BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Nilem Ikan nilem (Osteochilus hasselti) merupakan salah satu komoditas budidaya yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Hal tersebut dikarenakan ikan nilem (Gambar 1) merupakan salah satu ikan yang digemari oleh masyarakat baik untuk dibudidayakan maupun untuk dijadikan sebagai produk olahan bahan pangan. Produk olahan ikan nilem yang digemari masyarakat antara lain pindang, dendeng dan baby fish (Rahardjo dan Marliani 2007 dalam Mulyasari 2010). Proses budidaya ikan nilem dapat berupa pembenihan, pendederan dan pembesaran ataupun gabungan dari ketiga proses tersebut. Ikan nilem dapat dibudidayakan sebagai komoditi utama ataupun digunakan sebagi komoditi tambahan dalam suatu proses budidaya. Alasan utama ikan nilem dijadikan sebagai komoditi utama dalam suatu proses budidaya yaitu karena ikan nilem mudah dibudidayakan, memiliki sintasan dan reproduksi yang tinggi serta tahan terhadap penyakit. Sedangkan alasan ikan nilem digunakan sebagai komoditi tambahan dalam suatu proses budidaya yaitu ikan nilem dapat digunakan sebagai biocleaning agent karena sifatnya yang suka memakan detritus dan perifiton. Keberadaan ikan nilem pada kolom air antara jaring terluar dan jaring dalam mampu menekan populasi perifiton dan memanfaatkan ekses pakan ikan mas yang dipelihara pada jaring (Kusdiarti 2011). Gambar 1. Ikan nilem (Osteochilus hasselti) 6

2 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nilem Ikan nilem merupakan salah satu ikan air tawar yang termasuk dalam family Cyprinidae. Klasifikasi ikan nilem menurut Saanin (1968) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Pisces Ordo : Ostariophysi Sub-ordo : Cyprinoidea Family : Cyprinidae Sub-family : Cyprininae Genus : Osteochillus Species : Osteochillus hasselti Ikan nilem mempunyai bentuk tubuh hampir sama dengan ikan mas, namun ikan nilem mempunyai kepala yang relative lebih kecil. Ikan nilem mempunyai dua pasang sungut peraba pada sudut sudut mulutnya (Susanto 2006), bentuk tubuh yang memanjang dan pipih ke samping (compress), panjang baku 2,5 3,0 kali tinggi badan, mulut dapat disembulkan dengan bibir berkerut dan permukaan punggung terletak di permukaan sirip dada (Hardjamulia 1979 dalam Wijayanti 2002). Ikan nilem digolongkan menjadi dua menurut warna sisiknya, yaitu ikan nilem yang berwarna cokelat kehitaman atau cokelat hijau pada punggungnya dan terang dibagian perut dan ikan nilem yang berwarna merah pada bagian punggungnya dengan bagian perut agak terang (Hardjamulia 1978 dalam Wijayanti 2002). Ciri-ciri lain dari ikan nilem yaitu sirip punggung memiliki 3 jari jari keras dan jari jari lemah. Sirip ekor berbentuk cagak dan simetris, sirip dubur terdiri dari 3 jari jari keras dan 5 jari jari lunak. Sirip perut terdiri dari oleh 1 jari jari keras dan jari jari lemah. Jumlah sisik gurat sisi ada keping serta dapat mempunyai panjang tubuh mencapai 32 cm di alam bebas

3 8 (Susanto 2006). Menurut Kottelat (1993) dalam Mulyasari (2010) ikan nilem mempunyai bintik bulat besar pada batang ekor, batang ekor dikelilingi 16 sisik dan bagian depan sirip punggung dikelilingi 26 sisik Distribusi Ikan Nilem Distribusi atau daerah persebaran ikan nilem diantaranya yaitu di Indonesia (pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi), Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Kamboja (Djajadireja et al dalam Wicaksono 2005). Ikan nilem (Osteochilus hasselti) di Indonesia dikenal dengan berbagai nama diantaranya yaitu nilem, milem, lehat, monto, palong, palouw, pawas, assang dan penopa (Susanto 2006). Ikan nilem merupakan ikan endemik Indonesia yang biasa hidup pada sungai-sungai, danau dan rawa-rawa yang terdapat di pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Ikan tersebut kemudian dibudidayakan di kolam-kolam untuk tujuan komersial sejalan dengan perkembangan jaman. Keberadaan ikan nilem di Indonesia kurang begitu dikenal masyarakat kecuali di Jawa Barat. Hampir 80 % produksi nasional ikan nilem berasal dari Jawa Barat (Cholik et al dalam Mulyasari 2010) Kualitas Air Habitat Ikan Nilem Ikan nilem hidup di lingkungan air tawar dengan kisaran ph antara 6,0-7,0 dan kandungan oksigen terlarut yang cukup (Cholik et al dalam Mulyasari 2010). Ikan nilem akan melakukan pemijahan pada kondisi oksigen berkisar antara 5 6 ppm, karbondioksida bebas yang optimum untuk kelangsungan hidup ikan yaitu 1 ppm (Willoughby 1999). Suhu yang optimum untuk kelangsungan hidup ikan nilem berkisar antara C dan ketinggian sampai 800 m di atas permukaan laut dengan ketinggian optimal antara m (Hardjamulia 1978 dalam Wicaksono 2005). Sedangkan menurut PBIAT Muntilan (2007) untuk kandungan ammonia yang disarankan adalah lebih rendah dari 0,5 ppm.

