Identifikasi Jejak Hunian di Situs Song Agung: Kajian Awal atas Hasil Ekskavasi Bulan Maret 2002

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Identifikasi Jejak Hunian di Situs Song Agung: Kajian Awal atas Hasil Ekskavasi Bulan Maret 2002"

Transkripsi

1 Identifikasi Jejak Hunian di Situs Song Agung: Kajian Awal atas Hasil Ekskavasi Bulan Maret 00 Oleh: J. A. Sonjaya a. Latar Belakang Pada tanggal -3 Maret 00 telah dilakukan ekskavasi di situs Song Agung, yang terletak di Desa Basuhan, Kecamatan Eromoko, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Eksakavasi tersebut merupakan bentuk kerjasama antara Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala (SPSP) Jawa Tengah dengan Jurusan Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada. Mengingat keterbatasan waktu yang tersedia, maka penggalian yang dilakukan hanya bersifat penjajagan (test pit) terhadap kemungkinan digunakannya Song Agung sebagai gua hunian manusia di masa prasejarah. Informasi tentang potensi Song Agung sebagai gua hunian manusia di masa lampau diperoleh dari hasil survei tim PTKA Gunung Kidul, yang pada tanggal 3-9 Februari mengadakan survei di Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunung Kidul, DIY. Pada saat melakukan survei di Dusun Bentar, Desa Kenteng diperoleh keterangan tentang lokasi Song Agung. Setelah dicek, ternyata lokasi gua tersebut secara administratif sudah termasuk dalam wilayah Propinsi Jawa Tengah (lebih kurang 00 m arah timur laut dari tugu atau monumen batas wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Propinsi Jawa Tengah). Hasil temuan permukaan yang diperoleh saat dilakukan survei antara lain berupa sebuah fragmen keramik, fragmen tulang yang kemungkinan mengindikasikan hewan banteng (bibos banteng), rusa (cervus javanicus, cervus sp), gajah purba (Elephas), kuda nil (Hippopotamus sp), hewan pengerat (Rodentia), babi (Sus vittatus), kera (Macaca fascicularis), manusia, anjing air (cuon sp), (Homo sapiens), monyet (primates), berbagai jenis kerang (Mollusca sp), alat tulang, baik yang berupa fragmen sudip maupun lancipan, alat batu dari jenis serpih, serut, gurdi, tatal, dan batu inti, yang dibuat dari bahan batuan rijang, gamping kersikan dan andesit. Secara kuantitatif temuan fragmen tulang banteng berjumlah 79 buah,

2 fragmen tulang rusa 4 buah, fragmen tulang gajah purba 3 buah, fragmen tulang kuda nil 3 buah, fragmen hewan pengerat buah, fragmen tulang babi 6 buah, fragmen tulang kera 4 buah, fragmen tulang manusia 79 buah, fragmen tulang anjing air buah, fragmen cangkang kerang siput buah, fragmen cangkang kerang yang belum teridentifikasi 6 buah, dan fragmen tulang hewan yang belum teridentifikasikan 93 buah. Alat tulang lebih kurang 5 buah dan alat batu lebih kurang berjumlah 40 buah. Sampai saat ini situs gua hunian masa prasejarah di Pulau Jawa baru didapatkan di wilayah Jawa Timur, antara lain Song Terus, Song Keplek, Gua Lawa di Sampung dan juga di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, antara lain Song Braholo, Song Blendrong dan Song Bentar. Adapun situs gua hunian masa prasejarah di wilayah Jawa Tengah belum ditemukan sampai saat ini. Keberadaan alat tulang, alat batu dan berbagai jenis fragmen tulang binatang dan kerang air tawar menunjukkan bahwa Song Agung pernah difungsikan sebagai tempat hunian, yang berlangsung dari masa prasejarah (temuan alat batu dan alat tulang) hingga masa sejarah (temuan keramik). Atas dasar hal tersebut sangat dimungkinkan sekali bahwa Song Agung di Kecamatan Eromoko, Wonogiri, Jawa Tengah, dapat dijadikan sebagai bukti keberadaan situs gua hunian masa prasejarah di wilayah Jawa Tengah. untuk: Sehubungan dengan itu, maka ekskavasi yang dilakukan setidaknya bertujuan. Pencarian data artefaktual, ekofak, dan fitur serta kondisi lingkungan sekitar Song Agung, yang dapat digunakan untuk pembuktian bahwa situs Song Terus pernah dihuni pada masa prasejarah. Pembuktian tersebut akan sangat berguna bagi penulisan rekonstruksi kehidupan manusia masa prasejarah di Jawa Tengah, khususnya yang berkaitan dengan kehidupan masa mesolitik. Penyelamatan dan perlindungan terhadap data artefaktual, ekofak dan fitur serta kondisi lingkungan sekitar Song Agung dari ancaman kegiatan penambangan batu feldspar (watu lintang) dan kotoran burung kelelawar (guano)/fosfat.

3 b. Kondisi Lingkungan dan Situs Song Agung yang terletak di Dusun Ngringin, Desa Basuhan, Kecamatan Eromoko, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah berbatasan langsung dengan wilayah Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada dasarnya Song agung merupakan gua alam yang terletak di perbukitan kapur. Di dekat perbukitan tersebut terdapat Telaga Kotis, yang hanya berisi air di saat musim penghujan. Kawasan sekitar Telaga Kotis digunakah sebagai lahan tegalan yang meluas hingga ke lereng perbukitan kapur di dekat Song Agung. Pohon jati (Tectona grandis) dijumpai di sepanjang lereng perbukitan hingga di depan mulut gua. Bagian depan gua berupa lubang dengan diameter lebih-kuran 0 m, ketinggian. Secara keseluruhan ruangan Song Agung berukuran panjang lebih kurang 70 m dan lebar 30 m. Lantai gua rata di bagian depan dan tengah, sedang di bagian dalam bergelombang. Tanah di bagian depan dan tengah gua sudah digali sebagian oleh penduduk untuk diambil kotoran kelelawarnya. Demikian juga di bagian belakang gua ada galian-galian liar berbentuk kotak berukuran panjang m dan lebar m dengan kedalaman 0,5 m. Galiangalian tersebut diperkirakan digunakan sebagai pengujian untuk mengetahui potensi adanya sumber fosfat/tumpukan kotoran kelelawar. Di berbagai bagian gua juga ditemukan runtuhan stalaktit dan stalakmit. Berdasarkan keletakan runtuhannya dapat diperkirakan bahwa runtuhan tersebut tidak terjadi sebagai akibat gejala alam, melainkan sebagai hasil perbuatan manusia untuk mencari batu feldspar atau watu lintang. Di bagian depan mulut Song Agung, terdapat runtuhan fragmen batu gamping berukuran dari pebble hingga boulder. Berdasarkan sebarannya dapat diperkirakan bahwa batu-batu gamping tersebut merupakan runtuhan yang berasal dari dinding di pinggir mulut gua. Temuan fragmen tulang binatang, cangkang kerang, alat batu, alat tulang, tatal dan batu inti tersebar di permukaan lantai gua dengan tingkat kepadatan temuan, yang cukup tinggi.

