Peternakan sapi perah umumnya tergabung dalam suatu koperasi. Perhatian dan pengetahuan koperasi terhadap penyakit cacing (helminthiasis) saluran cern
|
|
- Dewi Makmur
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 27 (2): 1-7 ISSN : E-ISSN : Fakultas Peternakan UB, Helminthiasis saluran cerna pada sapi perah Lili Zalizar Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang Corresponden author: lilizalizarthahir@yahoo.com ABSTRACT: The purpose of this research was to find out prevalence and the rates of helminths infection and the kind of the helmints on dairy cows that was belonging KUBE Maju Mapan Cooperative in Jabung, Malang. A total of 123 dairy cows on farms was investigated for the possibility of a worm infection. Indications of worm infections was based on faecal worm egg discovery using floating method using saturated salt solution for nematode and cestode worms and sedimentation methods for the examination of worms trematodes. Examination of the number of worm s eggs use Whit lock chambers tool. Stool examination was done in the Laboratory of Animal Health belong to the Department of Animal Husbandry East Java Province in the district of Pakis Malang. The sample examination was done in 3 (three) times repetition.the results showed there are 2 (two) types of worm eggs, nematode type Strongyloid sp and Trematodes type Fasciola sp. The prevalence of Strongyloid infection in cattle is large enough that is equal to percent (41 of 123 dairy cows). While the prevalence of the infected cattle Fasciola sp only percent (29 of 123 dairy cows). The rate of infection or mean number of eggs per gram of feces of Strongyloid and Fasciola sp are only 2.43 and 1.88 per head of cattle. The efforts for worm medication regularly conducted by the Cooperative has been able to reduce the prevalence of the disease and the rates of infection. Keywords : cooperative, cows, prevalence, worm infection PENDAHULUAN Kerugian akibat infeksi parasit khususnya cacing pada ternak di Indonesia sangat besar. Hal ini akibat cacing parasit menyerap zat-zat makanan, menghisap darah /cairan tubuh, atau makan jaringan tubuh ternak. Cacing parasit juga menyebabkan kerusakan pada sel-sel epitel usus sehingga dapat menurunkan kemampuan usus dalam proses pencernaan dan penyerapan zat-zat makanan serta produksi enzim-enzim yang berperanan dalam proses pencernaan. Selain itu berkumpulnya parasit dalam jumlah besar di usus atau lambung ternak dapat menyebabkan penyumbatan atau obstruksi sehingga proses pencernaan makanan terganggu. Gangguan akibat cacing pada sapi perah dapat menyebabkan penurunan produksi susu pada ternak dewasa dan hambatan pertumbuhan pada ternak muda. Selain itu akibat infeksi cacing parasit menyebabkan kondisi tubuh ternak menurun sehingga dapat menggagalkan vaksinasi dan memungkinkan timbulnya berbagai penyakit lain seperti bakterial, viral maupun parasit lainnya. DOI : /ub.jiip
2 Peternakan sapi perah umumnya tergabung dalam suatu koperasi. Perhatian dan pengetahuan koperasi terhadap penyakit cacing (helminthiasis) saluran cerna akan mempengaruhi tinggi rendahnya kasus infeksi cacing pada sapi perah di kelompok ternak di wilayah koperasi tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar prevalensi dan derajat infeksi cacing yang menyerang di peternakan sapi perah yang tergabung dalam Koperasi Usaha Bersama (KUBE) Maju Mapan di Kecamatan Jabung. MATERI DAN METODE Sebanyak 123 ekor sapi perah di peternakan yang tergabung di Koperasi KUBE di Jabung Kabupaten Malang diteliti terhadap kemungkinan adanya infeksi cacing. Indikasi adanya infeksi cacing berdasarkan ditemukannya telur cacing pada feses dengan memakai metode apung untuk cacing nematoda dan cestoda dengan menggunakan larutan garam jenuh dan metode sedimentasi untuk pemeriksaan cacing trematoda. Pemeriksaan jumlah telur cacing memakai alat hitung Whitlock.Pemeriksaan feses dilakukan di Laboratorium UPT Kesehatan Hewan milik Dinas Peternakan Propinsi Jawa Timur di Kecamatan Pakis Malang.Pemeriksaan sampel dilakukan 3 (tiga) kali ulangan. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah prevalensi infeksi cacing dan derajat infeksi (dilihat dari jumlah telur cacing tiap gram tinja/ttgt). Metode penelitian ini menggunakan survei dengan porposive sampling dengan kriteria sapi yang diambil sampel fesesnya adalah sapi betina laktasi 2. Ulangan pengamatan sampel 3 (tiga) kali. HASIL DAN PEMBAHASAN Menurut Ronohardjo & Nari (1977), mengingat kondisi lingkungan Indonesia menguntungkan bagi parasit maka peternakan di Indonesia tidak dapat membebaskan diri dari infeksi mahluk tersebut. Satrija et al. (2003, berpendapat bahwa iklim tropis di Indonesia yang hangat dan basah memberikan kondisi yang menguntungkan bagi perkembangan telur dan ketahanan hidup larva dan telur infektif cacing di alam. Faktor cuaca di Kabupaten Malang cukup mendukung hidup cacing. Kabupaten Malang memiliki suhu berkisar antara 21-29ºC dengan kelembaban antara persen. Kondisi tersebut cocok dengan kebutuhan hidup telur cacing dan larva di lingkungan. Pada Tabel 1 hasil pemeriksaan terhadap feses memperlihatkan sapi perah terinfeksi 2 jenis cacing yaitu cacing jenis nematoda (cacing gilig) dan trematoda (cacing pipih). Kedua jenis cacing ini termasuk yang cukup sering ditemukan pada sapi baik sapi perah maupun sapi potong. Hal tersebut sama dengan hasil penelitian Erwin, Kamal dan Rusdiana (2010) di Rumah Potong Hewan (RPH) di Palembang menunjukkan bahwa pengamatan pada 96 sampel feses sapi, didapatkan telur cacing hanya yang berasal dari dua kelompok cacing parasit tersebut. Penelitian Tantri dkk (2013) di RPH Kota Pontianak Kalimantan Barat menunjukkan bahwa infeksi nematoda dan trematoda lebih tinggi daripada cestoda. Tabel 1 memperlihatkan sapi perah terinfeksi cacing parasit anggota ordo Strongyloid dari superfamili Trichostrongyloidea. Cacing tersebut merupakan parasit paling penting pada sapi, domba dan ruminansia lainnya. Cacing dewasa anggota Trichostrongyloidea mengeluarkan telur yang disebut telur tipe Strongyloid yaitu telur dengan membran luar yang tipis dan hanya beberapa saja sel nya yang telah mengalami pembelahan sebelum dikeluarkan dari tubuh, oleh DOI : /ub.jiip
