KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA PEMATANG SIANTAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA PEMATANG SIANTAR"

Transkripsi

1 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA PEMATANG SIANTAR Nilva Elysa Siregar Alumnus S1 Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Jl. Willem Iskandar Psr V Medan Estate Medan, Indonesia nilvaelysasiregar@gmail.com Abstrak Kota Pematangsiantar merupakan Kota yang akan terus berkembang. Keradaan ruang terbuka hijau sangan diperlukan diperkotaan agar tercipta lingkungan yang nyaman dan sehat. Tujuan penelitian ini adalah 1) untuk mengetahui kondisi eksisting ruang terbuka hijau di Kota Pematangsiantar dalam Citra Satelit Kota Pematangsiantar, dan 2) untuk mengetahui luas ruang terbuka hijau yang dibutuhkan berdasarkan luas wilayah dan jumlah penduduk serta kebutuhan oksigen di Kota pematangsiantar pada tahun Terbuka kondisi eksisting ruang terbuka hijau di Kota Pematangsiantar dilakukan dengan menganalisis penutupan lahan, kebutuhan ruang terbuka hijau dihitung dengan pendekatan luas wilayah yang mengacu pada Undang-Undang Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007, yaitu 30% dari luas administrasi, kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk dihitung dengan menggunakan pendekatan ekologis dan metode bunga berganda yaitu 1 ha ruang terbuka hijau mampu menyerap CO2 yang dikeluarkan oleh 2000 orang manusia atau 5 m2 per penduduk, analisis kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan pemenuhan kebutuhan oksigen penduduk dihitung berdasarkan masalah pencemaran udara akibat jumlah penduduk dan jumlah kendaraan bermotor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) berdasarkan analisis penutupan lahan, luas ruang terbuka hijau eksisting di Kota Pematangsiantar adalah seluas 4.882,56 Ha atau sekitar 60% dari luas keseluruhan Kota Pematangsiantar, 2) kebutuhan ruang terbuka hijau Kota Pematangsiantar pada tahun 2018 berdasarkan luas wilayah seluas 2.399,2 Ha, berdasarkan jumlah penduduk seluas 125,2 Ha, dan berdasarkan pemenuhan kebutuhan oksigen penduduk seluas 693,041 Ha. Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan luas wilayah bila dibandingkan dengan kondisi eksisting ruang terbuka hijau Kota Pematangsiantar masih belum cukup untuk beberapa kecamatan yaitu di Kecamatan Siantar Selatan dengan kekurangan luas ruang terbuka hijau -38,39 Ha, Kecamatan Siantar Barat -65,31 Ha, Kecamatan Siantar Utara -34,49 Ha, dan Kecamatan Siantar Timur -62,13 Ha. Kata kunci: ruang terbuka hijau, kebutuhan 61

2 PENDAHULUAN Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan-lahan untuk menyediakan permukiman, sarana penunjang ekonomi seperti industri, jalan, pusat-pusat pertokoan dan kebutuhan lainnya. Peningkatan kebutuhan ekonomi telah memicu adanya penurunan kuantitas tutupan vegetasi dalam suatu kota. Lahanlahan bervegetasi tersebut seperti taman kota, pekarangan, jalur hijau sebagai peneduh jalan, peredam kebisingan, penyerap karbondioksida, dan penghasil oksigen telah banyak dialihfungsikan menjadi sarana penunjang ekonomi. Pembangunan dan perkembangan kota semacam ini akan mengakibatkan keberadaan ruang terbuka hijau sebagai salah satu komponen ekosistem kota menjadi kurang diperhatikan. Keadaan ini menjadi sangat memperihatinkan, mengingat di satu pihak kebutuhan akan oksigen semakin meningkat tetapi di lain pihak penyedia oksigen semakin berkurang. Perbedaan akan kebutuhan oksigen tersebut menyebabkan hubungan yang kurang harmonis antara manusia dengan lingkungan yang berakibat pada lingkungan perkotaan yang hanya maju secara ekonomi namun mundur secara ekologi yang akan berpengaruh terhadap penurunan kualitas lingkungan hidup. Hal ini yang dicirikan oleh meningkatnya suhu udara, menurunnya kelembaban udara, meningkatnya kadar CO2, meningkatnya pencemaran lingkungan, terjadinya hujan asam, dan munculnya wabah penyakit. Di samping itu terjadi polusi suara atau bunyi yang berupa tingginya tingkat kebisingan. Ruang terbuka hijau kota diharapkan dapat menanggulangi masalah lingkungan di perkotaan. Berdasarkan Undang-Undang Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007, ruang terbuka hijau minimal menempati 30% luas wilayah perkotaan. Selanjutnya dipertegas dalam Peratuan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008 tentang pedoman penyediaan dan pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan, bahwa proporsi tersebut merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat kota. Keberadaan ruang terbuka hijau sangat diperlukan bagi wilayah perkotaan seperti Pematangsiantar. Kota Pematangsiantar memiliki luas wilayah 79,791 km2 dengan jumlah penduduk mencapai jiwa dengan kepadatan penduduk yang mencapai jiwa/km2 (BPS. 2012). Pertumbuhan penduduk di Kota Pematangsiantar yang berbeda setiap tahunnya sangat mempengaruhi kebutuhan akan ruang terbuka hijau. Persentase pertumbuhan penduduk pada tahun 2011 yaitu mencapai 0,8% (BPS. 2012) akan semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk di waktu mendatang. METODOLOGI PENELITIAN Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wilayah administrasi Kota Pematangsiantar yang memiliki 8 kecamatan dan 53 kelurahan dengan luas keseluruhan wilayah 79,971 Km2. Populasi ini sekaligus dijadikan sampel penelitian. Yang menjadi variable penelitian adalah kondisi eksisting ruang terbuka hijau dan kebutuhan ruang terbuka hijau pada. Tehnik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah 1) analisis penutupan lahan 2) analisis kebutuhan ruang terbuka hijau: analisis kebutuhan RTH berdasarkan luas wilayah, analisis kebutuhan RTH berdasarkan jumlah penduduk, dan analisis kebutuhan RTH berdasarkan pemenuhan kebutuhan oksigen penduduk. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dari analisis penutupan lahan yang dilakukan setelah penelitian, maka kondisi eksisting penutupan lahan di Kota Pematangsiantar dapat dikasifikasikan. 62

3 No Tabel 1. Klasifikasi dan Luas Penutupan Lahan Kota Pematangsiantar Kecamatan Lahan Bervegetasi Pohon/ Tanaman Keras Klasifikasi Penutupan lahan (Ha) Lahan Bervegetasi Semak Lahan Kosong Tidak Bervegetasi Lahan Terbangun Total (Ha) Jumlah RTH (Ha) Persentase (%) RTH/Luas Wilayah 1. Siantar Marihat 8,45 562, ,97 782,50 570,52 72,91 2. Siantar Marimbun 347,50 663,02 532,57 230, , ,52 57,62 3. Siantar Selatan 6,09 16, ,79 202,00 22,21 11,00 4. Siantar Barat 30, ,61 320,50 30,89 9,64 5. Siantar Utara 62,19 12,83 5,35 284,64 365,00 75,01 20,55 6. Siantar Timur 41,67 31, ,53 452,00 73,47 16,25 7. Siantar Martoba 456,42 663,75 139,13 542, , ,17 62,16 8. Siantar Sitalasari 724, ,18 24,26 295, , ,76 71,60 Total (Ha) 1.704, ,77 701, , , ,56 Persentase (%) 21,32 39,74 8,77 30,18 100,00 Sumber: Hasil Analisis Citra Ikonos Kota Pematangsiantar Tahun 2010 Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa kawasan yang memiliki banyak vegetasi, baik bervegetasi pohon atau tanaman keras dan bervegetasi semak berada di Kecamatan Sitalasari (1.952,76 Ha). Di daerah ini banyak terdapat lahan yang dimanfaatkan masyarakat sebagai lahan pertanian dan perkebunan. Sebagian besar lahan-lahan terbuka sudah dikelola dengan baik oleh masyarakat. Sebagian masyarakat mengolah lahan kosong dengan membangun kolam ikan. Namun terdapat juga lahan kosong yang dibiarkan begitu saja sehingga ditumbuhi alang-alang dan semak belukar. Kawasan hijau yang paling sedikit terdapat vegetasi berada di Kecamatan Siantar Selatan (22,21 Ha) yang didominasi oleh lahan terbangun (179,79 Ha) dengan luas keseluruhan wilayah 202 Ha. Tabel 11 juga menunjukkan bahwa kecamatan yang dengan luas ruang terbuka hijau yang masih kurang dari 30% adalah Kecamatan Siantar Selatan (11,00%), Kecamatan Siantar Barat (9,4%), Kecamatan Siantar Utara (20,55%), dan Kecamatan Siantar Timur (16,25%). Keempat kecamatan tersebut didominasi dengan lahan terbangun karena berada di pusat Kota Pematangsiantar. Kecukupan ruang terbuka hijau di suatu wilayah dapat diketahui dengan membandingkan kondisi eksisting dan kebutuhannya. Pada tabel 14 menyajikan hasil analisis kecukupan ruang terbuka hijau untuk setiap kecamatan berdasarkan luas wilayah dan jumlah penduduk. Secara umum kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan luas wilayah dan jumlah penduduk sudah tercukupi, kecuali Kecamatan Siantar Selatan, Kecamatan Siantar Barat, Kecamatan Siantar Utara dan Kecamatan Siantar Timur. Tabel 2. Kecukupan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Kondisi Eksisting No Kecamatan Luas RTH saat ini Kebutuhan RTH (Ha) Berdasarkan Jumlah Luas Wilayah Penduduk Selisih Jumlah RTH (Ha) Berdasarkan Jumlah Luas Wilayah Penduduk 1. Siantar Marihat 570,52 234,8 9,6 335,72 560,92 2. Siantar Marimbun 1.037,52 540,2 7,9 497, ,62 3. Siantar Selatan 22,21 60,6 9,1-38,39 13,11 4. Siantar Barat 30,89 96,2 18,7-65,31 12,19 5. Siantar Utara 75,01 109,5 24,6-34,49 50,41 6. Siantar Timur 73,47 135,6 20,5-62,13 52,97 7. Siantar Martoba 1.120,17 540,6 20,5 579, ,67 8. Siantar Sitalasari 1.952,76 681,7 14, , ,36 Total 4.882, ,2 125, , ,25 63