4 c. Proses dan Hasil Ekskavasi Ekskavasi tahap pertama di Situs Song Agung dilakukan di dua kotak, satu terdapat di salah satu sisi mulut gua (Kotak T4) dan satu lagi terdapat di bagian tengah ruangan gua (M3). Ukuran kotak galian x m. Keterbatasan waktu yang ada menyebabkan kotak tidak digali seluruhnya, melainkan hanya digali x m. Adapun penggalian menggunakan teknik spit. Kedalaman spit pertama 0 cm, sedang spit berikutnya berkedalaman 5 cm. Penyingkapan tanah untuk menyelamatkan temuan itu dilakukan secermat mungkin melalui pengukuran dan pencatatan sehingga matriksnya bisa deketahui. Proses dan hasil ekskavasi di masing-masing kotak dipaparkan sebagai berikut: c.. KOTAK M3 Kotak M3 terletak di bagian tengah ruangan dalam gua. Sebagaimana telah disinggung di bagian pendahuluan, lapisan tanah di gua ini sebagian, terutama bagian depan tengah, telah tersingkap akibat penambangan fosfat. Kotak M3 ini, tiga perempat kotak masih utuh dan seperempat lainnya sudah tersingkap sedalam kurang-lebih meter. Menjajaki kemungkinan adanya kegiatan domestik, merupakan tujuan dari pembukaan kotak ini. Berdasarkan beberapa kasus yang terjadi di situs-situs gua yang pernah digali, bagian tengah ruangan gua seringkali digunakan utuk kegiatan perbengkelan, pengolahan makanan, dan kegiatan konsumtif (ruang makan). Penggalian dilakukan pada setengah kotak, yaitu bagian timur (t, t,t3,t3 ). Sisi t t3 sudah tersingkap, sehingga sudut t dan t3 lebih rendah kurang-lebih meter. Spit dibuka sedalam 0 cm dari DPS. Karena permukaan tanahnya miring ke arah tenggara (t3), maka spit ini hanya berkisar di dekat sudut t. Jenis tanahnya lempung debuan, berwarna coklat keabuan, bercampur dengan pecahan gamping berukuran kerikil hingga kerakal. Temuan di spit didominasi oleh fragmen tulang berbagai ukuran, sebagian rapuh dan sebagian lainnya keras. Di antara tulang-tulang tersebut ternyata terdapat alat tulang berupa sudip berukuran panjang 7 cm dan lebar,6 cm, warnanya krem, lebih keras dibandingkan dengan tulang lainnya. Bagian tajamannya melengkung, sedangkan bagian pangkal tampaknya patah. Melihat bentuknya, sudip ini dibuat dari

5 tulang panjang binatang yang besar. Selain itu, terdapat 0 fragmen tulang keras dan padat yang diduga pecahan alat atau mungkin bahan. Fragmen tulang yang rapuh jumlahnya ratusan, 48 buah di antaranya dinomori sendiri-sendiri karena diperkirakan bisa diidentifikasi, sedangkan 6 lainnya berukuran kecil dan sulit untuk diidentifikasi sehingga dijadikan satu nomor. Yang menarik, ada juga 3 buah fragmen tulang berwarna hitam seperti terbakar. Temuan lainnya adalah buah kuku binatang, 4 buah gigi binatang, dan buah cangkang keong. Jenis-jenis temuan di spit. Alat tulang (sudip). Fragmen tulang keras (diduga pecahan alat) 0 3. Fragmen tulang (besar) 4 4. Fragmen tulang (kecil) 6 5. Kuku binatang 6. Gigi binatang 4 7. Cangkang keong Spit dan berikutnya interval 5 cm. Jenis tanah di spit sama dengan spit, hanya lebih kering. Kapak tulang ditemukan pada awal spit ini. Temuan ini cukup spektakuler, karena jarang sekali ditemukan di situs-situs lainnya. Bentuknya menyerupai beliung persegi, berukuran panjang 6 cm dan lebar 3,4 cm. Sisinya yang sebelah cembung dan sebelah cekung, menunjukkan bahwa alat ini dibuat dari tulang pipa. Bagian tajaman dibuat dengan cara mengupam bagian ujung, kemudian dipangkas sehingga papak. Guratan-guratan yang tertera pada tajaman ini menunjukkan bahwa pengupaman dilakukan dengan cara dikikir menggunakan benda yang lebih kasar. Dari warnanya yang hitam, diduga alat ini dipanaskan dulu sehingga keras. Ketika dipukul logam, bunyinya tring. Ditemukan pula buah alat tulang dan lancipan dari taring. Selain data berupa artefak, di spit ditemukan fragmen tulang keras sebanyak 8 buah yang diduga pecahan alat. Data berupa ekofak juga ditemukan di spit, yaitu ratusan fragmen tulang, cangkang kerang, cangkang keong, dan gigi binatang.

6 Jenis-jenis temuan di spit. Alat tulang (kapak). Alat tulang 3. Lancipan dari taring 4. Fragmen tulang keras (pecahan alat?) 3 5. Fragmen tulang keras, hitam (pecahan alat?) 6 6. Fragmen tulang (besar) 8 7. Fragmen tulang (kecil) - 8. Fragmen tulang rapuh, berwarna putih - 9. Cangkang kerang 0. Cangkang keong. Gigi binatang Spit 3 jenis tanahnya masih lempung debuan. Di awal spit 3, ditemukan sudip tulang terbuat dari tulang panjang berwarna putih. Ukurannya: panjang,5 cm dan lebar 3,5 cm. Separoh bagian tajaman telah gumpal. Sebuah bagian tajaman sudip tulang berwarna hitam, ditemukan di dekatnya. Temuan lainnya berupa fragmen tulang yang menunjukkan adanya bekas pengerjaan, lancipan, gigi binatang, fragmen tulang berwarna hitam keras, cangkang keong, 7 gigi berukuran kecil yang terkonsentrasi, fragmen cangkang kerang berwarna hitam, kuku binatang, taring binatang, dan sejumlah banyak fragmen tulang berukuran kecil-kecil yang sulit diidentifikasi. Jenis-jenis temuan di spit 3. Alat tulang (sudip, lancipan) 3. Fragmen alat tulang 3. Fragmen tulang keras (pecahan alat?) 3 4. Fragmen tulang keras, berwarna hitam 6 5. Fragmen tulang (besar) 3 6. Fragmen tulang (kecil) - 7. Taring binatang 8. Gigi binatang 3 9. Kuku binatang 0. Cangkang kerang. Cangkang keong remuk

7 Spit 4 masih didominasi oleh temuan berupa fragmen tulang. Di lapisan tanah lempung coklat keabuan ini ditemukan sebuah alat tanduk di antara fragmen-fragmen tulang yang berserakan. Alat tersebut dibuat dengan cara menajamkan bagian ujung tanduk (mungkin sejenis tanduk kerbau), sehingga meruncing dan pipih. Artefak lainnya yang ditemukan berupa 3 buah sudip tulang serta buah lancipan tulang. Adapun ekofak jumlahnya sangat banyak, terutama fragmen tulang, beberapa gigi binatang. Yang lainnya adalah fragmen tengkorak monyet dan cangkang keong. Jenis-jenis temuan di spit 4. Alat tanduk. Alat tulang (sudip) 3 3. Alat tulang (lancipan) 4. Fragmen tulang (diduga pecahan alat) 5 5. Fragmen tulang pipa 6 6. Fragmen tengkorak monyet 7. Ruas tulang belakang binatang 8. Fragmen tulang (besar) 4 9. Fragmen tulang (kecil) - 0. Gigi binatang. Cangkang keong remuk Spit 5. Temuan ekofak berupa tulang masih mendominasi di spit 5, baik besar maupun kecil. Di antara ratusan fagmen tulang itu terdapat sebuah taring babi uang bagian ujungnya sengaja ditajamkan. Kesengajaan itu tampak dari potongan dan guratan pengupaman. Selain itu ditemukan pula buah alat tulang yang belum teridentifikasi jenisnya, dan 3 buah lancipan tulang. Lainnya berupa fragmen rahang dan gigi binatang, cangkang kerang, dan cangkang keong. Di spit 5 ini ditemukan sebuah tatal batu.

