VIII. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Dalam periode September Oktober 2009 terbukti telah terjadi
|
|
- Harjanti Yulia Salim
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 329 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Dalam periode September Oktober 2009 terbukti telah terjadi banjir impor bagi komoditas beras, jagung dan kedele di Indonesia, dengan tingkat tekanan berbeda-beda menurut jenis komoditasnya. Tekanan pada komoditas beras dan jagung lebih tinggi jika dibandingkan kedele. Adapun Faktor-faktor yang mempengaruhi banjir impor adalah Pertama, pada komoditas beras adalah guncangan atau gejolak harga dunia, harga dan volume impor, marjin perdagangan antara harga impor dan harga konsumen, harga konsumen dan marjin perdagangan konsumen dan produsen. Kedua, pada komoditas jagung adalah guncangan atau gejolak harga dunia, tarif impor, harga impor jagung, marjin perdagangan antara harga impor dan harga konsumen, harga konsumen dan marjin perdagangan konsumen dan produsen. Ketiga, pada komoditas kedele adalah guncangan atau gejolak harga impor, tarif impor, volume impor dan harga konsumen. Adanya perbedaan pengaruh dari berbagai variabel dan perbedaan untuk masing-masing komoditas menunjukkan bahwa terjadi proses penyesuaian (adjustment) akibat adanya berbagai penyebab yang mempengaruhi terjadinya banjir impor yang berbeda-beda menurut jenis dan karakteristik pada masing-masing komoditas. Tekanan dan pengaruh harga dunia dan atau harga impor, tarif impor, dan volume impor terhadap harga konsumen dan harga produsen dapat dipakai sebagai
2 330 indikator dan kriteria terjadinya banjir impor pada komoditas pangan utama yaitu beras, jagung, dan kedele. 2. Dalam periode September Oktober 2009 telah terjadi 64 kali lonjakan volume impor beras, 86 kali lonjakan volume impor jagung dan 88 kali lonjakan volume impor kedele yang menyebabkan banjir impor masing-masing komoditas tersebut di Indonesia. Berdasarkan harga nominal, pada komoditas beras terjadi jatuhnya harga lebih dari 100 kali, pada harga jagung lebih dari 95 kali dan pada harga kedele lebih dari 91 kali. Berdasarkan harga riil (2007 = 100) telah terjadi jatuhnya harga beras lebih dari 98 kali, harga jagung lebih 84 kali dan harga kedele lebih dari 96 kali. Jatuhnya harga beras baik secara nominal maupun riil lebih banyak terjadi jika dibandingkan dengan jagung dan kedele. Berdasarkan harga referensi (harga impor rata-rata impor ) sesuai perjanjian SSG, menunjukkan telah terjadi 144 kali jatuhnya harga beras, 44 kali jatuhnya harga jagung dan 123 kali jatuh harga kedele yang menyebabkan terjadinya banjir impor dalam periode September Oktober Temuan penelitian ini menunjukkan frekuensi banjir impor lebih banyak dan lebih sering terjadi di Indonesia jika dibandingkan penelitianpenelitian yang dilakukan sebelumnya. 3. Dari segi country eligibility, Indonesia merupakan salah satu negara yang layak untuk mendapatkan fasilitas SSM, dan memberlakukan SSM bagi ketiga komoditas tersebut apabila terjadi banjir impor. Produk-produk turunan dari masing-masing komoditas beras, jagung dan kedele juga layak untuk memperoleh fasilitas SSM. Sementara itu dari segi products
3 331 eligibility, berdasarkan analisis pass-through effect dari tekanan harga dunia dan harga impor, volume impor maupun pengaruh tarif impor terhadap harga produsen, maka seluruh produk turunan dari komoditas beras, jagung dan kedele layak untuk memperoleh fasilitas SSM, dengan tidak memperdulikan apakah memiliki tingkat bound tarif tinggi atau rendah. 4. Besaran volume trigger adalah pada saat lonjakan volume impor beras maksimum 5 persen (rata-rata mencapai persen dari rata-rata trendnya), jagung maksimum 10 persen (rata-rata mencapai persen dari rata-rata trendnya), dan kedele 9 persen (rata-rata mencapai persen dari rata-rata trendnya). 5. Besaran price trigger didasarkan pada harga nominal adalah ketika harga impor nominal impor jatuh maksimum 13 persen untuk beras (hingga ratarata persen dari rata-rata trendnya), maksimum 14 persen untuk jagung (hingga rata-rata persen dari rata-rata trendnya), dan maksimum 14 persen untuk kedele ( hingga rata-rata persen dari rata-rata trendnya). Besaran price trigger berdasarkan harga riil (2007 = 100) adalah maksimum 10 persen untuk beras (hingga rata-rata persen dari rata-rata trendnya), maksimum 11 persen untuk jagung (hingga rata-rata persen dari rata-rata trendnya), dan maksimum 10 persen untuk kedele (hingga rata-rata persen dari rata-rata trendnya). 6. Berdasarkan penggunaan indikator tekanan terhadap harga produsen, besaran remedial tariff yang diperlukan untuk melindungi harga produsen adalah Pertama untuk penurunan satu persen harga produsen yang
4 332 diakibatkan oleh jatuhnya harga dunia diperlukan tambahan tarif persen untuk beras, 2.93 persen untuk jagung, dan 2.81 persen untuk kedele. Kedua, untuk penurunan satu persen harga produsen yang diakibatkan oleh penurunan atau jatuhnya harga impor diperlukan tambahan tarif persen untuk beras, persen untuk jagung, dan 2.91 persen untuk kedele. Ketiga, untuk penurunan harga produsen sebesar satu persen yang diakibatkan oleh peningkatan atau lojakan volume impor diperlukan tambahan tarif persen untuk beras, 6.01 persen untuk jagung, dan 2.70 persen untuk kedele. Temuan dari penelitian ini mengarahkan bahwa pemberlakuan tarif untuk melindungi harga petani atau produsen harus lebih tinggi dari besaran jatuhnya harga produsen itu sendiri. 7. Rumusan SSM dapat yang dapat diusulkan adalah Pertama dari segi country eligibility Indonesia merupakan salah satu negara yang layak untuk memperoleh fasilitas SSM dan sesuai dengan usulan kelompok G- 33 yang menyepakati bahwa semua negara berkembang layak untuk mendapat SSM (country eligibility) dan semua produk layak untuk mendapat SSM (product eligibility). Kedua, dari segi product eligibility seluruh produk turunan dari komoditas beras, jagung dan kedele layak untuk memperoleh fasiltas SSM, dengan tidak memperdulikan apakah memiliki tingkat bound tariff tinggi atau rendah. Ketiga, besaran volume trigger apabila didasarkan atas pengaruh perubahan harga dunia adalah untuk komoditas beras 5 persen, untuk komoditas jagung 10 persen, dan untuk komoditas kedele 9 persen di atas rata-rata trendnya. Keempat,
5 333 besaran price trigger atas dasar harga impor nominal adalah 12 persen untuk beras, 14 persen untuk jagung dan 14 persen untuk kedele di bawah rata-rata trendnya. Sedangkan dari segi harga impor riil (2007 = 100), besaran price trigger adalah 10 persen untuk beras, 11 persen untuk jagung, dan 10 persen untuk kedele di bawah rata-rata trendnya. Kelima, berdasarkan volume trigger, SSM diperlakukan apabila terjadi peningkatan impor akibat penurunan dunia dan harga impor maksimum 5 persen untuk komoditas beras, 10 persen untuk jagung, dan 9 persen untuk kedele di atas rata-rata trendnya. Keenam, dalam penerapan SSM Indonesia seharusnya berhak menggunakan salah satu dari dasar penentuan baik harga dunia ataupun harga impor dan juga menggunakan satu pilihan trigger baik volume ataupun price. Dalam hal ini indikator volume trigger lebih efektif, namun demikian indikator price trigger dinilai relatif lebih tepat, karena lebih cepat diketahui dan direspon. Ketujuh, tindakan yang perlu dilakukan apabila terjadi banjir impor dengan memberlakukan tambahan tarif atau remedial tariff adalah : (1) apabila terjadi penurunan harga produsen sebesar satu persen yang diakibatkan oleh penurunan harga dunia, maka tambahan tarif yang diperlukan adalah untuk beras, 2.93 persen untuk jagung, dan 2.81 persen untuk kedele, (2) apabila penurunan terjadi harga produsen sebesar satu persen yang diakibatkan oleh penurunan harga impor, besaran tambahan tarif yang diperlukan adalah persen untuk beras, persen untuk jagung, dan 2.81 persen untuk kedele, dan (3) apabila harga produsen mengalami penurunan satu persen yang diakibatkan lonjakan volume
6 334 impor, maka besaran tambahan tarif yang diperlukan untuk beras adalah persen, untuk jagung 6.01 persen, dan 2.70 persen untuk kedele. Kedelapan, durasi pemberlakuan SSM dengan menggunakan tambahan tarif adalah hingga terjadi titik keseimbangan dimana guncangan harga dunia maupun harga impor tidak lagi berpengaruh adalah empat tahun dan dapat diperlakukan secara umum. Jangka waktu pemberlakuan selama empat tahun akan terdapat tambahan antisipasi waktu akibat perbedaan panjang siklus jatuhnya harga dunia terhadap kondisi spesifik lokasi Indonesia selama satu tahun atau dua belas bulan Implikasi Kebijakan Hasil penelitian ini memiliki implikasi kebijakan sebagai berikut: 1. Tim tarif dan Delegasi Republik Indonesia (DELRI) untuk WTO dapat melakukan usulan perubahan dan penyempurnaan formula SSM pada agenda perundingan berikutnya. 2. Upaya untuk memanfaatkan setiap fasilitas yang diberikan kepada negara berkembang seperti SSM, SP dan mekanisme perlakuan khusus lainnya perlu terus dilakukan. 3. Penggalangan kerjasama dengan negara-negara berkembang lainnya untuk menyeimbangkan kekuatan di meja perundingan antara negara maju dan berkembang perlu terus ditingkatkan agar negara-negara maju tidak semena-semena seperti yang terjadi pada hasil perundingan sebelumnya. 4. Peningkatan perlindungan dan dukungan pengembangan komoditas dalam negeri sangat diperlukan, karena dalam kenyataannya subsidi dan proteksi negara maju meningkat setelah penerapan AoA WTO. Sementara,
7 335 Indonesia dan negara berkembang lainnya ditekan melakukan hal yang sebaliknya. 5. Pemerintah perlu untuk memberikan perlakuan yang sama pada setiap perundingan perdagangan baik yang bersifat multilateral atau WTO, ASEAN, APEC dan lainnya, maupun yang bersifat bilateral, agar kasus China ASEAN Free Trade Area (CAFTA) yang menjadi bumerang bagi Indonesia tidak terluang lagi. Apabila hal itu tidak dilakukan, maka perjuangan untuk memperoleh SSM nantinya akan sia-sia. 6. Mengingat perundingan dalam forum WTO membutuhkan waktu sangat panjang, sementara perlindungan bagi produksi dan produsen tidak dapat ditunda, maka kebijakan pengaturan impor melalui penunjukkan pelabuhan impor tertentu yang merupakan daerah defisit pangan, pengaturan waktu impor agar tidak bersamaan dengan waktu panen dan melokalisir dampak negatif banjir impor dengan pembatasan-pembatasan tertentu lainnya yang tidak melanggar aturan WTO perlu dilakukan. Penerapan kebijakan seperti Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 9/MPP/Kep/1/2004 tentang Ketentuan Impor Beras dengan penyempurnaan-penyempurnaan tertentu perlu dilakukan. 7. Pemerintah perlu didesak agar tidak menempuh kebijakan defisit APBN dan menutup defisit tersebut dengan pinjaman luar negeri, investasi, hibah maupun bantuan asing lainnya. Negara-negara maju dan negara mitra dagang Indonesia menggunakan senjata pinjaman, investasi, IMF, World Bank, perusahaan multinasional maupun lembaga donor lainnya sebagai senjata itu untuk memenangkan perundingan. Indonesia yang senantiasa
8 336 melakukan kebijakan defisit APBN dengan ditutup dari pinjaman luar negeri dan investasi asing sama saja menyerahkan perundingan dan urusan negara kepada pihak asing. 8. Menempatkan SSM sebagai bagian penting untuk dijadikan perhatian bagi seluruh masyarakat Indonesia dan mengupayakan agar mendapatkan dukungan seluruh pihak terkait sangat penting. Namun demikian upaya peningkatan produksi dalam negeri hingga mampu mencapai tingkat swasembada bahkan ekspor juga penting. Dukungan pemerintah yang semakin kecil terhadap sektor pertanian dan pangan umumnya dan terhadap beras, jagung dan kedele khususnya perlu ditingkatkan. Perlu perubahan orientasi kebijakan dari importir pangan menjadi eksportir pangan dan Indonesia berpotensi besar untuk melakukan itu. 9. Pemerintah perlu mengevaluasi dan memperbaiki kebijakan-kebijakan terkait dengan pengembangan komoditas beras, jagung dan kedele, terutama dari segi harga, subsidi, kelembagaan dan infrastruktur. Kemudian, meningkatkan kualitas, kapasitas dan kuantitas infrastruktur pertanian dan pedesaan, untuk menekan dampak negatif banjir impor. Kebijakan-kebijakan yang semakin memperbesar ketergantungan Indonesia atau yang sifatnya mendorong peningkatan impor harus terus dikurangi, jika tidak dapat dihapuskan. 10. Pemerintah dalam hal ini instansi teknis terkait perlu melakukan koordinasi penyusunan data base yang bersifat bulanan secara lebih komprehensif. Setiap penerapan kebijakan yang berkaitan dengan penerapan perjanjian WTO membutuhkan pembuktian dan data harus bisa
9 337 diakses secara terbuka. Oleh karena itu, data base yang bersifat bulanan sangat penting untuk diadakan. Banjir impor dan penerapan SSM membutuhkan antisipasi secara cepat dan tepat, dan demikian juga hal-hal lain yang terkait dengan pengaruh tekanan eksternal terhadap situasi kondisi kehidupan petani dan masyarakat pertanian dan pedesaan pada umumnya Saran Penelitian Lanjutan 1. Bagi komoditas beras, jagung dan kedele penelitian lanjutan yang disarankan adalah Pertama penelitian menentukan besaran volume trigger, price trigger, tarif impor yang optimal dan kisaran remedial tarifnya. Kedua, penelitian untuk produk-produk turunannya baik yang langsung ataupun tidak langsung berdasarkan negara asal impor masingmasing komoditas. Ketiga, bagi komoditas di luar beras, jagung dan kedele perlu dilakukan penelitian dengan mencontoh penelitian ini. Keempat, baik bagi penelitian lanjutan untuk komoditas beras, jagung dan kedele maupun komoditas penting pertanian lainnya, metoda analisis time series seperti SVAR dapat digunakan untuk membuktikan terjadinya banjir impor dan merumuskan formulasi kebijakan. Oleh karena itu, dalam penelitian selanjutnya metoda SVAR atau sejenisnya, disarankan untuk digunakan. 2. Penelitian mengenai kebijakan pengaturan impor melalui penunjukkan pelabuhan, pengaturan waktu dan besaran volume impor yang tepat. Formulasi kebijakan seperti itu perlu dilakukan mengingat proses perundingan SSM pada forum WTO akan membutuhkan waktu yang
10 338 panjang. Kebijakan seperti itu perlu diterapkan sebagai second strategy untuk mengurangi dampak negatif liberalisasi perdagangan khususnya banjir impor. Penelitian dan formulasi kebijakan perlu dilakukan bagi seluruh komoditas yang memiliki resiko banjir impor, termasuk beras, jagung dan kedele yang diteliti saat ini. 3. Penelitian mengenai skenario dan harmonisasi hubungan dan keterkaitan antara SSM, SP, dan fasilitas perdagangan lainnya dengan skenario peningkatan dukungan dan perlindungan produksi, produsen, dan konsumen dalam negeri. 4. Penelitian mengenai skenario dan harmonisasi hubungan dan keterkaitan antara SSM dengan skenario lainnya dalam AoA WTO dan skenario hubungan antara perundingan multilateral atau forum WTO dengan forum-forum perundingan lainnya seperti ASEAN, EEC atau UE, AFTA, APEC, dan perundingan secara bilateral. 5. Penelitian mengenai upaya pemanfaatan SSM dan keterkaitannya peningkatan kapasitas kebijakan terkait dan relevan dengan pengembangan komoditas beras, jagung dan kedele secara khusus dan seluruh komoditas pertanian, pangan dan industri pangan olahan yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap impor, terutama dari segi harga, subsidi, kelembagaan dan infrastruktur baik fisik maupun non fisik.
I. PENDAHULUAN. perdagangan multilateral dalam bentuk organisasi perdagangan dunia atau World
34 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang menjadi anggota forum kerjasama perdagangan multilateral dalam bentuk organisasi perdagangan dunia atau World Trade Organization
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. pertanian selain dua kubu besar (Amerika Serikat dan Uni Eropa). Cairns Group
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Cairns Group adalah sebuah koalisi campuran antara negara maju dan negara berkembang yang merasa kepentingannya sebagai pengekspor komoditas pertanian selain dua kubu besar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,
BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 FLEKSIBILITAS PENERAPAN SPECIAL SAFEGUARD MECHANISM DAN KAJI ULANG KEBIJAKAN DOMESTIC SUPPORT UNTUK SPECIAL PRODUCT INDONESIA Oleh : M. Husein Sawit Sjaiful Bahri Sri Nuryanti
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Tarif Bawang Merah Sejak diberlakukannya perjanjian pertanian WTO, setiap negara yang tergabung sebagai anggota WTO harus semakin membuka pasarnya. Hambatan perdagangan
Lebih terperinciIX. KESIMPULAN DAN SARAN
203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah
17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap
Lebih terperinciABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.
ABSTRAK Indonesia telah menjalankan kesepakan WTO lewat implementasi kebijakan pertanian dalam negeri. Implementasi kebijakan tersebut tertuang dalam deregulasi (penyesuaian kebijakan) yang diterbitkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sampai saat ini masih mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap pendapatan nasional, sektor
Lebih terperinciDr Erwidodo Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan Litbang Pertanian. Workshop Pra-Konferensi PERHEPI Bogor, 27 Agustus 2014
Dr Erwidodo Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan Litbang Pertanian Workshop Pra-Konferensi PERHEPI Bogor, 27 Agustus 2014 1 Multilateral (WTO) Plurilateral/Regional : APEC, ASEAN-FTA (AFTA),
Lebih terperinciRESUME. Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan. biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari
RESUME Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari penandatanganan Perjanjian Pertanian (Agreement on Agriculture/AoA) oleh pemerintahan Indonesia yaitu
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. IV.1 Kesimpulan
95 BAB IV PENUTUP IV.1 Kesimpulan Dengan masuknya China ke dalam ASEAN Free Trade Area akan meningkatkan pemasukan dari masing-masing negara anggota, karena pangsa pasar China yang begitu besar, dan begitu
Lebih terperinciKAJIAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL DALAM PERSPEKTIF PERDAGANGAN BEBAS REGIONAL DAN GLOBAL
LAPORAN AKHIR KAJIAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL DALAM PERSPEKTIF PERDAGANGAN BEBAS REGIONAL DAN GLOBAL Tim Peneliti: Reni Kustiari Achmad Suryana Erwidodo Henny Mayrowani Edi Supriadi Yusuf Soeprapto Djojopoespito
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap
Lebih terperinciAnalisis Kesepakatan Perdagangan Bebas Indonesia-China dan Kerjasama AFTA serta Dampaknya Terhadap Perdagangan Komoditas Pertanian Indonesia
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Analisis Kesepakatan Perdagangan Bebas Indonesia-China dan Kerjasama AFTA serta Dampaknya Terhadap Perdagangan Komoditas Pertanian Indonesia Oleh : Budiman Hutabarat M.
Lebih terperinciISBN : PENYUSUNAN BAHAN ADVOKASI DELEGASI INDONESIA DALAM PERUNDINGAN MULTILATERAL
ISBN : 979-3556-43-9 PENYUSUNAN BAHAN ADVOKASI DELEGASI INDONESIA DALAM PERUNDINGAN MULTILATERAL Budiman Hutabarat M. Husein Sawit Bambang Rahmanto Supriyati Helena J. Purba Adi Setyanto PUSAT ANALISIS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak kepada ketatnya persaingan, dan cepatnya perubahan lingkungan usaha. Perkembangan
Lebih terperinciBab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang
Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Gula merupakan salah satu sumber kalori dalam struktur konsumsi masyarakat selain bahan pangan. Pentingnya gula bagi masyarakat di Indonesia tercermin pada kebijakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah)
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang fokus terhadap pembangunan nasional. Menurut data Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Lebih terperinciDari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia. dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan : 1. Dari pembahasan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1)
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dua dasawarsa terakhir perkembangan perekonomian dunia telah mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1) mulai bergesernya
Lebih terperinciBAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA
81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu
Lebih terperinciBAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi)
BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi) Sebagai suatu negara yang aktif dalam pergaulan dunia, Indonesia senantiasa dituntut untuk cepat tanggap
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1 Sambutan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati pada acara ulang tahun
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Buah merupakan salah satu komoditas pangan penting yang perlu dikonsumsi manusia dalam rangka memenuhi pola makan yang seimbang. Keteraturan mengonsumsi buah dapat menjaga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perekonomian negara-negara di dunia saat ini terkait satu sama lain melalui perdagangan barang dan jasa, transfer keuangan dan investasi antar negara (Krugman dan Obstfeld,
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Diplomasi energi..., Muhammad Ali Busthomi, FISIP UI, 2010.
100 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Rusia adalah salah satu negara produksi energi paling utama di dunia, dan negara paling penting bagi tujuan-tujuan pengamanan suplai energi Eropa. Eropa juga merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat
Lebih terperinciKULIAH UMUM MENTERI PERTANIAN PADA PROGRAM MAGISTER ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS INDONESIA
KULIAH UMUM MENTERI PERTANIAN PADA PROGRAM MAGISTER ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS INDONESIA LIBERALISASI PERDAGANGAN DAN PEMBANGUNAN PERTANIAN Jakarta, 8
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kerjasama perdagangan Indonesia dengan Thailand. AFTA, dimana Indonesia dengan Thailand telah menerapkan skema
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini peneliti akan menyimpulkan hasil penelitian secara keseluruhan sesuai dengan berbagai rumusan masalah yang terdapat pada Bab 1 dan memberikan saran bagi berbagai
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1298, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Penyelidikan. Antidumping. Imbalan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76/M-DAG/PER/12/2012
Lebih terperinciMULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL
MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL INDONESIA DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL (SERI 1) 24 JULI 2003 PROF. DAVID K. LINNAN UNIVERSITY OF
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pertumbuhan produksi pertanian tidak sebesar laju permintaan pangan. Tabel 1.1
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Permasalahan pangan di sisi penyediaan saat ini adalah permintaan pangan yang tinggi seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk, sementara pertumbuhan produksi
Lebih terperinciPoppy Ismalina, M.Ec.Dev., Ph.D., Konsultan ILO
DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN PADA HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA DAN TIGA NEGARA (CHINA, INDIA, DAN AUSTRALIA) TERHADAP KINERJA EKSPOR-IMPOR, OUTPUT NASIONAL DAN KESEMPATAN KERJA DI INDONESIA: ANALISIS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai terbentuk ditandai dengan berbagai peristiwa
Lebih terperinci4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL
4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL 4.1. Konsep Kebijakan Kebijakan dapat diartikan sebagai peraturan yang telah dirumuskan dan disetujui untuk dilaksanakan guna mempengaruhi suatu keadaan, baik besaran maupun
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan komitmen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kebutuhan komponen otomotif baik untuk kendaraan baru (original equipment manufacture) dan spare parts (after market) cukup besar. Menurut data statistik jumlah populasi
Lebih terperincihambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l
BAB V 5.1 Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Dalam kesepakatan AoA, syarat hegemoni yang merupakan hubungan timbal balik antara tiga aspek seperti form of state, social force, dan world order, seperti dikatakan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 133, 2002 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM
Lebih terperinci5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model
Lebih terperinciPerdagangan Internasional dan Kerja Sama Ekonomi Internasional
Setelah mempelajari bab ini, peserta didik mampu: 1. mendeskripsikan konsep dan kebijakan perdagangan internasional; 2. menganalisis kerja sama ekonomi internasional; 3. mengevaluasi dampak kebijakan perdagangan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut data BPS (2010), jumlah penduduk yang bekerja di sektor
Lebih terperinciLAPORAN REKAPITULASI ANGGARAN T.A2016 (DALAM RIBUAN RUPIAH) Halaman : 1
LAPORAN REKAPITULASI ANGGARAN T.A216 Halaman : 1 9 9.1 9.1.1 372 373 374 375 376 377 378 379 371 3711 3712 3713 3714 3725 3973 5112 9.1.2 3718 9.2 9.2.9 KEMENTERIAN PERDAGANGAN 474.268.93 28.188.643 1.549.93.158
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pelaksanaan komitmen
Lebih terperinciBAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)
BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi suatu negara ke dalam kawasan integrasi ekonomi telah menarik perhatian banyak negara, terutama setelah Perang Dunia II dan menjadi semakin penting sejak tahun
Lebih terperinciBAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya.
BAB VI. KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Hasil penelitian mengenai aliran perdagangan dan investasi pada kawasan integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Integrasi ekonomi memberi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JULI 2015
PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JULI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Laju pertumbuhan Produk domestik bruto (PDB) Saudi Arabia selama kuartal kedua tahun 2015
Lebih terperinciStrategi Pengusaha Lokal dalam Menghadapi China ASEAN Free Trade Agreement 2010
Strategi Pengusaha Lokal dalam Menghadapi China ASEAN Free Trade Agreement 2010 Priyo Hadi Sutanto & Joko Mogoginta Kusuma Sahid Prince Hotel Solo, 26 Maret 2010 2010 All Rights Reserved. 19 Juli 1991
Lebih terperinciASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.
ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. Outline Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan AFTA Tujuan Strategis AFTA Anggota & Administrasi AFTA Peranan & Manfaat ASEAN-AFTA The
Lebih terperinciOPERASIONALISASI KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH DAN HARGA ATAP BERAS
OPERASIONALISASI KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH DAN HARGA ATAP BERAS A. Landasan Konseptual 1. Struktur pasar gabah domestik jauh dari sempurna. Perpaduan antara produksi padi yang fluktuatif, dan penawaran
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bagaimana keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, sementara itu
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ada dua tantangan besar yang dihadapi lndonesia saat ini, yaitu bagaimana keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, sementara itu kita juga harus mencermati globalisasi
Lebih terperinciRingkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia
Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter
Lebih terperinciIX. KESIMPULAN DAN SARAN. Penggunaan model oligopolistik dinamik untuk mengestimasi fungsi
IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Penggunaan model oligopolistik dinamik untuk mengestimasi fungsi permintaan dan relasi penawaran gula menghasilkan parameter estimasi yang konsisten dengan teori
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa berdasarkan Pasal 20 dan Pasal 23 Undang-undang
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR ANALISIS PERUBAHAN DAN DAMPAK KESEPAKATAN PERDAGANGAN BEBAS REGIONAL DAN PENETAPAN MODALITAS PERJANJIAN MULTILATERAL DI SEKTOR PERTANIAN
LAPORAN AKHIR ANALISIS PERUBAHAN DAN DAMPAK KESEPAKATAN PERDAGANGAN BEBAS REGIONAL DAN PENETAPAN MODALITAS PERJANJIAN MULTILATERAL DI SEKTOR PERTANIAN Oleh : Budiman Hutabarat M. Husein Sawit Helena Juliani
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 2010 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciPerekonomian Indonesia saat ini memasuki era ekonomi perdagangan bebas. tidak terkecuali untuk produk pertanian khususnya komoditas pangan.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian Indonesia saat ini memasuki era ekonomi perdagangan bebas tidak terkecuali untuk produk pertanian khususnya komoditas pangan. Sehingga persaingan antar produk
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Kota Pekalongan, Jawa Tengah, sudah sejak lama terkenal dengan
1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kota Pekalongan, Jawa Tengah, sudah sejak lama terkenal dengan kerajinan batiknya. Kerajinan batik telah secara turun-temurun diwariskan dari generasi ke generasi,
Lebih terperinciRingkasan eksekutif: Tekanan meningkat
Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tetap kuat tetapi tekanan semakin meningkat Indikator ekonomi global telah sedikit membaik, harga komoditas telah mulai meningkat
Lebih terperinciSILABUS. : Perdagangan Pertanian Nomor Kode/SKS : ESL 314 / 3(3-0)2
SILABUS Matakuliah : Pertanian Nomor Kode/SKS : ESL 314 / 3(3-0)2 Semester : 6 (enam) Deskripsi Singkat : Mata kuliah ini membahas konsep, teori, kebijakan dan kajian empiris perdagangan pertanian dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pelabuhan umum di Indonesia terdiri dari pelabuhan umum yang
I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Pelabuhan umum di Indonesia terdiri dari pelabuhan umum yang diusahakan (komersial) dan pelabuhan umum yang tidak diusahakan. Pengelolaan pelabuhan umum yang tidak diusahakan
Lebih terperinciSEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009
BAHAN KULIAH WORLD TRADE ORGANIZATION Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 SEJARAH TERBENTUKNYA GATT (1) Kondisi perekonomian
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman Judul... i. Halaman Persetujuan Pembimbing... ii. Halaman Pengesahan Skripsi... iii. Halaman Pernyataan... iv
DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... i Halaman Persetujuan Pembimbing... ii Halaman Pengesahan Skripsi... iii Halaman Pernyataan... iv Halaman Persembahan... v Kata Pengantar... vii Kutipan Undang-Undang...
Lebih terperinciLAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013
LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi
Lebih terperinciKEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL
KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL Kebijakan ekonomi internasional dalam arti luas semua kegiatan ekonomi pemerintah suatu negara yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi komposisi,
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR
KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR PRESIDEN Menimbang : a. bahwa pelaksanaan komitmen liberalisasi perdagangan dalam kerangka
Lebih terperinciBAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan
BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Perdagangan internasional diatur dalam sebuah rejim yang bernama WTO. Di dalam institusi ini terdapat berbagai unsur dari suatu rejim, yaitu prinsip, norma, peraturan, maupun
Lebih terperinciBAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik
BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor pertanian tanaman pangan, merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan telah terbukti memberikan peranan penting bagi pembangunan nasional,
Lebih terperinciANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciBab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5
Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 1 PENGERTIAN GLOBALISASI Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik dari dimensi ekonomi, sosial, maupun politik. Indonesia memiliki keunggulan komparatif sebagai
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
57 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Estimasi Model Dalam analisis data panel perlu dilakukan beberapa pengujian model, sebagai awal pengujian pada ketiga model data panel statis yakni pooled least square (PLS),
Lebih terperinciSISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL
SISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL GLOBAL TRADING SYSTEM 1. Tarif GATT (1947) WTO (1995) 2. Subsidi 3. Kuota 4. VERs 5. ad. Policy 6. PKL NEGARA ATAU KELOMPOK NEGARA NEGARA ATAU KELOMPOK NEGARA TRADE BARRIERS
Lebih terperinciKINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN
KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN I. PENDAHULUAN 1. Salah satu target utama dalam Rencana Strategis
Lebih terperinciPROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES
NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEENAM DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan sudut pandang ilmu ekonomi, motivasi hubungan antar negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan sudut pandang ilmu ekonomi, motivasi hubungan antar negara dianggap sebagai proses alokasi sumber daya ekonomi antar negara dalam rangka meningkatkan derajat
Lebih terperinci1. 3. Realisasi ekspor DKI Jakarta berdasarkan Penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA)
Terdapat 3 (tiga) kategori realisasi Ekspor di DKI Jakarta 1. 1. Realisasi ekspor melalui DKI Jakarta Pengertiannya adalah realisasi hasil/ nilai kegiatan ekspor yang produknya dihasilkan oleh perusahaan
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3
IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3 4.1 Gambaran Umum Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN 5+3 Hubungan antara tabungan dan investasi domestik merupakan indikator penting serta memiliki
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya
Lebih terperinciVIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam
219 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan 8.1.1. Berdasarkan pengujian, diperoleh hasil bahwa guncangan ekspor nonagro berpengaruh positip pada kinerja makroekonomi Indonesia, dalam
Lebih terperinciOleh: Dabukke Muhammad. Frans Betsi M. Iqbal Eddy S. Yusuf
LAPORAN AKHIR TA. 2013 PENGARUH KEBIJAKAN PERDAGANGAN NEGARA- NEGARAA MITRA TERHADAP KINERJA DAN DAYA SAING EKSPOR KOMODITAS PERTANIAN INDONESIA Oleh: Budiman Hutabarat Saktyanu K. Dermoredjo Frans Betsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tekstil terutama bagi para pengusaha industri kecil dan menengah yang lebih mengalami
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Persaingan global merupakan masalah besar bagi industri tekstil dan produk tekstil terutama bagi para pengusaha industri kecil dan menengah yang lebih mengalami masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara
Lebih terperinciBAB 7 PERDAGANGAN BEBAS
BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS Pengaruh Globalisasi Terhadap Perekonomian ASEAN Globalisasi memberikan tantangan tersendiri atas diletakkannya ekonomi (economy community) sebagai salah satu pilar berdirinya
Lebih terperinciIX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikemukakan beberapa kesimpulan: 1. Model ekonomi tanaman pangan Indonesia yang dibangun dengan pendekatan
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik Menurut Susila (2005), Indonesia merupakan negara kecil dalam perdagangan dunia dengan pangsa impor sebesar 3,57 persen dari impor gula dunia sehingga Indonesia
Lebih terperinciACFTA sebagai Tantangan Menuju Perekonomian yang Kompetitif Rabu, 07 April 2010
ACFTA sebagai Tantangan Menuju Perekonomian yang Kompetitif Rabu, 07 April 2010 Awal tahun 2010 dimulai dengan hentakan pemberlakuan ACFTA atau ASEAN-China Free Trade Area. Pro-kontra mengenai pemberlakuan
Lebih terperinciAdreng Purwoto, Handewi P.S. Rachman, dan Sri Hastuti Suhartini. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No.
KORELASI HARGA DAN DERAJAT INTEGRASI SPASIAL ANTARA PASAR DUNIA DAN PASAR DOMESTIK UNTUK KOMODITAS PANGAN DALAM ERA LIBERALISASI PERDAGANGAN (Kasus Provinsi Sulawesi Selatan) Adreng Purwoto, Handewi P.S.
Lebih terperinciVIII. SIMPULAN DAN SARAN
VIII. SIMPULAN DAN SARAN 8.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut : 1. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran
Lebih terperinciPERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION
PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION Oleh : A.A. Istri Indraswari I Ketut Sudiarta Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Protection
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN, Menimbang : bahwa berdasarkan Pasal 20 dan Pasal 23 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan,
Lebih terperinci