Kata kunci: Liang Bua, Homo floresiensis, subsistensi, Papagomys

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kata kunci: Liang Bua, Homo floresiensis, subsistensi, Papagomys"

Transkripsi

1 ANALISIS TEMUAN TULANG TIKUS SEBAGAI STRATEGI SUBSISTENSI MANUSIA PURBA LIANG BUA, FLORES BARAT, NUSA TENGGARA TIMUR ABSTRAK Situs Liang Bua merupakan situs gua hunian yang penting bagi perkembangan sejarah dunia karena menyimpan bukti-bukti evolusi manusia berupa temuan hominin dari spesies yang berbeda, yaitu Homo floresiensis. Hominin ini hidup dengan cara berburu dan mengumpulkan makanan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan fauna-fauna endemik hasil ekskavasi Situs Liang Bua dan membahas pemanfaatan tikus besar sebagai sumber kalori bagi Homo floresiensis pada Masa Pleistosen Akhir di Situs Liang Bua. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu studi kepustakaan, pengamatan hasil ekskavasi, dan wawancara. Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan metode analisis kualitatif dan analisis zooarkeologi. Teori ekologi dan teori subsistensi digunakan dalam penelitian ini sebagai dasar pemikiran mengenai pemanfaatan sumber daya lingkungan untuk sumber makanan manusia di masa lalu. Temuan fauna di Situs Liang Bua dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok fauna endemik berupa temuan pada Lapisan Pleistosen di deposit Situs Liang Bua dan kelompok fauna modern yang berada pada Lapisan Holosen Situs Liang Bua. Kelompok fauna endemik Situs Liang Bua terdiri atas beberapa spesies yaitu komodo (Varanus komodoensis), bangau raksasa (Leptoptilos robustus), pygmy stegodon (Stegodon florensis insularis), dan 8 spesies tikus yaitu Papagomys armandvilley berukuran raksasa (1000g-1200g), Papagomys theodorverhoeveni berukuran besar (700g-1000g), Spelaeomys florensis berukuran besar (600g-900g), Hooijeromys nusatenggara berukuran besar (450g- 1000g), Paulamys naso berukuran sedang (200g-300g), Komodomys rintjanus berukuran sedang (140g), Rattus hainaldi dan Rattus exulans yang berukuran kecil (50g). Fauna-fauna endemik ini ditemukan pada lapisan yang sama dengan temuan Homo floresiensis dan berasosiasi dengan artefak-artefak litik sehingga diasumsikan bahwa Homo floresiensis melakukan perburuan terhadap fauna-fauna ini dalam rangka mempertahankan hidupnya. Jenis fauna yang paling mungkin dijadikan hewan buruan untuk dikonsumsi adalah tikus besar (dalam bahasa setempat disebut betu) karena ukurannya yang lebih kecil dari Homo floresiensis namun cukup besar untuk memenuhi kebutuhan kalori hominin tersebut. Kata kunci: Liang Bua, Homo floresiensis, subsistensi, Papagomys ix

2 ANALYSIS OF RAT REMAINS AS A SUBSISTENCE STRATEGY OF HOMININS IN LIANG BUA, FLORES BARAT, NUSA TENGGARA TIMUR ABSTRACT Liang Bua Site Cave is an important residential cave for the development of world history due to the existence in reserved evidences of human evolution in form of a discovery of different species hominins called Homo floresiensis. This particular hominin lived by hunting and gathering food. This present study aims at describing excavated endemic faunas in Liang Bua Site Cave and discussing the utilization of rats as the source of calories for Homo floresiensis in the end of Pleistocene era in Liang Bua. The data in this study are gathered through literature review, observation result from excavation, and interview. The data are analysed by employing qualitative analysis method and zooarchelogy analysis. Echological theory and subsistence theory are used as the rationale for reviewing how the utilization of environmental resources was done by human in the past. The findings of faunas in Liang Bua Cave Site are divided into two groups, namely endemic fauna s group which is found in pleistocene layer, and modern faunas which is found in holocene layer. The endemic fauna s group of Liang Bua consists of various species such as komodo (Varanus komodoensis), giant stork (Leptoptilos robustus), pygmy stegodon (Stegodon florensis insularis), and 8 rat species such as the giant Papagomys armandvilley (1000g-1200g), the huge Papagomys theodorverhoeveni (700g-1000g) and Spelaeomys florensis (600g-900g), the large Hooijeromys nusatenggara (450g-1000g), the medium Paulamys naso (200g-300g) and Komodomys rintjanus (140g), the small Rattus hainaldi and Rattus exulans (50g). These endemic faunas are discovered on the same layer as Homo floresiensis and associated with lithic artifacts. Therefore, it is assumed that Homo floresiensis hunted these faunas to sustain its life. A big rat (or called betu in vernacular) is the most possible consumed species due to its size which is smaller than Homo floresiensis, yet considerably big to fulfil the needs of calories of the hominin. Keywords: Liang Bua, Homo floresiensis, subsistence, Papagomys x

3 DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DEPAN i PRASYARAT GELAR ii LEMBAR PERSETUJUAN iii PENETAPAN PANITIA UJIAN iv UCAPAN TERIMA KASIH v ABSTRAK ix ABSTRACT x DAFTAR ISI xi DAFTAR GAMBAR xiv DAFTAR TABEL xix DAFTAR LAMPIRAN xx BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian Manfaat Teoretis Manfaat Praktis Ruang Lingkup Penelitian 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN Tinjauan Pustaka Konsep Strategi Subsistensi Manusia Purba Liang Bua 14 xi

4 2.2.3 Potensi Sumber Daya Alam Landasan Teori Teori Ekologi Teori Subsistensi Model Penelitian 18 BAB III METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Lokasi Penelitian Jenis dan Sumber Data Jenis Data Sumber Data Instrumen Penelitian Teknik Pengumpulan Data Studi Kepustakaan Pengamatan Hasil Ekskavasi Wawancara Teknik Analisis Data Analisis Kualitatif Analisis Kuantitatif Analisis Arkeozoologi Teknik Penyajian Hasil Analisis Data 31 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Deskripsi Lokasi Penelitian Kondisi Geografis Kondisi Geologi Kondisi Hidrologi Kondisi Vegetasi Riwayat Penelitian Situs Liang Bua 38 xii

5 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Fauna Endemik pada Lapisan Pleistosen di Liang Bua Hominin Homo floresiensis Komodo (Varanus komodoensis) Bangau raksasa (Leptoptilos robustus) Stegodon (Stegodon florensis insularis) Tikus Besar Temuan Tikus di Liang Bua Jenis Temuan Tikus di Liang Bua Katalog Tulang Tikus Besar di Liang Bua Pemanfaatan Tikus Besar sebagai Bahan Makanan Daging Tikus Sebagai Sumber Protein Homo floresiensis Cara Pengolahan Tikus Besar 102 BAB VI PENUTUP Simpulan Saran 110 DAFTAR PUSTAKA 112 GLOSARIUM 115 LAMPIRAN 117 xiii

6 DAFTAR GAMBAR Nomor Judul Halaman Gambar 2.1 Bagan Alur Penelitian 19 Gambar 4.1 Aliran Sungai Wae Racang yang mengalir di sebelah timur Situs Liang Bua 34 Gambar 4.2 Kondisi lingkungan di sekitar Situs Liang Bua 38 Gambar 5.1 Gambar 5.2 Temuan tulang LB1 (gambar kiri) dan ilustrasi perbandingan tinggi tubuh Homo sapiens dan Homo floresiensis (gambar kanan) 44 Varanus komodoensis, temuan pada lapisan Pleistosen di Liang Bua. A. Sacral vertebrae komodo modern. B. Fosil sacral vertebrae (LB558a). C. Dorsal vertebrae yang terartikulasi (LB19/ ). D. cervical vertebrae. E. 4 buah gigi. F-H. Diafisis ulna (LB-497a/ ). I. Diafisis Radius (LB/ ) 49 Gambar 5.3 Skema ilustrasi taksonomi, kronologi dan penyebaran komodo dari daratan Australia ke wilayah Timor, Flores, dan Jawa pada Masa Pliosen hingga Pleistosen 50 Gambar 5.4 Bagian distal tibiotarsus kiri bangau raksasa. A. Tampak depan spesimen tibiotarsus. B. Tampak depan bagian distal. C. Tampak belakang bagian distal 52 Gambar 5.5 Ilustrasi perbandingan ukuran antara Leptoptilos robustus sp. dengan Homo floresiensis oleh I. Van Nortwijk 52 Gambar 5.6 Mandibula Stegodon florensis insularis 53 Gambar 5.7 Ilustrasi perbandingan ukuran antara Stegodon florensis insularis (pygmy stegodon) dengan gajah modern, Elephas sp. 54 Gambar 5.8 Mandibula tikus besar hasil ekskavasi Liang Bua 57 Gambar 5.9 Spesimen Papagomys armandvilley dari Liang Bua 58 Gambar 5.10 Mandibula dan barisan gigi molar Papagomys armandvilley 58 Gambar 5.11 Barisan gigi molar Papagomys theodorverhoeveni 59 xiv

7 Gambar 5.12 Barisan gigi molar maxila dan mandibula Spelaeomys florensis 60 Gambar 5.13 Sampel mandibula dengan barisan molar Spelaeomys florensis 60 Gambar 5.14 Barisan gigi molar Hooijeromys nusatenggara 61 Gambar 5.15 Spesimen Komodomys rintjanus modern dari Pulau Rinca 62 Gambar 5.16 Barisan gigi molar Komodomys rintjanus 62 Gambar 5.17 Spesimen Paulamys naso modern 63 Gambar 5.18 Ilustrasi barisan gigi molar pada maxila dan mandibula Paulamys naso 63 Gambar 5.19 Barisan gigi molar pada mandibula Rattus hainaldi 64 Gambar 5.20 Spesimen humerus kanan (gambar kiri) dan humerus kiri (gambar kanan) tikus besar modern dari Liang Bua (anterior) 65 Gambar 5.21 Sampel humerus kanan tikus besar dari kiri ke kanan nomor 1a(1), 1a(2), 1a(3), 1a(4) dan sampel humerus kiri 2a(1) dan 2a(2) 66 Gambar 5.22 Sampel humerus kanan bikus besar dari kiri ke kanan nomor 1d(1), 1d(2), 1d(3), 1d(4), 1e(1), 1e(2) dan 1e(3) 67 Gambar 5.23 Sampel humerus kiri tikus besar dari kiri ke kanan dengan nomor 2d(1), 2d(2), dan 2d(3) 68 Gambar 5.24 Sampel humerus kiri tikus besar dari kiri ke kanan dengan nomor 2e(1), 2e(2), 2e(3), 2e(4), 2e(5), 2e(6), dan 2e(7) 68 Gambar 5.25 Spesimen radius kanan (gambar kiri) dan radius kiri yang masih menempel dengan ulna kiri (gambar kanan) tikus besar modern dari Liang Bua (anterior) 70 Gambar 5.26 Sampel radius kanan tikus besar dari kiri ke kanan dengan nomor 3d(1), 3d(2), 3d(3), 3d(4), 3d(5), 3d(6), 3e(9), 3e(10), 3e(11), dan 3e(12) 71 Gambar 5.27 Sampel radius kiri tikus besar dari kiri ke kanan dengan nomor 5d(1), 5d(2), 5d(3), 5e(7), 5e(8), an 5e(9) 72 Gambar 5.28 Spesimen ulna kanan (gambar kiri) dan ulna kiri yang masih menempel dengan radius kiri (gambar xv

8 kanan) tikus besar modern dari Liang Bua (anterior) 74 Gambar 5.29 Sampel ulna kanan tikus besar dari kiri ke kanan dengan nomor sampel 4d(1), 4d(2), 4(3), 4d(4), 4d(5), 4e(4), 4e(5), 4e(6), dan 4e(7) 75 Gambar 5.30 Sampel ulna kiri tikus besar dari kiri ke kanan dengan nomor 6d(1), 6d(2), 6d(3), 6e(1), 6e(2), 6e(3), 6e(4), 6e(5), dan 6e(6) 76 Gambar 5.31 Spesimen scapula kanan (gambar kiri) dan scapula kiri yang masih menempel dengan clavicle kiri (gambar kanan) tikus besar modern dari Liang Bua (posterior) 78 Gambar 5.32 Sampel scapula kanan tikus besar dari kiri ke kanan dengan nomor 8d(1), 8d(2), 8d(3), dan 8d(4) 79 Gambar 5.33 Sampel scapula kanan tikus besar dari kiri ke kanan dengan nomor 8e(1), 8e(2), 8e(3), 8e(4), 8e(5), dan 8e(6) 80 Gambar 5.34 Sampel scapula kiri tikus besar dari kiri ke kanan dengan nomor 10e(1), 10e(2), 10e(3), 10e(4), 10e(5), 10e(6), 10e(7), 10e(8), 10e(9), 10e(10), dan 10e(11) 80 Gambar 5.35 Spesimen tulang pelvic kiri dan kanan tikus besar modern dari Liang Bua 82 Gambar 5.36 Sampel tulang pelvic kanan tikus besar dari kiri ke kanan dengan nomor 11d(1), 11d(2), 11d(3), 11d(4), dan 11d(5) 84 Gambar 5.37 Sampel tulang pelvic kanan tikus besar dari kiri ke kanan dengan nomor 11e(1), 11e(2), 11e(3), 11e(4), 11e(5), dan 11e(6) 84 Gambar 5.38 Sampel tulang pelvic kiri tikus besar dari kiri ke kanan dengan nomor 12d(1), 12d(2), 12d(3), 12e(1), 12e(2), 12e(3), 13e(4), 13e(5), 12e(6), dan 12e(7) 85 Gambar 5.39 Spesimen femur kanan tikus besar modern dari Liang Bua 87 Gambar 5.40 Sampel femur kanan tikus besar dari kiri ke kanan dengan nomor 13b(1), 13b(2), 13b(3), dan 13b(4) 89 xvi

9 Gambar 5.41 Sampel femur kanan tikus besar dari kiri ke kanan dengan nomor 13d(1), 13d(2), 13d(3), 13d(4), 13d(5), 13d(6), dan 13d(7) 89 Gambar 5.42 Sampel femur kiri tikus besar dari kiri ke kanan dengan nomor 13 b(1), 13 b(2), 13 d(1), 13 d(2), dan 13 d(3) 90 Gambar 5.43 Spesimen tibia dan fibula kanan tikus besar modern dari Liang Bua (medial) 92 Gambar 5.44 Sampel tibia kanan tikus besar dari kiri ke kanan dengan nomor 15a(1), 15a(2), 15a(3), 15c(1), dan 15c(2) 94 Gambar 5.45 Sampel tibia kanan tikus besar dari kiri ke kanan dengan nomor 15d(1), 15d(2), 15d(3), 15d(4), 15d(5), 15d(6), dan 15d(7) 94 Gambar 5.46 Sampel tibia kanan tikus besar dari kiri ke kanan dengan nomor 15e(1), 15e(2), dan 15e(3) 95 Gambar 5.47 Sampel tibia kiri tikus besar dari kiri ke kanan dengan nomor 15 a(1), 15 d(1), 15 d(2), dan 15 d(3) 96 Gambar 5.48 Sampel tibia kiri tikus besar dari kiri ke kanan dengan nomor 15 e(1), 15 e(2), 15 e(3), 15 e(4), 15 e(5), 15 e(6), 15 e(7), dan 15 e(8) 96 Gambar 5.49 Tulang tikus dengan label keterangan bekas terbakar 105 Gambar 5.50 Rahang bawah tikus besar dengan bekar terbakar 106 Gambar 5.51 Ulna tikus besar dengan bekas terbakar 106 xvii

10 DAFTAR TABEL Nomor Nama Halaman Tabel 5.1 Tabel Taksonomi Homo floresiensis 43 Tabel 5.2 Tabel Taksonomi Komodo 48 Tabel 5.3 Tabel Taksonomi Bangau Raksasa 52 Tabel 5.4 Tabel Taksonomi Stegodon 55 Tabel 5.5 Tabel Taksonomi Tikus Besar di Liang Bua 56 Tabel 5.6 Tabel Ukuran Tikus Liang Bua 57 Tabel 5.7 Tabel Ukuran Sampel Humerus Kanan Tikus Besar 69 Tabel 5.8 Tabel Ukuran Sampel Humerus Kiri Tikus Besar 69 Tabel 5.9 Tabel Ukuran Sampel Radius Kanan Tikus Besar 74 Tabel 5.10 Tabel Ukuran Sampel Radius Kiri Tikus Besar 74 Tabel 5.11 Tabel Ukuran Sampel Ulna Kanan Tikus Besar 77 Tabel 5.12 Tabel Ukuran Sampel Ulna Kiri Tikus Besar 77 Tabel 5.13 Tabel Ukuran Sampel Scapula Kanan Tikus Besar 81 Tabel 5.14 Tabel Ukuran Sampel Scapula Kiri Tikus Besar 81 Tabel 5.15 Tabel Ukuran Sampel Pelvic Kanan Tikus Besar 86 Tabel 5.16 Tabel Ukuran Sampel Pelvic Kiri Tikus Besar 86 Tabel 5.17 Tabel Ukuran Sampel Femur Kanan Tikus Besar 91 Tabel 5.18 Tabel Ukuran Sampel Femur Kiri Tikus Besar 91 Tabel 5.19 Tabel Ukuran Sampel Tibia Kanan Tikus Besar 97 Tabel 5.20 Tabel Ukuran Sampel Tibia Kiri Tikus Besar 97 xviii

11 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Nama Halaman Lampiran 1. Peta Pulau Flores 117 Lampiran 2. Peta Lokasi Situs Liang Bua 118 Lampiran 3. Denah Situs Liang Bua 119 Lampiran 4. Daftar Informan 122 Lampiran 5. Tabel Ukuran Spesimen Tikus Besar Liang Bua 124 xix