8 Jenis-jenis temuan di spit 5. Fragmen tulang (besar) 68. Ruas tulang belakang binatang 4 3. Fragmen tulang terbkar 4. Fragmen tengkorak hewan 6 5. Taring babi 6. Gigi binatang 7. Fragmen rahang 4 8. Fragmen rahang dan gigi 9. Fragmen arang - 0. Fragmen cangkang kerang. Tatal batu. Fragmen tulang (kecil) - 3. Cangkang keong remuk Di spit 6 ditemukan 5 buah alat tulang, 3 di antaranya diduga sebagai lancipan. Lainnya sama dengan temuan pada spit-spit sebelumnya, yaitu ratusan fragmen tulang, fragmen rahang dan gigi, taring binatang, serta cangkang keong dan kerang. Jenis-jenis temuan di spit 6. Gigi. Rahang dan gigi 3. Fr. gerabah 4. Fr. cangkang moluska 5. Serpih batu 6. Fr. batu 7. Fr. tulang 8. Fr. tulang terbakar 9. Artefak tulang 0. Kuku Di spit 7, selain temuan ekofak berupa fragmen tulang, ditemukan 0 artefak tulang. Rinciannya 3 sudip, 4 lancipan berukuan kecil, mata panah, dan buah calon alat. Selain itu, ditemukan buah kuku binatang, buah akar gigi, dan buag fragmen rahang.

9 Jenis-jenis temuan di spit 7. Gigi. Gigi dengan matriks batu 3. Rahang dan gigi 4. Mata panah batu 5. Artefak batu 6. Fr. batu 7. Artefak tanduk rusa 8. Kuku 9. Fr. cangkang moluska 0. Artefak tulang. Fr. cranium. Fr. tulang 3. Fr. tulang terbakar Jumlah buah) Alat tanduk ditemukan di spit 8. Selain itu ditemukan 4 buah fragmen tulang besar di antara fragmen-fragmen tulang lainnya. Di antaranya terdapat 6 buah bagian ruas tulang belakang, 4 buah tulang terbakar. Lainnya berupa cangkang kerang serta rahang dan gigi binatang. Jenis-jenis temuan di spit 8-9. Gigi. Rahang dan gigi 3. Kuku 4. Fr. cangkang moluska 5. Fr. cranium 6. Fr. tulang 7. Fr. tulang terbakar 8. Konsentrasi fr. tulang (lot ) 9. Artefak batu 0. Batu inti. Fr. batu. Mata panah batu 3. Gumpalan tanah terbakar 4. Coprolith 5. Artefak tulang

10 Di spit 9 hanya ditemukan buah artefak berupa lancipan tulang. Lainnya ekofak berupa fragmen tulang, cangkang siput, fragmen cangkang keong, dan gigi. Jenis-jenis temuan di spit 0. Gigi. Perhiasan gigi 3. Rahang 4. Rahang ikan 5. Fr. cranium 6. Fr. cangkang moluska 7. Artefak batu 8. Artefak tulang 9. Fr. batu 0. Fr. tulang. Fr. tulang terbakar Spit 0 mempunyai tinggalan menarik berupa 4 buah batu yang diduga sebagai tatal dan alat. Di antara ratusan fragmen tulang, beberapa di antaranya berupa tulang tengkorak dan rahang yang masih menyatu dengan gigi. Temuan lainnya berupa cangkang kerang, cangkang keong, kuku dan gigi. Jenis-jenis temuan di spit. Gigi. Mata panah batu 3. Kuku 4. Rahang 5. Rahang dan gigi 6. Artefak batu 7. Batu inti 8. Fr. cangkang moluska 9. Serpih batu 0. Fr. batu. Fr. tulang. Fr. tulang terbakar

11 Hingga spit terakhir, spit, fragmen tulang masih mendominasi. Di sini juga ditemukan buah lancipan tulang serta buah yang diduga lancipan tulang. Bagian ruas tulang belakang hewan, fragmen tengkorak, dan fragmen tulang belakang, merupakan temuan lainnya di spit. Jenis-jenis temuan di spit. Gigi. Rahang dan gigi 3. Fr. cranium 4. Fr. tanah terbakar 5. Mata panah batu 6. Artefak batu 7. Fr. batu 8. Fr. cangkang moluska 9. Fr. tulang 0. Fr. tulang terbakar. Artefak tulang c.. Kotak T4 Spit dibuka sedalam 0 cm dari DPS. Jenis tanahnya lempung debuan, berwarna coklat keabuan, bercampur dengan pecahan gamping berukuran kerikil hingga kerakal. Temuan di spit masih sedikit, hanya sebuah tatal batu, buah fragmen gerabah, dan buah fragmen cangkang kerang. Jenis-jenis temuan di spit. Fragmen gerabah. Tatal batu 3. Fragmen cangkang kerang Spit dan berikutnya interval 5 cm. Jenis tanah di spit sama dengan spit, hanya lebih kering. Sama seperti di spit, temuan di spit juga masih sedikit, yaitu buah fragmen tulang, sebuah gigi binatang, dan sebuah tatal batu.

12 Jenis-jenis temuan di spit. Fragmen tulang. Gigi binatang 3. Tatal batu Berbeda dengan spit sebelumnya, di spit 3 ditemukan banyak temuan dan sangat beragam. Temuan dari batu, baik artefak maupun non artefak banyak ditemukan di spit ini. Alat-alat batu itu antara lain serpih dan bilah yang terbuat dari rijang (abu-abu, kuning, merah), kalsedon, dan gamping kersikan. Selain itu ditemukan juga beberapa alat tulang berupa lancipan dan serut. Temuan-temuan itu dapat dilihat dalam tabel di bawah ini. Jenis-jenis temuan di spit 3. Alat Batu (serpih dan serut) 3. Fragmen tulang 3 3. Bahan alat (batu) 4. Fragmen gigi binatang 5. Tatal batu jenis rijang 3 6. Serut dari tulang 7. Batu inti (gamping kersikan & rijang abu) 8. Cangkang kerang 6 9. Lancipan tulang 0. Fragmen gerabah 6 Spit 4 hanya ditemukan 6 buah fragmen gerabah. Permukaannya polos, dan tampaknya dibuat dengan teknik roda putar. Melihat porusnya, pembakaran tampaknya tidak terlalu tinggi. Karena bentuknya kecil-kecil, maka belum bisa diidentifikasi dari bentuk apa. Spit 5 didominasi oleh temuan berupa fragmen tulang beragam ukuran, sehingga diperkirakan berasal dari jenis binatang yang beragam. Beberapa yang sudah berhasil

13 diidentifikasi menunjukkan pada tulang-tulang dari jenis rodensia (landak dan tikus), monyet, dan babi hutan. Selain itu ditemukan pula alat tulang berupa lancipan. Jenis-jenis temuan di spit 5. Lancipan tulang 3. Sudip tulang 7 3. Serut tulang 4. Cangkang moluska 8 5. Tatal batu 8 6. Fragmen tulang binatang Alat tulang (sudip) 7 Di spit 6 ditemukan buah fragmen tulang dari berbagai jenis binatang, yang sudah teridentifikasi adalah dari jenis landak. Selain itu ditemukan pula 0 buah alat batu berupa serpih yang terbuat dari kalsedon, gamping kersikan, andesit, rijang coklat, dan lempung silikaan. Juga ditemukan sebuah lancipan tulang. Jenis-jenis temuan di spit 6. Fragmen tulang. Alat batu 3. Lancipan tulang 0 Di spit 7 tidak berhasil ditemukan apapun, hanya runtuhan batu berukuran mulai kerikil hingga bongkah. Penggalian kemudian diteruskan hingga spit 8. Di spit ini ditemukan 5 buah artefak batu berupa serpih dari bahan gamping kersikan dan kalsedon. Selain itu ditemukan pula sebuah batu pukul berbentuk agak bulat sekepalan tangan berwarna agak merah. Di spit 9 hanya ditemukan sebuah fragmen tulang yang agak besar, namun belum dapat diidentifikasi dari jenis apa. Spit 0 tidak diketemukan temuan, karena tampaknya lapisan tanahnya menunjukkan bekas genangan air yang memadat.