3 karena itu disebut cacing Strongyloid (Noble et al, 1989). Anggota dari cacing dengan telur jenis Strongyloid tersebut ini cukup banyak. Cacing Haemonchus sp,cooperia sp,trichostrongylus sp dan Ostertagia ostertagi merupakan contoh dari jenis cacing tersebut dengan dan dapat menyebabkan produktivitas ternak menurun sehingga merugikan secara ekonomi (Soulsby,1982). Rata-rata prevalensi ternak yang terserang infeksi Strongyloid cukup besar yaitu sebesar 33,33 persen (41 dari 123 ekor). Siklus hidup cacing jenis ini yang langsung dan tidak memerlukan inang antara mempermudah keberlangsungan parasit tersebut di alam. Setelah telur cacing dikeluarkan dari rektum bersama dengan feses maka telur akan berkembang menjadi larva di lingkungan. Setelah mencapai stadium larva infektif, apabila larva tersebut termakan karena menempel di rumput maka larva infektif akan menetas di saluran cerna dan berkembang menjadi cacing dewasa di dalam tubuh ternak sapi. Prevalensi ternak yang terserang infeksi Fasciola sp hanya 23,58 persen, lebih kecil daripada Strongyloid. Hal ini kemungkinan besar karena siklus hidup cacing Fasciola sp lebih rumit daripada Strongyloid. Cacing Fasciola sp memerlukan inang antara berupa siput. Telur cacing tersebut keluar bersama feses dan dari telur yang menetas keluar mirasidium yang akan masuk ke dalam tubuh siput.mirasidium di dalam tubuh siput berkembang menjadi sporokista; sporokista akan menghasilkan redia dan redia akan berkembang dan menghasilkan serkaria. Serkaria akan keluar dari siput dan merupakan fase infektif. Apabila tidak segera termakan oleh sapi, maka serkaria akan mengkista dan menempel pada rumput/tanaman air. Infeksi terjadi pada waktu ternak minum air yang mengandung metaserkaria atau memakan rumput/tanaman air yang mengandung metaserkaria (Kusumamihardja, 1992). Tabel 1. Prevalensi (%) dan rataan jumlah telur cacing pada sapi perah* Jumlah Sapi Jumlah Rataan Jumlah Jenis Telur yang Prevalensi Sampel (n) Ulangan Telur Cacing (Kelas) Terinfeksi (%) (ekor) (butir/gr feses) (ekor) ,52 2,98 trongyloid 123 (Nematoda) ,96 2, ,52 1,98 Rataan 41 33,33 2,43 Fasciola sp (Trematoda) , ,58 1, ,14 1 Rataan 29 23,58 1,88 * Data diolah Prevalensi ternak yang terserang Fasciola sp pada penelitian ini lebih rendah dari prevalensi infeksi cacing tersebut pada ternak sapi potong yang disembelih di RPH Samarinda yang mencapai 44,44% (Jusmaldi dan Saputra, 2009). Purwanta et al (2006), juga melaporkan prevalensi Fasciola sp cukup tinggi yaitu mencapai 53,95% (41 dari 76 ekor) pada sapi Bali. Demikian juga DOI : /ub.jiip
4 menurut Molloy et al (2005), prevalensi ternak yang terserang Fasciola sp pada sapi potong di Australia mencapai 52,2%. Perbedaan tersebut bisa disebabkan karena adanya perbedaan kekebalan terhadap infeksi cacing tersebut, adanya kebiasaan sapi potong digembalakan dan adanya perbedaan bangsa atau jenis ternak (Tasawar et al. 2007). Selain itu daerah dataran rendah dengan banyak wilayah yang sering tergenang air dan ditemukan siput yang merupakan sebagai inang antara Fasciola sp memberi peluang yang lebih besar untuk terjadinya infeksi cacing tersebut. Faktor lain pada kebiasaan peternak yang memberikan rumput yang masih basah di pagi hari tanpa dilayukan terlebih dahulu mempertinggi kemungkinan terjadinya infeksi cacing. Derajat infeksi atau rataan jumlah telur cacing per gram feses termasuk rendah. Rataan jumlah telur cacing per gram tinja untuk cacing Strongyloid hanya 2,43 per ekor ternak. Hal ini karena Koperasi (KUBE) Maju Mapan Kecamatan Jabung Kabupaten Malang rutin memberikan obat cacing setiap 3-6 bulan sekali dengan jenis obat cacing (antelmintik) yang mengandung piperazin. Piperazin merupakan obat yang efektif untuk cacing Nematoda termasuk kelompok Strongyloid. Piperazin menyebabkan kelumpuhan otot cacing sehingga cacing mudah dikeluarkan oleh gerakan peristaltik usus (Bjørn, 1992). Walaupun upaya Koperasi tersebut sudah efektif dalam menurunkan derajat infeksi cacing, namun dalam pemakaian antelmintik sebaiknya tidak terus menerus menggunakan jenis obat yang sama karena akan merangsang terjadinya resistensi. Menurut Bjørn (1992) dan Ridwan et al (2000), frekuensi pemberian antelmintik dengan jenis yang sama dalam jangka lama dapat menyebabkan terjadinya resistensi cacing terhadap antelmintik tersebut. Demikian juga hasil penelitian Zalizar (2009) dan Zalizar dan Satrija (2009), pada ternak lain (ayam petelur) memperlihatkan bahwa efikasi piperazin dan albendazole hanya mencapai 69 persen (tidak efektif) dan 76 persen (kurang efektif). Tidak tertutup kemungkinan bahwa suatu saat pada sapi perah di Indonesia juga dapat terjadi resistensi cacing terhadap antelmintik yang diberikan, mengingat pola pemberian obat dengan jenis yang sama dalam jangka lama. Oleh karena itu diperlukan metode lain dalam upaya pengendalian penyakit kecacingan pada ternak selain antelmintik. Menurut da Silva et al (2012), untuk menangulangi infeksi cacing pada ternak yang digembalakan sebaiknya dilakukan rotasi padang penggembalaan dan pemberian suplementasi nutrisi. Peternakan sapi perah di Indonesia umumnya dikandangkan tidak digembalakan, upaya pencegahan penyakit cacing dapat dilakukan dengan memberikan rumput yang dipotong pada siang hari, karena apabila dipotong pada pagi hari larva cacing masih berada di bagian atas (pucuk) rumput sehingga pada waktu rumput disabit larva tersebut dapat terbawa ke kandang dan termakan oleh sapi.selain itu menjaga sanitasi kandang agar selalu dalam keadaan bersih diharapkan dapat mengurangi infeksi cacing. Menurut Vercruysse et al. (2002), penggunaan antelmintik sebaiknya menggunakan obat yang mempunyai efikasi 90 persen atau lebih. Pemakaian antelmintik yang mempunyai efikasi yang rendah dapat memicu terjadinya resistensi.adanya kemungkinan telah terjadi resistensi tersebut sangat merugikan peternak karena berarti obat yang diberikan kurang efektif lagi dalam mengendalikan penyakit sehingga produktivitas ternak tetap rendah dan incomenya menurun. DOI : /ub.jiip
