POLA OKUPASI GUA KIDANG, HUNIAN MASA PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA. Indah Asikin Nurani
|
|
- Suryadi Pranata
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 POLA OKUPASI GUA KIDANG, HUNIAN MASA PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA A. Hasil Penelitian Selama Enam Tahap Indah Asikin Nurani Hasil penelitian sampai pada tahap keenam (2012), dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. Pola adaptasi manusia penghuni Gua Kidang dalam mempertahankan hidupnya dengan penjadwalan musim untuk mengkonsumsi pangan. Pada musim kering mereka mengkonsumsi binatang invertebrata yaitu jenis kerang dan siput, sedangkan pada musim basah mereka mengkonsumsi binatang jenis vertebrata. Asumsi tersebut diperkuat dengan bukti stratigrafi silang siur pada lapisan atas didominasi temuan cangkang moluska spesies kerang dan siput baik berupa artefak maupun ekofak (sisa makanan), sedangkan pada lapisan bawah didominasi temuan tulang binatang darat terutama jenis vertebrata baik berupa artefak maupun ekofak. Selain itu, berdasarkan proses pengendapan membuktikan pada lapisan bawah terjadi penggumpalan dengan tingkat kelembaban sedang. Proses pengendapan tersebut disebabkan kondisi tanah basah. Pola pemanfaatan lahan gua Kidang, berdasarkan sebaran temuan pada kotak-kotak ekskavasi menunjukkan temuan relatif sama antarkotak, perbedaan terlihat pada per lapisan tanah yaitu pada lapisan atas didominasi cangkang moluska, sedangkan lapisan bawah didominasi temuan tulang vertebrata. Kondisi demikian menunjukkan bahwa pemanfaatan lahan gua, tidak didasarkan pemanfaatan untuk per aktivitas. Kemungkinan pemanfaatan lahan gua dilakukan dengan pembagian lahan untuk aktivitas beberapa kelompok penghuni. Teknologi yang diterapkan dalam pembuatan alat dari cangkang kerang dan tulang menunjukkan tingkat teknologi relatif tinggi dibandingkan teknik pengerjaan alat kerang dan tulang temuan dari gua-gua lainnya di Jawa. Selain dari segi teknik pengerjaan, jenis alat atau perhiasan yang diproduksi juga memiliki variasi dan tipe yang lebih beragam dibandingkan dengan temuan alat dan perhiasan cangkang kerang dan tulang dari gua-gua di Jawa lainnya. Dari bahan cangkang yang digunakan untuk peralatan menunjukkan juga pemanfaatan yang maksimal tidak hanya dari cangkang class pelecypoda, tetapi juga dari class gastropoda. Hal tersebut yang sampai saat ini belum ditemukan di gua-gua hunian di Jawa. Adapun alat dari batu atau litik tidak berkembang dengan baik, umumnya alat litik dibuat untuk kebutuhan mengasah cangkang dan tulang sehingga teknik-teknik pangkasan sebagaimana dalam pembuatan serpih bilah tidak ada. Selain itu, bahan baku batu yang tersedia di sekitar gua dan lingkungan sekitar tidak menyediakan bahan batu dengan silikaan tinggi, sebagian besar bahan baku yang tersedia adalah rijang merah dan kuning, serta batu andesit. Hal tersebut menunjukkan bahwa kedudukan alat batu bukan sebagai alat utama, namun sebagai alat pendukung saja. Namun, berdasarkan teknologi yang diterapkan pada pembuatan alat dan perhiasan dari cangkang kerang dan tulang, tampaknya penerapan teknologi pembuatan alat batu dilakukan. Diduga manusia penghuni gua Kidang penerapkan teknologi alat batu pada bahan cangkang kerang dan tulang. Data kubur membuktikan telah dikenalnya adanya kehidupan lain setelah kehidupan di dunia. Ini menunjukkan manusia saat itu meyakini adanya kekuatan lain berupa supranatural yang harus dihormati dan disucikan. Selain itu, sistem penguburan akan menyingkap segala aspek kehidupan manusia gua baik dari aspek sosial-budaya, ekonomi
2 (mata pencaharian) maupun aspek religi yang dianut manusia saat itu. Adanya orientasi kubur (barat - timur) yang dipercaya sebagai unsur hidup mati (matahari terbit matahari tenggelam). Posisi terlipat yang dipercaya sebagai posisi janin, dengan pengertian lahir kembali dalam kehidupan lain. Temuan rangka Homo sapiens penghuni gua Kidang yang ditemukan di kotak T6S1 berupa rangka bagian bawah (kaki) memperjelas bahwa penghuni gua Kidang telah mengenal ritual memperlakukan mayat. Sistem penguburan yang telah diketahui berdasarkan temuan rangka ini adalah susunan bongkahan batu gamping berorientasi baratlaut tenggarayang menimbun rangka, penaburan remis-remis cangkang kerang dan remukan batugamping merah, serta beberapa penyertaan fragmen vertebrata seperti spesies cervidae, macaca, dan suidea di sekitar rangka. Temuan rangka dari kotak T6S1 adalah rangka seorang remaja berumur antara tahun dengan tinggi tubuh antara cm. Untuk jenis kelamin belum dapat diketahui mengingat temuan pinggul belum tersingkap, karena berada di kotak T6S2 (belum digali). Indikasi lainnya yang menarik adalah adanya penimbunan barang berat pada bagian sekitar lutut sehingga kenampakkan tulang pipih. Belum diketahui apakah ini merupakan suatu ritual yang dikenalnya ataukah bukan. Namun yang jelas pipihnya tulang terjadi setelah menjadi mayat bukan pada masa hidupnya. Temuan rangka utuh di kotak T6S2 sejak kedalaman 115 cm menambah informasi sistem kubur yang telah dikenal oleh penghuni gua Kidang. Berbeda dengan temuan rangka yang telah ditemukan tahap kelima (2011) pada kedalaman akhir 170 cm yang baru bagian ekstremitas