KEJADIAN RESISTENSI TERHADAP ANTELMINTIK PADA DOMBA DAN KAMBING DI JAWA BARAT, JAWA TENGAH, DAN YOGYAKARTA

Transkripsi

1 Seminar Nosional Teknologi Peternakan don Veteriner 2002 KEJADIAN RESISTENSI TERHADAP ANTELMINTIK PADA DOMBA DAN KAMBING DI JAWA BARAT, JAWA TENGAH, DAN YOGYAKARTA (Anthalmintic Resistance of Sheep and Goats in West Java, Central Java, and Yogyakarta) BERIAJAYA1, DYAH HARYUNINGTYAS', dan G. D. GRAYZ 'Balai Penelitian Veteriner, PO Box 151, Bogor =International Livestock Research Institute, Los Banos, Laguna, Philippines r ABSTRACT Gastrointestinal nematodiasis is mostly found in sheep and goat, with the effect on inhibition of productivity and increasing of mortality mainly in young animals. Control of nematodiasis is usually done by drenching with anthelmintic at regular basis. Regular treatments with same group of anthelmintic in sheep and goats cause strain of nematodes that resist to those anthelmintic. The aim of this study was to determine the preliminary status of anthelmintic resistance among sheep and goats whether anthelmintic has been used for years or anthelmintic never been used. The fecal samples were collected directly from rectum of individual animal or fresh feces from floor of pens in government farms, university farms and farmer flocks in the villages. Thirty nine pool faecal samples from several farms in West Java, Central Java and Daerah Istimewa Yogyakarta were collected for examination. Fecal samples were processed for larval development assay (LDA). The results showed that resistance to anthelmintic (29% to 82%) was shown in 10 samples, -8 government farms and two village farms. Further surveys were recommended to study distribution and the causal factors of anthelmintic resistance in areas for development of sheep and goats in order to plan effective rational control program. Key words : Sheep, goats, LDA, anthelmintic resistance PENDAHULUAN Domba dan kambing dipelihara secara tradisional dan berfungsi sebagai tabungan, penghasil daging dan pupuk serta untuk mengisi pekerjaan bagi anggota keluarga. Saat ini populasi domba dan kambing di Indonesia diperkirakan 7,5 juta ekor domba dan 14,1 juta ekor kambing (ANONIM, 1995). Cacing nematoda saluran pencernaan merupakan parasit cacing yang paling banyak ditemukan pada ruminansia kecil dengan efek menghambat produktivitas ternak dan menyebabkan kematian pada ternak muda. Dari hasil penelitian dilaporkan bahwa pertumbuhan domba yang dipelihara di pedesaan terhambat sampai 38% (BERIAJAYA dan STEVENSON, 1985 ; 1986) dan mortalitas meningkat sampai 28% (HANDAYANI dan GATENBY, 1988). Oleh karena itu dapat dihitung berapa kerugian yang ditimbulkan oleh parasit ini. Penanggulangan terhadap parasit cacing biasanya dilakukan dengan pemberian obat cacing (antelmintik). Antelmintik yang sering digunakan adalah golongan benzimidazole. Umumnya semua peternakan milik pemerintah mempunyai program pemberantasan cacing dengan pemberian antelmintik setiap 3 bulan sekah tanpa didiagnosa terlebih dahulu apakah ternak tersebut terinfeksi cacing dalam jumlah besar atau tidak. Pada ternak milik masyarakat, antehnintik diberikan hanya untuk pengobatan pada tenak yang menunjukkan gejala seperti mencret, kurang nafsu makan dan kurus. Pengobatan dengan antelmintik mempunyai resiko terjadinya resistensi bila diberikan dalam jangka waktu yang lama dengan jenis yang sama. Kemungkinan kecil apabila antelmintik mempunyai efikasi sampai 100% terhadap semua jenis parasit dan 100% efektif sepanjang waktu. Oleh karena itu bill terjadi resistensi maka beberapa parasit yang tahan terhadap antelmintik akan membawa gen resisten (WALLER, 1993). Hal ini menyebabkan perlunya strategi yang khusus untuk pemberian antelmintik pada daerah yang tidak mempunyai kejadian resisten. Banyaknya frekuensi pemberian antelmintik memicu terjadinya resistensi terhadap antelmintik, residu obat pads produk hewan dan efek negatif pada lingkungan. Antelmintik mempunyai aktivitas yang tidak sama terhadap spesies cacing dan stadium perkembangannya. Faktor lain yang mempengaruhi pengendalian parasit cacing adalah adanya variasi tingkat resistensi terhadap antelmintik dari daerah ke daerah. Oleh karena itu diperlukan rekomendasi yang berbeda dari satu daerah terhadap daerah yang lain. 403

2 Kejadian resistensi antelmintik telah banyak dilaporkan di seluruh dunia (PRICHARD, 1990 ; WALLER 1993 ; WALLER et al., 1995 ; 1996). Di Asia Tenggara resistensi antelmintik telah dilaporkan di Malaysia (DoRNY et al., 1993 ; SIVARAJ et al., 1994 ; RAHMAN, 1993), Thailand (KOCHAPAKDEE et al., 1995) dan Philipina (MARBELLA, 1991 ; ANCHETA dan DUMILON, 2000). Pada beberapa daerah antelmintik telah digunakan secara luas di peternakan milik pemerintah. Laporan terakhir telah ditemukan adanya resistensi terhadap albendazole pada peternakan domba di Bogor (RIDWAN et al., 2000 ; HARYUNINGTYAS et al., 2001). Metode yang sering dipakai untuk mendeteksi resisten terhadap antelmintik adalah Fecal Egg Count Reduction Test (FECRT). Metode ini memberikan estimasi efektivitas antelmentik dengan membandingkan jumlah telur cacing per gram tinja sebelum dan sesudah pengobatan. Kelemahan metode ini antara lain koleksi contoh tinja harus dilakukan dari setiap hewan sehingga menyulitkan bila harus mendeteksi sampel dari sekelompok hewan dalam jumlah besar. Selain itu metode ini memerlukan dua kali kunjungan ke peternakan. Untuk mengetahui efek antelmintik pada perkembangan larva cacing nematoda sampai dengan stadium ketiga secara in vitro telah dikembangkan sebagai metode diagnosa (LACEY et al., 1990) dan dikomersialisasi di Australia dengan nama paten Larval Development Assay (LDA) DrenchRite. Salah satu keuntungan uji ini adalah dapat digunakan untuk ternak yang dimiliki beberapa peternak kecil dimana tidak mungkin digunakan metode FECRT. Kesulitan untuk melakukan FECRT pada peternakan besar dengan jumlah hewan yang banyak dicerminkan dari laporan resistensi antelmintik di daerah tropik (GILI, 1996 ; WANYANGU et al., 1996 ; BOERSEMA dan PANDEY, 1997 ; CHANDRAWATHANI et al., 1999). LDA Drenchrite (1996) digunakan untuk mendeteksi resistensi terhadap antelmintik golongan benzimidazole, levamizole, kombinasi benzimidazole dan levamizole serta ivermectin secara in vitro terhadap sebagian besar spesies cacing nematoda saluran pencernaan pada domba dan kambing, yaitu Haemonchus contortus, Trichostrongylus colubriformis dan Ostertagia circumcincta. LDA DrenchRite yang dipakai pada penelitian ini hanya berisi antelmintik golongan benzimidazole dan levamizole. Cara kerja dari LDA ini adalah telur cacing nematoda ditempatkan pada sumuran mikroplate yang telah berisi antelmintik, selanjutnya menetas menjadi larva stadium satu dan selanjutnya berkembang menjadi larva stadium ketiga. Konsentrasi bertingkat dari antelmintik akan memblokir stadium perkembangan larva yang telah disetarakan dengan efikasi secara in vivo. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari kejadian resistensi terhadap antelmintik pada ternak domba dan kambing yang sering mendapat antelmintik sebagai metoda penanggulangan infeksi cacing. Diharapkan dengan diketahuinya kejadian resistensi terhadap antelmintik, maka dapat disusun program penanggulangan yang lebih rasional. Sampel Tinja MATERI DAN METODE Sampel tinja sebanyak 200 gram dikoleksi dari rektum beberapa ekor ternak dan kemudian diikat dalam kantong plastik sehingga tidak mengandung udara. Sebanyak 39 sampel dikoleksi dari peternakan pemerintah (stasiun pewbibitan), peternakan milik universitas dan peternakan milik masyarakat yang berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Status pemakaian antelmintik Pada saat koleksi sampel, beberapa pertanyaan diajukan ke peternak mengenai ras, populasi, asal dan managemen ternak serta sejarah pemakaian antelmintik, selang pemberian dan jenis antelmintik yang digunakan. Dari data yang diperoleh hanya ada satu peternakan yang menggunakan antelmintik dari golongan piperazine. Larval Development Assay (LDA) Sampel tinja sebanyak gram dibuat larutan dengan menambah air 3 ml/gram tinja. Larutan tinja dihitung telur cacingnya (epg) dengan metode Mc Master (MANUAL OF VETERINARY PARASITOLOGICAL LABORATORY TECHNIQUES, 1971). Sampel tinja harus mengandung epg lebih dari 100 untuk proses LDA lebih lanjut. Pada waktu yang bersamaan sampel tinja dipersiapkan untuk membuat pupukan larva. Tahap selanjutnya larutan tinja disaring secara bertingkat menggunakan saringan 250 Rm, 180 pm, 75 Rm sampai didapatkan filtrat kental dari saringan 25 Rm. Filtrat selanjutnya ditempatkan di lapisan atas larutan gula bertingkat didalam tabung sentrifuse (10 ml 10% berwarna kuning untuk lapisan atas, 10 ml 25% berwarna biru untuk lapisan tengah dan 15 nil 40% berwarna merah untuk lapisan bawah) dan kemudian disentrifus pada 2200 rpm menggunakan bench top sentrifus selama 10 menit. Setelah disentrifus, telur nematoda akan terletak diantara lapisan kuning dan biru. Dengan menggunakan pipet pastur telur dikoleksi dan ditempatkan pada saringan 251Irn. Telur dibersihkan dari larutan gula dengan cara mengalirkan 404

3 Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veleriner 2002 air secara perlahan-lahan. Telur kemudian dikumpulkan pada tabung sentrifus 15 ml ditambah dengan aquades sehingga dalam 10pl suspensi mengandung butir telur. Satu plat dapat digunakan untuk tiga sampel dan diperlukan kira-kira l ml suspensi tiap sampelnya. Selanjutnya 90 pl fungizone ditambahkan untuk tiap ml suspensi. Pada masing-masing sumuran plat milaotiter ditempatkan 20pl suspensi telur cacing. Diperkirakan dalam satu sumuran terdapat telur nematoda. Plat mikrotiter diinkubasikan pada suhu 25 C selama 7 hari untuk memberikan kesempatan bagi telur untuk bekembang menjadi larva. Plat diperiksa setelah 16 jam terhadap ada tidaknya lapisan air pada permukaan sumuran. Jika air terabsorpsi dalam agar maka perlu ditambahkan aquades sebanyak + 20 pl. Pada hari ke-7, telur yang telah berkembang menjadi larva dibunuh dengan larutan iodine sebanyak 20 pl dan selanjutnya jumlah larva dihitung. Penghitungan dilakukan di bawah mikroskop stereo dengan perbesaran 25x dan hanya dilakukan pada larva yang berkembang menjadi stadium 3. Pada saat ini pula pupukan larva dipanen dan diidentifikasi. Hasil yang diperoleh kemudian diinterpretasikan menggunakan Tabel baku yang telah disediakan oleh CSIRO Horizon Technology (DRENCHRITE, 1996). Efikasi dari antelmintik dihitung dari jumlah telur dalam sumuran dimana 50 persennya dihambat pertumbuhannya. Kriteria resistensi Resistensi mulai ditandai bila antelmintik yang digunakan tidak 100% efektif, artinya antelmintik tersebut tidak dapat membunuh semua jenis cacing yang ada. Bila efikasi berkisar antara % maka antelmintik tersebut masih dapat digunakan, tetapi bila efikasi mencapai < 60% maka antelmintik harus segera diganti dengan golongan yang berbeda, sedangkan bila efikasi antara 60-80% antelmintik harus digunakan dengan hati-hati, artinya strain cacing yang sudah resiten tidak boleh menyebar ketempat lain dan kemungkinan dosis harus ditingkatkan atau mengurangi pemakaian obat cacing. HASIL DAN PEMBAHASAN Wawancara dengan beberapa petugas dari Dinas Petemakan, Balai Penyidikan Penyakit Hewan dan Universitas/Institut serta informasi dari beberapa peternak pada lokasi survai menunjukkan bahwa antelmintik yang sering digunakan secara meluas pada domba dan kambing adalah golongan benzimidazole. Kemungkinan besar antelmintik dari golongan ini telah digunakan dalam beberapa tahun, oleh karena itu studi kasus untuk mengetahui efektivitas antelmintik difokuskan pada antelmintik golongan benzimidazole. Selain itu ada sebagian kecil petemak yang menggunakan levamizole dan piperazine untuk penanggulangan parasit cacing. Sepuluh contoh tinja yang diambil dari beberapa lokasi survai menunjukkan adanya resistensi, karena efektivitasnya kurang dari 100%. Efektivitas antelmintik bervariasi antara 29% dan 82% berdasarkan uji LDA. Di daerah Ciomas, semua ternak dipelihara untuk tujuan penggemukan dan antelmintik digunakan secara rutin setiap tiga bulan sekali selama 2-3 tahun. Di UPT Kambing Etawah, Kendal, SPTD Trijaya, Kuningan, UPTD Bantul, ternak yang diperiksa adalah milik pemerintah untuk pembibitan, sedang di Darmaga merupakan ternak milik Fakultas Petemakan IPB untuk praktikum mahasiswa. Semua ternak secara rutin mendapat pengobatan dengan antelmintik yang berisi albendazole (Valbazen) setiap tiga bulan sekali. Adanya kasus antelmintik resisten harus segera ditangani mengingat ternak tersebut akan disebar ke daerah lain, sehingga penyebaran galur cacing yang resisten terhadap antelmintik dapat dicegah sedini mungkin. Di daerah Ciomas, kemungkinan tidak terlalu menjadi masalah karena ternak yang dipelihara hanya untuk penggemukan dan selanjutnya dipotong, sehingga walaupun terjadi kasus resistensi, populasi cacing yang sudah resisten tidak menyebar ke daerah lain., sedangkan di Kendal, maka ternak yang akan keluar harus-haru bebas dari cacing. Menurut BORGSTEEDE et al. (1986) kejadian resistensi antelmintik ini mungkin merupakan hasil dari seleksi cacing yang resisten pada pengobatan terhadap ternak di peternakan, masuknya ternak yang membawa galur yang resisten ke dalam petemakan atau sebab lain seperti kontaminasi partikel tinja yang mengandung galur cacing yang resisten pada sepatu, mobil dan burung. Cara menangani ternak yang resisten terhadap obat cacing adalah dengan mengganti jenis obat cacing dari golongan yang berbeda, mengurangi pemakaian obat cacing atau campuran antara benzimidazole, levamizole dan naphthalophos (SANGSTER, 2001) serta membatasi lalu lintas ternak agar galur cacing ini tidak menyebar ketempat lain atau bila ternak akan dikeluarkan harus benar-benar bebas cacing. Dari Tabel di atas juga diketahui bahwa di beberapa daerah yang diperiksa dimana domba dan kambing yang ada belum pernah diberi obat cacing tetapi tidak menunjukkan adanya resistensi. Hal ini menunjukkan bahwa populasi cacing yang ada masih sensitif terhadap antelmintik. Persentase populasi nematoda yang resisten dihitung dari rata-rata jumlah larva yang berkembang pada sumuran yang dianggap resisten dibagi jumlah larva yang berkembang pada sumuran kontrol dikali 100%, sedangkan efikasi keseluruhan dihitung dari 100% 405

4 dikurangi persentase populasi nematoda yang resisten dikah peresentase efikasiberdasarkan LDA. Hasil identifikasi larva dari pupukan larva berdasarkan karakteristik morfologi larva stadium ketiga diketahui bahwa hampir semua lokasi didominasi oleh Haemonchus contortus (63% to 96%), kecuali sampel yang dikoleksi dari Garut di dominasi oleh Cooperia sp (44% to 90%) and sampel dari FKH-IPB lama di dominasi Trichostrongylus sp (46%). Dari Tabel 1 diketahui bahwa dari semua sampel yang resistensi, spesies yang dominan adalah Haemonchus contortus. Tabel 3. Lokasi Keterangan : Efikasi terhadap antelmintik golongan benzimidazole dari sampel yang resistan bardasarkan uji Larval Development Assay Efikasi keseluruhan terhadap benzimdazole (%) Hae = Haemonchus contortus Oes = Oesophagostomum spp Tric = Trichostrongylus spp Coo = Cooperia sp Bun = Bunostomum sp Populasi nematoda yang resisten (%) Hae Spesies ofnematoda yang resisten Kendal Ciomas Darmaga SPTD Trijaya (Katahdin) SPTD Trijaya (Dorper) SPTD Trijaya (Garut) SPTP Trijaya (Barbados) Trijaya desa Tm Temak Pamengkang (Lokal) Resisten UPTD Bantul Oes Tric Coo Bun Pada dosis rekomendasi jika efikasi sama dengan atau lebih besar dari 95% (90%) berarti nematoda masih besar-benar peka terhadap antelmintik golongan benzimidazole. Jika efikasi di bawah 90% berarti telah terjadi resistensi dengan tingkat yang sesuai dengan persentase resistensinya. Dari hasil di atas diketahui bahwa pada beberapa peternakan telah terjadi resistensi. Walaupun persentase kejadian resistensi antelmintik masih kecil tetapi hal ini perlu diwaspadai mengingat cepat atau lambat kejadian resistensi antelmintik akan cepat meluas.van AKEN et al. (1994) pertama kali melaporkan adanya benzimidazole resisten pada Haemonchus contortus dari domba di Mindanao yang diuji menggunakan FECRT, Egg Hatch Assay dan pupukan larva. Domba tersebut telah diberi albendazole selama lima tahun. Selain itu dilaporkan juga bahwa resistensi terhadap antelmintik golongan benzimidazole sudah terjadi dan mungkin akan terjadi pada antelmintik golongan yang lain (HALL et al., 1978). Untuk kasus tersebut maka penggunaan antelmintik golongan benzimidazole harus dihentikan. Antelmintik dari golongan yang lain yang mempunyai mekanisme kerja yang lain dapat digunakan untuk mengendalikan parasit apabila resistensi sudah terjadi (ANCHETA dan DLTMILON, 2000). Oleh karena itu diperlukan strategi yang berbeda dalam rekomendasi pemberian antelmintik pada daerah yang telah terjadi resistensi dan daerah yang tidak ada kasus resistensi. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah telah ditemukan adanya kejadian resisten dari 10 sampel tinja berasal dari 7 lokasi survai yaitu Kendal (Jaws Tengah), Ciomas, Darmaga, SPTD Trijaya Kuningan, Desa dekat SPTD Kuningan, Taman Temak Pamengkang Cirebon dan UPTD Bantul. Resistensi tersebut berkisar antara 29 dan 82 persen. Penelitian sebaran lokasi resistensi pada beberapa daerah lain di Indonesia dan penyebab terjadi resisten kiranya perlu dilakukan sehingga dapat diketahui daerah penyebaran resistensi antelmintik terutama di daerah-daerah pengembangan Tmak domba dan kambing, dan dapat diambil tindakan yang tepat untuk penanggulangan infeksi cacing. UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini merupakan kerjasama antara Pusat Penelitian dan Pengembangan Petemakan dengan International Livestock Research Institute dan 406

5 Australian Center for International Agriculture Research. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas bantuannya sehingga kegiatan penelitian berjalan dengan baik. DAFTAR PUSTAKA ACHETA, P.B. and R.A. DUMILON Benzimidazol e Resistance of Some Nematodes In Small Ruminants. Phillipp. J. Vet. Anim. Sci. No.26: ANONYMOUS Buku Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta. BERIAJAYA and P. STEVENSON The effect of anthelmintic treatment on the weight gain of village sheep. Proceedings 3rd AAAP Animal Science Congress 1 : BERIAJAYA and P. STEVENSON Reduced productivity in small ruminant in Indonesia as a result of gastro intestinal nematode infections. In Livestock Production and Diseases in the Tropics, (eds M R Jainudeen, M Mahyuddin and J E Huhn). Proceedings of 5th Conference Institute Tropical Veterinary Medicine, Kuala Lumpur, Malaysia. BOERSEMA, J.H. and V.S. PANDEY Anthelmintic resistance of trichostrongylids sheep in the high veld of Zimbabwe. Vet. Parasitol. 68(4) : BORGSTEEDE, F.H.M Resistance of Cooperia curticei against fenbendazole. Res. Vet. Sci. 41 : CHANDRAWATHANI, P., M. ADNAN, and P.J. WALLER Anthelmintic resistance in sheep and goat farms on Peninsular Malaysia. Vet. Parasitol. 82(4) : DORNY, P., E. CLAREBOUT, J. VERCRUYSSE, A. JALILA and R. SANL Benzimidazole resistance of Haemonchus contortus in goats in Malaysia. Vet. Rec. 133 : DRENCHRITEO A larval development assay for the detection of anthelmintic resistance. Horizon Technology Pty Limited. Roseville, NSW, Australia. GILL, B.S Anthelmintic resistance in India. Vet.Parasitol. 63 : HALL C.A, J.D. KELLY, N.J. CAMPBELL, H.V. WHITLOCK, and I.C.A. MARTIN Th e dose response of several benzimidazole anthelmintics against resistant strains of Haemonchus contortus and Trichostrongylus colubriformis selected with thiabendazole. Res. Vet. Sci. 25 : HANDAYANI, S.W. and R.M. GATENBY Effects of management system, legume feeding and anthelmintic treatment on the performance of lambs in North Sumatra. Trop. Anim. Hlth and Prod. 20 : LACEY, E., J.M. REDWIN, J.H. GILL, V.M. DEMARGHERITI, and P.J. WALLER A larval development assay for the simoultaneus detection of broad spectrum anthelmintic resistance. In : Boray J.C., Martin, P.J. and Roush R.T. (eds). Resistance of Parasites to antiparasitic drugs.msd AGVET, Raway, NJ MANUAL OF VETERINARY PARASITOLOGICAL LABORATORY TECHNIQUES Technical Bulletin No 18, Her Majesty's Stationery Office. London MARBELLA, C.O Prevention and control of gastrointestinal parasites of goats in the Bicol region. Terminal Report, Regional Animal Disease Diagnostic and Research Laboratory, Departement of Agriculture, region V, Cabangan, Camalig, Albay. PRICHARD, R.K Anthelmintic resistance in nematodes, recent understanding and future directions for control and research. Int. J. Parasitol. 20 : RAHMAN, W.A Resistance to benzimidazole anthelmintics by Haemonchus contortus in goats in Peninsular Malaysia. Vet Parasitol. 55 : RIDWAN, Y., F. SATRUA, E.B. RETNANI, and R. TIURIA Haemonchus contortus resistant to albendazole on sheep farm in Bogor. Abstract in International Conference on Soil Transmitted Helminth Control and Workshop on Indonesian Association of Parasitic Disease Control. Bali, February SANGSTER, N.C Managing paraticide resistance. Vet. Parasitol. 98 : SIVARAJ, S., P. DORNY, J. VERCRUYSSE, and V.S. PANDEY Multiple and multigeneric anthelmintic resistance on a sheep farm in Malaysia. Vet. Parasitol. 55 : KocRAPAKDEE, S., V.S. PANDEY, W. PRALOMKARN, S. CHOLDUMRONGKUL, W. NGAMPONGASI, and A. LAWPETCHARA Anthelmintic resistance in goats in southern Thailand. Vet. Rec. 137: VAN AKEN, D., J.T. LAGAPA, A.P. DARGANTES, M.A. YEBRON, and J. VERCRUYSSE Benzimidazole resistance in a field population of Haemonchus contortus from sheep in the Philippines. Phil. J. Vet. Anim. Sci. 20(3&4) : WALLER, P.J Control strategies to prevent resistance. Vet. Parasitol. 46 : WALLER, P.J., K.M. DASH, I.A. BARGER, L.F. LE JAMBRE, and J. PLANT Anthelmintic resistance in nematode parasites of sheep : learning from the Australian experience. Vet. Rec. 136 : WALLER, P.J., F. ECHEVARRIA, C. EDDI, S. MACIEL, A. NARI, and J.W. HANSEN The prevalence of anthelmintic resistance in nematode parasites of sheep in Southern Latin America : General overview. Vet. Parasitol. 62 : WANYANGU, S.W., R.K. BAIN, M.K. RUGUTT, J.M. NGINYI, and J.M. MUGAMBI Anthelmintic resistance amongst sheep and goats in Kenya. Prev. Vet. Med. 25 :