5 Tabel 2. Prevalensi infeksi telur cacing tunggal dan campuran Sample Sapi (n) Rataan Sapi Infeksi Tunggal / Campuran (ekor) Terinfeksi (ekor) Prevalensi (%) Tunggal (Strongyloid atau Fasciola saja) 68 55,28 Campuran (Strongyloid + Fasciola) n= ,63 Tidak Terinfeksi 53 43,09 Jumlah Antelmintik piperazin tidak efektif untuk cacing Trematoda seperti Fasciola sp. Koperasi KUBE Maju Mapan memberikan antelmintik piperazin sehingga tidak dapat membunuh cacing Fasciola sp. Namun prevalensi dan derajat infeksi cacing tersebut lebih rendah dari cacing jenis Stronyloid. Hal ini terutama akibat untuk melengkapi siklus hidupnya, cacing Fasciola memerlukan inang antara berupa siput. Sedangkan siput tersebut umumnya hanya ditemukan ditemukan di lahan yang ada airnya misalnya di sawah atau di padang rumput dekat sungai/kali yang sering banjir. Wilayah Kabupaten Malang dengan dataran tinggi dan tempat menanam rumput yang umumnya jauh dari selokan/sungai mengurangi peluang mirasidium untuk bertemu dengan siput. Hal tersebut menyebabkan infeksi Fasciolosis di Kabupaten Malang lebih sedikit daripada Strongyloidosis. Pada Tabel 2, terlihat bahwa jumlah ternak yang terinfeksi dengan telur cacing tunggal (Strongyloid atau Fasciola saja) lebih banyak daripada infeksi campuran. Hal itu menunjukkan bahwa infeksi campuran antara cacing jenis Strongyloid dan Fasciola sp lebih sulit terjadi, kemungkinan besar akibat siklus hidup Fasciola sp yang lebih kompleks. KESIMPULAN Peternakan sapi perah anggota Koperasi (KUBE) Maju Mapan di Kecamatan Jabung Kabupaten Malang terinfeksi cacing jenis Strongyloid dan Fasciola sp dengan prevalensi dan derajat infeksi yang ringan. Upaya pengobatan yang rutin diberikan oleh Koperasi telah mampu menurunkan prevalensi ternak yang terserang dan derajat infeksi cacing. Diharapkan tidak menggunakan jenis obat cacing yang sama terus menerus dalam jangka yang lama untuk mencegah terjadinya resistensi. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih yang sebesarbesarnya disampaikan kepada Universitas Muhammadiyah Malang atas dana kompetitif Blockgrant Penelitian yang diberikan untuk membiayai penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Da Silva, B. J.,CP Rangel, AH da Fonseca and JPG Soares Gastrointestinal Helminths in Calves and Cows in Organic Milk Production System. Rev.Bras. Parasitol.Vet., Jaboticabal.Vol 2 (2):87-91 Erwin N., Kamal M, dan Rusdiana A.,2010. Identitas Jenis Telur Cacing Parasit Usus Pada Ternak Sapi (Bos sp.) dan DOI : /ub.jiip
6 Kerbau (Busbalus sp.) di Rumah Potong Hewan Palembang. Jurnal Penelitian. Universitas Sriwijaya. Sumatra Utara. Hal Jusmaldi dan Saputra, Y Prevalensi Infeksi Cacing Hati (Fasciola hepatica) pada Sapi Potong di Rumah Potong Hewan Samarinda. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Mulawarman. Bioprospek. Vol. 6 (2): Kusumamihardja S Parasit dan Parasitosis pada Hewan Ternak dan Hewan Piaraan di Indonesia. Bogor: Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor. Molloy, J. B.,G.R. Anderson, T.I. Flether, J. Landmann and B.C.Knight Evaluation of a commercially available enzym-linked immunosorbent assay for detecting antibodies to Fasciola hepatica and Fasciola gogantica in cattle, sheep and buffaloes in Australia. Vet.Parasitol., 130: Noble ER., GA Noble., GA Schad, AJ MacInnes Parasitology, The Biology of Animal Parasites. 6 th Edition.Philadelphia: Lea & Febiger.574pp. Purwanta,Ismaya NRP dan Burhan Penyakit Cacing Hati (Fasciolosis) pada Sapi Bali di Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Makasar. Jurnal Agrisistem Vol 5 (1): Ridwan Y., Satrija F, Novianti E, Retnani EB, Tiuria R Resistensi Haemonchus contortus terhadap Albendazol pada Peternakan Domba di Bogor. Prosiding International Seminar of Soil Transmitted Helminth dan Seminar Nasional Perkumpulan Pemberantasan Penyakit Parasitik Indonesia, Bali Februari Ronohardjo P, Nari J Beberapa Masalah Penyakit Unggas di Indonesia. Di dalam: Ilmu dan Industri Perunggasan. Seminar Pertama, Mei 1977, Cisarua, Bogor, Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm Satrija F, Ridwan Y, Retnani EB Perbandingan Efikasi Berbagai Bentuk Sediaan Obat Cacing Albendazol terhadap Cacing Haemonchus Contortus dan Trichostrongylus spp pada Domba. Makalah Seminar Strategi Pemanfaatan Antelmintik untuk Pengendalian Kecacingan pada Ternak, 11 Februari Bogor. Soulsby, EJL Helminths, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animals. 7 th Ed. Philadelpia: Lea and Febiger. Tantri N,Tri Rima S dan Siti Khotimah Prevalensi dan Intensitas Telur Cacing Parasit Pada Feses Sapi (Bos sp) di Rumah Potong Hewan (RPH) kota Pontianak kalimantan Barat. Jurnal Protobiont Vol 2 (2): Tasawar Z., U. Minir, C.S. Hayat and M.H. Lashari The Prevalence of Fasciola hepatica in Goats Around Multan. Pakistan Vet. J.27(1): 5-7 Vercruysse J, Holdsworth P, Letonja T, Conder G, Hamamoto K, Okano K, Rehbein International Harmonisation of Anthelmintic Efficacy guideline (Part2). Veterinary Parasitology 103: Zalizar L, Fadjar Satrija Dampak perbedaan Dosis Infeksi DOI : /ub.jiip
7 Ascaridia galli dan Pemberian Piperazine terhadap Jumlah Cacing dan Berat Badan Ayam Petelur. Animal Production. Jurnal Produksi Ternak (terakreditasi) 11(3): Zalizar. L Dampak Perbedaan Dosis Infeksi Ascaridia galli Dan Pemberian Albendazol terhadap Jumlah Cacing Dan Bobot Hidup Ayam Petelur. Jurnal Saintek 6(1):29-33.ISSN No DOI : /ub.jiip
Prevalensi dan Intensitas Telur Cacing Parasit pada Feses Sapi (Bos Sp.) Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Pontianak Kalimantan Barat
Prevalensi dan Intensitas Telur Cacing Parasit pada Feses Sapi (Bos Sp.) Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Pontianak Kalimantan Barat Novese Tantri 1, Tri Rima Setyawati 1, Siti Khotimah 1 1 Program Studi
Lebih terperinciPOTENSI EKONOMI PEMAKAIAN ANTELMINTIKA PADA PETERNAKAN AYAM PETELUR
POTENSI EKONOMI PEMAKAIAN ANTELMINTIKA PADA PETERNAKAN AYAM PETELUR Lili Zalizar 1, Wehandaka Pancapalaga 2, Dian Indratmi 3 1,2,3 Universitas Muhammadiyah Malang, Malang Jl. Raya Tlogomas No.246 Malang,
Lebih terperinciPrevalensi Trematoda di Sentra Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung
Prevalensi Trematoda di Sentra Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung THE PREVALENCE OF TREMATODES IN BALI CATTLE BREEDING CENTER SOBANGAN VILLAGE, DISTRICT MENGWI, BADUNG
Lebih terperinciEVALUASI PEMAKAIAN ANTELMINTIKA SINTETIK DI PETERNAKAN AYAM PETELUR SKALA KECIL (Studi Kasus di Kabupaten Blitar)
EVALUASI PEMAKAIAN ANTELMINTIKA SINTETIK DI PETERNAKAN AYAM PETELUR SKALA KECIL (Studi Kasus di Kabupaten Blitar) LILI ZALIZAR abstract The study was consisted of two activities. The first study was to
Lebih terperinciEtiologi Fasciola sp, hidup di dalam hati dan saluran empedu. Cacing ini memakan jaringan hati dan darah.