4 Kebiasaan Makan Ikan Nilem Ikan nilem dikelompokkan sebagai omnivora (pemakan segala). Pakannya terdiri dari detritus, jasad-jasad penempel, perifiton dan epifiton sehingga ikan ini lebih sering hidup di dasar perairan (Khairuman dan Amri 2008 dalam Pratiwi et al. 2011). Selain itu ikan nilem termasuk pemakan plankton dan tumbuhan air (Huet 1970 dalam Wicaksono 2005). Pada stadia larva dan benih, ikan nilem memakan fitoplankton dan zooplankton atau jenis alga ber-sel satu seperti diatom dan ganggang yang termasuk ke dalam kelas Cyanophyceae dan Chlorophyceae (Syandri, 2004; Cholik et al dalam Mulyasari 2010) Reproduksi dan Fekunditas Ikan Nilem Reproduksi adalah kemampuan indivudu untuk menghasilkan keturunan sebagai upaya untuk melestarikan jenis atau kelompoknya (Fujaya 2004 dalam Listiyono 2011). Sedangkan fekunditas ikan adalah jumlah telur yang terlepas pada ovarium sebelum berlangsungnya pemijahan. Pada umumnya fekunditas berhubungan erat dengan berat badan, panjang badan, umur ukuran butir telur dan cara penjagaan (parental care). Ikan yang mempunyai kebiasaan tidak menjaga telur telurnya setelah memijah, umumnya mempunyai fekunditas yang tinggi. Selain itu fekunditas yang tinggi juga dimiliki oleh ikan ikan yang mempunyai ukuran telur yang kecil. Fekunditas ikan dapat dihitung dengan berbagai cara, yaitu metode jumlah, metode volumetrik, metode grafimetrik atau metode berat dan metode van bayer (Sutisna et al. 1995). Ikan nilem memiliki potensi reproduksi dan fekunditas yang cukup tinggi. Sepasang nilem berukuran g dapat menghasilkan telur sebanyak ekor (Susanto 2006). Telur ikan nilem banyak mengandung kuning telur yang mengumpul pada suatu kutub, tipe telur yang demikian dinamakan Telolechital (Semantadinata 1981 dalam Listiyono 2011). Warna telur ikan nilem transparan dan bersifat demersal atau terbenam di dasar perairan. Telur ikan nilem mempunyai diameter berkisar antara 0,8 mm 1,2 mm (Triyani 2002).

5 10 Pemijahan ikan nilem secara alami di mulai pada awal musim penghujan. Ikan nilem bersifat ovipar dan melakukan pembuahan di luar tubuhnya. Induk jantan ikan nilem mulai memijah pada umur sekitar satu tahun dengan panjang sekitar 20 cm dan berat antara g. Sedangkan untuk induk betina mulai memijah pada umur 1 tahun dengan berat di atas 120 g (Cholik et al dalam Mulyasari 2010). Ikan nilem termasuk ikan yang produktif karena dapat dipijahkan tiga sampai empat kali dalam setahun. Induk yang akan dipijahkan, diberok atau dipuasakan terlebih dahulu selama tiga sampai tujuh hari untuk membuang kotoran dalam perutnya. Pemberokan dilakukan pada kolam yang terpisah antara induk jantan dan betina agar tidak terjadi pemijahan yang tidak diharapkan atau pemijahan yang tidak terkontrol (Susanto 2006). Menurut Cassie dan Effendie (1979) dalam Listiyono (2011) berat rata rata dan panjang total untuk ikan nilem diantaranya: 1. Berat rata rata induk betina 200,7 g, panjang total rata rata induk betina 28,7 cm, dan 2. Berat rata rata induk jantan 187,3 g, panjang total rata rata induk jantan 28,2 cm. Keberhasilan pemijahan sangat ditentukan pada faktor induk dan pengaturan lingkungan pemijahan (Susanto 2006). Oleh karena itu, diperlukan pemilihan induk yang memenuhi persyaratan induk yang baik untuk proses pemijahan. Berikut ini merupakan ciri-ciri induk ikan nilem yang berkualitas menurut Susanto (2006): Tabel 1. Ciri induk ikan nilem yang berkualitas Betina Jantan 1. Umur mencapai 1 1,5tahun. 1. Perutnya mengembang dan terasa 2. Berat badan sekitar 100 g. empuk ketika diraba 3. Bila diurut pelan pelan kearah 2. Berumur 8 bulan. lubang genitalnya, induk betina 3. Berat badan sekitar 100 g. akan mengeluarkan cairan 4. Bila dipijat perut kearah genitalnya, berwarna kekuning kuningan. induk betina akan mengeluarkan cairan seperti susu..

6 Testis Sapi Testis sapi merupakan salah satu organ reproduksi pada sapi jantan. Testis sapi jarang dimanfaatkan untuk dikonsumsi sehingga dapat digolongkan sebagai produk sampingan bahkan merupakan limbah dari sebagian besar proses pengolahan sapi. Testis sapi segar (Gambar 2) mengandung hormon testosteron alami berkisar pg/g testis dan protein 63,49% (Iskandariah 1996 dalam Muslim 2010). Gambar 2. Testis Sapi Segar Menurut Murni dan Jenny (2001) dalam Muslim (2010), kandungan hormon testosteron dari testis sapi yang dijadikan tepung (Tepung Testis Sapi/TTS) berkisar antara 142, ng/g. Sedangkan berdasarkan analisis kandungan hormon testosteron pada Tepung Testis Sapi (Gambar 3) dengan metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography) menunjukkan bahwa kandungan testosteron yang terdapat dalam TTS yaitu sebesar 10,01 µg /g TTS (Muslim 2010). Gambar 3. Tepung Testis Sapi

7 12 Kandungan hormon testosteron yang terdapat pada Testis Sapi dapat digunakan sebagai bahan pada manipulasi hormonal untuk mempercepat proses perkembangan gonad dan memperbanyak fekunditas. Selain itu, penggunaan testis sapi juga dapat mengurangi biaya produksi pemeliharaan ikan jika dibandingkan dengan penggunaan hormon testosteron sintetis (17α-metiltestosteron) yang beredar dipasaran. 2.3 Kinerja Reproduksi Kinerja reproduksi merupakan suatu proses yang berkelanjutan pada ikan akibat adanya rangsangan dari luar ataupun dari dalam tubuh ikan itu sendiri. Rangsangan tersebut dapat berupa rangsangan hormonal ataupun rangsangan lingkungan. Rangsangan hormonal yang terjadi pada induk ikan betina berbeda dengan induk jantan. Pada induk betina, rangsangan hormonal ditujukan untuk pembentukan telur dan pematangannya, sedangkan pada ikan jantan rangsangan tersebut untuk pembentukan sperma (Permana 2009). Perkembangan gonad pada ikan membutuhkan hormon gonadotropin (GtH). Hormon gonadotropin merupakan hormon yang diproduksi oleh kelenjar pituitari. Hormon gonadotropin tersebut kemudian dibawa oleh darah ke dalam sel teka yang berada pada gonad untuk menstimulasi terbentuknya testosteron. Testosteron yang terbentuk kemudian akan masuk ke dalam sel granulosa untuk diubah oleh enzim aromatase menjadi hormon estradiol 17β. Hormon estradiol 17β kemudian dialirkan oleh darah kedalam hati untuk mensintesis vitelogenin. Vitelogenin yang dihasilkan kemudian dialirkan kembali oleh darah kedalam gonad untuk diserap oleh oosit sehingga penyerapan vitelogenin ini disertai dengan perkembangan diameter telur (Sumantri 2006). Proses pembentukan vitelogenin tersebut akan terus berlangsung di dalam tubuh ikan. Proses pembentukan vitelogenin dinamakan vitolegenesis (Nagahama 1987; Yaron 1995; Cerda et al dalam Pamungkas 2006). Penyerapan vitelogenin akan terhenti pada waktu oosit mencapai ukuran maksimal atau telur mencapai kematangan. Selanjutnya telur memasuki masa dorman menunggu sinyal lingkungan untuk ovulasi dan pemijahan (Sarwoto 2001).

8 13 Menurut Nagahama et al. (1995) dalam Permana (2009), proses pematangan oosit terjadi karena rangsangan Leutinizing Hormon (LH) pada folikel gonad. Rangsangan tersebut menyebabkan gonad menghasilkan hormon steroid yaitu 17α-hidroksi progesteron (terbentuk pada sel teka) dan 17α,20βdihidroksi-4-pregnen-3-one (terbentuk pada sel granulosa). Hormon 17α,20βdihidroksi-4-pregnen-3-one inilah yang mempunyai peranan sebagai mediator kematangan oosit lebih lanjut. Menurunnya produksi estradiol 17β dan aktivitas aromatase, ternyata diikuti oleh peningkatan testosteron dan 17α,20β-dihidroksi- 4-pregnen-3-one (17α,20β-DP) sehingga oosit mengalami GVBD (germinal vesicle break down) dan berakhir pada ovulasi. Ovulasi merupakan proses keluarnya sel telur (yang telah mengakhiri pembelahan miosis kedua) dari folikel ke dalam lumen ovarium atau rongga perut (Nagahama 1987 dalam Permana 2009). Menurut Basuki (2007) dalam Permana (2009), mekanisme hormonal untuk vitelogenesis, pematangan serta ovulasi oosit melibatkan GnRH, gonadotropin, estradiol 17β, testosteron, 17α-20β dihidroksi progesteron dan aromatase. 2.4 Tingkat Kematangan Gonad pada Ikan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) ikan pada umumnya adalah tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan itu berpijah (Effendie 1997). Selama proses reproduksi, sebagian energi dipakai untuk perkembangan gonad (Effendie 1979). Pada ikan betina peningkatan perkembangan gonad tersebut kemudian akan diikuti dengan adanya perkembangan telur. Semakin bertambahnya TKG maka telur yang ada dalam gonad akan semakin besar. Saat ini telah diketahui dua macam cara dalam penentuan TKG pada ikan, yaitu penentuan secara mikroskopik dan penentuan berdasarkan tanda tanda umum serta ukuran gonad. Penentuan sifat kematangan gonad secara mikroskopik dilakukan dengan cara mengamati perkembangan telur maupun sperma yang ada pada ikan dengan menggunakan mikroskop. Sedangkan penentuan TKG berdasarkan tanda-tanda umum dilakukan dengan mengamati menggunakan mata bagaimana ciri ciri fisik dari gonad ikan (Effendie 1997).

9 14 Tabel berikut ini merupakan Tingkat Kematangan Gonad ikan semah (Tor dourenensis) betina yang merupakan salah satu ikan dari kelas Cyprinidae yang diketahui berdasarkan tanda tanda umum pada perkembangan gonad menurut Hardjamulia et al. (1995): Tabel 2. Tingkat Kematangan Gonad Ikan Semah (Semah Carp) Betina. Tingkat Kematangan Karakteristik Gonad (TKG) Ovari kecil memanjang berbentuk torpedo, butir butir telur belum Nampak. Indeks Gonad Somatik (IGS) sekitar 0,57 0,7. Hanya terdapat oosit stadium I, yang secara acak berderet berada di tepi dinding lamela. Di dalam lamela terdapat sebuah I septa sebagai penunjang. Septa seperti halnya dinding ovari, terdiri dari jaringan pengikat dengan fibroblast, serat kolagen dan otot halus. Pembuluh darah biasanya terdapat di dalam stroma lamela. Ovari pada tingkat ini memiliki IGS sekitar 1,6 2,1. Pada ovari nampak butir butir telur. Secara mikroskopis pada ovari II tingkat ini terdapat oosit tertua pada stadium II dan oosit stadium I dengan persentase yang paling tinggi. Ovari memiliki nilai IGS 3,1 4,7. Secara visual pada ovari terdapat butir butir telur yang lebih besar dan bervariaasi ukurannya. Ovari mengisi sekitar 70 % rongga perut. III Pengamatan histologis ovari pada tingkat ini terdapat oosit tertua pada stadium III, disamping oosit stadium I dengan frekuensi yang tinggi (60 %) dan oosit stadium II (26 %). Ovari tingkat IV memiliki Nilai GSI 5,99 6,51. Ikan pada tingkat ini sudah siap memijah, yang dicirikan oleh perut yang IV membengkak terutama di daerah atas urogenital. Lubang urogenital berwarna putih. Ovari mengisi seluruh rongga perut.

10 15 V Butir butir telur yang berukuran relatif besar, terdiri dari empat tingkat ukuran jelas terlihat dengan mata telanjang. Keempat ukuran telur dalam ovarium, sebelum proses histology, berukuran sekitar 2,9; 2,0; 1,5 dan 1,0 mm (Hardjamulia dkk 1995). Pada pengamatan histologi, ovari pada tingkat ini mempunyai oosit stadium tertua (stadium IV) yang dapat dilihat dari inti sel yang sudah migrasi ke tepi. Hal ini menunjukkan bahwa ikan sudah siap memijah. Hal yang menarik adalah oosit stadium IV mempunyai tiga kelompok ukuran dengan variasi ukuran telur sekitar µm dengan jumlah frekwensi 12 %. Di samping oosit stadium IV terdapat pula oosit stadium I, II dan III. Variasi ukuran oosit yang tidak besar perbedaannya tersebut menunjukkan bahwa pemijahan jenis ikan ini dapat diduga berlangsung beberapa kali dalam setahunnya. Pemijahan dimulai dari proses ovulasi oosit stadium IV dengan ukuran terbesar dan dalam waktu yang tidak lama diikuti oleh oosit yang lebih kecil pada stadium yang sama. Selama oosit stadium IV belum selesai berpijah, oosit stadium III tetap mempertahankan dirinya pada stadium tersebut. Setelah oosit stadium IV selesai dikeluarkan pada waktu pemijahan, oosit stadium III berkembang menjadi stadium IV. Pada ovari tingkat IV ini nampak adanya oosit atresia, dengan frekuensi 0,8 % yang diduga berasal dari oosit stadium III yang gagal menjadi oosit stadium IV. Salah satu factor penyebab terbentuknya oosit atresia adalah karena tekanan lingkungan antara lain adanya perubahan kualitas air, serta kualitas dan jumlah makanan. Ovari tingkat ini terdapat pada ikan yang sudah memijah. Pada umumnya, pada ovari ikan yang berada pada tingkat ini

