Tipologi Alat Cangkang Pelecypoda Situs Prasejarah Gua Kidang, Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tipologi Alat Cangkang Pelecypoda Situs Prasejarah Gua Kidang, Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah"

Transkripsi

1 Tipologi Alat Cangkang Pelecypoda Situs Prasejarah Gua Kidang, Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah Rindy Gita Wahyuni 1 dan R. Cecep Eka Permana 2 1. Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, rindygw@gmail.com Abstrak Skripsi ini membahas mengenai tipologi bentuk alat cangkang Pelecypoda situs Gua Kidang, Blora, Jawa Tengah. Jumlah alat yang diteliti dalam penelitian ini adalah 97 buah. Unit analisis yang digunakan dalam pembentukan tipologi adalah jenis cangkang yang dimanfaatkan, bentuk alat, bentuk tajaman, dan retus pengerjaan. Penelitian ini menghasilkan delapan tipe, 14 sub-tipe, dan 16 variasi alat. Selain itu, penelitian ini juga memperlihatkan bahwa alat-alat cangkang Pelecypoda di situs Gua Kidang umumnya merupakan alat-alat yang menunjukkan sedikit atau tidak adanya modifikasi berupa retus setelah cangkangnya dipangkas untuk menghasilkan suatu bentuk tertentu (expedient tools). Pelecypod Shell Tools Tipology from Prehistoric Site of Kidang Cave, Blora District, Central Java Province Abstract This thesis discusses about morphological types of Pelecypod shell tools from Kidang Cave, Blora, Central Java. Total number of tools that are used in this research are 97 pieces. Attributes which are used as the unit of analysis to form the typology are shell habitat, shape of tool, shape of sharp edge, and retouch. This research shows eight types, 14 sub-types, and 16 variations of Pelecypod shell tools. Furthermore, this research also shows that Pelecypod shell tools from Kidang Cave are generally expedient tools. Keywords: Kidang Cave; Pelecypod shell tools; prehisitoric; type of form. Pendahuluan Cangkang moluska memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan teknologi pada manusia di masa prasejarah, seperti halnya batu dan tulang. Untuk tujuan tertentu atau saat ketika batu langka, maka cangkang moluska yang kuat terkadang dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan alat (Oakley, 1959: 27; Tumung et al., 2012:1). Oleh karenanya, selain dapat dijadikan sebagai sumber data untuk mengetahui keberagaman fauna, aktivitas konsumsi dan ekonomi, keberadaan sisa-sisa moluska pada suatu situs prasejarah juga dapat memberikan informasi mengenai aktivitas pembuatan benda-benda budaya pada masa lalu (Reitz & Wing, 2008: 6; Butzer, 1982: 191). Secara umum, alat cangkang moluska di Indonesia mempunyai sebaran yang cukup luas, tersebar hampir di seluruh penjuru Indonesia dengan jangkauan waktu yang lama, yakni dari masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut hingga ke masa perundagian,

2 dan dengan jenis yang sangat bervariasi (Prasetyo, 1989: 28). Setiap alat tentu saja memiliki karakteristiknya masing-masing. Seiring dengan bervariasinya jenis temuan alat cangkang moluska itu, terdapat pula jenis pemanfaatannya yang bermacam-macam. Namun hingga saat ini masih belum banyak situs-situs di Indonesia yang telah menghasilkan tipe-tipe dari alat cangkang moluska secara khusus. Kebanyakan penelitian yang ada masih dalam bentuk identifikasi awal yang menghasilkan tipe alat cangkang moluska dengan penamaan secara fungsionalnya saja. Situs prasejarah yang diteliti mengenai alat cangkang moluska ini adalah di Gua Kidang. Situs Gua Kidang terletak di kawasan karst Blora, Jawa Tengah. Situs ini menjadi penting untuk diteliti karena merupakan temuan situs prasejarah baru di kawasan karst Blora. Situs ini juga merupakan salah satu gua hunian manusia prasejarah yang kaya akan temuan sisa faunanya, terutama alat dari cangkang moluska (Nurani, 2010:17-18). Gua Kidang merupakan gua yang ditemukan oleh Kelompok Bidang Prasejarah, Balai Arkeologi Yogyakarta pada tahun Secara administratif, Situs Gua Kidang terletak di Desa Tinapan, Kecamatan Todanan, Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah. Sementara itu, secara astronomis Gua Kidang terletak pada koordinat 06º 59 18,6 LS - 111º 11 50,2 BT (Nurani, Hascharyo & Koesbardiati, 2012: 1). Gambar 1. Peta Lokasi Situs Gua Kidang

3 Kegiatan ekskavasi Tim Balai Arkeologi Yogyakarta di situs Gua Kidang, Blora, Jawa Tengah yang dilakukan pada tahun 2005 hingga 2013 menemukan sejumlah artefak dari cangkang moluska Famili Pelecypoda dan Gastropoda, dan beberapa di ataranya masuk ke dalam kategori alat. Pengamatan awal terhadap alat-alat dari cangkang moluska menunjukkan adanya indikasi keberagaman tipe alat berdasarkan jenis cangkang yang dimanfaatkan. Keberagaman ini sangat terlihat pada alat yang terbuat dari cangkang Pelecypoda. Alat-alat tersebut tidak hanya terbuat dari cangkang Pelecypoda yang habitatnya di air asin saja, namun juga terbuat dari cangkang Pelecypoda yang habitatnya di air tawar. Berbeda dengan alat cangkang Gastropoda yang hanya terdiri dari satu jenis, yaitu alat yang terbuat dari cangkang Gastropoda habitat air tawar. Setiap moluska pasti memiliki struktur cangkang yang berbeda, tergantung dari habitatnya. Moluska yang habitatnya di air asin memiliki cangkang yang lebih kuat, tebal, dan kokoh, sementara moluska yang habitatnya di air tawar cenderung memiliki cangkang yang lebih rapuh dan tipis. Perbedaan struktur kepadatan dan ketebalan cangkang ini tentunya akan berpengaruh terhadap pembuatan alat, mulai dari pemangkasan awal, hingga ke pembuatan modifikasi tambahan yang berupa retus. Bentuk dari alat yang terbuat dari cangkang air asin dan air tawar pun akan berbeda karakteristik dan variasinya. Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahan yang akan diangkat pada penelitian ini adalah bagaimanakah tipologi dari alat cangkang Pelecypoda di situs prasejarah Gua Kidang, Jawa Tengah berdasarkan jenis cangkang yang dimanfaatkan? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tipe alat cangkang moluska Pelecypoda di situs prasejarah Gua Kidang, Jawa Tengah berdasarkan jenis cangkang yang dimanfaatkan. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu pengumpulan data, pengolahan data, dan penafsiran data. Pada tahap pengumpulan data, dilakukan kegiatan pengecekan sumber data terlebih dahulu untuk mencocokkan jumlah sumber data yang terdapat pada daftar temuan artefak cangkang moluska yang tercantum pada laporan penelitian Balai Arkeologi Yogyakarta tahun 2005, 2006, 2009, 2010, 2011, 2012, dan 2013 dengan jumlah sumber data temuan artefak cangkang moluska yang tersimpan di ruang artefak Balai Arkeologi Yogyakarta, Jawa Tengah. Setelah itu dilakukan pemilahan artefak yang berupa alat. Dalam menentukan artefak mana yang merupakan alat diperlukan pengamatan mengenai jejak-jejak bekas pakai makro yang berupa serpihan mikro (microfracturing), striasi (striations) dan

4 garis-garis lurus (linear features), kilapan (polish), lubang-lubang kecil akibat hantaman (impact pits), serta penumpulan (edge rounding). Pengamatan ini dilakukan dengan bantuan kaca pembesar (hand magnifient). Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, artefak cangkang Pelecypoda yang memiliki ciri-ciri alat berjumlah 97 buah, yang berasal dari berbagai tahap penelitian dan kotak gali. Tabel 1. Total alat cangkang Pelecypoda yang diteliti Tahun/Tahap penelitian Kotak Jumlah 2005/tahap I LU /tahap III B2U7 1 T6S /tahap IV B2U7 9 B2U /tahap V T6S2 7 T7S2 1 U31T49 10 T6S /tahap VI T7S2 9 U31T /tahap VII T7S2 12 TOTAL ALAT 97 Kemudian, ke-97 alat tersebut dideskripsikan secara piktorial dan verbal. Deskripsi piktorial dilakukan dengan pengambilan foto pada bagian dorsal (bagian luar) dan ventral (bagian dalam) alat cangkang Pelecypoda dengan menggunakan kamera Fujifilm Finepix S4300 dan kamera DSLR Canon 550D. Sementara itu, deskripsi verbal dilakukan untuk menguraikan aspek bentuk alat. Dalam tahap deskripsi, yang diuraikan adalah aspek-aspek nomor temuan dan asal temuan, jenis cangkang Pelecypoda (air asin atau tawar), cangkang yang digunakan (kiri atau kanan), keutuhan (completeness), bentuk umum alat, bentuk tajaman alat, retus pengerjaan, dan jejak-jejak makro yang terlihat pada alat. Selain itu ukuran juga merupakan aspek yang akan dideskripsikan. Aspek ukuran berkaitan dengan cara pengukuran pada artefaknya. Dalam metode pengukuran artefak alat cangkang moluska, variabel yang diukur adalah variabel panjang maksimum, lebar maksimum, tebal maksimum.

5 Pengukuran panjang, lebar, dan tebal maksimum ini dilakukan dengan menggunakan jangka sorong. Selanjutnya dilakukan tahap pengolahan data. Pada tahap ini dilakukan klasifikasi untuk mendapatkan tipologi artefak alat cangkang moluska. Klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah klasifikasi yang dikemukakan oleh Irving Rouse, yaitu klasifikasi analitik dan taksonomik. Pertama-tama dilakukan klasifikasi analitik terlebih dahulu untuk memperoleh mode-mode prosedural pada ke-97 alat cangkang Pelecypoda. Klasifikasi ini dilakukan dengan cara meneliti suatu kumpulan artefak dari sudut prosedur yang dilakukan oleh pembuat dalam pembuatan dan pemakaian alat, dimulai dengan bahan baku yang digunakan, teknik-teknik pembuatan dalam mempertimbangkan bentuk, hiasan, serta kegunaannya. Dalam setiap tahap prosedur tersebut ditemukan bahwa si pembuat mempunyai beberapa pilihan standar dan kebiasaan (Rouse, 1960: 314). Klasifikasi taksonomik merupakan klasifikasi yang berfokus kepada atribut-atribut yang menunjukkan tipe. Atribut-atribut yang mengindikasikan tipe harus dipilih berdasarkan signifikansi budayanya. Terdapat beberapa cara untuk mengklasifikasi artefak untuk membentuk tipe-tipe. Cara yang paling spesifik adalah terlebih dahulu memisahkan artefakartefak ke dalam dua kelas atau lebih yang berdasarkan kepada satu set mode (misalnya berdasarkan material yang digunakan), lalu membagi lagi kelas-kelas tersebut menjadi beberapa sub-kelas berdasarkan kepada satu set mode yang lainnya (misalnya berdasarkan bentuknya), dan selanjutnya hingga ke dalam sub-sub-kelas paling kecil (Rouse, 1960: 316). Cangkang Moluska sebagai Alat Dalam upaya merekonstruksi kebudayaan manusia pada masa lalu, arkeolog selalu bersandar pada benda budaya (material culture) yang ditinggalkan (Bahn, 1996: 24; Gamble, 2001: ). Salah satu dari tinggalan budaya tersebut adalah alat yang terbuat dari cangkang Pelecypoda. Pada mulanya, cangkang yang disebut sebagai alat hanyalah cangkang yang memiliki tepian yang tampak dimodifikasi lebih lanjut, yang terlihat dari keberadaan retus pada tepiannya. Namun pada tahun 1970 an, seorang peneliti yang bernama Goodwin melakukan penelitian terhadap cangkang moluska dengan pendekatan ekologi kultural dan etnoarkeologi. Penelitiannya tersebut menunjukkan bahwa ada alat cangkang moluska yang tidak menunjukkan keberadaan retus. Oleh karena penelitian tersebut, para ahli pun membagi alat cangkang moluska ke dalam dua jenis, yaitu formal tools dan expedient tools (O Day & Keegan, 2001: 274).

