilayah kota yang dikonservasi dan dibiarkan alami dalam bentuk hutan kota agar fungsi ekologis RTH dapat terpenuhi secara maksimal. III.13
20 II.4.8. Pembangunan RTH dengan fungsi khusus RTH dengan fungsi khusus adalah RTH untuk perlindungan atau pengamanan, sarana dan prasarana misalnya melindungi kelestarian sumber daya alam, pengaman pejalan kaki atau membatasi perkembangan penggunaan lahan agar fungsi utamanya tidak terganggu. RTH kategori ini meliputi: jalur hijau sempadan rel kereta api, jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi, RTH kawasan perlindungan setempat berupa RTH sempadan sungai, RTH sempadan pantai, dan RTH pengamanan sumber air baku/mata air. II.4.9. Pembangunan RTH Privat (Koefisien Dasar Hijau) Penerapan Koefisien Dasar Hijau (KDH) pada lahan-lahan privat yang dimiliki masyarakat dan swasta diterapkan pada pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Pengembang diminta untuk memenuhi kewajiban penyediaan fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum). Dalam pengembangan kawasan disyaratkan koefisien dasar hijau (KDH) minimal 20% berupa taman III.14 II.4.10 Peran Serta Masyarakat dalam Pembangunan RTH Kota Warga dapat diajak berperan mengelola lahan hijau pekarangan melalui penanaman pohon rindang dan karpet hijau tanaman dan pembuatan lubang biopori. Selain itu, pemerintah daerah dapat mulai mendata dan menetapkan RTH privat pekarangan rumah, sekolah, perkantoran, hingga pengembang (kawasan terpadu, pusat perbelanjaan, hotel, apartemen) sebagai bagian dari RTH. Insentif bagi warga yang lahannya bersedia diakuisisi berupa keringanan pajak PBB, pajak air tanah, pembayaran tagihan listrik maupun telepon. II.4.11 Tanaman Penghijauan di Wilayah Perkotaan Penghijauan kota dapat menggunakan jenis-jenis tanaman yang lazim digunakan sebagai tanaman penghijau kota lengkap dengan kelebihan dan kekurangannya. Dapat disertakan pula teknik penanaman dan pemeliharaan tanaman tersebut sebagai pengetahuan bagi masyarakat.
21 II.5 INDIKASI PROGRAM PEMBANGUNAN RTH Masterplan RTH harus dilengkapi dengan tabel indikasi program pembangunan RTH perkotaan yang meliputi: 1. Usulan Program Utama: Program-program pembangunan RTH yang diindikasikan memiliki bobot kepentingan utama dan diprioritaskan untuk mewujudkan tujuan pembangunan RTH kota/kawasan perkotaan 2. Lokasi: Lokasi adalah tempat dimana usulan program utama akan dilaksanakan 3. Besaran: Besaran adalah perkiraan jumlah satuan masing-masing program utama yang akan dilaksanakan 4. Sumber pendanaan: Sumber pendanaan dapat berasal dari APBD Kota, APBD Provinsi, APBN, swasta, dan/atau masyarakat 5. Instansi pelaksana: Instansi pelaksana adalah pihak-pihak pelaksana program yang meliputi pemerintah (sesuai dengan kewenangan masing-masing pemerintahan), swasta, dan masyarakat 6. Waktu dan tahapan pelaksanaan Usulan indikasi program utama direncanakan dalam kurun waktu perencanaan 20 (dua puluh) tahun yang dirinci setiap 5 (lima) tahunan, sedangkan masing-masing program mempunyai durasi pelaksanaan yang bervariasi sesuai kebutuhan. Penyusunan indikasi program utama disesuaikan dengan pentahapan jangka waktu 5 (lima) tahunan RPJP Kota/Kabupaten TABEL INDIKASI PROGRAM UTAMA DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN RTH PERKOTAAN No Program Utama Lokasi Besaran Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Sumber dana Instansi Pelaksana III.15
22 II.6 DAFTAR PETA II.6.1 Peta sebagai input Untuk melengkapi analisis pembangunan RTH kawasan perkotaan, dokumen teknis Masterplan RTH perlu dilengkapi dengan peta-peta tematik sebagai berikut: 1. Peta administrasi Kota/Kabupaten 2. Peta alih fungsi RTH 3. Peta geologi lahan 4. Peta hidrologi 5. Peta tipologi lereng 6. Peta kawasan resapan air 7. Peta sempadan sungai 8. Peta sempadan sutet 9. Peta sempadan rel KA 10. Peta penggunaan lahan eksisting II.6.2 Peta sebagai output Adapun salah satu output yang diharapkan dari kegiatan penyusunan Masterplan RTH kawasan perkotaan berupa peta yang terdiri dari: 1. Peta RTH eksisting berdasarkan tipologi (skala 1:25.000) 2. Peta rencana penambahan luasan RTH untuk kurun waktu 20 (dua puluh) tahun (skala 1:25.000) 2. Peta rencana Pembangunan RTH untuk kurun waktu 20 (dua puluh) tahun sebagai pemenuhan target 30% (skala 1:25.000) III.16