12 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Flores termasuk pulau yang memiliki sejarah penelitian yang panjang. Penelitian di Flores yang dimulai sejak tahun 1930-an oleh berbagai pihak telah mencapai banyak kemajuan hingga memberikan pemahaman tentang prasejarah pulau ini (Jatmiko et. al., 2014 : 5). Potensi prasejarah yang dimiliki Flores telah menarik para peneliti dan pemerhati untuk melakukan penelitian. Rangkaian penelitian panjang telah berhasil merekonstruksi kerangka pokok prasejarah Flores. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian tersebut, terdapat empat peristiwa besar yang membawa pengaruh besar dalam konstelasi prasejarah di Flores (Jatmiko, et. al., 2014 : 9-12). Peristiwa pertama dan tertua adalah kehadiran manusia purba pertama di pulau ini yang terindikasikan dari sisa budaya dan lingkungan yang ditemukan di beberapa lokalitas dalam Cekungan Soa. Temuan sisa budaya dan lingkungan tersebut berupa himpunan artefak batu yang berasosiasi dengan fosil-fosil fauna seperti stegodon, buaya, komodo, kurakura darat, dan sejenis tikus besar (Jatmiko, 2014: 182). Berdasarkan temuan tersebut disimpulkan bahwa manusia purba Homo erectus telah mengokupasi wilayah Flores. Peristiwa kedua menyangkut kehadiran manusia pada Kala Akhir Pleistosen yang ditemukan dalam ekskavasi di Liang Bua, Manggarai pada tahun Para penemunya mengumumkan sebagai sisa manusia kerdil yang 1

13 2 mempunyai tinggi sekitar 106 cm dan volume otak sekitar 380 cc (Brown et. al , ; Jatmiko et. al., 2014 : 10), ditemukan bersama sisa fauna dan artefak batu dengan pertanggalan sekitar tahun yang lalu (Sutikna et al., 2016: 1). Tim peneliti Indonesia-Australia mengumumkannya sebagai temuan spektakuler yang mencirikan spesies baru dalam evolusi manusia, yaitu Homo floresiensis. Peristiwa besar selanjutnya menyangkut kehidupan pada Kala Awal Holosen. Keberadaan gua-gua dan ceruk pada satuan-satuan batu gamping di beberapa bagian pulau, khususnya di bagian tengah dan barat, telah mengisi lembaran sejarah tersendiri bagi Pulau Flores. Kenaikan muka air laut yang sangat signifikan pada akhir Zaman Es atau Awal Holosen merupakan peristiwa besar yang membawa perubahan di berbagai bidang kehidupan dalam lingkup global. Tenggelamnya wilayah pesisir dan dataran rendah oleh kenaikan air laut di satu sisi telah menenggelamkan lahan-lahan hunian dengan segala sisa kehidupan yang berlangsung di dalamnya. Peristiwa ini juga telah mendorong keinginan manusia (dan fauna) untuk menempati wilayah-wilayah yang sebelumnya tidak berpenghuni. Berbagai gua dan ceruk yang terdapat di tempat-tempat ketinggian di bagian tengah Pulau Flores menjadi lokasi hunian baru. Kondisi sumber daya lingkungan mendukung manusia purba di Flores untuk bertahan hidup dengan mencari berbagai jenis tanaman yang dapat dimakan dan berburu fauna yang berada di jangkauan tempat tinggalnya. Manusia purba di Flores kemudian membuat berbagai peralatan untuk menunjang kegiatan-kegiatan dalam rangka

14 3 bertahan hidup. Peralatan yang dimaksud khususnya alat-alat serpih dari batuan yang tersedia. Manusia penghuni wilayah ini termasuk Ras Australomelanesid, yaitu ras yang umumnya telah mendiami Kepulauan Nusantara pada periode tersebut dengan mengandalkan kegiatan perburuan dan membuat peralatan dari batu (Jatmiko et. al., 2014: 11). Selanjutnya, peristiwa kedatangan dan perkembangan budaya penutur Austronesia yang menimbulkan perubahan besar di Kepulauan Nusantara pada tahun yang lalu tidak terlalu berpengaruh terhadap perkembangan budaya di pulau ini. Penemuan dan tinggalan situs Neolitik tergolong jarang, kecuali beberapa laporan tentang keberadaan beliung dan tembikar. Berbeda dengan budaya Megalitik yang umumnya berkembang sesudah Neolitik, perkembangannya yang sangat menonjol sejak periode Paleometalik (protosejarah) merupakan peristiwa keempat yang membawa perubahan besar dalam konstelasi perubahan budaya di Flores (Jatmiko et. al., 2014 : 9-12). Manusia dalam mempertahankan hidupnya bergantung pada alam di sekitarnya. Begitu pula yang terjadi pada masa prasejarah. Seiring dengan tingkat kecerdasan dan teknologi yang dimiliki, manusia prasejarah mampu mempertahankan hidup dan mengeksploitasi alam. Hal ini diwujudkan dengan pola hidup bertempat tinggal dengan memanfaatkan gua alam (cave) maupun ceruk (rock shelter) sebagai tempat tinggalnya (Hidayah, 2006 : 3). Penghunian manusia prasejarah di dalam gua-gua maupun ceruk telah dimulai sejak Kala Pleistosen Akhir. Pemilihan gua-gua alam oleh manusia sebagai tempat hunian merupakan suatu langkah proses adaptasi manusia terhadap

15 4 lingkungan. Menurut Simanjuntak (1992 dalam Oktrivia, 2007: 4), pemilihan guagua alam ini merupakan suatu tahap yang telah dicapai manusia sebelum hidup menetap atau disebut juga sebagai kegiatan bertempat tinggal yang bersifat semisedentire. Manusia pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana dan tingkat lanjut memanfaatkan gua alam serta ceruk sebagai tempat tinggal, antara lain untuk melindungi diri dari serangan binatang maupun pengaruh iklim seperti hujan, angin, dan panas. Beberapa temuan arkeologis, baik yang berupa artefak, ekofak, maupun fitur merupakan bukti bahwa manusia pada masa itu telah menempati gua-gua alam. Misalnya di Leang Burung di Sulawesi Selatan, Gua Harimau di Sumatera, Song Keplek di Jawa Timur, Goa Gede di Nusa Penida, dan Liang Bua di Flores (Suastika, 2002 dalam Hidayah, 2006 : 8). Manusia yang tinggal di gua mencari sumber makanan di sekitar lingkungan gua tersebut. Pencarian kerang, siput, dan binatang air menjadi kegiatan mereka selain berburu dan mengumpulkan makanan. Pemilihan gua sebagai tempat tinggal tentunya dengan mempertimbangkan beberapa variabel, antara lain dekat dengan sumber daya alam yang mendukung kelangsungan hidup manusia, seperti sumber air, sumber makanan, baik flora maupun fauna dan juga dekat dengan sumber bahan baku pembuatan alat (Asikin, 2001: 15). Flores memiliki banyak temuan situs-situs gua hunian masa prasejarah yang mengandung temuan rangka manusia dan temuan artefak batu, salah satunya yaitu Situs Liang Bua. Bowdler (1993) serta Lahr dan Foley (1998) menyatakan

16 5 bahwa Situs Liang Bua kemungkinan terletak pada jalur persebaran manusia dari Daratan Asia hingga ke Australia (Oceania) (Jatmiko et. al., 2014 : 14). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan sejak tahun 1965, , , oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, diketahui tentang gambaran fase-fase penghunian di Situs Liang Bua, yaitu mulai dari masa paleolitik hingga paleometalik. Bahkan penelitian telah menemukan lapisan budaya yang lebih tua dengan berbagai temuan fauna endemik, antara lain tulang stegodon, komodo, dan tikus raksasa (betu) yang berasosiasi dengan artefak batu serta fragmen tulang-tulang manusia (Jatmiko et. al., 2014 : 15). Temuan tulang-tulang tikus merupakan temuan dengan jumlah yang paling banyak dibandingkan temuan tulang-tulang lainnya. Selain itu kondisi temuan tulang tikus juga terpreservasi dengan lebih baik dibandingkan temuan tulang lainnya, sehingga masih banyak ditemukan tulang dalam kondisi yang utuh dan mudah diidentifikasi. Tikus besar di Liang Bua nampaknya masih bertahan sejak zaman purba hingga masa kini. Keberadaan tikus besar di Liang Bua dimanfaatkan oleh masyarakat di Desa Liang Bua pada masa kini sebagai bahan makanan. Pada musim-musim tertentu masyarakat berburu tikus besar di dalam hutan dan mengolahnya untuk dikonsumsi. Renfrew and Bahn (2000 : 283) menyatakan bahwa temuan tulangtulang fauna yang berasosiasi dengan alat-alat batu dapat dijadikan bukti bahwa keberadaan sisa-sisa fauna tersebut merupakan hasil aktivitas manusia, dalam artian manusia mengeksploitasi fauna-fauna tersebut untuk menunjang kehidupannya. Temuan tulang-tulang fauna yang terakumulasi dalam konsentrasi

17 6 yang tinggi juga merupakan indikasi aktivitas perburuan manusia. Karakteristik dari temuan dalam konteks ini meliputi adanya artefak atau peralatan, fragmen tulang-tulang fauna, dan sisa-sisa penggunaan api (Butzer, 1982 : 194). Berdasarkan pendapat Renfrew, Bahn, dan Butzer di atas, maka temuan sisa-sisa fauna yang berasosiasi dengan artefak batu dan tulang-tulang manusia di Situs Liang Bua dapat menjadi indikasi bahwa manusia Liang Bua telah memanfaatkan sumberdaya lingkungannya sebagai penunjang kehidupan (subsistensi). Penelitian yang dilakukan di Situs Liang Bua sebelumnya mencakup analisis terhadap temuan-temuan hasil ekskavasi berupa tulang-tulang fauna, sisa hominid, dan peralatan baik dari batu, kerang, maupun tulang. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pemanfaatan tikus sebagai bahan makanan oleh hominin pada masa itu. Selain itu output dari penelitian ini juga berupa katalog tulang-tulang tikus besar yang menjadi fauna endemik dengan kuantitas temuan terbanyak di Situs Liang Bua. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penelitian ini berusaha untuk menjawab beberapa permasalahan yang telah dirumuskan, yaitu sebagai berikut. 1. Apa saja temuan jenis tikus di Situs Liang Bua? 2. Bagaimanakah pemanfaatan tikus sebagai sumber kalori bagi manusia penghuni Situs Liang Bua?

18 7 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan umum Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bentuk pengetahuan mengenai keberadaan manusia purba dan bentuk-bentuk kebudayaannya di Liang Bua, Flores Tujuan khusus Tujuan khusus dalam penelitian ini yaitu menjawab semua pertanyaan yang terdapat pada rumusan masalah secara terperinci. Pertama, untuk mengetahui jenis temuan sisa fauna hasil ekskavasi Situs Liang Bua. Kedua, untuk mengetahui pemanfaatan tikus sebagai sumber kalori bagi manusia penghuni Situs Liang Bua. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari sebuah penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi sesuai dengan disiplin ilmu yang digunakan baik secara teoretis maupun dari segi praktis. Oleh karena itu, manfaat penelitian ini terdiri atas 2 bagian, yaitu sebagai berikut Manfaat teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Arkeologi terutama yang menyangkut tentang aspek lingkungan yang menunjang kehidupan manusia yang diwujudkan dalam pola-pola pemenuhan subsistensi dalam rangka mempertahankan kehidupannya. Selain itu, penelitian ini nantinya diharapkan dapat menjadi salah satu bahan acuan bagi penelitian lebih lanjut dalam perkembangan ilmu Arkeologi

19 8 di Indonesia. Secara khusus penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber acuan bagi identifikasi mengenai tinggalan fauna terutama dari family Muridae Manfaat praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk masyarakat luas mengenai keberadaan Situs Liang Bua sebagai salah satu gua hunian pada masa prasejarah dan sebagai satu-satunya (berdasarkan penelitian sampai saat ini) gua prasejarah dengan tinggalan berupa kerangka Homo floresiensis yang berasosiasi dengan artefak batu dan tulang-tulang Stegodon (Jatmiko, 2014 : 15). Selain itu, masyarakat dapat berperan serta dalam menjaga keberadaan Situs Liang Bua sebagai salah satu situs arkeologi yang penting di daerah Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan Situs Liang Bua, sebuah gua yang berada pada salah satu dinding Perbukitan Gamping Golo Lando di Desa Liang Bua, Kecamatan Rahong Utara, Kabupaten Manggarai (Flores), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Penelitian terhadap Situs Liang Bua difokuskan pada tinggalan sisa fauna di Situs Liang Bua yang berasosiasi pada keberadaan hominin.

Ni Luh Gde Dyah Mega Hafsari. Jalan Raya Yeh Gangga, Desa Gubug, Kecamatan Tabanan, Tabanan Telp

Ni Luh Gde Dyah Mega Hafsari. Jalan Raya Yeh Gangga, Desa Gubug, Kecamatan Tabanan, Tabanan Telp TIKUS SEBAGAI SUMBER KALORI BAGI MANUSIA PURBA LIANG BUA, FLORES BARAT, NUSA TENGGARA TIMUR Rats as Source of Calory of Hominins in Liang Bua, West Flores, Nusa Tenggara Timur Jalan Raya Yeh Gangga, Desa

Lebih terperinci

POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005.

POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005. POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA 2014 Indah Asikin Nurani Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005. A. Hasil Penelitian Sampai Tahun

Lebih terperinci

PRASEJARAH INDONESIA

PRASEJARAH INDONESIA Tradisi Penguburan Jaman Prasejarah Di Liang Bua dan Gua Harimau E. Wahyu Saptomo Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Jakarta PRASEJARAH INDONESIA Prasejarah Indonesia dapat dibagi dua yaitu: - Prasejarah

Lebih terperinci

POLA OKUPASI GUA KIDANG, HUNIAN MASA PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA. Indah Asikin Nurani

POLA OKUPASI GUA KIDANG, HUNIAN MASA PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA. Indah Asikin Nurani POLA OKUPASI GUA KIDANG, HUNIAN MASA PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA A. Hasil Penelitian Selama Enam Tahap Indah Asikin Nurani Hasil penelitian sampai pada tahap keenam (2012), dapat disimpulkan beberapa

Lebih terperinci

INTERAKSI MANUSIA TERHADAP BINATANG DI GUA BATTI Human Interaction to Fauna in Batti Cave

INTERAKSI MANUSIA TERHADAP BINATANG DI GUA BATTI Human Interaction to Fauna in Batti Cave INTERAKSI MANUSIA TERHADAP BINATANG DI GUA BATTI Human Interaction to Fauna in Batti Cave A. Muh. Saiful dan Budianto Hakim Balai Arkeologi Sulawesi Selatan Jalan Pajaiyang No. 13 Sudiang Raya, Makassar

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.3

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.3 SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.3 1. Fosil yang pertama kali ditemukan di Ngandong di tepi Sungai Bengawan Solo sekitar tahun 1931-1933... Meganthropus

Lebih terperinci

BAB III ZAMAN PRASEJARAH

BAB III ZAMAN PRASEJARAH 79 BAB III ZAMAN PRASEJARAH Berdasarkan geologi, terjadinya bumi sampai sekarang dibagi ke dalam empat zaman. Zaman-zaman tersebut merupakan periodisasi atau pembabakan prasejarah yang terdiri dari: A.

Lebih terperinci

Mengenal Manusia Purba Sejarah Kelas X

Mengenal Manusia Purba Sejarah Kelas X Mengenal Manusia Purba Sejarah Kelas X A. Manusia Purba Pernahkah kamu mendengar tentang Situs Manusia Purba Sangiran? Kini Situs Manusia Purba Sangiran telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya

Lebih terperinci

PENEMU 1. P.E.C. SCHEMULLING TAHUN 1864 FOSIL VERTEBRATA DARI KALIOSO 2. EUGENE DUBOIS, KURANG TERTARIK

PENEMU 1. P.E.C. SCHEMULLING TAHUN 1864 FOSIL VERTEBRATA DARI KALIOSO 2. EUGENE DUBOIS, KURANG TERTARIK PENEMU 1. P.E.C. SCHEMULLING TAHUN 1864 FOSIL VERTEBRATA DARI KALIOSO 2. EUGENE DUBOIS, KURANG TERTARIK 3. 1934, G.H.R. VON KOENINGSWALD MENEMUKAN ARTEFAK DI BARAT LAUT KUBAH SANGIRAN FOSIL MANUSIA SANGIRAN

Lebih terperinci

WAWASAN BUDAYA NUSANTARA. Disusun Oleh : 1. Levi Alvita Y / Bayu Setyaningrum / Winda Setya M /

WAWASAN BUDAYA NUSANTARA. Disusun Oleh : 1. Levi Alvita Y / Bayu Setyaningrum / Winda Setya M / WAWASAN BUDAYA NUSANTARA Disusun Oleh : 1. Levi Alvita Y / 14148126 2. Bayu Setyaningrum / 14148127 3. Winda Setya M / 14148128 Institut Seni Indonesia Surakarta 2015/2016 PERGERAKAN MANUSA DISANGIRAN

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TULANG SEBAGAI ARTEFAK DARI SITUS GUA KIDANG BLORA JAWA TENGAH KOLEKSI BALAR YOGYAKARTA. Michael Angello Winarko

PEMANFAATAN TULANG SEBAGAI ARTEFAK DARI SITUS GUA KIDANG BLORA JAWA TENGAH KOLEKSI BALAR YOGYAKARTA. Michael Angello Winarko 1 PEMANFAATAN TULANG SEBAGAI ARTEFAK DARI SITUS GUA KIDANG BLORA JAWA TENGAH KOLEKSI BALAR YOGYAKARTA Michael Angello Winarko Program Studi Arkeologi Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

JEJAK MIGRASI PENGHUNI PULAU MISOOL MASA PRASEJARAH

JEJAK MIGRASI PENGHUNI PULAU MISOOL MASA PRASEJARAH JEJAK MIGRASI PENGHUNI PULAU MISOOL MASA PRASEJARAH Klementin Fairyo (Balai Arkeologi Jayapura) Abstrack Humans and the environment are interrelated and inseparable. Environment provides everything and

Lebih terperinci

STRATEGI SUBSISTENSI DI SITUS GUA GEDE NUSA PENIDA PADA MASA PRASEJARAH Subsistence strategies in Gua Gede Site Nusa Penida in Prehistory Period

STRATEGI SUBSISTENSI DI SITUS GUA GEDE NUSA PENIDA PADA MASA PRASEJARAH Subsistence strategies in Gua Gede Site Nusa Penida in Prehistory Period STRATEGI SUBSISTENSI DI SITUS GUA GEDE NUSA PENIDA PADA MASA PRASEJARAH Subsistence strategies in Gua Gede Site Nusa Penida in Prehistory Period Balai Arkeologi Denpasar Jl. Raya Sesetan No.80, Denpasar

Lebih terperinci

Manusia purba atau dikategorikan sebagai manusia yang hidup pada masa tulisan atau aksara belum dikenal, disebut juga manusia prasejarah atau

Manusia purba atau dikategorikan sebagai manusia yang hidup pada masa tulisan atau aksara belum dikenal, disebut juga manusia prasejarah atau KEHIDUPAN MANUSIA PURBA DI INDONESIA Manusia purba atau dikategorikan sebagai manusia yang hidup pada masa tulisan atau aksara belum dikenal, disebut juga manusia prasejarah atau Prehistoric people. Manusia

Lebih terperinci

MUNCULNYA MASYARAKAT INDONESIA

MUNCULNYA MASYARAKAT INDONESIA MUNCULNYA MASYARAKAT INDONESIA 1. Asal Nama Indonesia 1. Hindia Herodotus (485-425 SM). 2. Nederlandsch Oost Indie Cornelis de Houtman Nederlandsch Indie. 3. Insulinde Edward Douwes Dekker : Multatuli

Lebih terperinci

BAB 1: SEJARAH PRASEJARAH

BAB 1: SEJARAH PRASEJARAH www.bimbinganalumniui.com 1. Studi tentang kebudayaan adalah suatu studi yang mempelajari... (A) Gagasan-gagasan untuk mewujudkan tindakan dan artefak (B) Kesenian (C) Karya sastra dan cerita rakyat (D)

Lebih terperinci

LAPORAN PENGAMATAN SITUS MANUSIA PURBA SANGIRAN

LAPORAN PENGAMATAN SITUS MANUSIA PURBA SANGIRAN LAPORAN PENGAMATAN SITUS MANUSIA PURBA SANGIRAN Disusun Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Wawasan Budaya Nusantara Dosen Pengampu Ranang Agung S., S.Pd., M.Sn. Sartika Devi Putri E.A.A NIM. 14148115 Angga

Lebih terperinci

Jatmiko. Pusat Arkeologi Nasional Jl. Raya Condet Pejaten No. 4, Jakarta

Jatmiko. Pusat Arkeologi Nasional Jl. Raya Condet Pejaten No. 4, Jakarta RETROSPEKSI PENELITIAN BUDAYA PALEOLITIK DI NUSA TENGGARA TIMUR DAN PROSPEKNYA DI MASA DEPAN Retrospection on Palaeolithic Culture Research in East Nusa Tenggara and Its Prospect in The Future Pusat Arkeologi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI RANGKA MANUSIA SITUS GUA BALANG METTI, KABUPATEN BONE, SULAWESI SELATAN

IDENTIFIKASI RANGKA MANUSIA SITUS GUA BALANG METTI, KABUPATEN BONE, SULAWESI SELATAN IDENTIFIKASI RANGKA MANUSIA SITUS GUA BALANG METTI, KABUPATEN BONE, SULAWESI SELATAN Identification of Human Skeleton of Balang Metti Cave Site, District of Bone, South Sulawesi Fakhri Balai Arkeologi

Lebih terperinci

Institut Teknologi Sumatera Lampung Selatan, 2018 Pengenalan Lingkungan dan Potensi Daerah (Sumatera)

Institut Teknologi Sumatera Lampung Selatan, 2018 Pengenalan Lingkungan dan Potensi Daerah (Sumatera) Sub Topik: - Alur Persebaran Manusia di Pulau Sumatera - Suku-suku di Pulau Sumatera - Dinamika Peradaban di Pulau Sumatera Institut Teknologi Sumatera Lampung Selatan, 2018 Pengenalan Lingkungan dan Potensi

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.2

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.2 SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.2 1. Berdasarkan teori geologi modern, Indonesia terbentuk dari pertemuan beberapa lempeng benua yaitu... Lempeng Eurasia,

Lebih terperinci

TUGAS SEJARAH II MANUSIA PURBA TRINIL DAN SANGIRAN

TUGAS SEJARAH II MANUSIA PURBA TRINIL DAN SANGIRAN TUGAS SEJARAH II MANUSIA PURBA TRINIL DAN SANGIRAN NAMA : RINI LARASATI KELAS : X MIA 5 MANUSIA PURBA TRINIL Museum Trinil terletak di pinggiran Sungai Bengawan Solo, tepatnya di Dusun Pilang, Desa Kawu,

Lebih terperinci

Taufiqurrahman Setiawan (Balai Arkeologi Medan) Abstract

Taufiqurrahman Setiawan (Balai Arkeologi Medan) Abstract LOYANG 1 MENDALI SITUS HUNIAN PRASEJARAH DI PEDALAMAN ACEH Asumsi Awal Terhadap Hasil Penelitian Gua-gua di Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Taufiqurrahman Setiawan (Balai Arkeologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Alat tulang merupakan salah satu jenis produk teknologi manusia. Alat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Alat tulang merupakan salah satu jenis produk teknologi manusia. Alat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Alat tulang merupakan salah satu jenis produk teknologi manusia. Alat tulang digunakan sebagai alat bantu dalam suatu pekerjaan. Alat tulang telah dikenal manusia sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Artefak obsidian..., Anton Ferdianto, FIB UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Artefak obsidian..., Anton Ferdianto, FIB UI, 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penelitian Pada awal abad ke 20, Pulau Jawa menjadi pusat penelitian mengenai manusia prasejarah. Kepulauan Indonesia, terutama Pulau Jawa memiliki bukti dan sejarah

Lebih terperinci

Jenis Manusia Purba di Indonesia Beserta Gambar

Jenis Manusia Purba di Indonesia Beserta Gambar Jenis Manusia Purba di Indonesia Beserta Gambar Dalam hal penemuan fosil manusia purba, Indonesia menempati posisi yang penting, sebab fosil-fosil manusia purba yang ditemukan Indonesiaberasal dari semua

Lebih terperinci

STRATEGI SUBSISTENSI DAN PEMILIHAN LOKASI HUNIAN PRASEJARAH DI SITUS YOMOKHO SENTANI

STRATEGI SUBSISTENSI DAN PEMILIHAN LOKASI HUNIAN PRASEJARAH DI SITUS YOMOKHO SENTANI STRATEGI SUBSISTENSI DAN PEMILIHAN LOKASI HUNIAN PRASEJARAH DI SITUS YOMOKHO SENTANI Hari Suroto (Balai Arkeologi Jayapura, mbah_tho@yahoo.com) Abstract Research in the area of Lake Sentani done in Yomokho

Lebih terperinci

Manusia Purba Di Indonesia pada Masa Prasejarah

Manusia Purba Di Indonesia pada Masa Prasejarah Manusia Purba Di Indonesia pada Masa Prasejarah Masa Prasejarah Indonesia dimulai dengan adanya kehidupan manusia purba yang pada saat itu belum mengenal baca dan tulis. Masa yang juga dikenal dengan nama

Lebih terperinci

Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014

Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014 Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014 Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam di sekitarnya. Pemanfaatan ini dilakukan sebagai upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. alam di sekitarnya. Pemanfaatan ini dilakukan sebagai upaya untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak dulu manusia memiliki kecenderungan untuk memanfaatkan hasil alam di sekitarnya. Pemanfaatan ini dilakukan sebagai upaya untuk mempertahankan hidup mereka.

Lebih terperinci

SISTEM PENGUBURAN TERLIPAT TAKENGON Tambahan Data Baru Penguburan Dalam Gua di Indonesia

SISTEM PENGUBURAN TERLIPAT TAKENGON Tambahan Data Baru Penguburan Dalam Gua di Indonesia SISTEM PENGUBURAN TERLIPAT TAKENGON Tambahan Data Baru Penguburan Dalam Gua di Indonesia Taufiqurrahman Setiawan Balai Arkeologi Medan Jalan Seroja Raya Gang Arkeologi no. 1, Medan tokeeptheexplorer@gmail.com

Lebih terperinci

MUSEUM PALEOANTROPOLOGI

MUSEUM PALEOANTROPOLOGI MUSEUM PALEOANTROPOLOGI dr. Tutiek Rahayu, M.Kes Tutik_rahayu@uny.ac.id 1 MATERI PAMERAN MUSEUM Sejarah hayat awal mula terjadinya kehidupan hingga kini. Pohon hayat menggambarkan perkembangan & pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kawasan karst pada saat ini telah menjadi objek penelitian arkeologi yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kawasan karst pada saat ini telah menjadi objek penelitian arkeologi yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kawasan karst pada saat ini telah menjadi objek penelitian arkeologi yang menarik, karena kawasan karst menjadi bukti berlangsungnya kehidupan pada jaman prasejarah.