4 Tabel 2 menunjukkan bahwa kekurangan luasan ruang terbuka hijau berdasarkan luas wilayah yang dibandingkan dengan kondisi eksisting, yaitu terdapat di Kecamatan Siantar Selatan dengan kekurangan luas ruang terbuka hijau -38,39 Ha, Kecamatan Siantar Barat -65,31 Ha, Kecamatan Siantar Utara -34,49 Ha, dan Kecamatan Siantar Timur -62,13 Ha. Namun berbeda dengan kondisi eksisting yang didasarkan oleh Citra Ikonos, ruang terbuka hijau yang dilokasikan sejak tahun 2009 oleh pemerintah Kota Pematangsiantar (Lampiran 1) hanya memiliki luas sebesar 25,5 Ha yang merupakan ruang terbuka hijau yang ditanami vegetasi pohon/tanaman keras. Jumlah tersebut masih sangat jauh dari syarat yang ditetapkan UUTR No. 26 Tahun 2007 yaitu minimal 30% dari luas total wilayah Kota Pematangsiantar. Berdasarkan standar tersebut maka wilayah Kota Pematangsiantar yang memiliki luas 7.997,10 Ha harus memiliki ruang terbuka hijau mimimum seluas 2.399,2 Ha. Dari hasil penelitian, berdasarkan luas wilayah Kota Pematangsiantar yang dianalisis dari standar yang ditetapkan yaitu 30% dari luas wilayah maka dapat diketahui bahwa luasan minimum kebutuhan ruang terbuka hijau Kota Pematangsiantar seluas 2.399,2 Ha. Luas kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan luas wilayah dapat diketahui dari hasil pengalian antara luas wilayah administrasi Kota Pematangsiantar dengan standar kebutuhan yang telah ditetapkan. Maka untuk tahun 2018 dan beberapa tahun kedepan kemungkinan luasan kebutuhan ruang terbuka hijau ini tidak akan berubah terkecuali terdapat perubahan luasan wilayah administrasi Kota Pematangsiantar. Karena luas kebutuhan ruang terbuka hijau yang ditetapkan sebesar 30% dihitung dari luas wilayah administrasi kota. Berdasarkan hasil penelitian, luasan ruang terbuka hijau yang dibutuhkan untuk memenuhi standar yang ditetapkan Undang-Undang Tata Ruang No.26 Tahun 2007 yaitu 30% dari luas wilayah di setiap Sumber: Hasil Analisis, 2013 kecamatan maka luasan ruang terbuka hijau terkecil berada di Kecamatan Siantar Selatan (tabel 13) karena merupakan kecamatan yang memiliki luas wilayah terkecil. Dibandingkan antara luas ruang terbuka hijau yang dibutuhkan berdasarkan luas wilayah dengan ruang terbuka hijau eksisting Kota Pematangsiantar per kecamatan, ada beberapa kecamatan yang memiliki kekurangan luasan ruang terbuka hijau yaitu Kecamatan Siantar Selatan (- 38,39 Ha), Kecamatan Siantar Barat (-65,31 Ha), Kecamatan Siantar Utara (-34,49 Ha), dan Kecamatan Siantar Timur (-62,13 Ha). Keempat kecamatan tersebut tidak mencapai 30% dari luas wilayah bahkan masih kurang. Hal ini disebabkan oleh banyaknya lahan terbangun yang terdapat di keempat kecamatan tersebut. Kondisi ini jika dibiarkan begitu saja maka akan mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan seperti udara dan air bersih yang dapat mempengaruhi kesehatan. Sesuai dengan fungsi ruang terbuka hijau yaitu 1) menjaga kualitas lingkungan, 2) penyumbang ruang bernafas yang segar dan indah, 3) paru-paru kota, 4) penyangga sumber air tabah, 5) pencegah erosi, serta 6) sebagai unsur dan sarana pendidikan (Simonds dalam Pancawati, 2010). Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kekurangan ruang terbuka pada keempat kecamatan tersebut dapat dilakukan dengan cara intensifikasi yaitu usaha penanaman tanaman untuk memperbaiki tata hijau pada wilayahwilayah yang sebelumnya sudah merupakan daerah kawasan hijau (Rijal, 2008). Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk pada tahun 2012 adalah 119,3 Ha dan pada tahun 2018 adalah 125,2 Ha (Tabel 13). Secara umum jumlah luas kebutuhan ruang terbuka hijau ini masih jauh di bawah jumlah ruang terbuka hijau eksisting di Kota Pematangsiantar yaitu 4.882,56 Ha. Jika dibandingkan dengan kota-kota besar lainnya yang ada di Indonesia, kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk di Kota Pematangsiantar relatif 64