bawah di kotak T6S1, temuan rangka utuh ini dapat diidentifikasi jenis kelamin, usia, tinggi badan, dan afinitas. Sistem kubur yang tampak pada temuan ini berbeda dengan sistem kubur temuan ekstremitas bawah yaitu orientasi rangka timur barat dengan kepala di timur miring menghadap barat. Posisi rangka semi fleksi dengan posisi tangan terlipat di bawah kepala (sebagai bantal?), kaki semi terlipat. Taburan remis cangkang kerang pada rangka, beberapa cangkang kerang utuh yang diletakkan pada bagian-bagian tertentu rangka, serta penyertaan tulang hewan di sekitar rangka. Hasil analisis paleoantropologi berhasil mengidentifikasi rangka meskipun pada beberapa bagian rangka sudah tidak utuh (fragmented), namun demikian posisi masing-masing tulang sebagian besar masih dalam posisi anatomis sehingga masih dapat dibaca dan diidentifikasi. Dari hasil identifikasi estimasi umur individu antara tahun dengan jenis kelamin laki-laki dan tinggi badan 153,23 ± 3,37. Afiliasi rasial diduga adalah Australomelanesoid. Temuan kedua rangka Homo sapiens yang terletak pada kotak dan posisi lapisan tanah yang berbeda, dapat disimpulkan adanya dua periode yang berbeda dengan ritual perlakuan mayat yang berbeda pula. Hal tersebut menunjukkan bahwa penghuni gua Kidang telah dihuni oleh komunitas yang berbeda pada periode yang berbeda dan memiliki ritual penguburan yang berbeda pula. Jenis binatang yang dikonsumsi manusia penghuni gua Kidang terdiri atas spesies invertebrate baik dari air tawar maupun laut dan spesies vertebrata antara lain jenis cervidae, suidae, macaca, bovidae, rodentsia. Temuan yang menarik dari jenis binatang adalah fragmen gigi stegodon dan elephas di kotak B2U7. Kedua jenis binatang ini habitat terdekat berada di sekitar Bengawan Solo yang merupakan situs manusia purba kala Plestosen di Pati Ayam, Kudus; Sangiran; dan yang terdekat berada di Jigar, Manden, dan Ngandong di Blora bagian tenggara. Berdasarkan temuan tersebut menarik untuk ditelusuri seberapa jauh jelajah manusia penghuni gua Kidang bereksplorasi dalam mempertahankan hidupnya. Selain itu, menarik untuk dikaji lebih mendalam tentang evolusi manusia purba menuju manusia prasejarah yaitu penghuni gua tertua. Data
3 manusia tertua penghuni gua sangatlah penting diungkap, sehingga evolusi manusia dapat terekonstruksi tanpa putus. Hasil pertanggalan radiocarbon sampel arang dengan konteks temuan cangkang kerang dan tulang pada dua kotak menghasilkan dating 8600 ± 310 B.P. (1950) dari kotak T7S2 (Gua Kidang A) kedalaman cm dari permukaan tanah. Adapun sampel arang dari kotak U31T49 (Gua Kidang AA) kedalaman 50 cm dari permukaan tanah menghasil dating 7770 ± 220 B.P. (1950). Selanjutnya pada kedalaman 100 cm pada gua Kidang A (kotak T6S2 dengan sampel cangkang moluska) menghasilkan angka ± 160 BP. (1950). Berdasarkan survei di teras sungai Lusi yang merupakan penemuan situs baru, korelasi antara gua Kidang dengan situs-situs kala Pleistosen (DAS Solo, Pati Ayam, dan Sangiran) semakin jelas. Pertanggalan relatif yang didukung temuan arkeologis di kelima situs tersebut dapat disimpulkan adanya kesinambungan baik dari aspek budaya maupun manusia sejak kala Pleistosen sampai kala Holosen. Bukti stratigrafi di kotak B2U7 pada lapisan 4 menunjukkan adanya lapisan yang selaras dengan stratigrafi di teras sungai Lusi. Sementara itu data hominid juga memberikan informasi yang lebih jelas perkembangannya dari Homo erectus ke Homo sapiens. Diharapkan berdasarkan beberapa kejelasan permasalahan terkait kesinambungan budaya kala Pleistosen ke kala Holosen yang selama ini masih missing link akan terungkap pada situs gua Kidang ini. Hunian awal di gua Kidang besar kemungkinan akan menjawab missing link tersebut. B. Pola Hidup Komunitas Penghuni Gua Kidang, Blora 1. Tipe dan Teknologi Artefak Cangkang Kerang dan Tulang Temuan artefak cangkang kerang dari Gua Kidang meliputi beberapa jenis antara lain: calon alat, serut, lancipan, serut lancipan, dan manik-manik. Adapun temuan artefak tulang meliputi jenis lancipan, sudip, spatula, pengasah, dan perhiasan. Kedua jenis artefak cangkang kerang dan tulang ini beberapa tampak terbakar. Di antara temuan artefak cangkang kerang yang menarik adalah serut bergerigi temuan dari kotak T6S1, dengan nomor temuan 294 berukuran 4,5 x 2,8 x 0,3 cm. Pengerjaan serut bergerigi ini tampak jelas dikerjakan dengan aspek teknologi yang tinggi. Alat ini seperti gergaji, yaitu dengan pengerjaan intensif pada lateral kiri dengan membuat retus bergerigi mikro sepanjang bagian lateral sampai bagian bawah. Sementara itu lateral kanan dikerjakan dengan pangkasan makro berbentuk cekung dengan jejak pemakaian Serut bergerigi, no.temuan: 294 dari kotak T6S1. Foto: Andreas/balar jogja cukup intensif juga. Dengan demikian alat ini tampaknya berfungsi ganda yaitu sebagai gergaji dan serut. Alat multi fungsi: serut bergerigi sekaligus perhiasan no. temuan 261 dari kotak T6S1. Foto: Andreas/balar jogja Alat pengasah dari tulang no. tem. 402 dari kotak T6S1 Temuan lainnya yang menarik adalah temuan bernomor 261 dari kotak T6S1. Specimen ini menunjukkan alat berfungsi ganda bukan sebagai manik-manik (perhiasan) saja, tetapi juga berfungsi sebagai alat. Ukuran alat 4,9 x 2,8 x 0,5 cm. Manik-manik ditandai dengan membuat
4 lubang berdiameter 1,2 cm pada bagian tengah cangkang. Sementara itu pada bagian bawah dikerjakan dengan teknik pengerjaan retus untuk membentuk tajaman runcing secara mikro seperti gergaji dengan ukuran lebih lebar dari pada gergaji sebagaimana specimen serut gergaji di atas. Temuan artefak tulang yang menarik adalah alat pengasah yang merupakan temuan dari kotak T6S1 dengan nomor temuan 402. Alat ini dibuat dari tulang panjang bovidae.. Ukuran alat 7,7 x 3,9 x 2,2 cm. Teknik pengerjaan dilakukan dengan cara pemangkasan secara longitudinal pada kedua sisi tulang. Sementara itu bukti kalau alat ini merupakan alat pengasah adalah pada bagian atas tulang yaitu terdapat lekukan melebar. Kemungkinan pengasahan dilakukan dengan cara memegang tangkai tulang dan alat yang hendak diasah diletakkan di bagian lekukan tersebut. Alat yang diasah diduga adalah alat kerang. Temuan berbagai artefak cangkang kerang dan tulang Gua Kidang ini menunjukkan adanya perbedaan temuan artefak cangkang kerang dan tulang dari gua-gua lainnya di Jawa baik dari segi teknologi maupun tipe alat. Selama ini artefak cangkang kerang temuan dari berbagai gua-gua di Jawa umumnya berupa serut tipe bulan sabit yang teknik pengerjaannya dengan pangkasan-pangkasan sederhana dan pangkasan sekunder berupa retus-retus untuk mempertajam alat. Adapun alat tulang temuan Gua Kidang secara keseluruhan belum dianalisis, namun salah satu temuan yang menunjukkan perbedaan dengan temuan alat tulang gua-gua di Jawa adalah alat pengasah. Temuan serupa berupa alat pengasah juga pernah ditemukan di Gua Pawon, Dander, Bojonegoro. Alat pengasah dari Gua Pawon tersebut dibuat dari rahang gigi Bovidae. Berdasarkan berbagai temuan artefak cangkang kerang dan tulang Gua Kidang yang berbeda dengan temuan artefak cangkang kerang dan tulang gua-gua di Jawa, tampak jelas gua ini memiliki peranan penting dalam mengungkap jejak budaya gua terutama di Jawa. Hal tersebut tampak jelas dengan variasi tipologis jenis alat dengan teknologi yang lebih rumit dibandingkan artefak temuan pada gua-gua di Jawa lainnya. Pengembangan alat dari batu atau litik tidak berkembang dengan baik, mumnya alat litik dibuat untuk kebutuhan mengasah cangkang kerang dan tulang, sehingga teknik-teknik pangkasan batu sebagaimana dalam pembuatan serpih bilah tidak ditemukan. Selain itu, bahan baku batu yang tersedia di sekitar gua dan lingkungan sekitar tidak menyediakan bahan batu dengan silikaan tinggi, sebagian besar bahan baku yang tersedia adalah rijang merah dan kuning, serta batu andesit. Hal tersebut menunjukkan bahwa kedudukan alat batu bukan sebagai alat utama, namun sebagai alat pendukung saja. Namun, berdasarkan teknologi yang diterapkan pada pembuatan alat dan perhiasan dari cangkang kerang dan tulang, tampaknya penerapan teknologi pembuatan alat batu dilakukan. Dengan kata lain, ada dugaan manusia penghuni Gua Kidang mengenal teknologi alat batu yang dikembangkan pada teknik pembuatan dari bahan yang berbeda yaitu cangkang kerang dan Alat serpih dari tulang tulang. Dugaan tersebut didasarkan dengan temuan alat tulang berupa alat serpih dan serut yang tampak penerapan teknologi litik yaitu berupa dataran pukul, bulbus dan pamgkasan pada bagian dorsal.
5 2. Rangka Homo sapiens Temuan rangka Homo sapiens penghuni gua Kidang yang ditemukan di kotak T6S1 berupa rangka bagian bawah (kaki) memperjelas bahwa penghuni gua Kidang telah mengenal ritual memperlakukan mayat. Sistem penguburan yang telah diketahui berdasarkan temuan rangka ini adalah susunan bongkahan batu gamping berorientasi baratlaut tenggara, penaburan remis-remis cangkang kerang dan remukan batugamping merah, serta beberapa penyertaan fragmen vertebrata seperti spesies cervidae, macaca, dan suidea di sekitar rangka. Temuan rangka dari kotak T6S1 adalah rangka seorang remaja berumur antara tahun dengan tinggi tubuh antara cm. Untuk jenis kelamin belum dapat diketahui mengingat temuan pinggul belum sepenuhnya tersingkap, karena berada di kotak T6S2 yang baru mencapai kedalaman 80 cm dari permukaan tanah. Indikasi lainnya yang menarik adalah adanya penimbunann barang berat pada bagian sekitar lutut sehingga kenampakkan tulang pipih. Belum diketahui apakah ini merupakan suatu ritual yang dikenalnya ataukah bukan. Namun yang jelas pipihnya tulang terjadi setelah menjadi mayat bukan pada masa hidupnya. Temuan rangka lainnya adalah rangka utuh di kotak T6S2 sejak kedalaman 115 cm menambah informasi sistem kubur yang telah dikenal oleh penghuni gua Kidang. Berbeda dengan temuan rangka yang telah ditemukan tahap kelima (2011) pada kedalaman akhir 170 cm yang baru bagian ekstremitas bawah di kotak T6S1, temuan rangka utuh ini dapat diidentifikasi jenis kelamin, usia, tinggi badan, dan afinitas. Sistem kubur yang dikenal penghuni gua Kidang dalam memperlakukan mayat antara lain adalah orientasi rangka timur barat dengan kepala di timur miring menghadap barat. Posisi rangka semi fleksi dengan posisi tangan terlipat di bawah kepala (sebagai bantal?), kaki semi terlipat. Taburan remis cangkang kerang pada rangka, beberapa cangkang kerang utuh yang diletakkan pada bagian-bagian tertentu rangka, serta penyertaan tulang hewan di sekitar rangka.