6 Formal tools cukup mudah untuk diidentifikasi karena ia tampak dimodifikasi lebih lanjut setelah dilakukannya pemangkasan awal pada cangkang yang akan dijadikan alat. Modifikasi lanjutan ( secondary modification ) ini biasanya berbentuk retus. Retus merupakan modifikasi lanjutan yang dibuat jika pangkasan pertama belum menghasilkan tajaman yang diinginkan oleh si pembuat. Retus bisa juga mengacu pada pembuatan modifikasi tambahan untuk mempertahankan bentuk tajaman yang diinginkan setelah alat tersebut digunakan dan menjadi tumpul serta tidak tajam lagi (O Day & Keegan, 2001: 280). Pembuatan retus pada alat cangkang Pelecypoda pada umumnya menggunakan alat lain yang berujung lancip, bisa alat batu, kayu, ataupun tulang. Pada umumnya, teknik pembuatan retus yang digunakan adalah teknik tekan karena si pembuat akan lebih mudah mengontrol hasil retusannya dengan teknik ini. Teknik tekan dilakukan dengan cara menekan langsung alat yang berujung lancip ke alat cangkang Pelecypoda yang akan diretus. Foto 2. Pemangkasan Awal Alat Foto 3. Pembuatan retus dengan teknik tekan Foto 4. Contoh Formal Tools Kedudukan formal tools mungkin telah menjadi semakin penting dari waktu ke waktu akibat kurangnya bahan baku yang lain. Di samping itu, nilai dari sebuah artefak dapat bergantung kepada faktor-faktor sosial dan ideologis. Ada kemungkinan besar bahwa formal tools dimodifikasi ulang dan/atau digunakan kembali (O Day & Keegan, 2001: 280). Dalam banyak kasus, ada alat-alat cangkang moluska yang menunjukkan sedikit atau tidak adanya modifikasi berupa retus setelah cangkangnya dipangkas untuk menghasilkan

7 suatu bentuk tertentu. Alat yang seperti itu dikenal dengan sebutan expedient tools. Biasanya expedient tools menunjukkan adanya tanda-tanda dari pemakaian (terdapat bekas jejak pemakaian) (O Day & Keegan, 2001: 282). Tumung, dkk. melakukan penelitian eksperimen terhadap jejak pakai pada alat cangkang moluska yang tidak diretus, dan menghasilkan beberapa jejak bekas pakai yang dapat diidentifikasi, yaitu jejak berupa serpihan mikro (microfracturing), striasi (striations) dan garis-garis lurus (linear features), kilapan (polish), lubang-lubang akibat hantaman (impact pits), serta penumpulan (edge rounding). Bekas luka sepihan mikro, striasi, dan garisgaris lurus cenderung berorientasi ke arah penggunaan alat yang biasanya terdapat pada bagian tajaman alat. Jejak berupa penumpulan biasanya sering terdapat pada alat serut (scraping tools) dan memanjang dari ventral hingga ke bagian dorsal karena bagian tersebut adalah bagian yang sering bersentuhan dengan materi yang dikerjakan. Kilapan telah dianggap sebagai salah satu indikator suatu alat bersentuhan dengan materi yang dikerjakan dan memiliki bentuk yang khusus pada berbagai macam alat. (Tumung et al., 2012: 9). Namun demikian, tidak semua jejak berupa kilapan dapat dilihat dengan pengamatan makroskopik. Jejak bekas pakai tersebut dapat dilihat dengan kasat mata dan akan semakin jelas terlihat bila dilakukan dengan bantuan kaca pembesar. Jejak bekas pakai tersebut hampir semuanya berada di daerah tajaman alat, yaitu terletak di bagian luar dari fragmen-fragmen cangkang moluskanya. Jejak bekas pakai inilah yang kemudian menyebabkan hilangnya beberapa garis pertumbuhan (growth line) pada bagian-bagian tertentu cangkang. a. b. c. d. Foto 5. Contoh jejak pakai (a) striasi dan penumpulan; (b) pecahan mikro (microfracture); (c) lubang-lubang akibat hantaman (impact pits); (d) kilap (polish)

8 Selain jejak pakai, alat cangkang Pelecypoda yang ditemukan pada situs-sistus prasejarah kebanyakan memiliki patahan pada bagiannya, baik patah yang disebabkan oleh kegiatan pemakaian ataupun patah secara natural. Lima et al. (1986) pernah melakukan penelitian berdasarkan tipe pecah pada alat cangkang Pelecypoda situs Ilha de Santana, Brazil, dan menghasilkan 21 macam tipe pecah. Ke-21 tipe pecah tersebut umumnya berasal dari tiga macam bentuk patahan, yaitu: a. Patah pada bagian lengkungan cangkang (arciform) pada permukaan dorsal atau ventral, yang dapat disebabkan oleh kegiatan pemakaian (use-wear). Pada patahan ini terdapat bukti pengerjaan atau pemanfaatan alat (berbiku-biku (denticulations), patah horizontal, patah bertakik (indented fractures). Foto 6. Tipe patah pada bagian lengkungan cangkang (arciform) (Sumber: Lima et.al., 1986: 90) b. Patah melintang (transverse break) pada bagian tengah dan bagian tepi cangkang yang dapat terjadi pada bagian superior maupun inferior cangkang. Jika patahan seperti ini terjadi pada bagian inferior cangkang, maka bagian tersebut biasanya hanya tersisa sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali, sementara itu, jika terjadi pada bagian superior, umbo pada cangkangnya sudah tidak terlihat lagi. Biasanya patahan seperti ini membentuk sudut lancip pada cangkang. a. b. Foto 7. Tipe patah melintang (transverse) pada bagian (a) inferior, dan (b) superior (Sumber: Lima et.al., 1986: 90, 93)

9 c. Patah diagonal (diagonal break) pada bagian tepi sebelah kiri dan/atau kanan cangkang. Jika patahan terjadi pada sebelah kiri cangkang, maka di bagian sebelah kiri tersebut yang tersisa hanya setengah dari bagian anterior dan proximal nya atau bahkan tidak tersisa sama sekali. Jika terjadi di sebelah kanan cangkang, maka di bagian sebelah kanan tersebut yang tersisa hanya setengah dari bagian posterior dan distalnya saja atau bahkan juga tidak tersisa sama sekali. Di beberapa kasus, patahan diagonal juga tejadi di sebelah kiri dan kanan cangkang, dan juga dapat menyebabkan cangkang berbetuk seperti segitiga. Biasanya patahan diagonal ini akan membentuk ujung runcing pada cangkang. a. b. c. d. Foto 8. Tipe patah diagonal (a) pada tepi sebelah kiri cangkang; (b) pada tepi sebelah kanan cangkang; (c) membentuk segitiga; (d) pada tepi sebelah kiri dan kanan cangkang (Sumber: Lima et.al., 1986: 91-93) Tipologi Bentuk Alat Cangkang Pelecypoda Situs Gua Kidang Untuk dapat membuat tipologi bentuk alat cangkang Pelecypoda di situs Gua Kidang, maka dilakukan klasifikasi pada alat terlebih dahulu. Pengklasifikasian dilakukan dengan dua tahap, pertama dilakukan secara analitik, kemudian dilanjutkan secara taksonomik. Klasifikasi analitik dilakukan untuk memperoleh mode pada ke-97 alat cangkang Pelecypoda. Mode-mode tersebut bukanlah mode yang bersifat biologis, kimia, ataupun fisika, namun merupakan mode yang bersifat budaya. Mode pada suatu alat berperan sebagai atribut, yang

10 mencerminkan standar suatu masyarakat, serta memperlihatkan konsep atau cara pembuatan hingga cara pemakaian alat secara turun-temurun pada suatu masyarakat (Rouse, 1961: 313). Mode dapat terdiri atas dua jenis, yaitu mode konseptual dan mode prosedural. Mode konseptual merupakan konsep/ide-ide dan standar yang diikuti oleh pengrajin ketika ia membuat artefak. Sementara itu, mode prosedural merupakan prosedur cara pembuatan yang lazim diikuti pengrajin dalam membuat dan memakai artefak (Rouse, 1960: 318). Dalam penelitian ini, klasifikasi analitik digunakan untuk memperoleh mode-mode yang bersifat prosedural, yaitu meneliti dari sudut prosedur yang dilakukan oleh pengrajin dalam pembuatan dan pemakaian alat. Dimulai dengan bahan baku yang digunakan, teknik-teknik pembuatan dalam mempertimbangkan bentuk, hiasan, serta kegunaannya. Dalam setiap tahap prosedur tersebut akan ditemukan bahwa si pengrajin mempunyai beberapa pilihan standar dan kebiasaan dalam membuat dan memakai alat (Rouse, 1960: 314). Oleh karena itu, pengetahuan dasar mengenai alat sangat dibutuhkan dalam menentukan standar dan kebiasaan tersebut. Berdasarkan hasil analisis, ke-97 alat cangkang Pelecypoda yang diteliti ini merupakan alat serut (scraper). Alat serut dicirikan dengan tajaman yang berada pada tepian bagian inferior cangkang, ada yang diretus, dan ada yang tidak diretus, namun memiliki jejak pakai pada tajamannya. Klasifikasi analitik yang telah dilakukan terhadap ke-97 alat cangkang Pelecypoda situs Gua Kidang ini menghasilkan empat macam mode, yaitu jenis cangkang moluska yang dimanfaatkan, bentuk umum alat, bentuk tajaman, serta retus pengerjaan. Jenis cangkang moluska yang dimanfaatkan berkaitan dengan material yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan alat. Oleh karena itu, jenis moluska air asin maupun air tawar dapat memiliki metode pengerjaan yang berbeda. Manusia prasejarah kemungkinan memiliki standar dan kebiasaan tertentu terhadap cara pembuatan alat yang terbuat dari cangkang moluska yang hidup di air asin dan yang hidup di air tawar. Mode kedua adalah bentuk umum alat. Bentuk umum alat berkaitan dengan fungsi dan cara pemakaian. Bentuk alat oval tentu akan berbeda fungsi dan cara pakainya dengan bentuk alat yang segitiga. Bentuk umum alat ini juga berkaitan dengan mode yang ketiga, yaitu bentuk tajaman. Bentuk tajaman yang berbeda juga dapat mengindikasikan fungsi dan cara pemakaian yang berbeda-beda dari berbagai alat. Misalnya, fungsi dan cara pemakaian dari alat dengan bentuk tajaman yang cembung akan berbeda dengan alat yang memiliki bentuk tajaman lurus. Mode terakhir adalah retus pengerjaan. Retus berkaitan dengan bentuk tajaman yang dihasilkan. Selain itu, retus juga memperlihatkan indikasi pemakaian dari suatu alat. Bentuk