Lebih terperinci

BENTUK DAN FUNGSI GERABAH KAWASAN DANAU SENTANI

BENTUK DAN FUNGSI GERABAH KAWASAN DANAU SENTANI BENTUK DAN FUNGSI GERABAH KAWASAN DANAU SENTANI Hari Suroto (Balai Arkeologi Jayapura) Abstract Based on the research done, earthenware is found in Sentani Lake. The earthenware which is found in pieces,

Lebih terperinci

JEJAK AUSTRONESIA DI SITUS GUA GEDE, PULAU NUSA PENIDA, BALI Austronesian Traces at Gede Cave, Nusa Penida Island, Bali.

JEJAK AUSTRONESIA DI SITUS GUA GEDE, PULAU NUSA PENIDA, BALI Austronesian Traces at Gede Cave, Nusa Penida Island, Bali. JEJAK AUSTRONESIA DI SITUS GUA GEDE, PULAU NUSA PENIDA, BALI Austronesian Traces at Gede Cave, Nusa Penida Island, Bali Balai Arkeologi Bali Jl. Raya Sesetan No. 80 Denpasar 80223 Email: ati.rati@kemdikbud.go.id

Lebih terperinci

STRATEGI ADAPTASI PENGUSUNG HOABINHIAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN MAKANAN

STRATEGI ADAPTASI PENGUSUNG HOABINHIAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN MAKANAN STRATEGI ADAPTASI PENGUSUNG HOABINHIAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN MAKANAN Ketut Wiradnyana Balai Arkeologi Medan Abstract The presence of hoabinh site either in lowland or highland is characterized that

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia BAB V PENUTUP Manusia prasejarah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dalam hal ini makanan, telah mengembangkan teknologi pembuatan alat batu. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan mereka untuk dapat bertahan

Lebih terperinci

KARAKTER BUDAYA GUA KIDANG HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST PEGUNUNGAN UTARA JAWA

KARAKTER BUDAYA GUA KIDANG HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST PEGUNUNGAN UTARA JAWA KARAKTER BUDAYA GUA KIDANG HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST PEGUNUNGAN UTARA JAWA THE CULTURAL CHARACTER OF GUA KIDANG (KIDANG CAVE), A PREHISTORIC HABITATION SITE ON THE KARST OF THE NORTH MOUNTAINS OF

Lebih terperinci

WAWASAN BUDAYA NUSANTARA OBSERVASI SANGIRAN. Dosen Pengampu : Ranang Agung S., S.Pd., M.Sn.

WAWASAN BUDAYA NUSANTARA OBSERVASI SANGIRAN. Dosen Pengampu : Ranang Agung S., S.Pd., M.Sn. WAWASAN BUDAYA NUSANTARA OBSERVASI SANGIRAN Dosen Pengampu : Ranang Agung S., S.Pd., M.Sn. Oleh: Muhammad Faried (14148116) Alim Yuli Aysa (14148137) Jurusan Seni Media Rekam Fakultas Seni Rupa dan Desain

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal ,2,3,4, dan 5. 2,3,4,5, dan 1. 3,4,5,1, dan 2.

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal ,2,3,4, dan 5. 2,3,4,5, dan 1. 3,4,5,1, dan 2. 1. Perhatikan tahapan zaman pra aksara berikut ini! 1. Mesilitikum 2. Neolitikum 3. Megalitikum 4. Paleolitikum 5. Legam SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.1

Lebih terperinci

Contoh fosil antara lain fosil manusia, fosil binatang, fosil pepohonan (tumbuhan).

Contoh fosil antara lain fosil manusia, fosil binatang, fosil pepohonan (tumbuhan). Kehidupan Manusia Pra Aksara Pengertian zaman praaksara Sebenarnya ada istilah lain untuk menamakan zaman Praaksara yaitu zaman Nirleka, Nir artinya tidak ada dan leka artinya tulisan, jadi zaman Nirleka

Lebih terperinci

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ... itj). tt'ii;,i)ifir.l flni:l l,*:rr:tililiiii; i:.l'11, l,.,it: I lrl : SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI DAFTAR SINGKATAN viii tx xt xii... xviii BAB

Lebih terperinci

Tipe Hunian Gua dan Ceruk Arkeologis Masa Prasejarah di Kecamatan Tanjungsari, Gunungkidul (Sebuah Analisis Pendahuluan)

Tipe Hunian Gua dan Ceruk Arkeologis Masa Prasejarah di Kecamatan Tanjungsari, Gunungkidul (Sebuah Analisis Pendahuluan) Tipe Hunian Gua dan Ceruk Arkeologis Masa Prasejarah di Kecamatan Tanjungsari, Gunungkidul (Sebuah Analisis Pendahuluan) Taufiqurrahman Setiawan The prehistoric hunter and gatherers have two type of cave

Lebih terperinci

HUNIAN BERULANG DI DOLINA KIDANG, BLORA KALA HOLOSEN DWELLING RECURRING IN DOLINA KIDANG, BLORA HOLOCENE PERIOD. Indah Asikin Nurani PENDAHULUAN

HUNIAN BERULANG DI DOLINA KIDANG, BLORA KALA HOLOSEN DWELLING RECURRING IN DOLINA KIDANG, BLORA HOLOCENE PERIOD. Indah Asikin Nurani PENDAHULUAN HUNIAN BERULANG DI DOLINA KIDANG, BLORA KALA HOLOSEN DWELLING RECURRING IN DOLINA KIDANG, BLORA HOLOCENE PERIOD Indah Asikin Nurani Balai Arkeologi Daerah Istimewa Yogyakarta, Jalan Gedong Kuning No. 174,

Lebih terperinci

Kebudayaan Ngandong. Di daerah sekitar Ngandong dan Sidorejo dekat Madiun, Jawa Timur, ditemukan

Kebudayaan Ngandong. Di daerah sekitar Ngandong dan Sidorejo dekat Madiun, Jawa Timur, ditemukan Kebudayaan Ngandong Di daerah sekitar Ngandong dan Sidorejo dekat Madiun, Jawa Timur, ditemukan peralatan-peralatan, seperti : a. Kapak genggam. b. Flake merupakan alat-alat serpih atau alat-alat kecil.

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. purba yang mempunyai peran penting bagi dunia ilmu pengetahuan. Di situs ini

BAB IV KESIMPULAN. purba yang mempunyai peran penting bagi dunia ilmu pengetahuan. Di situs ini BAB IV KESIMPULAN A. KESIMPULAN Situs Manusia Purba Sangiran merupakan salah satu situs manusia purba yang mempunyai peran penting bagi dunia ilmu pengetahuan. Di situs ini ditemukan beragam jenis fosil

Lebih terperinci

SOAL PRETEST Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memberikan tanda silang (X) pada jawaban yang menurut anda benar! 1. Gambar dinding yang tertera pada goa-goa mengambarkan pada jenis binatang yang diburu

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA MALUKU (Paparan Dinas Pariwisata Provinsi Maluku)

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA MALUKU (Paparan Dinas Pariwisata Provinsi Maluku) KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA MALUKU (Paparan Dinas Pariwisata Provinsi Maluku) GAMBARAN UMUM Propinsi Maluku merupakan daerah kepulauan dengan luas wilayah 714.480 km 2 terdiri atas 92,4 % Lautan

Lebih terperinci

POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II

POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II K-13 Geografi K e l a s XI POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami batas wilayah. 2. Memahami laut dangkal,

Lebih terperinci

POTENSI ARKEOLOGI PRASEJARAH KABUPATEN TANAH BUMBU DAN ANCAMAN YANG DIHADAPINYA

POTENSI ARKEOLOGI PRASEJARAH KABUPATEN TANAH BUMBU DAN ANCAMAN YANG DIHADAPINYA POTENSI ARKEOLOGI PRASEJARAH KABUPATEN TANAH BUMBU DAN ANCAMAN YANG DIHADAPINYA THE POTENCY OF PREHISTORIC ARCHAEOLOGY IN TANAH BUMBU AND ITS THREATENINGS Bambang Sugiyanto Balai Arkeologi Banjarmasin,

Lebih terperinci

FENOMENA GEOLOGI DAN SEDIMENTASI GUA DARI SITUS LIANG BUA FLORES

FENOMENA GEOLOGI DAN SEDIMENTASI GUA DARI SITUS LIANG BUA FLORES FENOMENA GEOLOGI DAN SEDIMENTASI GUA DARI SITUS LIANG BUA FLORES Sapri Hadiwisastra* Sapri Hadiwisastra, Fenomena Geologi dan Sedimentasi Gua dari Situs Liang Bua-Flores, RISET - Geologi dan Pertambangan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii ABSTRAK Devvy Alvionita Fitriana. NIM 1305315133. Perencanaan Lansekap Ekowisata Pesisir di Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Dibimbing oleh Lury Sevita Yusiana, S.P., M.Si. dan Ir. I

