Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii Daftar Tabel... iii Daftar Gambar.. iv

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii Daftar Tabel... iii Daftar Gambar.. iv"

Transkripsi

1

2 DAFTAR ISI halaman Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii Daftar Tabel..... iii Daftar Gambar.. iv BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengertian Ketahanan Sosial Ruang Lingkup 2 BAB. II. BAB. III. BAB. IV. BAB. V. STATISTIK KETAHANAN WILAYAH 2.1. Sejarah Singkat Wilayah Kota Semarang Wilayah Geografis Kondisi Sumber Daya Alam Kondisi Lingkungan Hidup. 10 STATISTIK KETAHANAN MASYARAKAT 3.1. Jumlah, Kepadatan dan Pertumbuhan Penduduk Angka Beban Ketergantungan dan Rasio Jenis Kelamin Ketenagakerjaan Pendidikan Kesehatan Sosial Budaya STATISTIK KETAHANAN EKONOMI 4.1. Tingkat Inflasi Pertumbuhan Ekonomi Pendapatan Perkapita Kemiskinan Ketahanan Pangan STATISTIK KETAHANAN POLITIK DAN KEAMANAN 5.1. Politik Keamanan dan Ketertiban Bencana Alam. 41

3 DAFTAR TABEL halaman Tabel 1. Luas Wilayah Kota Semarang menurut Kecamatan... 7 Tabel 2. Persentase Rumah Menurut Jenis Atap Tabel 3. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Kota Semarang Tabel 4. Kepadatan Penduduk dan Jumlah ART.. 16 Tabel 5. TPAK dan TPT Tabel 6. Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah Tabel 7. Persentase penduduk yang pernah mengalami keluhan kesehatan 25 Tabel 8. Penduduk Kota Semarang menurut Suku Bangsa.. 26 Tabel 9. Persentase Distribusi PDRB menurut Lapangan Usaha. 32 Tabel 10. Rata-rata PDRB per Kapita Penduduk Kota Semarang Tahun Tabel 11. Hasil Pendataan PPLS Tahun Tabel 12. Luas Panen Tanaman Pangan (dalam Ha.) dan Produksi Panen (dalam Ton) di Kota Semarang Tabel 13. Produksi Perikanan di Kota Semarang (dalam Ton) Tabel 14. Jumlah Kejahatan/Pelanggaran menurut Jenisnya/Pasal Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 iii

4 DAFTAR GAMBAR halaman Gambar 1. Persentase Luas Penggunaan Lahan Gambar 2. Penduduk Kota Semarang menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin pada Tahun Gambar 3. Persentase penduduk Kota Semarang menurut Pendidikan yang Ditamatkan (tahun 2009) Gambar 4. Laju Inflasi Nasional dan Kota Semarang Tahun Gambar 5. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Semarang pada Tahun Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 iv

5 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai respon semakin kompleksnya permasalahan sosial dalam pembangunan nasional, terutama menghadapi era globalisasi yang sedang berlangsung. Untuk itu dibutuhkan informasi berupa data statistik terutama dibidang sosial yang akan digunakan untuk menganalisis ketangguhan masyarakat menghadapi berbagai pengaruh yang mengancam stabilitas dan eksistensinya. Penyediaan data statistik ketahanan sosial (Hansos) akan sangat bermanfaat bagi para perencana dan pembuat kebijakan dalam mendiagnosa sebab-sebab perubahan sosial yang terjadi serta dampak yang ditimbulkannya. Krisis multi dimensional yang sedang berlanjut serta pengaruh globalisasi yang terjadi seperti kemajuan iptek dan perdagangan bebas diyakini mempunyai kontribusi yang berarti pada perubahan perilaku individu, keluarga dan pada gilirannya akan berpengaruh pada kondisi kehidupan masyarakat. Pengaruh perubahan yang terjadi sedapat mungkin memberikan dampak yang negatif pada kehidupan masyarakat, sehingga masyarakat dapat mempertahankan nilai-nilai kehidupan yang telah disepakati dan dianut bersama, atau dengan kata lain masyarakat memiliki ketahanan yang tangguh dalam menghadapinya. Namun diakui bahwa didalam menyikapi perubahan yang terjadi respon masyarakat berbeda antar kelompok dan daerah. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan masyarakat akan sangat tergantung dari kondisi ekonomi, lingkungan, wawasan berpikir, kebebasan untuk menyalurkan aspirasi, politik, sosial budaya dan sebagainya. Faktor-faktor Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun

6 tersebut perlu diterjemahkan dalam berbagai kegiatan statistik untuk mendapatkan potret ketahanan masyarakat dan trennya dari waktu ke waktu. Publikasi Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2009 ini mencoba menjawab kebutuhan informasi statistik ketahanan sosial yang diperlukan, baik untuk kepentingan nasional maupun provinsi dan kabupaten/kota, terutama pada era pelaksanaan otonomi daerah saat ini Pengertian Ketahanan Sosial Walaupun belum ada kesepakatan tentang definisi yang pasti dari istilah ketahanan sosial, namun sebagai pendekatan ketahanan sosial dapat diartikan sebagai kondisi dinamis suatu bangsa/masyarakat berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan dalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang datang dari luar maupun dari dalam, secara langsung maupun tidak langsung membahayakan kelangsungan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Sebagai suatu fenomena yang dependen, tingkat ketahanan sosial di suatu wilayah tertentu dipengaruhi/ditentukan oleh berbagai fenomena/faktor independen seperti keadaan komunal, sosial dan lingkungannya. Ketahanan sosial suatu wilayah berawal dari ketahanan individu. Sedangkan ketahanan individu, secara kolektif akan menunjukkan ketahanan keluarga, ketahanan masyarakat dan ketahanan lingkungan Ruang Lingkup Ketahanan sosial pada dasarnya memang sangat luas cakupannya, sebagaimana disebutkan terdahulu, yaitu dimulai dari ketahanan individu, ketahanan keluarga, ketahanan masyarakat, ketahanan lingkungan dan Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun

7 selanjutnya ketahanan wilayah. Sedangkan ketahanan nasional terbentuk dari sinergi masing-masing ketahanan wailayah. Dikemukakan sebelumnya bahwa pengertian sosial adalah suatu hal yang berkaitan dengan masyarakat. Sedangkan masyarakat itu sendiri terdiri dari kelompok-kelompok sosial. Salah satu kelompok sosial adalah komunitas lokal atau masyarakat setempat. Didalam sosiologi, komunitas lokal diartikan sebagai bagian masyarakat yang bertempat tinggal disuatu wilayah (dalam arti geografis) dengan batas-batas tertentu. Interaksi penduduk didalam wilayah ini lebih besar dibandingkan dengan penduduk diluar wilayahnya. Atas dasar ini, maka statistik dan indikator yang akan dikumpulkan dan disusun diarahkan untuk mendapatkan gambaran ketahanan wilayah pada unit Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional. Berbagai indikator yang relevan dengan ketahanan sosial akan disajikan dalam publikasi ini yang meliputi, statistik ketahanan wilayah, statistik ketahanan lingkungan dan statistik politik dan keamanan. Ketahanan suatu wilayah akan tergantung dari dinamika faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain faktor geografis, sumber daya alam, sumber daya manusia, lingkungan, politik, ekonomi, sosial-budaya dan keamanan di wilayah tersebut (internal) maupun wilayah sekitarnya (eksternal). Tingkat ketahanan masyarakat menghadapi masalah-masalah perubahan sosial yang timbul perlu diketahui dan diukur. Ukuran tersebut dapat bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Dengan adanya pengukuran ini maka ketahanan/kerawanan suatu wilayah dapat diklasifikasikan, sedangkan yang bersifat kuantitatif ukuran dimaksud dapat berupa indikator maupun indeks komposit. Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun

8 BAB II STATISTIK KETAHANAN WILAYAH Ketahanan wilayah adalah situasi yang membuat masyarakat di suatu wilayah lentur dalam menghadapi berbagai ancaman baik yang datang dari dalam maupun dari luar wilayah. Ancaman internal maupun eksternal mencakup ancaman terhadap fisik wilayah/lingkungan fisik, kehidupan sosial, ekonomi maupaun budaya. Suatu wilayah disebut memiliki ketahanan jika lingkungan fisiknya mendukung, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia cukup baik dan ketahanan sosialnya juga kuat Sejarah Singkat Wilayah Kota Semarang Untuk memperkuat ketahanan masyarakat terhadap wilayahnya, maka pengetahuan akan sejarah berdirinya wilayah tersebut akan membuat rasa percaya diri dari masyarakat terhadap wilayah yang ditempatinya. Sehingga mereka akan mempunyai sikap rasa memiliki terhadap wilayahnya, yang secara langsung akan berpengaruh terhadap kelangsungan atau eksistensi wilayah tersebut. Sebagai ibukota Provinsi Jawa Tengah, Kota Semarang memiliki sejarah yang panjang. Mulanya dari daratan lumpur akibat dari sedimentasi Gunung Ungaran dan terus membentuk lapisan aluvial. Masih segar dalam ingatan masyarakat Kota Semarang sekitar 600 tahun yang lalu, Laksamana Cheng Ho mendaratkan kapalnya di Gedung Batu. Padahal daerah itu sekarang menjadi permukiman penduduk sampai masuk ke arah pantai sekitar 5 km. Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun

9 Dimasa dulu, ada seorang dari kesultanan Demak bernama pangeran Made Pandan bersama putranya Raden Pandan Arang, meninggalkan Demak menuju ke daerah barat disuatu tempat yang kemudian bernama Pulau Tirang, membuka hutan dan mendirikan pesantren dan menyiarkan agama islam. Dari waktu ke waktu daerah itu semakin subur, dari sela-sela kesuburan itu munculah pohon asam yang jarang (bahasa jawa : Asem Arang), sehingga memberikan gelar atau nama daerah itu menjadi Semarang. Sebagai pendiri desa, kemudian menjadi kepala daerah setempat, dengan gelar Kyai Ageng Pandan Arang I. Sepeninggalnya, pemimpin daerah dipegang oleh putranya yang bergelar Pandan Arang II. Dibawah pimpinan Pandan Arang, daerah Semarang semakin menarik perhatian Sultan Hadiwijaya dari Pajang. Karena persyaratan peningkatan daerah dapat dipenuhi, maka diputuskan untuk menjadikan Semarang setingkat dengan Kabupaten. Akhirnya Pandan Arang oleh Sultan Pajang melalui konsultasi dengan Sunan Kalijaga, juga bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, tanggal 12 Rabiul Awal tahun 954 H atau bertepatan dengan tanggal 2 Mei 1547 Masehi dinobatkan menjadi Bupati yang pertama. Pada tanggal itu maka secara adat dan politis berdirilah Kota Semarang Wilayah Geografis Kota Semarang terletak terletak antara garis 6 o 50 7 o 10 Lintang Selatan dan garis 109 o o 35 Bujur Timur. Letak Kota Semarang tersebut hampir berada ditengah bentangan panjang Kepulauan Indonesia dari Barat dan Timur. Sedangkan ketinggian Kota Semarang terletak antara 0,75 348,00 meter diatas garis pantai dan secara umum kemiringan tanah berkisar antara 0 persen sampai 40 persen (curam). Sebagai Ibukota Provinsi Jawa Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun

10 Tengah, Kota Semarang memiliki batas-batas wilayah administratif, sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa dengan panjang garis pantai meliputi 13,5 km. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Demak, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kendal dan sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Semarang. Kota Semarang sendiri mempunyai luas wilayah 373,70 Km2 yang terbagi menjadi 16 kecamatan dan 177 kelurahan. Kecamatan paling luas wilayahnya adalah Kecamatan Mijen (57,55 km 2 ) diikuti oleh kecamatan Gunungpati dengan luas sebesar 54,11 km 2, sedangkan kecamatan yang terkecil wilayahnya adalah Kecamatan Semarang Selatan (5,93 km 2 ). Keadaan topografi wilayah Kota Semarang terdiri dari daerah perbukitan, dataran rendah dan daerah pantai. Dengan demikian topografi Kota Semarang menunjukkan adanya berbagai kemiringan dan tonjolan. Daerah pantai 65,22 persen diwilayahnya dataran dengan kemiringan 2-5 persen dan 37,78 persen merupakan daerah perbukitan dengan kemiringan persen. Pada daerah perbukitan mempunyai ketinggian meter diatas permukaan Laut (MDPL) dan di dataran mempunyai ketinggian 0,75 3,5 MDPL. Bagian utara Kota Semarang merupakan daerah pantai dan dataran rendah yang dikenal dengan kota bawah, sedangkan bagian selatan merupakan daerah dataran tinggi dan daerah perbukitan yang biasa dikenal dengan Semarang Atas atau kota atas. Kota bawah yang sebagian besar tanahnya terdiri dari pasir dan lempung, sedangkan kota atas struktur geologinya sebagaian besar terdiri dari batuan beku. Pemanfaatan lahan lebih banyak digunakan untuk jalan, pemukiman, bangunan, kawasan industri, tambak. Disamping itu Kota bawah juga sebagai pusat kegiatan pemerintahan, perdagangan, perindustrian, pendidikan, angkutan Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun

11 dan perikanan. Sedangkan kota atas sebagian besar pemanfaatan lahannya untuk pemukiman, persawahan, perkebunan, kehutanan dan pusat kegiatan pendidikan. Kondisi iklim di wilayah Kota Semarang adalah iklim tropis dengan dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau yang silih berganti sepanjang tahun. Suhu udara berkisar rata-rata 27,5 o C dengan temperatur rendah berkisar antara 24,2 o C dan tertinggi berkisar 31,8 o C, dengan kelembaban udara rata-rata 79 persen. Tabel 1. Luas Wilayah Kota Semarang menurut Kecamatan NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (KM 2 ) PERSEN 1 Mijen 57,55 15,40 2 Gunungpati 54,11 14,48 3 Banyumanik 25,69 6,87 4 Gajahmungkur 9,07 2,43 5 Semarang Selatan 5,93 1,59 6 Candisari 6,54 1,75 7 Tembalang 44,20 11,83 8 Pedurungan 20,72 5,54 9 Genuk 27,39 7,33 10 Gayamsari 6,18 1,65 11 Semarang Timur 7,70 2,06 12 Semarang Utara 10,97 2,93 13 Semarang Tengah 6,14 1,64 14 Semarang Barat 21,74 5,82 15 Tugu 31,78 8,50 16 Ngaliyan 37,99 10,16 J u m l a h 373,70 100,00 Sumber : BPS Kota Semarang Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun

12 2.3. Kondisi Sumber Daya Alam Kota Semarang memiliki potensi alam yang dapat dijadikan sebagai modal pembangunan yang sangat berharga. Kota Semarang memiliki tanah pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan/ tambak, bahan-bahan material untuk bangunan dan lain-lain. Penggunaan tanah ini digunakan berdasarkan pada pola tata guna lahan yang terdiri dari perumahan, tegalan, kebun campuran, persawahan, tambak, hutan, perusahaan, jasa, industri dan bangunan lainnya. Walaupun termasuk dalam kota metropolitan, namun Kota Semarang masih mempunyai wilayah yang berupa tanah persawahan dan perkebunan. Untuk tanah persawahan luasnya 39,90 km 2 pada tahun 2009, tidak berselisih jauh bila dibandingkan dengan keadaan tahun 2008, sebesar 39,80 km 2. Kondisi ini tentu saja bisa dimaklumi karena dengan semakin tinggi perkembangan penduduk maka alih guna lahan pertanian otomatis sudah menjadi keniscayaan. Gambar 1. Persentase Luas Penggunaan Lahan Kolam/ Tambak; 5% Lainnya; 23% Sawah; 11% Tegalan; 24% Bangunan; 38% Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun

13 Untuk lahan tanah kering berupa perkebunan dan tegalan luasnya sekitar 89,89 km 2 dan sebagai daerah pesisir areal tambak masih cukup luas sebesar 16,91 km 2. Disamping itu penggunaan lahan untuk bangunan dan pekarangan seluas 140,49 km 2 atau sekitar 38 persen dari luas wilayah Kota Semarang. Potensi sumber daya air sangat penting dan memiliki pengaruh yang signifikan dalam aktifitas kehidupan manusia. Sumber daya air yang ada di Kota Semarang meliputi air permukaan dan air dalam tanah. Air permukaan pada umumnya berupa sungai, baik sungai tetap maupun sungai tadah hujan. Sungaisungai yang ada di Kota Semarang meliputi : Sungai Beringin, Banjir Kanal Barat, Banjir Kanal Timur, Kaligarang, Kali Kreo, Kali Kripik, Kali pengkol, Kali babon, kali Semarang, Kali Banger dan Kali Silandak. Kaligarang sebagai sungai utama pembentuk kota bawah yang mengalir membelah lembah-lembah Gunung Ungaran mengikuti alur yang berbelokbelok dengan aliran yang cukup deras. Setelah diadakan pengukuran debit Kaligarang mempunyai debit 53,0 % dari debit total, kali Kreo 34,7 % selanjutnya kali Kripik 12,3 %. Oleh karena Kaligarang memberikan air yang cukup dominan bagi Kota Semarang, maka langkah-langkah untuk menjaga kelestariannya juga terus dilakukan. Karena Kaligarang juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan air minum warga Kota Semarang. Sedangkan air bawah tanah merupakan air yang keberadaannya berada didalam tanah dan menjadi kebutuhan hidup manusia. Air tanah bebas ini merupakan air tanah yang terdapat pada lapisan kedap air. Permukaan air tanah bebas ini sangat dipengaruhi oleh musim dan keadaan lingkungan sekitarnya. Penduduk Kota Semarang yang berada didataran rendah, banyak memanfaatkan air tanah ini dengan membuat sumur-sumur gali (dangkal) dengan kedalaman rata-rata 3-18 meter. Sedangkan untuk penduduk didataran Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun

14 tinggi hanya dapat memanfaatkan sumur gali pada musim penghujan dengan kedalaman berkisar antara meter. Kebutuhan akan air bersih dari sumber daya air tanah untuk berbagai keperluan, baik untuk konsumsi rumahtangga maupun untuk industri dari tahun ketahun menunjukkan angka yang selalu meningkat sejalan dengan penggunaan air melalui PDAM. Jumlah pelanggan PDAM untuk golongan rumahtangga sebanyak rumahtangga atau 93 persen, sedangkan pelanggan lain dari kategori sosial, industri, instansi pemerintah dll sebanyak pelanggan Kondisi Lingkungan Hidup Keserasian pengelolaan lingkungan hidup dengan pembangunan merupakan jalan terbaik untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, yang secara langsung akan berpengaruh terhadap ketahanan wilayah/sosial. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk lain. Dengan pengertian sistemik semacam itu maka penguraian lingkungan hidup ke dalam komponen-komponennya yang lebih kecil, serta analisis yang mengikuti uraian terhadap unsur-unsur lingkungan hidup itu kemudian, mestinya juga akan merefleksikan keterkaitan unsur lingkungan hidup itu secara tak terlepaskan dari yang lainnya. Oleh sebab itu lingkungan sosial yang dianggap merupakan bagian dari lingkungan hidup adalah wilayah yang merupakan tempat berlangsungnya bermacam-macam interaksi sosial antara berbagai kelompok beserta pranatanya dengan simbol dan nilai serta norma yang sudah mapan, serta terkait dengan lingkungan alam dan lingkungan buatan (tata ruang). Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun

15 Dari sisi tata ruang, wilayah Kota Semarang terbagi menjadi kawasan lindung, kawasan pemukiman, kawasan industri, kawasan kumuh perkotaan, lahan pertanian produktif dan lahan kritis. Dilihat dari hak penguasaan tanah, jumlah tanah yang bersertifikat yang berupa hak milik terus meningkat dari tahun ke tahun, pada tahun 2008 sebanyak buah melesat menjadi buah pada tahun Sedangkan Hak Guna Bangunan meningkat dari buah pada tahun 2008 menjadi pada tahun Demikian pula dengan Hak Pakai, naik dari 110 buah pada tahun 2008 menjadi buah pada tahun Selain mencermati dari sisi tata ruang, kualitas dan fasilitas perumahan menjadi salah satu faktor yang ikut berpengaruh terhadap ketahanan wilayah/sosial masyarakatnya. Pada tahun 2009, 65,38 persen rumahtangga di Kota Semarang menempati tempat tinggal dengan status milik sendiri. Kemudian 8,51 persen rumahtangga dengan status mengontrak, 8,88 persen dengan menyewa/bebas sewa/dinas dan sisanya dengan status lainnya sebesar 17,23 persen. Atap rumah merupakan salah satu unsur rumah yang sangat vital. Tidak saja berfungsi sebagai pelindung terhadap panas matahari dan hujan, atap rumah menurut jenisnya juga berpengaruh pada kesehatan bagi penghuninya. Pada tahun 2009 menunjukkan bahwa 2,75 persen rumah di Kota Semarang beratapkan beton, kemudian 83,97 persen beratapkan genteng dan 13,28 beratapkan sirap/asbes/seng/lainnya. Bila dibandingkan dengan keadaan tahun 2008 terlihat mengalami penurunan untuk jenis atap rumah asbes, sedangkan jenis atap selain asbes mengalami peningkatan. Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun

16 Tabel 2. Persentase rumah menurut jenis atap Jenis Atap (1) (2) (3) 1. Beton 1,94 2,75 2. Genteng 82,30 83,97 3. Seng 0,48 0,72 4. Asbes 15,15 12,33 Sumber : BPS Kota Semarang Fasilitas air bersih merupakan salah satu indikator ketahanan lingkungan. Pada tahun 2009 persentase rumahtangga di Kota Semarang yang menggunakan air kemasan dan ledeng sebesar 66,66 persen, sedangkan sisanya menggunakan air dari sumur, mata air dan lain-lain. Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun

17 BAB III STATISTIK KETAHANAN MASYARAKAT Ketahanan masyarakat menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan ketahanan sosial, karena masyarakat adalah makhluk sosial sehingga interaksi didalam masyarakat merupakan salah satu proses sosial. Faktor manusia menjadi penentu dalam hal ketahanan sosial, karena manusia bukan saja sebagai obyek atau sasaran namun sekaligus juga sebagai subyek atau pelaksana pembangunan. Dengan demikian kondisi sumber daya manusia menjadi salah satu tolok ukur dalam melihat sampai seberapa jauh ketahanan sosial bisa dilihat. Atas dasar pemikiran tersebut, pembangunan dititik beratkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Kualitas sumber daya manusia diperlukan karena jumlah penduduk yang besar hanya dapat merupakan modal atau aset pembangunan jika kualitasnya baik, sebaliknya hanya akan menjadi beban manakala kualitasnya rendah Jumlah, Kepadatan dan Pertumbuhan Penduduk Jumlah penduduk Kota Semarang pada tahun 2009 tercatat sebesar jiwa. Dengan jumlah sebesar itu Kota Semarang termasuk dalam 5 besar Kabupaten/Kota yang mempunyai jumlah penduduk terbesar di Propinsi Jawa Tengah, sedangkan 4(empat) wilayah lainnya adalah Kabupaten Brebes, disusul Kabupaten Cilacap kemudian Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Tegal. Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun

18 Perkembangan dan laju pertumbuhan penduduk selama 6 tahun terakhir menunjukkan kecenderungan berfluktuasi. Hal ini bisa dilihat pada tabel.1 dimana selama kurun waktu Tahun 2004 sampai dengan 2006 laju pertumbuhan penduduk terus mengalami penurunan, kemudian pada periode mengalami kenaikan, kemudian kembali menurun pada Tahun Namun pertumbuhan penduduk tersebut masih cukup tinggi, hal ini bisa terjadi mengingat daya tarik Kota Semarang sebagai ibukota Provinsi Jawa Tengah yang sekaligus sebagai pusat perekonomian dan pusat pendidikan. Potensi permasalahan jumlah penduduk yang besar dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan penduduk yang dimiliki. Bila jumlah penduduk yang besar sedangkan tingkat pertumbuhannya tinggi, maka beban untuk mencukupi kebutuhan pangan, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan dan sebagainya menjadi sangat berat, sehingga akan berpengaruh terhadap perkembangan ketahanan wilayah/sosialnya. Tabel 3. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Kota Semarang Tahun Jumlah Penduduk Pertumbuhan (%) (1) (2) (3) , , , , ,71 Sumber : BPS Kota Semarang Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun

19 Tingkat pertumbuhan penduduk dibedakan atas tingkat pertumbuhan alamiah dan tingkat pertumbuhan karena migrasi atau perpindahan. Tingkat pertumbuhan alamiah secara sederhana dihitung dengan membandingkan jumlah penduduk yang lahir dan mati. Pada periode waktu tertentu digambarkan dengan Angka Kelahiran Kasar atau Crude Birth Rate (CBR) dan Angka Kematian Kasar atau Crude Death Rate (CDR) yang merupakan perbandingan antara jumlah kelahiran dan kematian dengan jumlah penduduknya selama periode satu tahun. Selama periode enam tahun terakhir perkembangan kelahiran penduduk di Kota Semarang terlihat cenderung mengalami kenaikan. Untuk CBR selama periode terus mengalami peningkatan, hal ini menjadi salah satu tolok ukur bahwa pengendalian jumlah kelahiran harus terus diupayakan. Sedangkan CDR memiliki kecenderungan berfluktuasi selama periode Sebagai gambaran pada tahun 2009 angka CBR sebesar 17,01, yang berarti setiap penduduk bertambah sekitar 17 orang karena kelahiran. Sedangkan angka CDR-nya sebesar 6,98 yang artinya setiap penduduk selama setahun jumlah penduduknya berkurang 7 orang karena meninggal. Dengan demikian selisih dari keduanya adalah sebesar 10 orang perseribu bila dinyatakan dalam persen sebesar 1 % merupakan angka pertumbuhan penduduk alamiah atau Rate of Natural Increase (RNI). Mengenai tingkat pertumbuhan karena perpindahan (net migration), dihitung dengan melihat selisih antara angka penduduk yang datang (in migration) dan angka penduduk yang pergi (out migration). Pada tahun 2009 tingkat migrasi masuk sebesar 24,62 yang berarti setiap penduduk selama 1 tahun bertambah penduduk yang datang sebanyak 25 orang, sedangkan tingkat Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun

20 migrasi keluar sebesar 22,07 per penduduk. Bila migrasi masuk dikurangi dengan migrasi keluar diperoleh angka sebesar 2,55 atau 0,26 persen, angka inilah yang dinamakan dengan angka pertumbuhan penduduk karena migrasi (net migration rate). Keadaan ini tentu saja sangat logis, mengingat Kota Semarang sebagai ibukota provinsi berpotensi sebagai daerah tujuan penduduk baik dalam hal pemerintahan, perdagangan, pendidikan dan lain-lain. Penyebaran penduduk perlu mendapat perhatian karena berkaitan dengan daya dukung lingkungannya, dengan asumsi bahwa dalam batas-batas tertentu semakin padat suatu wilayah semakin berkurang ketahanan wilayah/sosialnya. Sebagai kota besar Semarang tergolong mempunyai kepadatan penduduk yang tinggi, pada tahun 2009 ini kepadatan penduduknya sebesar jiwa per km², selama tiga tahun terakhir terus mengalami kenaikan, dimana pada tahun 2007 sebesar jiwa per km 2 dan pada tahun 2008 sebesar jiwa per km 2. Bila dilihat tiap Kecamatan ada 6 (enam) Kecamatan yang mempunyai kepadatan dibawah angka rata-rata kepadatan Kota Semarang. Angka kepadatan penduduk yang paling kecil adalah Kecamatan Tugu sebesar 868 jiwa per km² diikuti dengan Kecamatan Mijen (887 jiwa/km²) dan Kecamatan Gunungpati (1.267 jiwa/km²). Dari ketiga Kecamatan tersebut dua diantaranya merupakan daerah pertanian dan perkebunan, sedangkan Kecamatan Tugu merupakan daerah pengembangan industri. Tabel 4. Kepadatan Penduduk dan Jumlah ART Tahun Kepadatan Penduduk Jumlah ART , , ,64 Sumber : BPS Kota Semarang Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun

21 Namun sebaliknya untuk Kecamatan-Kecamatan yang terletak di pusat kota, dimana luas wilayahnya tidak terlalu luas namun jumlah penduduknya sangat banyak menyebabkan kepadatan penduduknya sangat tinggi. Yang paling tinggi adalah Kecamatan Semarang Selatan sebesar jiwa per km², diikuti oleh Kecamatan Candisari ( jiwa/km²), Kecamatan Semarang Tengah ( jiwa/km²), Kecamatan Gayamsari ( jiwa/km²), dan Kecamatan Semarang Utara ( jiwa/km²). Sedangkan untuk kepadatan jumlah anggota rumahtangga di setiap rumahtangga juga berpengaruh terhadap ketahanan wilayah/sosial, karena semakin padat suatu rumahtangga semakin berkurang ketahanan wilayah/sosialnya. Selama tiga tahun terakhir terlihat bahwa perkembangan ratarata jumlah anggota rumahtangga mengalami fluktuasi, dari tahun 2007 sebesar 4,13 jiwa per rumahtangga, menjadi 3,96 jiwa di tahun 2008 dan pada tahun 2009 turun sebesar 3,64 jiwa per rumahtangga Angka Beban Ketergantungan dan Rasio Jenis Kelamin Selain jumlah, kepadatan maupun pertumbuhan penduduk, hal lain yang perlu diketahui adalah komposisi penduduk, antara lain komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin. Dikatakan penting karena kejadian demografis maupun karakteristiknya berbeda menurut umur dan jenis kelamin baik untuk kelahiran, kematian maupun perpindahan penduduk. Kelahiran menurut jenis kelamin jelas berbeda, pada saat dilahirkan umumnya jumlah bayi pria lebih banyak dari bayi wanita. Kedua variabel yaitu umur dan jenis kelamin akan dapat dihitung indikator angka beban ketergantungan dan rasio jenis kelamin, dimana kedua indikator tersebut sangat berpengaruh terhadap kondisi ketahanan wilayah/sosial dari suatu wilayah kota dan atau dalam satu rumahtangga Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun

22 Angka beban ketergantungan merupakan perbandingan antar jumlah penduduk yang tidak produktif (0-14 tahun dan 65 tahun keatas) dengan penduduk yang produktif (15-64 tahun). Angka beban ketergantungan memberikan gambaran seberapa jauh penduduk yang berusia produktif/ aktif secara ekonomi harus menanggung penduduk yang belum produktif dan pasca produktif. Untuk penduduk yang mempunyai struktur muda atau sangat tua sekali, maka beban ketergantungannya sangat tinggi. Di negara-negara berkembang karena struktur umur penduduknya muda, maka angka beban ketergantungannya biasanya relatif tinggi. Gambar 2. Jumlah Penduduk Kota Semarang menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun pria wanita Angka beban ketergantungan untuk Kota Semarang pada tahun 2009 sebesar 35,24 persen, sedangkan angka ketergantungan penduduk muda sebesar 26,70 persen dan angka ketergantungan penduduk tua sebesar 8,54 persen. Bila dibandingkan dengan keadaan tahun sebelumnya, angka beban ketergantungan total, ketergantungan muda maupun ketergantungan tua tidak menunjukkan Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun

23 perbedaan yang signifikan, yakni masing-masing sebesar 35,23 persen, 26,66 persen 8,57 persen. Selain menurut umur komposisi penduduk juga dapat dilihat menurut jenis kelamin. Perbandingan antara penduduk laki-laki dengan penduduk perempuan akan menghasilkan suatu ukuran yang disebut dengan rasio jenis kelamin (sex ratio). Dari jiwa penduduk Kota Semarang pada tahun 2009, sebanyak jiwa diantaranya adalah penduduk laki-laki dan penduduk perempuan. Dengan demikian rasio jenis kelamin yang merupakan perbandingan antara penduduk laki-laki dan perempuan di Kota Semarang sebesar 99, yang artinya jumlah penduduk perempuan 1 persen lebih banyak dari penduduk laki-laki atau setiap 100 penduduk perempuan terdapat 99 penduduk laki-laki. Sedangkan wilayah kecamatan yang mempunyai rasio jenis kelamin diatas 100 ada sebanyak 4 (empat) kecamatan, yang paling tinggi adalah Kecamatan Kecamatan Tembalang (102), kemudian Mijen (101), Kecamatan Gajahmungkur (101) dan Kecamatan Gunungpati (101) yang berarti penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan Ketenagakerjaan Masalah ketenagakerjaan juga merupakan salah satu hal yang mempunyai pengaruh terhadap ketahanan sosial. Misalnya tingginya tingkat pengangguran di suatu wilayah akan memberikan dorongan yang kuat (potensi) bagi munculnya berbagai ketidak puasan atas beragam kebijakan pembangunan (terutama dibidang ekonomi), yang kemudian dapat memicu terjadinya konflik antar berbagai pihak, baik pemerintah dengan masyarakat, masyarakat dengan pengusaha, dan antar masyarakat sendiri. Frekuensi konflik yang timbul dan Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun

24 eskalasinya menunjukkan/mengindikasikan seberapa kuatnya ketahan wilayah/sosial masyarakat yang ada. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) merupakan indikator yang dapat dianggap paling relevan (terutama bagi indikator penyebab/input) dalam memnggambarkan kondisi ketahanan wilayah/sosial, khususnya dibidang ketenagakerjaan. Keterlibatan penduduk dalam kegiatan ekonomi salah satunya diukur dengan indikator Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yaitu merupakan perbandingan antara jumlah angkatan kerja dengan jumlah penduduk usia kerja. Perkembangan TPAK terlihat mengalami peningkatan selama periode , yaitu dari 63,74 persen menjadi 66,24 persen. Tabel 5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Indikator (1) (2) (3) Laki-laki 74,64 76,03 TPAK Perempuan 53,39 56,93 Total 63,74 66,24 Laki-laki 12,41 11,28 TPT Perempuan 10,32 9,88 Total 11,51 10,66 Sumber : BPS Kota Semarang Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun

25 Peningkatan angkatan kerja ini mengisyaratkan akan perlunya lapangan pekerjaan yang cukup banyak guna menampung banyaknya penawaran angkatan kerja. Bila dilihat menurut jenis kelamin seperti pada tabel 4, TPAK laki-laki maupun perempuan mengalami peningkatan. Besarnya TPAK laki-laki pada tahun 2008 adalah 74,64 persen naik menjadi 76,03 persen pada tahun Sedangkan TPAK perempuan naik dari 53,39 persen menjadi 56,93 persen pada periode yang sama. Disamping itu indikator lain yang cukup penting dibidang ketenagakerjaan adalah tingkat pengangguran, dimana dapat menunjukkan sampai sejauh mana angkatan kerja yang ada terserap dalam pasar kerja. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah persentase penduduk yang mencari pekerjaan terhadap angkatan kerja pada tahun 2009 sebesar 10,66 persen sedangkan pada tahun 2008 sebesar 11,51 persen. Bila dirinci menurut jenis kelamin, keduanya mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, yakni dari 12,41 menjadi 11,28 untuk tingkat pengangguran terbuka dengan jenis kelamin laki-laki, sedangkan tingkat pengangguran untuk jenis kelamin perempuan yakni dari 10,32 menjadi 9,88 di tahun Hal ini menjadi indikasi bahwa jumlah penduduk perempuan yang masuk kedalam pasar kerja semakin banyak, namun masih rendah dalam ketrampilan sehingga penyerapan tenaga kerja perempuan masih cukup banyak. Disamping itu permintaan dan jenis lowongan pekerjaan untuk tenaga perempuan masih relatif terbatas, sehingga persaingan yang terjadi cukup tajam,yang pada akhirnya tenaga kerja trampil saja yang bisa diterima bekerja. Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun

26 3.4. Pendidikan Kondisi sumber daya manusia dibidang pendidikan juga menjadi salah satu faktor yang ikut berpengaruh terhadap ketahanan wilayah/sosial masyarakatnya. Sebagai contoh semakin lama penduduk/anggota masyarakat menuntut ilmu/sekolah, semakin tinggi pemahamannya akan unsur kehidupan yang ada, sehingga diharapkan semakin arif dan bijaksana mereka hidup antar sesama. Dengan asumsi bahwa semakin lama penduduk suatu wilayah memperoleh pendidikan/bersekolah, ketahanan wilayah/sosialnya relatif semakin baik, maka indikator pendidikan yang dianggap relevan dengan ketahanan sosial adalah angka partisipasi sekolah ( baik itu angka partisipasi kasar (APK) maupun angka partisipasi murni (APM)), kemudian angka buta huruf, dan tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Indikator partisipasi sekolah termasuk dalam indikator proses yang dalam pembahasan disini diantaranya adalah Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM). APK adalah indikator untuk mengukur proporsi anak sekolah pada suatu jenjang pendidikan tertentu dalam kelompok umur yang sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut. APK memberikan gambaran secara umum tentang banyaknya anak yang sedang/telah menerima pendidikan pada jenjang tertentu. Sedangkan APM adalah indikator yang menunjukkan proporsi anak sekolah pada satu kelompok umur tertentu yang bersekolah pada tingkat yang sesuai dengan kelompok umurnya. Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun

27 Tabel 6. Angka Melek Huruf (persen) dan Rata-rata Lama Sekolah (tahun) Tahun Uraian Angka Melek Huruf Rata-rata Lama (persen) Sekolah (tahun) (1) (2) (3) Tahun ,94 9,80 Tahun ,44 9,98 Sumber : BPS Kota Semarang Secara umum, ketahanan sosial masyarakat kota Semarang di bidang pendidikan relatif terus membaik. Hal ini ditunjukkan dengan semakin meningkatnya persentase penduduk yang melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Persentase penduduk dewasa (usia 15 tahun ke atas) yang melek huruf di Kota Semarang mencapai 95,94 persen pada 2008 dan 96,44 pada tahun Begitu pula pada rata-rata lama sekolah, pada tahun 2008 sekitar 9,8 tahun dan 9,98 tahun pada tahun Gambar 3. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas Kota Semarang menurut Pendidikan Yang Ditamatkan (Tahun 2009) SD 24,89% SLTP 18,15% SLTA 30,91% <SD 13,61% D4/S1/S2/S3 8,08% D1/D2/D3 4,36% <SD SD SLTP SLTA D1/D2/D3 D4/S1/S2/S3 Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun

28 Kualitas sumber daya manusia secara spesifik dapat dilihat pada tingkat pendidikan yang ditamatkan. Pada tahun 2009 persentase penduduk umur 10 tahun keatas yang berpendidikan SLTP keatas telah mencapai 61,5 persen, terjadi penurunan bila dibandingkan dengan keadaan tahun 2008 sebesar 73,21 persen. Indikator ini juga sering digunakan dalam menghitung angka Indeks Pembangunan Manusia yang didekati dengan rata-rata lama sekolah Kesehatan Kondisi sumber daya manusia dibidang kesehatan juga ikut andil dalam melihat kondisi ketahanan wilayah/sosial pendududk di suatu wilayah tertentu. Keadaan kesehatan penduduk pada suatu saat dapat digunakan untuk memberikan gambaran tentang status kesehatan penduduk pada umumnya. Kondisi kesehatan yang dalam hal ini diwakili dengan indikator angka kesakitan merupakan resultan dari berbagai aspek/kondisi yang dirasakan/dialami oleh masyarakatnya secara umum, yang dengan demikian dapat menjadi salah satu indikator yang baik untuk menggambarkan kondisi ketahanan wilayah/sosialnya. Pada tahun 2009 status kesehatan penduduk tergambar dari angka kesakitan (persentase penduduk yang mempunyai keluhan kesehatan) yang mencapai 39,74 persen. Angka ini menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga penduduk Kota Semarang pernah mengalami keluhan kesehatan. Keluhan kesehatan tersebut meliputi beberapa penyakit antara lain: panas, batuk, pilek, asma/sesak nafas, diare/buang-buang air, sakit kepala berulang, sakit gigi, dan lainnya. Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun

29 Tabel 7. Persentase penduduk yang pernah mengalami keluhan kesehatan Jenis Kelamin (1) (2) (3) 1. Laki-laki ,15 2. Perempuan ,59 Sumber : BPS Kota Semarang Tabel diatas memperlihatkan bahwa kondisi kesehatan penduduk pada tahun 2009 tampak lebih baik bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Keluhan utama yang di paling sering dirasakan penduduk Kota Semarang di tahun 2009 adalah pilek sebesar 26,35 persen, batuk sebesar 25,22 persen dan panas sebesar 20,55 persen. Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, jenis keluhan terbanyak yang dirasakan oleh penduduk memiliki pola yang relatif sama. 3.6 Sosial Budaya Dalam kurun waktu sejarah telah tercatat bahwa Semarang telah mampu berkembang sebagai transformasi budaya, baik yang bersifat religi, tradisi, teknologi maupun aspirasi yang semuanya itu merupakan daya penggerak yang sangat besar nilainya dalam memberi corak serta memperkaya kebudayaan, kepribadian dan kebanggaan daerah yang pada gilirannya akan mempengaruhi ketahanan wilayah/sosial masyarakatnya. Nilai-nilai agama yang universal dan abadi sifatnya merupakan salah satu aspek bagi kehidupan dan kebudayaan bangsa. Kota Semarang memiliki iklim yang kondusif bagi perkembangannya berbagai ragam agama, khususnya dalam hal toleransi antar umat beragama. Dari berbagai agama yang ada, sebagian besar penduduk Kota Semarang Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun

30 memeluk agama Islam jiwa atau 83,02 persen, kemudian yang memeluk agama Kristen Katholik sebesar jiwa atau 7,61 persen, agama Kristen Protestan sebesar jiwa atau 7,25 persen, agama Budha sebanyak jiwa atau 1,26 persen dan pemeluk agama Hindu sebesar jiwa atau mencapai 0,71 persen. Tabel 8. Penduduk Kota Semarang menurut Suku Bangsa pada Th 2000 NO SUKU BANGSA JUMLAH PENDUDUK PERSEN 1 Batak, Tapanuli ,25 2 Betawi 996 0,07 3 Cina ,33 4 Jawa ,24 5 Madura ,15 6 Melayu ,13 7 Minangkabau ,09 8 Sunda, Priangan ,71 9 Lainnya ,03 J u m l a h ,00 Sumber : SP2000 BPS Kota Semarang Kondisi sumber daya manusia khusunya penduduk menurut suku bangsa juga menjadi salah satu yang dapat mempengaruhi ketahanan wilayah/sosial yang akan terjadi. Kota Semarang sebagai ibukota provinsi Jawa Tengah tentu saja akan mempengaruhi keberadaan masyarakat dari bermacam kultur budaya, karena sebagai pusat pemerintahan tentu saja masyarakatnya tidak hanya berasal dari suku bangsa Jawa saja. Hal ini bisa dilihat dari data hasil Sensus Penduduk tahun 2000 dimana, data suku bangsa ditanyakan dalam kuesionernya. Data selengkapnya bisa dilihat pada tabel 7 diatas. Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun

31 BAB IV STATISTIK KETAHANAN EKONOMI Kondisi perekonomian sebagai salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ketahanan wilayah/ sosial masyarakat yang ada didalamnya. Kondisi perekonomian yang dimaksud adalah kondisi yang mencerminkan stabilitas ekonomi, pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita serta kemiskinan. Keempat hal tersebut dimanifestasikan dengan beberapa indikator yang relevan, diantaranya untuk stabilitas ekonomi diwakili dengan angka inflasi, tingkat pertumbuhan ekonomi dilihat dengan tingkat pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) termasuk didalamnya pendapatan perkapita dan jumlah rumahtangga miskin yang mencerminkan ketahanan sosial dari masyarakat Kota Semarang Tingkat Inflasi Tingkat inflasi merupakan sisi lain untuk melihat kondisi perekonomian. Perubahan harga yang terjadi dari waktu ke waktu menunjukkan stabilitas ekonomi suatu wilayah. Dalam kenyataannya naik turunnya inflasi lebih banyak dipengaruhi oleh faktor kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), kenaikan tarif jasa-jasa publik dan pola konsumsi masyarakat pada periode tertentu serta pengaruh spekulan. Tingkat inflasi yang tinggi dan tak terkendali akan merugikan perekonomian suatu negara, yang pada akhirnya menimbulkan kesulitan ekonomi bagi rakyat secara keseluruhan, dan pada gilirannya akan berpengaruh terhadap kondisi ketahanan wilayah/ sosial masyarakatnya. Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun

32 Gambar 4. Laju Inflasi Nasional dan Kota Semarang Tahun Semarang 8,73 13,98 13,56 6,07 5,98 16,46 6,08 6,75 10,34 3,19 Nasional 9,35 12,55 10,03 5,06 6,40 17,11 6,60 6,59 11,06 2,78 Laju inflasi Kota Semarang setiap tahun selama kurun waktu berfluktuasi. Sedangkan pada tahun 2002 turun menjadi sebesar persen dan pada tahun 2003 mengalami penurunan yang cukup signifikan yaitu sebesar 6.07 persen. Kemudian pada tahun 2004 terus mengalami penurunan sebesar 5,98 persen, namun akibat kenaikan BBM yang cukup tinggi pada bulan Oktober 2005 maka inflasi pada tahun 2005 melejit lagi menjadi dua digit sebesar 16,46 persen. Namun seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian, maka inflasi pada tahun 2006 turun menjadi hanya 6,08 persen dan pada tahun 2007 relatif stabil sebesar 6,75 persen. Sedangkan pada tahun 2008 mengalami kenaikan yang cukup besar, mencapai dua digit yaitu 10,34 persen. Tahun 2009 laju inflasi Kota Semarang turun menjadi 3,19 persen. Turunnya inflasi yang terjadi pada tahun 2009 dibandingkan tahun 2008 disebabkan oleh rendahnya perubahan harga beberapa komoditi pada kelompok pengeluaran, dimana kelompok pengeluaran yang mengalami inflasi tertinggi Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun

33 adalah kelompok sandang sebesar 7,67 persen, hal ini menggambarkan bahwa Kota Semarang merupakan salah satu pusat perdagangan sandang. Apabila dibandingkan dengan laju inflasi Nasional, inflasi Kota Semarang selama periode cenderung masih dibawahnya kecuali pada periode Pada tahun 2006, 2007 dan 2009 angka inflasi Kota Semarang sebesar 6,08; 6,75 dan 3,19 persen masih sedikit lebih besar bila dibandingkan dengan inflasi nasional sebesar 6,60, 6,59 dan 2,78 persen. Hanya pada tahun 2008 angka inflasi Kota Semarang lebih kecil nilainya dibandingkan dengan angka inflasi Nasional, yaitu 10,34 untuk Kota Semarang dan 11,06 untuk Nasional. Secara umum dalam hal kestabilan harga Kota Semarang bisa dikatakan cukup baik, sehingga dapat berpengaruh positif terhadap stabilitas perekonomian yang tentu saja berpengaruh terhadap ketahanan sosial dari masyarakatnya Pertumbuhan Ekonomi Pada hakekatnya pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, memeratakan pembagian pendapatan masyarakat dan meningkatkan hubungan ekonomi regional. Dengan demikian arah dari pembangunan ekonomi adalah mengusahakan agar pendapatan masyarakat naik secara mantap dan dengan tingkat pemerataan yang sebaik mungkin.untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh tentang kondisi perekonomian suatu daerah dapat dilihat melalui neraca ekonominya. Neraca ekonomi regional bertujuan memberikan suatu gambaran statistik mengenai kegiatan ekonomi yang terjadi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan perangkat pokok dalam neraca ekonomi Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun

34 regional. Secara lebih konkret neraca ekonomi regional pada umumnya berhubungan dengan masalah-masalah ekonomi yang dapat diukur atau dinilai dalam bentuk uang, antara lain mengenai tingkat produksi, nilai tambah dan agregat ekonomi makro lainnya yang memperoleh hasil kegiatan ekonomi dalam suatu wilayah. Kemajuan ekonomi yang ditunjukkan oleh peningkatan PDRB atas dasar harga berlaku dari tahun ke tahun belum menunjukkan perubahan yang nyata (riil). Disamping karena terjadinya peningkatan produksi secara fisik, juga karena dipengaruhi oleh kenaikan tingkat harga atau inflasi. Untuk mengetahui laju pertumbuhan secara nyata pengaruh inflasi harus dihilangkan. Oleh karena itu PDRB diestimasi dengan menggunakan harga konstan sesuai dengan tingkat harga pada suatu tahun dasar yang telah ditetapkan (tahun 2000). Dengan cara ini maka dapat diperkirakan laju partumbuhan perekonomian setiap tahun atau selama periode tertentu. Dalam Gambar 5, terlihat sampai dengan tahun 2008, laju pertumbuhan ekonomi Kota Semarang mengalami peningkatan. Tetapi pada tahun 2009 mengalami peningkatan yang melambat yaitu 5,34, yang berarti pertumbuhan ekonomi tahun 2009 mengalami peningkatan lebih kecil dibandingkan tahun 2008 yang mencapai 5,59 persen. Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun

35 Gambar 5. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Semarang pada Tahun ,19 5, ,19 5, ,62 5, ,72 5, ,30 5, ,16 3, adhberlaku adhkonstan Gambaran lebih jauh mengenai struktur perekonomian Kota Semarang dapat dilihat berdasarkan dari peranan masing-masing sektor terhadap pembentukan total PDRB Kota Semarang. Sektor primer yang terdiri dari sektor pertanian, pertambangan dan penggalian peranannya mengalami penurunan dari 1,33 persen pada tahun 2008 menjadi 1,32 persen pada tahun Penurunan ini lebih banyak disebabkan oleh semakin sedikitnya lahan-lahan pertanian dan penggalian karena beralih fungsi menjadi areal perumahan atau industri, sedangkan untuk sektor pertambangan dan penggalian lebih banyak disebabkan karena sumber daya alamnya yang semakin terbatas. Di lain pihak, sektor sekunder yang terdiri dari sektor industri pengolahan, listrik dan air bersih serta sektor bangunan peranannya cukup stabil, memiliki peranan sebesar 45,31 persen pada tahun 2008, meningkat yaitu menjadi sebesar 45,62 tahun Dari beberapa sektor tersebut ternyata sektor industri pengolahan yang menyumbang peranan terbesar kedua dan mengalami penurunan yaitu sebesar 25,13 persen pada tahun 2008 menjadi 24,66 persen pada tahun Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun

36 Tabel 9. Persentase Distribusi PDRB Menurut Lapangan Usaha Lapangan Harga Berlaku Harga Konstan Usaha (1) (2) (3) (4) (5) 1. Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Jumlah Sumber : BPS Kota Semarang Catatan: Untuk semua data Tahun 2009, masih Angka Sangat Sementara Sedangkan sektor tersier yang terdiri dari sektor perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta jasa-jasa, sedikit mengalami penurunan dari 53,35 persen pada tahun 2008 menjadi 53,05 persen pada tahun Sektor ini secara umum merupakan penyumbang terbesar terhadap PDRB Kota Semarang, terutama sektor perdagangan, hotel dan restoran dimana peranannya sebesar 30,83 persen pada tahun 2008 menjadi sebesar 30,81 pada tahun Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun

37 4.3. Pendapatan Perkapita Tabel 10. Rata-rata Produk Domestik Regional Bruto per Kapita Penduduk Kota Semarang Tahun Pendapatan per Kapita (Rp) Pertumbuhan (persen) Tahun Harga Berlaku Harga Konstan 00 Harga Berlaku Harga Konstan 00 (1) (2) (3) (4) (5) , ,87 12,30 3, , ,11 13,83 4, , ,90 13,64 4, , ,91 10,10 2, , ,92 9,70 3,76 Sumber : BPS Kota Semarang Apabila angka PDRB dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun diperoleh rata-rata produk yang dihasilkan atau pendapatan yang dibayarkan setiap penduduk daerah tersebut. Rata-rata ini disebut sebagai pendapatan penduduk per kapita. Selama periode pendapatan perkapita atas dasar harga berlaku mengalami peningkatan yang cukup besar, pada tahun 2005 pendapatan perkapita penduduk Kota Semarang sebesar 14,99 juta rupiah per tahun, setahun kemudian pada meningkat menjadi 17,07 juta rupiah dan pada tahun 2007 meningkat manjadi 19,39 juta rupiah. Pada tahun 2008 terus Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun

38 meningkat menjadi 21,35 juta rupiah dan meningkat menjadi 23,42 juta rupiah pada tahun Bila dilihat pendapatan perkapita atas dasar harga konstan, pada tahun 2005 pendapatan perkapitanya sebesar 10,45 juta rupiah pertahun, kemudian pada tahun 2006 meningkat menjadi 10,91 juta rupiah dan tahun 2007 meningkat menjadi 12,65 juta rupiah, tahun 2008 meningkat menjadi 11,90 juta rupiah dan meningkat lagi menjadi 12,34 juta rupiah pada tahun Memang disadari bahwa pendapatan perkapita belum mencerminkan pendapat penduduk yang sebenarnya, karena hanya menunjukkan kemampuan ekonomi daerah, selain itu juga belum dapat mencerminkan pemerataan pendapatan penduduk. Namun secara makro indikator ini masih bisa menunjukkan tingkat kemampuan ekonomi masyarakat yang erat kaitannya dengan pola atau kekuatan dari ketahanan wilayah/ sosial masyarakat Kemiskinan Tabel 11. Hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) Tahun 2008 Kategori Hampir Miskin Miskin Sangat Miskin PPLS Sumber : BPS Kota Semarang Indikator Kemiskinan sampai saat ini menjadi salah satu indikator sosial yang cukup populer. Tidak hanya berdampak pada sisi ekonomi saja, tetapi juga berdampak pada sisi politis. Sehingga sebagain besar menjadikan isu Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun

KATA PENGANTAR. BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA SEMARANG K e p a l a, BADAN PUSAT STATISTIK KOTA SEMARANG. K e p a l a,

KATA PENGANTAR. BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA SEMARANG K e p a l a, BADAN PUSAT STATISTIK KOTA SEMARANG. K e p a l a, KATA PENGANTAR Statistik Ketahanan Sosial merupakan Indikator baru yang mengukur dan menganalisis dampak sosial dari perubahan yang bersifat lintas sektoral. Perubahan tersebut disebabkan karena globalisasi,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semarang, September 2017 KEPALA DINAS KOMUNIKASI, INFORMATIKA, STATISTIK DAN PERSANDIAN KOTA SEMARANG

KATA PENGANTAR. Semarang, September 2017 KEPALA DINAS KOMUNIKASI, INFORMATIKA, STATISTIK DAN PERSANDIAN KOTA SEMARANG KATA PENGANTAR Statistik Ketahanan Sosial merupakan Indikator yang mengukur dan menganalisis dampak sosial dari perubahan yang bersifat lintas sektoral. Perubahan tersebut disebabkan karena globalisasi,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

Series Data Umum Kota Semarang Data Umum Kota Semarang Tahun

Series Data Umum Kota Semarang Data Umum Kota Semarang Tahun Data Umum Kota Semarang Tahun 2007-2010 I. Data Geografis a. Letak Geografis Kota Semarang Kota Semarang merupakan kota strategis yang beradadi tengah-tengah Pulau Jawa yang terletak antara garis 6 0 50

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM 51 BAB IV GAMBARAN UMUM A. Keadaan Geografis 1. Keadaan Alam Wilayah Kabupaten Bantul terletak antara 07 o 44 04 08 o 00 27 Lintang Selatan dan 110 o 12 34 110 o 31 08 Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

Sambutan... i Kata Pengantar... ii Daftar Isi... iii Daftar Tabel.. iv Daftar Gambar.. iv

Sambutan... i Kata Pengantar... ii Daftar Isi... iii Daftar Tabel.. iv Daftar Gambar.. iv DAFTAR ISI halaman Sambutan... i Kata Pengantar... ii Daftar Isi... iii Daftar Tabel.. iv Daftar Gambar.. iv BAB I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang... 1 2. Pengertian Indikator... 2 3. Indikator Kesejahteraan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM

BAB II GAMBARAN UMUM BAB II GAMBARAN UMUM 2.1 Aspek Geografi, Topografi, dan Hidrologi Secara geografi, luas dan batas wilayah, Kota Semarang dengan luas wilayah 373,70 Km 2. Secara administratif Kota Semarang terbagi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. Hal. 1. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Walikota Semarang Akhir Tahun Anggaran 2016

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. Hal. 1. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Walikota Semarang Akhir Tahun Anggaran 2016 BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) merupakan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang memuat capaian kinerja penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan pelaksanaan

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12 BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Konsekuensi logis sebagai negara kesatuan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semarang, BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA SEMARANG K e p a l a, BADAN PUSAT STATISTIK KOTA SEMARANG.