5 lebih kecil. Hal ini disebabkan oleh jumlah penduduk yang sedikit dibandingkan dengan kota-kota besar lain. Perhitungan kebutuhan ruang terbuka hijau per penduduk Kota Pematangsiantar berdasarkan pendekatan ekologi yang dikemukakan Mangunsong dan Sihite, dalam Rijal (2008) yakni 5 m2 atau 1 ha ruang terbuka hijau mampu menyerap CO2 yang dikeluarkan oleh 2000 orang manusia. Dari hasil penelitian, perbandingan jumlah penduduk dan kondisi eksisting kebutuhan ruang terbuka hijau penduduk Kota Pematangsiantar sudah tercukupi (tabel 14). Kebutuhan ruang terbuka hijau Kota Pematangsiantar sampai dengan tahun 2018 masih bisa tercukupi karena jumlah selisih antara kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk dan ruang terbuka hijau eksisting masih luas (4.757,36 Ha). Nilai selisih tersebut diperoleh dari hasil pengurangan antara ruang terbuka eksisting dikurang luas ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk Kota Pematangsiantar. Luas kebutuhan ruang terbuka hijau pada waktu yang akan datang dapat dihitung terhadap pemenuhan kebutuhan oksigen penduduk, dengan mengetahui jumlah penduduk dan kendaraan bermotor. Maka jumlah penduduk dan jumlah kendaraan bermotor setelah diproyeksikan pada tahun 2018 adalah jiwa dan unit. Dari hasil penghitungan, kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan pemenuhan kebutuhan oksigen penduduk pada tahun 2018 adalah 693,041 Ha. Bila dibandingkan dengan luas ruang terbuka eksisting Kota Pematangsiantar yaitu 4.882,56 Ha dengan luas ruang terbuka hijau berdasarkan pemenuhan oksigen penduduk, maka luas ruang terbuka hijau berdasarkan pemenuhan kebutuhan oksigen penduduk sudah terpenuhi sampai dengan tahun 2018 dengan jumlah selisih seluas 4.189,52 Ha. Dapat dijelaskan bahwa, ruang terbuka hijau memiliki fungsi sebagai penjaga kualitas lingkungan, penyumbang ruang bernafas yang segar dan indah, paru-paru kota, penyangga sumber air tabah, pencegah erosi, dan sebagai unsur dan sarana pendidikan (Simonds dalam Pancawati, 2010). Maka setiap bertambahnya jumlah penduduk dan kendaraan bermotor setiap tahunnya akan dapat mempercepat terjadinya penurunan kualitas lingkungan dan kehidupan masyarakat bila tidak diimbangi dengan bertambahnya luas ruang terbuka hijau. Fandeli dkk (2004) menyatakan bahwa kendaraan bermotor merupakan sumber utama gas beracun yang mencemari udara di daerah perkotaan, diperkirakan 60-70% partikel gas beracun di udara perkotaan berasal dari kendaraan bermotor. Maka jenis tanama seperti Damar (Agathis alba), Mahoni (Switenia macrophylaa), Jamuju (Padocarpus imbricatus), Pala (Mirystica fragrans), Asam landi (Pithecolobium dulce), dan Johar (Cassia siamea) mempunyai kemampuan yang cukup tinggi dalam menurunkan kandungan gas beracun dari udara. Jenis-jenis tanaman yang mampu menurunkan kandungan gar beracun dan menyerap CO2 sangat cocok ditanam di ruang terbuka jaringan jalan, dimana merupakan tempat kendaraan bermotor melintas. Namun untuk penanaman vegetasi pada ruang terbuka hijau jaringan jalan harus tetap memperhatikan jarak penanaman antar pohon, memperhitungkan antara bentuk/ukuran tajuk pohon dengan atribut jalan, penanaman selang-seling untuk menghindari kesan monoton, tingkat keamanan pada daerah tikungan, dan kenampakan visual yang memberikan kesan estetika. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan analisis penutupan lahan, luas ruang terbuka hijau eksisting di Kota Pematangsiantar adalah seluas 4.882,56 Ha atau sekitar 60% dari luas keseluruhan wilayah Kota Pematangsiantar. Bila dibandingkan dengan jumlah luas ruang terbuka hijau eksisting dengan kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan luas wilayah 65

6 yaitu 2.399,2 Ha, jumlah penduduk seluas 119,3 Ha, dan kebutuhan pemenuhan oksigen penduduk seluas 665,321 Ha maka secara umum luas kebutuhan ruang terbuka hijau Kota Pematangsiantar masih terpenuhi. Namun bila dibandingkan dengan luas ruang terbuka hijau yang dilokasikan sejak tahun 2009 oleh pemerintah Kota Pematangsiantar yang memiliki luas keseluruhan ruang terbuka hijau seluas 25,5 Ha, jumlah ini masih sangat jauh dari luas kecukupan kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan ketiga pendekatan tersebut. 2. Kebutuhan ruang terbuka hijau Kota Pematangsiantar pada tahun 2018 berdasarkan luas wilayah seluas 2.399,2 Ha, berdasarkan jumlah penduduk seluas 125,2 Ha, dan berdasarkan pemenuhan kebutuhan oksigen penduduk seluas 693,041 Ha. Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan luas wilayah bila dibandingkan dengan kondisi eksisting ruang terbuka hijau Kota Pematangsiantar masih belum cukup untuk beberapa kecamatan yaitu di Kecamatan Siantar Selatan dengan kekurangan luas ruang terbuka hijau - 38,39 Ha, Kecamatan Siantar Barat - 65,31 Ha, Kecamatan Siantar Utara - 34,49 Ha, dan Kecamatan Siantar Timur -62,13 Ha. Untuk memenuhi kekurangan ruang terbuka hijau pada keempat kecamatan di Kota Pematangsiantar dilakukan dengan cara intensifiksi. Hal-hal yang dapat disarankan berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh adalah: 1. Pembangunan Kota Pematangsiantar di masa yang akan datang harus tetap mengacu kepada tata ruang wilayah kota yang telah ada. Direncanakan secara baik dan tepat karena tanpa ada perencanaan yang baik maka pemanfaatan ruang/lahan tidak dapat dilakukan secara optimal maka akan mengakibatkan kerusakan lingkungan yang tinggi sehingga memerlukan biaya yang sangat besar untuk memperbaikinya dan tidak jarang harus mengorbankan kepentingan tertentu. 2. Lokasi ruang terbuka hijau yang ditunjuk pemerintah Kota Pematangsiantar sejak tahun 2009 sampai dengan sekarang perlu dikaji kembali karena luas ruang terbuka hijau tersebut tidak tercukupi dengan kebutuhan ruang terbuka hijau yang seharusnya ada di Kota Pematangsiantar sesuai dengan syarat yang ditetapkan yaitu luasan ruang terbuka hijau minimum 30% dari luas total wilayah Kota Pematangsiantar. DAFTAR PUSTAKA Ariyadi Ruang Terbuka Hijau, (Online), ( m/search/label/ruang%20terbuka%2 0Hijau diakses Jum at 30 Maret 2012). Badan Lingkungan Hidup Kota Pematangsiantar Lokasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota Pematangsiantar Tahun Pematangsiantar: BLH Kota Pematangsiantar Badan Pusat Statistik Kota Pematangsiantar Kota Pematangsiantar dalam Angka Tahun Pematangsiantar: BPS Kota Pematangsiatar Badan Pusat Statistik Kota Pematangsiantar Kota Pematangsiantar dalam Angka Tahun Pematangsiantar: BPS Kota Pematangsiatar Baharuddin, Alfini Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Pada Kawasan Pusat Kota Jayapura. Jurnal Bumi Lestari. Jayapura: Universitas Sains dan Tegnologi Jayapura. 11 (2): Departemen Pekerjaan Umum Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor:05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Direktorat Jenderal Penataaan Ruang. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum Departeman Pekerjaan Umum Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Direktorat Jenderal Pentaan 66

7 Ruang. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum Djamal Irwan, Z Tantangan Lingkungan Dan Lansekap Hutan Kota. Jakarta: PT. Bumi Aksara Fandeli, Chafid (dkk) Perhutanan Kota. Jogjakarta: Fakultas Kehutanan UGM Gratimah, RD, Guti Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan. Tesis (tidak diterbitkan). Medan: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Hakim, Rustam Ruang Terbuka Hijau, (Online), ( ang.terbuka.hijau/ diakses Selasa 17 April 2012). Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Di Wilayah Perkotaan Nurhayani, Hanifah Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Kebutuhan Oksigen (Studi Kasus Kota Semarang). Skripsi (tidak diterbitkan). Bogor: Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Pancawati, Juwarin Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Tangerang. Tesis (tidak diterbitkan). Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Rijal, Syamsu. 2008a. Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Makassar Tahun Jurnal Hutan dan Masyarakat. Makassar: Fakultas Kehutanan. Universitas Hasanuddin. III (1): Rijal, Syamsu. 2008b. Perencanaan Hutan Kota Dengan Sistem Informasi Geografis Di Kota Watampone. Jurnal Hutan dan Masyarakat. Makassar: Fakultas Kehutanan. Universitas Hasanuddin. III (2): Yoga Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Pada Kota, (Online), ( 6/kebutuhan-ruang-terbuka-hijaupada-kota.html diakses Jum at 30 Maret 2012). 67

8 68

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan-lahan untuk menyediakan permukiman, sarana penunjang ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan jumlah penduduk di perkotaan akan menyebabkan kualitas lingkungan menurun karena tingginya aktivitas manusia. Perkembangan kota seringkali diikuti

Lebih terperinci

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan Kota memiliki keterbatasan lahan, namun pemanfaatan lahan kota yang terus meningkat mengakibatkan pembangunan kota sering meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan-lahan pertumbuhan banyak yang dialihfungsikan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA)

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA) ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA) Juliana Maria Tontou 1, Ingerid L. Moniaga ST. M.Si 2, Michael M.Rengkung, ST. MT 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada

PENDAHULUAN. didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada PENDAHULUAN Latar Belakang Kota adalah suatu pusat pemukiman penduduk yang besar dan luas.dalam kota terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Adakalanya kota didirikan sebagai tempat kedudukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh. Pembangunan daerah telah berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan suatu tempat terjadinya kehidupan dan aktivitas bagi penduduk yang memiliki batas administrasi yang diatur oleh perundangan dengan berbagai perkembangannya.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perhatian dunia terhadap lingkungan hidup telah diawali sejak konferensi

BAB 1 PENDAHULUAN. Perhatian dunia terhadap lingkungan hidup telah diawali sejak konferensi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perhatian dunia terhadap lingkungan hidup telah diawali sejak konferensi PBB tentang lingkungan hidup di Stockholm pada bulan Juni 1972. Permasalahan lingkungan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Emisi CO 2 di kota Pematangsiantar 5.1.1 Emisi CO 2 yang berasal dari energi (bahan bakar fosil) Bahan bakar utama dewasa ini adalah bahan bakar fosil yaitu gas alam, minyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pembangunan dan pengembangan suatu kota berjalan sangat cepat, sehingga apabila proses ini tidak diimbangi dengan pengelolaan lingkungan hidup dikhawatirkan akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perubahan iklim akibat pemanasan global saat ini menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia. Perubahan iklim dipengaruhi oleh kegiatan manusia berupa pembangunan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan bagian dari perkembangan suatu kota. Pembangunan yang tidak dikendalikan dengan baik akan membawa dampak negatif bagi lingkungan kota. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN SIANTAR SITALASARI TAHUN 2010 DAN TAHUN 2015 DENGAN MENGGUNAKAN CITRA QUICKBIRD

ANALISIS PERKEMBANGAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN SIANTAR SITALASARI TAHUN 2010 DAN TAHUN 2015 DENGAN MENGGUNAKAN CITRA QUICKBIRD ANALISIS PERKEMBANGAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN SIANTAR SITALASARI TAHUN 2010 DAN TAHUN 2015 DENGAN MENGGUNAKAN CITRA QUICKBIRD Ahmad Fadli Siregar Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1.1 Kesimpulan Kesimpulan dari konsep ruang terbuka hijau pada kawasan pusat kota Ponorogo adalah : 1. Adanya kebutuhan masyarakat pada kawasan pusat kota Ponorogo akan ruang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan telah mengalami transformasi lingkungan fisik lahan. Transformasi lingkungan fisik lahan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi dan pertambahan penduduk menyebabkan kebutuhan manusia semakin meningkat. Dalam lingkup lingkungan perkotaan keadaan tersebut membuat pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO Sri Sutarni Arifin 1 Intisari Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau khususnya pada wilayah perkotaan sangat penting mengingat besarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan. keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan. keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah perkotaan pada umumnya tidak memiliki perencanaan kawasan yang memadai. Tidak terencananya penataan kawasan tersebut ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kota Per Kecamatan Kota yang terdiri dari enam kecamatan memiliki proporsi jumlah penduduk yang tidak sama karena luas masing-masing kecamatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk dapat