11 16 terdapat sisa sisa folikel yang bentuknya tidak teratur yang tersebar di dalam stroma lamela. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa perkembangan TKG sejalan dengan adapnya perkembangan oosit. Tabel berikut ini merupakan tingkat perkembangan oosit ikan semah (Tor dourenensis) betina yang merupakan salah satu ikan dari kelas Cyprinidae menurut Hardjamulia et al. (1995): Tabel 3. Tingkat Perkembangan Oosit Ikan Semah (Semah Carp) Betina. Tingkat Perkembangan Karakteristik Oosit Oosit stadium I. Oosit primer berukuran sekitar µm. I Inti berbentuk bundar atau sedikit oval berukuran µm (Growth dengan kromatin yang nampak dengan jelas serta adanya phase : beberapa nucleoli berukuran 3,8 5,0 µm yang berada pada Chromatin + perifer inti. Lapisan sitoplasma terisi oleh substansi yang halus, perinucleus) tanpa terihat adanya vesikula atau granula kuning telur. Oosit tersusun berderet di daerah pinggir dekat membrane lamela. Oosit stadium II. Oosit berukuran µm dan inti berukuran µm. pada perifer sitoplasma (dekat membrane sel) sudah mulai nampak lapisan vesikula kuning II telur, yang pada akhir stadium ini vesikula kuning telur (Yolk vesicles) menutup sebagian besar sitoplasma sampai ke daerah inti. Vesikula kuning telur berukuran 8 23 µm. Membran oosit merupakan lapisan tipis dengan ketebalan sekitar 6 8 µm. Pada stadium ini tidak terdapat granula kuning telur. Oosit stadium III. Oosit berukuran µm, dengan inti III sekitar µm. proses vitelogenesis sudah terjadi yang (Yolk Vesicles ditunjukkan dengan adanya granula kuning telur, dimulai di and granules) daerah inti kemudian menyebar ke tengah dan ke tepi

12 17 IV (Yolk granules and cortical alveoli) V (Atretic oocytes) sitoplasma. Pada akhir stadium ini, hampir seluruh sitplasma kecuali di daerah tepi dekat oolema terisi granula kuning telur. Inti sel masih belum migrasi, berada di tengah sel. Oosit stadium IV. Oosit berukuran antara µm. Terdapat dua tipe oosit yang tergolong stadium IV, yaitu oosit berukuran sekitar µm dan oosit berukuran µm. Hal yang menarik dari kedua tipe oosit tersebut adalah inti sudah migrasi dan berada pada pertengahan sel, yaitu antara titik dengan tengah oosit dan oolema mendekati lubang mikropil agar mudah terjadi proses pembuahan. Oosit tipe pertama mempunyai lapisan vesikula kuning telur yang lebih tebal dari pada tipe kedua yang merupakan korteks alveoli. Granula kuning telur hampir menutupi seluruh sitoplasma, kecuali di bagian tepi dekat oolema masih terdapat vesikula kuning telur atau alveoli korteks. Alveoli ini berperan pada proses pembuahan dengan mengeluarkan substansi ke ruang perivitelin. Oosit stadium V. Stadium oosit atresia (corpora atresia praovulasi) ditemukan dalam ovarium pada tingkat perkembangan IV (oosit yang tertua pada stadium IV). Oosit atresia berukuran µm. Nampaknya atresia terjadi pada oosit yang mengalami perkembangan dari stadium III ke stadium IV. Stadium oosit atresia pada ikan semah yang berasal dari perairan umum ini sama dengan yang diamati pada ikan mas yang dibudidayakan. Stadium oosit artesis pada ikan semah hanya ditemukan pada stadium α (kasifikasi Khoo 1975) dengan ciri khas adanya oolema yang berkelok kelok tidak teratur dan menebal. Pada ikan mas oolema yang berkelok kelok ini disebabkan oleh pengerutan oosit yang mengalami dehidrasi. Pada tahapan artesis ini sel granulosa

13 18 yang tadinya merupakan sinsitium (protoplasma berinti banyak) berubah menjadi sel tunggal. Sel granulosa tersebut menghasilkan disintegrating ferment yang melarutkan oolema dan granul kuning telur menjadi partikel yang lebih kecil dan dapat diabsorpsi dan fagositosis. Jumlah oosit artesis pada ikan semah relative kecil (± 0,8 %) dibandingkan pada ikan mas yang besarnya antara 0,97 5,76 %. 2.5 Indeks Kematangan Gonad Indeks kematangan gonad (IKG) atau Indeks Somatik Gonad (ISG) di hitung untuk mengetahui perubahan yang terjadi dalam gonad secara kuantitatif. Indeks yang biasa juga dinamakan sebagai Maturity atau Gonado Somatic Index (GSI) tersebut adalah suatu nilai dalam persen sebagai hasil dari perbandingan berat gonad dengan berat tubuh ikan termasuk berat gonad dikalikan dengan 100 % (Effendie 1979). Nilai indeks tersebut akan sejalan dengan perkembangan gonad, indeks itu akan semakin bertambah besar dan nilai tersebut akan mencapai batas kisar maksimum pada saat akan terjadi pemijahan. Hal tersebut terjadi karena didalam proses reproduksi, sebelum terjadi pemijahan, sebagian besar hasil metabolism tertuju untuk perkembangan gonad. Gonad semakin bertambah berat dibarengi dengan semakin bertambah besar ukurannya termasuk diameter telurnya. Berat gonad akan mencapai maksimum sesaat ikan akan memijah, kemudian berat gonad akan menurun dengan cepat selama pemijahan sedang berlangsung sampai selesai. Ikan yang memiliki IKG mulai dari 19% ke atas sudah sanggup mengeluarkan telurnya dan dianggap matang. Indeks tersebut akan menurun menjadi 3 4 % sesudah ikan tersebut memijah (Effendie 1979). 2.6 Kematangan Telur Ikan Proses kematangan telur atau oocyte maturation (OM) ditentukan berdasarkan kriteria pergeseran posisi inti telur menuju kutub animal (germinal

14 19 vesicle migration) dan peluruhan atau penghancuran membran telur. Berdasarkan pergeseran posisi inti tersebut terdapat empat kriteria posisi inti telur sebelum telur tersebut dapat diovulasikan yaitu central germinal vesicle (cgv) atau tahap inti ditengah, migrating germinal vesicle (mgv) atau tahap inti yang bermigrasi dari tengah menuju tepi, peripheral germinal vesicle (pgv) atau tahap inti di tepi dan germinal vesicle breakdown (GVBD) atau tahap inti yang telah melebur (Gambar 4) (Yaron dan Levavi 2011). Berdasarkan posisi inti tersebut tingkat kematangan telur (TKT) atau oocyte maturation (OM) dibagi menjadi dua tahap yaitu fase vitelogenik yang ditandai dengan posisi inti telur yang berada ditengah (cgv) dan fase pematangan telur (final oocyte maturation). Fase pematangan telur dibagi kembali menjadi dua yaitu fase awal matang yang ditandai dengan adanya pergerakan atau migrasi posisi inti telur (mgv dan pgv) dan fase akhir kematangan telur yang ditandai dengan adanya peluruhan membran inti telur atau germinal vesicle breakdown (GVBD) (Mylonas et al. 2010) Gambar 4. Gambaran Hubungan Kelenjar Pituitari Gonad pada Ikan Betina selama (a) Proses Vitelogenesis dan (b) Proses Pematangan Telur dan Ovulasi (Yaron dan Levavi 2011) Fase vitelogenik diawali dengan adanya penyerapan prekursor kuning telur (vitelogenin/vtg) oleh oosit. Vitelogenin merupakan hasil sintesa hati pada proses vitelogenesis. Vitelogenin yang telah disintesa oleh hati kemudian dialirkan oleh darah menuju ovarium. Vitelogenin tersebut selanjutnya diseleksi dan dipisahkan

15 20 oleh folikel ovarium yang telah berkembang melalui reseptor spesifik (VtgRs) kemudian dilapisi oleh vesikel dan bergerak ke oolema perifer (Hiramatsu et al dalam Mylonas et al. 2010). Vesikel tersebut bergabung dengan lisosom sehingga membentuk badan multivesikular (Multivesicular Body/MVB ) yang akan berkembang (bertambah besar) dan secara bertahap berubah menjadi butiran kuning telur kecil (yolk granules) dan kemudian menjadi ke butiran kuning telur besar (yolk globules) (Le Menn et al dalam Mylonas et al. 2010). Badan multivesikuar tersebut juga mengandung enzim lisosom berupa cathepsin D yang berfungsi memecah vitelogenin menjadi polipeptida kuning telur. (Cerda et al dalam Mylonas et al. 2010). Hasil akhir dari pemecahan vitelogenin secara enzimatik tersebut terdiri dari lipovitellin (Lv), phosvitin (Pv) dan komponen β (β -c). Lipovitelin adalah protein kuning telur banyak mengandung lipid dan terdiri dari dua polipeptida yaitu rantai panjang lipovitellin (lipovitellin heavy chain/lvh) dan rantai pendek lipovitellin (lipovitellin light chain/lvl). Phosvitin adalah protein kuning telur yang lebih kecil dimana lebih dari setengah residu asam amino yang terkandung di dalamnya banyak mengandung fosfor sehingga vitelogenin mempunyai sifat mengikat kalsium. Komponen β adalah protein kuning telur ketiga yang biasanya tidak mengandung lipid atau fosfor (Hiramatsu et al dalam Mylonas et al. 2010). Lipovitellin berfungsi sebagai sumber nutrisi asam amino dan lipid untuk perkembangan embrio, phosvitin berfungsi sebagai sumber mineral yang diperlukan untuk perkembangan rangka dan system metabolik, sedangkan fungsi dari komponen β baik secara fisiologis atau nutrisi sampai sejauh ini belum ditemukan (Hiramatsu et al dalam Mylonas et al. 2010). Akhir dari fase vitelogenik adalah ketika akumulasi protein kuning telur telah mencapai batas maksimum serta mrna untuk perkembangan embrio telah selesai dibentuk di dalam oosit. Proses setelah fase vitelogink adalah terjadinya fase pematangan telur (oocyte maturation/om) yang distumulasi oleh hormon (Kinsey et al dalam Mylonas et al. 2010). Pada fase pematangan telur terjadi perubahan morfologi secara drastis pada oosit yang disertai dengan perkembangan meiosis. Perubahan yang paling mencolok adalah peleburan lipid

16 21 droplet dan globul kuning telur yang menyebabkan perubahan pada sitoplasma dari oosit tersebut sehingga inti telur (germinal vesicle/gv) mengalami migrasi dari tengah menuju tepi oosit dan kemudian membran inti mengalami peleburan (germinal vesicle breakdown/gvbd ). Perubahan lain yang terjadi adalah adanya peningkatan volume telur yang disebabkan oleh adanya aktivitas penyerapan air (Cerda et al dalam Mylonas et al. 2010).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hepatosomatic Index Hepatosomatic Indeks (HSI) merupakan suatu metoda yang dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi dalam hati secara kuantitatif. Hati merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nilem (Osteochilus hasselti) termasuk kedalam salah satu komoditas budidaya yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan bahwa ikan nilem

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Palau Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Octinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Osteochilus Spesies : Osteochilus vittatus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satu daya pikat dari ikan lele. Bagi pembudidaya, ikan lele merupakan ikan

I. PENDAHULUAN. salah satu daya pikat dari ikan lele. Bagi pembudidaya, ikan lele merupakan ikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu komoditi ikan yang menjadi primadona di Indonesia saat ini adalah ikan lele (Clarias sp). Rasa yang gurih dan harga yang terjangkau merupakan salah satu daya

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan baung diklasifikasikan masuk ke dalam Filum : Cordata, Kelas : Pisces,

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan baung diklasifikasikan masuk ke dalam Filum : Cordata, Kelas : Pisces, BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Baung Ikan baung diklasifikasikan masuk ke dalam Filum : Cordata, Kelas : Pisces, Sub-Kelas : Teleostei, Ordo : Ostariophysi, Sub Ordo : Siluroidea,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele. Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele. Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan ukuran panjang tubuh sekitar 45cm dan ukuran berat tubuh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Sumatra Gambar 1. Ikan Sumatra Puntius tetrazona Ikan Sumatra merupakan salah satu ikan hias perairan tropis. Habitat asli Ikan Sumatra adalah di Kepulauan Malay,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Berdasarkan tingkat keberhasilan ikan lele Sangkuriang memijah, maka dalam penelitian ini dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok perlakuan yang tidak menyebabkan

Lebih terperinci

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Relasi panjang berat dan aspek reproduksi ikan beureum panon (Puntius orphoides) hasil domestikasi di Balai Pelestarian Perikanan Umum dan Pengembangan Ikan Hias (BPPPU)

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jenis Kelamin Belut Belut sawah merupakan hermaprodit protogini, berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa pada ukuran panjang kurang dari 40 cm belut berada pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ini dilakukan pada 8 induk ikan Sumatra yang mendapat perlakuan. Hasil penelitian ini menunjukan Spawnprime A dapat mempengaruhi proses pematangan akhir

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ukuran panjang tubuh sekitar 20 cm dan ukuran berat tubuh gram. Di

II. TINJAUAN PUSTAKA. ukuran panjang tubuh sekitar 20 cm dan ukuran berat tubuh gram. Di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kematangan Gonad Ikan Lele Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur satu tahun dengan ukuran panjang tubuh sekitar 20 cm dan ukuran berat tubuh 100-200 gram.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Klasifikasi ikan Juaro (Pangasius polyuranodon) menurut Kottelat dan Whitten (1993) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Kelas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di

I. PENDAHULUAN. Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di beberapa sungai di Indonesia. Usaha budidaya ikan baung, khususnya pembesaran dalam keramba telah berkembang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Ikan hike adalah nama lokal untuk spesies ikan liar endemik yang hidup pada perairan kawasan Pesanggrahan Prabu Siliwangi, Desa Pajajar, Kecamatan Rajagaluh, Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein. Salah satu komoditas yang menjadi primadona saat ini adalah ikan lele (Clarias sp.). Ikan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Perlakuan penyuntikan hormon PMSG menyebabkan 100% ikan patin menjadi bunting, sedangkan ikan patin kontrol tanpa penyuntikan PMSG tidak ada yang bunting (Tabel 2).

Lebih terperinci

Lampiran 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian. Jadwal Pelaksanaan Minggu Ke Kegiatan Penelitian

Lampiran 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian. Jadwal Pelaksanaan Minggu Ke Kegiatan Penelitian LAMPIRAN 50 51 Lampiran 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian No. Kegiatan Penelitian 1. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. 2. Pemijahan Induk Ikan Nilem. 3. Pemulihan Kondisi Induk setelah Pemijahan 4. Aklimatisasi

Lebih terperinci

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI 5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI Pengukuran parameter reproduksi akan menjadi usaha yang sangat berguna untuk mengetahui keadaan kelamin, kematangan alat kelamin dan beberapa besar potensi produksi dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 12 3 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Maret sampai dengan bulan November 2012 di Instalasi Penelitian Plasma Nutfah Perikanan Air Tawar, Cijeruk, Bogor. Analisis hormon testosteron

Lebih terperinci

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks Persentase Rasio gonad perberat Tubuh Cobia 32 Pembahasan Berdasarkan hasil pengukuran rasio gonad dan berat tubuh cobia yang dianalisis statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6483.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) DAFTAR ISI Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3 Deskripsi...

Lebih terperinci

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi 4 2.2. Morfologi Ikan Tambakan (H. temminckii) Ikan tambakan memiliki tubuh berbentuk pipih vertikal. Sirip punggung dan sirip analnya memiliki bentuk dan ukuran yang hampir serupa. Sirip ekornya sendiri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Desember (Amornsakun dan Hassan, 1997; Yusuf, 2005). Areal pemijahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Desember (Amornsakun dan Hassan, 1997; Yusuf, 2005). Areal pemijahan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Reproduksi Ikan baung memijah pada musim hujan, yaitu pada bulan Oktober sampai Desember (Amornsakun dan Hassan, 1997; Yusuf, 2005). Areal pemijahan biasanya ditumbuhi tanaman air

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik ikan nila merah Oreochromis sp. Ikan nila merupakan ikan yang berasal dari Sungai Nil (Mesir) dan danaudanau yang berhubungan dengan aliran sungai itu. Ikan nila

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Rasio Kelamin Ikan Nilem Penentuan jenis kelamin ikan dapat diperoleh berdasarkan karakter seksual primer dan sekunder. Pemeriksaan gonad ikan dilakukan dengan mengamati

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Hatchery dan Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran (FPIK Unpad) pada bulan Juni

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Hasil percobaan perkembangan bobot dan telur ikan patin siam disajikan pada Tabel 2. Bobot rata-rata antara kontrol dan perlakuan dosis tidak berbeda nyata. Sementara

Lebih terperinci

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda 116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) 2.1.1. Klasifikasi Secara biologis ikan lele dumbo mempunyai kelebihan dibandingkan dengan jenis lele lainnya, yaitu lebih mudah dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Klasifikasi ikan tembang (Sardinella maderensis Lowe, 1838 in www.fishbase.com) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo merupakan ikan hasil perkawinan silang antara induk betina lele Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan

Lebih terperinci

Kata Kunci : Induksi,Hormon,Matang gonad

Kata Kunci : Induksi,Hormon,Matang gonad PEMACU PEMATANGAN GONAD INDUK IKAN NILEM DENGAN TEKNIK INDUKSI HORMON Oleh Ninik Umi Hartanti dan Nurjanah Abstrak Induksi dengan mengunakaan berberapa hormone analog pada calon induk untuk mempercepat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN KELABAU (OSTEOCHILUS MELANOPLEURUS) HASIL DOMESTIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sebaran Frekuensi Ikan Tetet (Johnius belangerii) Ikan contoh ditangkap setiap hari selama 6 bulan pada musim barat (Oktober-Maret) dengan jumlah total 681 ikan dan semua sampel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var) menurut Kordi, (2010) adalah. Subordo : Siluroidae

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var) menurut Kordi, (2010) adalah. Subordo : Siluroidae BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus var) Klasifikasi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var) menurut Kordi, (2010) adalah sebagai berikut : Phylum

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :

Lebih terperinci

ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM

ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM Oleh : Rido Eka Putra 0910016111008 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 16 TO = jumlah telur yang diovulasikan, Bg = bobot gonad (g), Bs = bobot sub sampel gonad (g), N = jumlah telur dalam sub sampel gonad (butir). Derajat Pembuahan (Fertilization Rate, FR) Telur Ikan Tawes

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6484.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Prakata... 1 Pendahuluan... 1 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi dan Reproduksi Ikan Baung Ikan baung (Mystus nemurus CV) secara taksonomis diklasifikasikan kedalam phylum Cordata, kelas Pisces, subkelas Teleostei, ordo Ostariophysi,

Lebih terperinci

GONAD MATURATION OF SEPAT RAWA (Trichogaster trichopterus Blkr) WITH DIFFERENT FEEDING TREATMENTS. By Rio Noverzon 1), Sukendi 2), Nuraini 2) Abstract

GONAD MATURATION OF SEPAT RAWA (Trichogaster trichopterus Blkr) WITH DIFFERENT FEEDING TREATMENTS. By Rio Noverzon 1), Sukendi 2), Nuraini 2) Abstract GONAD MATURATION OF SEPAT RAWA (Trichogaster trichopterus Blkr) WITH DIFFERENT FEEDING TREATMENTS By Rio Noverzon 1), Sukendi 2), Nuraini 2) Abstract The research was conducted from Februari to April 2013

Lebih terperinci

ikan jambal Siam masih bersifat musiman,

ikan jambal Siam masih bersifat musiman, Latar Belakang Ikan jambal Siam (Pangmius hpophthalmus) dengan sinonim Pangmius sutchi termasuk famili Pangasidae yang diioduksi dari Bangkok (Thailand) pada tahun 1972 (Hardjamulia et al., 1981). Ikan-ikan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga

III. METODOLOGI. Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di perairan Way Tulang Bawang, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga September 2013.

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6485.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk ikan gurami kelas induk pokok diterbitkan oleh Badan Standardisasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan benih ikan mas, nila, jambal, bawal dan bandeng di bendungan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan benih ikan mas, nila, jambal, bawal dan bandeng di bendungan PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan benih ikan mas, nila, jambal, bawal dan bandeng di bendungan Cirata dan Saguling khususnya kabupaten Cianjur sekitar 8.000.000 kg (ukuran 5-8 cm) untuk ikan mas, 4.000.000

Lebih terperinci

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR @ 2004 Untung Bijaksana Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor September 2004 Dosen : Prof. Dr. Ir. Rudy C Tarumingkeng IKAN HARUAN DI PERAIRAN KALIMANTAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Tawes 2.1.1 Taksonomi Tawes Menurut Kottelat (1993), klasifikasi ikan tawes adalah sebagai berikut: Phylum : Chordata Classis Ordo Familia Genus Species : Pisces : Ostariophysi

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6138 - 1999 Standar Nasional Indonesia Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Pendahuluan Halaman 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nilem (Osteochilus hasselti) merupakan ikan yang banyak dipelihara di daerah Jawa Barat dan di Sumatera (khususnya Sumatera Barat). Ikan nilem ini mempunyai cita

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit 40 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Oosit Pada Stadia Folikel Primer Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit pada stadia folikel primer dapat dilihat pada gambar 10.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa pertumbuhan induk ikan lele tanpa perlakuan Spirulina sp. lebih rendah dibanding induk ikan yang diberi perlakuan Spirulina sp. 2%

Lebih terperinci

Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Ikan Mas Ikan Tawes

Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Ikan Mas Ikan Tawes 3 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pengembangan feromon sebagai perangsang, sehingga menjadi solusi alternatif bagi pemijahan ikan secara alami. 2 TINJAUAN PUSTAKA

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Domba Lokal Domba merupakan hewan ternak yang pertama kali di domestikasi. Bukti arkeologi menyatakan bahwa 7000 tahun sebelum masehi domestik domba dan kambing telah menjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor

TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 01 6485.1 2000 yang dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional (2000), ikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Barbichthys laevis (Froese and Pauly, 2012)

TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Barbichthys laevis (Froese and Pauly, 2012) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulubatu (Barbichthys laevis) Kelas Filum Kerajaan : Chordata : Actinopterygii : Animalia Genus Famili Ordo : Cyprinidae : Barbichthys : Cypriniformes Spesies : Barbichthys laevis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan gurami ( Osphronemus gouramy L.) merupakan ikan air tawar yang

I. PENDAHULUAN. Ikan gurami ( Osphronemus gouramy L.) merupakan ikan air tawar yang 1 I. PENDAHULUAN Ikan gurami ( Osphronemus gouramy L.) merupakan ikan air tawar yang memiliki gizi tinggi dan nilai ekonomis penting serta banyak digemari oleh masyarakat Indonesia. Ikan gurami banyak

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6130 - 1999 Standar Nasional Indonesia Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan...1

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Patin Siam Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki harga jual yang

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, pada bulan Maret 2013 sampai dengan April 2013.

Lebih terperinci

Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok

Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok Standar Nasional Indonesia SNI 6138:2009 Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional SNI 6138:2009 Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu usaha yang mutlak dibutuhkan untuk mengembangkan budi daya ikan adalah penyediaan benih yang bermutu dalam jumlah yang memadai dan waktu yang tepat. Selama ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lemak omega 3 yang ada pada ikan (Sutrisno, Santoso, Antoro, 2000).

I. PENDAHULUAN. lemak omega 3 yang ada pada ikan (Sutrisno, Santoso, Antoro, 2000). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perikanan di Indonesia berpotensi bagi perkembangan dunia usaha khususnya sebagai komoditas perdagangan dan sumber pangan. Permintaan pasar akan produksi perikanan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gurami 1. Klasifikasi Menurut Jangkaru (2004), klasifikasi ikan gurame adalah sebagai berikut : Kingdom Phylum Class Order Sub-Order Family Genus Species : Animalia : Chordata :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan Nilem (Osteochilus hasselti C.V.) adalah salah satu jenis ikan air tawar

I. PENDAHULUAN. Ikan Nilem (Osteochilus hasselti C.V.) adalah salah satu jenis ikan air tawar I. PENDAHULUAN Ikan Nilem (Osteochilus hasselti C.V.) adalah salah satu jenis ikan air tawar yang hidup di tempat-tempat dangkal dengan arus tidak terlalu deras seperti danau, sungai dan rawa. Menurut

Lebih terperinci

KHAIRUL MUKMIN LUBIS IK 13

KHAIRUL MUKMIN LUBIS IK 13 PEMBENIHAN : SEGALA KEGIATAN YANG DILAKUKAN DALAM PEMATANGAN GONAD, PEMIJAHAN BUATAN DAN PEMBESARAN LARVA HASIL PENETASAN SEHINGGA MENGHASILAKAN BENIH YANG SIAP DITEBAR DI KOLAM, KERAMBA ATAU DI RESTOCKING

Lebih terperinci

Kata kunci: ikan nila merah, tepung ikan rucah, vitamin E, TKG, IKG

Kata kunci: ikan nila merah, tepung ikan rucah, vitamin E, TKG, IKG e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 2 Februari 2013 ISSN: 2302-3600 PENGARUH PENAMBAHAN VITAMIN E PADA PAKAN BERBASIS TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP KEMATANGAN GONAD IKAN NILA MERAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Mas (Cyprinus carpio) Menurut Khairuman dan Subenda (2002) sistematika taksonomi ikan mas adalah sebagai berikut : Phyllum : Chordata Subphyllum Superclass

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Ikan Gurame (Osphronemus gouramy Lac.) Ikan gurame (Osphronemus gouramy Lac.) adalah salah satu komoditas budidaya air tawar yang tergolong dalam famili ikan Labirin (Anabantidae).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Percobaan Tahap I Pemberian pakan uji yang mengandung asam lemak esensial berbeda terhadap induk ikan baung yang dipelihara dalam jaring apung, telah menghasilkan data yang

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 9 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kali Baru mulai dari bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan di

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan selama empat bulan dari Oktober 2011 hingga Januari 2012 di Waduk Ir. H. Djuanda, Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat (Gambar 3). Pengambilan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982), dalam Dirjen Perikanan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982), dalam Dirjen Perikanan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Nila 2.1.1 Klasifikasi Ikan Nila Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982), dalam Dirjen Perikanan (1991) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Sub Kingdom : Metazoa

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Klasifikasi lele masamo SNI (2000), adalah : Kingdom : Animalia Phylum: Chordata Subphylum: Vertebrata Class : Pisces

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 02-6730.2-2002 Standar Nasional Indonesia Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk kodok lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok disusun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persiapan Kolam Pemijahan Kolam pemijahan dibuat terpisah dengan kolam penetasan dan perawatan larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga mudah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Kebiasaaan Jenis Makanan Index Stomach Content (ISC) Hasil perhitungan indek kepenuhan isi lambung (ISC) per-tkg dapat dilihat pada Gambar 3, untuk nilai ISC dapat dilihat pada

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Pola reproduksi ikan swanggi (Priacanthus tayenus) pada penelitian ini adalah tinjauan mengenai sebagian aspek reproduksi yaitu pendugaan ukuran pertama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) menurut Froese R, Pauly D

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) menurut Froese R, Pauly D II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Labiobarbus ocellatus Klasifikasi ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) menurut Froese R, Pauly D. 2012. Labiobarbus ocellatus (Heckel, 1843) dalam http://www.fishbase.org/summary/

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.48/MEN/2012 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.48/MEN/2012 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.48/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN INDUK IKAN NILA JANTAN PANDU DAN INDUK IKAN NILA BETINA KUNTI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar belakang

PENDAHULUAN Latar belakang 16 PENDAHULUAN Latar belakang Ikan nila merupakan salah satu komoditas unggulan perikanan yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan. Beberapa kelebihan yang dimiliki ikan ini adalah mudah dipelihara,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. : Ostheochilus : Ostheochilus hasselti cuvier and valenciennes (Ostheochilus hasselti C.V)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. : Ostheochilus : Ostheochilus hasselti cuvier and valenciennes (Ostheochilus hasselti C.V) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Nilem (Ostheochilus hasselti C.V) 2.1.1 Klasifikasi dan Ciri-ciri Ikan Nilem (Ostheochilus hasselti C.V) Ikan nilem yang terletak pada gambar 1 merupakan ikan air

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Organ reproduksi Jenis kelamin ikan ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap gonad ikan dan selanjutnya ditentukan tingkat kematangan gonad pada tiap-tiap

Lebih terperinci

Ikan kakap putih (Lates calcarifer, Bloch 1790) Bagian 1: Induk

Ikan kakap putih (Lates calcarifer, Bloch 1790) Bagian 1: Induk Standar Nasional Indonesia ICS 65.150 Ikan kakap putih (Lates calcarifer, Bloch 1790) Bagian 1: Induk Badan Standardisasi Nasional BSN 2014 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Reproduksi dan Perkembangan gonad. Pertumbuhan.(G) pada ikan dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu:

TINJAUAN PUSTAKA. Reproduksi dan Perkembangan gonad. Pertumbuhan.(G) pada ikan dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu: TINJAUAN PUSTAKA Reproduksi dan Perkembangan gonad Pertumbuhan.(G) pada ikan dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu: (1) Pertumbuhan soma~ yaitu pertumbuhan pada jaringan otot, tuiang dan lainlain dan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004)

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004) 12 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-September 2011 dengan waktu pengambilan contoh setiap satu bulan sekali. Lokasi pengambilan ikan contoh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Nilem (Osteochilus hasselti ) Taksonomi ikan nilem berdasarkan klasifikasi yang disusun oleh Saanin (1984) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum : Chordata

Lebih terperinci

Jatinangor, Desember Taufan Eka Yudhistira. vii

Jatinangor, Desember Taufan Eka Yudhistira. vii KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Tuhan sekalian alam yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan PENGANTAR Latar Belakang Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan ditingkatkan produktivitasnya untuk meningkatkan pendapatan peternak. Produktivitas itik lokal sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya ikan dapat dijadikan alternatif usaha yang dapat memberikan keuntungan dan memiliki prospek jangka panjang yang baik. Hal ini dikarenakan atas permintaan produk

Lebih terperinci

FOR GONAD MATURATION OF GREEN CATFISH

FOR GONAD MATURATION OF GREEN CATFISH UTILIZATION OF ESTRADIOL-17β HORMONE FOR GONAD MATURATION OF GREEN CATFISH (Mystus nemurus CV) By Herlina Mahriani Siagian 1), Netti Aryani 2), Nuraini 2) ABSTRACT The research was conducted from April

Lebih terperinci