BAB 2. TARGET LUARAN BAB 3. METODE PELAKSANAAN
|
|
- Irwan Hermanto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 1. PENDAHULUAN Kebutuhan protein hewani asal ternak yang semakin terasa untuk negara berkembang, khususnya Indonesia, harus terus ditangani karena kebutuhan itu semakin bertambah disebabkan oleh pertambahan penduduk yang pesat dan daya beli rakyat semakin tinggi. Hal ini membuat peternak dituntut untuk semakin meningkatkan produktivitas ternaknya untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Banyak kendala yang dihadapi para peternak di dalam mengembangkan usaha peternakannya. Umumnya faktor-faktor kendala yang dihadapi berkisar pada problem pakan, tatalaksana / manajemen pemeliharaan, dan masalah penyakit. Infestasi parasit pada hewan ternak merupakan permasalahan yang sering terjadi dan merugikan peternak karena dapat menimbulkan penurunan produksi hewan ternak. Dipandang dari segi ekonomi, kerugian yang ditimbulkan oleh penyakit parasit cukup besar, yaitu dapat menurunkan berat badan ternak, produksi susu, kualitas daging/ kulit/ jeroan, produktivitas ternak sebagai tenaga kerja di sawah serta bahaya penularan terhadap manusia/ zoonosis. Koperasi Unit Desa (KUD) Karangploso merupakan koperasi penghasil susu terbesar kedua di Kabupaten Malang setelah Koperasi Pujon. Pada bulan Desember 2015, dilaporkan terdapat sejumlah sapi perah yang mengalami diare di wilayah KUD Karangploso. Diare terus menerus yang dialami oleh sapi perah tersebut dapat menimbulkan penurunan produksi susu. Beberapa anak sapi (pedet) yang berumur kurang dari 3 minggu di wilayah KUD Karangploso juga dilaporkan mengalami gejala diare yang terus menerus. Pemeriksaan feses sapi perah yang menderita diare kemudian dilakukan untuk mengetahui penyebab terjadinya diare, dan didapatkan hasil adanya beberapa telur Strongyloides pada pemeriksaan feses tersebut. Strongyloidosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit cacing Strongyloides. Cacing ini termasuk dalam kelas nematoda dan merupakan jenis cacing saluran pencernaan. Anak sapi perah yang berumur kurang dari 6 bulan lebih rentan terserang Strongyloides. gejala klinis utama dari infestasi Strongyloides adalah gangguan pencernaan seperti diare, yang kemudiaan diikuti oleh penurunan nafsu makan dan penurunan produktivitas sapi. Selain itu, organ paru-paru akan mengalami kerusakan akibat migrasi larva Strongyloides., yang kemudian akan memicu timbulnya infeksi sekunder oleh bakteri. Gejala klinis yang timbul dari 1
2 migrasi larva Strongyloides. adalah gejala pernapasan berupa batuk dan kesulitan bernapas (Junquera, 2014). Menurut Junquera (2014) penanggulangan yang efektif terhadap penyakit yang disebabkan oleh Strongyloides adalah dengan memberikan terapi pada ternak terinfeksi dan melakukan upaya pencegahan serta kontrol penyakit. Terapi Strongyloidosis adalah dengan pemberian anthelmintika golongan Benzimidazole kepada ternak yang terinfeksi Strongyloides. dan pemberian anthelmintik kepada ternak yang berada dalam lingkungan sekitarnya sebagai upaya pencegahan. Anthelmintika golongan benzimidazole merupakan anthelmintik yang efektif untuk membasmi cacing dewasa maupun stadium larva Strongyloides. Upaya pencegahan dan kontrol lainnya dilakukan dengan melindungi ternak produktif terutama sapi perah laktasi dan sapi yang sedang bunting agar tidak terinfeksi Strongyloides, sehingga anak sapi terhindar dari penularan Strongyloides secara traansmammae. Peralatan, pakan, dan kondisi kandang yang kering juga merupakan upaya pencegahan yang efektif, karena larva Strongyloides memerlukan kelembapan untuk bertahan di lingkungan sebelum menembus kulit sapi untuk menginfeksi (infeksi perkutan). BAB 2. TARGET LUARAN Target luaran dari kegiatan ini adalah sapi perah di wilayah KUD KarangPloso yang bebas dari infestasi Strongyloides. Hal ini dapat diketahui dengan pemeriksaan sampel feses dengan hasil negatif telur Strongyloides. BAB 3. METODE PELAKSANAAN Parasit yang berada dalam tubuh hewan terkadang tidak diikuti dengan gejala klinis (subklinis), tetapi justru hal inilah yang membuat diagnosa penyakit parasit menjadi lebih kompleks. Pada umumnya, hewan yang demikian dalam jangka panjang akan kurang mampu bertumbuh baik, hingga menyebabkan kerugian ekonomi peternak (Subronto, 2004). Selain itu, kerugian ekonomi juga dapat terjadi akibat kerusakan organ karena migrasi stadium larva 2
3 maupun daerah predileksi dari parasit tersebut. Menurunnya kualitas karkas dan produksi susu, penurunan fertilitas, dan prediosisi penyakit metabolik, yang disebabkan oleh menurunnya nafsu makan, perubahan distribusi air, elektrolit dan protein darah merupakan gangguan yang dialami oleh tubuh ternak yang menderita Strongyloidosis. Diagnosa penyakit helminthiasis atau infestasi parasit dapat dilakukan dengan melihat gejala klinis yang tampak pada hewan seperti diare, rambut kusam dan berdiri, serta penurunan nafsu makan (anoreksia) (Subronto, 2004). Gejala tersebut tidak menjamin diagnosa helminthiasis dilakukan secara tepat dan akurat, karena sebagian besar hewan yang terkena penyakit parasit tidak menunjukkan gejala klinis (subklinis). Oleh karena itu, perlu dilakukan langkah-langkah yang dapat menunjukkan adanya infestasi parasit pada hewan, terutama untuk hewan yang tampak sehat dan tidak menunjukkan gejala klinis. Hal ini penting untuk mendeteksi positif atau tidaknya hewan terhadap infestasi parasit guna mencegah penyebaran penyakit parasit. Pemeriksaan feses merupakan langkah yang tepat untuk mendiagnosa adanya infestasi parasit pada hewan (Hendrix, 2014). Metode ini tergolong mudah dan ekonomis untuk meneguhkan diagnosa helminthiasis maupun untuk mendeteksi infestasi parasit pada hewan yang tidak menunjukkan gejala klinis. Peneguhan diagnosa Strongyloidosis pada sapi perah dan anak sapi yang menderita diare dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan feses. Pemeriksaan feses untuk memeriksa telur cacing, terutama telur Strongyloides, yang akan dilakukan sebagai langkah solusi adalah dengan metode natif (langsung) dan metode apung. Kedua metode pemeriksaan feses ini memiliki cara kerja dan tujuan pemeriksaan yang berbeda tetapi saling mendukung. 3
4 Gambar 1. Ukuran Relatif Telur Parasit pada Feses Sapi (Foreyt, 2001). Metode natif (langsung) dilakukan untuk mendiagnosa ada tidaknya telur cacing atau oosista protozoa dalam feses secara cepat. Metode ini sangat sederhana, dilakukan dengan mencampur feses dengan aquades sampai homogen dan diletakkan di atas object glass, ditutup degan cover glass, lalu diamati dengan mikroskop. Metode pemeriksaan feses apung berfungsi untuk mengamati telur cacing dalam feses dengan lebih jelas, karena debris atau kotoran-kotoran feses akan sangat berkurang dengan metode ini akibat perbedaan berat jenis (Gambar 2), sehingga bentuk telurnya akan terlihat lebih jelas. Pemeriksaan feses metode apung dilakukan dengan melarutkan 2 gram (0,5 sendok teh) feses ke dalam 30 ml air sampai merata, lalu masukkan ke dalam tabung reaksi. Tambahkan larutan NaCl jenuh sampai membentuk cembung pada permukaan tabung, lalu letakkan coverglass dan tunggu selama 20 menit. Coverglass diambil dan diletakkan di atas obyek glass lalu diperiksa dengan mikroskop (Hendrix, 2014). 4
5 Gambar 2. Pemisahan molekul berdasarkan berat jenis pada metode apung (Zajac, 2006). Sapi yang menunjukkan gejala klinis helminthiasis akan diambil esimen fesesnya dan diberikan terapi pemberian anthelmintika secara peroral dengan preparat golongan Benzimidazole. Pemberian terapi anthelmintika golongan Benzimidazole dapat membasmi stadium larva maupun dewasa dari Strongyloides. Edukasi tentang manajemen pemeliharaan sapi perah yang baik dan kontrol serta pencegahan Strongyloidosis terhadap peternak juga perlu dilakukan untuk memberantas Strongyloidosis secara tuntas. Metode pelaksanaan pengabdian masyarakat secara ringkas dapat dirangkum sebagai berikut : 1. Dilakukan pengambilan feses melalui rektum (per rektal) dari sapi yang menunjukkan gejala klinis secukupnya dan dikemas dalam plastik yang telah diberi kode esimen. Spesimen kemudian dimasukkan ke dalam wadah khusus lalu dikirim ke laboratorium parasitologi FKH UB untuk dilakukan pemeriksaan laboratorik. 2. Pemeriksaan esimen feses secara laboratorik dilakukan dengan metode natif dan uji apung sebagai langkah untuk meneguhkan diagnosa Strongyloidosis. 3. Pemberian terapi anthelmintika pada sapi 5
6 4. Edukasi terhadap peternak sapi tentang manajemen pemeliharaan sapi yang baik dan kontrol serta pencegahan Strongyloidosis terhadap peternak juga perlu dilakukan untuk memberantas Strongyloidosis secara tuntas BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan pengabdian masyarakat dilakukan dengan mempersiapkan obat-obatan dan bahan habis pakai lainnya. Bahan aktif anthelmintik yang digunakan adalah Fenbendazole, dengan pertimbangan pemilihan obat adalah jenis parasit yang sering ditemukan di wilayah Karangploso. Fenbendazole merupakan anthelmintika ektrum luas yang dapat digunakan pada stadium larva maupun dewasa dari banyak jenis helminth, termasuk Strongyloides. Pengabdian masyarakat dilakukan pada hari Kamis tanggal 4 Agustus 2016, di Kelompok Ternak Langeng Mulyo Dusun Babakan Karangploso. Beberapa ternak dilaporkan mengalami diare dan anoreksia. Ternak sapi yang mengalami diare dan anoreksia kemudian diperiksa kondisinya dan diambil esimen fesesnya. Spesimen feses diambil dengan menggunakan gloves secara per rektal untuk mencegah kontaminasi dari lingkungan. Spesimen feses kemudian diletakkan pada plastik yang telah diberi kode esimen yang disesuaikan dengan catatan data pemilik maupun keterangan lainnya yang diperlukan pada setiap esimen. Sebanyak 24 esimen feses diambil dari sapi yang menunjukkan gejala klinis dan kemudian disimpan dalam wadah khusus untuk dibawa menuju laboratorium FKH UB Dieng untuk diperiksa. Hasil pemeriksaan feses pre-deworming dengan metode natif dan apung menunjukkaan bahwa sebanyak 45,8% feses positif terdapat telur Strongyloides, 25% feses positif terdapat telur Toxocara, 8,3% feses positif terdapat telur Schistosoma, 4,2% feses positif terdapat telur Moniezia, dan sebanyak 4,2% feses positif terdapat telur Trichuris, sedangkan 12,5% lainnya negatif telur helminth berdasarkan pemeriksaan natif dan apung. Pemberian anthelmintik dilakukan pada sebagian besar ternak yang terdapat pada kelompok ternak, tidak hanya diberikan pada ternak sapi yang menunjukkan gejala klinis. Hal ini dilakukan karena beberapa penyakit parasit tidak menimbulkan gejala klinis atau subklinis, oleh karena itu dalam pemberantasan penyakit parasit, semua populasi ternak yang tinggal dalam 6
7 suatu kawasan tertentu sebaiknya diberikan terapi anthelmintik, baik sebagai terapi maupun sebagai pencegahan. Anthelmintik yang digunakan adalah Fenbendazole dalam bentuk bolus yang merupakan turunan dari golongan Benzimidazole. Pemberian anthelmintik diberikan sesuai dengan dosis yang diatur oleh produsen anthelmintik (1 bolus untuk seekor sapi) secara peroral. Ternak yang sedang bunting tidak diberikan terapi anthelmintik untuk mencegah terjadinya efek samping. Pada saat pemberian anthelmintik di dalam kandang dilakukan juga edukasi terhadap peternak tentang manajemen pemeliharaaan ternak yang baik sehingga dapat mencegah penyakit. Kegiatan berikutnya adalah pengambilan feses ternak yang telah diberi anthelmintik yang dilakukan sekitar 2 minggu setelah program deworming. Hasil pemeriksaan feses postdeworming menunjukkan bahwa sebanyak 91,7% sampel feses menunjukkan hasil negatif telur helminth, sedangkan 8,3% lainnya masih menunjukkan hasil positif. Kedua sampel feses yang menunjukkan hasil positif menunjukkan adanya telur helminth Toxocara. Hal ini dapat disebabkan karena infestasi Toxocara sudah tergolong menengah maupun berat, sehingga diperlukan adanya terapi anthelmintika ulangan pada ternak tersebut untuk mendapatkan hasil pemeriksaan feses metode natif dan apung yang negatif telur helminth. 7
8 BAB 5. KESIMPULAN 1. Kegiatan pengabdian masyarakat di kelompok ternak telaah dilakukan dengan melakukan pengambilan esimen feses pre deworming, pemberian anthelmintik untuk terapi dan pencegahan, serta pemeriksaan esimen feses post deworming. 2. Pemeriksaan Spesimen feses pre deworming dengan metode natif dan apung menunjukkan sebagian besar esimen (87,5%) positif mengandung telur helminth, dan sejumlah 45,8% diantaranya positif mengandung telur Strongyloides. 3. Pemberian terapi anthelmintik Fenbendazole diberikan secara peroral kepada seluruh ternak yang berada dalam satu kandang dengan ternak yang menunjukkan gejala klinis. 4. Pemeriksaan Spesimen feses post deworming dengan metode natif dan apung menunjukkan sebagian besar esimen (91,7%) feses negatif mengandung telur helminth BAB 6. SARAN Perlu diadakan program deworming lanjutan kepada ternak di kawasan KUD Karangploso untuk menjamin bahwa pemberantasan penyakit parasit terutama helminth dapat berhasil. 8
9 DAFTAR PUSTAKA Hendrix, Charles M and Ed Robinson, 2014, Diagnostic Parasitology for Veterinary Technicians 4 th Edition, Elsevier Mosby, Missouri. Junquera, P Veterinary Parasitology. Blackwell Publishing, London, Meirhaeghe, P.V., 1997, Lompatan Maju Pengobatan Cacing, Bisnis Petemakan Ayam Telur XXVII no: 126. Subronto dan Ida Tjahajati, 2004, Ilmu Penyakit Ternak (Mamalia) II, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Urquhart, G.M., Duncan, J.L., Dunn, A.M., and Jennings, F.W., Veterinary Parasitology, ELBS Logman Group, Inggris. Zajac AM and Conboy GA, 2006, Veterinary Clinical Parasitology 7th edition, Blackwell Publishing, Ames Iowa.. 9
10 LAMPIRAN I Dokumentasi Pengabdian Masyarakat 10
11 11
12 LAMPIRAN II Dokumentasi Pemeriksaan Feses
13
14
15 NO PEMILIK JENIS SAPI KETERANGAN NATIF APUNG 1 Pak PFH 178 Feses pasta, -Schistosoma bovis - Supriadi warna normal, kaheksia 2 Pak Supriadi PFH 346 Feses pasta -Toxocara vitulorum Sampel tidak memenuhi 3 Pak PFH pedet Feses pasta - Strongyloides -Strongyloides Supriadi Pak Jauhari PFH pedet Kotoran menempel di area rektum 5 Pak Slamet PFH Bulu jekrik, kusam 6 Pak Edi Sapi potong limousin 7 Pak Edi Sapi limousin 8 Pak PFH Pedet Supriadi 346 Bulu berdiri, kotoran menempel di area rektum dan sekitarnya Kotoran di bagian caudal Kotoran di bagian caudal, bsc tidak sesuai dengan sapi umur 3 bulan 9 Pak Laji PFH Pedet Bulu berdiri, sangat kotor, feses menmpel di daerah caudal, lembek 10 Pak Laji Potong Limousin 11 Pak Laji Potong Limousin 1 kandang dengan PFH pedet di atas Pertumbuhan badan tidak sesuai dengan umur 12 Arifin PFH Feses lembek, berair, lingkungan kotor, bagian caudal kotor Arifin PFH Feses lembek, berair, -Eimeria -Strongyloides - Strongyloides - Toxocara vitulorum - Strongyloides - -Eimeria - -Eimeria -Toxocara vitulorum -Toxocara vitulorum -Eimeria - Strongyloides - Strongyloides -Toxocara vitulorum Sampel tidak memenuhi -Toxocara vitulorum - Strongyloides - Strongyloides - negatif - negatif -Toxocara vitulorum - Sampel tidak memenuhi
16 lingkungan kotor, bagian caudal kotor 14 Arifin PFH Feses lembek, berair, lingkungan kotor, bagian caudal kotor 15 Arifin PFH Feses lembek, berair, lingkungan kotor, bagian caudal kotor 16 Arifin PFH Pedet Feses lembek, berair, lingkungan kotor, bagian caudal kotor -Cacing Taenia saginata -Cacing Strongyloides Ditemukan cacing - Strongyloides - Strongyloides -Toxocara vitulorum 17 Pak Slamet PFH - Moniezia. - Sampel tidak memenuhi 18 Pak Slamet PFH Bunting -Toxocara vitulorum -Toxocara vitulorum 19 Pak Slamet PFH Pedet Anak dari no 5 - Strongyloides - Strongyloides 20 Pak Yoyon Sapi Potong Bulu kusam, bulu berdiri, kotoran menempel di daerah rektum 21 Pak Yoyon Sapi Potong Bulu kusam, kurus 22 Pak Yoyon Sapi Potong 1 kandang dengan no. 20 dan Pak Yoyon Sapi Potong Kurus, Bulu 24 Pak Yoyon Sapi Potong Pedet kusam Pertumbuhan badan tidak sesuai dengan umur - Strongyloides - Strongyloides - Strongyloides - Strongyloides - Strongyloides - Strongyloides - Schistosoma - Schistosoma -Trichuris p. - negatif 16
LAPORAN AKHIR PENGABDIAN MASYARAKAT DANA DPP/SPP
LAPORAN AKHIR PENGABDIAN MASYARAKAT DANA DPP/SPP UPAYA PENANGGULANGAN STRONGYLOIDOSIS PADA SAPI PERAH DI WILAYAH KUD KARANGPLOSO Dilaporkan oleh: 1. Drh. Nurprimadita Rosendiani NIDN 0003058901 2. Dr.
Lebih terperinciPrevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali di Sentra Pembibitan Desa Sobangan, Mengwi, Badung
Prevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali di Sentra Pembibitan Desa Sobangan, Mengwi, Badung PREVALENSI NEMATODA GASTROINTESTINAL AT SAPI BALI IN SENTRA PEMBIBITAN DESA SOBANGAN, MENGWI, BADUNG
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia yang tersebar
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia yang tersebar hampir di seluruh Nusantara. Populasisapibali dibandingkan dengan sapi lainnya seperti sapi ongole,
Lebih terperinciPENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI
2016 PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI LABORATORIUM JURUSAN ILMU PETERNAKAN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI AS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR I. IDENTIFIKASI EKTOPARASIT A. Pengantar Keberhasilan
Lebih terperinciPanduan Praktikum Manajemen Kesehatan Ternak
Panduan Praktikum Manajemen Kesehatan Ternak Achmad Slamet Aku, S.Pt., M.Si. Drh. Yamin Yaddi Drh. Restu Libriani, M.Sc. Drh. Putu Nara Kusuma Prasanjaya Drh. Purnaning Dhian Isnaeni Fakultas Peternakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pendapatan nasional per kapita tahun 2012 yakni ,07 sedangkan tahun 2013
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendapatan nasional per kapita tahun 2012 yakni 9.665.117,07 sedangkan tahun 2013 yakni 9.798.899,43 (BPS, 2014 a ). Konsumsi protein hewani asal daging tahun 2011 2,75
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencapai 2 triliun/tahun. (Anonim. 2014). sebagai berikut : adanya parasite, adanya sumber parasit untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi parasit internal masih menjadi faktor yang sering mengganggu kesehatan ternak dan mempunyai dampak kerugian ekonomi yang besar terutama pada peternakan rakyat
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, karena hanya. Kabupaten Blora sedangkan pemeriksaan laboratorium
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, karena hanya melakukan pemeriksaan parasit cacing pada ternak sapi dan melakukan observasi lingkungan kandang
Lebih terperinciPEMERIKSAAN FESES PADA MANUSIA
PEMERIKSAAN FESES PADA MANUSIA Disusun Oleh: Mochamad Iqbal G1B011045 Kelompok : VII (Tujuh) LAPORAN PRAKTIKUM PARASITOLOGI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. baik, diantaranya dalam hal pemeliharaan. Masalah kesehatan kurang
PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar sapi potong dipelihara oleh peternak hanya sebagai sambilan. Tatalaksana pemeliharaan sapi pada umumnya belum baik, diantaranya dalam hal pemeliharaan. Masalah
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Pemeriksaan cacing parasit
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Pemeriksaan cacing parasit dengan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Pemeriksaan kualitatif
Lebih terperinciFakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga ABSTRAK
114 PENGARUH TATALAKSANA KANDANG TERHADAP INFEKSI HELMINTHIASIS SALURAN PENCERNAAN PADA PEDET PERANAKAN SIMENTAL DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN YOSOWILANGUN LUMAJANG Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga
Lebih terperinciPrevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung
Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung THE PREVALENCE OF TREMATODES IN BALI CATTLE BREEDERS REARED IN THE SOBANGAN VILLAGE, MENGWI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Babi merupakan salah satu hewan komersil yang dapat diternakkan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani dikalangan masyarakat. Babi dipelihara oleh masyarakat dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii RIWAYAT HIDUP... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi UCAPAN TERIMA KASIH... vii DAFTAR ISI... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Desa Kertosari Kecamatan Tanjungsari pada bulan
25 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Desa Kertosari Kecamatan Tanjungsari pada bulan Januari selama satu bulan. Pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari. Pukul 06:00
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014 Januari 2015 di Kecamatan
32 III. BAHAN DAN METODE 3. 1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014 Januari 2015 di Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung. 3. 2 Alat dan Bahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terkait meningkatnya konsumsi masyarakat akan daging babi. Khusus di Bali, ternak
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak babi merupakan salah satu bagian penting dalam menunjang perekonomian banyak negara. Populasi babi terus meningkat dari tahun ke tahun terkait meningkatnya
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. variabel pada satu saat tertentu (Sastroasmoro, 2011). Cara pengumpulan
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain penelitian Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan menggunakan rancangan cross sectional yaitu melakukan observasi atau pengukuran variabel pada satu
Lebih terperinciGambar 12 Kondisi tinja unta punuk satu memperlihatkan bentuk dan dan tekstur yang normal atau tidak diare.
HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel tinja unta punuk satu yang didapatkan memiliki struktur seperti tinja hewan ruminansia pada umumnya. Tinja ini mempunyai tekstur yang kasar dan berwarna hijau kecoklatan. Pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak keunggulan dibandingkan ternak lain, yaitu laju pertumbuhan yang cepat, mudah dikembangbiakkan,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Pemeriksaan cacing parasit
39 BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Pemeriksaan cacing parasit dengan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Pemeriksaan kualitatif
Lebih terperinciSATUAN ACARA PERKULIHAN (SAP)
1.Nama Mata Kuliah Kode Mata Kuliah Jumlah SKS 2. Waktu Pertemuan Pertemuan minggu ke SATUAN ACARA PERKULIHAN (SAP) Parasitologi Veteriner KHP-225 3-1-2 2 x 50 menit 1 3. Capaian Pembelajaran Memahami
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi adalah ternak ruminansia yang memiliki nilai ekonomi tinggi dalam
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi adalah ternak ruminansia yang memiliki nilai ekonomi tinggi dalam kehidupan masyarakat, sebab dapat menghasilkan berbagai macam kebutuhan hidup manusia. Pembangunan peternakan
Lebih terperinciMETODA UJI APUNG SEBAGAI TEKNIK PEMERIKSAAN TELUR CACING NEMATODA DALAM TINJA HEWAN RUMINANSIA KECIL
METODA UJI APUNG SEBAGAI TEKNIK PEMERIKSAAN TELUR CACING NEMATODA DALAM TINJA HEWAN RUMINANSIA KECIL ZAENAL KOSASIH Balai Penelitian Veteriner Jl. R.E. Martadinata 30 Bogor 16114 RINGKASAN Parasit cacing
Lebih terperinciINFESTASI PARASIT CACING NEOASCARIS VITULORUM PADA TERNAK SAPI PESISIR DI KECAMATAN LUBUK KILANGAN KOTA PADANG SKRIPSI. Oleh :
INFESTASI PARASIT CACING NEOASCARIS VITULORUM PADA TERNAK SAPI PESISIR DI KECAMATAN LUBUK KILANGAN KOTA PADANG SKRIPSI Oleh : DEARI HATA HARMINDA 04161048 Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat observasional analitik dengan
37 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional yaitu observasi atau pengukuran variable penelitian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Menurut Williamson dan Payne (1993),
Lebih terperinciEtiologi Fasciola sp, hidup di dalam hati dan saluran empedu. Cacing ini memakan jaringan hati dan darah.
1. Penyakit Parasit Cacing pada Ruminansia Walaupun penyakit cacingan tidak langsung menyebabkan kematian, akan tetapi kerugian dari segi ekonomi dikatakan sangat besar, sehingga penyakit parasit cacing
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris lumbricoides Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia (FKUI, 1998). Termasuk dalam
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Jenis panelitian yang digunakan adalah analitik, karena akan membahas
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis panelitian yang digunakan adalah analitik, karena akan membahas hubungan antara berat badan ayam broiler dengan infeksi Ascaris lumbricoides. B. Tempat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang dapat menyebabkan kematian, yang disebut sebagai salmonellosis. Habitat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakteri Salmonella sp merupakan mikrobia patogen penyebab sakit perut yang dapat menyebabkan kematian, yang disebut sebagai salmonellosis. Habitat alami Salmonella sp adalah
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Taenia saginata 2.1.1. Definisi Taenia saginata merupakan cacing pita termasuk subkelas Cestoda, kelas Cestoidea, dan filum Platyhelminthes. Hospes definitif Taenia
Lebih terperinciDASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN
DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN BIDANG STUDI KEAHLIAN : AGRIBISNIS DAN AGROTEKNOLOGI PROGRAM STUDI KEAHLIAN : AGRIBISNIS PRODUKSI TERNAK KOMPETENSI KEAHLIAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. laktasi atau mendekati kering kandang (Ramelan, 2001). Produksi susu sapi perah
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Produksi Susu Produksi susu yang fluktuatif selama sapi laktasi hal ini disebabkan kemampuan sel-sel epitel kelenjar ambing yang memproduksi susu sudah menurun bahkan beberapa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kejadian kecacingan STH di Indonesia masih relatif tinggi pada tahun 2006,
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejadian kecacingan STH di Indonesia masih relatif tinggi pada tahun 2006, yaitu sebesar 32,6 %. Kejadian kecacingan STH yang tertinggi terlihat pada anak-anak, khususnya
Lebih terperinciRENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) Program Studi Kedokteran Hewan
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) Program Studi Kedokteran Hewan 1. Mata Kuliah (MK) : Parasitologi Veteriner Tim Teaching : 2. Semester : III 1.Dr.drh.Ida Ayu Pasti Apsari, MP 3. SKS : 3 (2-1) 2.Dr.drh.Nyoman
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan pertumbuhan ekonomi
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Peningkatan produksi ternak sebagai sumber protein hewani adalah suatu strategi nasional dalam rangka peningkatan ketahanan pangan yang sangat diperlukan
Lebih terperincibio.unsoed.ac.id la l b T'b ', */'i I. PENDAHULUAN zt=r- (ttrt u1 II. JENIS PENYAKIT CACINGA}I '"/ *
i zt=r- (ttrt u1 la l b T'b ', */'i '"/ * I. JENIS.JENIS CACING PARASIT USUS YANG UMUM MENYERANG ANAK SEKOLAH DASAR-) Oleh : Dr. Bambang Heru Budianto, MS.**) I. PENDAHULUAN Penyakit cacing usus oleh masyarakat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ayam dan telur bukanlah jenis makanan yang asing bagi penduduk indonesia. Kedua jenis makanan tersebut sangat mudah dijumpai dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Bahkan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. berupa kecepatan pemusingan berbeda yang diberikan pada sampel dalam. pemeriksaan metode pengendapan dengan sentrifugasi.
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah bersifat analitik karena dengan perlakuan berupa kecepatan pemusingan berbeda yang diberikan pada sampel dalam pemeriksaan metode
Lebih terperinciIV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK
IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK Pada umumnya sumber pangan asal ternak dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) macam, yaitu berupa daging (terdiri dari berbagai spesies hewan yang lazim dimanfaatkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metode-metode pemeriksaan tinja Dasar dari metode-metode pemeriksaan tinja yaitu pemeriksaan langsung dan tidak langsung. Pemeriksaan langsung adalah pemeriksaan yang langsung
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian bersifat analitik karena akan membandingkan jumlah
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian bersifat analitik karena akan membandingkan jumlah telur cacing yang ditemukan berdasarkan ukuran tabung apung yang berbeda pada pemeriksaan
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Trichuris trichiura Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak terdapat pada manusia. Diperkirakan sekitar 900 juta orang pernah terinfeksi
Lebih terperinciKonsumsi air per hari ad lib (liter/1000 ekor)
Konsumsi air per hari ad lib (liter/1000 ekor) No Kelompok Umur (minggu) 20º C 32 ºC 1. Leghorn pullet 4 50 75 12 115 180 18 140 200 2. Laying hen 50% prod 150 250 90% prod 180 300 3. Non laying hen 120
Lebih terperinciPrevalensi dan Intensitas Telur Cacing Parasit pada Feses Sapi (Bos Sp.) Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Pontianak Kalimantan Barat
Prevalensi dan Intensitas Telur Cacing Parasit pada Feses Sapi (Bos Sp.) Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Pontianak Kalimantan Barat Novese Tantri 1, Tri Rima Setyawati 1, Siti Khotimah 1 1 Program Studi
Lebih terperinci1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :
BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar
Lebih terperinciDasar-dasar Diagnosa Penyakit
TOPIK 5. Dasar-dasar Diagnosa Penyakit Pengendalian penyakit adalah usaha untuk melindungi ternak dan manusia melalui sistem pencegahan dan pengobatan terhadap gangguan penyakit baik yang bersifat menular
Lebih terperinciPrevalensi Infeksi Cacing Nematoda Saluran Pencernaan pada Sapi Bali di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung Denpasar
Prevalensi Infeksi Cacing Nematoda Saluran Pencernaan pada Sapi Bali di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung Denpasar (THE PREVALENCE OF HELMINTH INFECTION IN CATTLE GASTROINTESTINAL NEMATODES BALI IN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus meningkat sehingga membutuhkan ketersediaan makanan yang memiliki gizi baik yang berasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging adalah salah satu pangan asal hewan yang mengandung zat gizi yang sangat baik untuk kesehatan dan pertumbuhan manusia, serta sangat baik sebagai media pertumbuhan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. cross sectional (potong lintang), dimana pengukuran variabel hanya dilakukan
BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan suatu studi analitik observasional dengan pendekatan cross sectional (potong lintang), dimana pengukuran variabel hanya dilakukan
Lebih terperinciIII BAHAN DAN METODE PENELITIAN. 1. Sampel Feses Sapi Potong segar dan sludge (100 gram/sampel) 2. Batu bara jenis Subbitumminus dan Bituminus
III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1. Bahan Penelitian 1. Sampel Feses Sapi Potong segar dan sludge (100 gram/sampel) Berfungsi sebagai bahan yang akan di uji kandungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup cacing parasitik yang ditunjang oleh pola hidup kesehatan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karakteristik fisik wilayah tropis seperti Indonesia merupakan surga bagi kelangsungan hidup cacing parasitik yang ditunjang oleh pola hidup kesehatan masyarakatnya
Lebih terperinci1. Penyakit Tetelo (ND=Newcastle Disease) Penyebab : Virus dari golongan paramyxoviru.
Ayam kampong atau kita kenal dengan nama ayam buras (bukanras) merupakan salah satu potensi unggas lokal, yang mempunyai prospek dikembangkan terutama masyarakat di perdesaan. Ayam buras, selain memiliki
Lebih terperincitudi Epidemiologi Penyakit Tuberculosis pada Populasi Sapi di Peternakan
tudi Epidemiologi Penyakit Tuberculosis pada Populasi Sapi di Peternakan Novryzal Dian Abadi Ade Margani Ferriyanto Dian K M. Amriyan N Ovilia Zabitha Uswatun Hasanah Widya Alif S Tri Cahyo D. Yessy Puspitasari
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda adalah cacing yang berbentuk panjang, silindris (gilig) tidak
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Soil Transmitted Helminhs Nematoda adalah cacing yang berbentuk panjang, silindris (gilig) tidak bersegmen dan tubuhnya bilateral simetrik. Panjang cacing ini mulai
Lebih terperincibio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN 2. JENIS PENYAKIT CACINGAN
I. JEMS.JENIS CACING PARASIT USUS YANG UMUM MENYERANG ANAK BALITA DAN ORANG YANG PROFESINYA BERHUBTJNGAN DENGAN TANAH Oleh: Dr. Bambang Heru Budianto, MS.*) I. PENDAHULUAN Penyakit cacing usus oleh masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sapi adalah salah satu ruminansia yang paling banyak di ternakkan di
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi adalah salah satu ruminansia yang paling banyak di ternakkan di Indonesia, merupakan penyumbang daging terbesar dari kelompok ruminansia terhadap produksi daging
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Sapi Penggolongan sapi ke dalam suatu Genera berdasarkan pada persamaan karakteristik yang dimilikinya. Karakteristik yang dimiliki tersebut akan diturunkan ke generasi
Lebih terperinciEVALUATION OF SLAUGHTERED FRIESIAN HOLSTEIN CROSSBREED DIARY COWS IN PRODUCTIVE AGE AT KARANGPLOSO SUB DISTRICT MALANG
EVALUATION OF SLAUGHTERED FRIESIAN HOLSTEIN CROSSBREED DIARY COWS IN PRODUCTIVE AGE AT KARANGPLOSO SUB DISTRICT MALANG Riski Ary Fauzi, Sarwiyono, and Endang Setyowati Faculty of Animal Husbandry, University
Lebih terperinciMATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor pada Bulan Maret sampai Agustus. Pemilihan daerah Desa Cibeureum sebagai tempat penelitian
Lebih terperinciSATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENYAKIT CACINGAN
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENYAKIT CACINGAN Oleh : Kelompok 7 Program Profesi PSIK Reguler A Prilly Priskylia 115070200111004 Youshian Elmy 115070200111032 Defi Destyaweny 115070200111042 Fenti Diah
Lebih terperinciTINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI BALI DI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN PRINGSEWU PROVINSI LAMPUNG
TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI BALI DI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN PRINGSEWU PROVINSI LAMPUNG Infestation Rate of The Digestive Fluke on Bali Cattle in Sub-district Pringsewu District
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal dan usus pada manusia sangat erat kaitanya dengan bakteri Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang bersifat zoonosis
Lebih terperinciBAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING
BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING 3.1. Virus Tokso Pada Kucing Toksoplasmosis gondii atau yang lebih sering disebut dengan tokso adalah suatu gejala penyakit yang disebabkan oleh protozoa toksoplasmosis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cacing gelang Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang umum menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang dalam kehidupannya mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman yang cukup, kehidupan manusia akan terganggu sehingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan dan minuman merupakan bahan pokok yang penting dalam kehidupan manusia. Sebagai salah satu kebutuhan pokok, makanan dan minuman dibutuhkan manusia untuk hidup,
Lebih terperinciISOLASI, PEMURNIAN DAN STERILISASI Oosista Eimeria tenella DENGAN Sodium hypochlorite 13%
ISOLASI, PEMURNIAN DAN STERILISASI Oosista Eimeria tenella DENGAN Sodium hypochlorite 13% ( ISOLATION, PURIFICATION AND STERILIZATION OF Eimeria tenella USING Sodium hypochlorite 13% ) Oleh : AAN AWALUDIN
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. hubungan antara keberadaan Soil Transmitted Helminths pada tanah halaman. Karangawen, Kabupaten Demak. Sampel diperiksa di
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik, karena menganalisa hubungan antara keberadaan Soil Transmitted Helminths pada tanah halaman rumah dengan kejadian
Lebih terperinciGAMBARAN KLINIS SAPI BALI YANG TERINFEKSI. CACING Fasciola spp SKRIPSI
GAMBARAN KLINIS SAPI BALI YANG TERINFEKSI CACING Fasciola spp SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas Tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai GelarSarjanaKedokteranHewan Diajukan Oleh EkaWidyana
Lebih terperinciDINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
PEMERINTAH KABUPATEN MALANG DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN JL. TRUNOJOYO KAV. IV TELP (0341) 393926 /FAX (0341) 394939 Email:peternakan@malangkab.go.id Website:www.peternakan.malangkab.go.id KEPANJEN
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian pada ilmu kedokteran bidang forensik dan patologi anatomi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan
Lebih terperinciPrevalensi Parasit Gastrointestinal Ternak Sapi Berdasarkan Pola Pemeliharaan Di Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar
Prevalensi Parasit Gastrointestinal Ternak Sapi Berdasarkan Pola Pemeliharaan Di Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar Prevalence Parasites Gastrointestinal Cow Based On Maintenance Pattern In Indrapuri
Lebih terperinciUPAYA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS SAPI BALI MELALUI PENGENDALIAN PENYAKIT PARASIT DI SEKITAR SENTRA PEMBIBITAN SAPI BALI DI DESA SOBANGAN ABSTRAK
JURNAL UDAYANA MENGABDI, VOLUME 15 NOMOR 1, JANUARI 2016 UPAYA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS SAPI BALI MELALUI PENGENDALIAN PENYAKIT PARASIT DI SEKITAR SENTRA PEMBIBITAN SAPI BALI DI DESA SOBANGAN I.A.P.
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif dengan
III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif dengan pendekatan laboratorik yaitu untuk mengetahui gambaran hasil identifikasi jumlah
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 1992 TENTANG OBAT HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 1992 TENTANG OBAT HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Mengingat: a. bahwa untuk lebih meningkatkan kesehatan dan produksi peternakan diperlukan tersedianya
Lebih terperinciEfektifitas Dosis Tunggal Berulang Mebendazol500 mg Terhadap Trikuriasis pada Anak-Anak Sekolah Dasar Cigadung dan Cicadas, Bandung Timur
Efektifitas Dosis Tunggal Berulang Mebendazol500 mg Terhadap Trikuriasis pada Anak-Anak Sekolah Dasar Cigadung dan Cicadas, Bandung Timur Julia Suwandi, Susy Tjahjani, Meilinah Hidayat Bagian Parasitologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ambing merupakan alat penghasil susu pada sapi yang dilengkapi suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ambing merupakan alat penghasil susu pada sapi yang dilengkapi suatu saluran ke bagian luar yang disebut puting. Pada puting ini akan mengeluarkan susu sewaktu diperah.
Lebih terperinciPrevalensi Trematoda di Sentra Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung
Prevalensi Trematoda di Sentra Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung THE PREVALENCE OF TREMATODES IN BALI CATTLE BREEDING CENTER SOBANGAN VILLAGE, DISTRICT MENGWI, BADUNG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang prevalensinya sangat tinggi di Indonesia, terutama cacing usus yang ditularkan melalui tanah atau Soil Transmitted Helminth
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkembangan sektor peternakan sebagai bagian integral dari sektor pertanian memiliki potensi dan prospek yang sangat menjanjikan. Hal ini disebabkan pesatnya
Lebih terperinciBAB 2 TI JAUA PUSTAKA
BAB 2 TI JAUA PUSTAKA 2.1. Infeksi Cacing Pita 2.1.1. Definisi Infeksi cacing pita atau taeniasis ialah penyakit zoonosis parasiter yang disebabkan cacing pita yang tergolong dalam genus Taenia (Taenia
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan menggunakan. hygiene dan status gizi (Notoatmodjo, 2010).
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan menggunakan rancangan cross sectional, yaitu dengan cara pengumpulan data sekaligus pada suatu
Lebih terperincibio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN 2. JEMS PENYAKIT CACINGAN
- t::,a- _ \u\o\o A \rls\-r\ / I. JEMS.JEMS CACING PARASIT USUS YANG UMUM MEI{YERANG ANAK BALITA DAN ORANG YANG PROFESINYA BERHUBUNGAN DENGAN TANAH Oleh : Drs. Edi Basuki, Ph.D.') I. PENDAHULUAN Penyakit
Lebih terperinciKisi-Kisi Uji Kompetensi Awal Program Studi Keahlian Agribisnis Produksi Ternak
Kisi-Kisi Uji Kompetensi Awal Program Studi Keahlian Agribisnis Produksi Ternak A. DASAR KOMPETENSI KEJURUAN. Menjelaskan potensi sektor pean 2. Menjelaskan dasardasar budidaya 3. Menjelaskan sistem organ
Lebih terperinciIdentifikasi Ookista Isospora Spp. pada Feses Kucing di Denpasar
Identifikasi Ookista Isospora Spp. pada Feses Kucing di Denpasar IDENTIFY OOCYST OF ISOSPORA SPP. IN FAECAL CATS AT DENPASAR Maria Mentari Ginting 1, Ida Ayu Pasti Apsari 2, dan I Made Dwinata 2 1. Mahasiswa
Lebih terperinciDINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN GROBOGAN MEMILIH DAGING ASUH ( AMAN, SEHAT, UTUH, HALAL )
DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN GROBOGAN MEMILIH DAGING ASUH ( AMAN, SEHAT, UTUH, HALAL ) Diterbitkan : Bidang Keswan dan Kesmavet Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Grobogan Jl. A. Yani No.
Lebih terperinciPENUNTUN PRAKTIKUM PARASITOLOGI
PENUNTUN PRAKTIKUM PARASITOLOGI ISFANDA, DVM, M.Si FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA ACEH BESAR 2016 BAB 1 PEMERIKSAAN TELUR TREMATODA Pemeriksaan Telur Cacing Dengan Metode Natif Tujuan untuk
Lebih terperinciPARASIT GASTROINTESTINAL PADA SAPI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI PROGO YOGYAKARTA. The Gastrointestinal Parasites Cows on Progo Watershed in Yogyakarta
PARASIT GASTROINTESTINAL PADA SAPI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI PROGO YOGYAKARTA The Gastrointestinal Parasites Cows on Progo Watershed in Yogyakarta Yudhi Ratna Nugraheni 1, Dwi Priyowidodo 1, Joko Prastowo
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Prosedur
MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2009 di Laboratorium Pemulian Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, sedangkan analisis
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. A. Sapi perah (Peranakan Friesian Holstein)
4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi perah (Peranakan Friesian Holstein) Sapi perah yang umum digunakan sebagai ternak penghasil susu di Indonesia adalah sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH). Sapi PFH merupakan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional (potong lintang) untuk
3127 III. METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional (potong lintang) untuk membandingkan pemeriksaan mikroskopis dengan metode direct slide dan metode
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Saanen adalah salah satu ternak dwiguna yang cukup potensial
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Saanen Kambing Saanen adalah salah satu ternak dwiguna yang cukup potensial dan perlu dikembangkan sebagai penyedia protein hewani yang dapat menghasilkan susu dan
Lebih terperinciMateri Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru
1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis
Lebih terperinciBAB III. METODE PENELITIAN. Desa Pesanggrahan, Kota Batu.Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di usaha peternakan sapi perah milik Bapak Noto Slamet yang berlokasi di Jl. Darmo Ngaliman RT 01 RW 01 dusun Toyomerto, Desa Pesanggrahan,
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013.
III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013. Pemeliharaan ayam penelitian, aplikasi ekstrak temulawak dan vaksinasi AI dilakukan di kandang
Lebih terperinciKERANGKA ACUAN PROGRAM PEMBERANTASAN PENYAKIT DIARE
KERANGKA ACUAN PROGRAM PEMBERANTASAN PENYAKIT DIARE I. PENDAHULUAN Hingga saat ini penyakit Diare maerupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia, hal dapat dilihat dengan meningkatnya angka kesakitan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Sapi adalah salah satu hewan yang sejak jaman dulu produknya sudah dimanfaatkan oleh manusia seperti daging dan susu untuk dikonsumsi, dimanfaatkan untuk membajak
Lebih terperinci