KATA PENGANTAR. Semarang, BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA SEMARANG K e p a l a, BADAN PUSAT STATISTIK KOTA SEMARANG. KATA PENGANTAR Disadari bahwa istilah kesejahteraan sebenarnya mencakup bidang - bidang kehidupan yang sangat luas yang tidak semua aspeknya dapat diukur. Isi dari publikasi ini hanya mencakup pada aspek-aspek

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Kawasan Semarang sebagai lbu kota Jawa Tengah, memiliki sejarah yang panjang. Mulanya dari dataran lumpur yang kemudian hari berkembang pesat menjadi

Lebih terperinci

Tabel Jenis dan Kawasan Potensi Bencana Alam Kabupaten Temanggung

Tabel Jenis dan Kawasan Potensi Bencana Alam Kabupaten Temanggung Tabel 2.17. Jenis dan Kawasan Potensi Bencana Alam No Jenis Bencana Alam Kecamatan 1 Potensi Tanah Longsor Tretep, Wonoboyo, Bejen, Candiroto, Gemawang, Kandangan, Jumo, Bansari, Kledung, Kaloran, Kranggan,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terdiri dari pulau-pulau yang memiliki penduduk yang beraneka ragam, dengan latar

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Geografis Kabupaten Indragiri Hulu. yang meliputi wilayah Rengat dan Tembilahan di sebelah Hilir.

BAB III GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Geografis Kabupaten Indragiri Hulu. yang meliputi wilayah Rengat dan Tembilahan di sebelah Hilir. 37 BAB III GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis Kabupaten Indragiri Hulu 1. Wilayah Pembentukan Kabupaten Indragiri Hulu pada awainya ditetapkan dengan UU No. 12 Tahun 1956 tentang pembentukan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI Kabupaten Kendal terletak pada 109 40' - 110 18' Bujur Timur dan 6 32' - 7 24' Lintang Selatan. Batas wilayah administrasi Kabupaten

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM. 3.1. Geografis. Kondisi Umum 14. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB III KONDISI UMUM. 3.1. Geografis. Kondisi Umum 14. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau dan Kabupaten Lingga BAB III KONDISI UMUM 3.1. Geografis Wilayah Kepulauan Riau telah dikenal beberapa abad silam tidak hanya di nusantara tetapi juga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kondisi Umum Provinsi Kalimantan Barat Setelah era reformasi yang menghasilkan adanya otonomi daerah, maka daerah administrasi di Provinsi Kalimantan Barat yang telah mengalami

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45

Lebih terperinci

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG IV. DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG 4.1. Provinsi Lampung 4.1.1. Gambaran Umum Provinsi Lampung meliputi wilayah seluas 35.288,35 kilometer persegi, membentang di ujung selatan pulau Sumatera, termasuk pulau-pulau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

0 BAB 1 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

0 BAB 1 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 0 BAB 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geografis Kota Semarang terletak di pantai utara Jawa Tengah, terbentang antara garis 06 o 50 07 o 10 Lintang Selatan dan garis 110 o 35 Bujur Timur. Sedang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 BPS KABUPATEN TAPANULI UTARA No. 08/07/1205/Th. VI, 06 Oktober 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara yang diukur

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG I BAB

LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG I BAB LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG 2009-203 I BAB I LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG 2009-203 A. DASAR HUKUM Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Akhir Masa Jabatan Bupati dimaksudkan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kondisi Geografi dan Iklim Kota Madiun Gambar 4.1. Peta Wilayah Kota Madiun Kota Madiun berada di antara 7 o -8 o Lintang Selatan dan 111 o -112 o Bujur Timur. Kota Madiun

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Geografis Daerah Kota Bengkulu merupakan ibukota dari Provinsi Bengkulu dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Malaka terletak antara Lintang Selatan Lintang Utara atau antara 100

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Malaka terletak antara Lintang Selatan Lintang Utara atau antara 100 BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Provinsi Riau terdiri dari daerah daratan dan perairan, dengan luas lebih kurang 8.915.016 Ha (89.150 Km2), Keberadaannya membentang dari lereng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintahan Daerah telah diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Kota Bogor mempunyai luas wilayah km 2 atau 0.27 persen dari

V. GAMBARAN UMUM. Kota Bogor mempunyai luas wilayah km 2 atau 0.27 persen dari V. GAMBARAN UMUM 5.1. Kondisi Geografis Kota Bogor mempunyai luas wilayah 118 50 km 2 atau 0.27 persen dari luas propinsi Jawa barat. Secara geografis, Kota Bogor terletak diantara 106 derajat 43 30 BT-106

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1. Geografis Secara astronomis Kabupaten Bolaang Mongondow terletak antara Lintang Utara dan antara Bujur Timur. Berdasarkan posisi geografisnya,

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Analisis kesenjangan pembangunan antara Kabupaten Lampung Barat dan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Analisis kesenjangan pembangunan antara Kabupaten Lampung Barat dan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Analisis kesenjangan pembangunan antara Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten Pringsewu bisa dimulai dengan mengenal lebih dekat karakteristik kedua kabupaten. Sebelum

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI BAB II 2.1. Tinjauan Umum Sungai Beringin merupakan salah satu sungai yang mengalir di wilayah Semarang Barat, mulai dari Kecamatan Mijen dan Kecamatan Ngaliyan dan bermuara di Kecamatan Tugu (mengalir

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 41 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung 1. Keadaan Umum Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi di Republik Indonesia dengan areal daratan seluas 35.288 km2. Provinsi

Lebih terperinci

IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5 IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN.1. Kondisi Geografi dan Topografi Provinsi Papua Barat awalnya bernama Irian Jaya Barat, berdiri atas dasar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang pembentukan Provinsi

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

POTRET BREBES-KU (CATATAN KECIL MENJELANG HUT BREBES KE 337) Moh. Fatichuddin Kepala Seksi Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik (IPDS) BPS Kabupaten Brebes Kabupaten Brebes terletak disepanjang

Lebih terperinci

BAB II ASPEK STRATEGIS

BAB II ASPEK STRATEGIS BAB II ASPEK STRATEGIS Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun 2013 II - 16 BAB II ASPEK STRATEGIS A. Sumber Daya Manusia 1. Kependudukan umlah Penduduk Kabupaten Luwu Utara pada

Lebih terperinci

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT 1.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta Komponennya Angka Partisipasi Kasar (APK) SLTP meningkat di tahun 2013 sebesar 1.30 persen dibandingkan pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan hayati yang melimpah, hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia terhadap pembangunan perekonomian melalui

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Sragi a. Letak Geografis Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang ada di

Lebih terperinci

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Mengacu kepada Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Akhir Masa Jabatan 2007 2012 PemProv DKI Jakarta. Provinsi DKI Jakarta

Lebih terperinci

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN Adi Setiyanto PENDAHULUAN Tenaga kerja merupakan motor penggerak dalam pembangunan ekonomi. Tenaga kerja sebagai sumber daya

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI. Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan dan Otonomi

IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI. Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan dan Otonomi IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI Cimahi berasal dari status Kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Bandung sesuai dengan perkembangan dan kemajuannya berdasarkan Undangundang Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Belitung Timur adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Bangka Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak tanggal 25 Februari

Lebih terperinci

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk Perspektif Kabupaten Berau selama 5 tahun ke depan didasarkan pada kondisi objektif saat ini dan masa lalu yang diprediksi menurut asumsi cetiris paribus. Prediksi dilakukan terhadap indikator-indikator

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1 Wilayah Administrasi dan Letak Geografis Wilayah administrasi Kota Tasikmalaya yang disahkan menurut UU No. 10 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pemerintah Kota Tasikmalaya

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN MUNA

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN MUNA IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN MUNA 4.1 Letak Geografis dan Kondisi Alam Kabupaten Muna merupakan daerah kepulauan yang terletak diwilayah Sulawesi Tenggara. Luas wilayah Kabupaten Muna adalah 488.700 hektar

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah 5.1. Kondisi Geografis BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 o 50 ' - 7 o 50 ' Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Geografis Kabupaten Bone merupakan salah satu kabupaten di pesisir timur Propinsi Sulawesi Selatan yang berjarak sekitar 174 km dari Kota Makassar. Mempunyai garis

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 4.1. Gambaran Umum inerja perekonomian Jawa Barat pada tahun ini nampaknya relatif semakin membaik, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Jawa

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE KATA PENGANTAR Buku Indikator Ekonomi Kota Lubuklinggau ini dirancang khusus bagi para pelajar, mahasiswa, akademisi, birokrat, dan masyarakat luas yang memerlukan data dan informasi dibidang perekonomian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR GRAFIK... xiii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-5

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci