BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan"

Transkripsi

1

2

3

4

5 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pemakaian satuan ukuran, standar satuan, metode pengukuran, dan Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP). Dalam ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal, mengamanatkan pengaturan UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang, dibebaskan dari tera atau tera ulang, atau dari kedua-duanya, serta syarat-syarat yang harus dipenuhi. Dalam melaksanakan amanat tersebut di atas, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1985 tentang Wajib dan Pembebasan untuk Ditera dan/atau Ditera Ulang serta Syarat-syarat bagi Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya. Adapun UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang adalah UTTP yang dipakai untuk keperluan menentukan hasil pengukuran, penakaran, atau penimbangan untuk kepentingan umum, usaha, menyerahkan atau menerima barang, menentukan pungutan atau upah, menentukan produk akhir dalam perusahaan, dan melaksanakan peraturan perundang-undangan. Meter Bahan Bakar Minyak dan Pompa Ukur Elpiji adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur secara kontinyu kuantitas cairan yang melewatinya. Meter Bahan Bakar Minyak dan Pompa Ukur Elpiji yang digunakan harus memenuhi kriteria tertentu yang ditetapkan agar dalam penggunaannya memenuhi persyaratan. Berdasarkan uraian di atas, perlu disusun suatu Syarat Teknis Meter Bahan Bakar Minyak dan Pompa Ukur Elpiji sebagai pedoman bagi Pegawai Berhak dalam melaksanakan pelayanan tera dan tera ulang serta Pengawas Kemetrologian dalam melaksanakan pengawasan Meter Bahan Bakar Minyak dan Pompa Ukur Elpiji. 1.2 Maksud dan Tujuan 1. Maksud Untuk mewujudkan kesamaan persepsi dan keseragaman dalam pelaksanaan pelayanan tera dan tera ulang dan pengawasan Meter Bahan Bakar Minyak dan Pompa Ukur Elpiji. 2. Tujuan Tersedianya pedoman bagi Pegawai Berhak dalam melaksanakan pelayanan tera dan tera ulang serta bagi Pengawas Kemetrologian dalam kegiatan pengawasan Meter Bahan Bakar Minyak dan Pompa Ukur Elpiji. 1

6 1.3 Pengertian Dalam Syarat Teknis ini yang dimaksud dengan: 1. Meter Bahan Bakar Minyak yang selanjutnya disebut Meter BBM adalah meter yang terdiri dari Meter Arus Volumetrik, Meter Arus Turbin, Meter Arus Pengukur Massa Secara Langsung, atau Pompa Ukur Bahan Bakar Minyak yang digunakan untuk mengukur secara kontinyu kuantitas cairan yang melewatinya. 2. Meter Arus Volumetrik atau Posistive Displacement Meter adalah meter arus yang badan ukurnya mempunyai ruang ukur dan cairan yang diukur menggerakkan dinding-dinding organ di dalam badan ukur yang merupakan batas ruang ukur, sehingga memungkinkan pengukuran secara kontinyu. 3. Meter Arus Turbin adalah meter arus yang penunjukan kuantitasnya didasarkan pada laju alir cairan yang menggerakkan rotor dalam ruang tertutup. 4. Meter Arus Pengukur Massa secara Langsung ( direct mass flow meter) yang selanjutnya disebut Meter Arus Massa (mass flow meter) adalah alat ukur yang digunakan untuk menentukan massa terhadap kuantitas cairan yang mengalir tanpa menggunakan perangkat bantu atau data dari sifat-sifat fisik cairan. 5. Pompa Ukur Bahan Bakar Minyak yang selanjutnya disebut Pompa Ukur BBM adalah instalasi ukur yang tersusun lengkap, merupakan satu kesatuan yang digunakan untuk mengukur kuantitas bahan bakar minyak yang diisikan/diserahkan ke dalam tangki kendaraan bermotor. 6. Pompa Ukur Liquefied Petroleum Gas yang selanjutnya disebut Pompa Ukur Elpiji adalah instalasi ukur yang tersusun lengkap, merupakan satu kesatuan yang digunakan untuk mengukur jumlah Elpiji yang diisikan/diserahkan ke dalam tangki kendaraan bermotor. 7. Meter adalah alat ukur yang terdiri dari badan ukur dan badan hitung, serta dapat dilengkapi dengan alat justir atau alat koreksi. 8. Sistem pengukuran adalah sistem yang terdiri dari meter, perangkat bantu, dan perangkat tambahan. 9. Sistem pengukuran elektronik adalah sistem pengukuran yang dilengkapi dengan perangkat elektronik. 10. Pompa adalah alat yang dapat mengalirkan cairan melalui hisapan atau dorongan. 11. Perangkat bantu (ancillary device) adalah perangkat yang menjalankan fungsi tertentu, yang secara langsung terlibat dalam mengirimkan atau menampilkan hasil pengukuran. 12. Perangkat tambahan (additional device) adalah bagian atau perangkat lain selain perangkat bantu yang diperlukan untuk memastikan kebenaran pengukuran, memudahkan operasi pengukuran, atau mempengaruhi pengukuran. 13. Perangkat justir adalah perangkat yang terintegrasi pada meter dan dapat disetel, yang berfungsi untuk menyetel meter agar mengurangi kesalahan penunjukan sehingga mendekati nol. 2