14 Di spit 3 ditemukan buah serut batu, masing-masing terbuat dari rijang coklat dan gamping kersikan. Selain itu ditemukan juga 5 buah tatal batu dari kalsedon dan rijang coklat, serta 3 buah fragmen tulang. Jenis-jenis temuan di spit 3. Serut. Tatal batu 3. Fragmen tulang 5 3 Spit 4 temuannya berupa alat tulang dan batu dengan rincian sebagai berikut Jenis-jenis temuan di spit 4. Lancipan tulang. Sudip tulang 3. Fragmen tulang 4. Serpih batu d. Telaah Awal Hasil Ekskavasi Hasil test pit yang dilakukan terhadap kotak M3 dan T4 menunjukkan adanya temuan artefak dan ekofak, yang jenis-jenisnya tidak jauh berbeda dengan temuan artefak dan ekofak yang diperoleh dari hasil survei. Temuan yang diperoleh dari kotak M 7 (terletak di bagian tengah ruangan gua), yang didominasi oleh fragmen tulang dari berbagai jenis binatang, alat tulang, alat batu, dan cangkang kerang semakin memperkuat dugaan bahwa tempat tersebut pada masa lampau telah digunakan sebagai lokasi pengolahan dan pengkonsumsian bahan makanan (consumption area). Temuan fragmen tulang binatang, fragmen alat tulang, tatal, batu inti dan sejumlah alat batu juga didapatkan dari kotak T4 (terletak di bagian pinggir utara mulut gua). Satu hal yang perlu diperhatikan dari kotak T 4 adalah jumlah temuan tatal yang lebih banyak dari alat batu serta dijumpainya banyak fragmen tulang. Keadaan semacam ini mengindikasikan bahwa kotak T4 merupakan tempat deposisi atau pembuangan sampah, baik yang berupa peralatan yang sudah tidak dipakai maupun sisa pengkonsumsian bahan makanan.

15 Analisis awal terhadap temuan alat batu menunjukkan dominasi alat non-masif (serpih, gurdi, lancipan, dan serut) terhadap alat masif. Temuan alat tulang dapat ditipologikan menjadi sudip, kapak, jarum dan lancipan. Jenis-jenis binatang yang ditemukan, antara lain banteng, gajah (elephas), monyet dan rusa diyakini pernah hidup pada kala Plestosen akhir atau Holosen awal. Berdasarkan jenis-jenis alat yang dihasilkan dan teknologi pembuatan alat dapat disimpulkan bahwa jenis dan teknologi alat tersebut dapat diklasifikasikan sebagai industri alat serpih dan bilah serta tulang dari masa mesolitik. Kesimpulan ini juga dikuatkan dengan jenis binatang pada kala Plestosen akhir atau Holosen awal yang dapat dikaitkan dengan kehidupan masa mesolitik. Bukti-bukti aktifitas kehidupan yang berlangsung di Situs Song Agung juga dapat dikaitkan dengan adaptasi terhadap lingkungan gua-gua yang diperkirakan mulai berlangsung pada masa mesolitik. Interpretasi terhadap seluruh data, baik yang berupa data artefaktual maupun data ekofak serta aktifitas kehidupan manusianya menunjukkan bahwa Situs Song Agung merupakan situs hunian gua dari masa mesolitik. Dugaan bahwa bagian tengah ruangan gua digunakan sebagai areal aktifitas rumah tangga (domestic space) akan semakin diperkuat apabila ekskavasi pada kotak M7 diperdalam hingga mencapai lapisan tanah, yang steril dari aktivitas budaya manusia. Pembukaan kotak yang berinisial huruf K, L, N dan berangka dari 7 hingga 0 juga sangat dianjurkan untuk menambah informasi tentang kegiatan yang berlangsung pada areal aktifitas rumah tangga. Selain itu perlu pula diekskavasi areal di bagian pinggir selatan serta bagian depan mulut gua, utamanya untuk mengetahui sisa-sisa sampah aktivitas kehidupan manusia yang pernah tinggal di Song Agung. Mengingat sisa-sisa penguburan juga ditemukan pada gua-gua yang berukuran besar, maka ruangan dalam Situs Song Agung yang luas, khususnya bagian paling dalam serta bagian tengah dekat dinding gua bagian utara dan selatan juga berpotensi sebagai areal penguburan. Atas dasar hal tersebut ekskavasi di kotak yang berinisial huruf J 7 dan J.. perlu juga dilaksanakan

16 Situs Song Agung perlu segera ditindaklanjuti penanganannya mengingat potensinya sebagai gua hunian prasejarah dari masa mesolitik, yang di Jawa Tengah baru satu-satunya yang dijumpai. Adapun hal-hal mendesak yang perlu segera dilaksanakan dalam proses penanganannya, yaitu:. Perlunya upaya perlindungan dan pencagarbudayaan sesegera mungkin mengingatbesarnya kandungan nilai arkeologis yang dikandung oleh Situs Song Agung.. Perlunya dilakukan tindak pengamanan dan pemecahan masalah terhadap kegiatan pemanfaatan sumber daya alam yang terdapat di Situs Song Agung, khususnya penambangan kotoran kelelawar dan batu feldspar (watu lintang). 3. Perlunya koordinasi antar instansi, baik dari SPSP Jawa Tengah, Jurusan Arkeologi maupun Pemerintah Daerah Wonogiri dalam penanganan Situs Song Agung secara menyeluruh. Dalam hal ini aspek keilmiahan dari Situs Song Agung dapat ditangani oleh Jurusan Arkeologi, aspek perlindungan dan pemanfaatan dapat ditangani oleh SPSP Jawa Tengah sedang aspek pemberdayaan masyarakat dapat ditangani oleh Pemda Wonogiri. Meskipun demikian penanganan ketiga aspek tersebut harus dilakukan secara bersama-sama dan dilakukan melalui kerjasama yang harmonis antara ketiga instansi tersebut.

17 e. Penutup Situs Song Agung yang terletak di Dusun Ngringin, Desa Basuhan, Kecamatan Eromoko, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah memiliki potensi data arkeologis yang sangat besar. Survei dan ekskavasi yang dilakukan terhadap Situs Song Agung menunjukkan bahwa situs tersebut merupakan situs hunian gua yang berlangsung pada masa mesolitik. Kesimpulan awal ini tentunya perlu ditindaklanjuti sesegera mungkin, mengingat sampai saat ini belum pernah ditemukan situs hunian gua di wilayah Jawa Tengah. Di lain pihak kegiatan pemanfaatan sumber alam yang terdapat di Situs Song Agung dapat mengancam kelestarian Situs Song Agung. Perlu disadari bahwa upaya perlindungan dan pelestarian Situs Song Agung akan lebih berhasil dilaksanakan apabila melibatkan berbagai instansi dan masyarakat yang berkepentingan dengan penggunaan sumber alam Song Agung. Sesuai dengan konsep Cultural Resources Management yang terbaru, pendekatan yang dilakukan harus bersifat bottom-up dan tidak lagi top-down oriented. Hal ini berarti masyarakat harus dilibatkan secara aktif dan berpartisipasi dalam upaya perlindungan dan pelestarian Situs Song Agung. Atas dasar hal tersebut sudah saatnya dilakukan upaya perlindungan dan pelestarian Situs Song Agung secara terpadu. Artinya, sebelum diputuskan tindakan perlindungan dan pelestarian terhadap situs tersebut, perlu dilakukan studi terhadap aspek pemanfaatannya, baik dari segi keilmiahan, sosial, ekonomi, budaya dan politik. Dalam hal ini kerjasama antar berbagai pihak dan instansi sangat diperlukan sekali untuk menuntaskan upaya perlindungan dan pelestarian. Tampaknya kerjasama antar instansi Perguruan Tinggi, SPSP Jawa Tengah, Pemda Wonogiri, Lembaga Musyawarah Desa Basuhan, dan tokoh-tokoh masyarakat setempat akan sangat menentukan bagi keberhasilan upaya perlindungan dan pelestarian Situs Song Agung.

POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005.

POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005. POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA 2014 Indah Asikin Nurani Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005. A. Hasil Penelitian Sampai Tahun

Lebih terperinci

POLA OKUPASI GUA KIDANG, HUNIAN MASA PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA. Indah Asikin Nurani

POLA OKUPASI GUA KIDANG, HUNIAN MASA PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA. Indah Asikin Nurani POLA OKUPASI GUA KIDANG, HUNIAN MASA PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA A. Hasil Penelitian Selama Enam Tahap Indah Asikin Nurani Hasil penelitian sampai pada tahap keenam (2012), dapat disimpulkan beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Alat tulang merupakan salah satu jenis produk teknologi manusia. Alat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Alat tulang merupakan salah satu jenis produk teknologi manusia. Alat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Alat tulang merupakan salah satu jenis produk teknologi manusia. Alat tulang digunakan sebagai alat bantu dalam suatu pekerjaan. Alat tulang telah dikenal manusia sejak

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia BAB V PENUTUP Manusia prasejarah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dalam hal ini makanan, telah mengembangkan teknologi pembuatan alat batu. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan mereka untuk dapat bertahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam di sekitarnya. Pemanfaatan ini dilakukan sebagai upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. alam di sekitarnya. Pemanfaatan ini dilakukan sebagai upaya untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak dulu manusia memiliki kecenderungan untuk memanfaatkan hasil alam di sekitarnya. Pemanfaatan ini dilakukan sebagai upaya untuk mempertahankan hidup mereka.

Lebih terperinci

Taufiqurrahman Setiawan (Balai Arkeologi Medan) Abstract

Taufiqurrahman Setiawan (Balai Arkeologi Medan) Abstract LOYANG 1 MENDALI SITUS HUNIAN PRASEJARAH DI PEDALAMAN ACEH Asumsi Awal Terhadap Hasil Penelitian Gua-gua di Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Taufiqurrahman Setiawan (Balai Arkeologi

Lebih terperinci

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN SEJARAH PENEMUAN SITUS Keberadaan temuan arkeologis di kawasan Cindai Alus pertama diketahui dari informasi

Lebih terperinci

PRASEJARAH INDONESIA

PRASEJARAH INDONESIA Tradisi Penguburan Jaman Prasejarah Di Liang Bua dan Gua Harimau E. Wahyu Saptomo Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Jakarta PRASEJARAH INDONESIA Prasejarah Indonesia dapat dibagi dua yaitu: - Prasejarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Artefak obsidian..., Anton Ferdianto, FIB UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Artefak obsidian..., Anton Ferdianto, FIB UI, 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penelitian Pada awal abad ke 20, Pulau Jawa menjadi pusat penelitian mengenai manusia prasejarah. Kepulauan Indonesia, terutama Pulau Jawa memiliki bukti dan sejarah

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN SITUS GUA PAWON

BAB II GAMBARAN SITUS GUA PAWON BAB II GAMBARAN SITUS GUA PAWON 2. 1. Wilayah situs Gua Pawon terletak di wilayah Desa Masigit, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung berdasarkan laporan penelitian (Yondri et.al. 2005) dan data geografis.

Lebih terperinci

1.5 Ruang lingkup dan Batasan Masalah

1.5 Ruang lingkup dan Batasan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gua Pawon dengan segala bentuk temuan prasejarah yang terkandung di dalamnya, begitu juga dengan lingkungannya bila di kaitkan dengan Undang- Undang Nomor 11 Tahun

Lebih terperinci

MASA BERCOCOK TANAM DAN DAN BERTERNAK a. Kehidupan sosial-ekonomi Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam Kehidupan manusia senantiasa mengalami

MASA BERCOCOK TANAM DAN DAN BERTERNAK a. Kehidupan sosial-ekonomi Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam Kehidupan manusia senantiasa mengalami MASA BERCOCOK TANAM DAN DAN BERTERNAK a. Kehidupan sosial-ekonomi Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam Kehidupan manusia senantiasa mengalami perkembangan. Perkembangan itu dapat disebabkan karena ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kawasan karst pada saat ini telah menjadi objek penelitian arkeologi yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kawasan karst pada saat ini telah menjadi objek penelitian arkeologi yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kawasan karst pada saat ini telah menjadi objek penelitian arkeologi yang menarik, karena kawasan karst menjadi bukti berlangsungnya kehidupan pada jaman prasejarah.

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. purba yang mempunyai peran penting bagi dunia ilmu pengetahuan. Di situs ini

BAB IV KESIMPULAN. purba yang mempunyai peran penting bagi dunia ilmu pengetahuan. Di situs ini BAB IV KESIMPULAN A. KESIMPULAN Situs Manusia Purba Sangiran merupakan salah satu situs manusia purba yang mempunyai peran penting bagi dunia ilmu pengetahuan. Di situs ini ditemukan beragam jenis fosil

Lebih terperinci

BENTUK DAN FUNGSI GERABAH KAWASAN DANAU SENTANI

BENTUK DAN FUNGSI GERABAH KAWASAN DANAU SENTANI BENTUK DAN FUNGSI GERABAH KAWASAN DANAU SENTANI Hari Suroto (Balai Arkeologi Jayapura) Abstract Based on the research done, earthenware is found in Sentani Lake. The earthenware which is found in pieces,

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

JEJAK MIGRASI PENGHUNI PULAU MISOOL MASA PRASEJARAH

JEJAK MIGRASI PENGHUNI PULAU MISOOL MASA PRASEJARAH JEJAK MIGRASI PENGHUNI PULAU MISOOL MASA PRASEJARAH Klementin Fairyo (Balai Arkeologi Jayapura) Abstrack Humans and the environment are interrelated and inseparable. Environment provides everything and

Lebih terperinci

HUNIAN BERULANG DI DOLINA KIDANG, BLORA KALA HOLOSEN DWELLING RECURRING IN DOLINA KIDANG, BLORA HOLOCENE PERIOD. Indah Asikin Nurani PENDAHULUAN

HUNIAN BERULANG DI DOLINA KIDANG, BLORA KALA HOLOSEN DWELLING RECURRING IN DOLINA KIDANG, BLORA HOLOCENE PERIOD. Indah Asikin Nurani PENDAHULUAN HUNIAN BERULANG DI DOLINA KIDANG, BLORA KALA HOLOSEN DWELLING RECURRING IN DOLINA KIDANG, BLORA HOLOCENE PERIOD Indah Asikin Nurani Balai Arkeologi Daerah Istimewa Yogyakarta, Jalan Gedong Kuning No. 174,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing yang sangat strategis, yang terletak di tengah-tengah jalur perdagangan yang menghubungkan antara

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

Jejak Hasil Peninggalan Budaya Manusia Prasejarah di Song Terus Pacitan

Jejak Hasil Peninggalan Budaya Manusia Prasejarah di Song Terus Pacitan Jejak Hasil Peninggalan Budaya Manusia Prasejarah di Song Terus Pacitan Sri Dwi Ratnasari Prodi Pendidkan Sejarah, STKIP PGRI PACITAN Jl. Cut Nyak Dien No 4A, Kec. Pacitan Email: sridwiratnasari@yahoo.com

Lebih terperinci

PENELUSURAN POTENSI ARKEOLOGIS DI KAWASAN KARST GOMBONG SELATAN

PENELUSURAN POTENSI ARKEOLOGIS DI KAWASAN KARST GOMBONG SELATAN HUMANIORA Anggraeni, Penelusuran Potensi Arkeologis di Kawasan Karst Gombong Selatan VOLUME 17 No. 2 Juni 2005 Halaman 135-141 PENELUSURAN POTENSI ARKEOLOGIS DI KAWASAN KARST GOMBONG SELATAN Anggraeni*

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. TINJAUAN UMUM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pembagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara administratif yaitu sebagai berikut. a. Kota Yogyakarta b. Kabupaten Sleman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan vital setiap makhluk hidup. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan vital setiap makhluk hidup. Dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan vital setiap makhluk hidup. Dalam kehidupan manusia, air tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik saja, yaitu digunakan untuk

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI RANGKA MANUSIA SITUS GUA BALANG METTI, KABUPATEN BONE, SULAWESI SELATAN