Lebih terperinci

ARAHAN POLA PENYEBARAN RUANG TERBUKA HIJAU IBUKOTA KECAMATAN TADU RAYA KABUPATEN NAGAN RAYA, NAD. Oleh : Linda Dwi Rohmadiani

ARAHAN POLA PENYEBARAN RUANG TERBUKA HIJAU IBUKOTA KECAMATAN TADU RAYA KABUPATEN NAGAN RAYA, NAD. Oleh : Linda Dwi Rohmadiani ARAHAN POLA PENYEBARAN RUANG TERBUKA HIJAU IBUKOTA KECAMATAN TADU RAYA KABUPATEN NAGAN RAYA, NAD Oleh : Linda Dwi Rohmadiani Abstrak Proporsi Ruang Terbuka Hijau sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Analisis 4.1.1 Gambaran Umum Kota Bogor Kota Bogor terletak di antara 106 43 30 BT - 106 51 00 BT dan 30 30 LS 6 41 00 LS dengan jarak dari ibu kota 54 km. Dengan ketinggian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Gorontalo sebagian besar wilayahnya berbentuk dataran, perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian 0 2000 M di atas permukaan laut. Luas

Lebih terperinci

KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MAKASSAR TAHUN Syamsu Rijal Dosen Fakultas Kehutanan UNHAS ABSTRACT

KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MAKASSAR TAHUN Syamsu Rijal Dosen Fakultas Kehutanan UNHAS ABSTRACT KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MAKASSAR TAHUN 2017 Dosen Fakultas Kehutanan UNHAS ABSTRACT This watchfulness aims to detect to identify and plan green open space need at city makassar 2007 up to

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Luas Hutan Kota di Kotamadya Jakarta Selatan Berdasarkan Peraturan Penentuan luas hutan kota mengacu kepada dua peraturan yang berlaku di Indonesia yaitu menurut PP No 62 Tahun

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, jasa, dan industri. Penggunaan lahan di kota terdiri atas lahan

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, jasa, dan industri. Penggunaan lahan di kota terdiri atas lahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan yang tipikal, yaitu tingginya tingkat pertumbuhan penduduk terutama akibat arus urbanisasi sehingga

Lebih terperinci

ANALISIS RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN (Jurnal) Oleh KIKI HIDAYAT

ANALISIS RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN (Jurnal) Oleh KIKI HIDAYAT ANALISIS RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN 2014 (Jurnal) Oleh KIKI HIDAYAT PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU

Lebih terperinci

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI Saat ini banyak kota besar yang kekurangan ruang terbuka hijau atau yang sering disingkat sebagai RTH. Padahal, RTH ini memiliki beberapa manfaat penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan suatu ruang terbuka di kawasan perkotaan yang didominasi tutupan lahannya oleh vegetasi serta memiliki fungsi antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Pengalihan fungsi lahan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota semakin banyak terjadi pada saat sekarang. Hal ini seiring dengan permintaan pembangunan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, pembangunan perkotaan cenderung meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan terbuka hijau dialih fungsikan menjadi kawasan pemukiman, perdagangan, kawasan industri,

Lebih terperinci

PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI

PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI Mata Kuliah Biometrika Hutan PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI Disusun oleh: Kelompok 6 Sonya Dyah Kusuma D. E14090029 Yuri

Lebih terperinci

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Fungsi Ekologis Terciptanya Iklim Mikro 81% responden menyatakan telah mendapat manfaat RTH sebagai pengatur iklim mikro.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang ditujukan untuk kesejahteraan manusia, pada dasarnya menimbulkan suatu dampak yang positif maupun negatif. Pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Metro adalah kota hasil pemekaran Kabupaten Lampung Tengah dan memperoleh otonomi daerah pada tanggal 27 April 1999 sesuai dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya. Hal ini penting sebab tingkat pertambahan penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR Oleh : RIAS ASRIATI ASIF L2D 005 394 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena pemanasan bumi, degradasi kualitas lingkungan dan bencana lingkungan telah membangkitkan kesadaran dan tindakan bersama akan pentingnya menjaga keberlanjutan

Lebih terperinci

Kampus USU Medan Staf Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli, Jl. Raya Parapat km 10,5 Sibaganding-Parapat

Kampus USU Medan Staf Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli, Jl. Raya Parapat km 10,5 Sibaganding-Parapat Prediksi Luasan Optimal Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas Karbondioksida (CO 2) di Kota Medan 1 Predicting of Urban Forest Width as the Carbondioxide (CO 2) Absorber in Medan Suri Fadhilla 2, Siti Latifah

Lebih terperinci

ARAHAN PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU PADA KORIDOR JALAN JENDRAL SUDIRMAN KOTA SINGKAWANG TUGAS AKHIR