7 14. Badan hitung ( calculator) adalah bagian dari meter yang menerima sinyal keluaran dari badan ukur dan dari perangkat sensor dan/atau perangkat transduser kemudian memprosesnya dan menyimpan hasilnya dalam memori sampai hasil tersebut digunakan. 15. Badan ukur (measuring device) adalah bagian dari meter yang mengukur kuantitas cairan dan dilengkapi sensor dan transduser. 16. Sensor adalah perangkat yang mengubah karakteristik kuantitas cairan ke dalam sinyal pengukuran untuk dikirim ke transduser. 17. Transduser adalah bagian dari meter yang mengubah karakteristik kuantitas cairan menjadi sinyal pengukuran. 18. Kondisi dasar adalah nilai tertentu dari kondisi cairan yang diukur setelah dikonversi. 19. Kondisi operasional adalah kondisi penggunaan yang memberikan rentang nilai dari kuantitas pengaruh sehingga karakteristik kemetrologian berada dalam batas kesalahan yang diizinkan. 20. Kondisi ukur ( metering conditions) adalah nilai dari kondisi yang menjabarkan sifat cairan selama pengukuran pada titik pengukuran. 21. Perangkat konversi adalah perangkat yang secara otomatis mengubah kuantitas yang diukur pada kondisi pengukuran ke dalam kuantitas pada kondisi dasar dengan memperhitungkan karakteristik cairan yang diukur menggunakan sensor dan transduser atau yang disimpan dalam memori. 22. Perangkat koreksi adalah perangkat yang dihubungkan ke atau terintegrasi di dalam meter dan secara otomatis mengoreksi kuantitas yang diukur pada waktu pengukuran. 23. Deviasi kuantitas minimum yang ditentukan adalah nilai absolut dari kesalahan maksimum yang diizinkan untuk kuantitas minimum yang diukur. 24. Kesalahan penunjukan adalah selisih antara penunjukan meter yang diuji dikurangi penunjukan standar uji pada kondisi yang sama. 25. Batas Kesalahan yang Diizinkan yang selanjutnya disebut BKD adalah kesalahan maksimum yang masih berada dalam rentang operasional yang ditentukan pada Meter BBM dan Pompa Ukur Elpiji. 26. Standar uji adalah alat yang digunakan sebagai penguji, dalam Syarat Teknis ini berupa Bejana Ukur, Master Meter, Meter Prover, Mass Flowmeter dan/atau Timbangan tertelusur dengan kapasitas tertentu yang digunakan untuk menguji Meter BBM dan Pompa Ukur Elpiji. 27. Ketidaktetapan adalah selisih terbesar kesalahan penunjukan dari pengukuran yang berurutan pada kondisi yang sama. 28. Saringan adalah perangkat untuk melindungi meter dan perangkat tambahan dari kerusakan akibat partikel asing. 29. Perangkat eliminasi udara adalah perangkat yang digunakan untuk menghilangkan berbagai udara dan uap cairan yang terkandung dalam cairan. 30. Perangkat penunjukan kuantitas adalah bagian badan hitung yang menunjukan kuantitas cairan yang diukur. 3

8 31. Perangkat penunjukan harga adalah bagian badan hitung yang menunjukan jumlah harga yang harus dibayar. 32. Perangkat penjatah (Pre-setting device) adalah perangkat untuk menentukan kuantitas yang diukur (volume, massa, atau harga) dan secara otomatis menghentikan aliran cairan pada akhir pengukuran dari kuantitas yang ditentukan. 33. Kuantitas yang ditunjukkan adalah total kuantitas yang ditunjukkan oleh meter. 34. Gelas penglihat ( sight glass) adalah alat untuk memeriksa bahwa seluruh atau sebagian dari sistem pengukuran terisi sepenuhnya oleh cairan. 35. Titik transfer adalah titik yang disepakati untuk digunakan dalam serah terima cairan. 36. Sistem pengukuran selang kosong adalah sistem pengukuran dengan titik transfer yang berada pada bagian hulu dari selang penyerahan yang dirancang untuk mengirim cairan atau bagian hilir dari selang penerima yang dirancang untuk menerima cairan. 37. Sistem pengukuran selang penuh adalah sistem pengukuran dengan titik transfer yang berada pada bagian hilir dari selang penyerahan yang dirancang untuk mengirim cairan atau bagian hulu dari selang penerima yang dirancang untuk menerima cairan. 38. Penyerahan minimum (Minimum Measured Quantity) adalah kuantitas terkecil dari cairan yang diperkenankan untuk diukur. 39. Static Pressure Transmitter adalah perlengkapan yang merupakan sensor tekanan statis yang mengubah tekanan yang terjadi di dalam sistem pengukuran menjadi bentuk sinyal. 40. Temperature Transmitter adalah perlengkapan yang merupakan sensor temperatur yang mengubah temperatur yang terjadi di dalam pipa sistem pengukuran menjadi bentuk sinyal. 41. Laju alir atau debit adalah kuantitas cairan yang diukur per satuan waktu. 42. Laju alir cairan maksimum ( Qmaks) adalah laju alir cairan terbesar yang melalui meter yang masih berada pada rentang BKD. 43. Laju alir cairan minimum ( Qmin) adalah laju alir cairan terkecil yang melalui meter yang masih berada pada rentang BKD. 44. Kuantitas uji adalah kuantitas cairan yang diukur oleh meter pada setiap kali pengujian. 45. Kuantitas ukur adalah kuantitas cairan yang diukur oleh meter pada setiap kali pengukuran. 46. Kavitasi adalah suatu fenomena ketika tekanan cairan lebih rendah dari tekanan uap jenuhnya sehingga terjadi perubahan fasa dari cair menjadi udara. 47. Tekanan balik adalah tekanan minimal yang ditambahkan pada bagian hilir untuk mencegah terjadinya kavitasi cairan akibat perbedaan tekanan yang terlalu besar akibat instalasi meter. 4

9 BAB II PERSYARATAN ADMINISTRASI 2.1 Lingkup Syarat Teknis ini mengatur tentang persyaratan administrasi, persyaratan teknis dan persyaratan kemetrologian untuk: 1. Meter BBM: a. Meter Arus Volumetrik; b. Meter Arus Turbin; c. Meter Arus Massa; dan d. Pompa Ukur BBM; 2. Pompa Ukur Elpiji. 2.2 Penerapan Syarat Teknis ini berlaku untuk setiap Meter BBM dan Pompa Ukur Elpiji yang digunakan dalam pengukuran serah terima (custody transfer) cairan yaitu: 1. minyak bumi (liquid petroleum); dan 2. produk derivatif seperti minyak mentah ( crude oil), hidrokarbon cair (liquid hydrocarbon), bahan bakar cair ( liquid fuel), pelumas, oli dan lain-lain. 2.3 Identitas 1. Setiap Meter BBM dan Pompa Ukur Elpiji harus dilengkapi dengan pelat identitas yang berisi informasi sebagai berikut: a. merek tanda pabrik; b. model/tipe dan nomor seri; c. tahun pembuatan; d. suhu maksimum dan minimum (jika ada); e. tekanan operasional maksimum dan minimum; f. rentang densitas Elpiji yang diperbolehkan (khusus untuk Pompa Ukur Elpiji); g. laju alir aktual maksimum dan minimum. 2. Semua tanda dan informasi pada angka 1 harus jelas, mudah dilihat dan dibaca, serta tidak mudah terhapus/dihilangkan. 5