IDENTIFIKASI RANGKA MANUSIA SITUS GUA BALANG METTI, KABUPATEN BONE, SULAWESI SELATAN IDENTIFIKASI RANGKA MANUSIA SITUS GUA BALANG METTI, KABUPATEN BONE, SULAWESI SELATAN Identification of Human Skeleton of Balang Metti Cave Site, District of Bone, South Sulawesi Fakhri Balai Arkeologi

Lebih terperinci

POTENSI ARKEOLOGI PRASEJARAH KABUPATEN TANAH BUMBU DAN ANCAMAN YANG DIHADAPINYA

POTENSI ARKEOLOGI PRASEJARAH KABUPATEN TANAH BUMBU DAN ANCAMAN YANG DIHADAPINYA POTENSI ARKEOLOGI PRASEJARAH KABUPATEN TANAH BUMBU DAN ANCAMAN YANG DIHADAPINYA THE POTENCY OF PREHISTORIC ARCHAEOLOGY IN TANAH BUMBU AND ITS THREATENINGS Bambang Sugiyanto Balai Arkeologi Banjarmasin,

Lebih terperinci

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 31 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Bio-Fisik Kawasan Karst Citatah Kawasan Karst Citatah masuk dalam wilayah Kecamatan Cipatat. Secara geografis, Kecamatan Cipatat merupakan pintu gerbang Kabupaten

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA (GPW 0101) ACARA V: PEMAHAMAN FENOMENA BIOSFER

LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA (GPW 0101) ACARA V: PEMAHAMAN FENOMENA BIOSFER LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA (GPW 0101) ACARA V: PEMAHAMAN FENOMENA BIOSFER Disusun oleh : Nama NIM : Mohammad Farhan Arfiansyah : 13/346668/GE/07490 Hari, tanggal : Rabu, 4 November 2014

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TULANG SEBAGAI ARTEFAK DARI SITUS GUA KIDANG BLORA JAWA TENGAH KOLEKSI BALAR YOGYAKARTA. Michael Angello Winarko

PEMANFAATAN TULANG SEBAGAI ARTEFAK DARI SITUS GUA KIDANG BLORA JAWA TENGAH KOLEKSI BALAR YOGYAKARTA. Michael Angello Winarko 1 PEMANFAATAN TULANG SEBAGAI ARTEFAK DARI SITUS GUA KIDANG BLORA JAWA TENGAH KOLEKSI BALAR YOGYAKARTA Michael Angello Winarko Program Studi Arkeologi Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. Tipe-Tipe Tanah Longsor 1. Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2. Longsoran Rotasi Longsoran

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

BAB III ZAMAN PRASEJARAH

BAB III ZAMAN PRASEJARAH 79 BAB III ZAMAN PRASEJARAH Berdasarkan geologi, terjadinya bumi sampai sekarang dibagi ke dalam empat zaman. Zaman-zaman tersebut merupakan periodisasi atau pembabakan prasejarah yang terdiri dari: A.

Lebih terperinci

ANALISIS BATU BATA. A. Keletakan

ANALISIS BATU BATA. A. Keletakan ANALISIS BATU BATA Berdasarkan pada hasil penelitian ini dapat dipastikan bahwa di Situs Sitinggil terdapat struktur bangunan berciri masa prasejarah, yaitu punden berundak. Namun, berdasarkan pada hasil

Lebih terperinci

1 Membangun Rumah 2 Lantai. Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii\ Tugas Struktur Utilitas II PSDIII-Desain Arsitektur Undip

1 Membangun Rumah 2 Lantai. Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii\ Tugas Struktur Utilitas II PSDIII-Desain Arsitektur Undip Daftar Isi Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii\ Kata Pengantar Pedoman Teknis Rumah berlantai 2 dilengkapi dengan Metode dan Cara Perbaikan Kerusakan ini dipersiapkan oleh Panitia D-III Arsitektur yang

Lebih terperinci

Evaluasi Lahan. Evaluasi Kemampuan Lahan

Evaluasi Lahan. Evaluasi Kemampuan Lahan Evaluasi Lahan Evaluasi Kemampuan Lahan Evaluasi Lahan Penilaian kinerja lahan (land performance) untuk penggunaan tertentu Kegiatan Evaluasi Lahan meliputi survai lahan interpretasi data hasil survai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Pengertian Megalitik telah banyak disinggung oleh para ahli sebagai suatu tradisi yang menghasilkan batu-batu besar, mengacu pada etimologinya yaitu mega berarti

Lebih terperinci

JEJAK BUDAYA PENUTUR AUSTRONESIA PADA SITUS KAMPUNG FORIR, FAKFAK (The Last Vestiges of The Austronesian Culture in Kampung Forir Site, Fakfak)

JEJAK BUDAYA PENUTUR AUSTRONESIA PADA SITUS KAMPUNG FORIR, FAKFAK (The Last Vestiges of The Austronesian Culture in Kampung Forir Site, Fakfak) JEJAK BUDAYA PENUTUR AUSTRONESIA PADA SITUS KAMPUNG FORIR, FAKFAK (The Last Vestiges of The Austronesian Culture in Kampung Forir Site, Fakfak) Sri Chiirullia Sukandar Balai Arkeologi Jayapura, Jalan Isele,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

BATUAN PEMBENTUK PERMUKAAN TANAH

BATUAN PEMBENTUK PERMUKAAN TANAH BATUAN PEMBENTUK PERMUKAAN TANAH Proses Pembentukan Tanah. Tanah merupakan lapisan paling atas pada permukaan bumi. Manusia, hewan, dan tumbuhan memerlukan tanah untuk tempat hidup. Tumbuh-tumbuhan tidak

Lebih terperinci

SOAL PRETEST Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memberikan tanda silang (X) pada jawaban yang menurut anda benar! 1. Gambar dinding yang tertera pada goa-goa mengambarkan pada jenis binatang yang diburu

Lebih terperinci

TUGAS SEJARAH II MANUSIA PURBA TRINIL DAN SANGIRAN

TUGAS SEJARAH II MANUSIA PURBA TRINIL DAN SANGIRAN TUGAS SEJARAH II MANUSIA PURBA TRINIL DAN SANGIRAN NAMA : RINI LARASATI KELAS : X MIA 5 MANUSIA PURBA TRINIL Museum Trinil terletak di pinggiran Sungai Bengawan Solo, tepatnya di Dusun Pilang, Desa Kawu,

Lebih terperinci

BAB 12 BATUAN DAN PROSES PEMBENTUKAN TANAH

BAB 12 BATUAN DAN PROSES PEMBENTUKAN TANAH BAB 12 BATUAN DAN PROSES PEMBENTUKAN TANAH Tujuan Pembelajaran Kamu dapat mendeskripsikan proses pembentukan tanah karena pelapukan dan mengidentifikasi jenis-jenis tanah. Di sekitar kita terdapat berbagai

Lebih terperinci

STRATEGI SUBSISTENSI DAN PEMILIHAN LOKASI HUNIAN PRASEJARAH DI SITUS YOMOKHO SENTANI

STRATEGI SUBSISTENSI DAN PEMILIHAN LOKASI HUNIAN PRASEJARAH DI SITUS YOMOKHO SENTANI STRATEGI SUBSISTENSI DAN PEMILIHAN LOKASI HUNIAN PRASEJARAH DI SITUS YOMOKHO SENTANI Hari Suroto (Balai Arkeologi Jayapura, mbah_tho@yahoo.com) Abstract Research in the area of Lake Sentani done in Yomokho

Lebih terperinci

Tipe Hunian Gua dan Ceruk Arkeologis Masa Prasejarah di Kecamatan Tanjungsari, Gunungkidul (Sebuah Analisis Pendahuluan)

Tipe Hunian Gua dan Ceruk Arkeologis Masa Prasejarah di Kecamatan Tanjungsari, Gunungkidul (Sebuah Analisis Pendahuluan) Tipe Hunian Gua dan Ceruk Arkeologis Masa Prasejarah di Kecamatan Tanjungsari, Gunungkidul (Sebuah Analisis Pendahuluan) Taufiqurrahman Setiawan The prehistoric hunter and gatherers have two type of cave

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

STRATEGI SUBSISTENSI DI SITUS GUA GEDE NUSA PENIDA PADA MASA PRASEJARAH Subsistence strategies in Gua Gede Site Nusa Penida in Prehistory Period

STRATEGI SUBSISTENSI DI SITUS GUA GEDE NUSA PENIDA PADA MASA PRASEJARAH Subsistence strategies in Gua Gede Site Nusa Penida in Prehistory Period STRATEGI SUBSISTENSI DI SITUS GUA GEDE NUSA PENIDA PADA MASA PRASEJARAH Subsistence strategies in Gua Gede Site Nusa Penida in Prehistory Period Balai Arkeologi Denpasar Jl. Raya Sesetan No.80, Denpasar

Lebih terperinci

MODUL 6 ALAT KERJA TANGAN DAN MESI N (MENGI KI R) TINGKAT X PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K DISUSUN OLEH : Drs.