ARAHAN PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU PADA KORIDOR JALAN JENDRAL SUDIRMAN KOTA SINGKAWANG TUGAS AKHIR 120 ARAHAN PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU PADA KORIDOR JALAN JENDRAL SUDIRMAN KOTA SINGKAWANG TUGAS AKHIR Oleh : DWI FITRI SASMITA L2D 605 190 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kota merupakan suatu tempat yang dihuni oleh masyarakat dimana mereka dapat bersosialisasi serta tempat melakukan aktifitas sehingga perlu dikembangkan untuk menunjang aktivitas

Lebih terperinci

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR Cesaria Wahyu Lukita, 1, *), Joni Hermana 2) dan Rachmat Boedisantoso 3) 1) Environmental Engineering, FTSP Institut Teknologi

Lebih terperinci

6.1.1 Hasil Analisis RTH pada Kabupaten Mimika. b. Hasil perhitungan berdasarkan status kepemilikan RTH eksisting: ha dengan pembagian:

6.1.1 Hasil Analisis RTH pada Kabupaten Mimika. b. Hasil perhitungan berdasarkan status kepemilikan RTH eksisting: ha dengan pembagian: 6.1 Kesimpulan 6.1.1 Hasil Analisis RTH pada Kabupaten Mimika Berdasarkan hasil analisis diatas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yakni antara lain : a. Berdasarkan UU No. 26/2007 standar Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat kenyamanan permukiman di kota dipengaruhi oleh keberadaan ruang terbuka hijau dan tata kelola kota. Pada tata kelola kota yang tidak baik yang ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

FUNGSI HUTAN KOTA DALAM MENGURANGI PENCEMARAN UDARA DI KOTA SAMARINDA

FUNGSI HUTAN KOTA DALAM MENGURANGI PENCEMARAN UDARA DI KOTA SAMARINDA JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor9 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 FUNGSI HUTAN KOTA DALAM MENGURANGI PENCEMARAN UDARA DI KOTA SAMARINDA Darul Dana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang berkembang sangat pesat dengan ciri utama pembangunan fisik namun di lain sisi, pemerintah Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan ekosistem buatan yang terjadi karena campur tangan manusia dengan merubah struktur di dalam ekosistem alam sesuai dengan yang dikehendaki (Rohaini, 1990).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan

Lebih terperinci

BAB I. Dewasa ini, tata ruang wilayah menjadi salah satu tantangan pada. penduduk yang cukup cepat juga. Pertumbuhan penduduk tersebut berimbas

BAB I. Dewasa ini, tata ruang wilayah menjadi salah satu tantangan pada. penduduk yang cukup cepat juga. Pertumbuhan penduduk tersebut berimbas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, tata ruang wilayah menjadi salah satu tantangan pada perkembangan sebuah kota. Perkembangan kota menunjukkan daerah terbangun makin bertambah luas sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia, barang, dan lain-lain. Bangunan-bangunan di kota besar dan kota raya

TINJAUAN PUSTAKA. manusia, barang, dan lain-lain. Bangunan-bangunan di kota besar dan kota raya TINJAUAN PUSTAKA Jalur Hijau Jalan Ketika orang berbicara tentang kota dan perkotaan yang biasa terlintas dalam benak semua orang adalah aneka rona kepadatan: bangunan, lalu lintas, manusia, barang, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan RTH sangat penting pada suatu wilayah perkotaan. Disamping sebagai salah satu fasilitas sosial masyarakat, RTH kota mampu menjaga keserasian antara kebutuhan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas 42 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas Secara geografis, perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) terletak pada 06.53 LS-06.56 LS dan 106.78 BT sedangkan perumahan Taman Yasmin terletak pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ruang Terbuka dan Ruang Terbuka Hijau

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ruang Terbuka dan Ruang Terbuka Hijau TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ruang Terbuka dan Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka (RT) terdiri atas Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH). Dalam perencanaan ruang kota dikenal istilah

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menguraikan kesimpulan dan saran sebagai hasil pengolahan data penelitian dan pembahasan terhadap hasil analisis yang telah disajikan dalam beberapa bab sebelumnya.

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM Izzati Winda Murti 1 ), Joni Hermana 2 dan R. Boedisantoso 3 1,2,3) Environmental Engineering,

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Latar Belakang Arti Penting Kasus Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan suatu bentuk pemanfaatan lahan pada satu kawasan yang diperuntukan untuk penghijauan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Administratif Kawasan permukiman skala besar Bumi Serpong Damai (BSD City) secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Serpong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesatnya kemajuan dan kestabilan pembangunan nasional menempatkan Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai kota metropolitan dengan kondisi perekonomian yang selama

Lebih terperinci

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D 300 377 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA UMUM Pembangunan kota sering dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik kota yang lebih banyak ditentukan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) D216 Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Untuk Menyerap Emisi CO 2 Kendaraan Bermotor Di Surabaya (Studi Kasus: Koridor Jalan Tandes Hingga Benowo) Afrizal Ma arif dan Rulli Pratiwi Setiawan Perencanaan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Klasifikasi dan Sebaran Land Use/Land Cover Kota Bogor Tahun 2003 dan 2007

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Klasifikasi dan Sebaran Land Use/Land Cover Kota Bogor Tahun 2003 dan 2007 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pola Sebaran Penggunaan/Penutupan Lahan dan Perubahan Luasannya di Kota Bogor Kota Bogor memiliki luas kurang lebih 11.267 Ha dan memiliki enam kecamatan, yaitu Kecamatan Bogor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semula merupakan ruang tumbuh berbagai jenis tanaman berubah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang semula merupakan ruang tumbuh berbagai jenis tanaman berubah menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daya tarik kota yang sangat besar bagi penduduk desa mendorong laju urbanisasi semakin cepat. Pertumbuhan penduduk di perkotaan semakin pesat seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Analisis Pengaruh Peningkatan Penjualan Kendaraan Bermotor terhadap Peningkatan Emisi CO 2 di udara Indonesia merupakan negara pengguna kendaraan bermotor terbesar ketiga

