BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. deret waktu, differencing, Autocorrelation Function/Fungsi Autokorealsi (ACF),

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. deret waktu, differencing, Autocorrelation Function/Fungsi Autokorealsi (ACF),"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Sebelum melakukan pembahasan mengenai permasalahan dalam skripsi, dalam bab ini akan dijelaskan beberapa teori penunjang yang dapat membantu dalam penulisan skripsi. Teori penunjang tersebut antara lain : Analisis deret waktu (time series), stasioner dan non-stasioner, Pengujian kestasioneran data deret waktu, differencing, Autocorrelation Function/Fungsi Autokorealsi (ACF), Partial Autocorrelation Function/Fungsi Autokorelasi Parsial (PACF), proses White Noise, uji normalitas, model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA), proses Pemodelan Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) dan Artificial Neural Network (ANN). 2.2 Analisis Deret Waktu (Time Series) Time series atau runtun waktu adalah himpunan observasi data terurut dalam waktu (Hanke&Winchern, 2005). Metode time series adalah metode peramalan dengan menggunakan analisa pola hubungan antara variabel yang akan dipekirakan dengan variabel waktu. Peramalan suatu data time series perlu memperhatikan tipe atau pola data. Secara umum terdapat empat macam pola data time series, yaitu horizontal, trend, musiman, dan siklis (Hanke dan Wichren, 2005). Pola horizontal merupakan kejadian yang tidak terduga dan bersifat acak, tetapi kemunculannya dapat mempengaruhi fluktuasi data time series. Pola trend merupakan kecenderungan arah data dalam jangka panjang, dapat berupa 8

2 9 kenaikan maupun penurunan. Pola musiman merupakan fluktuasi dari data yang terjadi secara periodik dalam kurun waktu satu tahun, seperti triwulan, kuartalan, bulanan, mingguan, atau harian. Sedangkan pola siklis merupakan fluktuasi dari data untuk waktu yang lebih dari satu tahun. Time series adalah catatan dari nilai-nilai yang diamati dari sebuah proses atau fenomena yang diambil secara berturut-turut dari waktu ke waktu. Nilai-nilai yang diamati tersebut dapat bersifat deterministik (dapat dijelaskan secara eksplisit dengan rumus matematika) ataupun non-deterministik (tidak dapat dinyatakan dengan rumus matematika) atau data acak. Proses-proses yang sifatnya non-deterministik disebut sebagai stokastik dimana nilai-nilai yang diamati, dimodelkan sebagai urutan variabel-variabel acak. secara formal : Proses stokastik adalah sekumpulan variabel acak dimana T adalah indeks yang ditetapkan untuk semua variabel acak, didefenisikan pada sampel yang sama. Apabila indeks yang ditepakan T menunjukan waktu, maka proses stokastik disebut sebagai time series. Time series pada umumnya dapat diklasifikasi menjadi dua yaitu stasioner dan non-stasioner. Secara sederhana, suatu deret pengamatan dikatakan stasioner apabila proses tidak berubah seiring dengan adanya perubahan time series. Jika suatu time series Xt stasioner maka nilai tengah (mean), varian dan kovarian deret tersebut tidak dipengaruhi oleh berubahnya waktu pengamatan, sehingga proses berada dalam keseimbangan statistik (Soejoeti, 1987). Sebaliknya, untuk time series non-stasioner rata-rata, variansi atau keduanya akan berubah pada lintasan time series tersebut. Time series stasioner memiliki keunggulan dari representasi

3 10 oleh model-model analitis terhadap ralaman-ramalan yang dihasilkan. Modelmodel non-stasioner melalui proses defferencing dapat diubah menjadi time series stasioner dengan demikian analisis yang diterapkan sebagai proses stasioner. 2.3 Stasioner dan Non-stasioner Time series stasioner terkait dengan konsistensi pergerakan data time series. Suatu data time series dikatakan non-stasioner bila nilai rata-rata dan variansinya bervariasi sepanjang waktu atau dengan kata lain data dikatakan stasioner bila data bergerak stabil dan konvergen sekitar nilai rata-ratanya tanpa mengalami fluktuasi pergerakan trend positif maupun negatif. Kestasioneran data haruslah memenuhi asumsi homoskedastis dan tidak adanya autokorelasi. Properti data stasioner adalah sebagai berikut : 1. Mean : (konstan) 2. Varians : 3. Kovarians : (tidak tergantung t) 4. Distribusi bersama X adalah identik dengan {X untuk setiap. Stasioneritas berarti tidak terjadinya pertumbuhan dan penurunan data. Suatu data dapat dikatakan stasioner apabila pola data tersebut berada pada kesetimbangan disekitar nilai rata-rata yang konstan dan variansi disekitar ratarata tersebut konstan selama waktu tertentu (Makridakis, 1999). Time series dikatakan stasioner apabila tidak ada unsur trend dalam data dan tidak ada unsur musiman atau rata-rata dan variannya tetap, seperti pada Gambar 2.1.

4 11 Gambar 2.1. Plot time series data stasioner dalam rata-rata dan variansi 2.4 Pengujian Kestasioneran Data Deret Waktu Secara Visual Untuk menelaah ketidak-stasioneran data secara visual, tahap pertama dapat dilakukan pada peta data atas waktu, karena biasanya mudah, dan jika belum mendapatkan kejelasan, maka tahap berikutnya ditelaah pada gambar ACF dan PACF. 1. Analisis Grafik Data deret waktu diplot, dimana sumbuh datar adalah waktu dan sumbuh tegak nilai dari data. Jika plot data untuk setiap periode waktu meningkat dan menurun membentuk suatu trend maka data deret tersebut non-stasioner.

5 12 Gambar 2.2 Plot data tidak stasioner Pada gambar 2.2 di atas pola dapat memperlihatkan peningkatan setiap periodenya atau terdapat trend naik, menunjukan terdapat perubahan dalam ratarata, sehingga pola dikatakan non-stasioner. Sedangkan pada gambar 2.1 di atas, pola setiap periode memberikan rata-rata yang tidak berbeda memperlihatkan pola yang stasioner. 2. Korelogram Nilai-nilai Autokorelasi Menurut (Yanti, 2010), salah satu test kestasioneran yang sederhana didasarkan pada autocorrelation function (ACF). ACF lag ke-k dinotasikan ρk, yaitu :...(2.1) dimana...(2.2) nilai ditaksir oleh rk

6 13 Telaahan pada gambar ACF adalah : a. Jika data stasioner maka gambarnya akan membangun pola yaitu nilainilai autokorelasi pada correlogram akan turun sampai nol mulai time-lag kedua atau ketiga. b. Jika data tidak stasioner maka gambar dari ACF akan membangun pola, Menurun secara perlahan, jika data tidak stasioner dalam rata-rata hitung (trend naik atau turun). Data yang tidak stasioner maka nilai-nilai autokorelasi tersebut berbeda signifikan dari nol. Gambar 2.3 Plot ACF non-stasioner dalam rata-rata Alternating, jika data tidak stasioner dalam varians Gelombang, jika data tidak stasioner dalam rata-rata dan varians. Terlihat pada gambar

7 14 Gambar 2.4 Plot ACF non-stasioner dalam Rata-rata dan Varians ADF Test Perilaku data stasioner mengindikasikan bahwa data tersebut memiliki rata-rata, varians dan kovarians setiap saat sama, tidak menjadi persoalan di titik yang mana mereka diukurnya (Yanti, 2010), artinya data tersebut stabil atau mencapai keseimbangan dalam jangka panjang sehingga dari model yang digunakan untuk meramalkan periode yang akan datang menjadi sahih. Uji stasioner yang akan digunakan adalah Uji Akar Unit. (Yanti, 2010) Uji Akar Unit merupakan salah satu konsep yang akhir-akhir ini makin populer dipakai untuk menguji kestasioneran data time series. Uji ini dikembangkan oleh Dickey dan Fuller, dengan menggunakan Augmented Dickey Fuller Test (ADF). Terdapat tiga kemungkinan dimana ADF test ditaksir dari tiga bentuk persamaan yang berbeda, yaitu :

8 15 Data level : tanpa Intersep...(2.3) : Intersep...(2.4) : Intersep dan trend...(2.5) Langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut : 1) Menguji variabel dengan ADF test Hipotesis yang digunakan adalah : H0 : δ = 0 (non stasioner), melawan H1 : δ < 0 (stasioner) Statistik uji yang digunakan adalah Tolak H0 jika τ hasil perhitungan lebih besar dari τ tabel atau jika probabilitas hasil perhitungan lebih kecil dari derajat kepercayaan yang kita inginkan. Perhitungan prosedur di atas menggunakan perangkat software Eviews 2) Bila variabel yang kita uji ternyata tidak stasioner maka data dilakukan differencing atau pembedaan, kemudian dilakukan pengujian terhadap data tersebut seperti langkah 1). 2.5 Metode Pembedaan (Differencing) Differencing (pembedaan) dilakukan untuk menstasionerkan data nonstasioner. Operator shift mundur (backward shift) sangat tepat untuk menggambarkan proses differencing (Makridakis, 1999). Notasi yang sangat bermanfaat dalam metode pembedaan adalah operator shift mundur (backward shift) disimbolkan dengan B sebagai berikut :

9 16...(2.6) Dengan : nilai variabel X pada waktu t : nilai variabel X pada waktu t-1 B : backward shift Pada persamaan (2.6) diatas, notasi B yang dipasang pada memiliki efek menggeser data satu periode ke belakang. Sedangkan dua aplikasi dari B terhadap akan menggeser data tersebut dua periode ke belakang, sebagai berikut :...(2.7) Apabila suatu time series non-stasioner, maka data tersebut dapat dibuat lebih mendekati stasioner dengan melakukan pembedaan pertama. Operator ini memedahkan proses diferensiasi. Deffersiasi pertama/turunan tingkat satu dapat dituliskan sebagai berikut : =...(2.8) Menggunakan operator shift mundur, persamaan (2.8) dapat ditulis kembali menjadi (Makridakis, 1995) : =...(2.9) Pembedaan pertama dinyatakan oleh (1-B) sama halnya apabila perbedaan orde kedua (yaitu perbedaan pertama dari perbedaan pertama sebelumnya) harus dihitung, maka pembedaan orde kedua :

10 17... (2.10) Pembedaan orde kedua diberi notasi (1-B) 2. Pembedaan orde kedua tidak sama dengan pembedaan kedua yang diberi notasi 1-B 2. Sedangkan pembedaan pertama (1-B) sama dengan pembedaan orde pertama (1-B). Pembedaan kedua Tujuan dari menghitung pembedaan adalah mencapai stasioneritas dan secara umum apabila terdapat pembedaan orde ke-d untuk mencapai stasioneritas, ditulias sebagai berikut : Pembedaan orde ke-d...(2.11) 2.6 Autocorrelation Function/Fungsi Autokorealsi (ACF) Pada proses stasioner suatu data time series diperoleh dan variansi, yang konstan dan kovariansi, fungsinya hanya pada pembedaan waktu. Oleh karena itu, hasil tersebut dapat ditulis sebagai kovariansi antara dan sebagai berikut (Wei, 1989) :...(2.12)...(2.13) Autokorelasi merupakan korelasi atau hubungan antar data pengamatan suatu data time series. Menurut Wei (2006), koefisien autokorelasi untuk lag k dari data runtun waktu dinyatakan sebagai berikut:

11 18...(2.14) Dengan : = rata-rata = autokovariansi pada lag-k = autokorelasi pada lag-k t = waktu pengamatan, t = 1,2,3,... Dimana notasi disebut fungsi autokorelasi dan. Sebagai fungsi k, maka menggambarkan kovariansi (ACF), dalam analisis time series, dan menggambarkan kovarian dan korelasi antara dan dari proses yang sama, hanya dipisahkan oleh lag ke-k. Dengan menggunakan asumsi-asumsi diatas, maka taksiran parameter diatas dapat disederhanakan menjadi :...(2.15) Dengan : = koefisien autokorelasi pada lag-k k n = selisih waktu = jumlah observasi = rata-rata dari pengamatan = pengamatan pada waktu ke-t = pengamatan pada waktu ke t+k, k=1,2,3,...

12 19 Untuk mengetahui apakah koefisien autokorelasi signifikan atau tidak, perlu dilakukan uji. Pengujian dapat dilakukan hipotesis : H0: = 0 (koefisien autokorelasi tidak signifikan) H1 : 0 (koefisien autokorelasi signifikan) Statistik uji yang digunakan adalah : dengan. Kriteria uji keputusan H0 ditolak jika. 2.7 Partial Autocorrelation Function/Fungsi Autokorelasi Parsial (PACF) Autokorelasi parsial merupakan korelasi antara dan dengan mengabaikan ketidakbebasan. Autokorelasi parsial digunakan untuk mengukur derajat asosiasi antara dan, ketika efek dari rentang/jangka waktu (time lag) 1,2,3,...,k-1 dianggap terpisah. Ada beberapa prosedur untuk menentukan bentuk PACF yang salah satunya akan dijelaskan sebagai berikut. Menurut (Wei, 1989) fungsi autokorelasi parsial dapat dinotasikan dengan :... (2.16) Misalkan adalah proses yang stasioner dengan, selanjutnya dapat dinyatakan sebagai proses linier :...(2.17) Dengan adalah parameter regresi ke-i dan adalah nilai kesalahan yang tidak berkorelasi dengan untuk j=1,2,...,k. Dengan mengalikan

13 20 pada kedua ruas persaman (2.18) dan menghitung nilai nol harapannya (expected value), diperoleh : dan...(2.18) untuk j=1,2,...k, diperoleh sistem persamaan berikut : dengan menggunakan aturan Cramer, berturut turut k=1,2,...,n diperoleh

14 21 Karena merupakan fungsi atas k, maka disebut fungsi autokorelasi parsial. Hipotesis untuk menguji koefisien autokorelasi parsial sebagai berikut : H0 : = 0 H1 : 0 Statistik uji yang digunakan : dengan. Kriteria uji : tolak H0 jika, dengan derajat bebas df=n-1, n adalah banyaknya data (Wei, 2006). 2.8 Proses White Noise Suatu proses {εt} disebut white noise jika merupakan barisan variabel acak yang tidak berkorelasi dengan rata-rata E(εt) = 0, varians konstan Var(εt) = Oleh karena itu, suatu proses white noise {εt} adalah stasioner dengan fungsi autokovariansi (Wei, 2006). Proses white noise dengan fungsi autokorelasi sebagai berikut :

15 22 Sedangkan, proses white noise dengan fungsi autokorelasi parsial sebagai berikut : Langkah-langka pengujian white noise : 0 (residu memenuhi proses white noise) (residu tidak memenuhi proses white noise) Statistik uji yang digunakan yaitu uji Ljung Box-pierce. Rumus uji Ljung-Box atau Box-pierce (Wei,2006) : dengan...(2.19) n k = banyaknya observasi dalam runtun waktu = banyaknya lag yang diuji = nilai koefisien autokorelasi pada lag-k Kriteria uji : H0 ditolak jika Q > tabel dengan derajat bebas (db) = k - p atau p- value < dengan p adalah banyaknya parameter. Selain itu, autokorelasi residual dapat dilihat dari plot ACF residual. Apabila tidak ada lag yang keluar dari garis signifikansi, maka dapat dikatakan bahwa tidak ada autokorelasi. 2.9 Uji Normalitas Residu Uji normalitas residu dilakukan untuk mengetahui apakah galat berdistribusi normal atau tidak. Pengujian dapat dilakukan dengan analisis grafik normal probability plot. Jika residu berada di sekitar garis diagonal maka galat

16 23 berdistribusi normal. Sebaliknya, jika residu tidak berdistribusi normal, maka residu akan menyebar seperti pada gambar berikut ini. Gambar 2.5 Grafik normal probability plot 2.10 Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) merupakan model ARMA non-stasioner yang telah di differencing sehingga menjadi model stasioner. Ada beberapa model ARIMA yang dapat digunakan pada data time series, yaitu: Model Autoregressive (AR) Autoregressive adalah suatu bentuk regresi tetapi bukan yang menghubungkan variabel tak bebas, melainkan menghubungkan nilai-nilai sebelumnya pada time lag (selang waktu) yang bermacam-macam. Jadi suatu model Autoregressive akan menyatakan suatu ramalan sebagai fungsi nilai-nilai sebelumnya dari time series tertentu (Makridakis, 1995).

17 24 Model Autogressive (AR) dengan order p dinotasikan dengan AR (p). Bentuk umum model AR(p) adalah:...(2.20) Dengan : = nilai variabel pada waktu ke-t = nilai masa lalu dari time series yang bersangkutan pada waktu t. = koefisien regresi = nilai error pada waktu ke-t p = orde AR Persamaan (2.21) dapat ditulis dengan menggunakan operator B (back shift) :...(2.21) dengan mengalikan kedua ruas pada persamaan (2.16) dengan dan berdasarkan rumus (2.13) maka diperoleh :...(2.22) karena, = dan =, maka k=0 diperoleh dari :...(2.23) yang merupakan variansi dari autoregressive. Proses AR (p) terjadi jika terdapat parameter tidak nol berbeda secara signifikan dengan nol, sedangkan yang bernilai (tidak berbeda secara nyata dengan nol) untuk k > p.

18 25 Orde AR yang sering digunakan dalam analisis time series adalah p=1 atau p=2, yaitu model AR(1) dan AR(2). a. Model AR(1) Bentuk umum model AR(1) adalah :...(2.24) Karena independen dengan, maka variansinya adalah : Atau ( dan supaya berhingga dan tidak negatif, maka haruslah. Ketidaksamaan inilah yang merupakan syarat agar runtun waktunya stasioner. Dengan mengambil nilai harapan dari persamaan umum AR(1) diatas maka diperoleh :...(2.25) Fungsi autokorelasinya adalah yang menjamin bahwa dan independen. Persamaan tersebut merupakan persamaan differensi derajat satu yang mempunyai penyelesaian dan untuk maka Fungsi autokorelasi parsial dari AR(1) adalah untuk k=1 dan untuk k > 1, maka Persamaan (2.23) dapat ditulis dengan operator back shift (B), menjadi :...(2.26)

19 26 b. Model AR(2) Bentuk umum model Autoregressive orde 2 atau AR(2), yaitu :...(2.27) Dengan mengambil ekspektasi dari persamaan (2.28), maka diperoleh : Untuk stasioneritas dapat disimpulkan bahwa. Dengan mengalikan persamaan (2.28) dengan dan mengambil ekspektasinya diperoleh untuk k = 0. atau, dan untuk, maka atau yang merupakan persamaan differensi derajat dua yang dapat diselesaikan. Tetapi dalam praktiknya akan lebih mudah jika dimulai dengan :...(2.28)...(2.29) diperoleh : Dengan menstabilkan persamaan (2.30) pada persamaan variansinya, maka agar faktor dalam penyebut positif, maka haruslah

20 27 persamaan (2.30) dapat ditulis dengan operator back shift (B), menjadi :...(2.30) Model Moving Average (MA) Moving Average (MA) merupakan nilai time series pada waktu t yang dipengaruhi oleh unsur kesalahan pada saat ini dan unsur kesalahan terbobot pada masa lalu (Makridakis, 1999). Model Moving Average (MA) order q, dinotasikan menjadi MA(q). Secara umum, model MA(q) adalah:...(2.31) Dengan : = nilai variabel pada waktu ke-t = nilai-nilai pada error pada waktu t, t-1,t-2,...,t-q dan diasumsikan white noise dan normal. = koefisien regresi, i=1,2,3,...,q = nilai error pada waktu ke-t q = orde MA menjadi : Persamaan (2.32) dapat ditulis menggunakan operator back shift (B), dengan merupakan operator MA(q). Fungsi autokovariansi dari proses moving average orde q

21 28 Oleh karena itu, variansi dari proses ini adalah : dan....(2.32) Jadi fungsi autokorelasinya dari proses MA(q) adalah :...(2.33) Karena, proses moving average berhingga selalu stasioner. Proses moving average invertible jika akar-akar dari berada diluar lingkaran satuan. Secara umum, orde MA yang sering digunakan dalam analisis time series adalah q=1 atau q=2. yaitu MA(1) dan MA(2). Sehingga model Moving Average MA(1) adalah :...(2.34) Persamaan (2.35) dapat ditulis dengan operator B (back shift), menjadi : Rata-rata ( adalah dan untuk semua k. Variansi (,

22 29 Sedangkan model Moving Average orde 2, MA(2) adalah :...(2.35) Persamaan (2.36) dapat ditulis dengan operator B (back shift), menjadi : Sebagai model moving average orde berhingga, proses MA(2) selalu stasioner Model Campuran AR(p) dan MA(q) / ARMA(p,q) Unsur dasar dari model AR dan MA dapat dikombinasikan untuk menghasilkan berbagai macam model yang merupakan gabungan kedua model Autoregressive (AR) dan Moving Average (MA). Bentuk umum dari Autoregressive (AR) dengan Moving Average (MA) yang dinotasikan ARMA (p,q) adalah sebagai berikut:...(2.36) Dengan : = nilai variabel pada wakyu ke-t = koefisien autoregressive ke-i, i=1,2,3,...,p p q = orde AR = orde MA = parameter model MA ke-i, i= 1,2,3,...,q = nilai galat pada waktu ke-t Model ini dapat ditulis dalam bentuk : untuk stasioneritas memerlukan akar-akar terletak diluar lingkaran satuan sedangkan untuk invertibilitas memerlukan akar-akar terletak diluar

