BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah

Transkripsi

1 15 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Daerah Bangunjiwo yang merupakan lokasi ini, merupakan salah satu desa di Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I Yogyakarta. Berdasarkan Peta Geologi Lembar Yogyakarta, skala 1: yang disusun oleh Rahardjo dkk, (1995) daerah ini termasuk dalam Formasi Sentolo dan Endapan Gunung Merapi Muda. Kedua formasi tersebut merupakan penyusun Perbukitan dan Dataran Bantul yang secara umum terdiri dari batugamping dan endapan aluvial vulkanik Gunung Merapi, dengan hubungan stratigrafi yang tidak selaras. Hasil awal pada lokasi tersebut didapatkan batuan vulkanik yang belum pernah diteliti secara detail sebelumnya. Pelamparan batuan vulkanik tersebut cukup luas sehingga dapat dipetakan dengan skala 1: Kedua hal ini kemudian dijadikan latar belakang utama. Pemilihan lokasi, didasarkan pada keberadaan batuan vulkanik yang diteliti. Pada lokasi tersebut, batuan vulkanik tersingkap dengan cukup baik sehingga mudah untuk diidentifikasi dan dipetakan. Selain itu, struktur geologi yang tidak terlalu kompleks juga mendukung terhadap aspek litologi dan stratigrafi satuan batuan tersebut. Dari segi keilmuan geologi, ini sangat penting karena belum pernah dilakukan pembahasan secara detail mengenai batuan vulkanik di lokasi tersebut. Penelitian mengenai litologi di daerah Kasihan yang sudah dilakukan, umumnya membahas mengenai batuan karbonat dan endapan vulkanik kuarter. Penelitian sebelumnya memiliki cakupan daerah yang luas dan tidak membahas secara detail lokasi ini. Oleh karena itu, hasil ini dapat berguna dari segi keilmuan geologi untuk memberikan informasi baru mengenai kondisi geologi terutama aspek litologi dan stratigrafi daerah dengan lebih detail. I.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang ini, dapat dirumuskan suatu permasalahan geologi tertentu. Permasalahan tersebut akan dibahas berdasarkan

2 16 salah satu bidang geologi yang membahas mengenai batuan vulkanik di daerah ini, yaitu bidang stratigrafi. Berikut adalah permasalahan terkait batuan tersebut berdasarkan pembahasan stratigrafi dalam arti sempit dan luas: 1. Bagaimana pemerian lapisan-lapisan termasuk karakteristik batuan vulkanik dan batuan karbonat yang berada di sekitarnya tersebut? 2. Bagaimana urutan dan persebaran batuan vulkanik dan batuan karbonat tersebut secara lateral maupun vertikal? 3. Bagaimana kejadian atau genesa batuan vulkanik dan batuan karbonat dalam ruang dan waktu? 4. Bagaimana hubungan stratigrafi batuan vulkanik tersebut terhadap batuan karbonat di sekitarnya? I.3. Maksud dan Tujuan Maksud ini adalah untuk mengetahui karakteristik litologi batuan vulkanik dan batuan karbonat, mengetahui persebaran lateral dan vertikal kedua satuan batuan tersebut, serta untuk mengetahui genesa batuan-batuan tersebut dalam ruang dan waktu. Tujuan ini adalah untuk menentukan hubungan stratigrafi antara satuan batuan vulkanik dengan satuan batuan batuan karbonat di lokasi. I.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari hasil ini adalah memberikan gambaran baru mengenai stratigrafi daerah yang berbeda dari informasi sebelumnya, sehingga dapat menjadi acuan untuk geologi selanjutnya di daerah yang sama. Manfaat lain adalah dapat digunakan sebagai informasi dasar untuk berbagai aplikasi yakni: perencanaan konstruksi teknik, tata guna lahan, penentuan sesumber, ataupun mitigasi bahaya geologi di daerah tersebut. Manfaat ini untuk aplikasi di bidang teknik adalah memberikan informasi dasar yang dapat digunakan dalam konstruksi teknik. Data karakteristik litologi dan persebaran satuan batuan dari daerah ini merupakan salah satu informasi penting dalam pembangunan pondasi konstruksi. Salah satu contoh aplikasi dari informasi ini adalah dalam pembangunan rumah penduduk. Daerah

3 17 yang sebagian besar digunakan sebagai area pemukiman ini merupakan wilayah yang masih terus berkembang dengan semakin bertambahnya perumahan penduduk. Pembangunan konstruksi teknik berupa perumahan ini membutuhkan informasi mengenai sifat keteknikan batuan di bawahnya. Dalam hal ini, batuan gunung api akan menunjukkan karakteristik sifat keteknikan yang berbeda dari batuan karbonat sehingga membutuhkan perhatian khusus. Selain itu, dalam pembangunan konstruksi teknik berupa jalan raya di lokasi membutuhkan teknik yang berbeda untuk jenis batuan yang berbeda. Sebagai contoh, batuan karbonat berupa wackestone yang mengandung mud cukup banyak akan memiliki karakteristik keteknikan yang berbeda dengan grainstone atau rudstone yang tidak mengandung mud. Penanganan yang sesuai pada litologi yang tepat akan menghasilkan konstruksi teknik yang baik. Manfaat ini untuk aplikasi dalam tata guna lahan terkait jenis litologi penyusun daerah tersebut. Area dengan litologi berupa batuan vulkanik harus dibedakan pemanfaatannya dengan area yang banyak disusun oleh batuan karbonat. Sebagai contoh, batuan vulkanik berupa konglomerat maupun breksi dengan tekstur matrix supported dan cukup tebal dapat menjadi suatu akuifer air tanah yang cukup baik dibandingkan batuan karbonat berupa batugamping. Dengan adanya cadangan air tanah yang dangkal, maka pada area tersebut akan sesuai apabila dikembangkan sebagai area pertanian maupun area pemukiman penduduk. Batuan karbonat yang cukup tebal dengan pelamparan luas dapat memiliki potensi sebagai bahan tambang, sehingga area yang banyak tersusun oleh batuan karbonat ini dapat dimanfaatkan sebagai area pertambangan. Manfaat lain dari ini adalah sebagai informasi dasar dalam pembuatan peta mitigasi bencana geologi. Adanya produk aliran massa berupa debris flow yang menghasilkan breksi andesit menunjukkan daerah tersebut pernah mengalami longsoran dari produk gunung api yang cukup besar. Proses geologi tersebut dapat kembali terjadi dengan intensitas yang sama maupun berbeda. Oleh sebab itu, dibutuhkan lebih lanjut untuk membuat peta mitigasi bencana geologi sehingga dapat segera disusun rancangan penanganan dari bencana tersebut. Melalui rencana mitigasi bencana tersebut diharapkan dapat mengurangi dampak negatif yang mungkin terjadi.

4 18 I.5. Keaslian Penelitian Daerah secara administratif berada di Desa Bangunjiwo dan sekitarnya, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Berdasarkan koordinat UTM 49 S, lokasi berada di antara N dan E. Luas daerah secara keseluruhan adalah 4,9 x 5,4 km 2. Lokasi tersebut dapat ditempuh menggunakan kendaraan bermotor dengan waktu sekitar 45 menit dari Kampus Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. Letak daerah tersebut dapat dilihat pada peta lokasi gambar 1.1. Gambar 1.1. Lokasi yakni di daerah Bangunjiwo, Kasihan, Bantul. Peta indeks ini disusun dari Peta RBI lembar Yogyakarta

5 19 Terkait dengan pembahasan mengenai litologi dan stratigrafi di area pemetaan tersebut, terdapat beberapa peneliti terdahulu yang juga membahas mengenai hal yang hampir sama di lokasi ini. Berdasarkan fokus utama, terdapat dua kategori peneliti terdahulu yakni: peneliti terdahulu untuk batuan tersier maupun batuan kuarter (tabel 1.1) dan peneliti terdahulu yang fokus membahas hanya batuan kuarter pada area tersebut. Tabel 1.1. Hasil terdahulu mengenai batuan tersier dan kuarter di lokasi yakni di daerah Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta yang dilakukan oleh Van Bemmelen (1949), Rahardjo dkk, (1995), dan Barianto (2009) Hasil Penelitian Litologi penyusun lokasi Formasi Sentolo Endapan aluvial Van Bemmelen, 1949 Daerah tersebut termasuk dalam Formasi Sentolo beds dan Aluvial. Formasi Sentolo berumur Miosen tengah (N9-N14), pada bagian atas tidak selaras dengan endapan aluvial berumur Holosen (N24)., pada bagian bawah selaras dengan formasi Jonggrangan. Formasi ini berupa batugamping berlapis yang banyak mengandung foraminifera. Endapan aluvial yang menyusun daerah tersebut merupakan hasil proses vulkanisme kuarter yang menutupi daerah Kulon Progo. Rahardjo dkk., 1995 Barianto, 2009 Daerah tersebut termasuk dalam Formasi Sentolo(Tmps) dan Endapan Gunung Merapi Muda(Qmi). Umur Formasi Sentolo Miosen Awal-Pliosen. Hubungan stratigrafi bagian bawah dengan Endapan Gunung Merapi Muda adalah tidak selaras, menjari dengan formasi jonggrangan, dan tidak selaras dengan formasi andesit tua di bawahnya. Formasi Sentolo tersusun atas batugamping dan batupasir napalan pada bagian bawah dan batugamping berlapis pada bagian atas. Formasi ini tersusun atas tuf, abu, breksi, agglomerat, dan leleran lava tidak terpisahkan yang berumur Kuarter (N24). Daerah tersebut termasuk dalam Formasi Sentolo, Endapan Gunung Merapi dan aluvial. Umur formasi Sentolo adalah Miosen awal (N4) sampai Pliosen (N21). Hubungan stratigrafi Formasi Sentolo dengan Formasi Andesit Tua dari Gunung Ijo adalah Selaras, menjari dengan Formasi Jonggrangan, dan tidak selaras dengan endapan aluvial. Di bagian paling atas Formasi Sentolo terdapat endapan aluvial merapi secara tidak selaras berumur kuarter.

6 20 Beberapa geologi terkait litologi dan stratigrafi batuan tersier dan kuarter yang pernah dilakukan di lokasi ini antara lain Van Bemmelen (1949), Rahardjo dkk, (1995), dan Barianto (2009). Hasil dari ketiga tersebut secara umum menyebutkan bahwa lokasi termasuk dalam Formasi Sentolo dan Endapan Aluvial. Penelitian- tersebut memiliki persamaan lokasi dan objek dengan yang akan dilakukan, namun terdapat beberapa aspek pembeda antara lain skala dan cakupan daerah, objek utama yang diteliti, serta metode yang digunakan (tabel 1.2). Tabel 1.2. Perbedaan terdahulu mengenai hubungan stratigrafi batuan tersier dan kuarter di lokasi pemetaan dengan yang dilakukan Perbedaan Daerah Objek Metode Van Bemmelen, 1949 Daerah di Indonesia secara umum, khususnya Pulau Jawa dan Sumatra. Kondisi geologi daerah secara umum, meliputi stratigrafi, tektonik, dan sejarah geologi. geologi, paleontologi foraminifera besar, dan petrografi. Rahardjo dkk, 1995 Provinsi D.I. Yogyakarta, Provinsi Jawa Tengah (Kab. Klaten) dan sekitarnya. Kondisi geologi daerah yang fokus pada jenis dan persebaran litologi penyusun daerah. geologi, paleontologi, dan petrografi. Barianto, 2009 Provinsi D.I. Yogyakarta dan sekitarnya. Kondisi geologi daerah, fokus pada stratigrafi batuan tersier dan struktur geologi. geologi, Remote sensing, paleontologi dan petrokimia. Mulyani, 2014 Daerah Bangunjiwo & sekitarnya, dengan luas kapling 4,9x5,4 km 2. Litologi yang tersingkap di permukaan, fokus pada batuan vulkanik. geologi, paleontologi, dan petrografi. Perbedaan utama hasil tersebut terdapat pada umur Formasi Sentolo dan hubungan stratigrafinya dengan Formasi lain. Di antara ketiga tersebut tidak ada yang menyebutkan secara spesifik mengenai keberadaan batuan vulkanik yang berasosiasi dengan batugamping Formasi

7 21 Sentolo. Batuan vulkanik yang umum dibahas adalah batuan yang berasal dari Formasi Andesit Tua dengan umur lebih tua, serta endapan vulkanik Gunung Merapi yang berumur lebih muda daripada Formasi Sentolo. Jadi, dapat dikatakan bahwa batuan vulkanik yang berasosiasi dengan batugamping di lokasi ini kemungkinan berasal dari sumber Gunung Api penyusun Formasi Andesit Tua atau dari Gunung Merapi. Penelitian geologi lain terkait litologi dan stratigrafi batuan kuarter yang pernah dilakukan di lokasi ini antara lain Mulyaningsih dkk, (2006), Sudrajat dkk, (2010), dan Marfai dkk, (2012). Pembahasan mengenai seluruh hasil tersebut dapat dilihat pada tabel 1.3. Tabel 1.3. Hasil terdahulu mengenai batuan kuarter di lokasi yakni di daerah Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta yang dilakukan oleh Mulyaningsih dkk, (2006), Sudrajat dkk, (2010), dan Marfai dkk, (2012) Hasil Penelitian Litologi penyusun lokasi Hasil Mulyaningsih dkk, 2006 Lahar dari Gunung Merapi Muda. Karakteristik lahar Gunung Merapi tahun 1969 di sekitar Sungai Bedog dengan jarak km dari puncak G.Merapi memiliki ukuran fragmen rata-rata 175 cm dan maksimal 425 cm, bentuk butir membulatmeruncing, arah penyirapan Tenggara- Barat Daya. Sudrajat dkk, 2010 Endapan fluviatil yang berumur Kuarter dan merupakan produk Gunung Merapi Baru, setelah Asosiasi endapan lahar Gunung Merapi dapat dibagi menjadi 5 unit yakni Kalikrasak dan Kaliworo (Merapi baru), Alap-alap (Merapi muda), Watulawang (Merapi dewasa), dan Watulawang (Merapi tua). Pra Merapi (G.Bibi) tanpa unit endapan lahar. Marfai dkk, 2012 Fasies Perbukitan Sentolo (gamping napalan) & fasies distal Gunung Merapi (konglomerat andesit). DAS Bedog menunjukkan fasies medial dan distal Gunung Merapi. Terjadi jatuhan awan panas, hujan abu, dan lahar pada fasies tersebut. Hasil dari ketiga tersebut secara umum menyebutkan bahwa batuan kuarter yang menyusun lokasi merupakan produk erupsi Gunung Merapi, dengan fokus pembahasan yang berbeda satu sam lain. Persamaan utama

8 22 tersebut adalah pembahasan mengenai lahar Gunung Merapi. Perbedaan dengan yang dilakukan terdapat pada cakupan wilayah, metode atau yang digunakan dan tujuan akhir yang ingin diperoleh (tabel 1.4). Tabel 1.4. Perbedaan batuan kuarter yang terdahulu di lokasi pemetaan dengan yang dilakukan Perbedaan Cakupan wilayah Tujuan Metode Mulyaningsih dkk, 2006 Daerah di Selatan Gunung Merapi yang termasuk di Kabupaten Sleman. Mengetahui model dan arah pengendapan material lahar serta dinamika pengendapan. Pengamatan fragmen bongkah meliputi ukuran, arah penyirapan, dan bentuk butir. Sudrajat dkk, 2010 Kawasan Gunung Merapi dan daerah di sekitarnya, Jawa Tengah. Mengetahui hubungan antara karakter lahar dengan evolusi letusan Gunung Merapi. Identifikasi komponen lahar, pengukuran stratigrafi, dan uji statistik kolom stratigrafi. Marfai dkk, 2012 Sepanjang DAS Bedog yakni di daerah Kabupaten Sleman dan Bantul. Memetakan fasies Gunung Merapi yang terletak di DAS Bedog. Pengambilan sampel secara acak dan pengamatan lithofasies langsung di lapangan. Mulyani, 2014 Daerah Bangunjiwo dan sekitarnya, luas kapling 4,9x5,4 km 2. Mengetahui hubungan stratigrafi batuan vulkanik dan batuan karbonat. geologi, paleontologi dan petrografi. Meskipun tidak banyak menyinggung mengenai hubungan stratigrafi endapan lahar tersebut, namun hasil tersebut dapat digunakan sebagai salah satu acuan dalam interpretasi batuan vulkanik di lokasi pemetaan, yakni diperkirakan dari Gunung Merapi. Secara umum, dapat disimpulkan bahwa daerah yang dijadikan lokasi pada ini hanya mencakup daerah yang relatif sempit dibandingkan cakupan daerah peneliti terdahulu. Skala peta yang akan digunakan pada ini lebih besar dibandingkan skala peta hasil peneliti terdahulu, sehingga mampu menunjukkan informasi yang lebih detail. Objek utama untuk

9 23 ini adalah litologi yang difokuskan pada batuan vulkanik dan hubungan stratigrafinya. Metode yang digunakan adalah pemetaan geologi, petrografi, dan paleontologi. I.6. Batasan Penelitian Pembahasan dalam ini dibatasi pada aspek spasial, objek, dan metode yang digunakan. 1. Secara spasial, ini dibatasi oleh cakupan daerah yang diteliti. Luas daerah adalah 4,9 x 5,4 km 2 yang berada di Desa Bangunjiwo dan sekitarnya, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Provinsi D.I. Yogyakarta. Penentuan cakupan daerah ini didasarkan pada lokasi persebaran batuan vulkanik yang menjadi objek utama dalam. Berdasarkan hasil reconnaisance diketahui bahwa batuan ini banyak tersebar di Desa Bangunjiwo sehingga daerah tersebut dijadikan sebagai area pusat. Perluasan area dilakukan untuk melihat persebaran lateral dan gambaran suksesi vertikal batuan karbonat yang berasosiasi dengan batuan vulkanik tersebut. Untuk mempermudah teknis pelaksanaan, bentuk area ini dijadikan persegi dengan panjang setiap sisi sekitar 5 km. 2. Objek yang diteliti pada daerah ini adalah litologi yang tersingkap di permukaan. Dalam pembahasannya, objek ini akan difokuskan pada karakteristik litologi yang berupa batuan vulkanik dan hubungan stratigrafinya dengan satuan litologi lain yakni batuan karbonat. 3. Metode yang digunakan pada ini dibagi menjadi dua bagian yakni pengambilan dan data. Batasan metode pengambilan data adalah melalui pemetaan geologi di permukaan. Metode data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif yang difokuskan pada interpretasi hasil pengamatan di lapangan, petrografi dan paleontologi.