Lebih terperinci

Momentum, Vol. 11, No. 2, Okt 2015, Hal ISSN , e-issn KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA PACITAN

Momentum, Vol. 11, No. 2, Okt 2015, Hal ISSN , e-issn KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA PACITAN KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA PACITAN Wiwik Handayani 1*, Gagoek Hardiman 1 dan Imam Buchari 1 1 Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Diponegoro Semarang Jalan Imam Bardjo,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Bantul merupakan kabupaten yang berada di Propinsi Daerah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Bantul merupakan kabupaten yang berada di Propinsi Daerah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Bantul merupakan kabupaten yang berada di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan pusat ibu kota Kecamatan Bantul. Pembangunan di Kecamatan Bantul ini sudah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di jalan bebas hambatan Tol Jagorawi dengan mengambil beberapa segmen jalan yang mewakili karakteristik lanskap jalan

Lebih terperinci

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki

Lebih terperinci

Konsep Penataan Ruang Terbuka Hijau di Kota Ponorogo. Dirthasia G. Putri

Konsep Penataan Ruang Terbuka Hijau di Kota Ponorogo. Dirthasia G. Putri Konsep Penataan Ruang Terbuka Hijau di Kota Ponorogo Dirthasia G. Putri 1 Latar Belakang KOTA PONOROGO Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota merupakan kerangka struktur pembentuk kota. Ruang terbuka Hijau (RTH)

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan Penelitian estimasi kebutuhan luas hutan kota berdasarkan kebutuhan oksigen di Kotamadya Jakarta Selatan. Tempat pengambilan data primer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu

Lebih terperinci

TIPOLOGI KEPEMILIKAN RTH DI PERKOTAAN TOBELO

TIPOLOGI KEPEMILIKAN RTH DI PERKOTAAN TOBELO TIPOLOGI KEPEMILIKAN RTH DI PERKOTAAN TOBELO Ristanti Konofo 1, Veronica Kumurur 2, & Fella Warouw 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas Sam Ratulanggi Manado 2 & 3 Staf

Lebih terperinci

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang Desti Rahmiati destirahmiati@gmail.com Arsitektur, Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Program Studi Geografi

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Program Studi Geografi ANALISIS PRIORITAS PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH PERMUKIMAN MELALUI PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KECAMATAN KOTAGEDE SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

LANSKAP PERKOTAAN (URBAN LANDSCAPE)

LANSKAP PERKOTAAN (URBAN LANDSCAPE) Magister Desain Kawasan Binaan (MDKB) LANSKAP PERKOTAAN (URBAN LANDSCAPE) Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Siti Nurul Rofiqo Irwan, SP., MAgr, PhD. Pendahuluan Tujuan : Memberi pemahaman tentang: - Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan.

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan sangat diperlukan untuk kelanjutan hidup manusia. Kemajuan pembangunan di suatu wilayah sejalan dengan peningkatan jumlah pertumbuhan penduduk yang diiringi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan perekonomian di kota-kota besar dan metropolitan seperti DKI Jakarta diikuti pula dengan berkembangnya kegiatan atau aktivitas masyarakat perkotaan

Lebih terperinci

Tabel 19. Selisih Serapan dan Emisi Karbon Dioksida. (ton) ,19 52,56 64,59 85,95 101, , , ,53

Tabel 19. Selisih Serapan dan Emisi Karbon Dioksida. (ton) ,19 52,56 64,59 85,95 101, , , ,53 70 Tabel 19. Selisih Serapan dan Emisi Karbon Dioksida Pekanbaru Kota Senapelan Limapuluh Sukajadi Sail Rumbai Bukit Raya Tampan Emisi CO 2 (ton) 176.706,19 52,56 64,59 85,95 101,42 24.048,65 32.864,12

Lebih terperinci

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-5 1 Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta Dwitanti Wahyu Utami dan Retno Indryani Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 )

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) 8 Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) (Sumber: Bapeda Kota Semarang 2010) 4.1.2 Iklim Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kota Semarang tahun 2010-2015, Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengabaikan masalah lingkungan (Djamal, 1997).

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengabaikan masalah lingkungan (Djamal, 1997). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sering mengalami permasalahan kependudukan terutama kawasan perkotaan, yaitu tingginya tingkat pertumbuhan penduduk terutama akibat arus urbanisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan perwujudan aktivitas manusia yang berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial, ekonomi, pemerintahan, politik, dan pendidikan, serta penyedia fasilitas

Lebih terperinci

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi t'r - PEMERINTAH KABUPATEN NGANJUK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 09 TAHUN 2OO5 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK, Menimbang

Lebih terperinci

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Citra ALOS AVNIR Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR tahun 2006 seperti yang tampak pada Gambar 13. Adapun kombinasi band yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9)

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota merupakan suatu tempat yang menjadi pusat dari berbagai kegiatan manusia. Saat ini kota menjadi pusat pemerintahan, perdagangan, pendidikan, dan pemukiman.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 18% dari luas wilayah DIY, terbentang di antara 110 o dan 110 o 33 00

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 18% dari luas wilayah DIY, terbentang di antara 110 o dan 110 o 33 00 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Indonesia. Luas wilayah Kabupaten Sleman 7574,82 Km 2 atau 18% dari luas wilayah DIY,

Lebih terperinci