1. Penyakit Parasit Cacing pada Ruminansia Walaupun penyakit cacingan tidak langsung menyebabkan kematian, akan tetapi kerugian dari segi ekonomi dikatakan sangat besar, sehingga penyakit parasit cacing
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Menurut Williamson dan Payne (1993),
Lebih terperinciPrevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung
Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung THE PREVALENCE OF TREMATODES IN BALI CATTLE BREEDERS REARED IN THE SOBANGAN VILLAGE, MENGWI
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ayam dan telur bukanlah jenis makanan yang asing bagi penduduk indonesia. Kedua jenis makanan tersebut sangat mudah dijumpai dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Bahkan
Lebih terperinciTINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI BALI DI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN PRINGSEWU PROVINSI LAMPUNG
TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI BALI DI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN PRINGSEWU PROVINSI LAMPUNG Infestation Rate of The Digestive Fluke on Bali Cattle in Sub-district Pringsewu District
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cacing gelang Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang umum menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang dalam kehidupannya mengalami
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Sapi Penggolongan sapi ke dalam suatu Genera berdasarkan pada persamaan karakteristik yang dimilikinya. Karakteristik yang dimiliki tersebut akan diturunkan ke generasi
Lebih terperinciPENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi
PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi PENDAHULUAN Infeksi cacing hati (fasciolosis) pada ternak ruminansia (sapi dan kerbau) di Indonesia merupakan penyakit parasiter yang disebabkan
Lebih terperinciMETODA UJI APUNG SEBAGAI TEKNIK PEMERIKSAAN TELUR CACING NEMATODA DALAM TINJA HEWAN RUMINANSIA KECIL
METODA UJI APUNG SEBAGAI TEKNIK PEMERIKSAAN TELUR CACING NEMATODA DALAM TINJA HEWAN RUMINANSIA KECIL ZAENAL KOSASIH Balai Penelitian Veteriner Jl. R.E. Martadinata 30 Bogor 16114 RINGKASAN Parasit cacing
Lebih terperinciPengaruh Perbedaan Dosis Infeksi Ascaridia galli dan Pemberian Piperazin terhadap Jumlah Cacing dan Bobot Badan Ayam Petelur
Pengaruh Perbedaan Dosis Infeksi Ascaridia galli dan Pemberian Piperazin terhadap Jumlah Cacing dan Bobot Badan Ayam Petelur (Effect of different Dosage Infection Ascaridia galli and Piperazine Treatment
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia yang tersebar
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia yang tersebar hampir di seluruh Nusantara. Populasisapibali dibandingkan dengan sapi lainnya seperti sapi ongole,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi adalah ternak ruminansia yang memiliki nilai ekonomi tinggi dalam
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi adalah ternak ruminansia yang memiliki nilai ekonomi tinggi dalam kehidupan masyarakat, sebab dapat menghasilkan berbagai macam kebutuhan hidup manusia. Pembangunan peternakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada manusia. Organisasi Kesehatan Dunia World Healt Organization (WHO)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan penyakit pada ternak merupakan salah satu hambatan yang di hadapi dalam pengembangan peternakan. Peningkatan produksi dan reproduksi akan optimal, bila secara
Lebih terperinciPrevalensi Penyakit Cacing Saluran Pencernaan pada Sapi Potong Peranakan Ongole (PO) dan Sapi Simental di Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan
Veterinaria Medika Vol 7, No. 1, Pebruari 2014 Prevalensi Penyakit Cacing Saluran Pencernaan pada Sapi Potong Peranakan Ongole (PO) dan Sapi Simental di Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan Prevalence of
Lebih terperinciPrevalensi Parasit Gastrointestinal Ternak Sapi Berdasarkan Pola Pemeliharaan Di Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar
Prevalensi Parasit Gastrointestinal Ternak Sapi Berdasarkan Pola Pemeliharaan Di Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar Prevalence Parasites Gastrointestinal Cow Based On Maintenance Pattern In Indrapuri
Lebih terperinciInfestasi Cacing Hati (Fasciola sp.) dan Cacing Lambung (Paramphistomum sp.) pada Sapi Bali Dewasa di Kecamatan Tenayan Raya Kota Pekanbaru
JS V 33 (1), Juli 2015 JURNAL SAIN VETERINER ISSN : 0126-0421 Infestasi Cacing Hati (Fasciola sp.) dan Cacing Lambung (Paramphistomum sp.) pada Sapi Bali Dewasa di Kecamatan Tenayan Raya Kota Pekanbaru
Lebih terperinciGambar 12 Kondisi tinja unta punuk satu memperlihatkan bentuk dan dan tekstur yang normal atau tidak diare.
HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel tinja unta punuk satu yang didapatkan memiliki struktur seperti tinja hewan ruminansia pada umumnya. Tinja ini mempunyai tekstur yang kasar dan berwarna hijau kecoklatan. Pada
Lebih terperinciPrevalensi Infeksi Cacing Nematoda Saluran Pencernaan pada Sapi Bali di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung Denpasar
Prevalensi Infeksi Cacing Nematoda Saluran Pencernaan pada Sapi Bali di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung Denpasar (THE PREVALENCE OF HELMINTH INFECTION IN CATTLE GASTROINTESTINAL NEMATODES BALI IN
Lebih terperinciPrevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali di Sentra Pembibitan Desa Sobangan, Mengwi, Badung
Prevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali di Sentra Pembibitan Desa Sobangan, Mengwi, Badung PREVALENSI NEMATODA GASTROINTESTINAL AT SAPI BALI IN SENTRA PEMBIBITAN DESA SOBANGAN, MENGWI, BADUNG
Lebih terperinciRINGKASAN. Kata kunci : Cacing nematoda, Kuda, Prevalensi, Kecamatan Moyo Hilir, Uji apung. SUMMARY
RINGKASAN Kuda di daerah Sumbawa memiliki peran penting baik dalam bidang budaya maupun bidang ekonomi. Kesehatan kuda sesuai perannya harus diperhatikan dengan baik. Kuda dapat terserang penyakit baik
Lebih terperinciINFESTASI PARASIT CACING NEOASCARIS VITULORUM PADA TERNAK SAPI PESISIR DI KECAMATAN LUBUK KILANGAN KOTA PADANG SKRIPSI. Oleh :
INFESTASI PARASIT CACING NEOASCARIS VITULORUM PADA TERNAK SAPI PESISIR DI KECAMATAN LUBUK KILANGAN KOTA PADANG SKRIPSI Oleh : DEARI HATA HARMINDA 04161048 Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. ton), dan itik/itik manila ( ton). ayam untuk berkeliaran di sekitar kandang membuat asupan makanan ayam
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Unggas merupakan salah satu komoditas ternak utama di Indonesia yang memegang peranan penting sebagai sumber protein hewani. Badan Pusat Statistik Indonesia (2014) mencatat
Lebih terperinciJurnal Penelitian Peternakan Indonesia Vol. 1(1): 8-15, April 2017
Jurnal Penelitian Peternakan Indonesia Vol. (): 8-5, April 207 PREVALENSI CACING SALURAN PENCERNAAN SAPI PERAH PERIODE JUNI JULI 206 PADA PETERNAKAN RAKYAT DI PROVINSI LAMPUNG Gastrointestinal Helminths
Lebih terperinciBalai Penelitian Veteriner, PO Box 151, Bogor ABSTRACT
EFIKASI PEMBERIAN ANTELMINTIK GOLONGAN LEVAMISOLE DAN IVERMECTIN PADA DOMBA YANG TERINFEKSI CACING YANG RESISTEN TERHADAP ANTELMINTIK GOLONGAN BENZIMIDAZOLE BERIAJAYA dan AMIR HUSEIN Balai Penelitian Veteriner,
Lebih terperinciTabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba
3 Diferensiasi SDP dilakukan berbasis preparat ulas darah total. Darah diulas di preparat kemudian difiksasi dengan metanol selama 2 menit. Preparat ulas darah diwarnai menggunakan pewarna giemsa selama
Lebih terperinciPREVALENSI DAN JENIS TELUR CACING GASTROINTESTINAL PADA RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) DI PENANGKARAN RUSA DESA API-API KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA
PREVALENSI DAN JENIS TELUR CACING GASTROINTESTINAL PADA RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) DI PENANGKARAN RUSA DESA API-API KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA Jusmaldi dan Arini Wijayanti Jurusan Biologi FMIPA Universitas
Lebih terperinciPENELITAN PENDAHULUAN PEMBUATAN PREPARAT VAKSIN Ascaridia galli DALAM UPAYA PENGENDALIAN PENYAKIT KECACINGAN PADA AYAM
PENELITAN PENDAHULUAN PEMBUATAN PREPARAT VAKSIN Ascaridia galli DALAM UPAYA PENGENDALIAN PENYAKIT KECACINGAN PADA AYAM Lili Zalizar Fakultas Peternakan-Perikanan, Universitas Muhammadiyah Malang ABSTRACT
Lebih terperinciTINGKAT INFESTASI CACING HATI PADA SAPI BALI DI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN PRINGSEWU PROVINSI LAMPUNG
TINGKAT INFESTASI CACING HATI PADA SAPI BALI DI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN PRINGSEWU PROVINSI LAMPUNG Liver Fluke Infestation Level of Bali Cattle in Sukoharjo Sub-District Pringsewu Regency Lampung
Lebih terperinciBuletin Veteriner Udayana Vol.1 No.2. :41-46 ISSN : Agustus 2009 PREVALENSI INFEKSI CACING TRICHURIS SUIS PADA BABI MUDA DI KOTA DENPASAR
PREVALENSI INFEKSI CACING TRICHURIS SUIS PADA BABI MUDA DI KOTA DENPASAR (The Prevalence of Trichuris suis infections on Piglets in Denpasar) Nyoman Adi Suratma. Laboratorium Parasitologi, Fakultas Kedokteran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Babi merupakan salah satu hewan komersil yang dapat diternakkan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani dikalangan masyarakat. Babi dipelihara oleh masyarakat dengan
Lebih terperinciHUBUNGAN KECACINGAN PADA TERNAK SAPI DI SEKITAR TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS DENGAN KEMUNGKINAN KEJADIAN KECACINGAN PADA BADAK SUMATERA
HUBUNGAN KECACINGAN PADA TERNAK SAPI DI SEKITAR TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS DENGAN KEMUNGKINAN KEJADIAN KECACINGAN PADA BADAK SUMATERA (Dicerorhinus sumatrensis) DI SUAKA RHINO SUMATERA RIZQI PUTRATAMA FAKULTAS
Lebih terperinciSeminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan industri Olahannya sebagai Pakan Ternak PENGARUH PENYAKIT CACING TERHADAP PRODUKTIVITAS
OPTIMALISASI PENGGUNAAN PAKAN BERBASIS LIMBAH SAWIT MELALUI MANAJEMEN PENGENDALIAN NEMATODIASIS DI KALIMANTAN TIMUR WAFIATININGSIH dan NR. BARIROH Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. baik, diantaranya dalam hal pemeliharaan. Masalah kesehatan kurang
PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar sapi potong dipelihara oleh peternak hanya sebagai sambilan. Tatalaksana pemeliharaan sapi pada umumnya belum baik, diantaranya dalam hal pemeliharaan. Masalah
Lebih terperinciABSTRAK. Antonius Wibowo, Pembimbing I : Meilinah Hidayat, dr., M.Kes Pembimbing II : Budi Widyarto Lana, dr
ABSTRAK HUBUNGAN PERILAKU SISWA KELAS III DAN IV DENGAN HASIL PEMERIKSAAN FESES DAN KEADAAN TANAH TERHADAP INFEKSI SOIL TRANSMITED HELMINTHS DI SDN BUDI MULYA 3 CIPAGERAN-CIMAHI Antonius Wibowo, 2007.
Lebih terperinciEpidemiologi Helminthiasis pada Ternak Sapi di Provinsi Bali (Epidemiology of Helminthiasis in Cattle in Bali Province )
Epidemiologi Helminthiasis pada Ternak Sapi di Provinsi Bali (Epidemiology of Helminthiasis in Cattle in Bali Province ) Ni Made Arsani, I Ketut Mastra, NKH Saraswati, Yunanto, IGM Sutawijaya Balai Besar
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Budidaya Sapi Potong Ternak sapi khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai
Lebih terperinciCARA PERKEMBANGBIAKAN INVERTEBRATA
CARA PERKEMBANGBIAKAN INVERTEBRATA Dalam perkembangbiakannya,invertebrata memiliki cara reproduksi sebagai berikut 1. Reproduksi Generatif Reproduksi generative melalui fertilisasi antara sel kelamin jantan
Lebih terperinciUPAYA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS SAPI BALI MELALUI PENGENDALIAN PENYAKIT PARASIT DI SEKITAR SENTRA PEMBIBITAN SAPI BALI DI DESA SOBANGAN ABSTRAK
JURNAL UDAYANA MENGABDI, VOLUME 15 NOMOR 1, JANUARI 2016 UPAYA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS SAPI BALI MELALUI PENGENDALIAN PENYAKIT PARASIT DI SEKITAR SENTRA PEMBIBITAN SAPI BALI DI DESA SOBANGAN I.A.P.
Lebih terperinciJENIS DAN TINGKAT INFEKSI CACING ENDOPARASIT PADA FESES SAPI DI RUMAH POTONG HEWAN (RPH) MEDAN DAN KECAMATAN ANDAM DEWI KABUPATEN TAPANULI TENGAH
JENIS DAN TINGKAT INFEKSI CACING ENDOPARASIT PADA FESES SAPI DI RUMAH POTONG HEWAN (RPH) MEDAN DAN KECAMATAN ANDAM DEWI KABUPATEN TAPANULI TENGAH SKRIPSI FATMAYANTI TANJUNG 070805010 DEPARTEMEN BIOLOGI
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Penyakit yang sering terjadi pada peternakan ayam petelur akibat sistem
PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit yang sering terjadi pada peternakan ayam petelur akibat sistem pemeliharaan yang kurang baik salah satunya disebabkan oleh parasit (Murtidjo, 1992). Menurut Satrija
Lebih terperinciUJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI
UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI Diajukan Oleh : Restian Rudy Oktavianto J500050011 Kepada : FAKULTAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencapai 2 triliun/tahun. (Anonim. 2014). sebagai berikut : adanya parasite, adanya sumber parasit untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi parasit internal masih menjadi faktor yang sering mengganggu kesehatan ternak dan mempunyai dampak kerugian ekonomi yang besar terutama pada peternakan rakyat
Lebih terperinciKolokium: Ulil Albab - G
Kolokium: Ulil Albab - G34100119 Ulil Albab (G34100119), Achmad Farajallah, Dyah Perwitasari, Eksplorasi Endoparasit pada Koleksi Hewan Kebun Binatang di Taman Margasatwa. Makalah Kolokium departemen Biologi
Lebih terperinciHUBUNGAN MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERHADAP KEJADIAN INFEKSI CACING NEMATODA PADA KELOMPOK TERNAK SAPI DI PETANG KECAMATAN PETANG, BADUNG SKRIPSI
HUBUNGAN MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERHADAP KEJADIAN INFEKSI CACING NEMATODA PADA KELOMPOK TERNAK SAPI DI PETANG KECAMATAN PETANG, BADUNG SKRIPSI Oleh : GALIH INTAN HARTANTRI 0609005028 FAKULTAS KEDOKTERAN
Lebih terperinciTINGKAT PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERAH DI KECAMATAN PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG MIRA RAMALIA RIANTI
TINGKAT PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI PERAH DI KECAMATAN PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG MIRA RAMALIA RIANTI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Lebih terperinciPARASIT GASTROINTESTINAL PADA SAPI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI PROGO YOGYAKARTA. The Gastrointestinal Parasites Cows on Progo Watershed in Yogyakarta
PARASIT GASTROINTESTINAL PADA SAPI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI PROGO YOGYAKARTA The Gastrointestinal Parasites Cows on Progo Watershed in Yogyakarta Yudhi Ratna Nugraheni 1, Dwi Priyowidodo 1, Joko Prastowo
Lebih terperinciDAFTAR ISI ... i... ii iii... iv... vi... vii ... ix... x
DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... i ABSTRAK... ii ABSTRACT iii UCAPAN TERIMAKASIH... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...
Lebih terperinci1 Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Askariasis adalah infeksi parasit yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides. Parasit ini bersifat kosmopolitan karena tersebar luas di seluruh dunia terutama di daerah
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, karena hanya. Kabupaten Blora sedangkan pemeriksaan laboratorium
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, karena hanya melakukan pemeriksaan parasit cacing pada ternak sapi dan melakukan observasi lingkungan kandang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pendapatan nasional per kapita tahun 2012 yakni ,07 sedangkan tahun 2013
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendapatan nasional per kapita tahun 2012 yakni 9.665.117,07 sedangkan tahun 2013 yakni 9.798.899,43 (BPS, 2014 a ). Konsumsi protein hewani asal daging tahun 2011 2,75
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii RIWAYAT HIDUP... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi UCAPAN TERIMA KASIH... vii DAFTAR ISI... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Trichuris trichiura Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak terdapat pada manusia. Diperkirakan sekitar 900 juta orang pernah terinfeksi
Lebih terperinciI Putu Agus Kertawirawan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali Jl. By Pas Ngurah Rai, Pesanggaran-Denpasar
IDENTIFIKASI KASUS PENYAKIT GASTROINTESTINAL SAPI BALI DENGAN POLA BUDIDAYA TRADISIONAL PADA AGROEKOSISTEM LAHAN KERING DESA MUSI KECAMATAN GEROKGAK KABUPATEN BULELENG I Putu Agus Kertawirawan Balai Pengkajian
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KERBAU
2 kejadian kecacingan pada kerbau. Namun, yang tidak kalah penting adalah informasi yang didapat dan pencegahan yang dilakukan, akan meningkatkan produktivitas ternak serta kesejahteraan peternak khususnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menyerang unggas, termasuk ayam (Suripta, 2011). Penyakit ini disebabkan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Askaridiosis merupakan salah satu penyakit cacing yang sering menyerang unggas, termasuk ayam (Suripta, 2011). Penyakit ini disebabkan oleh cacing Ascaridia galli. Cacing
Lebih terperinci1. BAB I PENDAHULUAN
1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecacingan merupakan penyakit infeksi disebabkan oleh parasit cacing yang dapat membahayakan kesehatan. Penyakit kecacingan yang sering menginfeksi dan memiliki
Lebih terperinciDisebut Cacing Pipih (Flat Worm) dengan ciri antara lain:
Disebut Cacing Pipih (Flat Worm) dengan ciri antara lain: Tubuh simetri bilateral Belum memiliki sistem peredaran darah Belum memiliki anus Belum memiliki rongga badan (termasuk kelompok Triploblastik
Lebih terperinciPENGENDALIAN INFESTASI CACING Haemonchus contortus MENGGUNAKAN DAUN NENAS PADA KAMBING PE
PENGENDALIAN INFESTASI CACING Haemonchus contortus MENGGUNAKAN DAUN NENAS PADA KAMBING PE (Control of Haemonchus contortus Infestation Using Pineapple Leaf in Goats) LUH GDE SRI ASTITI dan T. PANJAITAN
Lebih terperinci(PREVALENCE AND INTENSITY OF ASCARIDIA GALLIINFECTION TO DOMESTIC CHICKEN IN BUKIT JIMBARAN AREA, BADUNG)
Prevalensi dan Intensitas Infeksi CacingAscaridia galli pada Ayam Buras di Wilayah Bukit Jimbaran, Badung (PREVALENCE AND INTENSITY OF ASCARIDIA GALLIINFECTION TO DOMESTIC CHICKEN IN BUKIT JIMBARAN AREA,
Lebih terperinciABSTRAK ANGKA KEJADIAN INFEKSI CACING DI PUSKESMAS KOTA KALER KECAMATAN SUMEDANG UTARA KABUPATEN SUMEDANG TAHUN
ABSTRAK ANGKA KEJADIAN INFEKSI CACING DI PUSKESMAS KOTA KALER KECAMATAN SUMEDANG UTARA KABUPATEN SUMEDANG TAHUN 2007-2011 Eggi Erlangga, 2013. Pembimbing I : July Ivone, dr., M.KK., MPd.Ked. Pembimbing
Lebih terperinciPrevalensi Nematoda pada Sapi Bali di Kabupaten Manokwari
JSV 32 (2), Desember 2014 JURNAL SAIN VETERINER ISSN : 0126-0421 Prevalensi Nematoda pada Sapi Bali di Kabupaten Manokwari Prevalency of Nematode in Bali Cattle at Manokwari Regency 1 1 2 2 Muhammad Junaidi,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metode-metode pemeriksaan tinja Dasar dari metode-metode pemeriksaan tinja yaitu pemeriksaan langsung dan tidak langsung. Pemeriksaan langsung adalah pemeriksaan yang langsung
Lebih terperinciPersentase positif
ISSN : 1411-8327 Kecacingan Trematoda pada Badak Jawa dan Banteng Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon PREVALENCE OF TREMATODES IN JAVAN RHINOCROS AND BANTENG AT UJUNG KULON NATIONAL PARK Risa Tiuria 1,
Lebih terperinciFakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga ABSTRAK
114 PENGARUH TATALAKSANA KANDANG TERHADAP INFEKSI HELMINTHIASIS SALURAN PENCERNAAN PADA PEDET PERANAKAN SIMENTAL DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN YOSOWILANGUN LUMAJANG Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga
Lebih terperinciEVALUASI PENGGUNAAN BUBUK BAWANG PUTIH (Allium sativum) TERHADAP KANDUNGAN LEMAK DARAH AYAM KAMPUNG YANG DIINFEKSI CACING Ascaridia galli
EVALUASI PENGGUNAAN BUBUK BAWANG PUTIH (Allium sativum) TERHADAP KANDUNGAN LEMAK DARAH AYAM KAMPUNG YANG DIINFEKSI CACING Ascaridia galli SKRIPSI PUTRI MULYA SARI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sapi adalah salah satu ruminansia yang paling banyak di ternakkan di
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi adalah salah satu ruminansia yang paling banyak di ternakkan di Indonesia, merupakan penyumbang daging terbesar dari kelompok ruminansia terhadap produksi daging
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan pertumbuhan ekonomi
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Peningkatan produksi ternak sebagai sumber protein hewani adalah suatu strategi nasional dalam rangka peningkatan ketahanan pangan yang sangat diperlukan
Lebih terperinciPENGARUH TEKNOLOGI BIOGAS CAMPURAN FESES SAPIPOTONG DAN BATUBARA DALAM DIGESTER TIPE BATCH TERHADAP ENDOPARASIT CACING
PENGARUH TEKNOLOGI BIOGAS CAMPURAN FESES SAPIPOTONG DAN BATUBARA DALAM DIGESTER TIPE BATCH TERHADAP ENDOPARASIT CACING EFFECT OF BIOGAS TECHNOLOGY AT MIXED CATTLE FECES AND COAL ON BATCH DIGESTER TO WORMS
Lebih terperinciPrevalensi Kejadian Infeksi Cacing Hati (Fasciola sp) Pada Sapi Potong di Rumah Potong Pegirian Surabaya Tahun 2014
Artikel Ilmiah Prevalensi Kejadian Infeksi Cacing Hati (Fasciola sp) Pada Sapi Potong di Rumah Potong Pegirian Surabaya Tahun 2014 Marek Yohana Kurniabudhi., drh., M. Vet (12696-ET) UNIVERSITAS WIJAYA
Lebih terperinciJenis-Jenis Cacing Parasit Saluran Pencernaan pada Hamster Syria Mesocricetus auratus (Waterhause, 1839) di Kota Padang
Jenis-Jenis Cacing Parasit Saluran Pencernaan pada Hamster Syria Mesocricetus auratus (Waterhause, 1839) di Kota Padang Gastrointestinal Helminths of The Syrian Hamster Mesocricetus auratus (Waterhause,
Lebih terperinciUpaya Peningkatan Kekebalan Broiler terhadap Penyakit Koksidiosis melalui Infeksi Simultan Ookista
Upaya Peningkatan Kekebalan Broiler terhadap Penyakit Koksidiosis melalui Infeksi Simultan Ookista (Oocyst Simultaneous Infection to Increase Broiler Immunity from Coccidiosis) S.J.A. Setyawati dan Endro
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang prevalensinya sangat tinggi di Indonesia, terutama cacing usus yang ditularkan melalui tanah atau Soil Transmitted Helminth
Lebih terperinciFREKUENSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS PADA SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI NO. 32 MUARA AIR HAJI KECAMATAN LINGGO SARI BAGANTI PESISIR SELATAN
FREKUENSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS PADA SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI NO. 32 MUARA AIR HAJI KECAMATAN LINGGO SARI BAGANTI PESISIR SELATAN Fitria Nelda Zulita, Gustina Indriati dan Armein Lusi Program Studi
Lebih terperinciKECACINGAN TREMATODA Schistosoma spp. PADA BADAK SUMATERA (Dicerorhinus sumatrensis) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS
KECACINGAN TREMATODA Schistosoma spp. PADA BADAK SUMATERA (Dicerorhinus sumatrensis) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS Sulinawati 1), Saputra, I G.N.A. W.A 2), Ediwan 3), Priono, T.H. 4), Slamet 5), Candra,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan kerja. Tenaga kerja yang terpapar dengan potensi bahaya lingkungan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di sebuah industri sangat penting untuk dilakukan tanpa memandang industri tersebut berskala besar ataupun kecil dan
Lebih terperinciCacing Parasit Saluran Pencernaan Pada Hewan Primata di Taman Satwa Kandi Kota Sawahlunto Provinsi Sumatera Barat
14 Cacing Parasit Saluran Pencernaan Pada Hewan Primata di Taman Satwa Kandi Kota Sawahlunto Provinsi Sumatera Barat Gastrointestinal helminths of the primates in Taman Satwa Kandi Sawahlunto, West Sumatra
Lebih terperinciGambar 2.1. Kambing yang terdapat di Desa Amplas
4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kambing merupakan binatang memamah biak yang berukuran sedang. Kambing ternak (Capra aegagrus hircus) adalah sub spesies kambing liar yang secara alami tersebar di
Lebih terperinciPrevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Mengwi, Badung
Prevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Mengwi, Badung Muhsoni Fadli 1, Ida Bagus Made Oka 2, Nyoman Adi Suratma 2 1 Mahasiswa Pendidikan Profesi
Lebih terperinciGambar 2.1. Telur Fasciola hepatica (Sumber : CDC, 2012)
16 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Trematoda Hati 2.1.1 Fasciola hepatica a. Morfologi dan Daur Hidup Cacing dewasa mempunyai bentuk pipih seperti daun, besarnya ± 30x13 mm. Bagian anterior berbentuk seperti
Lebih terperinciDERAJAT HAEMONCHOSIS BERDASARKAN JUMLAH CACING DAN TELUR TIAP GRAM TINJA (TTGT) PADA DOMBA EKOR TIPIS SITI HOLIJAH RANGKUTI
DERAJAT HAEMONCHOSIS BERDASARKAN JUMLAH CACING DAN TELUR TIAP GRAM TINJA (TTGT) PADA DOMBA EKOR TIPIS SITI HOLIJAH RANGKUTI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI
Lebih terperinciMETODE LARVALCULTURE SEBAGAITEKNIKUNTUK MENGIDENTIFIKASI JENIS CACING NEMATODA SALURAN PERCERNAAN PADARUMINANSIAKECIL
METODE LARVALCULTURE SEBAGAITEKNIKUNTUK MENGIDENTIFIKASI JENIS CACING NEMATODA SALURAN PERCERNAAN PADARUMINANSIAKECIL Zaenal Kosasih Balai Penelitian Veteriner, Jl. R.E. Martadinata 30 Bogor Domba merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan menjangkiti banyak manusia di seluruh dunia. Sampai saat ini penyakit kecacingan masih tetap
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Soil Transmitted Helminth (STH) atau penyakit kecacingan yang penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan masyarakat khususnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cacing Ascaris suum Goeze yang menyerang ternak, terutama pada babi muda
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Askariasis merupakan salah satu infeksi parasit usus yang paling sering terjadi serta ditemukan di seluruh dunia.penyakit askariasis disebabkan oleh cacing Ascaris
Lebih terperinciPENGARUH WAKTU ROTASI GEMBALA PADA RUMPUT Brachiaria brizantha TERHADAP TINGKAT INFESTASI CACING Haemonchus contortus PADA TERNAK DOMBA
PENGARUH WAKTU ROTASI GEMBALA PADA RUMPUT Brachiaria brizantha TERHADAP TINGKAT INFESTASI CACING Haemonchus contortus PADA TERNAK DOMBA (The Effect of Grazing Period on Brachiaria brizantha against the
Lebih terperinciKata kunci: Albumin, Cross sectional studies, Fasciolosis, Fasciola gigantica, Sapi Bali.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Desa Sumerta Kelod, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denapasar pada tanggal 20 Juni 1993. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Penulis merupakan anak dari
Lebih terperinciVarla Dhewiyanty 1, Tri Rima Setyawati 1, Ari Hepi Yanti 1 1. Protobiont (2015) Vol. 4 (1) :
Prevalensi dan Intensitas Larva Infektif Nematoda Gastrointestinal Strongylida dan Rhabditida pada Kultur Feses kambing (Capra sp.) di Tempat Pemotongan Hewan Kambing Pontianak Varla Dhewiyanty 1, Tri
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prevalensi Prevalensi adalah frekuensi dari penyakit yang ada dalam populasi tertentu pada titik waktu tertentu. Angka prevalensi dipengaruhi oleh tingginya insidensi dan lamanya
Lebih terperinciThe Efficacy of Anthelmintic of Carrot Juice (Daucus carota) Against Ascaridia galli
Efek Antelmintik Perasan Wortel (Daucus carota) terhadap Ascaridia galli The Efficacy of Anthelmintic of Carrot Juice (Daucus carota) Against Ascaridia galli Semmy Damarjatie Rahayu 1, Sri Sundari 2 1
Lebih terperinciPENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI
2016 PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI LABORATORIUM JURUSAN ILMU PETERNAKAN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI AS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR I. IDENTIFIKASI EKTOPARASIT A. Pengantar Keberhasilan
Lebih terperinciINFEKSI CACING NEMATODA GASTROINTESTINAL PADA KERBAU DI KABUPATEN TORAJA UTARA, SULAWESI SELATAN ABIA TAMMU PADONDAN
INFEKSI CACING NEMATODA GASTROINTESTINAL PADA KERBAU DI KABUPATEN TORAJA UTARA, SULAWESI SELATAN ABIA TAMMU PADONDAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
Lebih terperinciINFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN KAMBING PERANAKAN ETAWA (PE) MILIK PETANI KAKAO DI KECAMATAN KEDONDONG, KABUPATEN PESAWARAN
INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN KAMBING PERANAKAN ETAWA (PE) MILIK PETANI KAKAO DI KECAMATAN KEDONDONG, KABUPATEN PESAWARAN Elma Basri, Akhmad Prabowo dan Firdausil A.B Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. satu kejadian yang masih marak terjadi hingga saat ini adalah penyakit kecacingan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang berada di daerah khatulistiwa membuat negara Indonesia memiliki iklim tropis yang sangat mendukung terjadinya masalah infeksi. Salah satu kejadian yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lamtoro (Leucaena leucocephala (Lam.)) de Wit. 2.1.1 Klasifikasi Lamtoro Kingdom Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Suku Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Spermatophyta
Lebih terperinciEka Muriani Limbanadi*, Joy A.M.Rattu*, Mariska Pitoi *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
HUBUNGAN ANTARA STATUS EKONOMI, TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PENYAKIT KECACINGAN DENGAN INFESTASI CACING PADA SISWA KELAS IV, V DAN VI DI SD NEGERI 47 KOTA MANADO ABSTRACT Eka Muriani
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Suzuki Metode Suzuki adalah suatu metode yang digunakan untuk pemeriksaan telur Soil Transmitted Helmints dalam tanah. Metode ini menggunakan Sulfas Magnesium yang didasarkan
Lebih terperinci