10 2.4 Persyaratan Meter BBM dan Pompa Ukur Elpiji Sebelum Peneraan 1. Persyaratan sebelum dilakukan tera a. untuk Meter BBM dan Pompa Ukur Elpiji asal impor harus dilengkapi: 1) Nomor Izin Tipe; dan 2) Label Tipe yang melekat pada Meter BBM dan Pompa Ukur Elpiji b. untuk Meter BBM dan Pompa Ukur Elpiji produksi dalam negeri harus dilengkapi: 1) Nomor Izin Tanda Pabrik; dan 2) merek tanda pabrik yang melekat pada Meter BBM dan Pompa Ukur Elpiji. 2. Persyaratan sebelum dilakukan tera ulang Meter BBM dan Pompa Ukur Elpiji yang akan ditera ulang harus sudah ditera sebelumnya dan lemping tanda tera tidak terpisah dari meter. 6

11 BAB III PERSYARATAN TEKNIS DAN PERSYARATAN KEMETROLOGIAN 3.1 Persyaratan Teknis 1. Ketentuan Umum a. Konstruksi sistem pengukuran 1) Sistem Pengukuran Meter BBM dan Pompa Ukur Elpiji paling sedikit terdiri dari: a) Meter; b) Titik transfer; dan c) Jalur hidrolik. 2) Agar sistem dapat beroperasi dengan benar, maka perlu untuk menambahkan: a) Perangkat eliminasi udara; b) Saringan; c) Pompa; dan d) Perangkat koreksi. 3) Sistem pengukuran dapat dilengkapi dengan perangkat bantu dan perangkat tambahan. 4) Jika beberapa meter digunakan untuk operasi pengukuran tunggal, maka meter-meter tersebut dianggap membentuk suatu sistem pengukuran tunggal. 5) Jika beberapa meter digunakan untuk operasi pengukuran terpisah dengan beberapa elemen yang sama (badan hitung, saringan, perangkat eliminasi udara, perangkat konversi, dan lain-lain), masing-masing meter dianggap membentuk sistem pengukuran terpisah, berbagi elemen-elemen yang sama. b. Perangkat bantu 1) Perangkat bantu merupakan bagian dari badan hitung suatu meter atau dapat berupa perangkat yang dihubungkan melalui antarmuka ke badan hitung. 2) Yang termasuk perangkat bantu utama antara lain: perangkat penyetelan nol, pencetak, memori, penunjukan harga, koreksi, konversi, dan penjatah (pre-setting device). c. Perangkat tambahan Yang termasuk perangkat tambahan utama antara lain: gelas penglihat, saringan, pompa, dan perangkat pelurus (anti-swirl device). d. Kondisi operasi 1) Kondisi operasional dari sistem pengukuran ditentukan oleh karakteristik berikut: a) Penyerahan minimum (Minimum Measured Quantity/MMQ); b) Rentang laju alir yang dibatasi oleh laju alir minimum Qmin dan laju alir maksimum Qmaks; 7

12 c) Nama atau tipe cairan, ketika penunjukan nama atau tipe cairan tidak mencukupi untuk menentukan sifat cairan, maka disebutkan karakteristiknya sebagai contoh rentang viskositas dan rentang densitas; d) Rentang tekanan yang dibatasi oleh tekanan minimum dari cairan Pmin dan tekanan maksimum cairan Pmaks. e) Rentang suhu yang dibatasi oleh suhu minimum cairan Tmin dan suhu maksimum cairan Tmaks.. f) Rentang bilangan Reynold (jika ada) g) Nilai nominal dari catu tegangan AC dan/atau batas catu tegangan DC. 2) Sistem pengukuran harus digunakan untuk cairan ukur dengan karakteristik yang berada dalam kondisi operasional. 3) Kondisi operasional sistem pengukuran harus berada dalam kondisi operasional dari setiap elemennya. 4) Penyerahan minimum sistem pengukuran harus dalam bentuk 1 x 10 n, 2 x 10 n atau 5 x 10 n satuan kuantitas yang berlaku, dimana n adalah bilangan bulat positif, negatif atau nol. 5) Penyerahan minimum sistem pengukuran tidak boleh lebih kecil daripada penyerahan minimum terbesar dari salah satu meter. 6) Rentang laju alir dari sistem pengukuran a) Rentang laju alir dari sistem pengukuran harus berada dalam rentang laju alir dari masing-masing elemennya. b) Sistem pengukuran harus dirancang sedemikian sehingga laju alir berada antara laju alir minimum dan laju alir maksimum, kecuali pada awal dan akhir pengukuran atau selama interupsi. e. Rasio antara laju alir maksimum dan laju alir minimum untuk sistem pengukuran paling sedikit 5 (lima). f. Rasio untuk sistem pengukuran dapat kurang dari 5 (lima) jika sistem pengukuran dilengkapi dengan perangkat pemeriksa otomatis yang mendeteksi ketika laju alir cairan yang diukur berada di luar batas rentang laju alir. g. Ketika dua atau lebih meter disusun paralel dalam sistem pengukuran yang sama, batas laju alir (Q maks, Qmin) dari metermeter tersebut harus diperhitungkan, khususnya jumlah dari batas laju alir untuk memverifikasi bahwa sistem pengukuran memenuhi persyaratan pada huruf e. h. Penunjukan 1) Nama satuan atau simbol harus tampak di samping penunjukan. 2) Sistem pengukuran harus dilengkapi dengan perangkat penunjukan yang menunjukkan kuantitas cairan yang diukur pada kondisi ukur. 3) Ketika sistem pengukuran dilengkapi dengan perangkat konversi, maka harus dimungkinkan untuk menunjukkan kuantitas pada kondisi ukur dan kuantitas yang dikonversi. 8

13 4) Untuk Pompa Ukur BBM dan Pompa Ukur Elpiji penunjukan yang ditampilkan hanya berupa kuantitas yang digunakan selama transaksi. i. Eliminasi udara 1) Sistem pengukuran harus dilengkapi dengan perangkat eliminasi udara untuk eliminasi udara atau uap air yang mungkin terkandung dalam cairan sebelum masuk meter. 2) Perangkat eliminasi udara tidak diperlukan jika cairan yang diukur memiliki viskositas dinamis yang lebih dari 20 mpa.s pada 20 0 C. 3) Pompa harus dipasang sedemikian sehingga tekanan inlet selalu lebih besar daripada tekanan atmosfir. 4) Jika kondisi pada angka 3) tidak terpenuhi, maka harus tersedia perangkat untuk menghentikan aliran cairan secara otomatis segera setelah tekanan inlet turun di bawah tekanan atmosfir. 5) Jika tangki pemasok dari sistem pengukuran harus benar-benar dikosongkan, outlet dari tangki harus dilengkapi dengan perangkat pelurus (anti-swirl device), kecuali sistem pengukuran menggunakan pemisah udara. 6) Indikator udara harus terdapat di bagian hilir meter. j. Titik transfer 1) Sistem pengukuran harus memiliki minimal satu titik transfer. 2) Titik transfer ini terletak pada bagian hilir meter dalam sistem penyerahan dan bagian hulu meter dalam sistem penerimaan. k. Pengisian penuh dari sistem pengukuran 1) Meter dan pipa antara meter dan titik transfer harus terisi penuh cairan selama pengukuran dan selama periode shutdown. 2) Ketika kondisi pada angka 1) tidak dapat dipenuhi, khususnya dalam kasus instalasi tetap, pengisian penuh sistem pengukuran sampai pada titik transfer harus dilakukan secara manual atau otomatis dan harus dapat dimonitor selama pengukuran dan shutdown. 3) Dalam sistem pengukuran selang kosong, pipa bagian hilir dan pipa bagian hulu (jika diperlukan) harus berada pada posisi yang tinggi sehingga semua bagian dari sistem pengukuran selain selang selalu dalam keadaan penuh. 4) Dalam sistem pengukuran selang penuh yang digunakan untuk pengukuran cairan selain Elpiji, bagian ujung bebas dari selang harus dilengkapi perangkat yang mencegah pengeringan selang selama periode shutdown. 5) Pengosongan selang penyerahan Pada sistem pengukuran selang kosong, pengosongan dari selang penyerahan dijamin oleh venting valve. 9

14 l. Variasi dalam kuantitas internal selang penuh 1) Untuk sistem pengukuran selang penuh yang dilengkapi dengan hose reel, kenaikan kuantitas internal yang disebabkan oleh perubahan dari posisi selang yang tergulung ketika tidak bertekanan ke posisi selang terurai ketika bertekanan tanpa aliran cairan, harus tidak melebihi dua kali deviasi kuantitas minimum yang ditentukan. 2) Jika sistem pengukuran tidak dilengkapi dengan hose reel, kenaikan kuantitas internal harus tidak melebihi deviasi kuantitas minimum yang ditentukan. m. Percabangan dan bypass 2. Meter BBM dan Pompa Ukur Elpiji a. Bahan Meter BBM dan Pompa Ukur Elpiji harus terbuat dari bahan yang tahan karat dan kuat sehingga sifat atau karakteristik kemetrologiannya terjaga. b. Konstruksi: 1) Ada 3 (tiga) jenis Meter Arus Massa, yaitu: a) Jenis Coriolis, yaitu Meter Arus Massa yang mengukur laju alir massa dan densitas melalui interaksi antara cairan dan osilasi tabung. b) Jenis Termal, yaitu meter Arus Massa yang mengukur laju alir massa dengan cara mengarahkan cairan melewati elemen pemanas; dan c) Jenis Gabungan antara laju alir volume dan densitas cairan. 2) Pompa Ukur Elpiji dapat berupa Positive Displacement Meter atau Corriolis Meter. 3) Pompa Ukur BBM dari jenis Positive Displacement Meter. 4) Meter Arus Turbin berbentuk bilah-bilah turbin. 5) Meter Arus Volumetrik (Positive Displacement) terdiri dari jenis piston, oval, nutating disc, rotary vane dan helix. c. Kondisi operasional 1) Kondisi operasional ditentukan oleh karakteristik sebagai berikut: a) Penyerahan minimum (Minimum Measured Quantity/MMQ); b) Daerah/rentang ukur yang dibatasi oleh laju alir minimum Qmin dan laju alir maksimum Qmaks; c) nama atau tipe cairan atau karakteristik yang bersangkutan, sebagai contoh rentang viskositas yang dibatasi oleh viskositas minimum cairan dan viskositas maksimum cairan dan/atau rentang densitas yang dibatasi oleh densitas minimum cairan ρmin dan densitas maksimum cairan ρmaks; d) Tekanan minimum cairan Pmin dan tekanan maksimum cairan Pmaks; e) Rentang ukur suhu yang dibatasi oleh suhu minimum cairan Tmindan suhu maksimum cairan Tmaks; 10

15 2) Nilai penyerahan minimum harus dalam bentuk1 x 10 n, 2 x 10 n atau 5 x 10 n dalam satuan kuantitas yang berlaku, dimana n adalah bilangan positif, negatif, atau nol. 3) Penyerahan minimum sebesar 200 kali interval skala dari perangkat penunjukan, kecuali dinyatakan lain dalam Izin Tipe atau Izin Tanda Pabrik. d. Badan Ukur 1) Badan ukur harus tahan terhadap tekanan sesuai dengan spesifikasinya yang minimal 10 kg/cm 2. 2) Badan ukur harus tahan terhadap pengaruh dari suhu dan cairan yang diukur. 3) Badan ukur tidak boleh ada kebocoran pada tekanan operasional e. Transduser 1) Spesifikasi Transduser harus memenuhi persyaratan untuk digunakan pada tekanan maksimum/minimum dan rentang suhu operasional serta komposisi cairan. 2) Penggantian Transduser tidak boleh dilakukan penggantian dengan transduser lain baik dengan spesifikasi sama ataupun berbeda setelah dilakukan peneraan. f. Perangkat justir 1) Meter dapat dilengkapi perangkat justir yang dapat disegel. 2) Perangkat justir digunakan hanya untuk mengurangi kesalahan penunjukan sehingga mendekati nol. 3) Penjustiran dengan cara bypass tidak diperbolehkan. g. Perangkat Koreksi 1) Meter dapat dilengkapi dengan perangkat koreksi yang tidak boleh mengubah karakteristik kemetrologian. 2) Dalam operasi normal, kuantitas yang tidak dikoreksi tidak boleh ditampilkan. 3) Perangkat koreksi hanya boleh digunakan untuk mengurangi kesalahan sehingga mendekati nol. 4) Semua parameter yang tidak diukur dan yang perlu untuk koreksi harus ada dalam badan hitung pada awal operasi pengukuran. h. Persyaratan tambahan untuk Sistem pengukuran yang menggunakan Meter Arus Turbin dan Meter Arus Massa adalah sebagai berikut: 1) Tekanan bagian hilir ( downstream) dari meter harus sedemikian sehingga kavitasi dapat dihindari. 2) Jika dilengkapi dengan fitur low-flow cut-off yang dapat diprogram atau dijustir, atau fitur lain yang dapat dijustir untuk memenuhi persyaratan pengujian pada seluruh kondisi operasi, maka fitur harus dapat disegel. 11

16 3) Fitur low-flow cut-off tidak boleh disetel pada tingkat aliran yang lebih tinggi dari 20% dari laju alir minimum. 3. Perangkat Penunjukan Kuantitas Perangkat penunjukan kuantitas dapat berupa penunjukan mekanik atau penunjukan elektronik. a. Ketentuan umum 1) Pembacaan penunjukan harus tepat, mudah dan tidak membingungkan dalam posisi di manapun perangkat penunjukan berhenti. 2) Jika alat tersebut terdiri dari beberapa elemen, maka harus dapat disusun sedemikian sehingga pembacaan kuantitas cairan yang diukur tetap dapat dilakukan. 3) Tanda desimal harus dapat dibedakan dengan jelas. 4) Interval skala penunjukan harus dinyatakan dalam bentuk 1x10 n, 2x10 n atau 5x10 n satuan kuantitas yang berlaku, dimana n adalah bilangan bulat positif, negatif atau nol. 5) Interval skala harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a) Untuk alat penunjukan analog, yaitu kuantitas yang menunjukkan nilai 2 mm pada skala atau satu per lima 1 5 interval skala (dari elemen pertama), dipilih yang terbesar; b) Untuk alat penunjukan digital, yaitu kuantitas yang menunjukkan nilai dua interval skala. b. Ketentuan untuk Perangkat Penunjukan Mekanik Selain ketentuan umum sebagaimana tercantum pada huruf a, bagi perangkat penunjukan mekanik berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) Ketika pembagian skala sebuah elemen penunjukan tampak secara keseluruhan, nilai satu putaran elemen tersebut harus dalam bentuk 10 n satuan kuantitas. 2) Pada perangkat penunjukan yang mempunyai beberapa elemen, nilai dari satu putaran elemen yang pembagian skalanya tampak secara keseluruhan harus sesuai dengan interval skala elemen berikutnya. 3) Suatu elemen dari perangkat penunjukan dapat mempunyai pergerakan kontinyu atau tidak kontinyu. Apabila elemen lain selain dari elemen yang pertama memiliki skala yang hanya terlihat sebagian, maka pergerakan elemen ini harus tidak kontinyu. 4) Kenaikan satu angka dari elemen yang memiliki pergerakan tidak kontinyu, angka penunjukan harus terlihat lengkap ketika elemen sebelumnya berubah dari 9 ke 0. 5) Ketika elemen pertama hanya mempunyai satu bagian dari skala yang terlihat dan mempunyai pergerakan kontinyu, maka ukuran tampilan paling kecil harus sama dengan 1,5 kali jarak antara dua tanda skala yang berurutan. 12

17 6) Semua tanda skala harus mempunyai lebar yang sama, tetap sepanjang baris dan tidak melebihi satu per empat 1 4 jarak skala. Jarak skala harus sama dengan atau lebih besar dari 2 mm. Tinggi angka harus sama atau lebih besar dari 4 mm. c. Ketentuan untuk perangkat penunjukan elektronik Selain ketentuan umum sebagaimana tercantum pada huruf a, bagi perangkat penunjukan elektronik berlaku ketentuan bahwa tampilan kuantitas selama pengukuran harus kontinyu. d. Perangkat penyetel nol untuk perangkat penunjukan kuantitas 1) Perangkat penunjukan kuantitas harus dilengkapi dengan perangkat penyetel nol. 2) Setelah penyetelan nol dimulai, perangkat penunjukan kuantitas tidak boleh menunjukkan hasil yang berbeda dengan hasil pengukuran yang baru saja dibuat, sampai penyetelan nol telah selesai. 3) Perangkat penunjukan sistem pengukuran elektronik tidak boleh direset ke nol selama pengukuran. 4) Pada perangkat penunjukan digital, penunjukan setelah kembali ke nol harus betul-betul nol, tanpa menimbulkan keraguan. 5) Pada perangkat penunjukan analog, sisa penunjukan setelah dikembalikan ke nol harus tidak boleh lebih dari setengah deviasi kuantitas minimum yang ditentukan. 6) Untuk Pompa Ukur BBM dan Pompa Ukur Elpiji, berlaku persyaratan sebagai berikut: a) Penyerahan selanjutnya tidak boleh dilakukan sampai perangkat penunjukan telah dinolkan; atau b) Ketika penyetel nol tidak otomatis, sistem pengukuran harus menyediakan informasi yang dapat dibaca oleh pembeli untuk menyetel nol penunjukan sebelum penyerahan. 4. Perangkat penunjukan harga a. Harga satuan harus ditampilkan sebelum penyerahan cairan. b. Harga satuan harus dapat diatur. c. Harga satuan yang ditunjukkan pada awal operasi pengukuran harus valid untuk keseluruhan transaksi. Harga satuan baru hanya berlaku efektif pada saat operasi pengukuran baru. d. Jika harga satuan diatur dari perangkat bantu, maka waktu jeda antara penunjukan harga satuan baru dengan mulainya operasi pengukuran baru minimal 5 sekon. e. Untuk Pompa Ukur BBM dan Pompa Ukur Elpiji, harga satuan harus ditampilkan atau dicetak. f. Ketentuan mengenai perangkat penunjukan kuantitas pada angka 3 juga berlaku untuk perangkat penunjukan harga. g. Simbol rupiah (Rp) yang digunakan harus tampak di samping penunjukan. 13

18 h. Perangkat penyetel nol dari perangkat penunjukan harga dan perangkat penunjukan kuantitas harus dirancang sedemikian sehingga penyetelan nol pada salah satu perangkat penunjukan akan menyetel nol perangkat penunjukan yang lain. i. Perbedaan antara harga yang ditunjukan dengan harga hasil perhitungan harus lebih kecil dari nilai nominal rupiah terkecil yang berlaku. j. Pada alat penunjukan harga analog (mek anik), penunjukan sisa setelah dilakukan penyetelan nol harus lebih kecil dari nilai nominal rupiah terkecil yang berlaku. k. Pada perangkat penunjukan digital, penunjukan harga setelah penyetelan nol harus benar-benar nol tanpa menimbulkan keraguan. 5. Perangkat Pencetak a. Interval skala yang dicetak harus dalam bentuk 1x10 n, 2 x 10 n atau 5 x 10 n satuan kuantitas yang berlaku, dimana n adalah bilangan bulat positif, negatif atau nol dan tidak boleh melebihi deviasi penyerahan minimum. b. Interval skala yang dicetak tidak boleh lebih kecil dari interval skala terkecil dari perangkat penunjukan. c. Kuantitas yang dicetak harus dinyatakan dalam satuan ukuran yang berlaku untuk penunjukan kuantitas dan ditunjukkan dalam satuan yang sama seperti pada perangkat penunjukan. d. Angka, tanda desimal, dan satuan yang digunakan atau simbolnya harus dicetak dengan jelas sehingga tidak membingungkan. e. Jika perangkat pencetak dihubungkan dengan lebih dari satu sistem pengukuran, maka hasil cetakan harus mengidentifikasi sistem yang sesuai. f. Jika perangkat pencetak memungkinkan pengulangan pencetakan sebelum penyerahan baru dimulai, salinan harus ditandai dengan jelas. g. Selama pengukuran perangkat pencetak tidak dapat difungsikan. h. Saat perangkat pencetak dan perangkat penunjukan kuantitas masing-masing memiliki perangkat penyetel nol, perangkatperangkat ini harus dirancang sehingga penyetelan kembali salah satu perangkat ke nol akan menyebabkan yang lain juga menjadi nol. i. Perangkat pencetak harus dapat mencetak kuantitas cairan yang diukur, harga satuan, dan harga total transaksi. j. Interval skala harga yang dicetak harus dalam bentuk 1 x 10 n, 2 x 10 n, 5 x 10 n satuan mata uang, dimana n adalah bilangan bulat positif, negatif atau nol dan tidak boleh melebihi deviasi harga minimum yang ditentukan. k. Jika perangkat penunjukan kuantitas tidak dilengkapi dengan perangkat penunjukan harga, perbedaan antara harga yang dicetak dan harga yang dihitung berdasarkan kuantitas yang ditunjukkan dan harga satuan yang dicetak harus memenuhi persyaratan perangkat penunjukan harga pada angka 4 huruf i. 14

19 l. Jika volume ditentukan melalui perbedaan antara dua nilai yang dicetak, maka pencetakan hasil pengukuran tetap dimungkinkan tanpa harus dilakukan penyetelan nol. 6. Perangkat penyimpan (memory device) a. Sistem pengukuran dapat dilengkapi dengan perangkat penyimpan untuk menyimpan hasil pengukuran sampai digunakan atau untuk menyimpan rekaman transaksi. Perangkat yang digunakan untuk membaca informasi yang tersimpan dianggap termasuk dalam perangkat penyimpan. b. Media tempat data disimpan harus permanen untuk memastikan bahwa data tidak rusak dalam kondisi penyimpanan normal, memiliki kapasitas penyimpanan yang sesuai dan data dapat ditampilkan kembali sesuai dengan kondisi awal. c. Apabila kapasitas penyimpanan telah penuh, maka dimungkinkan untuk menghapus data yang disimpan ketika kedua kondisi berikut terpenuhi: 1) data yang dihapus sesuai dengan urutan perekaman. 2) penghapusan dilakukan baik secara otomatis maupun manual. d. Penyimpanan harus sedemikian sehingga tidak memungkinkan untuk mengubah nilai yang disimpan. e. Data yang tersimpan harus dilindungi. f. Perangkat penyimpan harus dipasang dengan fasilitas pengecek untuk memastikan dan menjamin data tersimpan sesuai dengan hasil perhitungan. 7. Perangkat Penjatah(pre-setting device) a. Kuantitas yang telah ditentukan sebelumnya harus ditunjukkan sebelum memulai pengukuran. b. Perangkat penjatah dapat diatur sedemikian sehingga pengulangan kuantitas yang dipilih tidak perlu menyetel alat pengaturnya lagi. c. Tampilan pada perangkat penjatah harus dapat dibedakan dengan tampilan penunjukan kuantitas. d. Selama pengukuran, penunjukan kuantitas yang dipilih tidak berubah atau kembali ke nol. e. Perangkat penjatah elektronik dapat menampilkan nilai penjatah pada perangkat penunjukan kuantitas atau harga tetapi nilai ini harus kembali ke nol sebelum operasi pengukuran. f. Kuantitas yang ditetapkan lebih dahulu pada penjatah dan kuantitas yang ditampilkan oleh perangkat penunjukan kuantitas, harus ditunjukkan dalam satuan yang sama. g. Interval skala dari perangkat penjatah tidak boleh kurang dari interval skala dari perangkat penunjukan. 8. Perangkat Konversi a. Sistem pengukuran dapat dipasang dengan perangkat konversi. b. Sensor dan transduser tidak boleh mempengaruhi kebenaran fungsi dari meter. 15