Lebih terperinci

Identifikasi Jejak Hunian di Situs Song Agung: Kajian Awal atas Hasil Ekskavasi Bulan Maret 2002

Identifikasi Jejak Hunian di Situs Song Agung: Kajian Awal atas Hasil Ekskavasi Bulan Maret 2002 Identifikasi Jejak Hunian di Situs Song Agung: Kajian Awal atas Hasil Ekskavasi Bulan Maret 00 Oleh: J. A. Sonjaya a. Latar Belakang Pada tanggal -3 Maret 00 telah dilakukan ekskavasi di situs Song Agung,

Lebih terperinci

PENGANTAR GEOGRAFI Oleh: Djunijanto, S.Pd

PENGANTAR GEOGRAFI Oleh: Djunijanto, S.Pd PENGANTAR GEOGRAFI Oleh: Djunijanto, S.Pd SMA N 3 UNGGULAN TENGGARONG PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA 2009 GEOGRAFI Pengetahuan mengenai persamaan dan perbedaan gejala alam dan kehidupan dimuka

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Menurut WHO, sehat adalah suatu keadaan sejahtera, sempurna dari fisik,

BAB I. Pendahuluan. Menurut WHO, sehat adalah suatu keadaan sejahtera, sempurna dari fisik, BAB I Pendahuluan 1.1.Latar belakang Menurut WHO, sehat adalah suatu keadaan sejahtera, sempurna dari fisik, mental, dan sosial yang tidak terbatas pada bebas dari penyakit atau kelemahan saja (Cockerham,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. interaksi dengan lingkungan yang menghasilkan budaya. Salah satu bentuk budaya

BAB I PENGANTAR. interaksi dengan lingkungan yang menghasilkan budaya. Salah satu bentuk budaya BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Kenyataan bahwa manusia membutuhkan pangan sebagai kebutuhan dasar adalah sesuatu yang tidak dapat diingkari. Hal ini terjadi sejak masa prasejarah hingga kini. Pemenuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan

BAB I PENDAHULUAN. dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Komodo (Varanus komodoensis Ouwens, 1912) merupakan kadal besar dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK)

Lebih terperinci

Biogeografi Daluga Untuk Prospek Ketahanan Pangan Nasional

Biogeografi Daluga Untuk Prospek Ketahanan Pangan Nasional Biogeografi Daluga Untuk Prospek Ketahanan Pangan Nasional Johny S. Tasirin dan Semuel P. Ratag Seminar Nasional Pertanian Pengembangan Sumber Daya Pertanian Untuk Menunjang Kemandirian Pangan Dies Natalis

Lebih terperinci

INTERPRETASI AWAL TEMUAN GIGI MANUSIA DI SITUS BALA METTI, BONE DAN SITUS LEANG JARIE, MAROS, SULAWESI SELATAN

INTERPRETASI AWAL TEMUAN GIGI MANUSIA DI SITUS BALA METTI, BONE DAN SITUS LEANG JARIE, MAROS, SULAWESI SELATAN Jurnal Walennae, Vol. 15, No. 1, Juni 2017: Hal.19-30 INTERPRETASI AWAL TEMUAN GIGI MANUSIA DI SITUS BALA METTI, BONE DAN SITUS LEANG JARIE, MAROS, SULAWESI SELATAN The Early Interpretation of the human

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR Oleh: NUR HIDAYAH L2D 005 387 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

GUA KIDANG, HUNIAN GUA KALA HOLOSEN DI DAS SOLO

GUA KIDANG, HUNIAN GUA KALA HOLOSEN DI DAS SOLO GUA KIDANG, HUNIAN GUA KALA HOLOSEN DI DAS SOLO Kidang Cave, a Holocene Habitation along the Solo River Indah Asikin Nurani 1 dan Agus Tri Hascaryo 2 Balai Arkeologi Yogyakarta, Jl. Gedongkuning 174 Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 88 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan dari seluruh uraian bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal terkait dengan hasil penelitian ini sebagai berikut : 1. Dari segi

Lebih terperinci

Untuk memahami lebih lanjut, kamu juga dapat membaca. Adrian B. Lapian (ed), berukuran kecil, dengan volume otak Indonesia Dalam Arus

Untuk memahami lebih lanjut, kamu juga dapat membaca. Adrian B. Lapian (ed), berukuran kecil, dengan volume otak Indonesia Dalam Arus yang berada di sekitar bukit dengan kondisi tanah yang datar di depannya. Liang Bua merupakan sebuah temuan manusia modern awal dari akhir masa Pleistosen di Indonesia yang menakjubkan yang diharapkan

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 38 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Hutan Mangrove di Tanjung Bara termasuk dalam area kawasan konsesi perusahaan tambang batubara. Letaknya berada di bagian pesisir timur Kecamatan Sangatta

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA (GPW 0101) ACARA V: PEMAHAMAN FENOMENA BIOSFER

LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA (GPW 0101) ACARA V: PEMAHAMAN FENOMENA BIOSFER LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA (GPW 0101) ACARA V: PEMAHAMAN FENOMENA BIOSFER Disusun oleh : Nama NIM : Mohammad Farhan Arfiansyah : 13/346668/GE/07490 Hari, tanggal : Rabu, 4 November 2014

Lebih terperinci

INDEKS PENULIS FORUM ARKEOLOGI Volume 30, Nomor 1 (April 2017), Nomor 2 (Oktober 2017)

INDEKS PENULIS FORUM ARKEOLOGI Volume 30, Nomor 1 (April 2017), Nomor 2 (Oktober 2017) INDEKS PENULIS FORUM ARKEOLOGI Volume 30, Nomor 1 (April 2017), Nomor 2 (Oktober 2017) A Alifah Produksi dan Distribusi Gerabah di Situs Gunung Wingko: Kajian Arkeologi Ekonomi, 30 (2): hlm. 21-30 Ati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing yang sangat strategis, yang terletak di tengah-tengah jalur perdagangan yang menghubungkan antara

Lebih terperinci

Makalah tentang Manusia Purba di Indonesia IPS Karya Tulis Ilmiah Vandha Salsabila Tidak ada komentar

Makalah tentang Manusia Purba di Indonesia IPS Karya Tulis Ilmiah Vandha Salsabila Tidak ada komentar Makalah tentang Manusia Purba di Indonesia IPS Karya Tulis Ilmiah Vandha Salsabila 13.32 Tidak ada komentar Makalah Manusia Purba di Indonesia Tugas Sejarah Oleh : Erica Arsyillahi (11) Luthfie Putra Taradima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Taman Nasional Komodo memiliki kawasan darat dan perairan laut seluas

BAB I PENDAHULUAN. Taman Nasional Komodo memiliki kawasan darat dan perairan laut seluas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Nasional Komodo memiliki kawasan darat dan perairan laut seluas 1.817 km 2, terletak diantara pulau Sumbawa di sebelah Barat, dan pulau Flores di sebelah Timur.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Timor memiliki avifauna yang unik (Noske & Saleh 1996), dan tingkat endemisme burung tertinggi dibandingkan dengan beberapa pulau besar lain di Nusa Tenggara (Pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Hubungan antara manusia dengan alam yang ada di sekitarnya merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Hubungan antara manusia dengan alam yang ada di sekitarnya merupakan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Hubungan antara manusia dengan alam yang ada di sekitarnya merupakan hubungan yang sangat erat dan saling berakibat sejak awal kemunculan manusia. Kehidupan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. CATATAN DOSEN PEMBIMBING... iii. LEMBAR PERNYATAAN... iv. MOTTO... v. KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. CATATAN DOSEN PEMBIMBING... iii. LEMBAR PERNYATAAN... iv. MOTTO... v. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii CATATAN DOSEN PEMBIMBING... iii LEMBAR PERNYATAAN... iv MOTTO... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

Kata kunci: persepsi, partisipasi publik, pemanfaatan, Museum Situs Sangiran, berbasis masyarakat.

Kata kunci: persepsi, partisipasi publik, pemanfaatan, Museum Situs Sangiran, berbasis masyarakat. ABSTRAK Penelitan dengan judul Persepsi dan Partisipasi Publik dalam Upaya Pemanfaatan Museum Situs Sangiran Berbasis Masyarakat ini membahas tentang pandangan dan peran serta masyarakat terhadap berlangsungnya

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 1. Tempat perlindungan Orang utan yang dilindungi oleh pemerintah banyak terdapat didaerah Tanjung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Dari asal katanya, geografi berasal dari kata geo yang berarti bumi, dan graphein yang berarti lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30).

Lebih terperinci

Observasi Migrasi Manusia di Situs Manusia Purba - Sangiran. Nopsi Marga Handayani Sekar Manik Pranita

Observasi Migrasi Manusia di Situs Manusia Purba - Sangiran. Nopsi Marga Handayani Sekar Manik Pranita Observasi Migrasi Manusia di Situs Manusia Purba - Sangiran Nopsi Marga Handayani 14148118 Sekar Manik Pranita - 14148159 Perjalanan Panjang Manusia Sebelum abad ke-18 Gagasan evolusi muncul Abad ke-18

Lebih terperinci

MACAM-MACAM LETAK GEOGRAFI.

MACAM-MACAM LETAK GEOGRAFI. MACAM-MACAM LETAK GEOGRAFI. Macam-macam Letak Geografi Untuk mengetahui dengan baik keadaan geografis suatu tempat atau daerah, terlebih dahulu perlu kita ketahui letak tempat atau daerah tersebut di permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komodo yang punya nama latin Varanus komodoensis adalah spesies luar biasa yang berhasil survive melampaui rentang waktu yang sangat panjang semenjak jutaan tahun silam.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Persetujuan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Peta... Abstact...

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Persetujuan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Peta... Abstact... DAFTAR ISI Halaman Judul... Halaman Persetujuan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Peta... Intisari... Abstact... i ii ii iv x xi xvi xviii xix BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

Menelusuri Peradaban Awal di Kepulauan Indonesia

Menelusuri Peradaban Awal di Kepulauan Indonesia Bab I Menelusuri Peradaban Awal di Kepulauan Indonesia Indonesia terletak di persimpangan tiga lempeng benua ketiganya bertemu di sini menciptakan tekanan sangat besar pada lapisan kulit bumi. Akibatnya,

Lebih terperinci

POLA PEMANFAATAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN PADA KALA PLEISTOSEN DI SITUS KOBATUWA, FLORES TENGAH: KAJIAN ARKEOLOGI RUANG SKALA MESO

POLA PEMANFAATAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN PADA KALA PLEISTOSEN DI SITUS KOBATUWA, FLORES TENGAH: KAJIAN ARKEOLOGI RUANG SKALA MESO POLA PEMANFAATAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN PADA KALA PLEISTOSEN DI SITUS KOBATUWA, FLORES TENGAH: KAJIAN ARKEOLOGI RUANG SKALA MESO TESIS Yang Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora Pada Program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Penelitian Secara geografis, kabupaten Ngada terletak di antara 120 48 36 BT - 121 11 7 BT dan 8 20 32 LS - 8 57 25 LS. Dengan batas wilayah Utara adalah Laut Flores,

Lebih terperinci

PENINGGALAN ARKEOLOGI MASA AWAL HOLOSEN DI KAWASAN GUNUNG TUKUM LEMBAH BALIEM KABUPATEN JAYAWIJAYA

PENINGGALAN ARKEOLOGI MASA AWAL HOLOSEN DI KAWASAN GUNUNG TUKUM LEMBAH BALIEM KABUPATEN JAYAWIJAYA PENINGGALAN ARKEOLOGI MASA AWAL HOLOSEN DI KAWASAN GUNUNG TUKUM LEMBAH BALIEM KABUPATEN JAYAWIJAYA Rini Maryone (Balai Arkeologi Jayapura) Papua is the eastern end of Indonesia, who inhabited the coastal

Lebih terperinci

1. Lapisan ionosfer memiliki peranan sangat penting, yaitu: A. Penyerap utama radiasi ultraviolet B. Memantulkan gelombang radio yang dipancarkan dan

1. Lapisan ionosfer memiliki peranan sangat penting, yaitu: A. Penyerap utama radiasi ultraviolet B. Memantulkan gelombang radio yang dipancarkan dan 1. Lapisan ionosfer memiliki peranan sangat penting, yaitu: A. Penyerap utama radiasi ultraviolet B. Memantulkan gelombang radio yang dipancarkan dan menahan sebagian radiasi matahari C. Melepas molekul

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion

II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion Bioregion merupakan area geografis yang mempunyai karakteristik tanah, daerah aliran sungai (DAS), iklim, tanaman lokal serta hewan, yang unik dan memiliki nilai intrinsik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN MUSEUM PALEONTOLOGI PATIAYAM

BAB I PENDAHULUAN MUSEUM PALEONTOLOGI PATIAYAM BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sejarah panjang peradaban dan kebudayaan manusia. Jejak jejak manusia purba dan peradabannya yang ditemukan dari lapisan pleistosen terdapat di berbagai

Lebih terperinci

1. Berikut ini merupakan jenis manusia purba yang ditemukan di Indonesia adalah...

1. Berikut ini merupakan jenis manusia purba yang ditemukan di Indonesia adalah... Petunjuk A : Pilihlah satu jawaban yang paling tepat. 1. Berikut ini merupakan jenis manusia purba yang ditemukan di Indonesia adalah... A. Pithecanthropus, Sinanthropus pekinensis, Australopithecus africanus

Lebih terperinci

Jejak Hasil Peninggalan Budaya Manusia Prasejarah di Song Terus Pacitan

Jejak Hasil Peninggalan Budaya Manusia Prasejarah di Song Terus Pacitan Jejak Hasil Peninggalan Budaya Manusia Prasejarah di Song Terus Pacitan Sri Dwi Ratnasari Prodi Pendidkan Sejarah, STKIP PGRI PACITAN Jl. Cut Nyak Dien No 4A, Kec. Pacitan Email: sridwiratnasari@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kualitas masyarakat dan dapat menambah rasa cinta tanah air

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kualitas masyarakat dan dapat menambah rasa cinta tanah air 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor yang sangat berperan dalam struktur ekonomi dan proses pembangunan negara. Hal ini disebabkan karena pariwisata dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung dalam ilmu biologi adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap. Jenis-jenis burung begitu bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi merupakan cabang ilmu yang dulunya disebut sebagai ilmu bumi

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi merupakan cabang ilmu yang dulunya disebut sebagai ilmu bumi 8 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Geografi Geografi merupakan cabang ilmu yang dulunya disebut sebagai ilmu bumi sehingga banyak masyarakat menyebutnya sebagai ilmu yang

Lebih terperinci

POLA OKUPASI GUA KIDANG, JELAJAH RUANG DAN WAKTU: Suatu Hipotesis. OCCUPATIONAL PATTERN OF KIDANG CAVE, EXPLORATION OF SPACE AND TIME: A Hypothesis

POLA OKUPASI GUA KIDANG, JELAJAH RUANG DAN WAKTU: Suatu Hipotesis. OCCUPATIONAL PATTERN OF KIDANG CAVE, EXPLORATION OF SPACE AND TIME: A Hypothesis POLA OKUPASI GUA KIDANG, JELAJAH RUANG DAN WAKTU: Suatu Hipotesis OCCUPATIONAL PATTERN OF KIDANG CAVE, EXPLORATION OF SPACE AND TIME: A Hypothesis Indah Asikin Nurani 1 & Agus Tri Hascaryo 2 1 Balai Arkeologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

RUMAH PANGGUNG, WUJUD KREATIVITAS DARI MASA KE MASA

RUMAH PANGGUNG, WUJUD KREATIVITAS DARI MASA KE MASA RUMAH PANGGUNG, WUJUD KREATIVITAS DARI MASA KE MASA Ketut Wiradnyana Balai Arkeologi Medan Abstract There s been storeyed house since prehistory, classic era and also in the traditional buildings at any

Lebih terperinci

SISTEM KUBUR PENGHUNI GUA KIDANG, BLORA BURIAL SYSTEM OF GUA KIDANG S SETTLERS, BLORA

SISTEM KUBUR PENGHUNI GUA KIDANG, BLORA BURIAL SYSTEM OF GUA KIDANG S SETTLERS, BLORA SISTEM KUBUR PENGHUNI GUA KIDANG, BLORA BURIAL SYSTEM OF GUA KIDANG S SETTLERS, BLORA Indah Asikin Nurani 1, Toetik Koesbardiati 2 dan Delta Bayu Murti 2 1 Balai Arkeologi Yogyakarta 2 Departemen Antropologi,

Lebih terperinci

UJIAN AKHIR SEMESTER 1 SEKOLAH MENENGAH TAHUN AJARAN 2014/2015 Mata Pelajaran : Sejarah

UJIAN AKHIR SEMESTER 1 SEKOLAH MENENGAH TAHUN AJARAN 2014/2015 Mata Pelajaran : Sejarah Nama : UJIAN AKHIR SEMESTER 1 SEKOLAH MENENGAH TAHUN AJARAN 2014/2015 Mata Pelajaran : Sejarah Kelas : 7 Waktu : 10.00-11.30 No.Induk : Hari/Tanggal : Senin, 08 Desember 2014 Petunjuk Umum: Nilai : 1.

Lebih terperinci

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN SEJARAH PENEMUAN SITUS Keberadaan temuan arkeologis di kawasan Cindai Alus pertama diketahui dari informasi

Lebih terperinci

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari penerbit, sebagian atau seluruhnya

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari penerbit, sebagian atau seluruhnya GUA HARIMAU DAN PERJALANAN PANJANG PERADABAN OKU Editor: Truman Simanjuntak Korektor: Andayani Desain sampul: Pram s Tata letak isi: Didi Penerbit: Gadjah Mada University Press Anggota IKAPI ISBN: 978-602-386-031-9

Lebih terperinci