11 retus tentunya berkaitan dengan cara pembuatannya, apakah dibuat dengan teknik tekan atau teknik pukul, serta apakah diretus dari bagian ventral atau dorsal dari suatu alat. Akan tetapi, ada juga alat yang tidak mengalami peretusan sama sekali dan hanya memiliki jejak pakai pada tajamannya. Jenis cangkang Air asin Air tawar Mode Bentuk umum alat Bentuk tajaman Retus Pengerjaan Elips Oval Segitiga Trapesium Tidak beraturan Cembung Cekung Lurus Diretus Tidak diretus Bagan 1. Mode pada kelompok alat cangkang Pelecypoda Gua Kidang Mode-mode yang telah dihasilkan melalui klasifikasi analitik berperan sebagai atribut atau unit analisis yang digunakan pada klasifikasi taksonomik untuk pentuan tipe-tipe pada alat. Dalam klasifikasi ini, jenis cangkang moluska yang dimanfaatkan dijadikan sebagai kategori alat berdasarkan perbedaan bahan dasar yang digunakan, yaitu perbedaan struktur kepadatan dan ketebalan cangkang. Bentuk umum dijadikan sebagai penentu tipe. Berdasarkan pengerjaannya, ada alat yang dimodifikasi, dan ada yang tidak dimodifikasi. Hal ini sangat berpengaruh terhadap bentuk tajaman alat. Bentuk tajaman alat tentunya juga akan berbeda-beda. Oleh karena itu, dalam tipologi ini, bentuk tajaman alat dijadiikan sebagai penentu subtipe pada alat. Selanjutnya retus pengerjaan dijadikan sebagai variasi karena tidak semua alat memiliki retus pada tajamannya, sebab retus merupakan modifikasi lanjutan yang dibuat jika hasil dari pangkasan pertama belum menghasilkan tajaman yang diinginkan

12 oleh si pembuat. Jadi, retus merupakan opsi pilihan bagi si pembuat atau bisa disebut juga dengan secondary modification (O Day & Keegan, 2001: 280). Alat Cangkang Pelecypoda Jenis cangkang air asin Jenis cangkang air tawar Kategori Alat Bentuk Alat Bentuk Alat Bentuk Alat Bentuk Alat Tipe Bentuk Tajaman Bentuk Tajaman Bentuk Tajaman Bentuk Tajaman Subtipe Retus Pengerjaan Retus Pengerjaan Retus Pengerjaan Retus Pengerjaan Variasi Bagan 2. Klasifikasi Taksonomik Alat Cangkang Pelecypoda Gua Kidang Untuk mempermudah dalam penyusunan tipologi, maka dibuat sistem penamaan atau kode untuk tiap atribut yang telah ditentukan sebelumnya. Alat cangkang Pelecypoda air asin diberi kode kategori 1, sedangkan alat cangkang Pelecypoda air tawar diberi kode kategori 2 Atribut bentuk umum alat diberi kode angka romawi, yaitu kode I untuk bentuk umum alat elips, II untuk oval, III untuk segitiga, IV untuk trapesium, dan V untuk tidak beraturan. Sementara itu, atribut bentuk tajaman diberi kode berupa angka Arab, yaitu kode 1 untuk bentuk tajaman cembung, 2 untuk cekung, dan 3 untuk lurus. Untuk retus pengerjaan unifasial diberi kode A, sedangkan untuk non-retus diberi kode B. Dalam proses penamaan, urutan kode pertama menyatakan tipe, kode kedua menyatakan subtipe, dan kode ketiga menyatakan variasi. Dengan demikian, subtipe dari tipe I dinamakan I.1, sedangkan apabila subtipe tersebut memiliki dua macam variasi, maka penamaannya menjadi I.1.A dan I.1.B.

13 Alat Kategori 1 Tipe I Tipe I merupakan tipe alat cangkang Pelecypoda habitat air asin yang memiliki bentuk umum alat elips. Tipe ini berjumlah enam buah (15,8%). Tipe I ini memiliki satu subtipe, yaitu sebagai berikut. Subtipe I.1 Subtipe ini terdiri dari alat cangkang Pelecypoda habitat air asin berbentuk elips yang memiliki bentuk tajaman cembung. Alat yang masuk ke dalam subtipe I.1 ini berjumlah enam buah (15,8%). Subtipe ini memiliki dua macam variasi, yaitu: Variasi I.1.A. Variasi ini memiliki bentuk umum alat elips dengan tajaman berbentuk cembung dan memiliki retus pengerjaan unifasial. Alat cangkang Pelecypoda habitat air asin subtipe I.1 yang masuk ke dalam variasi ini berjumlah satu buah (2,63%). Foto 9. Varian I.1.A alat cangkang Pelecypoda air asin Variasi I.1.B. Variasi ini memiliki bentuk umum alat elips dengan tajaman berbentuk cembung dan tidak memiliki retus. Alat cangkang Pelecypoda habitat air asin subtipe I.1 yang masuk ke dalam variasi ini berjumlah lima buah (13,16%). Foto 10. Varian I.1.B alat cangkang Pelecypoda air asin

14 Alat Kategori 1 Tipe II Tipe II merupakan tipe alat cangkang Pelecypoda habitat air asin yang memiliki bentuk umum alat oval. Tipe ini berjumlah 15 buah (39,5%). Tipe II ini memiliki satu subtipe, yaitu sebagai berikut. Subtipe II.1 Subtipe ini terdiri dari alat cangkang Pelecypoda habitat air asin berbentuk oval yang memiliki bentuk tajaman cembung. Alat yang masuk ke dalam subtipe II.1 ini berjumlah 15 buah (39,5%). Subtipe ini memiliki dua macam variasi, yaitu: Variasi II.1.A. Variasi ini memiliki bentuk umum alat oval dengan tajaman berbentuk cembung dan memiliki retus pengerjaan unifasial. Alat cangkang Pelecypoda habitat air asin subtipe II.1 yang masuk ke dalam variasi ini berjumlah satu buah (2,63%) Foto 11. Varian II.1.A alat cangkang Pelecypoda air asin Variasi II.1.B. Variasi ini memiliki bentuk umum alat oval dengan tajaman berbentuk cembung dan tidak memiliki retus. Alat cangkang Pelecypoda habitat air asin subtipe II.1 yang masuk ke dalam variasi ini berjumlah 14 buah (36,84%). Foto 12. Varian II.1.B alat cangkang Pelecypoda air asin Alat Kategori 1 Tipe III Tipe III merupakan tipe alat cangkang Pelecypoda habitat air asin yang memiliki bentuk umum alat segitiga. Tipe ini berjumlah 15 buah (39,5%). Tipe III ini memiliki dua subtipe, yaitu sebagai berikut.

15 Subtipe III.1 Subtipe ini terdiri dari alat cangkang Pelecypoda habitat air asin berbentuk segitiga yang memiliki bentuk tajaman cembung. Alat yang masuk ke dalam subtipe III.1 ini berjumlah 14 buah (36,84%). Subtipe ini memiliki dua macam variasi, yaitu: Variasi III.1.A. Variasi ini memiliki bentuk umum alat segitiga dengan tajaman berbentuk cembung dan memiliki retus pengerjaan unifasial. Alat cangkang Pelecypoda habitat air asin subtipe III.1 yang masuk ke dalam variasi ini berjumlah satu buah (2,63%). Foto 13. Varian III.1.A alat cangkang Pelecypoda air asin Variasi III.1.B. Variasi ini memiliki bentuk umum alat segitiga dengan tajaman berbentuk cembung dan tidak memiliki retus. Alat cangkang Pelecypoda habitat air asin subtipe III.1 yang masuk ke dalam variasi ini berjumlah 13 buah (34,21%). Foto 14. Varian III.1.B alat cangkang Pelecypoda air asin Subtipe III.3 Subtipe ini terdiri dari alat cangkang Pelecypoda habitat air asin berbentuk segitiga yang memiliki bentuk tajaman lurus. Subtipe III.3 ini tidak memiliki variasi retus pengerjaan, karena alat yang masuk dalam subtipe ini hanya berjumlah satu buah (2,63%) dengan tidak memiliki retus pada tajamannya. Foto 15. Subtipe III.3 alat cangkang Pelecypoda air asin

16 Alat Kategori 1 Tipe IV Tipe II merupakan tipe alat cangkang Pelecypoda habitat air asin yang memiliki bentuk umum alat trapesium. Tipe ini berjumlah dua buah (5,3%). Tipe IV ini memiliki satu subtipe, yaitu sebagai berikut. Subtipe IV.1 Subtipe ini terdiri dari alat cangkang Pelecypoda habitat air asin berbentuk trapesium yang memiliki bentuk tajaman cembung. Alat yang masuk ke dalam subtipe IV.1 ini berjumlah dua buah (5,3%). Subtipe ini memiliki dua macam variasi, yaitu: Variasi IV.1.A. Variasi ini memiliki bentuk umum alat trapesium dengan tajaman berbentuk cembung dan memiliki retus pengerjaan unifasial. Alat cangkang Pelecypoda habitat air asin subtipe IV.1 yang masuk ke dalam variasi ini berjumlah satu buah (2,63%). Foto 16. Varian IV.1.A alat cangkang Pelecypoda air asin Variasi IV.1.B. Variasi ini memiliki bentuk umum alat trapesium dengan tajaman berbentuk cembung dan tidak memiliki retus. Alat cangkang Pelecypoda habitat air asin subtipe IV.1 yang masuk ke dalam variasi ini berjumlah satu buah (2,63%). Foto 17. Varian IV.1.B alat cangkang Pelecypoda air asin

17 Alat Kategori 2 Tipe I Tipe I merupakan tipe alat cangkang Pelecypoda habitat air tawar yang memiliki bentuk umum alat elips. Tipe ini berjumlah 40 buah (67,8%). Tipe I ini memiliki dua subtipe, yaitu sebagai berikut. Subtipe I.1 Subtipe ini terdiri dari alat cangkang Pelecypoda habitat air tawar berbentuk elips yang memiliki bentuk tajaman cembung. Alat yang masuk ke dalam subtipe I.1 ini berjumlah 25 buah (42,4%). Subtipe ini memiliki dua macam variasi, yaitu: Variasi I.1.A. Variasi ini memiliki bentuk umum alat elips dengan tajaman berbentuk cembung dan memiliki retus pengerjaan unifasial. Alat cangkang Pelecypoda habitat air tawar subtipe I.1 yang masuk ke dalam variasi ini berjumlah 10 buah (16,95%). Foto 18. Varian I.1.A alat cangkang Pelecypoda air tawar Variasi I.1.B. Variasi ini memiliki bentuk umum alat elips dengan tajaman berbentuk cembung dan tidak memiliki retus. Alat cangkang Pelecypoda habitat air tawar subtipe I.1 yang masuk ke dalam variasi ini berjumlah 15 buah (25,42%). Foto 19. Varian I.1.B alat cangkang Pelecypoda air tawar Subtipe I.2 Subtipe ini terdiri dari alat cangkang Pelecypoda habitat air tawar berbentuk elips yang memiliki bentuk tajaman cekung. Alat yang masuk dalam subtipe I.2 ini berjumlah tiga buah (5,01%) dan seluruhnya tidak memiliki retus pada tajamannya.

18 Foto 20. Subtipe I.2 alat cangkang Pelecypoda air tawar Subtipe I.3 Subtipe ini terdiri dari alat cangkang Pelecypoda habitat air tawar berbentuk elips yang memiliki bentuk tajaman lurus. Alat yang masuk dalam subtipe I.3 ini berjumlah 12 buah (20,34%) dan seluruhnya tidak memiliki retus pada tajamannya. Foto 21. Subtipe I.3 alat cangkang Pelecypoda air tawar Alat Kategori 2 Tipe III Tipe III merupakan tipe alat cangkang Pelecypoda habitat air tawar yang memiliki bentuk umum alat segitiga. Tipe ini berjumlah lima buah (8,5%). Tipe III ini memiliki dua subtipe, yaitu sebagai berikut. Subtipe III.1 Subtipe ini terdiri dari alat cangkang Pelecypoda habitat air tawar berbentuk segitiga yang memiliki bentuk tajaman cembung. Alat yang masuk ke dalam subtipe III.1 ini berjumlah dua buah (3,4%) dan seluruhnya tidak memiliki retus pada tajamannya.

19 Foto 22. Subtipe III.1 alat cangkang Pelecypoda air tawar Subtipe III.3 Subtipe ini terdiri dari alat cangkang Pelecypoda habitat air tawar berbentuk segitiga yang memiliki bentuk tajaman lurus. Alat yang masuk ke dalam subtipe III.3 ini berjumlah tiga buah (5,08%). Subtipe ini memiliki dua macam variasi, yaitu: Variasi III.3.A. Variasi ini memiliki bentuk umum alat segitiga dengan tajaman berbentuk lurus dan memiliki retus pengerjaan unifasial. Alat cangkang Pelecypoda habitat air tawar yang masuk ke dalam variasi ini berjumlah satu buah (1,7%). Foto 23. Varian III.3.A alat cangkang Pelecypoda air tawar Variasi III.3.B. Variasi ini memiliki bentuk umum alat segitiga dengan tajaman berbentuk lurus dan tidak memiliki retus. Alat cangkang Pelecypoda habitat air tawar yang masuk ke dalam variasi ini berjumlah dua buah (3,4%). Foto 24. Varian III.3.B alat cangkang Pelecypoda air tawar

20 Alat Kategori 2 Tipe IV Tipe IV merupakan tipe alat cangkang Pelecypoda habitat air tawar yang memiliki bentuk umum alat trapesium. Tipe ini berjumlah delapan buah (13,56%). Tipe IV ini memiliki dua subtipe, yaitu sebagai berikut. Subtipe IV.1 Subtipe ini terdiri dari alat cangkang Pelecypoda habitat air tawar berbentuk trapesium yang memiliki bentuk tajaman cembung. Alat yang masuk ke dalam subtipe IV.1 ini berjumlah tujuh buah (11,86%). Subtipe ini memiliki dua macam variasi, yaitu: Variasi IV.1.A. Variasi ini memiliki bentuk umum alat trapesium dengan tajaman berbentuk cembung dan memiliki retus pengerjaan unifasial. Alat cangkang Pelecypoda habitat air tawar yang masuk ke dalam variasi ini berjumlah tiga buah (5,08%). Foto 25. Varian IV.1.A alat cangkang Pelecypoda air tawar Variasi IV.1.B. Variasi ini memiliki bentuk umum alat trapesium dengan tajaman berbentuk cembung dan tidak memiliki retus. Alat cangkang Pelecypoda habitat air tawar yang masuk ke dalam variasi ini berjumlah empat buah (6,8%). Foto 26. Varian IV.1.B alat cangkang Pelecypoda air tawar Subtipe IV.3 Subtipe ini terdiri dari alat cangkang Pelecypoda habitat air tawar berbentuk trapesium yang memiliki bentuk tajaman lurus. Alat yang masuk ke dalam subtipe III.3 ini berjumlah satu buah (1,7%) dan tidak memiliki retus pada tajamannya.

21 Foto 27. Subtipe IV.3 alat cangkang Pelecypoda air tawar Alat Kategori 2 Tipe V Tipe V merupakan tipe alat cangkang Pelecypoda habitat air tawar yang memiliki bentuk tidak beraturan. Tipe ini berjumlah enam buah (10,2%). Tipe V ini memiliki dua subtipe, yaitu sebagai berikut. Subtipe V.1 Subtipe ini terdiri dari alat cangkang Pelecypoda habitat air tawar berbentuk tidak beraturan yang memiliki bentuk tajaman cembung. Alat yang masuk ke dalam subtipe V.1 ini berjumlah empat buah (6,8%) dan seluruhnya tidak memiliki retus pada tajamannya. Foto 28. Subtipe V.1 alat cangkang Pelecypoda air tawar Subtipe V.3 Subtipe ini terdiri dari alat cangkang Pelecypoda habitat air tawar berbentuk tidak beraturan yang memiliki bentuk tajaman lurus. Alat yang masuk ke dalam subtipe V.3 ini berjumlah dua buah (3,39%). Subtipe ini memiliki dua macam variasi, yaitu: Variasi V.3.A. Variasi ini memiliki bentuk umum alat tidak beraturan dengan tajaman berbentuk lurus dan memiliki retus pengerjaan unifasial. Alat cangkang Pelecypoda habitat air tawar yang masuk ke dalam variasi ini berjumlah satu buah (1,7%). Foto 29. Subtipe V.3.A alat cangkang Pelecypoda air tawar

22 Variasi V.3.B. Variasi ini memiliki bentuk umum alat tidak beraturan dengan tajaman berbentuk lurus dan tidak memiliki retus. Alat cangkang Pelecypoda habitat air tawar yang masuk ke dalam variasi ini berjumlah satu buah (1,7%). Foto 30. Subtipe V.3.B alat cangkang Pelecypoda air tawar Berdasarkan uraian di atas, alat cangkang Pelecypoda secara keseluruhan memiliki delapan macam tipe, yang dibagi ke dalam dua macam kategori, yaitu Kategori 1 merupakan alat cangkang Pelecypoda jenis air asin, dan Kategori 2 merupakan alat cangkang Pelecypoda jenis air tawar. Kategori 1 memiliki empat macam tipe, yaitu tipe I, II, III dan IV. Tipe I, II, dan IV hanya memiliki satu macam subtipe bentuk tajaman, yaitu cembung. Tajaman cembung pada tipe I, II, dan IV ada yang memiliki retus, dan ada yang tidak. Sementara itu, tipe III memiliki dua subtipe bentuk tajaman, yaitu lurus dan cembung, namun hanya tajaman lurus yang tidak memiliki retus pada tajamannya. Berdasarkan analisis, tampak bahwa tipe II dengan bentuk tajaman cembung yang tidak diretus merupakan yang paling dominan pada alat Kategori 1. Kategori 2 memiliki empat macam tipe, yaitu tipe I, III, IV, dan V. Tipe I memiliki tiga macam subtipe bentuk tajaman, yaitu cembung, cekung, dan lurus. Bentuk tajaman cembung ada yang memiliki retus, dn ada yang tidak, sedangkan bentuk tajaman cekung dan lurus keseluruhannya tidak memiliki retus. Tipe III dan V memiliki dua subtipe bentuk tajaman, yaitu lurus dan cembung, namun hanya tajaman cembung yang tidak memiliki retus pada tajamannya. Kemudian, tipe IV memiliki dua subtipe bentuk tajaman, yaitu lurus dan cembung, namun hanya tajaman lurus yang tidak memiliki retus pada tajamannya. Berdasarkan analisis, tampak bahwa tipe I dengan bentuk tajaman cembung yang tidak diretus merupakan yang paling dominan pada alat Kategori 2. Untuk lebih jelasnya, lihat tabel 2 dibawah ini.

23 Tabel 2. Rekapitulasi tipe, subtipe, dan variasi pada alat cangkang Pelecypoda situs Gua Kidang Kategori Alat Tipe Subtipe Variasi Jumlah Jumlah (%) Jenis cangkang air asin Jenis cangkang air tawar I I.1 I.1.A 1 1,03 I.1.B 5 5,15 II II.1 II.1.A 1 1,03 II.1.B 14 14,43 III III.1 III.1.A 1 1,03 III.1.B 13 13,4 III.2 1 1,03 IV IV.1 IV.1.A 1 1,03 IV.1.B 1 1,03 I I.1 I.1.A 10 10,31 I.1.B 15 15,5 I.2 3 3,1 I ,34 III III.1 2 2,06 III.3 III.3.A 1 1,03 III.3.B 2 2,06 IV IV.1 IV.1.A 3 5,01 IV.1.B 4 4,12 IV.3 1 1,03 V V.1 4 4,12 V.3 V.3.A 1 1,03 V.3.B 1 1,03 JUMLAH Kesimpulan Pengamatan awal terhadap alat-alat dari cangkang moluska yang terdapat di situs Gua Kidang menunjukkan adanya indikasi keberagaman tipe alat berdasarkan jenis cangkang yang dimanfaatkan. Keberagaman ini sangat terlihat pada alat yang terbuat dari cangkang Pelecypoda. Alat-alat tersebut tidak hanya terbuat dari cangkang Pelecypoda yang habitatnya di air asin saja, namun juga terbuat dari cangkang Pelecypoda yang habitatnya di air tawar. Perbedaan struktur kepadatan dan ketebalan cangkang air asin dan air tawar tentunya akan berpengaruh terhadap pembuatan alat, mulai dari pemangkasan awal, hingga ke pembuatan modifikasi tambahan yang berupa retus. Perbedaan tersebut tentunya akan menciptakan keberagaman tipe. Akan tetapi, penelitian mengenai tipe bentuk alat cangkang Pelecypoda berdasarkan jenis cangkang yang dimanfaatkan belum pernah dilakukan.

24 Keberagaman tipe pada alat cangkang Pelecypoda di situs Gua Kidang tersebut menyebabkan pentingnya penelitian mengenai tipologi bentuk alat berdasarkan jenis cangkang yang dimanfaatkan. Penelitian ini berujuan untuk mengungkap karakteristik dan variasi bentuk alat cangkang moluska yang terdapat di situs Gua Kidang, Blora, Jawa Tengah. Berdasarkan tipologi yang telah dilakukan, alat cangkang Pelecypoda secara keseluruhan memiliki delapan macam tipe, yang dibagi ke dalam dua macam kategori, yaitu Kategori 1 merupakan alat cangkang Pelecypoda jenis air asin, dan Kategori 2 merupakan alat cangkang Pelecypoda jenis air tawar. Tipologi menunjukkan bahwa jenis cangkang Pelecypoda yang dimanfaatkan berpengaruh pada tipe bentuk alat yang dihasilkan. Beberapa alat memang dipangkas dengan bentuk tertentu sebelum digunakan, namun sebagian besar alat tampak langsung dipakai dengan keadaan masih dalam bentuk asli cangkangnya. Alat cangkang Pelecypoda jenis air asin lebih cenderung memiliki bentuk yang oval, sedangkan alat cangkang Pelecypoda jenis air tawar lebih cenderung memiliki bentuk yang elips. Berdasarkan bentuk tajamannya, tampak bahwa bentuk tajaman yang paling dominan adalah bentuk tajaman cembung. Pada dasarnya, cangkang Pelecypoda, baik cangkang air asin maupun air tawar memang telah memiliki bentuk tepian inferior yang cembung, dan tepian tersebutlah yang digunakan sebagai tajaman alat pada kasus alat serut situs Gua Kidang, sehingga tidak perlu membuat retus lagi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa alat-alat cangkang Pelecypoda yang terdapat pada situs Gua Kidang umumnya merupakan expedient tools. Tampak bahwa manusia prasejarah penghuni Gua Kidang cenderung memanfaatkan secara langsung cangkang Pelecypoda yang utuh (tanpa diretus dan dipangkas membentuk suatu bentuk tententu) sebagai alat yang digunakan untuk menyerut. Akan tetapi, ada beberapa alat yang merupakan formal tools, yang dicirikan dengan keberadaan retus pada pada tajamannya. Peretusan pada alat dilakukan jika tajaman asli cangkang tidak tajam atau sudah tumpul, namun dalam hal ini, retus merupakan sebuah opsi lanjutan untuk memodifikasi alat. Daftar Referensi Bahn, P. (1996). Archaeology a very short introduction. UK: Oxford University Press. Butzer, K.W. (1982). Archaeology as human ecology: Method and theory for a contextual approach. Cambridge: Cambridge University Press. Gamble, C. (2001). Archaeology the basics. London: Routledge.

25 Lammers-Keijsers, Y. (2008). Tracing traces from present to past: A functional analysis of pre-columbian shell and stone from Anse à la Gourde and Morel, Guadeloupe, FWI. Netherlands: Leiden University Press. Lima, T.A., Botelho de Mello, E. M., & Pinheiro da Silva, R.C. (1986). Analysis of molluscan remains from the Ilha de Santana site, Macaé, Brazil. Journal of Field Archaeology, XIII (1) Nurani, I.A. (2010). Pola okupasi Gua Kidang hunian masa prasejarah di kawasan Karst Todanan Blora. Berita penelitian arkeologi, 24, Nurani, I.A., & Hascharyo, A.T. (2012). Laporan penelitian arkeologi pola okupasi Gua Kidang, hunian prasejarah, kawasan Karst Todanan, Blora. Yogyakarta: Balai Arkeologi Yogyakarta. (tidak diterbitkan). Oakley, K.P. (1959). Man the tool-maker. Chicago: University of Chicago Press. O Day, S. J., & William, F. K. (2001). Expedient shell tools from the Northern West Indies. Latin American Antiquity, XII, 3, Prasetyo, B. (1989). Distribusi artefak kerang masa prasejarah di Indonesia (dalam perbandingan). Pertemuan ilmiah arkeologi (V), Reitz, E.J., & Wing, E.S. (2008). Zooarchaeology. Cambridge: Cambridge University Press Rouse, I. (1960). The classifications of artifacts in archaeology. American Antiquity, XXV, 30, Tumung, L., Bazgir, B., Ahmadi, K., & Shadmehr, A. (2012). Understanding the use-wears on non-retouched shells Mytilus galloproincialis and Ruditapes decussatus by performig wood working experiment: An experimental approach. Materials Science and Engineering, 37, 1-10.

TIPOLOGI MOTIF CAP TANGAN PRASEJARAH DI LEANG UHALLIE, KABUPATEN BONE, SULAWESI SELATAN

TIPOLOGI MOTIF CAP TANGAN PRASEJARAH DI LEANG UHALLIE, KABUPATEN BONE, SULAWESI SELATAN Irsyad Leihitu, Tipologi Motif Cap Tangan Prasejarah di Leang Uhallie, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan PARADIGMA JURNAL KAJIAN BUDAYA Vol. 6 No. 2 (2016): 207 218 207 TIPOLOGI MOTIF CAP TANGAN PRASEJARAH

Lebih terperinci

POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005.

POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005. POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA 2014 Indah Asikin Nurani Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005. A. Hasil Penelitian Sampai Tahun

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia BAB V PENUTUP Manusia prasejarah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dalam hal ini makanan, telah mengembangkan teknologi pembuatan alat batu. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan mereka untuk dapat bertahan

Lebih terperinci

Fungsi Alat Tulang dari Situs Gua Kidang, Kabupaten Blora, Jawa Tengah: Kajian Jejak Pakai

Fungsi Alat Tulang dari Situs Gua Kidang, Kabupaten Blora, Jawa Tengah: Kajian Jejak Pakai Fungsi Alat Tulang dari Situs Gua Kidang, Kabupaten Blora, Jawa Tengah: Kajian Jejak Pakai Dita Ayu Suhari 1, Karina Arifin 2 1. Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia

Lebih terperinci

POLA OKUPASI GUA KIDANG, HUNIAN MASA PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA. Indah Asikin Nurani

POLA OKUPASI GUA KIDANG, HUNIAN MASA PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA. Indah Asikin Nurani POLA OKUPASI GUA KIDANG, HUNIAN MASA PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA A. Hasil Penelitian Selama Enam Tahap Indah Asikin Nurani Hasil penelitian sampai pada tahap keenam (2012), dapat disimpulkan beberapa

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TULANG SEBAGAI ARTEFAK DARI SITUS GUA KIDANG BLORA JAWA TENGAH KOLEKSI BALAR YOGYAKARTA. Michael Angello Winarko

PEMANFAATAN TULANG SEBAGAI ARTEFAK DARI SITUS GUA KIDANG BLORA JAWA TENGAH KOLEKSI BALAR YOGYAKARTA. Michael Angello Winarko 1 PEMANFAATAN TULANG SEBAGAI ARTEFAK DARI SITUS GUA KIDANG BLORA JAWA TENGAH KOLEKSI BALAR YOGYAKARTA Michael Angello Winarko Program Studi Arkeologi Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

ALAT BATU DARI SITUS GUA GEDE,

ALAT BATU DARI SITUS GUA GEDE, 1 ALAT BATU DARI SITUS GUA GEDE, KECAMATAN NUSA PENIDA, KABUPATEN KLUNGKUNG, BALI (KAJIAN TIPOLOGI DAN FUNGSI) Esa Putra Bayu Gusti Gineung Patridina Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1972: 150). Adapun manusia pada saat itu, juga mempertimbangkan faktor-faktor

BAB I PENDAHULUAN. 1972: 150). Adapun manusia pada saat itu, juga mempertimbangkan faktor-faktor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada periode Mesolitik, manusia telah bercocok tanam secara sederhana dan memilih gua atau ceruk sebagai tempat berlindung sementara (Heekeren, 1972: 150). Adapun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Artefak obsidian..., Anton Ferdianto, FIB UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Artefak obsidian..., Anton Ferdianto, FIB UI, 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penelitian Pada awal abad ke 20, Pulau Jawa menjadi pusat penelitian mengenai manusia prasejarah. Kepulauan Indonesia, terutama Pulau Jawa memiliki bukti dan sejarah

Lebih terperinci

BENTUK DAN FUNGSI GERABAH KAWASAN DANAU SENTANI

BENTUK DAN FUNGSI GERABAH KAWASAN DANAU SENTANI BENTUK DAN FUNGSI GERABAH KAWASAN DANAU SENTANI Hari Suroto (Balai Arkeologi Jayapura) Abstract Based on the research done, earthenware is found in Sentani Lake. The earthenware which is found in pieces,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN SITUS GUA PAWON

BAB II GAMBARAN SITUS GUA PAWON BAB II GAMBARAN SITUS GUA PAWON 2. 1. Wilayah situs Gua Pawon terletak di wilayah Desa Masigit, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung berdasarkan laporan penelitian (Yondri et.al. 2005) dan data geografis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Alat tulang merupakan salah satu jenis produk teknologi manusia. Alat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Alat tulang merupakan salah satu jenis produk teknologi manusia. Alat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Alat tulang merupakan salah satu jenis produk teknologi manusia. Alat tulang digunakan sebagai alat bantu dalam suatu pekerjaan. Alat tulang telah dikenal manusia sejak

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB 4 PENUTUP. Universitas Indonesia BAB 4 PENUTUP Tembikar merupakan salah satu tinggalan arkeologi yang penting dalam mempelajari kehidupan manusia masa lalu. Berbagai informasi dapat diperoleh dari artefak berbahan tanah liat ini, mulai

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMBUATAN ALAT DAN PERHIASAN DI GUA KIDANG, BLORA THE TECHNOLOGY OF TOOLS AND ORNAMENTS PRODUCTION AT GUA KIDANG, BLORA

TEKNOLOGI PEMBUATAN ALAT DAN PERHIASAN DI GUA KIDANG, BLORA THE TECHNOLOGY OF TOOLS AND ORNAMENTS PRODUCTION AT GUA KIDANG, BLORA TEKNOLOGI PEMBUATAN ALAT DAN PERHIASAN DI GUA KIDANG, BLORA THE TECHNOLOGY OF TOOLS AND ORNAMENTS PRODUCTION AT GUA KIDANG, BLORA Indah Asikin Nurani Balai Arkeologi D.I. Yogyakarta anikardani@gmail. com

Lebih terperinci

KARAKTER BUDAYA GUA KIDANG HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST PEGUNUNGAN UTARA JAWA

KARAKTER BUDAYA GUA KIDANG HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST PEGUNUNGAN UTARA JAWA KARAKTER BUDAYA GUA KIDANG HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST PEGUNUNGAN UTARA JAWA THE CULTURAL CHARACTER OF GUA KIDANG (KIDANG CAVE), A PREHISTORIC HABITATION SITE ON THE KARST OF THE NORTH MOUNTAINS OF

Lebih terperinci

STRATEGI SUBSISTENSI DI SITUS GUA GEDE NUSA PENIDA PADA MASA PRASEJARAH Subsistence strategies in Gua Gede Site Nusa Penida in Prehistory Period

STRATEGI SUBSISTENSI DI SITUS GUA GEDE NUSA PENIDA PADA MASA PRASEJARAH Subsistence strategies in Gua Gede Site Nusa Penida in Prehistory Period STRATEGI SUBSISTENSI DI SITUS GUA GEDE NUSA PENIDA PADA MASA PRASEJARAH Subsistence strategies in Gua Gede Site Nusa Penida in Prehistory Period Balai Arkeologi Denpasar Jl. Raya Sesetan No.80, Denpasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Hubungan antara manusia dengan alam yang ada di sekitarnya merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Hubungan antara manusia dengan alam yang ada di sekitarnya merupakan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Hubungan antara manusia dengan alam yang ada di sekitarnya merupakan hubungan yang sangat erat dan saling berakibat sejak awal kemunculan manusia. Kehidupan

Lebih terperinci

JELAJAH RUANG DAN WAKTU MANUSIA PENGHUNI GUA KIDANG. Traveling Through Space and Time of Gua Kidang sdwellers

JELAJAH RUANG DAN WAKTU MANUSIA PENGHUNI GUA KIDANG. Traveling Through Space and Time of Gua Kidang sdwellers JELAJAH RUANG DAN WAKTU MANUSIA PENGHUNI GUA KIDANG Traveling Through Space and Time of Gua Kidang sdwellers Indah Asikin Nurani Balai Arkeologi Yogyakarta Jl. Gedongkuning 174 Yogyakarta E-mail:anikardani@gmail.

Lebih terperinci

HUNIAN BERULANG DI DOLINA KIDANG, BLORA KALA HOLOSEN DWELLING RECURRING IN DOLINA KIDANG, BLORA HOLOCENE PERIOD. Indah Asikin Nurani PENDAHULUAN

HUNIAN BERULANG DI DOLINA KIDANG, BLORA KALA HOLOSEN DWELLING RECURRING IN DOLINA KIDANG, BLORA HOLOCENE PERIOD. Indah Asikin Nurani PENDAHULUAN HUNIAN BERULANG DI DOLINA KIDANG, BLORA KALA HOLOSEN DWELLING RECURRING IN DOLINA KIDANG, BLORA HOLOCENE PERIOD Indah Asikin Nurani Balai Arkeologi Daerah Istimewa Yogyakarta, Jalan Gedong Kuning No. 174,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing yang sangat strategis, yang terletak di tengah-tengah jalur perdagangan yang menghubungkan antara

Lebih terperinci

ALAT BATU DI PEGUNUNGAN TENGAH PAPUA

ALAT BATU DI PEGUNUNGAN TENGAH PAPUA ALAT BATU DI PEGUNUNGAN TENGAH PAPUA Marlin Tolla (Balai Arkeologi Jayapura) Abstract The discovery of stone tools in prehistoric sites in the central highlands of Papua, especially in the Pegunungan Bintang

Lebih terperinci

ANALISIS TAFONOMI MOLUSKA PADA FORMASI DAMAR DI KALI SIWUNGU TEMBALANG SEMARANG

ANALISIS TAFONOMI MOLUSKA PADA FORMASI DAMAR DI KALI SIWUNGU TEMBALANG SEMARANG ANALISIS TAFONOMI MOLUSKA PADA FORMASI DAMAR DI KALI SIWUNGU TEMBALANG SEMARANG ABSTRAK Anis Kurniasih, ST., MT. 1, Ikhwannur Adha, ST. 2 1 Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang,

Lebih terperinci

BAB IV. KONSEP RANCANGAN

BAB IV. KONSEP RANCANGAN BAB IV. KONSEP RANCANGAN A. TATARAN LINGKUNGAN / KOMUNITAS Dalam tataran lingkungan, produk rancangan yang dibuat dengan memanfaatkan limbah kayu palet secara maksimal. Palet kayu biasa digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Situs Manusia Purba Sangiran merupakan sebuah situs prasejarah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Situs Manusia Purba Sangiran merupakan sebuah situs prasejarah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Situs Manusia Purba Sangiran merupakan sebuah situs prasejarah yang mengandung temuan fosil yang sangat banyak jumlahnya, seperti fosil Hominid purba, fosil fauna dan

Lebih terperinci

POTENSI ARKEOLOGIS DAERAH ALIRAN SUNGAI KIKIM KABUPATEN LAHAT, SUMATERA SELATAN

POTENSI ARKEOLOGIS DAERAH ALIRAN SUNGAI KIKIM KABUPATEN LAHAT, SUMATERA SELATAN POTENSI ARKEOLOGIS DAERAH ALIRAN SUNGAI KIKIM KABUPATEN LAHAT, SUMATERA SELATAN Sigit Eko Prasetyo (Balai Arkeologi Palembang) Abstract Archaeology is the study of human society, primarily through the

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Ilham Abdullah

PENDAHULUAN. Ilham Abdullah ALAT TULANG SITUS PLESTOSEN JAWA: BAHAN BAKU, TEKNOLOGI, DAN TIPOLOGI (Bone tools from Pleistocene Site of Java: Raw Materials, Technology, and Typology) Ilham Abdullah Balai Pelestarian Situs Manusia

Lebih terperinci

TULANG FAUNA VERTEBRATA DARI DI SITUS GUA KIDANG, BLORA, JAWA TENGAH

TULANG FAUNA VERTEBRATA DARI DI SITUS GUA KIDANG, BLORA, JAWA TENGAH Paradigma Jurnal Kajian Budaya Vol. 7 No. 2 (2017): 182 198 182 TULANG FAUNA VERTEBRATA DARI DI SITUS GUA KIDANG, BLORA, JAWA TENGAH Ghufron Hidayatullah Museum Nasional, ghufron.hidayatullah@gmail.com.

Lebih terperinci

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta A. Peta Dalam kehidupan sehari-hari kamu tentu membutuhkan peta, misalnya saja mencari daerah yang terkena bencana alam setelah kamu mendengar beritanya di televisi, sewaktu mudik untuk memudahkan rute

Lebih terperinci

Taufiqurrahman Setiawan (Balai Arkeologi Medan) Abstract

Taufiqurrahman Setiawan (Balai Arkeologi Medan) Abstract LOYANG 1 MENDALI SITUS HUNIAN PRASEJARAH DI PEDALAMAN ACEH Asumsi Awal Terhadap Hasil Penelitian Gua-gua di Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Taufiqurrahman Setiawan (Balai Arkeologi

Lebih terperinci

TEKNOLOGI LITIK DI SITUS TALIMBUE, SULAWESI TENGGARA: TEKNOLOGI BERLANJUT DARI MASA PLEISTOSEN AKHIR HINGGA HOLOSEN

TEKNOLOGI LITIK DI SITUS TALIMBUE, SULAWESI TENGGARA: TEKNOLOGI BERLANJUT DARI MASA PLEISTOSEN AKHIR HINGGA HOLOSEN TEKNOLOGI LITIK DI SITUS TALIMBUE, SULAWESI TENGGARA: TEKNOLOGI BERLANJUT DARI MASA PLEISTOSEN AKHIR HINGGA HOLOSEN Suryatman 1, Sue O Connor 2, David Bulbeck 2, Ben Marwick 3, Adhi Agus Oktaviana 4, dan

Lebih terperinci

1.5 Ruang lingkup dan Batasan Masalah

1.5 Ruang lingkup dan Batasan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gua Pawon dengan segala bentuk temuan prasejarah yang terkandung di dalamnya, begitu juga dengan lingkungannya bila di kaitkan dengan Undang- Undang Nomor 11 Tahun

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA TIPOLOGI BENTUK ALAT BATU KALA HOLOSEN DARI SEKTOR IV, SITUS LIANG BUA, MANGGARAI BARAT, FLORES SKRIPSI RIZKY FARDHYAN

UNIVERSITAS INDONESIA TIPOLOGI BENTUK ALAT BATU KALA HOLOSEN DARI SEKTOR IV, SITUS LIANG BUA, MANGGARAI BARAT, FLORES SKRIPSI RIZKY FARDHYAN UNIVERSITAS INDONESIA TIPOLOGI BENTUK ALAT BATU KALA HOLOSEN DARI SEKTOR IV, SITUS LIANG BUA, MANGGARAI BARAT, FLORES SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora

Lebih terperinci

Geometri Serat Kertas

Geometri Serat Kertas Geometri Serat Kertas Rita Kertas sebagai media penyampaian dan pencarian ide,sebenarnya memiliki keunikan yang terabaikan. Selembar kertas memiliki serat serat yang berperan sebagai struktur dari kertas

Lebih terperinci

MODUL 6 ALAT KERJA TANGAN DAN MESI N (MENGI KI R) TINGKAT X PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K DISUSUN OLEH : Drs.

MODUL 6 ALAT KERJA TANGAN DAN MESI N (MENGI KI R) TINGKAT X PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K DISUSUN OLEH : Drs. MODUL 6 ALAT KERJA TANGAN DAN MESI N (MENGI KI R) TINGKAT X PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K DISUSUN OLEH : Drs. SOEBANDONO LEMBAR KERJA SISWA 6 Macam macam kikir Dibuat dari baja

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBUATAN SERPIH BILAH DENGAN PENDEKATAN ARKEOLOGI EKSPERIMENTAL

TEKNIK PEMBUATAN SERPIH BILAH DENGAN PENDEKATAN ARKEOLOGI EKSPERIMENTAL TEKNIK PEMBUATAN SERPIH BILAH DENGAN PENDEKATAN ARKEOLOGI EKSPERIMENTAL The Techniques of Making Blade-Flake with Experimental Archaeological Approach Ansar Rasyid Alumni Jurusan Arkeologi Universitas

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING

BAB V KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING BAB V KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING 5.1 Definisi dan Terminologi Rekahan Rekahan merupakan bidang diskontinuitas yang terbentuk secara alamiah akibat deformasi atau diagenesa. Karena itu dalam

Lebih terperinci

HUNIAN PRASEJARAH GUA KARAS KAIMANA

HUNIAN PRASEJARAH GUA KARAS KAIMANA HUNIAN PRASEJARAH GUA KARAS KAIMANA Hari Suroto (Balai Arkeologi Jayapura) Abstract Excavations conducted at the site Gua Karas managed to open three boxes in sector I, the box GKQI (I6) dig as deep as

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR: PK.14 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR: PK.14 TAHUN 2011 TENTANG KEPALA BADAN SAR NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR: PK.14 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR: PK. 18 TAHUN 2009 TENTANG PENGGUNAAN PAKAIAN DINAS

Lebih terperinci

Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Pendahuluan 1.1 Latar elakang Geometri datar, merupakan studi tentang titik, garis, sudut, dan bangun-bangun geometri yang terletak pada sebuah bidang datar. erbagai mekanisme peralatan dalam kehidupan

Lebih terperinci

A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas

A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas Gigi Incisivus sentral atas adalah gigi kesatu di rahang atas, yang terletak dikiri kanan dari garis tengah / median (Itjingningsh,

Lebih terperinci

PRASEJARAH INDONESIA

PRASEJARAH INDONESIA Tradisi Penguburan Jaman Prasejarah Di Liang Bua dan Gua Harimau E. Wahyu Saptomo Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Jakarta PRASEJARAH INDONESIA Prasejarah Indonesia dapat dibagi dua yaitu: - Prasejarah

Lebih terperinci

STRATEGI SUBSISTENSI DAN PEMILIHAN LOKASI HUNIAN PRASEJARAH DI SITUS YOMOKHO SENTANI

STRATEGI SUBSISTENSI DAN PEMILIHAN LOKASI HUNIAN PRASEJARAH DI SITUS YOMOKHO SENTANI STRATEGI SUBSISTENSI DAN PEMILIHAN LOKASI HUNIAN PRASEJARAH DI SITUS YOMOKHO SENTANI Hari Suroto (Balai Arkeologi Jayapura, mbah_tho@yahoo.com) Abstract Research in the area of Lake Sentani done in Yomokho

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam di sekitarnya. Pemanfaatan ini dilakukan sebagai upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. alam di sekitarnya. Pemanfaatan ini dilakukan sebagai upaya untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak dulu manusia memiliki kecenderungan untuk memanfaatkan hasil alam di sekitarnya. Pemanfaatan ini dilakukan sebagai upaya untuk mempertahankan hidup mereka.

Lebih terperinci

FORMAT GAMBAR PRAKTIKUM PROSES MANUFAKTUR ATA 2014/2015 LABORATURIUM TEKNIK INDUSTRI LANJUT UNIVERSITAS GUNADARMA

FORMAT GAMBAR PRAKTIKUM PROSES MANUFAKTUR ATA 2014/2015 LABORATURIUM TEKNIK INDUSTRI LANJUT UNIVERSITAS GUNADARMA FORMAT GAMBAR PRAKTIKUM PROSES MANUFAKTUR ATA 2014/2015 LABORATURIUM TEKNIK INDUSTRI LANJUT UNIVERSITAS GUNADARMA A. Perlengkapan Gambar 1. Drawing Pen ukuran 0,3 dan 0,5 mm 2. Maal 3 mm 3. Penggaris /

Lebih terperinci

ALAT TULANG DARI SITUS SANGIRAN (Bone Tools From Sangiran Site)

ALAT TULANG DARI SITUS SANGIRAN (Bone Tools From Sangiran Site) ALAT TULANG DARI SITUS SANGIRAN (Bone Tools From Sangiran Site) Ilham Abdullah Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran ilhamabdullah9969@gmail.com ABSTRACT Some of bone tools from Sangiran Site

Lebih terperinci

BAGIAN V POLA HIASAN A. Pola serak atau pola tabur Gambar 5.1 Pola Serak B. Pola berangkai

BAGIAN V POLA HIASAN A. Pola serak atau pola tabur Gambar 5.1 Pola Serak B. Pola berangkai BAGIAN V POLA HIASAN Dari berbagai pola hias yang dapat kita jumpai dalam desain hiasan baik untuk busana maupun untuk lenan rumah tangga, terdapat beberapa di antaranya sudah merupakan bentuk bentuk baku.

Lebih terperinci

PETA (Dasar Teori dan Geologi Regional Kuliah Lapangan)

PETA (Dasar Teori dan Geologi Regional Kuliah Lapangan) PETA (Dasar Teori dan Geologi Regional Kuliah Lapangan) Geologi Regional Kuliah lapangan Geologi dilakukan pada hari Sabtu, 24 November 2012 di Perbukitan Jiwo, Kecamatan Bayat, yang terletak ±20 km di

Lebih terperinci

BAB I MENGENAL PLANNER

BAB I MENGENAL PLANNER Bab I Mengenal Planner BAB I MENGENAL PLANNER Planner adalah tool manajemen proyek yang general purpose dan menyediakan berbagai fitur, yang tersedia melalui 4 layar terpisah yang disebut layout views.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87/KEPMEN-KP/2016 TENTANG KEPULAUAN DERAWAN DAN PERAIRAN SEKITARNYA DI KABUPATEN BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

JOB SHEET SISWA SMK NASIONAL BERBAH. F/751/P/K.TP/0 1 Juli Standar Kompetensi : Menggunakan perkakas tangan Kode : KK

JOB SHEET SISWA SMK NASIONAL BERBAH. F/751/P/K.TP/0 1 Juli Standar Kompetensi : Menggunakan perkakas tangan Kode : KK SMK NASIONAL BERBAH F/751/P/K.TP/0 1 Juli 2009 JOB SHEET SISWA Standar Kompetensi : Menggunakan perkakas tangan Kode : KK 014-04 Kompetensi Dasar : 1. Menjelaskan jenis,fungsi dan cara penggunaan perkakas

Lebih terperinci

Naskah dibuat pada kertas HVS 80 gr dan tidak di print bolak-balik.

Naskah dibuat pada kertas HVS 80 gr dan tidak di print bolak-balik. TATA CARA PENULISAN BAHAN DAN UKURAN 1. Naskah Naskah dibuat pada kertas HVS 80 gr dan tidak di print bolak-balik. 2. Sampul Sampul dibuat dari kertas buffalo atau sejenisnya, dan diperkuat dengan karton

Lebih terperinci

GERABAH SITUS MANSINAM KAJIAN ETNOARKEOLOGI

GERABAH SITUS MANSINAM KAJIAN ETNOARKEOLOGI GERABAH SITUS MANSINAM KAJIAN ETNOARKEOLOGI Klementin Fairyo (Balai Arkeologi Jayapura) Abstract The Process of vessels making in Mansinam site was not far too different with other places in Indonesia:

Lebih terperinci

PERTEMUAN 13 TOLERANSI GEOMETRI DAN KONFIGURASI PERMUKAAN

PERTEMUAN 13 TOLERANSI GEOMETRI DAN KONFIGURASI PERMUKAAN PERTEMUAN 13 TOLERANSI GEOMETRI DAN KONFIGURASI PERMUKAAN 13.1. Toleransi geometri Toleransi geometri atau toleransi bentuk adalah batas penyimpangan yang diizinkan, dari dua buah garis yang sejajar, atau

Lebih terperinci

GAMBAR PRODI PEND. TEKNIK ARSITEKTUR

GAMBAR PRODI PEND. TEKNIK ARSITEKTUR GAMBAR PRODI PEND. ARSITEKTUR 1 TUGAS KE-1 MATA KULIAH MENGGAMBAR -TA. 220-4 SKS JURUSAN PENDIDIKAN ARSITEKTUR-S1 MENGGAMBAR HURUF DAN ANGKA Huruf dan angka merupakan dua komponen yang sangat penting dalam

Lebih terperinci

Ringkasan Materi Soal-soal dan Pembahasan MATEMATIKA. SD Kelas 4, 5, 6

Ringkasan Materi Soal-soal dan Pembahasan MATEMATIKA. SD Kelas 4, 5, 6 Ringkasan Materi Soal-soal dan Pembahasan MATEMATIKA SD Kelas 4, 5, 6 1 Matematika A. Operasi Hitung Bilangan... 3 B. Bilangan Ribuan... 5 C. Perkalian dan Pembagian Bilangan... 6 D. Kelipatan dan Faktor

Lebih terperinci

KEPALA BADAN SAR NASIONAL

KEPALA BADAN SAR NASIONAL KEPALA BADAN SAR NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR PK. 7 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR PK 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGGUNAAN PAKAIAN DINAS PEGAWAI

Lebih terperinci

BAB 3 DESKRIPSI MOTIF PERAHU PADA SENI CADAS DI INDONESIA

BAB 3 DESKRIPSI MOTIF PERAHU PADA SENI CADAS DI INDONESIA BAB DESKRIPSI MOTIF PERAHU PADA SENI CADAS DI INDONESIA Berdasarkan data foto dan gambar yang dapat dikumpulkan dari hasil penelitian mengenai seni cadas pada situs-situs di Indonesia dan sekitarnya (Sarawak

Lebih terperinci

GUA KIDANG, HUNIAN GUA KALA HOLOSEN DI DAS SOLO

GUA KIDANG, HUNIAN GUA KALA HOLOSEN DI DAS SOLO GUA KIDANG, HUNIAN GUA KALA HOLOSEN DI DAS SOLO Kidang Cave, a Holocene Habitation along the Solo River Indah Asikin Nurani 1 dan Agus Tri Hascaryo 2 Balai Arkeologi Yogyakarta, Jl. Gedongkuning 174 Yogyakarta

Lebih terperinci

TATA CARA PENULISAN BUKU LAPORAN PROYEK AKHIR

TATA CARA PENULISAN BUKU LAPORAN PROYEK AKHIR TATA CARA PENULISAN BUKU LAPORAN PROYEK AKHIR A. Bahan dan ukuran Bahan dan ukuran mencakup : naskah, sampul, warna sampul, tulisan pada sampul dan ukuran. 1. Naskah Naskah dibuat pada kertas A5 (8,27

Lebih terperinci

Bahasa Indonesia version of: A Handbook for the Identification of Yellowfin and Bigeye Tunas in Fresh Condition

Bahasa Indonesia version of: A Handbook for the Identification of Yellowfin and Bigeye Tunas in Fresh Condition Bahasa Indonesia version of: A Handbook for the Identification of Yellowfin and Bigeye Tunas in Fresh Condition David G. Itano 1 1 Pelagic Fisheries Research Programme, Honolulu, Hawaii Translation by

Lebih terperinci

KEHIDUPAN MASA PROTOSEJARAH DI SITUS MOSANDUREI, NABIRE (Protohistory Life in the Mosandurei Site, Nabire)

KEHIDUPAN MASA PROTOSEJARAH DI SITUS MOSANDUREI, NABIRE (Protohistory Life in the Mosandurei Site, Nabire) KEHIDUPAN MASA PROTOSEJARAH DI SITUS MOSANDUREI, NABIRE (Protohistory Life in the Mosandurei Site, Nabire) Hari Suroto Balai Arkeologi Jayapura, Jalan Isele, Kampung Waena, Jayapura 99358 Telepon (0967)

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari Ir. Sofi Ansori Penulis

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari Ir. Sofi Ansori Penulis KATA PENGANTAR Sebagai prakata, pertama kali yang sangat ingin penulis sampaikan adalah ucapan terima kasih kepada beberapa pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu proses penulisan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI Kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers) (Gasperz, 2006). Pengendalian kualitas secara statistik dengan

Lebih terperinci

SISTEM KUBUR PENGHUNI GUA KIDANG, BLORA BURIAL SYSTEM OF GUA KIDANG S SETTLERS, BLORA

SISTEM KUBUR PENGHUNI GUA KIDANG, BLORA BURIAL SYSTEM OF GUA KIDANG S SETTLERS, BLORA SISTEM KUBUR PENGHUNI GUA KIDANG, BLORA BURIAL SYSTEM OF GUA KIDANG S SETTLERS, BLORA Indah Asikin Nurani 1, Toetik Koesbardiati 2 dan Delta Bayu Murti 2 1 Balai Arkeologi Yogyakarta 2 Departemen Antropologi,

Lebih terperinci

BAB 4 ALAT PERIODONTAL KLASIFIKASI ALAT PERIODONTAL

BAB 4 ALAT PERIODONTAL KLASIFIKASI ALAT PERIODONTAL Alat Periodontal 30 BAB 4 ALAT PERIODONTAL Alat yang digunakan dalam bidang Periodonsia terdiri atas beberapa jenis dengan tujuan penggunaan yang berbeda satu dengan lainnya. Ada juga jenis alat yang dapat

Lebih terperinci

Perspektif mata burung : dilihat secara keseluruhan dari atas. Perspektif mata normal : dilihat secara keseluruhan dengan batas mata normal

Perspektif mata burung : dilihat secara keseluruhan dari atas. Perspektif mata normal : dilihat secara keseluruhan dengan batas mata normal Pengertian Perspektif Menurut Leonardo da Vinci, perspektif adalah sesuatu yang alami yang menampilkan yang datar menjadi relative dan yang relative menjadi datar. Perspektif adalah suatu system matematikal

Lebih terperinci

STRATEGI ADAPTASI PENGUSUNG HOABINHIAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN MAKANAN

STRATEGI ADAPTASI PENGUSUNG HOABINHIAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN MAKANAN STRATEGI ADAPTASI PENGUSUNG HOABINHIAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN MAKANAN Ketut Wiradnyana Balai Arkeologi Medan Abstract The presence of hoabinh site either in lowland or highland is characterized that

Lebih terperinci

TIPOLOGI ARTEFAK BATU LIANG ULIN 2: ANALISIS FUNGSIONAL BERDASARKAN MORFOLOGI

TIPOLOGI ARTEFAK BATU LIANG ULIN 2: ANALISIS FUNGSIONAL BERDASARKAN MORFOLOGI TIPOLOGI ARTEFAK BATU LIANG ULIN 2: ANALISIS FUNGSIONAL BERDASARKAN MORFOLOGI LITHIC TYPHOLOGY OF LIANG ULIN 2: FUNCTIONAL ANALYSIS BASED ON MORPHOLOGY Nia Marniati Etie Fajari Balai Arkeologi Kalimantan

Lebih terperinci

ANALISIS BATU BATA. A. Keletakan

ANALISIS BATU BATA. A. Keletakan ANALISIS BATU BATA Berdasarkan pada hasil penelitian ini dapat dipastikan bahwa di Situs Sitinggil terdapat struktur bangunan berciri masa prasejarah, yaitu punden berundak. Namun, berdasarkan pada hasil

Lebih terperinci

SOAL PENGAYAAN A. FLORA, FAUNA DAN ALAM BENDA

SOAL PENGAYAAN A. FLORA, FAUNA DAN ALAM BENDA SOAL PENGAYAAN A. FLORA, FAUNA DAN ALAM BENDA 1 Jelaskan apa yang dimaksud dengan aktivitas fisik dan mental dalam menggambar! 2 Sebutkan dan jelaskan dua komposisi dalam menggambar! 3 Sebutkan contoh

Lebih terperinci

Dasar-Dasar Menggambar dengan Flash (Objek dan Teks) Oleh: Ali Mahmudi

Dasar-Dasar Menggambar dengan Flash (Objek dan Teks) Oleh: Ali Mahmudi Dasar-Dasar Menggambar dengan Flash (Objek dan Teks) Oleh: Ali Mahmudi Mengenal Macromedia Flash. Macromedia Flash MX merupakan perangkat lunak untuk merancang grafis dan animasi. Macromedia Flash MX merupakan

Lebih terperinci

Budaya Banten Tingkat Awal

Budaya Banten Tingkat Awal XIX. Budaya Banten Tingkat Awal Penelusuran sejarah kebudayaan manusia sangat diperlukan sebagai rekam jejak untuk mengetahui tingkat peradaan suatu bangsa. Asal usul manusia yang tinggal di wilayah tertentu

Lebih terperinci

TEKNIK GAMBAR DASAR A. PERALATAN DAN PERLENGKAPAN GAMBAR

TEKNIK GAMBAR DASAR A. PERALATAN DAN PERLENGKAPAN GAMBAR TEKNIK GAMBAR DASAR A. PERALATAN DAN PERLENGKAPAN GAMBAR 1. MEJA GAMBAR Meja gambar yang baik mempunyai bidang permukaan yang rata tidak melengkung. Meja tersebut dibuat dari kayu yang tidak terlalu keras

Lebih terperinci

SMK PGRI 1 NGAWI TERAKREDITASI: A

SMK PGRI 1 NGAWI TERAKREDITASI: A TEKNIK PEMESINAN SMK PGRI 1 NGAWI TERAKREDITASI: A Jl. Rajawali No. 32, Telp./Faks. : (0351) 746081 Ngawi. Homepage: 1. www.smkpgri1ngawi.sch.id 2. www.grisamesin.wordpress.com Facebook: A. Kecepatan potong

Lebih terperinci

ANGKA UKUR. Angka ukur diletakan di tengah-tengah garis ukur. Angka ukur tidak boleh dipisahkan oleh garis gambar. Jadi boleh ditempatkan dipinggir.

ANGKA UKUR. Angka ukur diletakan di tengah-tengah garis ukur. Angka ukur tidak boleh dipisahkan oleh garis gambar. Jadi boleh ditempatkan dipinggir. PEMBERIAN UKURAN ANGKA UKUR Angka ukur diletakan di tengah-tengah garis ukur. Angka ukur tidak boleh dipisahkan oleh garis gambar. Jadi boleh ditempatkan dipinggir. ANGKA UKUR Jika angka ukur ditempatkan

Lebih terperinci

Pertemuan 3 MEMAHAMI PEMAKAI

Pertemuan 3 MEMAHAMI PEMAKAI Pertemuan 3 MEMAHAMI PEMAKAI Contoh Permainan Mobil Bayangkan usaha untuk mengemudi suatu mobil dengan menggunakan sekedar 'keyboard' komputer. Empat panah kunci adalah digunakan untuk mengemudikan, bar

Lebih terperinci

SOAL PENILAIAN AKHIR SEMESTER GANJIL TAHUN PELAJARAN 2017/2018. Mata Pelajaran : Prakarya dan KWU Kompetensi Keahlian : AP/TB/MM/KK/UPW

SOAL PENILAIAN AKHIR SEMESTER GANJIL TAHUN PELAJARAN 2017/2018. Mata Pelajaran : Prakarya dan KWU Kompetensi Keahlian : AP/TB/MM/KK/UPW PEMERINTAH PROVINSI BALI DINAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 1 TAMPAKSIRING Jl. DR. Ir. Soekarno, Desa Sanding, Kecamatan Tampaksiring Telp. (0361) 981 681 SOAL PENILAIAN AKHIR SEMESTER GANJIL

Lebih terperinci

RINGKASAN MATERI MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS III SEMESTER 2 PEMBELAJARAN 1 PECAHAN SEDERHANA

RINGKASAN MATERI MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS III SEMESTER 2 PEMBELAJARAN 1 PECAHAN SEDERHANA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS III SEMESTER 2 PEMBELAJARAN PECAHAN SEDERHANA. Pecahan - Pecahan Daerah yang diarsir satu bagian dari lima bagian. Satu bagian dari lima bagian artinya satu dibagi lima

Lebih terperinci

Jaringan kawat baja las untuk tulangan beton

Jaringan kawat baja las untuk tulangan beton Jaringan kawat baja las untuk tulangan beton 1. Ruang lingkup Standar ini meliputi definisi bentuk, juntaian, jenis, syarat bahan baku, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat lulus uji,

Lebih terperinci

STRUKTUR LIPATAN. Dengan bentuk lipatan ini,gaya-gaya akibat benda sendiri dan gaya-gaya luar dapat di tahan oleh bentuk itu sendiri

STRUKTUR LIPATAN. Dengan bentuk lipatan ini,gaya-gaya akibat benda sendiri dan gaya-gaya luar dapat di tahan oleh bentuk itu sendiri STRUKTUR LIPATAN Bentuk lipatan ini mempunyai kekakuan yang lebih dibandingkan dengan bentuk-bentuk yang datar dengan luas yang sama dan dari bahan yang sama pula. Karena momen energia yang didapat dari

Lebih terperinci

4.1 Bentuk Wajah Oval dan koreksinya Make-up style untuk bentuk wajah oval yaitu : Shading : Berbeda dengan karakter wajah yang lain, teknik shading

4.1 Bentuk Wajah Oval dan koreksinya Make-up style untuk bentuk wajah oval yaitu : Shading : Berbeda dengan karakter wajah yang lain, teknik shading 4.1 Bentuk Wajah Oval dan koreksinya Make-up style untuk bentuk wajah oval yaitu : Shading : Berbeda dengan karakter wajah yang lain, teknik shading yang dilakukan mengambil bagian atas kening dan daerah

Lebih terperinci

A. SEJARAH PERKEMBANGAN TABEL SISTEM PERIODIK

A. SEJARAH PERKEMBANGAN TABEL SISTEM PERIODIK A. SEJARAH PERKEMBANGAN TABEL SISTEM PERIODIK Sistem periodik adalah suatu tabel berisi identitas unsur-unsur yang dikemas secara berkala dalam bentuk periode dan golongan berdasarkan kemiripan sifat-sifat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) Cangkang kijing lokal yang diperoleh dari danau Teratai yang terdapat di Kec. Mananggu Kab. Boalemo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batubara merupakan bahan galian strategis dan salah satu bahan baku energi nasional yang mempunyai peran besar dalam pembangunan nasional. Informasi mengenai sumber

Lebih terperinci

BAB III HASIL STUDI LAPANGAN

BAB III HASIL STUDI LAPANGAN BAB III HASIL STUDI LAPANGAN A. Profil Masjid Baitur Rohim Masjid Baitur Rohim ini dibangun di atas tanah seluas 27 x 40 m² dengan lebar 24 meter dan panjang 30 meter. Serta dibangun tepat di sebelah barat

Lebih terperinci

Contoh Soal Gambar Teknik

Contoh Soal Gambar Teknik Contoh Soal Gambar Teknik 1. Apa perbedaan gambar rancangan dengan gambar kerja? Jawaban : Gambar rancangan sebagai bahan dasar yang kemudian menjadi gambar. sedangkan gambar kerja adalah gambar yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bagian pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas yang berada

Lebih terperinci

Identifikasi Jejak Hunian di Situs Song Agung: Kajian Awal atas Hasil Ekskavasi Bulan Maret 2002

Identifikasi Jejak Hunian di Situs Song Agung: Kajian Awal atas Hasil Ekskavasi Bulan Maret 2002 Identifikasi Jejak Hunian di Situs Song Agung: Kajian Awal atas Hasil Ekskavasi Bulan Maret 00 Oleh: J. A. Sonjaya a. Latar Belakang Pada tanggal -3 Maret 00 telah dilakukan ekskavasi di situs Song Agung,

Lebih terperinci

mystpt Panduan Mahasiswa Penggunaan Aplikasi Jl IKPN Bintaro No. 1, Pesanggrahan, Tanah Kusir, Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta 12330

mystpt Panduan Mahasiswa Penggunaan Aplikasi Jl IKPN Bintaro No. 1, Pesanggrahan, Tanah Kusir, Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta 12330 1 Panduan Mahasiswa Penggunaan Aplikasi mystpt Jl IKPN Bintaro No. 1, Pesanggrahan, Tanah Kusir, Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta 12330 SEKOLAH TINGGI PARIWISATA TRISAKTI PANDUAN MAHASISWA PENGGUNAAN APLIKASI

Lebih terperinci

JEJAK BUDAYA PENUTUR AUSTRONESIA PADA SITUS KAMPUNG FORIR, FAKFAK (The Last Vestiges of The Austronesian Culture in Kampung Forir Site, Fakfak)

JEJAK BUDAYA PENUTUR AUSTRONESIA PADA SITUS KAMPUNG FORIR, FAKFAK (The Last Vestiges of The Austronesian Culture in Kampung Forir Site, Fakfak) JEJAK BUDAYA PENUTUR AUSTRONESIA PADA SITUS KAMPUNG FORIR, FAKFAK (The Last Vestiges of The Austronesian Culture in Kampung Forir Site, Fakfak) Sri Chiirullia Sukandar Balai Arkeologi Jayapura, Jalan Isele,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Konsep, Konsepsi dan Prakonsepsi Konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek, misalnya benda-benda atau kejadian-kejadian yang mewakili kesamaan ciri khas

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI RANGKA MANUSIA SITUS GUA BALANG METTI, KABUPATEN BONE, SULAWESI SELATAN

IDENTIFIKASI RANGKA MANUSIA SITUS GUA BALANG METTI, KABUPATEN BONE, SULAWESI SELATAN IDENTIFIKASI RANGKA MANUSIA SITUS GUA BALANG METTI, KABUPATEN BONE, SULAWESI SELATAN Identification of Human Skeleton of Balang Metti Cave Site, District of Bone, South Sulawesi Fakhri Balai Arkeologi

Lebih terperinci

Elemen Elemen Desain Grafis

Elemen Elemen Desain Grafis Elemen Elemen Desain Grafis Desain grafis sebagai seni dekat dengan apa yang kita sebut sebagai keindahan (estetika). Keindahan sebagai kebutuhan setiap orang, mengandung nilai nilai subyektivisme. Oleh

Lebih terperinci

DASAR PROSES PEMOTONGAN LOGAM

DASAR PROSES PEMOTONGAN LOGAM 3 DASAR PROSES PEMOTONGAN LOGAM 1. PENGANTAR Pelat-pelat hasil produksi pabrik umumnya masih dalam bentuk lembaran yang ukuran dan bentuknya bervariasi. Pelat-pelat dalam bentuk lembaran ini tidak dapat

Lebih terperinci

UKURAN MORFOMETRIK KEKERANGAN DI TEMPAT PENDARATAN IKAN

UKURAN MORFOMETRIK KEKERANGAN DI TEMPAT PENDARATAN IKAN 1 UKURAN MORFOMETRIK KEKERANGAN DI TEMPAT PENDARATAN IKAN Eddy Soekendarsi 1) 1) Jurusan Biologi, FMIPA UNHAS ABSTRACT The research on the potency and the morphometric size of the bivalva at the fish landing

Lebih terperinci

PROSES SEKRAP ( (SHAPING) Paryanto, M.Pd. Jur. PT Mesin FT UNY

PROSES SEKRAP ( (SHAPING) Paryanto, M.Pd. Jur. PT Mesin FT UNY PROSES SEKRAP ( (SHAPING) Paryanto, M.Pd. Jur. PT Mesin FT UNY Mesin sekrap (shap machine) disebut pula mesin ketam atau serut. Mesin ini digunakan untuk mengerjakan bidang-bidang yang rata, cembung, cekung,

Lebih terperinci

GARIS PENGARUH REAKSI PERLETAKAN

GARIS PENGARUH REAKSI PERLETAKAN GARIS PENGARUH REAKSI PERLETAKAN BIDANG D AKIBAT BEBAN MATI BIDANG M GARIS PENGARUH REAKSI PERLETAKAN GARIS PENGARUH D AKIBAT BEBAN BERJALAN GARIS PENGARUH M CONTOH APLIKASI DI LAPANGAN BALOK JEMBATAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/4/PBI/2014 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 7/42/PBI/2005 TENTANG PENGELUARAN DAN PENGEDARAN UANG KERTAS RUPIAH PECAHAN 50.000 (LIMA PULUH

Lebih terperinci

Studi Simulasi dan Eksperimental Pengaruh Pemasangan Plat Bersudut Pada Punggung Sudu Terhadap Unjuk Kerja Kincir Angin Savonius

Studi Simulasi dan Eksperimental Pengaruh Pemasangan Plat Bersudut Pada Punggung Sudu Terhadap Unjuk Kerja Kincir Angin Savonius Studi Simulasi dan Eksperimental Pengaruh Pemasangan Plat Bersudut Pada Punggung Sudu Terhadap Unjuk Kerja Kincir Angin Savonius Rudi Hariyanto 1,*, Sudjito Soeparman 2, Denny W 2., Mega Nur S 2 1 Jurusan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Lokasi penelitian berada di sungai Brantas di mana pengambilan sampel dilakukan mulai dari bagian hilir di Kota Surabaya hingga ke bagian hulu di Kecamatan

Lebih terperinci