6 Hasil analisis paleoantropologi berhasil mengidentifikasi rangka meskipun pada beberapa bagian rangka sudah tidak utuh (fragmented), namun demikian posisi masing-masing tulang sebagian besar masih dalam posisi anatomis sehingga masih dapat dibaca dan diidentifikasi. Dari hasil identifikasi estimasi umur individu antara tahun dengan jenis kelamin lakilaki dan tinggi badan 153,23 ± 3,37. Afiliasi rasial diduga adalah Australomelanesoid. Berdasarkan temuan tiga rangka manusia dengan posisi dan orientasi yang berbeda pada kedalaman yang berbeda, menunjukkan bahwa, pendukung gua Kidang memiliki sistem penguburan yang berbeda pada kurun waktu yang berbeda. Namun demikian, interpretasi ini masih belum didukung analisis baik laboratories maupun non laboratories baik temuan dari kotak T6S1 (kedalaman -170 cm dari permukaan tanah) dan kotak T7S2 (kedalaman -105 cm dari permukaan tanah) yang belum seluruhnya tersingkap. Penelitian tahun 2013, pada kotak T7S2 kedalaman 105 cm dari permukaan tanah ditemukan satu individu rangka manusia lagi, meski belum tersingkap seluruhnya. Temuan rangka meliputi bagian lengan tangan sampai jemari yang bertemu dengan jemari kaki. Selain itu, sebagian punggung yaitu tulang rusuk bagian kanan. Melihat temuan ini, sepertinya posisi rangka adalah meringkuk. Melihat hanya sebagian dari rangka ini yang ditemukan, maka untuk mengetahui lebih lanjut mengenai jenis kelamin, tinggi badan, dan usia, serta ras si mati belum dapat dilakukan. 3. Jangkauan Jelajah Ruang dan Waktu Manusia Penghuni Gua Kidang Jangkauan jelajah manusia penghuni gua Kidang dalam mempertahankan hidupnya berdasarkan temuan ekskavasi menjangkau sejauh 50 km. Jangkauan jelajah sejauh itu didasarkan pada temuan artefak batu (rijang) yang sumber bahan bakunya berada di DAS Solo. Selain itu juga, didasarkan temuan species elephas dan stegodon yang habitatnya berada di daerah Pegunungan Muria (situs Pati Ayam). Lebih lanjut berdasarkan survei pada teras sungai Lusi menunjukkan adanya korelasi stratigrafi dengan didukung temuan fragmen binatang sub fosil yang semasa dengan Gua Kidang, maka terdapat jangkauan yang lebih dekat dari situssitus Pleistosen di atas. Berdasarkan hasil survei teras Lusi, maka dapat dirumuskan suatu hipotesis terdapat tiga ring jangkauan jelajah manusia Gua Kidang dalam bereksplorasi mencari sumber pangan dan sumber bahan baku untuk peralatan sehari-hari. Lebih lanjut periksa peta berikut di bawah ini.
7 Konteks Catchment Area Situs Gua Kidang dengan Situs-situs Pleistosen Selanjutnya berdasarkan stratigrafi di teras Sungai Lusi dan situs-situs kala Pleistosen dapat dirumuskan hipotesis jelajah waktu manusia gua Kidang. Korelasi stratigrafi antara gua Kidang dengan situs-situs kala Pleistosen (DAS Solo, Pati Ayam, dan Sangiran) semakin jelas dengan data baru dari teras sungai Lusi. Pertanggalan relatif yang didukung temuan arkeologis di kelima situs dapat disimpulkan adanya kesinambungan baik budaya maupun manusia sejak kala Pleistosen sampai kala Holosen. Bukti stratigrafi di kotak B2U7 pada lapisan 4 menunjukkan adanya lapisan yang selaras dengan stratigrafi di teras Sungai Lusi. Sementara itu, data hominid juga memberikan informasi yang lebih jelas perkembangannya dari Homo erectus ke Homo sapiens. Diharapkan berdasarkan beberapa kejelasan permasalahan terkait kesinambungan budaya kala Pleistosen ke kala Holosen yang selama ini masih missing link akan terungkap dari Situs Gua Kidang. Hunian awal (lapisan terbawah) di Gua Kidang besar kemungkinan akan menjawab missing link tersebut. Berikut dapat dilihat korelasi stratigrafi antara situs gua Kidang dengan situs-situs kala Pleistosen. Korelasi Kronologis Relatif Situs Gua Kidang dengan Situs-situs Pleistosen
POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005.
POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA 2014 Indah Asikin Nurani Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005. A. Hasil Penelitian Sampai Tahun
Lebih terperinciJELAJAH RUANG DAN WAKTU MANUSIA PENGHUNI GUA KIDANG. Traveling Through Space and Time of Gua Kidang sdwellers
JELAJAH RUANG DAN WAKTU MANUSIA PENGHUNI GUA KIDANG Traveling Through Space and Time of Gua Kidang sdwellers Indah Asikin Nurani Balai Arkeologi Yogyakarta Jl. Gedongkuning 174 Yogyakarta E-mail:anikardani@gmail.
Lebih terperinciGUA KIDANG, HUNIAN GUA KALA HOLOSEN DI DAS SOLO
GUA KIDANG, HUNIAN GUA KALA HOLOSEN DI DAS SOLO Kidang Cave, a Holocene Habitation along the Solo River Indah Asikin Nurani 1 dan Agus Tri Hascaryo 2 Balai Arkeologi Yogyakarta, Jl. Gedongkuning 174 Yogyakarta
Lebih terperinciHUNIAN BERULANG DI DOLINA KIDANG, BLORA KALA HOLOSEN DWELLING RECURRING IN DOLINA KIDANG, BLORA HOLOCENE PERIOD. Indah Asikin Nurani PENDAHULUAN
HUNIAN BERULANG DI DOLINA KIDANG, BLORA KALA HOLOSEN DWELLING RECURRING IN DOLINA KIDANG, BLORA HOLOCENE PERIOD Indah Asikin Nurani Balai Arkeologi Daerah Istimewa Yogyakarta, Jalan Gedong Kuning No. 174,
Lebih terperinciPOLA OKUPASI GUA KIDANG, JELAJAH RUANG DAN WAKTU: Suatu Hipotesis. OCCUPATIONAL PATTERN OF KIDANG CAVE, EXPLORATION OF SPACE AND TIME: A Hypothesis
POLA OKUPASI GUA KIDANG, JELAJAH RUANG DAN WAKTU: Suatu Hipotesis OCCUPATIONAL PATTERN OF KIDANG CAVE, EXPLORATION OF SPACE AND TIME: A Hypothesis Indah Asikin Nurani 1 & Agus Tri Hascaryo 2 1 Balai Arkeologi
Lebih terperinciSISTEM KUBUR PENGHUNI GUA KIDANG, BLORA BURIAL SYSTEM OF GUA KIDANG S SETTLERS, BLORA
SISTEM KUBUR PENGHUNI GUA KIDANG, BLORA BURIAL SYSTEM OF GUA KIDANG S SETTLERS, BLORA Indah Asikin Nurani 1, Toetik Koesbardiati 2 dan Delta Bayu Murti 2 1 Balai Arkeologi Yogyakarta 2 Departemen Antropologi,
Lebih terperinciKARAKTER BUDAYA GUA KIDANG HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST PEGUNUNGAN UTARA JAWA
KARAKTER BUDAYA GUA KIDANG HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST PEGUNUNGAN UTARA JAWA THE CULTURAL CHARACTER OF GUA KIDANG (KIDANG CAVE), A PREHISTORIC HABITATION SITE ON THE KARST OF THE NORTH MOUNTAINS OF
Lebih terperinciIdentifikasi Jejak Hunian di Situs Song Agung: Kajian Awal atas Hasil Ekskavasi Bulan Maret 2002
Identifikasi Jejak Hunian di Situs Song Agung: Kajian Awal atas Hasil Ekskavasi Bulan Maret 00 Oleh: J. A. Sonjaya a. Latar Belakang Pada tanggal -3 Maret 00 telah dilakukan ekskavasi di situs Song Agung,
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Universitas Indonesia
BAB V PENUTUP Manusia prasejarah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dalam hal ini makanan, telah mengembangkan teknologi pembuatan alat batu. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan mereka untuk dapat bertahan
Lebih terperinciPRASEJARAH INDONESIA
Tradisi Penguburan Jaman Prasejarah Di Liang Bua dan Gua Harimau E. Wahyu Saptomo Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Jakarta PRASEJARAH INDONESIA Prasejarah Indonesia dapat dibagi dua yaitu: - Prasejarah
Lebih terperinciTEKNOLOGI PEMBUATAN ALAT DAN PERHIASAN DI GUA KIDANG, BLORA THE TECHNOLOGY OF TOOLS AND ORNAMENTS PRODUCTION AT GUA KIDANG, BLORA
TEKNOLOGI PEMBUATAN ALAT DAN PERHIASAN DI GUA KIDANG, BLORA THE TECHNOLOGY OF TOOLS AND ORNAMENTS PRODUCTION AT GUA KIDANG, BLORA Indah Asikin Nurani Balai Arkeologi D.I. Yogyakarta anikardani@gmail. com
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN. purba yang mempunyai peran penting bagi dunia ilmu pengetahuan. Di situs ini
BAB IV KESIMPULAN A. KESIMPULAN Situs Manusia Purba Sangiran merupakan salah satu situs manusia purba yang mempunyai peran penting bagi dunia ilmu pengetahuan. Di situs ini ditemukan beragam jenis fosil
Lebih terperinciTaufiqurrahman Setiawan (Balai Arkeologi Medan) Abstract
LOYANG 1 MENDALI SITUS HUNIAN PRASEJARAH DI PEDALAMAN ACEH Asumsi Awal Terhadap Hasil Penelitian Gua-gua di Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Taufiqurrahman Setiawan (Balai Arkeologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Alat tulang merupakan salah satu jenis produk teknologi manusia. Alat
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Alat tulang merupakan salah satu jenis produk teknologi manusia. Alat tulang digunakan sebagai alat bantu dalam suatu pekerjaan. Alat tulang telah dikenal manusia sejak
Lebih terperinciPENEMU 1. P.E.C. SCHEMULLING TAHUN 1864 FOSIL VERTEBRATA DARI KALIOSO 2. EUGENE DUBOIS, KURANG TERTARIK
PENEMU 1. P.E.C. SCHEMULLING TAHUN 1864 FOSIL VERTEBRATA DARI KALIOSO 2. EUGENE DUBOIS, KURANG TERTARIK 3. 1934, G.H.R. VON KOENINGSWALD MENEMUKAN ARTEFAK DI BARAT LAUT KUBAH SANGIRAN FOSIL MANUSIA SANGIRAN
Lebih terperinciRESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN
RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN SEJARAH PENEMUAN SITUS Keberadaan temuan arkeologis di kawasan Cindai Alus pertama diketahui dari informasi
Lebih terperinciMengenal Manusia Purba Sejarah Kelas X
Mengenal Manusia Purba Sejarah Kelas X A. Manusia Purba Pernahkah kamu mendengar tentang Situs Manusia Purba Sangiran? Kini Situs Manusia Purba Sangiran telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya
Lebih terperinciPEMANFAATAN TULANG SEBAGAI ARTEFAK DARI SITUS GUA KIDANG BLORA JAWA TENGAH KOLEKSI BALAR YOGYAKARTA. Michael Angello Winarko
1 PEMANFAATAN TULANG SEBAGAI ARTEFAK DARI SITUS GUA KIDANG BLORA JAWA TENGAH KOLEKSI BALAR YOGYAKARTA Michael Angello Winarko Program Studi Arkeologi Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana ABSTRACT
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Ilham Abdullah
ALAT TULANG SITUS PLESTOSEN JAWA: BAHAN BAKU, TEKNOLOGI, DAN TIPOLOGI (Bone tools from Pleistocene Site of Java: Raw Materials, Technology, and Typology) Ilham Abdullah Balai Pelestarian Situs Manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. alam di sekitarnya. Pemanfaatan ini dilakukan sebagai upaya untuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak dulu manusia memiliki kecenderungan untuk memanfaatkan hasil alam di sekitarnya. Pemanfaatan ini dilakukan sebagai upaya untuk mempertahankan hidup mereka.
Lebih terperinciIDENTIFIKASI RANGKA MANUSIA SITUS GUA BALANG METTI, KABUPATEN BONE, SULAWESI SELATAN
IDENTIFIKASI RANGKA MANUSIA SITUS GUA BALANG METTI, KABUPATEN BONE, SULAWESI SELATAN Identification of Human Skeleton of Balang Metti Cave Site, District of Bone, South Sulawesi Fakhri Balai Arkeologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditemukannya fosil hominid berupa tengkorak dan rahang bawah oleh von
BAB I PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang Daerah Sangiran merupakan daerah yang cukup terkenal penting karena ditemukannya fosil hominid berupa tengkorak rahang bawah oleh von Koeningswald (1940). Salah satu
Lebih terperinciManusia purba atau dikategorikan sebagai manusia yang hidup pada masa tulisan atau aksara belum dikenal, disebut juga manusia prasejarah atau
KEHIDUPAN MANUSIA PURBA DI INDONESIA Manusia purba atau dikategorikan sebagai manusia yang hidup pada masa tulisan atau aksara belum dikenal, disebut juga manusia prasejarah atau Prehistoric people. Manusia
Lebih terperinciBAB III ZAMAN PRASEJARAH
79 BAB III ZAMAN PRASEJARAH Berdasarkan geologi, terjadinya bumi sampai sekarang dibagi ke dalam empat zaman. Zaman-zaman tersebut merupakan periodisasi atau pembabakan prasejarah yang terdiri dari: A.
Lebih terperinci1.5 Ruang lingkup dan Batasan Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gua Pawon dengan segala bentuk temuan prasejarah yang terkandung di dalamnya, begitu juga dengan lingkungannya bila di kaitkan dengan Undang- Undang Nomor 11 Tahun
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN SITUS GUA PAWON
BAB II GAMBARAN SITUS GUA PAWON 2. 1. Wilayah situs Gua Pawon terletak di wilayah Desa Masigit, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung berdasarkan laporan penelitian (Yondri et.al. 2005) dan data geografis.
Lebih terperinciANALISIS TAFONOMI MOLUSKA PADA FORMASI DAMAR DI KALI SIWUNGU TEMBALANG SEMARANG
ANALISIS TAFONOMI MOLUSKA PADA FORMASI DAMAR DI KALI SIWUNGU TEMBALANG SEMARANG ABSTRAK Anis Kurniasih, ST., MT. 1, Ikhwannur Adha, ST. 2 1 Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang,
Lebih terperinciALAT TULANG DARI SITUS SANGIRAN (Bone Tools From Sangiran Site)
ALAT TULANG DARI SITUS SANGIRAN (Bone Tools From Sangiran Site) Ilham Abdullah Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran ilhamabdullah9969@gmail.com ABSTRACT Some of bone tools from Sangiran Site
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN MUSEUM PALEONTOLOGI PATIAYAM
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sejarah panjang peradaban dan kebudayaan manusia. Jejak jejak manusia purba dan peradabannya yang ditemukan dari lapisan pleistosen terdapat di berbagai
Lebih terperinciSISTEM PENGUBURAN TERLIPAT TAKENGON Tambahan Data Baru Penguburan Dalam Gua di Indonesia
SISTEM PENGUBURAN TERLIPAT TAKENGON Tambahan Data Baru Penguburan Dalam Gua di Indonesia Taufiqurrahman Setiawan Balai Arkeologi Medan Jalan Seroja Raya Gang Arkeologi no. 1, Medan tokeeptheexplorer@gmail.com
Lebih terperinciTipologi Alat Cangkang Pelecypoda Situs Prasejarah Gua Kidang, Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah
Tipologi Alat Cangkang Pelecypoda Situs Prasejarah Gua Kidang, Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah Rindy Gita Wahyuni 1 dan R. Cecep Eka Permana 2 1. Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya,
Lebih terperinciPERSEPSI MAHASISWA CALON GURU TENTANG PEMANFAATAN SITUS SANGIRAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR EVOLUSI
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN SAINS Peningkatan Kualitas Pembelajaran Sains dan Kompetensi Guru melalui Penelitian & Pengembangan dalam Menghadapi Tantangan Abad-21 Surakarta, 22 Oktober 2016 PERSEPSI MAHASISWA
Lebih terperinciGeologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Foto 24. A memperlihatkan bongkah exotic blocks di lereng gunung Sekerat. Berdasarkan pengamatan profil singkapan batugamping ini, (Gambar 12) didapatkan litologi wackestone-packestone yang dicirikan oleh
Lebih terperinciIII.1 Morfologi Daerah Penelitian
TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur
Lebih terperinciSISTEM SETTING OKUPASI MANUSIA KALA PLEISTOSEN - AWAL HOLOSEN DI KAWASAN GUNUNGKIDUL
SISTEM SETTING OKUPASI MANUSIA KALA PLEISTOSEN - AWAL HOLOSEN DI KAWASAN GUNUNGKIDUL THE SETTING SYSTEM OF HUMAN OCCUPATION DURING PLEISTOCENE- EARLY HOLOCENE IN GUNUNGKIDUL Indah Asikin Nurani Balai Arkeologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Artefak obsidian..., Anton Ferdianto, FIB UI, 2008
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penelitian Pada awal abad ke 20, Pulau Jawa menjadi pusat penelitian mengenai manusia prasejarah. Kepulauan Indonesia, terutama Pulau Jawa memiliki bukti dan sejarah
Lebih terperinciberukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.
berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan
Lebih terperinciGeologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /
BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah
Lebih terperinciJejak Hasil Peninggalan Budaya Manusia Prasejarah di Song Terus Pacitan
Jejak Hasil Peninggalan Budaya Manusia Prasejarah di Song Terus Pacitan Sri Dwi Ratnasari Prodi Pendidkan Sejarah, STKIP PGRI PACITAN Jl. Cut Nyak Dien No 4A, Kec. Pacitan Email: sridwiratnasari@yahoo.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Hubungan antara manusia dengan alam yang ada di sekitarnya merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Hubungan antara manusia dengan alam yang ada di sekitarnya merupakan hubungan yang sangat erat dan saling berakibat sejak awal kemunculan manusia. Kehidupan
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Stratigrafi Daerah Nanga Kantu Stratigrafi Formasi Kantu terdiri dari 4 satuan tidak resmi. Urutan satuan tersebut dari tua ke muda (Gambar 3.1) adalah Satuan Bancuh
Lebih terperinciALAT BATU DI PEGUNUNGAN TENGAH PAPUA
ALAT BATU DI PEGUNUNGAN TENGAH PAPUA Marlin Tolla (Balai Arkeologi Jayapura) Abstract The discovery of stone tools in prehistoric sites in the central highlands of Papua, especially in the Pegunungan Bintang
Lebih terperinciSTRATIGRAFI KARBONAT FORMASI SELOREDJO ANGGOTA DANDER DI SUNGAI BANYUREJO KECAMATAN BUBULAN KABUPATEN BOJONEGORO, JAWA TIMUR, INDONESIA
STRATIGRAFI KARBONAT FORMASI SELOREDJO ANGGOTA DANDER DI SUNGAI BANYUREJO KECAMATAN BUBULAN KABUPATEN BOJONEGORO, JAWA TIMUR, INDONESIA Didit Hadi Barianto *, Aldrin Fauzan Faza, Moch Indra Novian, Salahuddin
Lebih terperinciTUGAS SEJARAH II MANUSIA PURBA TRINIL DAN SANGIRAN
TUGAS SEJARAH II MANUSIA PURBA TRINIL DAN SANGIRAN NAMA : RINI LARASATI KELAS : X MIA 5 MANUSIA PURBA TRINIL Museum Trinil terletak di pinggiran Sungai Bengawan Solo, tepatnya di Dusun Pilang, Desa Kawu,
Lebih terperinciJenis Manusia Purba di Indonesia Beserta Gambar
Jenis Manusia Purba di Indonesia Beserta Gambar Dalam hal penemuan fosil manusia purba, Indonesia menempati posisi yang penting, sebab fosil-fosil manusia purba yang ditemukan Indonesiaberasal dari semua
Lebih terperinciSTRATEGI ADAPTASI PENGUSUNG HOABINHIAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN MAKANAN
STRATEGI ADAPTASI PENGUSUNG HOABINHIAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN MAKANAN Ketut Wiradnyana Balai Arkeologi Medan Abstract The presence of hoabinh site either in lowland or highland is characterized that
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM
9 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Kegiatan penelitian dilakukan di salah satu tambang batubara Samarinda Kalimantan Timur, yang luas Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebesar 24.224.776,7
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan tugas akhir yang berjudul Geologi dan Analisis Struktur Geologi Daerah Cileungsi dan Sekitarnya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi 4 bagian besar zona fisiografi (Gambar II.1) yaitu: Zona Bogor, Zona Bandung, Dataran Pantai Jakarta dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM
BAB II TINJAUAN UMUM Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium BALAI BESAR KERAMIK Jalan Jendral A. Yani 392 Bandung. Conto yang digunakan adalah tanah liat (lempung) yang berasal dari Desa Siluman
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu dengan pengamatan menggunakan SRTM dan juga peta kontur yang dibuat dari
Lebih terperinciKata kunci: Liang Bua, Homo floresiensis, subsistensi, Papagomys
ANALISIS TEMUAN TULANG TIKUS SEBAGAI STRATEGI SUBSISTENSI MANUSIA PURBA LIANG BUA, FLORES BARAT, NUSA TENGGARA TIMUR ABSTRAK Situs Liang Bua merupakan situs gua hunian yang penting bagi perkembangan sejarah
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Singkapan Stadion baru PON Samarinda Singkapan batuan pada torehan bukit yang dikerjakan untuk jalan baru menuju stadion baru PON XVI Samarinda. Singkapan tersebut
Lebih terperinciFENOMENA GEOLOGI DAN SEDIMENTASI GUA DARI SITUS LIANG BUA FLORES
FENOMENA GEOLOGI DAN SEDIMENTASI GUA DARI SITUS LIANG BUA FLORES Sapri Hadiwisastra* Sapri Hadiwisastra, Fenomena Geologi dan Sedimentasi Gua dari Situs Liang Bua-Flores, RISET - Geologi dan Pertambangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kawasan karst pada saat ini telah menjadi objek penelitian arkeologi yang
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kawasan karst pada saat ini telah menjadi objek penelitian arkeologi yang menarik, karena kawasan karst menjadi bukti berlangsungnya kehidupan pada jaman prasejarah.
Lebih terperinciBAB 2 GEOLOGI REGIONAL
BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, menurut van Bemmelen (1949) Jawa Timur dapat dibagi menjadi 7 satuan fisiografi (Gambar 2), satuan tersebut dari selatan ke utara adalah: Pegunungan
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi Menurut van Bemmelen (1949), Jawa Timur dibagi menjadi enam zona fisiografi dengan urutan dari utara ke selatan sebagai berikut (Gambar 2.1) : Dataran Aluvial Jawa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. telah banyak dilakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan oleh
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan ekonomis di Indonesia dan telah banyak dilakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan oleh
Lebih terperinciWAWASAN BUDAYA NUSANTARA OBSERVASI SANGIRAN. Dosen Pengampu : Ranang Agung S., S.Pd., M.Sn.
WAWASAN BUDAYA NUSANTARA OBSERVASI SANGIRAN Dosen Pengampu : Ranang Agung S., S.Pd., M.Sn. Oleh: Muhammad Faried (14148116) Alim Yuli Aysa (14148137) Jurusan Seni Media Rekam Fakultas Seni Rupa dan Desain
Lebih terperinciCiri Litologi
Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi
Lebih terperinciSANGIRAN DOME DANANG ENDARTO
SANGIRAN DOME DANANG ENDARTO PENDAHULUAN Kisah panjang mengenai evolusi manusia di dunia tampaknya tidak dapat dilepaskan sama sekali dari sebuah bentangan lahan perbukitan tandus yang terletak di tengah
Lebih terperinciTEMUAN RANGKA MANUSIA DI SITUS SEMEDO FINDINGS OF THE HUMAN SKELETON IN SEMEDO SITE
TEMUAN RANGKA MANUSIA DI SITUS SEMEDO FINDINGS OF THE HUMAN SKELETON IN SEMEDO SITE Alifah Balai Arkeologi Yogyakarta Jln. Gedongkuning No. 174, Yogyakarta Pos-el: ali.alifah@yahoo.com ABSTRACT Semedo
Lebih terperinciBab III Geologi Daerah Penelitian
Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke
Lebih terperinciMANUSIA WAJAK (HOMO WAJAKENIS) purba, yaitu: Homo (erectus) Soloensis atau yang dikenal juga sebagai Solo Man, dan yang
MANUSIA WAJAK (HOMO WAJAKENIS) A. PENGERTIAN DAN CIRI MANUSIA WAJAK Manusia Wajak (Homo wajakensis) merupakan satu-satunya temuan di Indonesia yang untuk sementara dapat disejajarkan perkembangannya dengan
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Regional Jawa Tengah berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Barat di sebelah barat, dan
Lebih terperinciPOTENSI ARKEOLOGIS DAERAH ALIRAN SUNGAI KIKIM KABUPATEN LAHAT, SUMATERA SELATAN
POTENSI ARKEOLOGIS DAERAH ALIRAN SUNGAI KIKIM KABUPATEN LAHAT, SUMATERA SELATAN Sigit Eko Prasetyo (Balai Arkeologi Palembang) Abstract Archaeology is the study of human society, primarily through the
Lebih terperinciKAWASAN KARST SUKOLILO JAWA TENGAH: POTENSI ARKEOLOGI DAN TINJAUANNYA SECARA MAKRO 1
KAWASAN KARST SUKOLILO JAWA TENGAH: POTENSI ARKEOLOGI DAN TINJAUANNYA SECARA MAKRO 1 J. Susetyo Edy Yuwono & Gregorius D. Kuswanto (Arkeologi FIB UGM) A. PENDAHULUAN Kawasan karst merupakan sebuah aset
Lebih terperinciBAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian
Lebih terperinciSTRATEGI SUBSISTENSI DI SITUS GUA GEDE NUSA PENIDA PADA MASA PRASEJARAH Subsistence strategies in Gua Gede Site Nusa Penida in Prehistory Period
STRATEGI SUBSISTENSI DI SITUS GUA GEDE NUSA PENIDA PADA MASA PRASEJARAH Subsistence strategies in Gua Gede Site Nusa Penida in Prehistory Period Balai Arkeologi Denpasar Jl. Raya Sesetan No.80, Denpasar
Lebih terperinciWAWASAN BUDAYA NUSANTARA. Disusun Oleh : 1. Levi Alvita Y / Bayu Setyaningrum / Winda Setya M /
WAWASAN BUDAYA NUSANTARA Disusun Oleh : 1. Levi Alvita Y / 14148126 2. Bayu Setyaningrum / 14148127 3. Winda Setya M / 14148128 Institut Seni Indonesia Surakarta 2015/2016 PERGERAKAN MANUSA DISANGIRAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Situs Manusia Purba Sangiran merupakan sebuah situs prasejarah
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Situs Manusia Purba Sangiran merupakan sebuah situs prasejarah yang mengandung temuan fosil yang sangat banyak jumlahnya, seperti fosil Hominid purba, fosil fauna dan
Lebih terperinciSMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.3
SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.3 1. Fosil yang pertama kali ditemukan di Ngandong di tepi Sungai Bengawan Solo sekitar tahun 1931-1933... Meganthropus
Lebih terperinciZaman Prasejarah. Pengantar
Zaman Prasejarah Pengantar Kebudayaan selalu berubah-ubah, lebih-lebih jika ada sebab dari luar, maka perubahan dalam kebudayaan itu mungkin sangat besar dan luas, sehingga timbul kebudayaan baru Kebudayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah
15 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Daerah Bangunjiwo yang merupakan lokasi ini, merupakan salah satu desa di Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I Yogyakarta. Berdasarkan Peta Geologi Lembar Yogyakarta,
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI III.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM
BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Profil Perusahaan PT. Cipta Kridatama didirikan 8 April 1997 sebagai pengembangan dari jasa penyewaan dan penggunaan alat berat PT. Trakindo Utama. Industri tambang Indonesia yang
Lebih terperinci3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan
3.2.3 Satuan Batulempung A. Penyebaran dan Ketebalan Satuan batulempung ditandai dengan warna hijau pada Peta Geologi (Lampiran C-3). Satuan ini tersingkap di bagian tengah dan selatan daerah penelitian,
Lebih terperinciUmur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)
Lebih terperinciContoh fosil antara lain fosil manusia, fosil binatang, fosil pepohonan (tumbuhan).
Kehidupan Manusia Pra Aksara Pengertian zaman praaksara Sebenarnya ada istilah lain untuk menamakan zaman Praaksara yaitu zaman Nirleka, Nir artinya tidak ada dan leka artinya tulisan, jadi zaman Nirleka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing yang sangat strategis, yang terletak di tengah-tengah jalur perdagangan yang menghubungkan antara
Lebih terperinciGeologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Nodul siderite Laminasi sejajar A B Foto 11. (A) Nodul siderite dan (B) struktur sedimen laminasi sejajar pada Satuan Batulempung Bernodul. 3.3.1.3. Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan
Lebih terperinciANALISIS BATU BATA. A. Keletakan
ANALISIS BATU BATA Berdasarkan pada hasil penelitian ini dapat dipastikan bahwa di Situs Sitinggil terdapat struktur bangunan berciri masa prasejarah, yaitu punden berundak. Namun, berdasarkan pada hasil
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada
Lebih terperinciMUSEUM PALEONTOLOGI PATIAYAM DI KUDUS
TUGAS AKHIR LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR MUSEUM PALEONTOLOGI PATIAYAM DI KUDUS Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik oleh : HANDI
Lebih terperinciKebudayaan Ngandong. Di daerah sekitar Ngandong dan Sidorejo dekat Madiun, Jawa Timur, ditemukan
Kebudayaan Ngandong Di daerah sekitar Ngandong dan Sidorejo dekat Madiun, Jawa Timur, ditemukan peralatan-peralatan, seperti : a. Kapak genggam. b. Flake merupakan alat-alat serpih atau alat-alat kecil.
Lebih terperinciLampiran 1. Luas masing-masing Kelas TWI di DAS Cimadur. Lampiran 2. Luas Kelas TWI dan order Sungai Cimadur
LAMPIRAN 63 64 Lampiran 1. Luas masing-masing Kelas TWI di DAS Cimadur No. Kelas TWI Luas Area Ha % 1 1 1 0,007 2 2 20987 99,830 3 3 34 0,163 Luas Total 21022 100 Lampiran 2. Luas Kelas TWI dan order Sungai
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi secara umum daerah penelitian tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya
Lebih terperinciGEOLOGI DAERAH KLABANG
GEOLOGI DAERAH KLABANG Geologi daerah Klabang mencakup aspek-aspek geologi daerah penelitian yang berupa: geomorfologi, stratigrafi, serta struktur geologi Daerah Klabang (daerah penelitian). 3. 1. Geomorfologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan potensi pariwisata. Ribuan pulau dengan berbagai macam suku dan kebudayaan serta alamnya yang elok menjadi obyek
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat oleh van Bemmelen (1949) pada dasarnya dibagi menjadi empat bagian besar, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung
Lebih terperinciManusia Purba Di Indonesia pada Masa Prasejarah
Manusia Purba Di Indonesia pada Masa Prasejarah Masa Prasejarah Indonesia dimulai dengan adanya kehidupan manusia purba yang pada saat itu belum mengenal baca dan tulis. Masa yang juga dikenal dengan nama
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Tengah oleh van Bemmelen, (1949) dibagi menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: Dataran Aluvial Jawa Utara, Gunungapi Kuarter,
Lebih terperinci3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9
3.2.2.4 Mekanisme pengendapan Berdasarkan pemilahan buruk, setempat dijumpai struktur reversed graded bedding (Gambar 3-23 D), kemas terbuka, tidak ada orientasi, jenis fragmen yang bervariasi, massadasar
Lebih terperinci1. Berikut ini merupakan jenis manusia purba yang ditemukan di Indonesia adalah...
Petunjuk A : Pilihlah satu jawaban yang paling tepat. 1. Berikut ini merupakan jenis manusia purba yang ditemukan di Indonesia adalah... A. Pithecanthropus, Sinanthropus pekinensis, Australopithecus africanus
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Paparan Sunda 2. Zona Dataran Rendah dan Berbukit 3. Zona Pegunungan
Lebih terperinciPENTINGNYA PENELITIAN DETIL DI CEKUNGAN BATURETNO
PENTINGNYA PENELITIAN DETIL DI CEKUNGAN BATURETNO Purna Sulastya Putra Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Bandung Sari Hasil penelitian terbaru yang dilakukan oleh penulis di bagian barat Cekungan Baturetno
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1972: 150). Adapun manusia pada saat itu, juga mempertimbangkan faktor-faktor
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada periode Mesolitik, manusia telah bercocok tanam secara sederhana dan memilih gua atau ceruk sebagai tempat berlindung sementara (Heekeren, 1972: 150). Adapun
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
88 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan dari seluruh uraian bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal terkait dengan hasil penelitian ini sebagai berikut : 1. Dari segi
Lebih terperinci