MODUL 6 ALAT KERJA TANGAN DAN MESI N (MENGI KI R) TINGKAT X PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K DISUSUN OLEH : Drs. MODUL 6 ALAT KERJA TANGAN DAN MESI N (MENGI KI R) TINGKAT X PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K DISUSUN OLEH : Drs. SOEBANDONO LEMBAR KERJA SISWA 6 Macam macam kikir Dibuat dari baja

Lebih terperinci

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (http://www.asiamaya.com/peta/bandung/suka_miskin/karang_pamulang.

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (http://www.asiamaya.com/peta/bandung/suka_miskin/karang_pamulang. BAB II KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 2.1 Geografis dan Administrasi Secara geografis daerah penelitian bekas TPA Pasir Impun terletak di sebelah timur pusat kota bandung tepatnya pada koordinat 9236241

Lebih terperinci

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Bab GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Profil Perusahaan PT. Cipta Kridatama didirikan 8 April 1997 sebagai pengembangan dari jasa penyewaan dan penggunaan alat berat PT. Trakindo Utama. Industri tambang Indonesia yang

Lebih terperinci

JELAJAH RUANG DAN WAKTU MANUSIA PENGHUNI GUA KIDANG. Traveling Through Space and Time of Gua Kidang sdwellers

JELAJAH RUANG DAN WAKTU MANUSIA PENGHUNI GUA KIDANG. Traveling Through Space and Time of Gua Kidang sdwellers JELAJAH RUANG DAN WAKTU MANUSIA PENGHUNI GUA KIDANG Traveling Through Space and Time of Gua Kidang sdwellers Indah Asikin Nurani Balai Arkeologi Yogyakarta Jl. Gedongkuning 174 Yogyakarta E-mail:anikardani@gmail.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1972: 150). Adapun manusia pada saat itu, juga mempertimbangkan faktor-faktor

BAB I PENDAHULUAN. 1972: 150). Adapun manusia pada saat itu, juga mempertimbangkan faktor-faktor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada periode Mesolitik, manusia telah bercocok tanam secara sederhana dan memilih gua atau ceruk sebagai tempat berlindung sementara (Heekeren, 1972: 150). Adapun

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pemanfaatan gua-gua atau ceruk di sekitar pegunungan karst berasal dari Asia

BAB V PENUTUP. Pemanfaatan gua-gua atau ceruk di sekitar pegunungan karst berasal dari Asia BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Pemanfaatan gua-gua atau ceruk di sekitar pegunungan karst berasal dari Asia Tenggara menjelang akhir plestosen, yang didasarkan akan adanya kebutuhan manusia akan tempat yang

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi mum Daerah Penelitian ecara umum morfologi daerah penelitian merupakan dataran dengan punggungan di bagian tengah daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Geografis Daerah Penelitian Wilayah konsesi tahap eksplorasi bahan galian batubara dengan Kode wilayah KW 64 PP 2007 yang akan ditingkatkan ke tahap ekploitasi secara administratif

Lebih terperinci

SISTEM PENGUBURAN TERLIPAT TAKENGON Tambahan Data Baru Penguburan Dalam Gua di Indonesia

SISTEM PENGUBURAN TERLIPAT TAKENGON Tambahan Data Baru Penguburan Dalam Gua di Indonesia SISTEM PENGUBURAN TERLIPAT TAKENGON Tambahan Data Baru Penguburan Dalam Gua di Indonesia Taufiqurrahman Setiawan Balai Arkeologi Medan Jalan Seroja Raya Gang Arkeologi no. 1, Medan tokeeptheexplorer@gmail.com

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Nodul siderite Laminasi sejajar A B Foto 11. (A) Nodul siderite dan (B) struktur sedimen laminasi sejajar pada Satuan Batulempung Bernodul. 3.3.1.3. Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Singkapan Stadion baru PON Samarinda Singkapan batuan pada torehan bukit yang dikerjakan untuk jalan baru menuju stadion baru PON XVI Samarinda. Singkapan tersebut

Lebih terperinci

RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1:

RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1: RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1:250.000 OLEH: Dr.Ir. Muhammad Wafid A.N, M.Sc. Ir. Sugiyanto Tulus Pramudyo, ST, MT Sarwondo, ST, MT PUSAT SUMBER DAYA AIR TANAH DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang berada pada iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan mengakibatkan

Lebih terperinci

TATA CARA PEMANFAATAN AIR HUJAN

TATA CARA PEMANFAATAN AIR HUJAN Lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 12 Tahun 2009 Tanggal : 15 April 2009 TATA CARA PEMANFAATAN AIR HUJAN I. Pendahuluan Dalam siklus hidrologi, air hujan jatuh ke permukaan bumi,

Lebih terperinci

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi.

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi. penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi. III.1.3. Kondisi Ekonomi Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik, perhitungan PDRB atas harga

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian maka diperlukan analisa geomorfologi sehingga dapat diketahui bagaimana

Lebih terperinci

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO Oleh : Akhmad Hariyono POLHUT Penyelia Balai Taman Nasional Alas Purwo Kawasan Taman Nasional Alas Purwo sebagian besar bertopogarafi kars dari Semenanjung

Lebih terperinci

PENTARIKHAN BARU SITUS HOABINHIAN DAN BERBAGAI KEMUNGKINANNYA

PENTARIKHAN BARU SITUS HOABINHIAN DAN BERBAGAI KEMUNGKINANNYA PENTARIKHAN BARU SITUS HOABINHIAN DAN BERBAGAI KEMUNGKINANNYA Ketut Wiradnyana Balai Arkeologi Medan Abstract The dating often carried out through the approach on the basis of morphology and technology

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN TANAH DAN PERSEBARAN JENIS TANAH. A.Pembentukan Tanah

PEMBENTUKAN TANAH DAN PERSEBARAN JENIS TANAH. A.Pembentukan Tanah PEMBENTUKAN TANAH DAN PERSEBARAN JENIS TANAH A.Pembentukan Tanah Pada mulanya, permukaan bumi tidaklah berupa tanah seperti sekarang ini. Permukaan bumi di awal terbentuknya hanyalah berupa batuan-batuan

Lebih terperinci

KELAYAKAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (SETENGAH BATA) TERHADAP KERUSAKAN AKIBAT GEMPA INTISARI

KELAYAKAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (SETENGAH BATA) TERHADAP KERUSAKAN AKIBAT GEMPA INTISARI KELAYAKAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (SETENGAH BATA) TERHADAP KERUSAKAN AKIBAT GEMPA Margeritha Agustina Morib 1) 1) Jurusan Teknik Sipil Universitas Kristen Immanuel Yogyakarta e-mail : margerithaagustina@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

KARAKTER BUDAYA GUA KIDANG HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST PEGUNUNGAN UTARA JAWA

KARAKTER BUDAYA GUA KIDANG HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST PEGUNUNGAN UTARA JAWA KARAKTER BUDAYA GUA KIDANG HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST PEGUNUNGAN UTARA JAWA THE CULTURAL CHARACTER OF GUA KIDANG (KIDANG CAVE), A PREHISTORIC HABITATION SITE ON THE KARST OF THE NORTH MOUNTAINS OF

Lebih terperinci

d. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali (Jateng)

d. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali (Jateng) BAB II DISKRIPSI DAERAH 2.1 Letak Geografi Kabupaten Klaten termasuk daerah di Propinsi Jawa Tengah dan merupakan daerah perbatasan antara Propinsi Jawa Tengah dengan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Ilham Abdullah

PENDAHULUAN. Ilham Abdullah ALAT TULANG SITUS PLESTOSEN JAWA: BAHAN BAKU, TEKNOLOGI, DAN TIPOLOGI (Bone tools from Pleistocene Site of Java: Raw Materials, Technology, and Typology) Ilham Abdullah Balai Pelestarian Situs Manusia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Karang Citra Landsat 7 liputan tahun 2014 menunjukkan bahwa kondisi tutupan lahan Gunung Karang terdiri dari hutan, hutan tanaman

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Fisik Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak dan Luas Secara geografis Kabupaten Cianjur terletak antara 6 0 21-7 0 25 Lintang Selatan dan 106 0 42-107 0 33 Bujur

Lebih terperinci

Pasal 6 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Pasal 6 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMANFAATAN AIR HUJAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa air hujan merupakan sumber air yang dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

FENOMENA GEOLOGI DAN SEDIMENTASI GUA DARI SITUS LIANG BUA FLORES

FENOMENA GEOLOGI DAN SEDIMENTASI GUA DARI SITUS LIANG BUA FLORES FENOMENA GEOLOGI DAN SEDIMENTASI GUA DARI SITUS LIANG BUA FLORES Sapri Hadiwisastra* Sapri Hadiwisastra, Fenomena Geologi dan Sedimentasi Gua dari Situs Liang Bua-Flores, RISET - Geologi dan Pertambangan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

1. Berdasarkan warnanya, tingkat kesuburan tanah dapat diketahui ketika warnanya. a. lebih hitam b. lebih terang c. abu-abu d.

1. Berdasarkan warnanya, tingkat kesuburan tanah dapat diketahui ketika warnanya. a. lebih hitam b. lebih terang c. abu-abu d. Lampiran 1 SOAL UJI VALIDITAS PRETES DAN POSTES MATERI : Proses Pembentukan Tanah Sekolah : SD N Salatiga 02 Waktu : 40 menit Nama : Kelas : No : I. Berilah tanda silang (x) pada huruf a, b, c atau d didepan

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 1. Tempat perlindungan Orang utan yang dilindungi oleh pemerintah banyak terdapat didaerah Tanjung

Lebih terperinci

KONSTRUKSI DINDING BATU BATA

KONSTRUKSI DINDING BATU BATA KONSTRUKSI DINDING BATU BATA Mengambar Rekayasa HSKK 208 Pendahuluan Batu bata adalah salah satu jenis bahan bangunan yang dibuat dari tanah liat (lempung) dengan atau tanpa bahan lain, yang dibakar pada

Lebih terperinci

STRATEGI ADAPTASI PENGUSUNG HOABINHIAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN MAKANAN

STRATEGI ADAPTASI PENGUSUNG HOABINHIAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN MAKANAN STRATEGI ADAPTASI PENGUSUNG HOABINHIAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN MAKANAN Ketut Wiradnyana Balai Arkeologi Medan Abstract The presence of hoabinh site either in lowland or highland is characterized that

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup sangat tergantung pada lingkungan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup sangat tergantung pada lingkungan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk hidup sangat tergantung pada lingkungan untuk kelangsungan hidupnya. Manusia perlu suplai udara, makanan, minuman, tempat untuk bernaung, tempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi CV. Jayabaya Batu Persada secara administratif terletak pada koordinat 106 O 0 51,73 BT dan -6 O 45 57,74 LS di Desa Sukatani Malingping Utara

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara 7

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara 7 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Gunungkidul adalah daerah yang termasuk dalam wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara

Lebih terperinci

KELURAHAN SELINDUNG BARU

KELURAHAN SELINDUNG BARU Tabel II.21 Ruang Terbuka Hijau Kelurahan Selindung Baru N0. JENIS RTH LOKASI LUAS (M 2 ) 1. Pekarangan SMP 7 RT.01 10.000,0 2. Pekarangan Kantor Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan RT.01 4.771,0 3. Kuburan

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 43 Tahun 1996 Tentang : Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha Atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas Di Dataran MENTERI NEGARA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

C. Batas Wilayah Secara administratif area pendataan berada di Desa Bandung Rejo dan Desa Sumber Bening, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang.

C. Batas Wilayah Secara administratif area pendataan berada di Desa Bandung Rejo dan Desa Sumber Bening, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang. Laporan Pendataan Gua, Mata Air dan Telaga di Karst Malang Selatan Desa Bandung Rejo dan Desa Sumber Bening Kecamatan Bantur Kabupaten Malang 19-20 September 2015 A. Latar Belakang Karst adalah bentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki bentang alam yang beragam. Salah satu bentang alam (landscape) yang memiliki potensi dan nilai strategis adalah

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli Lokasi pengamatan singkapan atupasir sisipan batulempung karbonan adalah pada lokasi GD-4 ( Foto 3.21) di daerah Gandasoli. Singkapan ini tersingkap pada salah satu sisi sungai. Kondisi singkapan segar.

Lebih terperinci

PENEMU 1. P.E.C. SCHEMULLING TAHUN 1864 FOSIL VERTEBRATA DARI KALIOSO 2. EUGENE DUBOIS, KURANG TERTARIK

PENEMU 1. P.E.C. SCHEMULLING TAHUN 1864 FOSIL VERTEBRATA DARI KALIOSO 2. EUGENE DUBOIS, KURANG TERTARIK PENEMU 1. P.E.C. SCHEMULLING TAHUN 1864 FOSIL VERTEBRATA DARI KALIOSO 2. EUGENE DUBOIS, KURANG TERTARIK 3. 1934, G.H.R. VON KOENINGSWALD MENEMUKAN ARTEFAK DI BARAT LAUT KUBAH SANGIRAN FOSIL MANUSIA SANGIRAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Situs Manusia Purba Sangiran merupakan sebuah situs prasejarah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Situs Manusia Purba Sangiran merupakan sebuah situs prasejarah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Situs Manusia Purba Sangiran merupakan sebuah situs prasejarah yang mengandung temuan fosil yang sangat banyak jumlahnya, seperti fosil Hominid purba, fosil fauna dan

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

EKSPLOITASI SUMBERDAYA LINGKUNGAN DAN KELESTARIAN SITUS ARKEOLOGI: KASUS GUA PAYUNG YANG TERABAIKAN DAN HILANG

EKSPLOITASI SUMBERDAYA LINGKUNGAN DAN KELESTARIAN SITUS ARKEOLOGI: KASUS GUA PAYUNG YANG TERABAIKAN DAN HILANG EKSPLOITASI SUMBERDAYA LINGKUNGAN DAN KELESTARIAN SITUS ARKEOLOGI: KASUS GUA PAYUNG YANG TERABAIKAN DAN HILANG Nia Marniati Etie Fajari Balai Arkeologi Banjarmasin, Jalan Gotong Royong II, RT 03/06, Banjarbaru

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. dusun dan terletak di bagian selatan Gunungkidul berbatasan langsung dengan

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. dusun dan terletak di bagian selatan Gunungkidul berbatasan langsung dengan III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Geografis Tanjungsari adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Kecamatan ini terdiri dari 5 desa dan

Lebih terperinci

DASAR-DASAR FENG SHUI

DASAR-DASAR FENG SHUI DASAR-DASAR FENG SHUI Feng Shui adalah seni dan ilmu pengetahuan China tradisional tentang hidup harmonis dengan lingkungan. Berakar dalam kebudayaan China dan filosofi Tao, feng shui adalah cara melihat

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG KRITERIA KERUSAKAN LAHAN PENAMBANGAN SISTEM TAMBANG TERBUKA DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci