PENGEMBANGAN MODEL FUNGSI KONSUMSI UNTUK KOMODITI PANGAN HEWANI (KASUS KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT) Jafrinur, Jum atri Yusri, dan Rahmi Wati

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN MODEL FUNGSI KONSUMSI UNTUK KOMODITI PANGAN HEWANI (KASUS KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT) Jafrinur, Jum atri Yusri, dan Rahmi Wati"

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN MODEL FUNGSI KONSUMSI UNTUK KOMODITI PANGAN HEWANI (KASUS KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT) Jafrinur, Jum atri Yusri, dan Rahmi Wati Abstrak Untuk dapat dicapai rata-rata tingkat konsumsi penduduk perkapita/hari sesuai tingkat konsumsi yang disarankan serta beragam bergizi dan berimbang dibutuhkan arah kebijakan yang terarah yang didasari kepada kondisi yang akurat di lapangan (Badan Bimas Ketahanan Pangan, 2006). Penelitian ini bertujuan untuk melihat fungsi konsumsi yang lebih spesifik untuk komoditi pangan hewani dengan mengeksplor variabel-variabel sosiodemografi dan pengetahuan konsumen akan gizi sebagai variabel yang diduga sangat menentukan tingkat konsumsi seseorang terhadap komoditi tersebut. Penelitian ini dilakukan di Kota Padang Provinsi Sumatera Barat. Dengan metoda pengumpulan data yang dipakai adalah metode survey. Untuk melihat bagaimana pengaruh variabel - variabel karakteristik rumahtangga terhadap perilaku permintaan untuk pangan hewani, model diatas dikembangkan dengan memasukkan variabel variabel karakteristik rumahtangga berupa pendidikan ibu, pekerjaan ibu dan jumlah anggota rumahtangga. Hasil penellitian menunjukkan bahwa keragaman permintaan rumahatangga di wilayah kota Padang terhadap daging sapi, broiler dan telur ayam ras, untuk analisis secara agregat untuk wilayah perkotaan dan pedesaan berturut-turut persen, persen dan persen. Terdapat perbedaan perilaku permintaan untuk komoditi daging sapi, broiler dan telur ayam ras antara rumahtangga yang karakteristik ibu rumahtangganya berbeda (pada penelitian ini, perbedaan tingkat pendidikan, pengetahuan akan gizi dan status (bekerja dan tidak bekerja). Untuk wilayah perkotaan, perbedaan perilaku permintaan terhadap daging sapi daging broiler dan telur ayam ras lebih disebabkan oleh variabel status ibu rumhatangga (bekerja dan tidak bekerja). Untuk wilayah perdesaan perbedaan perilaku permintaan terhadap daging sapi, daging broiler dan telur ayam ras lebih disebabkan oleh perbedaan variabel tingkat pendidikan ibu rumahtangga dan tingkat pengetahuan gizi ibu rumahtangga. Key Words : Pangan Hewani, Model AIDS 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang mendasar. Terpenuhinya pangan secara kualitas dan kuantitas merupakan hal yang sangat penting dan sebagai landasan bagi pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dalam jangka panjang. Perilaku konsumsi pangan merupakan salah satu indikator untuk menilai tingkat perkonomian rumahtangga maupun perekonomian secara nasional, bahkan menjadi salah satu indikator dalam menentukan Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index). Rumahtangga miskin menggunakan pendapatannya lebih dari separuh (50%) untuk konsumsi pangan (Rahmat et al. 1983; Soedjana,1996). Propinsi Sumatera Barat yang dikenal sebagai daerah yang masyarakatnya suka mengkonsumsi daging dengan menu rendang, dendeng, dan berbagai jenis makanan dari daging lainnya, ternyata tidak termasuk kedalam kelompok propinsi yang konsumsi daging segarnya diatas rata rata nasional, baik di wilayah pedesaaan maupun di wilayah perkotaan. Malahan ternyata jumlah konsumsi kalori dan khususnya konsumsi protein hewani masih di bawah standar konsumsi nasional. Kondisi pola konsumsi pangan masyarakat Propinsi Sumatera Barat terakhir yang dilaporkan dari hasil SUSENAS tahun 2005, masih dibawah target Pola Konsumsi Pangan (PKP) berdasarkan Pola Pangan Harapan (PPH) Tahun Konsumsi energi 1

2 baru mencapai 1.959,7 kkal/kap/hari atau 98% dari target tahun 2004 sebesar kkal/kap/hari. Dan rata - rata pencapaian konsumsi protein sebesar 46,15 gram atau 88.75% dari tingkat konsumsi yang disarankan. Tingkat konsumsi komoditas ternak di Kota Padang, yang masih di bawah tingkat konsumsi yang disarankan, sebagaimana terlihat pada Tabel 1 berikut : Tabel 1. Perbandingan Tingkat Konsumsi Komoditas Ternak Penduduk Kota Padang dengan Tingkat Konsumsi yang Disarankan Normal Gizi Nasional Sumber Protein Hewani Tingkat konsumsi komoditas ternak kg/kap/thn Daging 7,73 10,0 Telur 2,78 4,0 Susu 0,11 8,25 Total 10,62 22,25 Sumber : Dinas Pertanian Peternakan dan Kehutanan Kota Padang Tahun 2007 Tingkat konsumsi yang disarankan kg/kap/thn Dari beberapa sumber protein hewani, tingkat konsumsi tertinggi terdapat pada komoditas daging yaitu sebesar 7,73 kg/kap/thn, atau 72,79% dari total konsumsi komoditas ternak. Dari total konsumsi komoditas daging, daging broiler memberikan kontribusi terbesar (38,03%) (Dinas Pertanian Peternakan dan Kehutanan Kota Padang, 2007). Hal ini bisa jadi disebabkan karena harga daging broiler yang relatif lebih murah dari daging sapi. Akan tetapi dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada tahun pertama terlihat perbedaan dengan kondisi yang dipaparkan oleh dinas peternakan, dimana tingkat konsumsi protein hewani asal ternak di Kota Padang sudah melebihi tingkat yang disarankan oleh Widyakarya Pangan dan Gizi. Dimana tingkat konsumsi protein hewani penduduk Kota Padang secara aggregate, di wilayah perdesaan dan perkotaan berturut turut; 11.37, dan Tingkat konsumsi protein hewani asal ternak penduduk Kota Padang semakin meningkat dengan meningkatnya pendapatan. Untuk dapat dicapai rata-rata tingkat konsumsi penduduk perkapita/hari sesuai tingkat konsumsi yang disarankan serta beragam bergizi dan berimbang dibutuhkan arah kebijakan yang terarah yang didasari kepada kondisi yang akurat di lapangan (Badan Bimas Ketahanan Pangan, 2006). Untuk itu diperlukan informasi yang akurat dan komprehensif tentang perilaku konsumsi masyarakat mengenai faktor faktor yang menentukan jumlah konsumsi. Teori permintaan konvensional yang menyatakan bahwa permintaan terhadap suatu barang terutama dipengaruhi oleh harga barang yang bersangkutan, harga barang lain dan pendapatan tidak bisa lagi dipakai sebagai acuan pada perilaku permintaan untuk komoditi pangan. Penelitian tahun kedua ini mencoba untuk membuat fungsi konsumsi yang lebih spesifik untuk komoditi pangan hewani dengan mengeksplor variabel-variabel sosiodemografi dan pengetahuan konsumen akan gizi sebagai variabel yang diduga sangat menentukan tingkat konsumsi seseorang terhadap komoditi tersebut. Sehingga diharapkan hasil penelitian ini akan mengungkapkan faktor apa yang sangat menentukan konsumsi seseorang untuk komoditi pangan sumber protein hewani Masalah Penelitian Terpenuhinya pangan secara kualitas dan kuantitas merupakan hal yang sangat penting dan sebagai landasan bagi pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dalam jangka panjang. Dalam rangka mencerdaskan bangsa atau meningkatkan kualitas sumberdaya manusia Indonesia, terpenuhinya pangan dari sisi kualitas adalah hal yang sangat krusial. Dimana dari sisi kualiats diukur dengan tingkat kecukupan gizi yang 2

3 diasup. Menurut rumusan hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) VII tahun 2004, rata rata kecukupan energi dan protein penduduk Indonesia untuk dapat hidup sehat adalah berturut turut senilai 2000 kkal dan 52 gram/kap/hari.(badan Bimas Ketahanan Pangan Propinsi Sumatera Barat, 2006). Untuk tujuan yang sama dari waktu ke waktu telah banyak dilakukan penelitian tentang perilaku konsumsi terhadap pangan sumber protein hewani. Perilaku konsumsi ditunjukkan oleh respon permintaan terhadap variabel variabel yang menentukan jumlah konsumsi dengan menduga nilai elastisitas permintaan untuk komoditi pangan hewani. Untuk mendapatkan nilai elastistas tersebut dibangun model fungsi permintaan untuk komoditi pangan hewani dengan memasukkan variabel variabel yang diduga mempengaruhi jumlah konsumsi yang diturunkan dari teori permintaan, yaitu variabel harga komoditi yang bersangkutan, harga komoditi lain yang berhubungan dengan komoditi yang dimaksud yaitu harga barang substitusi dan komplemennya serta tingkat pendapatan rumahtangga. Penelitian yang dilakukan oleh Jafrinur (2006) tentang perilaku konsumen rumah tangga dalam mengonsumsi beberapa jenis daging di Propinsi Sumatera Barat berbeda antara wilayah perkotaan dan perdesaan dan antara strata pendapatan (rendah, sedang, tinggi). Rumah tangga di wilayah perkotaan mempunyai pengeluaran dan konsumsi daging yang lebih tinggi dari pada rumahtangga di wilayah perdesaan. Rumah tangga pada strata pendapatan yang lebih tinggi mempunyai pengeluaran daging yang lebih tinggi dari pada rumah tangga dengan strata pendapatan yang lebih rendah baik di perkotaan maupun perdesaan. Harga daging sapi, daging ayam ras dan daging ayam kampung tidak berpengaruh terhadap pangsa pengeluaran rumah tangga terhadap masing-masing jenis daging, baik di perkotaan maupun perdesaan, pada semua strata pendapatan. Elastisitas harga daging sendiri nilainya < 1 (bersifat inelastis) untuk semua jenis daging, wilayah dan strata pendapatan. Elastisitas harga daging silang umumnya mempunyai nilai < 1 (bersifat inelastis). Elastisitas pengeluaran (pendapatan) mempunyai nilai > 1 (bersifat elastis) untuk semua jenis daging, wilayah dan strata pendapatan. Penelitian yang dilakukan oleh Suhaimi (2005) menunjukkan bahwa permintaan telur itik di Kota Padang yang berfluktuasi peningkatannya tiap tahun dipengaruhi oleh beberapa variabel antara lain harga telur itik, harga telur ayam buras, harga ikan, dan pendapatan perkapita penduduk Kota Padang. Peningkatan pendapatan penduduk meningkatkan permintaan terhadap telur itik. Hasil penelitian Herawati (2007) menunjukkan permintaan konsumen rumahtangga wilayah perdesaan terhadap daging ayam ras di Sumatera Barat dipengaruhi oleh harga daging ayam ras itu sendiri, pendapatan rumahtangga dan harga barang lain yaitu harga ikan laut sebagai barang komplemen. Nilai elastisitas permintaan meliputi elastisitas harga dan elastisitas pendapatan bersifat inelastis baik untuk analisis secara agregat maupun analisis secara disagregat. Dengan demikian penelitian ini mencoba untuk membuat fungsi konsumsi untuk komoditi pangan hewani dengan memasukkan variabel variabel sosiodemografi dan pengetahuan konsumen akan gizi sebagai variabel yang diduga sangat menentukan tingkat konsumsi seseorang terhadap komoditi tersebut. Sehingga diharapkan hasil penelitian ini akan mengungkapkan faktor apa yang sangat menentukan konsumsi seseorang untuk komoditi pangan sumber protein hewani Tujuan Penelitian Melihat faktor yang mempengaruhi fungsi konsumsi untuk komoditi pangan hewani dengan memasukkan variabel variabel sosiodemografi dan pengetahuan konsumen akan gizi sebagai variabel. 3

4 II. METODOLOGI PENELITIAN Untuk mendapatkan tujuan dari penelitian ini ada 2 analisis yang dilakukan : (1) analisis deskriptif, digunakan untuk melihat keragaman pola konsumsi pangan hewani, (2) analisis ekonometrika, digunakan untuk menjelaskan respon permintaan terhadap perubahan harga sendiri, harga komoditas lain dan perubahan pendapatan dan pengaruh karakteristik rumahtangga dan tingkat pengetahuan tentang gizi masyarakat Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Padang Provinsi Sumatera Barat. Dengan metoda pengumpulan data yang dipakai adalah metode survey. Teknik pengambilan sample yang digunakan adalah Multistage Random Sampling dua tahap. Pada tahap I ditentukan kecamatan terpilih yaitu kecamatan yang termasuk wilayah perkotaan dan wilayah pedesaan. Wilayah perkotaan terdiri dari 6 kecamatan yaitu Kecamatan Padang Timur, Padang Barat, Padang Utara, Nanggalo, Padang Selatan dan Lubuk Begalung sedangkan untuk wilayah pedesaan terdiri dari 5 kecamatan yaitu Kecamatan Koto Tangah, Bungus Teluk Kabung, Lubuk Kilangan, Kuranji dan Pauh. Pada tahap II dari wilayah perkotaan dan pedesaan pada kecamatan terpilih ditentukan jumlah rumahtangga yang akan menjadi sampel penelitian. Jumlah sample penelitian ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin. Formulasi Slovin yang digunakan adalah sebagai berikut : N n = (Umar, 1998) 2 1+ N( e) dimana : n = Ukuran sampel penelitian N = Populasi yang dalam penilitian ini diwakili oleh jumlah RT di kota Padang e = margin error dalam penelitian ini digunakan 10% Berdasarkan rumus tersebut maka jumlah responden dalam penelitian ini adalah : n = (0.01) n = n 400 orang Jumlah sampel penelitian untuk masing masing wilayah ditentukan secara proporsional, yaitu 214 untuk wilayah pedesaan dan 186 untuk wilayah perkotaan. Penelitian ini dilaksanakan selama 2 tahun, mulai Maret 2009 sampai dengan Oktober 2009 dan Maret 2010 sampai Oktober tahun Spesifikasi model analisis adalah tahap awal yang harus dilakukan dalam setiap penelitian yang menggunakan metoda ekonomerika. Model yang dibuat haruslah merupakan suatu abstraksi yang sesuai dengan keadaan sebenarnya dari fakta yang dianalisis. Model matematika yang akan digunakan adalah aproksimasi linear dari Model Almost Ideal Demand System (AIDS). Dipilihnya model ini karena model sistem permintaan lebih mampu mengadopsi fenomena perilaku konsumen dalam mengonsumsi suatu komoditi, dimana komoditi yang dikonsumsi rumahtangga bermacam macam dan saling terkait satu dengan yang lainnya. Keputusan untuk mengkonsumsi sejumlah suatu jenis komoditi akan berpengaruh pada tingkat konsumsi untuk komoditi lainnya. Fenomena perilaku konsumen inilah yang dikembangkan oleh Deaton dan Muelbauer dengan suatu model yang dikenal dengan nama model Almost Ideal Demand System (AIDS), dimana perilaku permintaan untuk suatu jenis komoditi dinyatakan dalam share atau pangsa pengeluaran pendapatannya untuk komoditi yang bersangkutan. 4

5 Berdasarkan tujuan penelitian yaitu untuk melihat bagaimana pengaruh variabel - variabel karakteristik rumahtangga terhadap perilaku permintaan untuk pangan hewani, model diatas dikembangkan dengan memasukkan variabel variabel karakteristik rumahtangga berupa pendidikan ibu, pekerjaan ibu dan jumlah anggota rumahtangga. Sehingga model matematika yang akan digunakan adalah aproksimasi linear dari model Almost Ideal Demand System (AIDS) yaitu sebagai berikut : W i = a0 + a1wi + log + log x j c P b * + d1 D1 + d 2 D2 + d 3 D3 + ij j i i i i p c j j + j 1ijD1 logpj c j 2ijD2 logpj c ijd logp c ijd logp j 3 3 j log x * 2 2 log x f D * f3 D3 log x f i D + i + i * + v1 p p p Keterangan : Wi = Proporsi pengeluaran pangan hewani ke-i terhadap total pengeluaran pangan hewani (i = 1, 2, 3, 4) Pj = Harga agregat dari komoditi pangan hewani ke-j (j = 1, 2, 3, 4) JK = Jumlah anggota keluarga x = Total pengeluaran pangan hewani rumah tangga p* = Indeks stone D 1 = Dummy Pendidikan; D 1 = 1 : Pendidikan tinggi D 1 = 0 : lainnya D 2 = Dummy pekerjaan ibu D 2 = 1 : Jika ibu bekerja D 2 = 0 : Jika tidak bekerja D 3 = Dummy Pengetahuan tentang gizi D 1 = 1 : Jika skor pengetahuan tentang gizi ibu tinggi D 3 = 0 : Jika skor pengetahuan tentang gizi ibu rendah a-c = Parameter regresi berturut turut untuk intersep pengeluaran dan harga agregat untuk masing masing komoditas Untuk menjamin agar asumsi maksimasi kepuasan tidak dilanggar, maka terdapat tiga restriksi yang harus dimasukkan ke dalam model, yaitu restriksi aditivitas, homogenitas dan simetri. Berturut turut ketiga restriksi itu adalah sebagai berikut : Aditivitas : Σ i a i = 1, Σ i c ij = 0, Σ i b i = 0 Homogenitas : Σ i c ij = 0 Simetri : C ij = C ji 3.2. Metode Pendugaan Model Model permintaan diduga dengan metode Seemingly Unrelated Regression dengan menggunakan perangkat lunak Statistical Analysis System/Econometric Time Series (SAS/ETS). Uji F digunakan untuk melihat kesesuaian model permintaan secara keseluruhan, sedangkan uji-t digunakan untuk melihat nyata atau tidaknya pengaruh suatu peubah pada tiap persamaan dalam model. Untuk pengujian restriksi homogenitas dan restriksi simetri dilakukan dengan uji F dari hasil pendugaan metode SUR karena diuji secara simultan. Sedangkan untuk pengujian restriksi aditivitas tidak dilakukan, karena sudah terpenuhi secara tidak langsung di dalam model permintaan yang digunakan. 5

6 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pendugaan Parameter Model Permintaan Pangan Hewani Asal Ternak Pengujian Restriksi Pengujian terhadap restriksi homogenitas dan simetris ditolak. Penolakan terhadap syarat homogenitas dan simetris tidak berarrti bahwa model permintaan yang didapatkan tidak berguna. Secara teoritis memang seharusnya restriksi-restriksi tersebut dapat diterima dalam model permintaan LA AIDS, karena model ini diturunkana dari teori preferensi konsumen. Akan tetapi dalam penerapannya tidak selalu demikian, dari beberapa penelitian yang membangun model LA AIDS untuk model permintaan komoditi pangan diantaranya: Kemalawati (1999), Nugraha (2001) dan Lumbantobing (2005), hasil pendugaan modelnya juga mendapatkan persyaratan restriksi homogenitas dan simetris ditolak. Penolakan terhadap restriksi homogenitas dan simetris bisa saja terjadi karena kondisi ketersediaan data, kita dapat saja melakukan pemaksaan terhadap kondisi-kondisi diatas ke dalam model permintaan, sehingga model yang diperoleh sesuai dengan teori preferensi konsumen (Daud, 1986 dalam Lumbantobing, 2005) Nilai Koefisien Determinasi Hasil pendugaan fungsi permintaan untuk tiga komoditi pangan hewani asal ternak yaitu daging sapi, daging broiler dan telur ayam ras disajikan pada Lampiran 1. Nilai koefisien determinasi model berturut turut untuk analisis secara agregat, berdasarkan wilayah perdesaan dan perkotaan adalah 0.23, 0.84 dan Dengan demikian untuk analisis secara agregat, keragaman proporsi pengeluaran untuk daging sapi, daging broiler dan telur ayam ras hanya 23% disebabkan oleh variabel-variabel yang dimasukkan sebagai variabel penjelas yaitu harga daging sapi, harga daging broiler, harga telur ayam ras, pendapatan, karakteristik ibu rumahtangga berupa: tingkat pendidikan, pengetahuan akan gizi dan status antara bekerja dan tidak bekerja, 20% untuk wilayah perkotaan dan.84% untuk wilayah perdesaan. Hal yang menarik terungkap bahwa untuk analisis secara agregat dan di wilayah perkotaan, kontribusi variabel - variabel yang dimasukkan ke dalam model yaitu variable harga, pendapatan, karakteristik rumahtangga( pendidikan ibu rumahtangga, status ibu rumahtangga antara bekerja dan tidak bekerja serta pengetahuan ibu rumahtangga terhadap gizi relatif kecil yaitu hanya 23% dan 20%, berarti keragaman konsumsi rumahtangga terhadap daging sapi, daging broiler dan telur ayam ras lebih ditentukan oleh variabel lain yang belum dimasukkan ke dalam model. Namun untuk wilayah perdesaan kontribusi variabel harga, pendapatan, pendidikan ibu, status ibu (bekerja dan tidak bekerja) serta pengetahuan ibu akan gizi cukup besar terhadap keragaman konsumsi daging sapi, broiler dan telur ayam ras yaitu 84%. Variabel karakteristik ibu rumahtangga ternyata berpengaruh terhadap perilaku konsumi untuk daging sapi, daging broiler dan telur ayam ras. Penemuan ini sesuai dengan harapan dimana tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari variabel-variabel yang diduga berpengaruh terhadap tingkat konsumsi komoditi sumber protein hewani asal ternak. Karena hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa variabel-variabel ekonomi seperti harga-harga dan pendapatan memberikan kontribusi yang kecil terhadap variasi konsumsi rumah tangga terhadap komoditi yang dimaksud (Jafrinur, 2006, Jafrinur et al, 2007 dan Yusri et al, 2007). Berpengaruhnya variabel karakteristik rumahtangga ditunjukkan oleh signifikannya pengaruh variable-variabel tersebut di dalam model serta relatif lebih tingginya nilai koefisien determinasi model yang memasukkan variable karakteristik ibu rumahtangga dibandingkan nilai koefisien 6

7 determinasi model yang tidak memasukkan variabel karakteristik ibu rumahtangga sebagai variabel penjelas. Tabel 2. Perbandingan Nilai Koefisien Determinanasi (R 2 ) Analisis R 2 model tanpa dummy R 2 model dengan memasukkan dummy Secara agregate Perdesaan Perkotaan Sumber : Hasil penelitian (2010) Pengaruh Variabel Penjelas Terhadap Konsumsi Daging Sapi Pengaruh variabel penjelas analisis secara agregate Analisis secara agregate menunjukkan dari tujuh variabel yang diduga berpengaruh terhadap keragaman konsumsi daging sapi di Kota Padang, ternyata hanya ada tiga variabel yang signifikan pengaruhnya yaitu harga daging broiler, tingkat pendidikan ibu rumahtangga dan status ibu rumahtangga. Harga daging sapi itu sendiri, pendapatan rumahtangga dan pengetahuan ibu rumahtangga terhadap gizi tidak signifikan pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi rumahtangga. Variabel karakteristik ibu rumahtangga yang dalam hal ini merupakan variable dummy bisa berpengaruh terhadap tingkat konsumsi (variable dependent) dalam dua bentuk yaitu pada interceptnya (nilai kosntanta α) dan koefisien kemiringan garis. (nilai β). Perbedaan pada intercept menunjukkan adanya perbedaan pada autonomous antara persamaan konsumsi untuk rumahtangga yang kondisi karakteristik ibu rumahtangganya berbeda. Sedangkan perbedaan pada nilai β menunjukkan adanya perbedaan pada marginal, artinya ada perbedaan dalam perubahan jumlah konsumsi pada rumahtangga yang karakteristik ibu rumahtangga berbeda jika terjadi perubahan pada variabel-variabel penjelas yang bersifat kuantitatif, dalam penelitian ini variabel harga-harga dan pendapatan. (Yuwono, 2005). Untuk varaibel pendidikan ibu rumahtangga, signifikan baik pada nilai autonomousnya (nilai konstanta d 1 ) maupun pada nilai marginlnya jika. harga daging sapi berubah. Untuk rumahtangga yang ibu pendidikan ibu rumahtangga SMA kebawah, nilai intercepnya adalah dan untuk rumahtangga yang pendidikan ibu rumahtangga sarjana nilai intercepnya adalah sebesar Pada rumahtangga yang pendidikan ibunya SMA ke bawah, perubahan daging sapi tidak signifikan pengaruhnya terhadap konsumsi daging sapi akan tetapi pada rumahtangga yang pendidikan ibu rumahtangga sarjana, perubahan harga daging sapi signifikan pengaruhnya dengan nilai koefisien regresi sebesar Artinya pada rumahtangga yang pendidikan ibunya sarjana jika harga daging sapi naik, proporsi pengeluaran untuk daging sapi akan turun sebesar1.29. Perubahan tingkat konsumsi terhadap daging sapi jika harga daging broiler berubah akan berbeda antara rumahtangga yang ibunya bekerja dan tidak bekerja. Pada rumahtangga yang ibu rumahtangga bekerja, perubahan harga daging broiler sebesar 1 unit akan berdampaka pada penurunan proporsi pengeluaran untuk daging sapi sebesar unit, sedangkan pada rumahtangga yang ibunya tidak bekerja, peningkatan harga daging broiler sebesar 1 unit akan berdampak pada meningkatnya proporsi pengeluaran untuk daging sapi sebesar unit. Dengan demikian ada perbedaaan sifat hubungan antara daging sapi dengan broiler antara rumahtanggga yang ibunya bekerja dengan rumahtangga yang ibunya tidak bekerja. Pada rumahtangga yang ibunya bekerja, nilai koefisien regresi yang bertanda negatif menunjukkan hubungan antara daging sapi 7

8 dengan broiler bersifat komplemen Sedangkan pada rumahtangga yang ibunya tidak bekerja hubungan antara daging sapi dan broiler bersifat komplemen. Pengaruh variabel penjelas di wilayah perdesaan Untuk wilayah perdesaan, ada enam variabel yang signifikan pengaruhnya terhadap keragaman tingkat konsumsi rumahtangga terhadap daging sapi, yaitu: harga daging sapi itu sendiri, harga daging broiler, harga telur ayam ras, pendapatan, pendidikan ibu rumahtangga dan pengetahuan ibu rumahtangga terhadap gizi. Hanya ada satu variabel yang tidak signifikan pengaruhnya yaitu status ibu rumahtangga. Untuk variabel tingkat pendidikan ibu rumahtangga, pengaruhnya signifikan baik untuk nilai autonomousnya maupun nilai koefisien regresinya untuk variabel harga-harga dan pendapatan.nilai autonomous untuk rumahtangga yang ibunya sarjana sebesar dan untuk rumahtangga yang pendidikan ibunya SMA ke bawah hanya Artinya pada kondisi yang sama, tingkat konsumsi daging sapi rumahtangga yang ibunya sarjana lebih tinggi unit daripada rumahtangga. Yang pendidikan ibunya SMA ke bawah. Jika harga daging sapi meningkat sebesar 1 unit, konsumsi terhadap daging sapi akan turun sebesar pada rumahtangga yang pendidikan ibunya sarjana dan pada rumahtangga yang pendidikan ibunya SMA ke bawah konsumsi akan turun sebesar Hubungan antara daging sapi dan daging broiler bersifat substitusi baik pada rumahtangga yang pendidikan ibunya sarjana maupun pada rumahtangga yang pendidikan ibunya SMA ke bawah. Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien regresi untuk harga daging broiler yang positif. Jika harga daqing broiler meningkat, 1 unit, proporsi pemngeluaran untuk daging sapi akan meningkat sebesar unit pada rumahtangga yang pendidikan ibunya SMA ke bawah dan pada rumahtangga yang pendidikan ibunya sarjana. Hubungan antara daging sapi dan telur ayam ras berbeda antara rumahtangga yang ibunya sarjana dengan rumahtangga yang pendidikan ibunya SMA ke bawah. Pada rumahtangga yang pendidikan ibunya sarjana, daging sapi dan telur ayam ras bersifat komplemen, karena nilai koefisien regresinya bertanda negatif. Jika harga telur ayam ras naik 1 unit, proporsi pengeluaran untuk daging sapi akan turun sebesar Sedangkan hubungan antara daging sapi dan telur ayam ras bersifat substitusi pada rumahtangga yang pendidikan ibunya SMA kebawah, hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien regresinya yang bertanda positif. Jika harga telur ayam ras naik 1 unit, proporsi pengeluaran untuk daging sapi akan meningkat sebesar Variabel tingkat pengetahuan ibu akan gizi memberikan pengaruh secara autonomous dimana proporsi pengeluaran untuk daging sapi rumahtangga di wilayah perdesaan yang tingkat pengetahuan ibunya akan gizi yang terkategori tinggi lebih tinggi sebesar daripada rumahtangga yang pengetahuan ibunya akan gizi yang terkategori rendah. Variabel tingkat pengethuan gizi ibu rumahtangga hanya memberikan perbedaan pada koefisien regresi untuk perubahan harga daging sapi. Jika harga daging sapi naik, proporsi pengeluaran untuk daging sapi akan turun sebesar pada rumahtangga yang pengetahuan gizi ibu rumahtangganya tergolong tinggi dan pada rumahtangga yang pengetahuan gizi ibu rumahtangganya tergolong rendah. Namun perbedaan tingkat pengetahuan Ibu rumahtangga terhadap gizi tidak memberikan perbedaan pada koefisien regresi jika terjadi perubahan pada harga daging broiler, harga telur ayam ras berubah dan pendapatan. Di wilayah perdesaan tidak terjadi perbedaan perilaku dalam mengkonsumsi daging sapi antara rumahtangga yang ibunya bekerja dengan rumahtangga yang ibunya tidak bekerja. 8

9 Pengaruh variabel penjelas di wilayah perkotaan Di perkotaan, perbedaan pendidikan ibu rumahtangga tidak memberikan perbedaan pada perilaku konsumsi daging sapi rumahtangga baik secara autonomous maupun secara marginal kecuali jika terjadi perubahan pada harga telur ayam ras. Jika harga telur ayam ras meningkat sebesar 1 unit, proporsi pengeluaran rumahtangga untuk daging sapi akan turun sebesar unit pada rumahtangga yang pendidikan ibu rumahtangganya SMA kebawah dan turun sebesar unit pada rumahtangga yang pendidikan ibunya. Perbedaan status ibu rumahtangga yaitu antara yang bekerja dan tidak bekerja memberikan dampak pada perilaku konsumsi daging sapi rumahtangga. Perbedaan status ibu rumahtangga memberikan perbedaan pada nilai autonomous. Pada rumahtangga yang ibunya bekerja, proporsi pengeluaran untuk daging sapi lebih tinggi unit daripada rumahtangga yang ibunya tidak bekerja. Perbedaan status ibu rumahtangga hanya memberikan perbedaan nilai marginal jika harga daging sapi berubah. Jika harga daging sapi naik 1 unit, proporsi pengeluaran untuk daging sapi akan turun sebesar pada rumahtangga yang ibunya bekerja dan meningkat sebesar pada rumahtangga yang ibunya tidak bekerja. Pengaruh Variabel Penjelas Terhadap Konsumsi Daging Broiler Pengaruh variabel penjelas analisis secara agregat Analisis secara aggregate menunjukkan bahwa ada enam buah variabel penjelas yang signifikan pengaruhnya terhadap permintaan daging broiler yaitu: harga daging sapi, harga daging roiler, harga telur ayam ras, pendapatan, variabel pendidikan dan status ibu rumahtangga (bekerja dan tidak bekerja). Signifikannya pengaruh variabel pendididkan dan sattus ibu rumahtangga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan perilaku permintaan terhadap daging boriler antara rumahtangga yang pendidikan ibu rumahtangga sarjana dan SMA ke bawah demikian juga halnya antara rumahtangga yang ibunya bekrja dan tidak bekerja. Secara aggregate di Kota padang. Tidak terdapat perbedaan perilaku permintaan terhadap daging broiler antara rumahtangga yang pengetahuan gizi ibu rumahtangganya tinggi dan rendah. Varibel pendidikan ibu rumahtangga berpengaruh pada nilai autonomousnya dan nilai MPC jika terjadi perubahan pada harga daging sapi. Tidak terdapat perbedaan pada nilai MPC jika harga daging broiler dan pendapatan berubah antara rumahtangga yang pendidikan ibu rumahtangganya sarjana dan SMA ke bawah. Variabel status ibu rumahtangga berpengaruh pada nilai MPC jika harga daging broiler, harga telur ayam ras dan pendapatan rumahtangga berubah. Pengaruh variabel penjelas di wilayah perdesaan Untuk wilayah perdesaan ada enam variabel penjelas yang signifikan pengaruhnya terhadap permiintaan daging broiler rumahtangga, yaitu: harga daging sapi, harga daging broiler, harga telur ayam ras, pendapatan rumahtangga, variabel pendidikan dan tingkat pengetahuan gizi ibu rumahtangga. Berpengaruhnya variabel pendidikan dan tingkat pengetahuan gizi ibu rumahtangga menunjukkan bahwa du wilayah perdesaan, terdapat perbedaan perilaku permintaan terhadap daging broiler antara rumahtangga yang ibu rumahtangganya berpendidikan sarjana dan SMA ke bawah. Demikian juga halnya antara rumahtangga yang tingkat pengetahuan gizi ibu rumahtangganya berbeda. Tidak terdapat perbedaan perilaku permintaan terhadap daging broiler anatara rumahtangga yang ibunya bekerja dan tidak bekerja di wilayah perdesaan. 9

10 Variabel pendidikan ibu rumahtangga berpengaruh pada nilai autonomous dan MPC terhadap daging broiler jika terjadi perubahan pada: harga daging broiler, harga telur ayam ras dan pendapatan rumahtangga. Perbedaan tingkat pengetahuan gizi ibu rumahtangga berpengaruh pada nilai autonomous dan MPC terhadap daging broiler jika terjadi perubahan pada: harga daging sapi. Tidak terdapat perbedaan pada nilai MPC terhadap daging broiler antara rumahtangga yang tingkat pengetahuan gizi ibu rumahtangga berbeda di wilayah perdesaan jika harga daging broiler itu sendiri dan pendapatan rumahtangga berubah. Pengaruh variabel penjelas di wilayah perkotaan Untuk wilayah perkotaan, hanya ada dua variabel penjelas yang signifikan pengaruhnya terhadap permintaan daging broiler rumahtangga, yaitu harga telur ayam ras dan variabel status iburumahtangga (bekerja dan tidak bekerja). Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan perilaku permintaan terhadap daging broiler antara rumahtangga yang ibu rumahtangganya bekerja dan tidak bekerja. Dimana perbedaan pada nilai autonomous dan nilai MPC terhadap daging broiler jika terjadi perubahan pada harga telur ayam ras dan pendapatan rumahtangga. Tidak terdapat perbedaan nilai MPC terhadap daging broiler antara rumahtanggayang ibu rumahtangganya bekerja dan tidak bekerja jika harga daging broiler berubah.. Pengaruh variabel penjelas Terhadap Konsumsi Telur Ayam Ras Pengaruh variabel penjelas analisis secara agregat Analisis secara agregat menunjukkan ada lima variabel yang signifikan pengaruhnya terhadap permintaan telur ayam ras yaitu harga telur ayam ras itu sendiri, harga daging broiler, tingkat pendidikan ibu rumahtangga, tingkat pengetahuan gizi ibu rumahtangga dan status ibu rumahtangga (bekerja dan tidak bekerja). Berarti secara agregat terdapat perbedaan perilaku permintaan terhadap telur ayam ras antara rumahtangga yang ibunya bekerja dan tidak bekerja. Perbedaan ketiga karakteristik ibu rumahtangga tsb memberikan perbedaan pada nilai MPC terhadap telur ayam ras. Terdapat perbedaan nilai MPC terhadap telur ayam ras jika harga telu ayam ras berubah antara rumahtangga yang pendidikan ibu rumahtangganya sarjana dan SMA kebawah dan antara rumahtangga yang ibunya bekerja dan tidak bekerja. Tidak terdapat perbedaan pada nilai MPC terhadap telur ayam ras jika terjadi perubahan pada pendapatan rumahtangga. Pengaruh variabel penjelas di wilayah perdesaan Untuk wilayah perdesaan, ada enam variabel penjelas yang signifikan pengaruhnya terhadap permintaan telur ayam ras, yaitu: harga telur ayam ras itu sendiri, harga daging sapi, harga daging broiler, pendapatan, variabel pendidikan ibu rumahtangga dan tingkat pengetahuan gizi ibu rumahtangga. hal ini menunjukkan di wilayah perdesaan terdapat perbedaan perilaku permintaan terhadap telur ayam ras antara rumahtangga yang pendidikan ibunya sarjana dan SMA ke bawah dan antara rumahtangga yang tingkat pengetahuan gizi ibu rumahtangga yang berbeda. Tidak terdapat perbedaan perilaku permintaan terhadap telur ayam ras di wilayah perdesaan antara rumahtangga yang ibu bekerja dan tidak bekerja. Perbedaan tingkat pendidikan ibu rumahtangga memberikan perbedaan pada nilai autonomous dan nilai MPC terhadap telur ayam ras jika terjadi perubahan pada harga telur ayam ras dan harga daging sapi. Tidak terdapat perbedaan pada nilai MPC terhadap telur ayam ras antara rumahtangga yang ibu rumahtangga sarjana dan SMA ke bawah 10

11 jika terjadi perubahan pada pendapatan rumahtangga. Perbedaan tingkat pengetahuan gizi ibu rumahtangga berdampak pada perbedaan nilai MPC terhadap telur ayam ras jika terjadi perubahan pada harga daging broiler. Pengaruh variabel penjelas di wilayah perkotaan Untuk wilayah perkotaan hanya ada empat variabel penjelas yang signifikan pengaruhnya terhadap permintaan telur ayam ras yaitu: harga telur ayam ras, harga daging broiler, harga daging sapi dan status ibu rumahtangga (bekerja dan tidak bekerja). Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan perilaku permintaan terhadap telur ayam ras di wilayah perkotaan antara rumahtangga yang ibunya bekerja dan yang tidak bekerja. Tidak terdapat perbedaan perilaku permintaan terhadap telur ayam ras di wilayah perkotaan antara rumahtangga yang pendidikan ibunya sarjana dan SMA kebawah dan antara rumahtangga yang tingkat pengetahuan gizinya berbeda Nilai Elastisitas Permintaan Nilai elastisitas permintaan menunjukkan derjad kepekaan perubahan permintaan yang disebabkan karena terjadinya perubqhan pada nilai variabel-variabel yang signifikan pengaruhnya terhadap tingkat permintaan Nilai Elastisitas Permintaan untuk Komoditi Daging Sapi Untuk analisis secara agregat, harga daging sapi hanya signifikan pengaruhnya pada rumahtangga yang pendidikan ibunya sarjana dengan nilai elastisitas harga sebesar Artinya jika harga daging sapi meningkat sebesar 1 persen, proporsi pengeluarean untuk daging sapi akan menurun sebesar persen pada rumahtangga yang pendidikan ibu rumahtangga sarjana. Tabel 3. Nilai Elastisitas Untuk Daging Sapi Wilayah dan Pendidikan Pengetahuan Gizi Pekerjaan Komoditi Sarjana Tidak Sarjana Tinggi rendah Bekerja Tidak Bekerja Elastisitas Sendiri Agregat NS NS NS NS NS Perkotaan Pedesaan Elastisitas Silang Agregat Daging Broiler Telur Ayam Ras NS NS NS NS NS NS Perkotaan Daging Broiler NS NS NS NS NS NS Telur Ayam Ras Pedesaan Daging Broiler Telur Ayam Ras Elastisitas Pendapatan Agregat NS NS NS NS NS NS Perkotaan NS NS NS NS NS NS Pedesaan Sumber : Hasil Penelitian,

12 Terdapat hubungan antara harga daging broiler dan harga telur ayam ras dengan permintaan daging sapi. Nilai elastisitas silang antara daging sapi dan daging broiler adalah sebesar 1.2 untuk emua rumahtangga kecuali untuk rumahtangga yang ibunya bekerja nilai elastisitas silang antara daging sapi dan broiler sebesar Berarti terdapat perbedaan hubungan antara daging sapi d an broiler antara rumahtangga yang ibunya bekerja dengan yang tidak bekerja. Untuk rumahtangga yang ibunya bekerja hubungannya adalah komplemen atau saling melengkapi dengan nilai koefisien elastisitas silang yang relative kecil. Jika harga daging broiler naik 1 persen, permintaan terhadap daging sapi akan turun sebesar persen, Pada rumahtangga yang ibunya tidak bekerja, hubungan antara daging sapi dan broiler adalah saling bersubstitusi dengan nilai elastisitas silang sebesar 1.2. Jika harga daging broiler turun 1 persen, permintaan terhadap daging sapi akan turun sebesar 1.2 persen. Untuk wilayah perkotaan, terdapat perbedaan nilai elastisitas harga sendiri pada rumahtangga yang ibunya bekerja dan yang tidak bekerja. Pada rumahtangga yang ibunya bekerja nilai elastisitas harga sendiri daging sapi adalah sebesar , artinya jika harga daging sapi meningkat sebesar 1 persen, permintaan terhadap daging sapi akan turun sebesarn1.861 persen. Sedangkan pada rumahtangga yang ibunya tidak bekerja permintaan terhadap daging sapi akan meningkat jika harga daging sapi naik 1 persen. Di wilayah perkotaan permintaan terhadap daging sapi tidak dipengaruhi oleh harga daging broiler, tapi dipengaruhi oleh harga telur ayam ras dimana hubungannya bersifat komplemen pada semua rumahtangga yang ditunjukkan oleh nilai elastisitas silang yang negative. Dimana elastisitsnya bersifat in elastic karena nilai elastisitas silangnya lebih kecil dari satu. Rumahtangga yang pendidikan ibu rumahtangganya sarjana relatif tidak responsif terhadap perubahan harga telur ayam ras daripada rumahtangga lainnya. Sama seperti analisis secara agregat,di wilayah perkotaan peningkatan pendapatan tidak berdampak pada meningkatkan permintaan terhadap daging sapi. Untuk wilayah perdesaan, permintaan terhadap daging sapi relatif lebih responsif terhadap perubahan harga daging sapi itu sendiri dibandingkan di wilayah perkotaan dan analisis secara agregat. Apabila dibandingkan antara rumahtangga yang mempunyai karakteristik yang berbeda, juga terdapat perbedaan perilaku. Dimana rumahtangga yang pengetahuan gizi ibunya lebih tinggi relatif lebih responsif terhadap perubahan harga daging sapi itu sendiri dibandingkan rumahtangga lainnya (nilai koefisien elsatisitas harga sendirinya ). Sedangkan nilai elastisitas harga sendiri daging sapi untuk rumahtangga yang pengetahuan gizi ibu rumahtangganya yang lebih rendah sebesar kalau dibandingkan berdasarkan tingkat pendidikan ibu rumahtangga, rumahtangga yang ibu rumahtaangganya sarjana nilaie lastistas harga sendirinya sebesar Di wilayah perdesaan terdapat hubungan yang signifikan antara daging sapi dengan broiler dan telur ayam ras. Dimana hubungan keduanya bersifat substitusi..di wilayah perdesaan permintaan terhadap daging sapi akan meningkat jika pendapatan rumahtangga meningkat dengan nilai elastisitas bersifat elastis (nilai elastistas pendapatannya 1.54 kecuali untuk rumahtangga yang ibu rumahtangganya sarjana nilai elastisitas pendapatannya 1.049) Nilai Elastisitas Permintaan untuk Komoditi Daging Broiler Secara agregat, permintaan terhadap daging broiler responsif terhadap perubahan harga daging broiler itu sendiri dimana nilai elastisitas harga nya sebesar Terdapat perbedaan perilaku permintaan pada rumahtangga yang ibu rumahtangga bekerja, niali elastistas harga sendirinya relative lebih kecil yaitu sebesar Hal ini menunjukkan secara agregat permintaan terhadap daging broiler relatif lebih stabil terhadap perubahan harga daging broiler pada rumahtangga yang ibunya bekerja. 12

13 Terdapat hubungan antara permintaan daging broiler dengan harga daging sapi dan telur ayam ras. Hubungan antara daging broler dengan daging sapi dan telur ayam ras bersifat substitusi, dengaan nilai elastisitas silang yang bersifat elastis.permintaan terhadap daging broiler secara agregat kurang responsif terhadap perubahan pendapatan kecuali pada rumahtangga yang ibunya bekerja, elastisitas pendapatannya bersifat responsif yang ditunjukkan oleh nilai elatisitas pendapatan yang lebih besar daripada satu.. Untuk wilayah perdesaan, elastistas harga sendiri daging broiler juga bersifat elastis (nilai elastisitasnya lebih besar daripada satu.) Terdapat perbedaan perilaku permintaan daging broiler jika harga daging broiler berubah pada rumahtangga yang tingkat pendidikan ibunya berbeda. Permintaan terhadap daging broiler di wilayah perdesaan kurang responsif terhadap perubahan pendapatan. Kecuali pada rumahtangga yang pendidikan ibu rumahtangga sarjana, nilai elastsitas pendapatannya Berarti terdapat perbedaan perilaku permintaan daging broiler antara rumahtangga yang pendidikan ibunya sarjana dan SMA kebawah. Untuk wilayah perkotaan, permintaan terhadap daging broiler tidak dipengaruhi oleh harga daging broiler itu sendiri. Di perkotaan tidak terdapat hubungan antara permintaan daging broiler dengan daging sapi, tapi terdapat hubungan antara daging broiler dengan telur ayam ras. Hubungan antara daging broiler dan telur ayam ras bersifat substitusi. Dengan nilai elastsitas silang yang bersifat in elastis kecuali pada rumahtangga yang pendidikan ibunya sarjana, nilai elastisitas silang antara daging broiler dengan telur ayam ras bersifat elastis. Di wilayah perkotaan permintaan terhadap daging broiler tidak dipengaruhi oleh pendapatan kecuali pada rumahtangga yang ibunya bekerja. Nilai elastisitas pendapatan daging broiler pada rumahtangga yang ibunya bekerja bersifat elastis dimana nilai elastisitas pendapatannya Tabel 4. Nilai elastisitas permintaan untuk komoditi daging broiler Wilayah dan Pendidikan Pengetahuan Gizi Pekerjaan Komoditi Sarjana Tidak Sarjana Tinggi rendah Bekerja Tidak Bekerja Elastisitas Sendiri Agregat Perkotaan NS NS NS NS NS NS Pedesaan Elastisitas Silang Agregat Daging Sapi Telur Ayam Ras Perkotaan Daging Sapi NS NS NS NS NS NS Telur Ayam Ras Pedesaan Daging Sapi Telur Ayam Ras Elastisitas Pendapatan Agregat Perkotaan NS NS NS NS NS Pedesaan Sumber : Hasil Penelitian,

14 Nilai Elastisitas Permintaan untuk Komoditi Telur Ayam Ras Tabel 5. Nilai elastisitas permintaan untuk komoditi telur ayam ras Wilayah dan Pendidikan Pengetahuan Gizi Pekerjaan Komoditi Sarjana Tidak Sarjana Tinggi Rendah Bekerja Tidak Bekerja Elastisitas Sendiri Agregat Perkotaan Pedesaan Elastisitas Silang Agregat Daging Sapi NS NS NS NS NS NS Daging Broiler Perkotaan Daging Sapi Daging Broiler Pedesaan Daging Sapi Daging Broiler Elastisitas Pendapatan Agregat NS NS NS NS NS Perkotaan NS NS NS NS NS Pedesaan Sumber : Hasil Penelitian,2010 Secara agregat, elastisitas permintaan harga sendiri telur ayam ras bersifat elastis dengan nilai elastisitas lebih besar daripada satu, kecuali pada rumahatngga yang ibu rumahtangganya bekerja, nilai elstisitas harganya bersifat inelastic (-0.002). Berarti terdapat perbedaan perilaku permintaan terhadap telur ayam ras antara rumahtangga yang ibu rumahtangganya bekerja dan tidak bekerja. Dimana permintaan terhadap telur ayam ras pada rumhatangga yang ibunya tidak bekerja relatif lebih responsif terhadap perubahan harga telur ayam daripada rumahtangga yang ibunya bekerja. Untuk wilayah perdesaan, elastisitas permintaan harga sendiri bersifat elastis dimana nilai elstisitasnya kecuali pada rumahtangga yang pendidikan ibu rumahtangganya sarjana, elastisitas harga sendirinya bernilai Dengan demikian permintaan terhadap telur ayam rasi wilayah perdesaan relatif lebih responsive terhadap perubahan harga dibandingkan dengan analisis secara agregat. Di wilayah perdesaan hubungan antara telur ayam ras dengan daging broiler bersifat substitusi dengan nilai elastisitas silangnya bersifat elastis kecuali pada rumahtangga yang pengetahuan gizi ibu rumahtangganya terkategori tinggi, elastisitas silang antara telur ayam ras dan daging broiler bersifat inelastis. Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan perilaku permintaan terhadap telur ayam ras antara rumahtangga yang tingkat pengetahuan gizi ibu rumahtangganya berbeda. Dimana pada rumahtangga yang pengetahuan ibu rumahtangganya terhadap gizi lebih baik permintaan terhadap telur ayam ras relatif tidak responsif terhadap perubahan harga komoditi sumber protein hewani lainnya dalam hal ini daging broiler. Nilai elastisitas silangnya 0.473, artinya jika harga daging broiler turun 1%, permintaan terhadap telur ayam ras hanya turun sebesar persen, sementara pada rumahtangga yang tingkat pengetahuan ibu rumahtangganya rendah nilai elastisitas silang antara telur ayam ras dengan daging 14

15 broiler sebesar artinya jika harga daging broiler turun 1% permintaan terhadap telur ayam ras akan turun sebesar 2.058%. Elastisitas pendapatan telur ayam ras di wilayah perdesaan bersifat inelastis. Dan tidak terdapat perbedaan perilaku permintaan apabila pendapatan berubah antara rumahtangga yang karakteristik rumahtangga berbeda Untuk wilayah perkotaan, elastisitas permintaan harga sendiri telur ayam ras bersifat elastis dimana nilai elastisitas harganya kecuali pada rumahtangga yang ibu rumah tangganya bekerja, nilai elastisitas permintaan harga sendirinya bersifat inelastic dengan nilai elsatisitas harganya sebesar Hal ini menunjukkan di wilayah perkotaan terdapat perbedaan pada perilaku permintaan terhadap telur ayam ras antara rumahtangga yang ibu rumahtangganya bekerja dan tidak bekerja. Dimana permintaan terhadap telur ayam ras relatif lebih stabil pada rumhatangga yang ibu rumahtangganya bekerja V. KESIMPULAN 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keragaman permintaan rumahatangga di wilayah kota Padang terhadap daging sapi, broiler dan telur ayam ras, untuk analisis secara agregat untuk wilayah perkotaan dan pedesaan berturut-turut persen, persen dan persen disebabkan oleh keragaman harga daging sapi, harga broiler, harga telur, pendapatan rumahtangga, variabel tingkat pendidikan, tingkat pengetahuian gizi dan status ibu rumahtangga (bekerja dan tidak bekerja) 2. Terdapat perbedaan perilaku permintaan untuk komoditi daging sapi, broiler dan telur ayam ras antara rumahtangga yang karakteristik ibu rumahtangganya berbeda (pada penelitian ini, perbedaan tingkat pendidikan, pengetahuan akan gizi dan status (bekerja dan tidak bekerja)). 3. Untuk wilayah perkotaan, perbedaan perilaku permintaan terhadap daging sapi daging broiler dan telur ayam ras lebih disebabkan oleh variabel status ibu rumhatangga (bekerja dan tidak bekerja) 4.. Untuk wilayah perdesaan perbedaan perilaku permintaan terhadap daging sapi, daging broiler dan telur ayam ras lebih disebabkan oleh perbedaan variabel tingkat pendidikan ibu rumahtangga dan tingkat pengetahuan gizi ibu rumahtangga. DAFTAR PUSTAKA Aulia, O.P Faktor penentu dan elastisitas permintaan telur ayam ras konsumen rumah tangga wilayah perkotaan di Sumatera Barat. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Andalas, Padang. Badan Bimas Ketahanan Pangan Laporan Pemantauan dan Analisis Konsumsi Pangan Masyarakat Propinsi Sumatera Barat. Badan Bimas Ketahanan Pangan, Padang. Badan Pusat Statistik Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Sumatera Barat, Hasil Susenas Badan Pusat Statistik, Padang. Badan Pusat Statistik Kota Padang Padang dalam Angka Badan Pusat Statistik Kota Padang, Padang. Berg, A Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional. Penerjemah Sajogyo. CV. Rajawali, Jakarta. 15

16 Dinas Pertanian Peternakan dan Kehutanan Kota Padang Data Statistik Dinas Pertanian Peternakan dan Kehutanan Kota Padang Tahun Dinas Pertanian Peternakan dan Kehutanan Kota Padang, Padang. Dinas Peternakan Sumatera Barat Database Propinsi Sumatera Barat. Dinas Peternakan Sumatera Barat, Padang. Engel, J.F., R.D. Blackwell dan D.W. Miniard Prilaku Konsumen. Jilid 1. Bina Rupa Aksara, Jakarta. Ilham, N., S. Hastuti dan J.K. Karyasa Pendugaan parameter dan elastisitas penawaran dan permintaan beberapa jenis daging di Indonesia, Jurnal Agro Ekonomi Volume 20 (2), Oktober Jafrinur Perilaku konsumen rumah tangga dalam mengonsumsi daging (Kasus Propinsi Sumatera Barat). Disertasi. Universitas Padjadjaran, Bandung. Jafrinur., J. Yusri, R. Wati Pengembangan model fungsi konsumsi untuk komoditi pangan hewani (Kasus Kota Padang Propinsi Sumatera Barat). Laporan hasil penelitian fundamental.dp2m Dikti. Universitas Andalas, Padang. Maryanti, R Faktor penentu dan elastisitas permintaan telur ayam ras konsumen rumah tangga wilayah perdesaan di Sumatera Barat. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Andalas, Padang. Miller, R.L. and R.E. Meiners Teori Mikro Ekonomi Intermediate, Edisi Ketiga. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Prasetijo, R dan J.O.I. Ihalauw Perilaku Konsumen, Edisi I. Andi Offset, Yogyakarta. 16

Kata Kunci : Konsumsi Pangan Hewani, Almost Ideal Demand System (AIDS), Elastisitas, Konsumen Rumatangga.

Kata Kunci : Konsumsi Pangan Hewani, Almost Ideal Demand System (AIDS), Elastisitas, Konsumen Rumatangga. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMSI PANGAN HEWANI PADA KONSUMEN RUMAHTANGGA DI KOTA PADANG Noni Novarista, Rahmat Syahni, Jafrinur Abstract: The objectives of this research were to determine: (1)

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN ANTAR KOMODITAS PROTEIN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL ALMOST IDEAL DEMAND SYSTEM (AIDS)

ANALISIS KETERKAITAN ANTAR KOMODITAS PROTEIN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL ALMOST IDEAL DEMAND SYSTEM (AIDS) Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 3 Hal. 162 166 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND ANALISIS KETERKAITAN ANTAR KOMODITAS PROTEIN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL ALMOST IDEAL DEMAND SYSTEM (AIDS)

Lebih terperinci

Penerapan model Almost Ideal Demand System ( AIDS ) pada pola konsumsi pangan rumah tangga nelayan di Kecamatan Tambak Kabupaten Banyumas

Penerapan model Almost Ideal Demand System ( AIDS ) pada pola konsumsi pangan rumah tangga nelayan di Kecamatan Tambak Kabupaten Banyumas Penerapan model Almost Ideal Demand System ( AIDS ) pada pola konsumsi pangan rumah tangga nelayan di Kecamatan Tambak Kabupaten Banyumas Kim Budiwinarto * ) * ) Fakultas Ekonomi Universitas Surakarta

Lebih terperinci

PROSIDING SEMINAR NASIONAL STATISTIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO 2013 ISBN:

PROSIDING SEMINAR NASIONAL STATISTIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO 2013 ISBN: APLIKASI SISTEM PERSAMAAN SEEMINGLY UNRELATED REGRESSIONS PADA MODEL PERMINTAAN PANGAN Kim Budiwinarto 1 1 Progdi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Surakarta Abstrak Fenomena ekonomi yang kompleks

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data

METODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data 20 METODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data Penelitian ini menggunakan data Susenas Modul Konsumsi tahun 2005 yang dikumpulkan dengan desain cross sectional. Data Susenas Modul Konsumsi terdiri

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH HARGA DAN PENDAPATAN TERHADAP PROPORSI PENGELUARAN MAKANAN RUMAH TANGGA (PENDEKATAN MODEL LINIER PERMINTAAN LENGKAP)

KAJIAN PENGARUH HARGA DAN PENDAPATAN TERHADAP PROPORSI PENGELUARAN MAKANAN RUMAH TANGGA (PENDEKATAN MODEL LINIER PERMINTAAN LENGKAP) KAJIAN PENGARUH HARGA DAN PENDAPATAN TERHADAP PROPORSI PENGELUARAN MAKANAN RUMAH TANGGA (PENDEKATAN MODEL LINIER PERMINTAAN LENGKAP) Juni Trisnowati 1, Kim Budiwinarto 2 1) 2) Progdi Manajemen Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satu cara memperbaiki keadaan gizi masyarakat (Stanton, 1991).

I. PENDAHULUAN. salah satu cara memperbaiki keadaan gizi masyarakat (Stanton, 1991). 1.1 Latar belakang I. PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan zaman, kesadaran masyarakat terhadap pentingnya mengkonsumsi pangan yang bergizi tinggi sudah semakin baik. Kesadaran ini muncul dikarenakan

Lebih terperinci

BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAGING AYAM BROILER PADA RUMAH TANGGA DI KECAMATAN IDI RAYEUK KABUPATEN ACEH TIMUR

BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAGING AYAM BROILER PADA RUMAH TANGGA DI KECAMATAN IDI RAYEUK KABUPATEN ACEH TIMUR BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAGING AYAM BROILER PADA RUMAH TANGGA DI KECAMATAN IDI RAYEUK KABUPATEN ACEH TIMUR Ahmad Ridha Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Samudra Email : achmad.ridha@gmail.com

Lebih terperinci

VII. MODEL PERMINTAAN IKAN DI INDONESIA

VII. MODEL PERMINTAAN IKAN DI INDONESIA 161 VII. MODEL PERMINTAAN IKAN DI INDONESIA Pemodelan suatu fenomena seringkali tidak cukup hanya dengan satu persamaan, namun diperlukan beberapa persamaan. Pada Bab IV telah disebutkan bahwa ditinjau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 241 juta dengan ditandai oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang meningkat dan stabilitas ekonomi yang

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAGING SAPI DI KOTA MEDAN. Staf Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara ABSTRAK

ANALISIS PERMINTAAN DAGING SAPI DI KOTA MEDAN. Staf Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara ABSTRAK ANALISIS PERMINTAAN DAGING SAPI DI KOTA MEDAN Rizki Andini *), Satia Negara Lubis **), dan Sri Fajar Ayu **) *) Alumni Program Studi Agribisnis Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data yang digunakan adalah data rumah tangga, khususnya untuk

Lebih terperinci

PROPOSAL SKRIPSI. : ANALISIS PERMINTAAN KONSUMSI SAYURAN DI JAWA TENGAH

PROPOSAL SKRIPSI. : ANALISIS PERMINTAAN KONSUMSI SAYURAN DI JAWA TENGAH PROPOSAL SKRIPSI. : ANALISIS PERMINTAAN KONSUMSI SAYURAN DI JAWA TENGAH PROPOSAL SKRIPSI Nama : Anindita Ardha Pradibtia Kelas : 4 SE 1 NIM : 09.5878 Judul Proposal : Analisis Permintaan Konsumsi Sayuran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Sikambing B, Kecamatan Medan Sunggal, Kabupaten Kota Medan. Lokasi

BAB III METODE PENELITIAN. Sikambing B, Kecamatan Medan Sunggal, Kabupaten Kota Medan. Lokasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Pemilihan Daerah Sampel dan Waktu Penelitian Daerah penelitian tentang permintaan daging sapi yaitu di Kelurahan Sei Sikambing B, Kecamatan Medan Sunggal, Kabupaten

Lebih terperinci

RESPON PERMINTAAN IKAN DI PROVINSI RIAU

RESPON PERMINTAAN IKAN DI PROVINSI RIAU RESPON PERMINTAAN IKAN DI PROVINSI RIAU Dinda Julia, Djaimi Bakce, Jumatri Yusri Fakultas Pertanian Universitas Riau Hp: 085278262490; Email: dinda_agb08@yahoo.com ABSTRACT This research aim to analyze

Lebih terperinci

ANALISIS ELASTISITAS TIGA BAHAN PANGAN SUMBER PROTEIN HEWANI DI INDONESIA

ANALISIS ELASTISITAS TIGA BAHAN PANGAN SUMBER PROTEIN HEWANI DI INDONESIA ANALISIS ELASTISITAS TIGA BAHAN PANGAN SUMBER PROTEIN HEWANI DI INDONESIA Daru Wahyuni, Losina Purnastuti, & Mustofa Universitas Negeri Yogyakarta, Indonesia Email: daruwahyuni@yahoo.co.id Abstrak: Analisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Dalam tulisan Anonimous (2012) dikatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia diperlukan asupan gizi yang baik.

Lebih terperinci

PROPOSAL SKRIPSI. : Analisis Permintaan Konsumsi Sayuran di Jawa Tengah

PROPOSAL SKRIPSI. : Analisis Permintaan Konsumsi Sayuran di Jawa Tengah PROPOSAL SKRIPSI Nama : Anindita Ardha Pradibtia Kelas : 4 SE 1 NIM : 09.5878 Judul Proposal : Analisis Permintaan Konsumsi Sayuran di Jawa Tengah Dosen Pembimbing : Dr. Hamonangan Ritonga M.Sc. LATAR

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan dibahas mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. disusun, ditabulasi, dianalisis, kemudian diterangkan hubungan dan dilakukan uji

METODE PENELITIAN. disusun, ditabulasi, dianalisis, kemudian diterangkan hubungan dan dilakukan uji III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif analisis, yaitu penelitian yang didasarkan pemecahan masalah-masalah aktual yang

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM KARAKTERISTIK DAN ARAH PERUBAHAN KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA Oleh : Harianto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.

I. PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian yang memiliki peranan penting dalam kegiatan ekonomi Indonesia. Salah satu tujuan dari pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS KONSUMSI PANGAN BERBASIS PROTEIN HEWANI DI KABUPATEN LEBONG: PENDEKATAN MODEL AIDS (ALMOST IDEAL DEMAND SYSTEM)

ANALISIS KONSUMSI PANGAN BERBASIS PROTEIN HEWANI DI KABUPATEN LEBONG: PENDEKATAN MODEL AIDS (ALMOST IDEAL DEMAND SYSTEM) ANALISIS KONSUMSI PANGAN BERBASIS PROTEIN HEWANI DI KABUPATEN LEBONG: PENDEKATAN MODEL AIDS (ALMOST IDEAL DEMAND SYSTEM) Animal Protein Based Food Consumption Analysis In District Of Lebong: AIDS approach

Lebih terperinci

PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SAMARINDA

PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SAMARINDA EPP. Vol.5.No.2.2008:28-33 28 PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SAMARINDA (Soybean Demand at Samarinda City) Elvina Rohana dan Nella Naomi Duakaju Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Mulawarman,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... ABSTRACT... DAFTAR TABEL... DAFTAR ILUSTRASI... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... ABSTRACT... DAFTAR TABEL... DAFTAR ILUSTRASI... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Bab KATA PENGANTAR... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR ILUSTRASI... DAFTAR LAMPIRAN... iv vi vii viii x xii xiii I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Identifikasi

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Metode Pengolahan dan Analisis Data

4 METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Metode Pengolahan dan Analisis Data 29 4 METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Jenis data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder tahunan deret waktu (time series), dari tahun 1985 hingga 2011. Adapun sumbersumber

Lebih terperinci

Boks.1 PENGARUH PERUBAHAN HARGA TERHADAP JUMLAH PERMINTAAN KOMODITI BAHAN MAKANAN DI KOTA JAMBI

Boks.1 PENGARUH PERUBAHAN HARGA TERHADAP JUMLAH PERMINTAAN KOMODITI BAHAN MAKANAN DI KOTA JAMBI Boks.1 PENGARUH PERUBAHAN HARGA TERHADAP JUMLAH PERMINTAAN KOMODITI BAHAN MAKANAN DI KOTA JAMBI Pangan merupakan kebutuhan pokok (basic need) yang paling azasi menyangkut kelangsungan kehidupan setiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat adalah tujuan utama suatu negara, tingkat

I. PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat adalah tujuan utama suatu negara, tingkat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat adalah tujuan utama suatu negara, tingkat kesejahteraan masyarakat serta merta akan menjadi satu tolak ukur dalam menilai keberhasilan pembangunan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan yang memiliki protein hewani antara lain daging, telur, susu, ikan dan

I. PENDAHULUAN. Pangan yang memiliki protein hewani antara lain daging, telur, susu, ikan dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu peranan peternakan adalah menyediakan kebutuhan pokok untuk dikonsumsi penduduk. Kebutuhan konsumsi pokok penduduk salah satunya adalah kebutuhan akan protein.

Lebih terperinci

Pengaruh Harga Jual dan Volume Penjualan Terhadap Pendapatan Pedagang Pengumpul Ayam Potong

Pengaruh Harga Jual dan Volume Penjualan Terhadap Pendapatan Pedagang Pengumpul Ayam Potong Pengaruh Harga Jual dan Volume Penjualan Terhadap Pendapatan Pedagang Pengumpul Ayam Potong Tanrigiling Rasyid 1, Sofyan Nurdin Kasim 1, Muh. Erik Kurniawan 2 1 Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAGING SAPI DI SUMATERA UTARA ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAGING SAPI DI SUMATERA UTARA ABSTRAK ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAGING SAPI DI SUMATERA UTARA Annisa Adawiyah*), Rulianda P. Wibowo**), Siti Khadijah H. N **) *) Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Daging Sapi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Daging Sapi V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Daging Sapi Permintaan daging sapi di D.I Yogyakarta dipengaruhi oleh beberapa hal seperti pendapatan, jumlah penduduk, harga daging

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN TELUR AYAM RAS DAN AYAM BURAS DI PROPINSI DKI JAKARTA : PENERAPAN MODEL ALMOST IDEAL DEMAND SYSTEM DENGAN DATA SUSENAS 2005

ANALISIS PERMINTAAN TELUR AYAM RAS DAN AYAM BURAS DI PROPINSI DKI JAKARTA : PENERAPAN MODEL ALMOST IDEAL DEMAND SYSTEM DENGAN DATA SUSENAS 2005 ANALISIS PERMINTAAN TELUR AYAM RAS DAN AYAM BURAS DI PROPINSI DKI JAKARTA : PENERAPAN MODEL ALMOST IDEAL DEMAND SYSTEM DENGAN DATA SUSENAS 2005 SKRIPSI HILMA RAMDHIANI PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN

Lebih terperinci

6 ESTIMASI SUPPLY DAN DEMAND IKAN DI KOTA AMBON

6 ESTIMASI SUPPLY DAN DEMAND IKAN DI KOTA AMBON 103 6 ESTIMASI SUPPLY DAN DEMAND IKAN DI KOTA AMBON 6.1 Pendahuluan Penyediaan pangan masih merupakan masalah penting di Indonesia. Sumber daya manusia Indonesia perlu dibangun agar tangguh dan kuat, dari

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN TELUR AYAM RAS (Suatu Kasus di Kecamatan Seruyan Hilir Kabupaten Kuala Pembuang Kalimantan Tengah)

ANALISIS PERMINTAAN TELUR AYAM RAS (Suatu Kasus di Kecamatan Seruyan Hilir Kabupaten Kuala Pembuang Kalimantan Tengah) ANALISIS PERMINTAAN TELUR AYAM RAS (Suatu Kasus di Kecamatan Seruyan Hilir Kabupaten Kuala Pembuang Kalimantan Tengah) Oleh: TIRSA NEYATRI BANDRANG Program Studi Ekonomi Pertanian Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI A.

II. LANDASAN TEORI A. 7 II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu Penelitian Michael (1985) yang berjudul Estimating Cross Elasticities of Demand for Beef, menggunakan variabel harga daging sapi, harga ikan, harga daging unggas,

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KONSUMSI BAHAN PANGAN SUMBER PROTEIN HEWANI BERDASARKAN GOLONGAN PENDAPATAN DI KABUPATEN CIREBON RADEN HENI HINDAWATI

ANALISIS POLA KONSUMSI BAHAN PANGAN SUMBER PROTEIN HEWANI BERDASARKAN GOLONGAN PENDAPATAN DI KABUPATEN CIREBON RADEN HENI HINDAWATI ANALISIS POLA KONSUMSI BAHAN PANGAN SUMBER PROTEIN HEWANI BERDASARKAN GOLONGAN PENDAPATAN DI KABUPATEN CIREBON RADEN HENI HINDAWATI DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. tahun 2004, konsumsi protein sudah lebih besar dari yang dianjurkan yaitu

PENDAHULUAN. tahun 2004, konsumsi protein sudah lebih besar dari yang dianjurkan yaitu 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola konsumsi pangan pokok di Indonesia masih berada pada pola konsumsi tunggal, yaitu beras. Tingginya ketergantungan pada beras tidak saja menyebabkan ketergantungan

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 199 IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 9.1. Kesimpulan 1. Berdasarkan data Susenas tahun 2008, dapat dikatakan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia di berbagai wilayah lebih banyak mengkonsumsi

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAGING AYAM BROILER DI KOTA MEDAN Helmi Mawaddah *), Satia Negara Lubis **) dan Emalisa ***) *)

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAGING AYAM BROILER DI KOTA MEDAN Helmi Mawaddah *), Satia Negara Lubis **) dan Emalisa ***) *) FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAGING AYAM BROILER DI KOTA MEDAN Helmi Mawaddah *), Satia Negara Lubis **) dan Emalisa ***) *) Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan peningkatan rata-rata pendapatan masyarakat Indonesia. Meningkatnya

I. PENDAHULUAN. dan peningkatan rata-rata pendapatan masyarakat Indonesia. Meningkatnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub-sektor peternakan memiliki nilai strategis dalam memenuhi kebutuhan makanan yang terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, dan peningkatan rata-rata

Lebih terperinci

ANALISIS HARGA DAN ELASTISITAS PEMASARAN TELUR AYAM RAS DI KABUPATEN LANGKAT

ANALISIS HARGA DAN ELASTISITAS PEMASARAN TELUR AYAM RAS DI KABUPATEN LANGKAT ANALISIS HARGA DAN ELASTISITAS PEMASARAN TELUR AYAM RAS DI KABUPATEN LANGKAT Analysis of Price and Elasticity Marketing of Eggs in Langkat District Suci Asdiana Rezeki 1, Usman Budi 2 dan Iskandar Sembiring

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Reni Kustiari Pantjar Simatupang Dewa Ketut Sadra S. Wahida Adreng Purwoto Helena

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lapangan kerja, memeratakan pembagian pendapatan masyarakat, meningkatkan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lapangan kerja, memeratakan pembagian pendapatan masyarakat, meningkatkan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, memeratakan pembagian

Lebih terperinci

Perilaku Konsumen Rumah Tangga Dalam Memilih Daging Sapi di Kota Padang (The Behavior of Household Consumers in Choosing The Beef in Padang)

Perilaku Konsumen Rumah Tangga Dalam Memilih Daging Sapi di Kota Padang (The Behavior of Household Consumers in Choosing The Beef in Padang) Perilaku Konsumen Rumah Tangga Dalam Memilih Daging Sapi di Kota Padang (The Behavior of Household Consumers in Choosing The Beef in Padang) Salam N Aritonang Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang

Lebih terperinci

PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA

PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA Oleh : I Wayan Rusast Abstrak Pertumbuhan ekonomi telah menggeser pola konsumsi dengan penyediaan produk pangan ternak yang lebih besar.

Lebih terperinci

SURYA AGRITAMA Volume 5 Nomor 2 September 2016 ANALISIS PENAWARAN CABAI BESAR DI KABUPATEN PURWOREJO

SURYA AGRITAMA Volume 5 Nomor 2 September 2016 ANALISIS PENAWARAN CABAI BESAR DI KABUPATEN PURWOREJO ANALISIS PENAWARAN CABAI BESAR DI KABUPATEN PURWOREJO Vica Tri Ariyani, Uswatun Hasanah, Dyah Panuntun Utami Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purworejo ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

Jumlah total komoditas yang ingin dibeli oleh semua rumah tangga disebut. jumlah yang diminta (quantity demanded) untuk komoditas tersebut.

Jumlah total komoditas yang ingin dibeli oleh semua rumah tangga disebut. jumlah yang diminta (quantity demanded) untuk komoditas tersebut. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1Permintaan Jumlah total komoditas yang ingin dibeli oleh semua rumah tangga disebut jumlah yang diminta (quantity demanded) untuk komoditas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian,

Lebih terperinci

ANALISIS PENAWARAN DAN PERMINTAAN TELUR AYAM RAS DI SUMATERA UTARA

ANALISIS PENAWARAN DAN PERMINTAAN TELUR AYAM RAS DI SUMATERA UTARA ANALISIS PENAWARAN DAN PERMINTAAN TELUR AYAM RAS DI SUMATERA UTARA Nurhidayati Ma rifah Sitompul *), Satia Negara Lubis **), dan A.T. Hutajulu **) *) Alumini Program Studi Agribisnis Departemen Agribisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi pangan hewani seperti daging, telur, susu dan ikan (Jafrinur, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi pangan hewani seperti daging, telur, susu dan ikan (Jafrinur, 2006). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kecukupan pangan dan gizi adalah suatu hal yang sangat penting sekali karena itu pembangunan peternakan diarahkan untuk memenuhi kecukupan pangan dan gizi masyarakat

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENDAPATAN ANTARA PETERNAK MITRA DAN PETERNAK MANDIRI AYAM BROILER DI KABUPATEN BUNGO. SKRIPSI. Oleh : ELSYE DILLA ANGRIANI

PERBANDINGAN PENDAPATAN ANTARA PETERNAK MITRA DAN PETERNAK MANDIRI AYAM BROILER DI KABUPATEN BUNGO. SKRIPSI. Oleh : ELSYE DILLA ANGRIANI PERBANDINGAN PENDAPATAN ANTARA PETERNAK MITRA DAN PETERNAK MANDIRI AYAM BROILER DI KABUPATEN BUNGO. SKRIPSI Oleh : ELSYE DILLA ANGRIANI 06 164 001 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG, 2011 PERBANDINGAN

Lebih terperinci

III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA

III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA A. Pengertian Pangan Asal Ternak Bila ditinjau dari sumber asalnya, maka bahan pangan hayati terdiri dari bahan pangan nabati

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga

BAB I. PENDAHULUAN. pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan ketahanan pangan Nasional pada hakekatnya mempunyai arti strategis bagi pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata,

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KONSUMSI PANGAN DAERAH PERKOTAAN DAN PEDESAAN SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POLA KONSUMSI PANGAN DAERAH PERKOTAAN DAN PEDESAAN SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POLA KONSUMSI PANGAN DAERAH PERKOTAAN DAN PEDESAAN SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Oleh : Nilam Anggar Sari.,SE.,M.Si Penulis adalah Pengajar

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DAGING SAPI DI SUMATERA UTARA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DAGING SAPI DI SUMATERA UTARA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DAGING SAPI DI SUMATERA UTARA Winda Ayu Wulandari *), Tavi Supriana **), dan M. Jufri **) *) Alumini Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Lebih terperinci

DESKRIPSI HARGA JUAL DAN VOLUME PENJUALAN PEDAGANG PENGUMPUL AYAM POTONG DI KOTA MAKASSAR

DESKRIPSI HARGA JUAL DAN VOLUME PENJUALAN PEDAGANG PENGUMPUL AYAM POTONG DI KOTA MAKASSAR Sosial Ekonomi DESKRIPSI HARGA JUAL DAN VOLUME PENJUALAN PEDAGANG PENGUMPUL AYAM POTONG DI KOTA MAKASSAR ST. Rohani 1 & Muhammad Erik Kurniawan 2 1 Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan konsumsi daging dan produk-produk peternakan dalam negeri semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, peningkatan pendapatan dan daya

Lebih terperinci

ICASERD WORKING PAPER No.56

ICASERD WORKING PAPER No.56 ICASERD WORKING PAPER No.56 ANALISIS PERILAKU KONSUMSI PANGAN SUMBER PROTEIN HEWANI DAN NABATI PADA MASA KRISIS EKONOMI DI JAWA Ening Ariningsih Juli 2004 Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

POLA KONSUMSI DAN KECUKUPAN PROTEIN HEWANI RUMAH TANGGA DI KABUPATEN SUKABUMI NINDYA SHINTA H

POLA KONSUMSI DAN KECUKUPAN PROTEIN HEWANI RUMAH TANGGA DI KABUPATEN SUKABUMI NINDYA SHINTA H POLA KONSUMSI DAN KECUKUPAN PROTEIN HEWANI RUMAH TANGGA DI KABUPATEN SUKABUMI NINDYA SHINTA H14100010 ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJAMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peternakan ayam broiler mempunyai prospek yang cukup baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. Peternakan ayam broiler mempunyai prospek yang cukup baik untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan ayam broiler mempunyai prospek yang cukup baik untuk dikembangkan, baik dalam skala peternakan kecil (peternakan rakyat) maupun dalam skala besar. Hal ini

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup semua pengertian yang

METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup semua pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup semua pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA Penelitian ini membagi responden berdasarkan jenis lahan, yaitu lahan sawah irigasi dan tadah hujan, serta keikutsertaan petani dalam

Lebih terperinci

PERMINTAAN DAGING AYAM RAS PEDAGING PADA RUMAH MAKAN DI KECAMATAN PARIGI KABUPATEN PARIGI MOUTONG

PERMINTAAN DAGING AYAM RAS PEDAGING PADA RUMAH MAKAN DI KECAMATAN PARIGI KABUPATEN PARIGI MOUTONG J. Agrisains 17 (1) : 8-15, April 2016 ISSN : 1412-3657 PERMINTAAN DAGING AYAM RAS PEDAGING PADA RUMAH MAKAN DI KECAMATAN PARIGI KABUPATEN PARIGI MOUTONG Afandi 1), Yudi Mujayin 1) Muhamad Azim 2) 1) Program

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAGING SAPI DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAGING SAPI DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAGING SAPI DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Factors which affecting the demand of beef in Special Region of Yogyakarta Anisa Haryati / 20130220035 Ir. Lestari Rahayu,

Lebih terperinci

PERMINTAAN BUAH-BUAHAN RUMAHTANGGA DI PROPINSI LAMPUNG

PERMINTAAN BUAH-BUAHAN RUMAHTANGGA DI PROPINSI LAMPUNG Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 4 No 2, Desember 2016); halaman 137-148 137 PERMINTAAN BUAH-BUAHAN RUMAHTANGGA DI PROPINSI LAMPUNG Rini Desfaryani 1, Sri Hartoyo 2, dan Lukytawati Anggraeni 2 1)Program

Lebih terperinci

PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA

PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA Tria Rosana Dewi dan Irma Wardani Staf Pengajar Fakultas Pertanian, Universitas Islam Batik Surakarta Email : triardewi@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

ELASTISITAS HARGA TELUR AYAM RAS DI JAWA BARAT THE ELASTICITY OF CHICKEN EGG S PRICE IN WEST JAVA ABSTRAK

ELASTISITAS HARGA TELUR AYAM RAS DI JAWA BARAT THE ELASTICITY OF CHICKEN EGG S PRICE IN WEST JAVA ABSTRAK ELASTISITAS HARGA TELUR AYAM RAS DI JAWA BARAT THE ELASTICITY OF CHICKEN EGG S PRICE IN WEST JAVA Hani Febrian Agustin*, Dadi Suryadi, Achmad Firman Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jalan Raya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Oleh sebab itu produksi telur ayam ras diartikan sebagai proses untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Oleh sebab itu produksi telur ayam ras diartikan sebagai proses untuk 6 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Teori Produksi Produksi merupakan sebuah proses menghasilkan suatu barang atau jasa. Oleh sebab itu produksi telur ayam ras diartikan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sub sektor pertanian yang mempunyai potensi yang sangat baik untuk menopang pembangunan pertanian di Indonesia adalah subsektor peternakan. Di Indonesia kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia Tenggara, jumlah penduduknya kurang lebih 220 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan rata-rata 1,5% per

Lebih terperinci

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 1 Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2010 2014 Komoditas Produksi Pertahun Pertumbuhan Pertahun

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN PRODUK PETERNAKAN DI DESA TAWAANG KECAMATAN TENGA KABUPATEN MINAHASA SELATAN

ANALISIS PERMINTAAN PRODUK PETERNAKAN DI DESA TAWAANG KECAMATAN TENGA KABUPATEN MINAHASA SELATAN ANALISIS PERMINTAAN PRODUK PETERNAKAN DI DESA TAWAANG KECAMATAN TENGA KABUPATEN MINAHASA SELATAN Reynol Loho*, B. Rorimpandey**, M. T. Massie**, N. Santa** Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi,

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN PANGAN HEWANI RUMAH TANGGA DI PROVINSI JAWA BARAT ENDAH NORA SUSANTI

ANALISIS PERMINTAAN PANGAN HEWANI RUMAH TANGGA DI PROVINSI JAWA BARAT ENDAH NORA SUSANTI ANALISIS PERMINTAAN PANGAN HEWANI RUMAH TANGGA DI PROVINSI JAWA BARAT ENDAH NORA SUSANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Konsumsi Pangan dan Faktor yang Mempengaruhinya

TINJAUAN PUSTAKA. Konsumsi Pangan dan Faktor yang Mempengaruhinya 5 TINJAUAN PUSTAKA Konsumsi Pangan dan Faktor yang Mempengaruhinya Dikemukakan oleh Maslow, pangan merupakan salah satu kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan hidup (Sumarwan

Lebih terperinci

V. DINAMIKA PANGSA PENGELUARAN PANGAN DI INDONESIA. pangan dan konsumsi individu di tingkat rumah tangga. Informasi tentang

V. DINAMIKA PANGSA PENGELUARAN PANGAN DI INDONESIA. pangan dan konsumsi individu di tingkat rumah tangga. Informasi tentang 121 V. DINAMIKA PANGSA PENGELUARAN PANGAN DI INDONESIA Dalam penelitian ini ketahanan pangan diukur berdasarkan ketersediaan pangan dan konsumsi individu di tingkat rumah tangga. Informasi tentang ketersediaan

Lebih terperinci

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA *

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * ANALISIS POLA KONSUMSI MAHASISWA TERHADAP PANGAN ASAL TERNAK (Studi Kasus: Mahasiswa Program Sarjana Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Tahun Masuk 2011) AGUSTIN NEORIMA DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PENGARUH HARGA BAWANG MERAH IMPOR TERHADAP PERMINTAAN IMPOR BAWANG MERAH DI INDONESIA TAHUN

PENGARUH HARGA BAWANG MERAH IMPOR TERHADAP PERMINTAAN IMPOR BAWANG MERAH DI INDONESIA TAHUN PENGARUH HARGA BAWANG MERAH IMPOR TERHADAP PERMINTAAN IMPOR BAWANG MERAH DI INDONESIA TAHUN 2002-2012 Julika Rahma Siagian Program Studi Ilmu Ekonomi, Pasca Sarjana, Medan Sumatera Utara Universitas Negeri

Lebih terperinci

KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN

KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN YANG DIANJURKAN A. KOMPOSISI KONSUMSI ENERGI YANG DIANJURKAN Tabel 1. Komposisi Konsumsi Pangan Berdasarkan Pola Pangan Harapan Pola Pangan Harapan Nasional % AKG

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN PREDIKSI KONSUMSI SERTA PRODUKSI DAGING BROILER DI KOTA KENDARI PROPINSI SULAWESI TENGGARA

ANALISIS PERMINTAAN DAN PREDIKSI KONSUMSI SERTA PRODUKSI DAGING BROILER DI KOTA KENDARI PROPINSI SULAWESI TENGGARA Buletin Peternakan Vol. 35(3):202-207, Oktober 2011 ISSN 0126-4400 ANALISIS PERMINTAAN DAN PREDIKSI KONSUMSI SERTA PRODUKSI DAGING BROILER DI KOTA KENDARI PROPINSI SULAWESI TENGGARA DEMAND AND CONSUMPTION

Lebih terperinci

Pola Konsumsi Daging Ayam Broiler pada Rumah Tangga di Perumahan Bereng Kalingu I di Kelurahan Kereng Bangkirai Kota Palangka Raya

Pola Konsumsi Daging Ayam Broiler pada Rumah Tangga di Perumahan Bereng Kalingu I di Kelurahan Kereng Bangkirai Kota Palangka Raya Pola Konsumsi Daging Ayam Broiler pada Rumah Tangga di Perumahan Bereng Kalingu I di Kelurahan Kereng Bangkirai Kota Palangka Raya Broiler Meat Consumption Pattern of Households in Bereng Kalingu I, Kereng

Lebih terperinci

VI. FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN RUMAH TANGGA TERHADAP CABAI MERAH KERITING

VI. FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN RUMAH TANGGA TERHADAP CABAI MERAH KERITING VI. FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN RUMAH TANGGA TERHADAP CABAI MERAH KERITING 6.1. Model Permintaan Rumah Tangga Terhadap Cabai Merah Keriting Model permintaan rumah tangga di DKI Jakarta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu butir yang tercantum dalam pembangunan milenium (Millenium Development Goals) adalah menurunkan proporsi penduduk miskin dan kelaparan menjadi setengahnya antara tahun

Lebih terperinci

III. METODE PENILITIAN. Konsumen rumahtangga adalah responden yang diwakili oleh ibu

III. METODE PENILITIAN. Konsumen rumahtangga adalah responden yang diwakili oleh ibu 41 III. METODE PENILITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsumen rumahtangga adalah responden yang diwakili oleh ibu rumahtangga sebagai pengambil keputusan untuk membeli daging sapi segar guna

Lebih terperinci

METODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan

METODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan METODE Desain, Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan prospective study dengan menggunakan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Provinsi Papua tahun 2008 sampai tahun

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KELOMPOK TANI DALAM MENUNJANG KETERSEDIAAN TELUR AYAM RAS DI DESA MUSI KECAMATAN KALONGAN KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD

PEMBERDAYAAN KELOMPOK TANI DALAM MENUNJANG KETERSEDIAAN TELUR AYAM RAS DI DESA MUSI KECAMATAN KALONGAN KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD 493 PEMBERDAYAAN KELOMPOK TANI DALAM MENUNJANG KETERSEDIAAN TELUR AYAM RAS DI DESA MUSI KECAMATAN KALONGAN KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD Josephine L.P Saerang 1, Sintya J.K. Umboh 1, Alfons A. Maramis 2,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus diimbangi dengan kesadaran masyarakat akan arti penting peningkatan gizi dalam kehidupan. Hal

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAGING AYAM RAS PEDAGING (BROILER) DI SUMATERA UTARA. Luthfi Ansyari*), Mozart B. Darus**), Lily Fauzia**) ABSTRAK

ANALISIS PERMINTAAN DAGING AYAM RAS PEDAGING (BROILER) DI SUMATERA UTARA. Luthfi Ansyari*), Mozart B. Darus**), Lily Fauzia**) ABSTRAK ANALISIS PERMINTAAN DAGING AYAM RAS PEDAGING (BROILER) DI SUMATERA UTARA Luthfi Ansyari*), Mozart B. Darus**), Lily Fauzia**) *) Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Lebih terperinci

Perkembangan Harga Daging dan Telur Ayam

Perkembangan Harga Daging dan Telur Ayam Dimuat dalam Majalah Poultry Indonesia Edisi Maret 2006 Vol. 1 Perkembangan Harga Daging dan Telur Ayam 1980 2004 Nugraha Setiawan Rata-rata harga daging dan telur ayam, selama 24 tahun terakhir hanya

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. antara permintaan dan harga. Teori ini lebih dikenal dengan hukum permintaan,

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. antara permintaan dan harga. Teori ini lebih dikenal dengan hukum permintaan, II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Teori Permintaan Teori permintaan adalah teori yang menjelaskan tentang ciri hubungan antara permintaan dan harga. Teori ini lebih dikenal dengan hukum

Lebih terperinci

Proyeksi elastisitas permintaan telur ayam ras di Malang Raya

Proyeksi elastisitas permintaan telur ayam ras di Malang Raya Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 27 (3): 81-87 ISSN : 0852-3681 E-ISSN : 2443-0765 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Proyeksi elastisitas permintaan telur ayam ras di Malang Raya Nanang Febrianto

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian masih memegang peranan penting di dalam perekonomian Indonesia, karena alasan-alasan tertentu yaitu: sektor pertanian mampu meyediakan lapangan kerja

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat kearah protein hewani telah meningkatkan kebutuhan akan daging sapi. Program

Lebih terperinci

VI. HASIL PENDUGAAN FUNGSI KEUNTUNGAN, ELASTISITAS PENAWARAN OUTPUT DAN PERMINTAAN INPUT

VI. HASIL PENDUGAAN FUNGSI KEUNTUNGAN, ELASTISITAS PENAWARAN OUTPUT DAN PERMINTAAN INPUT VI. HASIL PENDUGAAN FUNGSI KEUNTUNGAN, ELASTISITAS PENAWARAN OUTPUT DAN PERMINTAAN INPUT 6.1. Pendugaan Fungsi Keuntungan Translog Menurut Shidu and Baanante (1981) bahwa fungsi keuntungan yang direstriksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

ELASTISITAS PERMINTAAN. LECTURE NOTE AGRONIAGA By: Tatiek Koerniawati

ELASTISITAS PERMINTAAN. LECTURE NOTE AGRONIAGA By: Tatiek Koerniawati ELASTISITAS ERMINTAAN LECTURE NOTE AGRONIAGA By: Tatiek Koerniawati Elastisitas Harga Elastisitas harga adalah rasio yang menyatakan persentase perubahan kuantitas dibagi dengan persentase perubahan harga.

Lebih terperinci

POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS"

POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS" Oleh : Imas Nur ' Aini21 Abstrak Usaha peternakan ayam ras yang telah berkembang dengan pesat ternyata tidak disertai dengan perkembangan pemasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Ayam broiler merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging. Ayam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan. Keberhasilan pembangunan peternakan sangat ditentukan oleh

I. PENDAHULUAN. peternakan. Keberhasilan pembangunan peternakan sangat ditentukan oleh I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan berkaitan erat dengan pengembangan potensi suatu daerah. Sumatera Barat memiliki potensi yang besar untuk pengembangan peternakan. Keberhasilan

Lebih terperinci