23 30 lingkaran. Dengan mengambil ekspektasi persamaan diatas, diperoleh karena Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) Hasil modifikasi model ARMA (p,q) dengan memasukkan operator differencing menghasilkan persamaan model ARIMA, adanya unsur differencing karena merupakan syarat untuk menstasionerkan data, dalam notasi operator shift mundur, differencing dapat ditulis, dimana merupakan data hasil differencing sebanyak d kali dan operator differencing. Yang dinotasikan dengan model ARIMA (p,d,q) : Dimana : Dengan p q = orde dari AR = orde dari MA = koefisien orde p = koefisien orde q B = backward shift

24 31 = orde differencing non musiman = besarnya pengamatan (kejadian) pada waktu ke-t = suatu proses white noise atau galat pada waktu ke-t yang diasumsikan mempunyai mean 0 dan variansi konstan 2.11 Proses Pemodelan Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) Metode ARIMA berbeda dengan metode peramalan lain karena metode ini tidak menyaratkan suatu pola data tertentu, sehingga model dapat dipakai untuk semua tipe pola data. Metode ARIMA akan bekerja dengan baik jika data dalam time series yang digunakan bersifat dependen atau berhubungan satu sama lain secara statistik. Secara umum model ARIMA ditulis dengan ARIMA (p,d,q) yang artinya model ARIMA dengan derajat AR(p), derejat pembeda d, dan derajat MA(q). Langkah-langkah pembentukan model secara iteratif adalah sebagai berikut : 1. Identifikasi Model Langkah pertama dalam pembentukan model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) adalah pembentukan plot data time series. Pembuatan plot data time series bertujuan untuk mendeteksi stasioneritas data time series. Data dikatakan stasioner jika pola data tersebut berada disekitar nilai rata-rata dan variansi yang konstan selama waktu tertentu. Selain itu, stasioneritas dapat dilihat dari plot Autocorrelation Function (ACF) data tersebut (Gambar 2.2). Kestasioneran suatu time series dapat dilihat dari plot ACF yaitu koefisien autokorelasinya menurun menuju nol dengan cepat, biasanya setelah lag ke-2 atau ke-3. Bila data tidak statsioner maka dapat dilakukan pembedaan atau

25 32 differencing, orde pembedaan sampai deret menjadi stasioner dapat digunakan untuk menentukan nilai d pada ARIMA (p,d,q) 2. Menentukan Orde Autoregressive (AR) dan Moving Average (MA) Model AR dan MA dari suatu time series dapat dilakukan dengan melihat grafik ACF dan PACF. a. Jika terdapat lag autokorelasi sebanyak q yang berbeda dari nol secara signifikan maka prosesnya adalah MA (q). b. Jika terdapat lag autokorelasi parsial sebanyak p yang berbeda dari nol secara signifikan maka prosesnya adalah AR (p). Secara umum jika terdapat lag autokorelasi sebanyak q yang berbeda dari nol secara signifikan dan d pembedaan maka prosesnya adala ARIMA (p,d,q) c. Jika terdapat lag PACF sebanyak p, lag ACF sebanyak q yang berbeda dari nol secara signifikan maka prosesnya adalah ARMA (p,q), dan d sebagai pembedaan maka prosesnya adalah ARIMA (p,d,q) 3. Estimasi Parameter Ada dua cara yang mendasar untuk mendapatkan parameter-parameter tersebut : a. Dengan cara mencoba-coba (trial and error), menguji beberapa nilai yang berbeda dan memilih satu nilai tersebut (atau sekumpulan nilai, apabila terdapat lebih dari satu parameter yang akan ditaksir) yang meminimumkan jumlah kuadrat nilai sisa (sum of squared residual).

26 33 b. Perbaikan secara iteratif, memilih taksiran awal dan kemudian membiarkan program komputer memperhalus penaksiran tersebut secara iteratif. Metode yang digunakan untuk mengestimasi parameter autoregressive yaitu metode kuadrat terkecil (least squared method). Model AR (p) dinyatakan dalam bentuk:...(2.37) Dari n observasi parameter dapat diestimasi dengan meminimumkan jumlah kuadrat residual Sum Squared Error (SSE)...(2.38) Sebagai contoh, diketahui model AR(1)...(2.39) Sehingga di peroleh galat untuk mengestimasi parameter dengan meminimumkan jumlah kuadrat residual...(2.40) - Estimator untuk parameter dinyatakan sebagai...(2.41)

27 34 4. Pemeriksaan Diagnostik Setelah berhasil mengestimasi nilai-nilai parameter dari model ARIMA yang ditetapkan sementara, selanjutnya perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik untuk membuktikan bahwa model tersebut cukup memadai dan menentukan model mana yang terbaik digunakan untuk peramalan (Makridakis, 1999). Pemeriksaan diagnostik ini dapat dilakukan dengan mengamati apakah residual dari model terestimasi merupakan proses white noise atau tidak. Model dikatakan baik jika nilai error bersifat random, artinya sudah tidak mempunyai pola tertentu lagi. Dengan kata lain model yang diperoleh dapat menangkap dengan baik pola data yang ada. Statistika uji Q Box- Pierce dapat digunakan untuk menguji kelayakan model, yaitu dengan menguji apakah sekumpulan korelasi diri untuk nilai sisa tersebut tidak nol. Statistik uji Q Box-Pierce menyebar mengikuti sebaran dengan derajat bebas (m p - q), dimana m adalah maksimum yang diamati, p adalah ordo AR, dan q adalah ordo MA. Jika nilai Q lebih besar dari nilai untuk tingkat kepercayaan tertentu atau nilai peluang statistik Q lebih kecil dari taraf nyata, maka dapat disimpulkan bahwa model tidak layak. persamaan statistik uji Box dan Pierce menurut (Makridakis, 1995) adalah :...(2.42) Dengan : = nilai korelasi diri pada lag ke-k n d = banyaknya amatan pada data awal = ordo pembedaan

28 35 m = lag maksimal 5. Kriteria Pemilihan Model Terbaik Salah satu kriteria pemilihan model yang dapat digunakan untuk model terbaik adalah berdasarkan kesalahan peramalan, semakin kecil nilai MSE maka semakin baik model itu untuk dipilih yaitu :...(2.43) Dengan : n = Jumlah sampel = Nilai aktual harga open emas = Nilai Prediksi harga open emas Pada pemilihan metode terbaik (metode yang paling sesuai) yang digunakan untuk meramalkan suatu data dapat dipertimbangkan dengan meminimumkan kesalahan (error) yang mempunyai ukuran kesalahan model terkecil. 6. Peramalan dengan Model ARIMA Notasi yang digunakan dalam ARIMA adalah notasi yang mudah dan umum. Misalkan model ARIMA (0,1,1)(0,1,1) 12 dijabarkan sebagai berikut :...(2.44) Tetapi untuk menggunakannya dalam peramalan mengharuskan dilakukan sesuatu penjabaran dari persamaan tersebut dan menjadikannya sebuah persamaan regresi yang lebih umum. untuk model diatas bentuknya adalah :...(2.45)

29 36 Untuk meramalkan satu periode ke depan, yaitu maka seperti pada persamaan berikut :...(2.46) Nilai tidak akan diketahui, karena nilai yang diharapkan untuk kesalahan random pada masa yang akan datang harus ditetapkan sama dengan nol. Akan tetapi dari model yang disesuaikan (fitted model) kita boleh mengganti nilai dengan nilai-nilai yang ditetapkan secara empiris (seperti yang diperoleh setelah iterasi terakhir algoritma Marquardt). Tentu saja bila kita meramalkan jauh ke depan, tidak akan kita peroleh nilai empiris untuk sesudah beberapa waktu, dan oleh sebab itu nilai harapan mereka akan seluruhnya nol. Untuk nilai X, pada awal proses peramalan, kita akan mengetahui nilai. Akan tetapi sesudah beberapa saat, nilai X akan berupa nilai ramalan (forecasted value), bukan nilai-nilai masa lalu yang telah diketahui Artificial Neural Network (ANN) Artificial neural network atau juga disebut dengan jaringan syaraf tiruan (JST) adalah sistem pemroses informasi yang memiliki karakteristik mirip dengan jaringan syaraf biologi. Neural network telah diaplikasikan dalam berbagai bidang diantaranya pattern recognition, medical diagnostic, signal processing, dan peramalan. Meskipun banyak aplikasi menjanjikan yang dapat dilakukan oleh neural network, namun neural network juga memiliki beberapa keterbatasan umum, yaitu ketidak akuratan hasil yang diperoleh. Neural network bekerja berdasarkan pola yang terbentuk pada inputnya.

30 37 Neural network terdiri atas elemen-elemen untuk pemrosesan informasi yang disebut dengan neuron, unit, sel atau node (Fausset, 1994). Setiap neuron dihubungkan dengan neuron lainnya dengan suatu connection link, yang direpresentasikan dengan weight/bobot. Metode untuk menentukan nilai weight disebut dengan training, learning atau algoritma. Setiap neuron menggunakan fungsi aktivasi pada net input untuk menentukan prediksi output. Neuron-neuron dalam neural network disusun dalam grup, yang disebut dengan layer (lapis). Susunan neuron-neuron dalam lapis dan pola koneksi di dalam dan antar lapis disebut dengan arsitektur jaringan. Arsitektur ini merupakan salah satu karakteristik penting yang membedakan neural network. Secara umum ada tiga lapis yang membentuk neural network : 1. Lapis input Unit-unit di lapisan input disebut unit-unit input. Unit-unit input tersebut menerima pola inputan dari luar yang menggambarkan suatu permasalahan. banyak node atau neuron dalam lapis input tergantung pada banyaknya input dalam model dan setiap input menentukan satu neuron. 2. Lapis tersembunyi (hidden layer) Unit-unit dalam lapisan tersembunyi disebut unit-unit tersembunyi, dimana outputnya tidak dapat diamati secara langsung. Lapis tersembunyi terletak di antara lapis input dan lapis output, yang dapat terdiri atas beberapa lapis tersembunyi.