23 CONTOH PETA-PETA TEMATIK (KOTA BOGOR) Peta Administrasi Peta Kawasan Resapan Air 5 3 Peta Geologi Peta Kawasan Sempadan Sungai 6 Peta Hidrologi Peta Kawasan SUTET/SUTT III.17
24
25 BAB III LAMPIRAN CONTOH PENYUSUNAN MASTERPLAN RTH (KOTA BOGOR) III.18
26 Tabel 1: Luas RTH Eksisting Kota Bogor per Kecamatan No Jenis RTH Bogor Barat Bogor Selatan Bogor Tengah Bogor Timur Bogor Utara Tanah Sareal Kota Bogor Hutan Kota 2 Jalur Hijau Jalan Jalur Hijau SUTET Kawasan Hijau , Kebun Raya Lahan Pertanian Kota , , Lapangan Olah Raga Sempadan Sungai TPU Taman Kota Taman Lingkungan Taman Perkantoran Taman Rekreasi , , , , Total (Ha) Persentase (%) Sumber: - Hasil Analisis tahun Permendagri No.1 tahun Ikonos Kota Bogor tahun Badan Perencanaan Daerah Kota Bogor III.19
27 ANALISIS ALIH FUNGSI RTH PETA LUASAN RTH 1995 PETA LUASAN RTH 2005 III.20
28 PETA SEBARAN RTH BERDASARKAN TIPOLOGI III.21 PETA TATA GUNA LAHAN EKSISTING
29 Tabel 2: Kebutuhan RTH Kota Bogor Berdasarkan Jumlah Penduduk dan Fungsi Tertentu Luas Kota Bogor: Ha NO KEBUTUHAN RTH KOTA LUAS RTH % TERHADAP LUAS KOTA KETERANGAN ha 30,00 % Sesuai UU no. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang RTH Fasum (2,53 m2/jiwa) Lingkungan (15 m2/jiwa) 1. Berdasarkan Persentase Luas Wilayah Kota 2. Berdasarkan Jumlah Penduduk 2.619,32 Ha 22,10 % 3. Berdasarkan Kepadatan Penduduk 2.210,39 Ha 18,65 % 4. Berdasarkan Kebutuhan Oksigen (O2) 1, Ha 12,39 % S ai Vi + S bi Vi + S ci Zi L = K 5. Berdasarkan Kebutuhan Pohon untuk Suplai O ,74 Ha 15,76 % 6. Berdasarkan Netralisasi Karbondioksida(CO2) 5.273,91 ha 44,50 % 12 H2O + 6 CO2 C6H12O6 + 6 H2O + 6 O2 7. Bertdasarkan Kebutuhan Air Bersih 1.706,60 Ha 14,40 % III.22
30 Tabel 3: Rencana Pembangunan RTH Kota Bogor No JENIS RTH KOTA Bogor Barat Bogor Selatan Bogor Tengah Bogor Timur Bogor Utara Tanah Sareal Kota Bogor % 1 HUTAN KOTA JALUR HIJAU JALAN JALUR HIJAU SUTT RTH LERENG > 40% KEBUN RAYA RTH OLAHRAGA JALUR HIJAU SUNGAI RTH PEMAKAMAN RTH PERTAMANAN JALUR HIJAU REL KA JALUR HIJAU SITU KAWASAN HIJAU KOTA , ,98 Luas Total RTH (Ha) , , , Persentase (%) ` Luas Wilayah III.23
31 35 35 Peta Arahan Pembangunan RTH Kota Bogor III.24
32
Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU)
PENGADAAN TANAH UNTUK RUANG TERBUKA HIJAU DI KAWASAN PERKOTAAN Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU) Sekilas RTH Di dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Lebih terperinciANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG
ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG ANALYSIS OF PUBLIC GREEN OPEN SPACE IN BITUNG CITY Alvira Neivi Sumarauw Jurusan Perencanaan Wilayah, Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan
Lebih terperinciVISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN
VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. VISI DAN MISI DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN Visi adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai melalui penyelenggaraan
Lebih terperinci2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan suatu ruang terbuka di kawasan perkotaan yang didominasi tutupan lahannya oleh vegetasi serta memiliki fungsi antara lain
Lebih terperinciMATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) RUANG TERBUKA HIJAU 7 Oleh Dr.Ir.Rimadewi S,MIP J P Wil h d K t Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, pembangunan perkotaan cenderung meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan terbuka hijau dialih fungsikan menjadi kawasan pemukiman, perdagangan, kawasan industri,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak
Lebih terperinciBab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....
DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan bagian dari perkembangan suatu kota. Pembangunan yang tidak dikendalikan dengan baik akan membawa dampak negatif bagi lingkungan kota. Pembangunan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka landasan administrasi dan keuangan diarahkan untuk mengembangkan otonomi
Lebih terperinciRencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan
RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANJARMASIN 2013-2032 APA ITU RTRW...? Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah Kota DEFINISI : Ruang : wadah yg meliputi
Lebih terperinciRENCANA PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TERBUKA, SERTA PRASARANA DAN SARANA UMUM
RENCANA PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TERBUKA, SERTA PRASARANA DAN SARANA UMUM 6 6.1 Rencana Penyediaan Ruang Terbuka Tipologi Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung berdasarkan kepemilikannya terbagi
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1490, 2014 KEMENPERA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Daerah. Pembangunan. Pengembangan. Rencana. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang
Lebih terperinciPerhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta)
Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta) Hapsari Wahyuningsih, S.T, M.Sc Universitas Aisyiyah Yogyakarta Email: hapsariw@unisayogya.ac.id Abstract: This research
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perubahan iklim akibat pemanasan global saat ini menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia. Perubahan iklim dipengaruhi oleh kegiatan manusia berupa pembangunan
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS
KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten
Lebih terperinciLAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1
LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L
Lebih terperinciPENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang
PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA...
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Permasalahan... 4 1.3 Tujuan dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh. Pembangunan daerah telah berlangsung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan telah mengalami transformasi lingkungan fisik lahan. Transformasi lingkungan fisik lahan tersebut
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso
KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah
Lebih terperinciINFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI
INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI Saat ini banyak kota besar yang kekurangan ruang terbuka hijau atau yang sering disingkat sebagai RTH. Padahal, RTH ini memiliki beberapa manfaat penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN Bab I merupakan pendahuluan yang merupakan framework dari penyusunan laporan ini. Pada bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran. Dibahas pula ruang lingkupnya
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2011-2031 I. UMUM Sesuai dengan amanat Pasal 26 Undang-Undang Nomor
Lebih terperinciDAFTAR ISI... PARAKATA... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...
DAFTAR ISI PARAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vi viii x xi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 3 1.2 Rumusan Masalah... 8 1.3 Tujuan, Sasaran dan Manfaat... 8 1.3.1 Tujuan...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan-lahan untuk menyediakan permukiman, sarana penunjang ekonomi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Pengalihan fungsi lahan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota semakin banyak terjadi pada saat sekarang. Hal ini seiring dengan permintaan pembangunan berbagai
Lebih terperinciINVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM
INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM Izzati Winda Murti 1 ), Joni Hermana 2 dan R. Boedisantoso 3 1,2,3) Environmental Engineering,
Lebih terperinciArahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara
C193 Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan, Jakarta Utara Shella Anastasia dan Haryo Sulistyarso Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Metro adalah kota hasil pemekaran Kabupaten Lampung Tengah dan memperoleh otonomi daerah pada tanggal 27 April 1999 sesuai dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan sebagai pusat permukiman dan sekaligus pusat pelayanan (jasa) terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah pengaruhnya (hinterland)
Lebih terperinciPranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau. Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars.
Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars. Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa dapat mengkritisi issue issue aktual tentang penataan
Lebih terperinciARAHAN POLA PENYEBARAN RUANG TERBUKA HIJAU IBUKOTA KECAMATAN TADU RAYA KABUPATEN NAGAN RAYA, NAD. Oleh : Linda Dwi Rohmadiani
ARAHAN POLA PENYEBARAN RUANG TERBUKA HIJAU IBUKOTA KECAMATAN TADU RAYA KABUPATEN NAGAN RAYA, NAD Oleh : Linda Dwi Rohmadiani Abstrak Proporsi Ruang Terbuka Hijau sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 tahun
Lebih terperinciMEMUTUSKAN : : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU.
WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPelaksanakan survai dan pengolahan data adalah untuk memperoleh data dan informasi tentang kondisi awal kawasan perencanaan.
TPL301 PERENCANAAN KOTA PERTEMUAN III : PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Oleh : Ir. Darmawan L. Cahya, MURP, MPA (darmawan@esaunggul.ac.id) Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Tkik Teknik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena pemanasan bumi, degradasi kualitas lingkungan dan bencana lingkungan telah membangkitkan kesadaran dan tindakan bersama akan pentingnya menjaga keberlanjutan
Lebih terperinciIV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN
92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi
Lebih terperinciDasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG
Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG
MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. RTH dalam Penataan Ruang Wilayah Perkotaan Perkembangan kota merepresentasikan kegiatan masyarakat yang berpengaruh pada suatu daerah. Suatu daerah akan tumbuh dan berkembang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat baik secara langsung dalam kurun waktu terbatas maupun secara tidak langsung dalam kurun waktu
Lebih terperinciKETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP
LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan suatu tempat terjadinya kehidupan dan aktivitas bagi penduduk yang memiliki batas administrasi yang diatur oleh perundangan dengan berbagai perkembangannya.
Lebih terperinciMETODOLOGI 3.1 Lokasi dan waktu
19 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan waktu Lokasi penelitian adalah Kelurahan Lenteng Agung RW 08. Waktu sejak pelaksanaan studi hingga pembuatan laporan hasil studi berlangsung selama 10 bulan (Maret 2011- Januari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dimensi ekonomi dibandingkan dengan dimensi ekologi. Struktur alami sebagai tulang punggung Ruang Terbuka Hijau harus dilihat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota-kota di Indonesia kini tengah mengalami degradasi lingkungan menuju berkurangnya ekologis, akibat pembangunan kota yang lebih menekankan dimensi ekonomi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan
Lebih terperinciINVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR
INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR Cesaria Wahyu Lukita, 1, *), Joni Hermana 2) dan Rachmat Boedisantoso 3) 1) Environmental Engineering, FTSP Institut Teknologi
Lebih terperinciStudi Peran & Efektifitas RTH Publik di Kota Karanganyar Isnaeny Adhi Nurmasari I BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terbitnya Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang seiring dengan makin menguatnya keprihatinan global terhadap isu pemanasan global dan pembangunan
Lebih terperinciFORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI, KEPUTUSAN GUBERNUR, DAN KEPUTUSAN BUPATI/WALIKOTA TENTANG PENETAPAN PELAKSANAAN PENINJAUAN KEMBALI
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN KEMBALI RENCANA TATA RUANG WILAYAH FORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI,
Lebih terperinciANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA)
ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA) Juliana Maria Tontou 1, Ingerid L. Moniaga ST. M.Si 2, Michael M.Rengkung, ST. MT 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Luas Hutan Kota di Kotamadya Jakarta Selatan Berdasarkan Peraturan Penentuan luas hutan kota mengacu kepada dua peraturan yang berlaku di Indonesia yaitu menurut PP No 62 Tahun
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN 2013-2032 I. UMUM Ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara,
Lebih terperinciPangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 2032merupakan suatu rencana yang disusun sebagai arahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Banyuasin untuk periode jangka panjang 20
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG
PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas
42 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas Secara geografis, perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) terletak pada 06.53 LS-06.56 LS dan 106.78 BT sedangkan perumahan Taman Yasmin terletak pada
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBANGUNAN KOTABARU LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,
PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBANGUNAN KOTABARU LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman.
No.42, 2008 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR: 11/PERMEN/M/2008 TENTANG PEDOMAN KESERASIAN
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik
Lebih terperinciPENGEMBANGAN ARSITEKTUR LANSEKAP KOTA KEDIRI STUDI KASUS: PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU JALUR JALAN UTAMA KOTA
PENGEMBANGAN ARSITEKTUR LANSEKAP KOTA KEDIRI STUDI KASUS: PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU JALUR JALAN UTAMA KOTA Suryo Tri Harjanto 1), Sigmawan Tri Pamungkas 2), Bambang Joko Wiji Utomo 3) 1),3 ) Teknik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya. Hal ini penting sebab tingkat pertambahan penduduk di Indonesia
Lebih terperinciBUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013
1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KORIDOR JALAN LETJEND S. PARMAN - JALAN BRAWIJAYA DAN KAWASAN SEKITAR TAMAN BLAMBANGAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciPENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN
1 2 3 4 1 A Pembangunan Perumahan TIDAK SESUAI dengan peruntukkan lahan (pola ruang) Permasalahan PENATAAN RUANG dan PERUMAHAN di Lapangan B Pembangunan Perumahan yang SESUAI dengan peruntukkan lahan,
Lebih terperinciMENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG
MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG
Lebih terperinciDasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG
Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman
Lebih terperinci2.4 Kerangka Teori dan Pertanyaan Penelitian... 47
DAFTAR ISI halaman HALAMAN JUDUL... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini menyebabkan
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 60 TAHUN TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN RUANG TERBUKA HIJAU
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 60 TAHUN 201424 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI
62 b a BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI Bahasan analisis mengenai persepsi masyarakat tentang identifikasi kondisi eksisting ruang terbuka di Kelurahan Tamansari,
Lebih terperinciMENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN AUDIT
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa yang tidak terhingga nilainya bagi seluruh umat manusia. Sebagai anugerah, hutan mempunyai nilai filosofi yang
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu
Lebih terperinci2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom
No.1513, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Audit Tata Ruang. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Rencana Tata Ruang Wilayah. pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang. Hal tersebut telah digariskan dalam
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Rencana Tata Ruang Wilayah Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Penyelenggaraan penataan ruang
Lebih terperinciImplikasi dan Implementasi UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Provinsi Jawa Timur
Implikasi dan Implementasi UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Provinsi Jawa Timur Oleh : Hadi Prasetyo (Kepala Bappeda Provinsi Jawa Timur) I. Pendahuluan Penataan Ruang sebagai suatu sistem
Lebih terperinci3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi
3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
Lebih terperinciKecamatan Kalisat Kabupaten Jember Studio Perencanaan Kota 2014 EXECUTIVE SUMMARY
EXECUTIVE SUMMARY Kawasan perkotaan memiliki keheterogenitas dan kekompleksan kegiatan berdasarkan fungsi kawasan perkotaan sehingga menuntut perkotaan selalu berkembang. Salah satu faktor utama penyebab
Lebih terperinciTIPOLOGI KEPEMILIKAN RTH DI PERKOTAAN TOBELO
TIPOLOGI KEPEMILIKAN RTH DI PERKOTAAN TOBELO Ristanti Konofo 1, Veronica Kumurur 2, & Fella Warouw 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas Sam Ratulanggi Manado 2 & 3 Staf
Lebih terperinciBAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SURABAYA TAHUN
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SURABAYA TAHUN 2010-2030 I. UMUM Kota Surabaya memiliki kedudukan yang sangat strategis baik dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen
Lebih terperinciTUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;
Lebih terperinciANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari
ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO Sri Sutarni Arifin 1 Intisari Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau khususnya pada wilayah perkotaan sangat penting mengingat besarnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kota Yogyakarta sebagai ibu kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun perekonomian. Laju
Lebih terperinciMODUL 6 : PENILAIAN KELENGKAPAN SUBSTANSI MATERI TEKNIS, RAPERDA, DAN PETA UNTUK STANDAR REKOMENDASI GUBERNUR
0 2 5 12 15 24 25 PENDAHULUAN EVALUASI MATERI TEKNIS EVALUASI RAPERDA EVALUASI PETA PEMBENTUKAN TIM UNTUK PENILAIAN KEAN SUBSTANSI REFERENSI DASAR HUKUM PENILAIAN KEAN SUBSTANSI TUJUAN INSTRUKSIONAL
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kota Per Kecamatan Kota yang terdiri dari enam kecamatan memiliki proporsi jumlah penduduk yang tidak sama karena luas masing-masing kecamatan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TAHUN 2016 TENTANG
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS PROVINSI KAWASAN PERKOTAAN BREBES-TEGAL-SLAWI-PEMALANG TAHUN 2016-2036 I
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : a. bahwa perkembangan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MELAWI
PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang : a. bahwa dalam upaya menciptakan wilayah
Lebih terperinciWarta Kebijakan. Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang. Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan tata ruang. Perencanaan Tata Ruang
No. 5, Agustus 2002 Warta Kebijakan C I F O R - C e n t e r f o r I n t e r n a t i o n a l F o r e s t r y R e s e a r c h Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan
Lebih terperinci