31 38 3. Lapis output Unit-unit dalam lapisan output disebut unit-unit output. Output dari lapisan ini merupakan solusi neural network terhadap suatu permasalahan. Setelah melalui proses training, network merespon input baru untuk menghasilkan output yang merupakan hasil peramalan Arsitektur Neural Network Pengaturan neuron ke dalam lapisan, pola hubungan dalam lapisan, dan diantara lapisan disebut arsitektur neural network (Fausset, 1994). Arsitektur jaringan neural network diilustrasikan dalam Gambar 2.6 yang terdiri dari unit input, unit output, dan satu unit tersembunyi. Neural network sering diklasifikasikan sebagai single layer dan multilayer Gambar 2.6 Arsitektur jaringan neural network sederhana a. Single layer Sebuah jaringan single layer memiliki satu lapisan bobot koneksi (Fausset, 1994). Ciri khas dari single layer terlihat dalam Gambar 2.6, dimana unit input yang menerima sinyal dari dunia luar terhubung ke unit output tetapi tidak

32 39 terhubung ke unit input lain, dan unit-unit output yang terhubung ke unit output lainnya. Gambar 2.7 Arsitektur jaringan neural network single layer b. Multilayer Jaringan multilayer adalah jaringan dengan satu atau lebih lapisan tersembunyi antara unit input dan unit output (Fausset, 1994). Biasanya, ada lapisan bobot antara dua tingkat yang berdekatan unit (input, tersembunyi, atau output). Jaringan multilayer yang di illustrasikan pada Gambar 2.8 memecahkan masalah yang lebih rumit dari pada jaring single layer, dan juga pelatihannya mungkin lebih sulit. Gambar 2.8 Arsitektur jaringan neural network multilayer

33 Metode Pelatihan Selain arsitektur, metode pengaturan nilai bobot (training) merupakan karakteristik yang penting dalam jaringan neural network (Fausset, 1994). Metode pelatihan pada neural network dibagi menjadi dua jenis, yaitu : a. Pelatihan Terawasi Pelatihan ini dilakukan dengan adanya urutan vektor pelatihan, atau pola yang masing-masing terkait dengan vektor target output. Bobot kemudian disesuaikan untuk algoritma pembelajaran. Proses ini dikenal sebagai pelatihan terawasi. b. Pelatihan tak Terawasi Pada pelatihan ini jaring saraf mengatur segala kinerja dirinya sendiri, mulai dari masukan vektor hingga menggunakan data training untuk melakukan pembelajaran Fungsi Aktivasi Fungsi aktivasi yang akan menentukan apakah sinyal dari input neuron akan diteruskan atau tidak. Ada beberapa fungsi aktivasi yang sering digunakan dalam neural network, antara lain: a. Fungsi undak biner (Threshold) Fungsi undak biner dengan menggunakan nilai ambang sering juga disebut dengan fungsi nilai ambang (Threshold) atau fungsi Heaviside.

34 41 Gambar 2.9 fungsi aktivasi undak biner (threshold) Fungsi undak biner (dengna nilai ambar θ) dirumuskan sebagai : b. Fungsi Linear (Identitas) Fungsi linear memiliki nilai output yang sama dengan nilai inputnya. Fungsi ini dirumuskan sebagai : = Gambar 2.10 fungsi aktivasi linear (identitas)

35 42 c. Fungsi Sigmoid Biner Fungsi ini digunakan untuk jaringan syaraf yang dilatih dengan menggunakan metode backpropagation. Fungsi sigmoid biner memiliki nilai pada range 0 sampai 1. Oleh karena itu, fungsi ini sering digunakan untuk jaringan syaraf yang membutuhkan nilai output yang terletak pada interval 0 sampai 1. Namun, fungsi ini bisa juga digunakan oleh jaringan syaraf yang nilai outputnya 0 atau 1. Fungsi sigmoid biner dirumuskan sebagai :...(2.47) dengan :...(2.48) d. Fungsi Sigmoid Bipolar Fungsi sigmoid bipolar hampir sama dengan fungsi sigmoid biner, hanya saja output dari fungsi ini memiliki range antara 1 sampai -1. Fungsi sigmoid bipolar dirumuskan sebagai :...(2.49) dengan :...(2.50) Fungsi ini sangat dekat dengan fungsi hyperbolic tangent. Keduanya memiliki range antara -1 sampai 1. Untuk fungsi hyperbolic tangent, dirumuskan sebagai :...(2.51) atau :

36 43...(2.52) dengan :...(2.53) Model Feedforward Neural Network dengan Algoritma backpropagation Secara umum, proses bekerjanya jaringan neural network menyerupai cara otak manusia memproses data input sensorik, diterima sebagai neuron input. Selanjutnya neuron saling berhubungan dengan sinapsis (node), dan sinyal dari neuron bekerja secara paralel digabungkan untuk menghasilkan informasi maupun reaksi. Feedforward Neural Network (FFNN) merupakan salah satu model neural network yang banyak dipakai dalam berbagai bidang. Arsitektur model FFNN terdiri atas satu lapis input, satu atau lebih lapis tersembunyi, dan satu lapis output. Dalam model ini, perhitungan respon atau output dilakukan dengan memproses input x mengalir dari satu lapis maju ke lapis berikutnya secara berurutan. Single layer feedforward dengan satu neuron pada lapisan tersembunyi adalah jaringan saraf yang paling dasar dan umum digunakan dalam ekonomi dan aplikasi keuangan. Kompleksitas dari arsitektur FFNN tergantung pada jumlah lapis tersembunyi dan jumlah neuron pada masing-masing lapis. Gambar 2.11 adalah arsitektur feedforward neural network dengan n buah masukan (ditambah sebuah bias), sebuah lapisan tersembunyi yang terdiri dari p unit (ditambah sebuah bias), serta m buah unit keluaran.

37 44 Gambar 2.11 Arsitektur Feedforward Neural Network 1. Algoritma Backpropagtion Algoritma pelatihan Backpropagation (BP) adalah salah satu algoritma dengan multilayer percepton yang pertama kali dirumuskan oleh Werbos dan dipopulerkan oleh Rumelhart dan McClelland untuk dipakai pada neural network. Backpropagation neural network merupakan tipe jaringan saraf tiruan yang menggunakan metode pembelajaran terawasi. Algoritma BP juga banyak dipakai pada aplikasi pengaturan karena proses pelatihannya didasarkan pada hubungan yang sederhana, yaitu jika keluaran memberikan hasil yang salah, maka penimbang dikoreksi supaya errornya dapat diperkecil dan respon jaringan selanjutnya diharapkan akan lebih mendekati harga yang benar. BP juga berkemampuan untuk memperbaiki penimbang pada lapisan tersembunyi (hidden layer). Algoritma Backpropagation disebut sebagai propagasi balik karena ketika jaringan diberikan pola masukan sebagai pola pelatihan maka pola tersebut menuju ke unit-unit pada lapisan tersembunyi untuk diteruskan ke unit-unit. lapisan keluaran. Selanjutnya, unit-unit lapisan keluaran memberikan tanggapan

38 45 yang disebut sebagai keluaran jaringan. Saat keluaran jaringan tidak sama dengan keluaran yang diharapkan maka keluaran akan menyebar mundur (backward) pada lapisan tersembunyi diteruskan ke unit pada lapisan masukan. Oleh karenanya mekanisme pelatihan tersebut dinamakan backpropagation. Tahap pelatihan ini merupakan langkah bagaimana suatu jaringan saraf itu berlatih, yaitu dengan cara melakukan perubahan penimbang (sambungan antar lapisan yang membentuk jaringan melalui masing-masing unitnya). Sedangkan pemecahan masalah baru akan dilakukan jika proses pelatihan tersebut selesai, fase tersebut adalah fase mapping atau proses pengujian/testing. Algoritma Pelatihan Backpropagation terdiri dari dua proses, feedforward dan backpropagation dari errornya. Algoritmanya sebagai berikut (Fausset, 1994): Terdapat tiga fase dalam pelatihan backpropagation yaitu : 1. Fase 1, yaitu Feedforward atau propagasi maju Dalam propagasi maju, setiap sinyal masukan dipropagasi (dihitung maju) ke layar tersembunyi hingga layar keluaran dengan menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. 2. Fase 2, yaitu backpropagation atau propagasi mundur Kesalahan (selisih antara keluaran jaringan dengan target yang diinginkan) yang terjadi dipropagasi mundur mulai dari garis yang berhubungan langsung dengan unit-unit di layar keluaran.

39 46 3. Fase 3, yaitu perubahan bobot Pada fase ini dilakukan modifikasi bobot untuk menurunkan kesalahan yang terjadi. Ketiga fase tersebut diulang-ulang terus hingga kondisi penghentian dipenuhi. Algoritma pelatihan untuk jaringan dengan satu layar tersembunyi (dengan fungsi aktivasi sigmoid biner) adalah sebagai berikut : Langkah 1 : Inisialisasi semua bobot dengan bilangan acak kecil. Langkah 2 : Jika kondisi penghentian belum terpenuhi, lakukan langkah 2 sampai langkah 9. Langkah 3 : Untuk setiap pasang data pelatihan lakukan langkah 3 sampai langkah 8. Fase I : Feedforward Langkah 4 : Tiap unit masukan menerima sinyal dan meneruskannya ke unit tersembunyi diatasnya. Langkah 5 : Hitung semua keluaran di unit tersembunyi....(2.54) gunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal outputnya :...(2.55) dan kirimkan sinyal tersebut ke semua unit lapisan atasnya (unit-unit output). Langkah ini dilakukan sebanyak jumlah lapisan tersebunyi. Langkag 6 :Hitung semua keluaran jaringan unit...(2.56)

40 47 gunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal outputnya :...(2.57) Fase II : Backpropagation Langkah 7 : Hitung faktor δ unit keluaran berdasarkan kesalahan disetiap unit keluaran...(2.58) merupakan unit kesalahan yang akan diperbaiki dalam perubahan bobot layar dibawahnya (langkah 7). kemudian hitung suku perubahan bobot (yang akan dipakai nanti untuk merubah bobot ) dengan laju percepatan...(2.59) kemudian hitung suku perubahan bias (yang akan dipakai nanti untuk memperbaiki )...(2.60) Langkah 8 : Hitung faktor unit δ tersembunyi berdasarkan kesalahan di setiap unit tersembunyi...(2.61) Faktor unit tersembunyi :...(2.62) Hitung suku perubahan bobot (yang akan dipakai nanti untuk merubah bobot )...(2.63)

41 48 kemudian hitung suku perubahan bias (yang akan dipakai nanti untuk merubah bobot )...(2.64) Fase III : Perubahan bobot Langkah 9 : Tiap-tiap unit output memperbaiki bobotnya...(2.65) Perubahan bobot garis yang menuju unit tersembunyi :...(2.66) Langkah 10 : Setelah diperoleh bobot yang baru dari hasil perubahan bobot, fase pertama dilakukan kembali kemudian dibandingkan hasil keluaran dengan target apabila hasil keluaran telah sama dengan target dan toleransi error maka proses dihentikan. Model FFNN algoritma backpropagation secara sistematis dapat dituliskan sebagai berikut :...(2.67) Membangun Jaringan Feedforward Neural Network dengan algoritma backpropagation Membangun jaringan feedforward neural network dengan algoritma backpropagation memerlukan beberapa langkah. Penulis membagi langkahlangkah tersebut kedalam beberapa tahap yaitu sebagai berikut :

42 49 a. Menentukan input Jaringan Dalam menentukan input jaringan dari data open emas, yang menjadi variabel input yaitu harga open emas hari kemarin sebagai x1, dan harga open emas berupa data hari sekarang sebagai x2. Sedangkan data target adalah data hari esok. Data input yang telah dipilih dinormalisasi dengan perintah prestd dalam MATLAB. Fungsi aktivasi yang digunakan pada lapis tersembunyi yaitu sigmoid biner (tansig), sedangkan pada lapis output menggunakan fungsi aktivasi linier (purelin). Pembelajaran backpropagation dilakukan dengan menentukan banyaknya neuron pada lapis tersembunyi. b. Pembagian data Data yang ada dibagi menjadi 2 yaitu training dan data testing. Beberapa komposisi data training dan testing yang sering digunakan adalah 80% untuk training dan 20% untuk data testing, 75% untuk data training dan 25% untuk data testing, atau 50% data training dan 50% untuk data testing. Komposisi ini bersifat bebas. c. Normalisasi data Sebelum melakukan pembelajaran maka data perlu dinormalisasikan. Normalisasi data dilakukan karena normalisasi sangat dibutuhkan pada jaringan syaraf tiruan yang menggunakan fungsi aktifasi sigmoid. Hal ini dapat dilakukan dengan meletakkan data-data input dan target pada range tertentu. Proses normalisasi dapat dilakukan dengan bantuan mean dan standar deviasi. Perhitungan nilai rata-rata...(2.68)

43 50 Perhitungan nilai variansi...(2.69) Perhitungan normalisasi...(2.70) dengan : n = Banyaknya data = rata-rata data = pengamatan pada waktu t = variansi s = simpangan baku Proses normalisasi data dengan bantuan mean dan standar deviasi menggunakan perintah prestd pada MATLAB yang akan membawa data ke dalam bentuk normal. Berikut perintahnya: [pn, meanp, stdp, tn, meant, stdt] = prestd (P,T) dengan P T = matriks input = matriks target Fungsi pada matlab akan menghasilkan: Pn = matriks input yang ternormalisasi (mean = 0, deviasi standar = 1) tn = matriks target yang ternormalisasi (mean=0,deviasi standar = 1) meanp = mean pada matriks input asli (p) stdp = deviasi standar pada matriks input asli (p) meant = mean pada matriks target asli (t)

44 51 stdt = deviasi standar pada matriks target asli (t) d. Menentukan Model FFNN yang Optimal dengan Algorit backpropagation Sebuah jaringan harus dibentuk dengan menentukan input dari jaringan tersebut. Input diketahui dari plot ACF dan PACF yang telah dijelaskan sebelumnya. Jika input sudah diketahui, maka neuron pada lapis tersembunyi harus ditentukan. Penentuan neuron pada lapis tersembunyi dengan cara mengestimasi. Arsitektur jaringan yang sering digunakan oleh algoritma backpropagation adalah jaringan feedforward dengan banyak lapisan. Untuk membangun suatu jaringan feedforward digunakan perintah newff pada MATLAB, yaitu net = newff(pr,[s1 S2... SN1],{TF1 TF2... TFN1},BTF,BLF,PF) dengan : PR = matriks berukuran Rx2 yang berisi nilai minimum dan maksimum, dengan R adalah jumlah variabel input Si = jumlah neuron pada lapisan ke-i, dengan = 1,2,..., 1 TFi = fungsi aktivasi pada lapisan ke-i, dengan = 1,2,..., 1 BTF BLF PF = fungsi pelatihan jaringan (default :trainlm) = fungsi pelatihan untuk bobot (default : learngdm) = fungsi kinerja (default: mse) Fungsi aktivasi TFi harus merupakan fungsi yang dapat dideferensialkan, seperti tansig, logsig atau purelin. Fungsi pelatihan BTF dapat digunakan fungsi

45 52 fungsi pelatihan untuk backpropagation, seperti trainlm, trainbfg, trainrp atau traind. Proses membangun jaringan feedforward neural network dengan algoritma backpropagation terdiri atas : 1) Menentukan banyaknya neuron pada lapis tersembunyi Jaringan yang dibangun akan dinilai keakuratannya dengan menentukan neuron terbaik pada lapisan tersembunyi. Indikator pemilihan penilaian yang digunakan adalah MAPE, MSE dan MAD. Berdasarkan nilai indikator yang terendah dari proses pembelajaran, maka diperoleh jaringan yang terbaik. Dalam skripsi ini, penulis menggunakan MSE sebagai indikatornya. Rumus MSE bisa dilihat pada persamaan (2.44) 2) Menentukan input yang optimal Jaringan yang akan dibangun seharusnya berdasarkan input yang sederhana namun optimal, untuk itu perlu dilalukan pengecekan terhadap input jaringan. Untuk mendapatkan input yang optimal perlu dilakukan pengeliminasian terhadap input. Indikator dari optimalnya dilihat dari MSE yang diperoleh setelah melakukan pelatihan. Input yang optimal yaitu ketika MSE yang diperoleh sangat kecil atau paling kecil. 3) Menentukan bobot model Penentuan bobot model bergantung pada pemilihan parameter pembelajaran.pemilihan parameter pembelajaran adalah proses yang penting ketika melakukan pembelajaran. Dalam membentuk suatu jaringan, model yang kurang baik dapat diperbaiki dengan paramerer-parameter secara trial and error

46 53 untuk mendapatkan nilai bobot optimum supaya MSE jaringan dapat diperbarui. Adapun untuk parameter-parameter yang perlu diatur ketika melakukan pembelajaran traingdx adalah (Sri Kusumadewi, 2004) : a) Maksimum epoh Maksimum epoh adalah jumlah epoh maksimum yang boleh dilakukan selama proses pelatihan. Iterasi akan terhenti apabila nilai epoh melebihi maksimum epoh. Perintah di MATLAB: net.trainparam.epochs = MaxEpoh Nilai default untuk maksimum epoh adalah 10 b) Kinerja tujuan Kinerja tujuan adalah target nilai fungsi kinerja. Iterasi akan dihentikan apabila nilai fungsi kinerja kurang dari atau sama dengan kinerja tujuan. Perintah di MATLAB :net.trainparam.goal = TargetError Nilai default untuk kinerja tujuan adalah 0. c) Learning rate Learning rate adalah laju pembelajaran. Semakin besar learning rate akan berimplikasi pada semakin besar langkah pembelajaran. Perintah di MATLAB :net.trainparam.ir = LearningRate. Nilai default untuk learning rate adalah 0,01. d) Rasio untuk menaikkan learning rate Rasio yang berguna sebagai faktor pengali untuk menaikkan learning rate apabila learning rate yang ada terlalu rendah atau mencapai kekonvergenan. Perintah di MATLAB :net.trainparam.ir_inc =IncLearningRate

47 54 Nilai default untuk rasio menaikkan learning rate adalah 1,05. e) Rasio untuk menurunkan learning rate Rasio yang berguna sebagai faktor pengali untuk menurunkan learning rate apabila learning rate yang ada terlalu tinggi atau menuju ke ketidakstabilan. Perintah di MATLAB :net.trainparam.ir_decc =DecLearningRate Nilai default untuk rasio penurunan learning rate adalah 0,7. f) Maksimum kegagalan Maksimum kegagalan diperlukan apabila pada algoritma disertai dengan validitas (optional). Maksimum kegagalan adalah ketidakvalitan terbesar yang diperbolehkan. Apabila gradient pada iterasi ke-k lebih besar daripada gradien iterasi ke-(k-1), maka kegagalannya akan bertambah 1. Iterasi akan dihentikan apabila jumlah kegagalan lebih dari maksimum kegagalan. Perintah di MATLAB: net.trainparam.max_fail =MaxFaile Nilai default untuk maksimum kegagalan adalah 5. g) Maksimum kenaikan kerja Maksimum kenaikan kerja adalah nilai maksimum kenaikan error yang diijinkan, antara error saat ini dan error sebelumnya. PerintahdiMATLAB :net.trainparam.max_perf_inc =MaxPerfInc Nilai default untuk maksimum kenaikan kinerja adalah 1,04. h) Gradien minimum Gradien minumum adalah akar dari jumlah kuadrat semua gradien (bobot input, bobot lapisan, bobot bias) terkecil yang diperbolehkan. Iterasi akan

48 55 dihentikan apabila nilai akar kuadrat semua gradien ini kurang dari gradien minimum. Perintah di MATLAB : net.trainparam.min_grad =MinGradien Nilai default untuk gradien minimum adalah i) Momentum Momentum adalah perubahan bobot yang baru dengan dasar bobot sebelumnya. Besarnya momentum antara 0 sampai 1. Apabila besarnya momentum = 0 maka perubahan bobot hanya akan dipengaruhi oleh gradiennya. Sedangkan, apabila besarnya momentum = 1 maka perubahan bobot akan sama dengan perubahan bobot sebelumnya. Perintah di MATLAB : net.trainparam.mc =Momentum Nilai default untuk momentum adalah 0,9. j) Jumlah epoh yang akan ditunjukkan kemajuannya Parameter ini menunjukkan berapa jumlah epoh yang berselang yang akan ditunjukkan kemajuannya. Perintah di MATLAB: net.trainparam.show =EpohShow Nilai default untuk jumlah epoh yang akan ditunjukkan adalah 25. k) Waktu maksimum untuk pelatihan Parameter ini menunjukkan waktu maksimum yang diijinkan untuk melakukan pelatihan. Iterasi akan dihentikan apabila waktu pelatihan melebihi waktu maksimum. Perintah di MATLAB: net.trainparam.time =MaxTime Nilai default untuk waktu maksimum adalah tak terbatas (inf).

49 56 Algoritma pelatihan dilakukan untuk pengaturan bobot, sehingga pada akhir pelatihan mendapatkan bobot-bobot yang baik. Selama proses pelatihan, bobot diatur secara iteratif untuk meminimumkan fungsi kinerja jaringan. Fungsi kinerja jaringan yang sering digunakan dalam backpropagation adalah mean square error (MSE), fungsi ini akan mengambil rata-rata kuadrat error yang terjadi antara output jaringan dengan target. Algoritma pelatihan yang dasar ada 2 macam (Sri Kusumadewi, 2004), yaitu: a. Incremental Mode Dalam MATLAB, perintah Incremental Mode ada 2 yaitu learngd dan learngdm. b. Batch Mode Dalam MATLAB, perintah Batch Mode ada 2 yaitu traingd dan traingdm. Dari kedua algoritma tersebut, algoritma pelatihan dasar Batch Mode yang sering digunakan. Pelatihan sederhana dengan Batch Mode menggunakan fungsi train dalam matlab sebagai berikut: net = train (net,p,t) e. Denormalisasi Setelah proses pelatihan selesai, maka data yang telah dinormalisasi dikembalikan seperti semula yang disebut denormalisasi data. Data akan di denormalisasi dengan fungsi poststd pada matlab, dengan perintah sebagai berikut : [P,T]= poststd (pn, meanp, stdp, tn, meant, stdt).

50 57 f. Uji kesesuaian model Untuk mengecek error pada struktur jaringan yang telah dibentuk dengan uji white noise. Pengujian ini dilihat dari plot ACF dan PACF dari error training apakah bersifat random atau tidak. Jika error bersifat random maka proses white noise terpenuhi sehingga jaringan layak digunakan untuk peramalan. Model backpropagation dengan p neuron tersembunyi dan input xi, secara sistematis dapat ditulis sebagai berikut :...(2.71)

Prosiding Statistika ISSN:

Prosiding Statistika ISSN: Prosiding Statistika ISSN: 2460-6456 Pemodelan Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) dan Feedforwar Neural Network (FFNN) dengan Algoritma Backpropagation untuk Meramalkan Harga Open Emas Dunia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Deret Waktu (Time Series) Dalam statistika, deret wktu atau time series merupakan rangkaian data yang berupa nilai pengamatan yang diukur selama kurun waktu tertentu,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan teori-teori yang menjadi dasar dan landasan dalam penelitian sehingga membantu mempermudah pembahasan selanjutnya. Teori tersebut meliputi arti dan peranan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan satu definisi variabel operasional yaitu ratarata temperatur bumi periode tahun 1880 sampai dengan tahun 2012. 3.2 Jenis dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Peramalan Peramalan digunakanan sebagai acuan pencegah yang mendasari suatu keputusan untuk yang akan datang dalam upaya meminimalis kendala atau memaksimalkan pengembangan baik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perubahan harga yang dibayar konsumen atau masyarakat dari gaji atau upah yang

TINJAUAN PUSTAKA. perubahan harga yang dibayar konsumen atau masyarakat dari gaji atau upah yang II.. TINJAUAN PUSTAKA Indeks Harga Konsumen (IHK Menurut Monga (977 indeks harga konsumen adalah ukuran statistika dari perubahan harga yang dibayar konsumen atau masyarakat dari gaji atau upah yang didapatkan.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Defenisi Peramalan Peramalan adalah suatu kegiatan dalam memperkirakan atau kegiatan yang meliputi pembuatan perencanaan di masa yang akan datang dengan menggunakan data masa lalu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini, peneliti akan memberikan penjelasan tentang teori metode backpropagation jaringan syaraf tiruan dan metode deret berkala ARIMA(Boxjenkins) sehingga dapat mempermudah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Analisis ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) umumnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Analisis ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) umumnya II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stasioner Analisis ARIMA Autoregressive Integrated Moving Average umumnya mengasumsikan bahwa proses umum dari time series adalah stasioner. Tujuan proses stasioner adalah rata-rata,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun akademik 2014/2015

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun akademik 2014/2015 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun akademik 2014/2015 bertempat di Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stasioneritas Stasioneritas berarti bahwa tidak terdapat perubahan yang drastis pada data. Fluktuasi data berada di sekitar suatu nilai rata-rata yang konstan, tidak tergantung

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI Pengertian Data Deret Berkala

BAB 2 LANDASAN TEORI Pengertian Data Deret Berkala BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Data Deret Berkala Suatu deret berkala adalah himpunan observasi yang terkumpul atau hasil observasi yang mengalami peningkatan waktu. Data deret berkala adalah serangkaian

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.6. Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan syaraf tiruan atau neural network merupakan suatu sistem informasi yang mempunyai cara kerja dan karakteristik menyerupai jaringan syaraf pada

Lebih terperinci

T 11 Aplikasi Model Backpropagation Neural Network Untuk Perkiraan Produksi Tebu Pada PT. Perkebunan Nusantara IX

T 11 Aplikasi Model Backpropagation Neural Network Untuk Perkiraan Produksi Tebu Pada PT. Perkebunan Nusantara IX T 11 Aplikasi Model Backpropagation Neural Network Untuk Perkiraan Produksi Tebu Pada PT. Perkebunan Nusantara IX Oleh: Intan Widya Kusuma Program Studi Matematika, FMIPA Universitas Negeri yogyakarta

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Peramalan 2.1.1 Pengertian Peramalan Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang (Sofjan Assauri,1984). Setiap kebijakan ekonomi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Pendahuluan. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Pendahuluan. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Peramalan merupakan upaya memperkirakan apa yang terjadi pada masa mendatang berdasarkan data pada masa lalu, berbasis pada metode ilmiah dan kualitatif yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Peramalan merupakan upaya memperkirakan apa yang terjadi pada masa mendatang berdasarkan data pada masa lalu, berbasis pada metode ilmiah dan kualitatif yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. harga minyak mentah di Indonesia dari bulan Januari 2007 sampai Juni 2017.

BAB III PEMBAHASAN. harga minyak mentah di Indonesia dari bulan Januari 2007 sampai Juni 2017. BAB III PEMBAHASAN Data yang digunakan dalam bab ini diasumsikan sebagai data perkiraan harga minyak mentah di Indonesia dari bulan Januari 2007 sampai Juni 2017. Dengan demikian dapat disusun model Fuzzy

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS RUNTUN WAKTU. Laporan VI ARIMA Analisis Runtun Waktu Model Box Jenkins

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS RUNTUN WAKTU. Laporan VI ARIMA Analisis Runtun Waktu Model Box Jenkins LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS RUNTUN WAKTU Kelas A Laporan VI ARIMA Analisis Runtun Waktu Model Box Jenkins No Nama Praktikan Nomor Mahasiswa Tanggal Pengumpulan 1 29 Desember 2010 Tanda Tangan Praktikan

Lebih terperinci

PENDUGAAN DATA RUNTUT WAKTU MENGGUNAKAN METODE ARIMA

PENDUGAAN DATA RUNTUT WAKTU MENGGUNAKAN METODE ARIMA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR PENDUGAAN DATA RUNTUT WAKTU MENGGUNAKAN METODE ARIMA PENDAHULUAN Prediksi data runtut waktu.

Lebih terperinci

BAB III METODE EGARCH, JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN NEURO-EGARCH

BAB III METODE EGARCH, JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN NEURO-EGARCH BAB III METODE EGARCH, JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN NEURO-EGARCH 3.1 Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan satu definisi variabel operasional yaitu data saham Astra Internasional Tbk tanggal 2 Januari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Adapun langkah-langkah pada analisis runtun waktu dengan model ARIMA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Adapun langkah-langkah pada analisis runtun waktu dengan model ARIMA BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, akan dilakukan analisis dan pembahasan terhadap data runtun waktu. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, yaitu data

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 1 BAB 2 LANDASAN TEORI Bab ini membahas tentang teori penunjang dan penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan metode ARIMA box jenkins untuk meramalkan kebutuhan bahan baku. 2.1. Peramalan Peramalan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Perusahaan dalam era globalisasi pada saat ini, banyak tumbuh dan berkembang, baik dalam bidang perdagangan, jasa maupun industri manufaktur. Perusahaan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Arsitektur dan Model Fuzzy Neural Network untuk Klasifikasi Stadium

BAB III PEMBAHASAN. A. Arsitektur dan Model Fuzzy Neural Network untuk Klasifikasi Stadium BAB III PEMBAHASAN A. Arsitektur dan Model Fuzzy Neural Network untuk Klasifikasi Stadium Kanker Payudara Fuzzy Neural Network (FNN) adalah gabungan sistem fuzzy dengan Artificial Neural Network (ANN).

Lebih terperinci

SBAB III MODEL VARMAX. Pengamatan time series membentuk suatu deret data pada saat t 1, t 2,..., t n

SBAB III MODEL VARMAX. Pengamatan time series membentuk suatu deret data pada saat t 1, t 2,..., t n SBAB III MODEL VARMAX 3.1. Metode Analisis VARMAX Pengamatan time series membentuk suatu deret data pada saat t 1, t 2,..., t n dengan variabel random Z n yang dapat dipandang sebagai variabel random berdistribusi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manfaat Peramalan Pada dasarnya peramalan adalah merupakan suatu dugaan atau perkiraan tentang terjadinya suatu keadaan dimasa depan, tetapi dengan menggunakan metode metode tertentu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Iklim Iklim ialah suatu keadaan rata-rata dari cuaca di suatu daerah dalam periode tertentu. Curah hujan ialah suatu jumlah hujan yang jatuh di suatu daerah pada kurun waktu

Lebih terperinci

PERAMALAN HARGA EMAS MENGGUNAKAN FEEDFORWARD NEURAL NETWORK DENGAN ALGORITMA BACKPROPAGATION SKRIPSI. Universitas Negeri Yogyakarta untuk memenuhi

PERAMALAN HARGA EMAS MENGGUNAKAN FEEDFORWARD NEURAL NETWORK DENGAN ALGORITMA BACKPROPAGATION SKRIPSI. Universitas Negeri Yogyakarta untuk memenuhi PERAMALAN HARGA EMAS MENGGUNAKAN FEEDFORWARD NEURAL NETWORK DENGAN ALGORITMA BACKPROPAGATION SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peramalan merupakan studi terhadap data historis untuk menemukan hubungan, kecenderungan dan pola data yang sistematis (Makridakis, 1999). Peramalan menggunakan pendekatan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Forecasting Forecasting (peramalan) adalah seni dan ilmu untuk memperkirakan kejadian di masa yang akan datang. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan data historis dan memproyeksikannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian ini, yaitu ln return, volatilitas, data runtun waktu, kestasioneran, uji

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian ini, yaitu ln return, volatilitas, data runtun waktu, kestasioneran, uji 35 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada Bab II akan dibahas konsep-konsep yang menjadi dasar dalam penelitian ini, yaitu ln return, volatilitas, data runtun waktu, kestasioneran, uji ACF, uji PACF, uji ARCH-LM,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI PERNYATAAN... i ABSTRAK... ii KATA PENGANTAR... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semua negara mempunyai mata uang sebagai alat tukar. Pertukaran uang dengan barang yang terjadi disetiap negara tidak akan menimbulkan masalah mengingat nilai uang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 15 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Perkembangan ekonomi dan bisnis dewasa ini semakin cepat dan pesat. Bisnis dan usaha yang semakin berkembang ini ditandai dengan semakin banyaknya

Lebih terperinci

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK 2.1 KONSEP DASAR Pada penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori yang dijadikan acuan untuk menyelesaikan penelitian. Berikut ini teori yang akan digunakan penulis

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. datang. Kegunaan dari peramalan terlihat pada saat pengambilan keputusan.

BAB 2 LANDASAN TEORI. datang. Kegunaan dari peramalan terlihat pada saat pengambilan keputusan. BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Peramalan Peramalan adalah kegiatan memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang datang. Kegunaan dari peramalan terlihat pada saat pengambilan keputusan. Keputusan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. autokovarians (ACVF) dan fungsi autokorelasi (ACF), fungsi autokorelasi parsial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. autokovarians (ACVF) dan fungsi autokorelasi (ACF), fungsi autokorelasi parsial BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berikut teori-teori yang mendukung penelitian ini, yaitu konsep dasar peramalan, konsep dasar deret waktu, proses stokastik, proses stasioner, fungsi autokovarians (ACVF) dan fungsi

Lebih terperinci

PEMODELAN NEURO-GARCH PADA RETURN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA

PEMODELAN NEURO-GARCH PADA RETURN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA ISSN: 2339-2541 JURNAL GAUSSIAN, Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016, Halaman 771-780 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/gaussian PEMODELAN NEURO-GARCH PADA RETURN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER FEEDFORWARD DENGAN ALGORITMA BACKPROPAGATION SEBAGAI ESTIMASI NILAI KURS JUAL SGD-IDR

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER FEEDFORWARD DENGAN ALGORITMA BACKPROPAGATION SEBAGAI ESTIMASI NILAI KURS JUAL SGD-IDR Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia 205 STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 205 IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER FEEDFORWARD DENGAN ALGORITMA BACKPROPAGATION SEBAGAI ESTIMASI

Lebih terperinci

PENENTUAN MODEL RETURN HARGA SAHAM DENGAN MULTI LAYER FEED FORWARD NEURAL NETWORK MENGGUNAKAN ALGORITMA RESILENT BACKPROPAGATION

PENENTUAN MODEL RETURN HARGA SAHAM DENGAN MULTI LAYER FEED FORWARD NEURAL NETWORK MENGGUNAKAN ALGORITMA RESILENT BACKPROPAGATION ISSN: 2339-2541 JURNAL GAUSSIAN, Volume 5, Nomor 1, Tahun 2016, Halaman 203-209 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/gaussian PENENTUAN MODEL RETURN HARGA SAHAM DENGAN MULTI LAYER FEED FORWARD

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ramalan pada dasarnya merupakan perkiraan mengenai terjadinya suatu yang akan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ramalan pada dasarnya merupakan perkiraan mengenai terjadinya suatu yang akan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Peramalan Ramalan pada dasarnya merupakan perkiraan mengenai terjadinya suatu yang akan datang. Peramalan adalah proses untuk memperkirakan kebutuhan di masa datang

Lebih terperinci

Bab IV. Pembahasan dan Hasil Penelitian

Bab IV. Pembahasan dan Hasil Penelitian Bab IV Pembahasan dan Hasil Penelitian IV.1 Statistika Deskriptif Pada bab ini akan dibahas mengenai statistik deskriptif dari variabel yang digunakan yaitu IHSG di BEI selama periode 1 April 2011 sampai

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. FRBFNN, Arsitektur FRBFNN, aplikasi FRBFNN untuk meramalkan kebutuhan

BAB III PEMBAHASAN. FRBFNN, Arsitektur FRBFNN, aplikasi FRBFNN untuk meramalkan kebutuhan BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini berisi mengenai FRBFNN, prosedur pembentukan model FRBFNN, Arsitektur FRBFNN, aplikasi FRBFNN untuk meramalkan kebutuhan listrik di D.I Yogyakarta. A. Radial Basis Function

Lebih terperinci

Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) adl teknik untuk mencari pola yg paling cocok dari sekelompok data Model ARIMA dapat digunakan

Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) adl teknik untuk mencari pola yg paling cocok dari sekelompok data Model ARIMA dapat digunakan METODE BOX JENKINS Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) adl teknik untuk mencari pola yg paling cocok dari sekelompok data Model ARIMA dapat digunakan utk semua tipe pola data. Dapat

Lebih terperinci

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN)

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN) JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN) Marihot TP. Manalu Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, STMIK Budidarma

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Pada bab ini, dibahas mengenai model Vector Error Correction (VEC),

BAB III PEMBAHASAN. Pada bab ini, dibahas mengenai model Vector Error Correction (VEC), BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini, dibahas mengenai model Vector Error Correction (VEC), prosedur pembentukan model Vector Error Correction (VEC), dan aplikasi model Vector Error Correction (VEC) pada penutupan

Lebih terperinci

FORECASTING INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DENGAN MENGGUNAKAN METODE ARIMA

FORECASTING INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DENGAN MENGGUNAKAN METODE ARIMA FORECASTING INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DENGAN MENGGUNAKAN METODE ARIMA 1) Nurul Latifa Hadi 2) Artanti Indrasetianingsih 1) S1 Program Statistika, FMIPA, Universitas PGRI Adi Buana Surabaya 2)

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANTARA MODEL NEURAL NETWORK DAN MODEL DUANE UNTUK EVALUASI KETEPATAN PREDIKSI WAKTU KERUSAKAN SUATU KOMPONEN

PERBANDINGAN ANTARA MODEL NEURAL NETWORK DAN MODEL DUANE UNTUK EVALUASI KETEPATAN PREDIKSI WAKTU KERUSAKAN SUATU KOMPONEN Feng PERBANDINGAN ANTARA MODEL NEURAL NETWORK DAN MODEL DUANE UNTUK... 211 PERBANDINGAN ANTARA MODEL NEURAL NETWORK DAN MODEL DUANE UNTUK EVALUASI KETEPATAN PREDIKSI WAKTU KERUSAKAN SUATU KOMPONEN Tan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Peramalan Peramalan adalah kegiatan memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Ramalan adalah suatu situasi atau kondisi yang diperkirakan akan terjadi pada

Lebih terperinci

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK)

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Kompetensi : 1. Mahasiswa memahami konsep Jaringan Syaraf Tiruan Sub Kompetensi : 1. Dapat mengetahui sejarah JST 2. Dapat mengetahui macam-macam

Lebih terperinci

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL HOLT-WINTER DAN METODE DEKOMPOSISI KLASIK

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL HOLT-WINTER DAN METODE DEKOMPOSISI KLASIK BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL HOLT-WINTER DAN METODE DEKOMPOSISI KLASIK 3.1 Metode Pemulusan Eksponensial Holt-Winter Metode rata-rata bergerak dan pemulusan Eksponensial dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan sumber kas negara yang digunakan untuk pembangunan. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan

Lebih terperinci

Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation

Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation 65 Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation Risty Jayanti Yuniar, Didik Rahadi S. dan Onny Setyawati Abstrak - Kecepatan angin dan curah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. nonstasioneritas, Autocorrelation Function (ACF) dan Parsial Autocorrelation

BAB II LANDASAN TEORI. nonstasioneritas, Autocorrelation Function (ACF) dan Parsial Autocorrelation BAB II LANDASAN TEORI Pada Bab II akan dijelaskan pengertian-pengertian dasar yang digunakan sebagai landasan pembahasan pada bab selanjutnya yaitu peramalan data runtun waktu (time series), konsep dasar

Lebih terperinci

PREDIKSI HARGA SAHAM PT. BRI, Tbk. MENGGUNAKAN METODE ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average)

PREDIKSI HARGA SAHAM PT. BRI, Tbk. MENGGUNAKAN METODE ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) PREDIKSI HARGA SAHAM PT. BRI, MENGGUNAKAN METODE ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) Greis S. Lilipaly ), Djoni Hatidja ), John S. Kekenusa ) ) Program Studi Matematika FMIPA UNSRAT Manado

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Time series merupakan serangkaian observasi terhadap suatu variabel yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Time series merupakan serangkaian observasi terhadap suatu variabel yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Deret Waktu (time series) Time series merupakan serangkaian observasi terhadap suatu variabel yang diambil secara beruntun berdasarkan interval waktu yang tetap (Wei,

Lebih terperinci

MODEL FUZZY RADIAL BASIS FUNCTION NEURAL NETWORK UNTUK PERAMALAN KEBUTUHAN LISTRIK DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

MODEL FUZZY RADIAL BASIS FUNCTION NEURAL NETWORK UNTUK PERAMALAN KEBUTUHAN LISTRIK DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MODEL FUZZY RADIAL BASIS FUNCTION NEURAL NETWORK UNTUK PERAMALAN KEBUTUHAN LISTRIK DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keuntungan atau coumpouding. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keuntungan atau coumpouding. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Investasi Menurut Fahmi dan Hadi (2009) investasi merupakan suatu bentuk pengelolaan dana guna memberikan keuntungan dengan cara menempatkan dana tersebut pada alokasi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dielaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini, sehingga dapat diadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah dalam hal pembahasan

Lebih terperinci

PERAMALAN INDEKS HARGA KONSUMEN MENGGUNAKAN MODEL INTERVENSI FUNGSI STEP

PERAMALAN INDEKS HARGA KONSUMEN MENGGUNAKAN MODEL INTERVENSI FUNGSI STEP PERAMALAN INDEKS HARGA KONSUMEN MENGGUNAKAN MODEL INTERVENSI FUNGSI STEP SKRIPSI Disusun oleh : DITA RULIANA SARI NIM. 24010211140084 JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Neuro Fuzzy Neuro-fuzzy sebenarnya merupakan penggabungan dari dua studi utama yaitu fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

Lebih terperinci

Peramalan Aset dengan Memperhatikan Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Pembiayaan Perbankan Syariah di Indonesia dengan Metode Fungsi Transfer

Peramalan Aset dengan Memperhatikan Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Pembiayaan Perbankan Syariah di Indonesia dengan Metode Fungsi Transfer Peramalan Aset dengan Memperhatikan Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Pembiayaan Perbankan Syariah di Indonesia dengan Metode Fungsi Transfer 1 Faridah Yuliani dan 2 Dr. rer pol Heri Kuswanto 1,2 Jurusan Statistika

Lebih terperinci

BAB 3 MODEL FUNGSI TRANSFER MULTIVARIAT

BAB 3 MODEL FUNGSI TRANSFER MULTIVARIAT BAB 3 MODEL FUNGSI TRANSFER MULTIVARIAT Model fungsi transfer multivariat merupakan gabungan dari model ARIMA univariat dan analisis regresi berganda, sehingga menjadi suatu model yang mencampurkan pendekatan

Lebih terperinci

PREDIKSI PENDAPATAN ASLI DAERAH KALIMANTAN BARAT MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

PREDIKSI PENDAPATAN ASLI DAERAH KALIMANTAN BARAT MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION PREDIKSI PENDAPATAN ASLI DAERAH KALIMANTAN BARAT MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION Dwi Marisa Midyanti Sistem Komputer Universitas Tanjungpura Pontianak Jl Prof.Dr.Hadari Nawawi, Pontianak

Lebih terperinci

Pemodelan Autoregressive (AR) pada Data Hilang dan Aplikasinya pada Data Kurs Mata Uang Rupiah

Pemodelan Autoregressive (AR) pada Data Hilang dan Aplikasinya pada Data Kurs Mata Uang Rupiah Vol. 9, No., 9-5, Januari 013 Pemodelan Autoregressive (AR) pada Data Hilang dan Aplikasinya pada Data Kurs Mata Uang Rupiah Fitriani, Erna Tri Herdiani, M. Saleh AF 1 Abstrak Dalam analisis deret waktu

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI PENJUALAN OBAT Pada PT. METRO ARTHA PRAKARSA MENERAPKAN METODE BACKPROPAGATION

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI PENJUALAN OBAT Pada PT. METRO ARTHA PRAKARSA MENERAPKAN METODE BACKPROPAGATION APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI PENJUALAN OBAT Pada PT. METRO ARTHA PRAKARSA MENERAPKAN METODE BACKPROPAGATION Zulkarnain Mahasiswa Teknik Informatika STMIK Budi Darma Jl. Sisingamangaraja

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Data Untuk Analisis Jaringan Syaraf Tahapan pertama sebelum merancang model jaringan syaraf tiruan adalah menyiapkan data. Secara garis besar tahapan-tahapan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia sejak tahun enam puluhan telah diterapkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika di Jakarta menjadi suatu direktorat perhubungan udara. Direktorat

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHARUAN PERAMALAN. Pada bab ini akan dibahas tentang proses pembaharuan peramalan.

BAB III PEMBAHARUAN PERAMALAN. Pada bab ini akan dibahas tentang proses pembaharuan peramalan. BAB III PEMBAHARUAN PERAMALAN Pada bab ini akan dibahas tentang proses pembaharuan peramalan. Sebelum dilakukan proses pembaharuan peramalan, terlebih dahulu dilakukan proses peramalan dan uji kestabilitasan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Analisis adalah kemampuan pemecahan masalah subjek kedalam elemen-elemen konstituen, mencari hubungan-hubungan internal dan diantara elemen-elemen, serta mengatur

Lebih terperinci

BAB III MODEL STATE-SPACE. dalam teori kontrol modern. Model state space dapat mengatasi keterbatasan dari

BAB III MODEL STATE-SPACE. dalam teori kontrol modern. Model state space dapat mengatasi keterbatasan dari BAB III MODEL STATE-SPACE 3.1 Representasi Model State-Space Representasi state space dari suatu sistem merupakan suatu konsep dasar dalam teori kontrol modern. Model state space dapat mengatasi keterbatasan

Lebih terperinci

VOL. 01 NO. 02 [JURNAL ILMIAH BINARY] ISSN :

VOL. 01 NO. 02 [JURNAL ILMIAH BINARY] ISSN : PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI JUMLAH PRODUKSI AIR MINUM MENGGUNAKAN ALGORITMA BACKPROPAGATION (STUDI KASUS : PDAM TIRTA BUKIT SULAP KOTA LUBUKLINGGAU) Robi Yanto STMIK Bina Nusantara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaringan Syaraf Biologi Otak manusia memiliki struktur yang sangat kompleks dan memiliki kemampuan yang luar biasa. Otak terdiri dari neuron-neuron dan penghubung yang disebut

Lebih terperinci

PELATIHAN FEED FORWARD NEURAL NETWORK MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA DENGAN METODE SELEKSI TURNAMEN UNTUK DATA TIME SERIES

PELATIHAN FEED FORWARD NEURAL NETWORK MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA DENGAN METODE SELEKSI TURNAMEN UNTUK DATA TIME SERIES JURNAL GAUSSIAN, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 65-72 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/gaussian PELATIHAN FEED FORWARD NEURAL NETWORK MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA DENGAN METODE

Lebih terperinci

PEMODELAN NEURO-GARCH PADA RETURN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA

PEMODELAN NEURO-GARCH PADA RETURN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA PEMODELAN NEURO-GARCH PADA RETURN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA SKRIPSI Disusun Oleh: UMI SULISTYORINI ADI 24010212140082 DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Data Yang Digunakan Dalam melakukan penelitian ini, penulis membutuhkan data input dalam proses jaringan saraf tiruan backpropagation. Data tersebut akan digunakan sebagai

Lebih terperinci

Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6

Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6 Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6 Sari Indah Anatta Setiawan SofTech, Tangerang, Indonesia cu.softech@gmail.com Diterima 30 November 2011 Disetujui 14 Desember 2011

Lebih terperinci

BAB 2. Peramalan adalah kegiatan memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang

BAB 2. Peramalan adalah kegiatan memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Peramalan Peramalan adalah kegiatan memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Ramalan adalah sesuatu kegiatan situasi atau kondisi yang diperkirakan akan

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER PERCEPTRON PADA APLIKASI PRAKIRAAN CUACA

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER PERCEPTRON PADA APLIKASI PRAKIRAAN CUACA Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan Multilayer Perceptron (Joni Riadi dan Nurmahaludin) APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER PERCEPTRON PADA APLIKASI PRAKIRAAN CUACA Joni Riadi (1) dan Nurmahaludin

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Suara. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu speech recognition dan speaker recognition. Speech recognition adalah proses yang dilakukan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI HARGA SAHAM

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI HARGA SAHAM IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI HARGA SAHAM Ayu Trimulya 1, Syaifurrahman 2, Fatma Agus Setyaningsih 3 1,3 Jurusan Sistem Komputer, Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

Analisis Peramalan Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sebagai Tolak Ukur Kinerja Perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Analisis Peramalan Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sebagai Tolak Ukur Kinerja Perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Analisis Peramalan Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sebagai Tolak Ukur Kinerja Perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Desy Yuliana Dalimunthe Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi,

Lebih terperinci

Pengembangan Aplikasi Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation

Pengembangan Aplikasi Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation Erlangga, Sukmawati Nur Endah dan Eko Adi Sarwoko Pengembangan Aplikasi Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation Erlangga, Sukmawati Nur Endah dan Eko Adi Sarwoko

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel ARIMA menggunakan variabel dependen harga saham LQ45 dan variabel independen harga saham LQ45 periode sebelumnya, sedangkan ARCH/GARCH menggunakan variabel dependen

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jaringan Syaraf Biologi Jaringan Syaraf Tiruan merupakan suatu representasi buatan dari otak manusia yang dibuat agar dapat mensimulasikan apa yang dipejalari melalui proses pembelajaran

Lebih terperinci

Metode Deret Berkala Box Jenkins

Metode Deret Berkala Box Jenkins METODE BOX JENKINS Metode Deret Berkala Box Jenkins Suatu metode peramalan yang sistematis, yang tidak mengasumsikan suatu model tertentu, tetapi menganalisa deret berkala sehingga diperoleh suatu model

Lebih terperinci

ISSN: JURNAL GAUSSIAN, Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman Online di:

ISSN: JURNAL GAUSSIAN, Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman Online di: ISSN: 2339-24 JURNAL GAUSSIAN, Volume 4, Nomor 4, Tahun 20, Halaman 74-74 Online di: http://ejournal-s.undip.ac.id/index.php/gaussian PERAMALAN BEBAN PEMAKAIAN LISTRIK JAWA TENGAH DAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

PENGENALAN KARAKTER ALFANUMERIK MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGARATION

PENGENALAN KARAKTER ALFANUMERIK MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGARATION PENGENALAN KARAKTER ALFANUMERIK MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGARATION Amriana 1 Program Studi D1 Teknik Informatika Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik UNTAD ABSTRAK Jaringan saraf tiruan untuk aplikasi

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MODEL GENERALIZED AUTOREGRESSIVE CONDITIONAL HETEROSCEDASTICITY (P,Q) UNTUK PERAMALAN HARGA DAGING AYAM BROILER DI PROVINSI JAWA TIMUR

PENGGUNAAN MODEL GENERALIZED AUTOREGRESSIVE CONDITIONAL HETEROSCEDASTICITY (P,Q) UNTUK PERAMALAN HARGA DAGING AYAM BROILER DI PROVINSI JAWA TIMUR Seminar Nasional Matematika dan Aplikasinya, 21 Oktober 27 PENGGUNAAN MODEL GENERALIZED AUTOREGRESSIVE CONDITIONAL HETEROSCEDASTICITY (P,Q) UNTUK PERAMALAN HARGA DAGING AYAM BROILER DI PROVINSI JAWA TIMUR

Lebih terperinci

SATIN Sains dan Teknologi Informasi

SATIN Sains dan Teknologi Informasi SATIN - Sains dan Teknologi Informasi, Vol. 2, No. 1, Juni 2015 SATIN Sains dan Teknologi Informasi journal homepage : http://jurnal.stmik-amik-riau.ac.id Jaringan Syaraf Tiruan untuk Memprediksi Prestasi

Lebih terperinci

MODEL EXPONENTIAL SMOOTHING HOLT-WINTER DAN MODEL SARIMA UNTUK PERAMALAN TINGKAT HUNIAN HOTEL DI PROPINSI DIY SKRIPSI

MODEL EXPONENTIAL SMOOTHING HOLT-WINTER DAN MODEL SARIMA UNTUK PERAMALAN TINGKAT HUNIAN HOTEL DI PROPINSI DIY SKRIPSI MODEL EXPONENTIAL SMOOTHING HOLT-WINTER DAN MODEL SARIMA UNTUK PERAMALAN TINGKAT HUNIAN HOTEL DI PROPINSI DIY SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB III MODEL ARIMAX DENGAN EFEK VARIASI KALENDER

BAB III MODEL ARIMAX DENGAN EFEK VARIASI KALENDER 21 BAB III MODEL ARIMAX DENGAN EFEK VARIASI KALENDER 3.1 Model Variasi Kalender Liu (Kamil 2010: 10) menjelaskan bahwa untuk data runtun waktu yang mengandung efek variasi kalender, dituliskan pada persamaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 JARINGAN SARAF SECARA BIOLOGIS Jaringan saraf adalah salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. Jaringan Saraf Tiruan Jaringan saraf tiruan (JST) pertama kali diperkenankan oleh McCulloch dan Walter Pitts pada tahun 943. Jaringan saraf tiruan merupakan suatu sistem pemrosesan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ALGORITMA PARTICLE SWARM OPTIMIZATION DAN REGRESI PADA PERAMALAN WAKTU BEBAN PUNCAK

PERBANDINGAN ALGORITMA PARTICLE SWARM OPTIMIZATION DAN REGRESI PADA PERAMALAN WAKTU BEBAN PUNCAK Jurnal POROS TEKNIK, Volume 6, No. 2, Desember 2014 : 55-10 PERBANDINGAN ALGORITMA PARTICLE SWARM OPTIMIZATION DAN REGRESI PADA PERAMALAN WAKTU BEBAN PUNCAK Nurmahaludin (1) (1) Staff Pengajar Jurusan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Oleh: Aditya Wisnu Broto J2E

SKRIPSI. Disusun Oleh: Aditya Wisnu Broto J2E vii PERBANDINGAN APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION DENGAN METODE OPTIMAL BRAIN DAMAGE DAN ARCH - GARCH UNTUK MEMPREDIKSI INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) SKRIPSI Disusun Oleh: Aditya Wisnu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Pada bab ini, dalam Fuzzy FFNNuntuk Peramalan IHSG dengan Algoritma

BAB II KAJIAN TEORI. Pada bab ini, dalam Fuzzy FFNNuntuk Peramalan IHSG dengan Algoritma BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini, dalam Fuzzy FFNNuntuk Peramalan IHSG dengan Algoritma Genetika Variasi Seleksi berisi tentang kajian teori yang akan digunakan dalam penelitian ini, diantaranya mengenai

Lebih terperinci

Jaringan Syaraf Tiruan. Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum

Jaringan Syaraf Tiruan. Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum Jaringan Syaraf Tiruan Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum Susilo Nugroho Drajad Maknawi M0105047 M0105068 M01040 Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI LAJU INFLASI DI KABUPATEN KLATEN NASKAH PUBLIKASI

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI LAJU INFLASI DI KABUPATEN KLATEN NASKAH PUBLIKASI IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI LAJU INFLASI DI KABUPATEN KLATEN NASKAH PUBLIKASI diajukan oleh Kurniawati Handayani 09.11.3278 kepada SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN

Lebih terperinci