20 c. Parameter yang tidak diukur dan yang perlu untuk keperluan konversi harus ada dalam badan hitung pada awal pengukuran dan parameter-parameter tersebut memungkinkan untuk dicetak atau ditampilkan dari badan hitung. d. Sensor harus dipasang dalam jarak maksimal 1 meter dari badan ukur sehingga penentuan kuantitas dapat dilakukan seakurat mungkin. 9. Badan Hitung (calculator) a. Semua parameter yang diperlukan untuk penunjukan harus ada dalam badan hitung pada awal pengukuran. b. Badan hitung dapat dilengkapi dengan antarmuka ( interface) untuk dihubungkan dengan perlengkapan periferal. Alat ini harus tetap berfungsi dengan benar dan tidak mempengaruhi karakteristik kemetrologian. 10. Perlengkapan Sistem Pengukuran Meter BBM dan Pompa Ukur Elpiji dapat dilengkapi dengan perlengkapan tanpa mempengaruhi karakteristik kemetrologian. a. Perangkat perlengkapan antara lain terdiri dari: 1) Alat kompensasi suhu a) Alat kompensasi suhu hanya boleh dipasang pada Sistem pengukuran Meter BBM dan Pompa Ukur Elpiji yang menunjukkan kuantitasnya pada suhu dasar. b) Alat kompensasi suhu harus mempunyai sensor suhu dan boleh dilengkapi dengan gravity selector untuk memilih specific gravity yang sesuai dengan cairan ukurnya. c) Alat kompensasi suhu dipasang antara badan ukur dan perangkat penunjukan. d) Pada alat kompensasi suhu harus terdapat identitas yang jelas, mudah dibaca dan tidak mudah terhapus, yaitu: (1) Merek; (2) Model/tipe; dan (3) Nomor seri. e) Sistem pengukuran Meter BBM dan Pompa Ukur Elpiji yang dilengkapi dengan alat kompensasi suhu dapat ditambah dengan perangkat penunjukan kuantitas pada suhu operasional. f) Alat kompensasi suhu diuji tersendiri. 2) Temperature transmitter dan pressure transmitter. Temperature transmitter dan pressure transmitter digunakan untuk menghitung hasil pengukuran pada kondisi dasar (base condition). a) Daerah ukur Temperature transmitter dan pressure transmitter harus sesuai dengan operasional sistem pengukuran Meter BBM dan Pompa Ukur Elpiji. b) Temperature transmitter dan pressure transmitter harus tahan terhadap pengaruh lingkungan. 16

21 c) Pada Temperature transmitter dan pressure transmitter harus terdapat identitas yang jelas, mudah dibaca dan tidak mudah terhapus, yaitu: (1) Merek; (2) Model/tipe; dan (3) Nomor seri. d) Temperature transmitter dan pressure transmitter diuji tersendiri. 11. Persyaratan tambahan untuk tipe sistem pengukuran: a. Pompa Ukur BBM 1) Saat diinstal, rasio antara laju alir maksimum dan minimum dapat lebih kecil dari 10 tetapi tidak boleh kurang dari 5. 2) Apabila sistem pengukuran memiliki pompa sendiri, perangkat eliminasi udara harus dipasang pada bagian hulu dari bagian masukan meter (meter inlet). 3) Apabila gelas penglihat dipasang, maka tidak boleh mempunyai perangkat pembuang. 4) Pompa ukur BBM harus dilengkapi dengan perangkat untuk mereset perangkat penunjukan kuantitas ke nol. 5) Jika sistem juga termasuk perangkat penunjukan harga, perangkat penunjukan harus dipasang dengan perangkat penyetel nol. 6) Indikator harus memenuhi persyaratan berikut: a) Tinggi minimum untuk angka indikator kuantitas yang dapat direset (resettable) adalah 10 mm. b) Tinggi minimum untuk indikator harga yang dapat direset adalah 10 mm. c) Tinggi minimum untuk harga satuan adalah 4 mm. 7) Ketika hanya satu nozzle yang dapat digunakan selama penyerahan, dan setelah nozzle ditempatkan kembali, penyerahan berikutnya harus menunggu sampai perangkat penunjukan sudah diubah ke nol. 8) Ketika dua atau lebih nozzle dapat digunakan secara bersamaan atau bergantian, dan setelah nozzle ditempatkan kembali, penyerahan berikutnya tidak diperbolehkan sampai perangkat penunjukan telah disetel kembali ke nol. 9) Sistem pengukuran yang mempunyai laju alir maksimum tidak lebih besar dari 60 L/menit, harus mempunyai penyerahan minimum tidak melebihi 5 L. 10) Ketika sistem pengukuran dipasang perangkat pencetak, operasi pencetakan harus mencegah kelanjutan dari penyerahan sampai penyetelan kembali ke nol telah dilakukan. 11) Operasi pencetakan tidak boleh mengubah kuantitas yang ditunjukkan pada perangkat penunjukan. 12) Ketika beberapa Pompa Ukur BBM mempunyai perangkat penunjukan bersama maka sistem pengukuran secara bersamaan tidak dimungkinkan. 17

22 13) Semua pompa ukur dengan penunjukan elektronik harus dilengkapi dengan perangkat time-out yang menghentikan transaksi apabila selama 120 sekon pompa ukur tidak aktif (tidak ada aliran). b. Pompa Ukur Elpiji 1) Rasio laju alir maksimum dan minimum untuk pompa ukur yang terpasang minimum 2,5. 2) Elpiji dalam sistem pengukuran harus tetap dalam bentuk cairan, untuk itu pompa ukur dapat dilengkapi dengan perangkat untuk mempertahankan tekanan. 3) Pompa Ukur Elpiji sebaiknya dilengkapi dengan thermometer well dan dipasang sedekat mungkin dengan meter. 4) Jalur pengembalian uap dari tangki kendaraan bermotor (penerima) ke dalam tangki penyuplai tidak diperbolehkan. 5) Ketika hanya satu nozzle yang dapat digunakan selama penyerahan, dan setelah nozzle ditempatkan kembali, penyerahan berikutnya harus menunggu sampai perangkat penunjukan sudah diubah ke nol. 6) Ketika dua atau lebih nozzle dapat digunakan secara bersamaan atau bergantian, dan setelah nozzle ditempatkan kembali, penyerahan berikutnya tidak diperbolehkan sampai perangkat penunjukan telah disetel kembali ke nol. 7) Pompa ukur Elpiji harus dilengkapi dengan katup non-return pada bagian hilir dari meter untuk mencegah hilang tekanan. 8) Fitur-fitur keselamatan tidak boleh mempengaruhi karakteristik kemetrologian. 12. Instalasi dan pemipaan a. Pipa pelurus digunakan untuk Sistem Pengukuran Meter Arus Turbin dan Meter Arus Massa sedemikian sehingga dapat mengurangi pusaran aliran (swirl) dan mengurangi terjadinya perubahan profil kecepatan aliran yang dapat terjadi: 1) Jika dilengkapi flow conditioner, maka panjang pipa pelurus yang dibutuhkan pada sisi hulu sekitar 10 kali diameter dalam pipa. 2) Jika tidak dilengkapi flow conditioner, maka panjang pipa pelurus yang dibutuhkan sekitar 20 kali diameter dalam pipa. 3) Pada sisi hilir panjang minimal pipa pelurus adalah sekitar 5 kali diameter dalam pipa. b. Katup ( valves) pada instalasi dan pemipaan harus diperhatikan secara khusus yaitu: 1) Katup pengendali aliran atau tekanan harus diletakkan pada sisi outlet (downstream) dari sistem pengukuran Meter BBM dan Pompa Ukur Elpiji sehingga tidak menyebabkan perubahan pola aliran akibat adanya guncangan atau lonjakan dan tekanan di dalam sistem pengukuran Meter BBM dan Pompa Ukur Elpiji. 18

23 2) Katup yang dipasang diantara sistem pengukuran Meter BBM dan Pompa Ukur Elpiji dan standar uji seperti katup pengendali aliran, saluran air, dan ventilasi harus dilengkapi dengan double block dan bleed valve untuk mencegah terjadinya kebocoran. c. Perangkat suhu, tempat untuk meletakkan termometer (thermowell), perangkat tekanan, dan densitometer harus dipasang sedemikian sehingga dapat diperoleh hasil pengukuran yang akurat. d. Saringan (filter) harus tersedia untuk melindungi meter dari partikel yang mencampuri cairan, termasuk standar uji dan pompa. e. Instalasi harus dilengkapi dengan kompensator tekanan balik untuk mencegah kavitasi. Besarnya tekanan balik bisa didasarkan pada rekomendasi pabrikan atau dengan menggunakan rumus: P 2. p b p e dimana Pb adalah tekanan balik minimum, p adalah perbedaan tekanan, dan pe adalah tekanan uap cairan pada suhu kerja. 3.2 Persyaratan Kemetrologian 1. BKD untuk Sistem Pengukuran Meter BBM dan Pompa Ukur Elpiji dengan jumlah penyerahan lebih besar dari atau sama dengan 2 L atau lebih besar dari atau sama dengan 2 kg ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. BKD untuk Sistem Pengukuran Meter BBM dengan jumlah penyerahan lebih besar dari atau sama dengan 2 L atau lebih besar dari atau sama dengan 2 kg UTTP BKD Meter Bahan Bakar Minyak + 0,5 % Pompa Ukur Elpiji + 1% 2. Persyaratan BKD untuk meter sebagai meter arus induk (master meter) adalah + 0,2 %. 3. Persyaratan BKD untuk jumlah penyerahan lebih kecil dari 2 L atau lebih kecil dari 2 kg, positif atau negatif ditunjukkan dalam Tabel 2. Tabel 2. BKD untuk penyerahan lebih kecil dari 2 liter atau lebih kecil dari 2 kg Kuantitas pengukuran (dalam liter atau kg) BKD 1 s.d 2 Nilai pada Tabel 1, dengan kuantitas pengukuran 2 liter atau 2 kg 0,4 s.d 1 2 kali Nilai pada Tabel 1, dengan perhitungan Emin. 19

24 0,2 s.d 0,4 2 kali Nilai pada Tabel 1, dengan kuantitas pengukuran 0,4 liter atau 0,4 kg 0,1 s.d 0,2 4 kali Nilai pada Tabel 1, dengan perhitungan Emin < 0,1 4 kali Nilai pada Tabel 1, dengan kuantitas pengukuran 0,1 liter atau 0,1 kg 4. Berapapun kuantitas yang diukur, nilai BKD yang berlaku adalah yang lebih besar dari dua nilai berikut: a. Nilai absolut dari BKD yang diberikan pada Tabel 1 atau Tabel 2, atau b. Deviasi kuantitas minimum yang ditentukan, (Emin) 5. Untuk penyerahan minimum (MMQ) lebih besar dari atau sama dengan 2 L atau lebih besar dari atau sama dengan 2 kg, deviasi kuantitas minimum yang ditentukan dengan menggunakan rumus: Emin = (2MMQ) x A dimana MMQ adalah penyerahan minimum dan A adalah nilai BKD seperti dicantumkan pada Tabel 1. Untuk Penyerahan minimum (MMQ) lebih kecil dari 2 L atau lebih kecil dari 2 kg, Emin adalah dua kali nilai yang ditentukan dalam Tabel Ketidaktetapan a. Batas ketidaktetapan yang diizinkan untuk sistem pengukuran meter arus kerja dalam kondisi uji adalah sama dengan 0,1% untuk pengujian yang berurutan dengan catatan bahwa pengujian yang dilakukan pada masing-masing kondisi uji tersebut harus paling sedikit 3 (tiga) kali. b. Batas ketidaktetapan yang diizinkan untuk sistem pengukuran meter arus induk dalam kondisi uji adalah sama dengan 0,05% untuk pengujian yang berurutan dengan catatan bahwa pengujian yang dilakukan pada masing-masing kondisi uji tersebut harus paling sedikit 3 (tiga) kali. c. Batas ketidaktetapan yang diizinkan untuk Pompa ukur Elpiji dalam kondisi uji adalah sama dengan 0,4% untuk pengujian yang berurutan dengan catatan bahwa pengujian yang dilakukan pada masing-masing kondisi uji tersebut harus paling sedikit 3 (tiga) kali. 7. Persyaratan untuk Temperature Transmitter dan Static Pressure Transmitter Jika Sistem Pengukuran Meter Arus Volumetrik, Meter Arus Turbin dan Meter Arus Massa dilengkapi dengan transmitter, maka BKD pada tera dan tera ulang untuk temperature transmitter dan static pressure transmitter adalah ± 0,25% full scale. 20

25 BAB IV PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN 4.1 Pemeriksaan 1. Pemeriksaan dilakukan untuk memastikan bahwa Sistem pengukuran Meter BBM dan Pompa Ukur Elpiji memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Syarat Teknis ini. 2. Sistem pengukuran Meter BBM dan Pompa Ukur Elpiji harus diperiksa untuk memastikan kesesuaian dengan tipe yang telah mendapatkan Izin Tipe atau Izin Tanda Pabrik. 3. Pemeriksaan juga harus memastikan pemasangan sistem pengukuran Meter BBM dan Pompa Ukur Elpiji dirancang sedemikian sehingga pengoperasian pada saat pengujian dan penggunaan dalam transaksi adalah sama. 4. Pemeriksaan kebocoran dilaksanakan dengan memperhatikan sambungan antara pipa instalasi dengan lubang masuk dan lubang keluar saat sistem pengukuran Meter BBM dan Pompa Ukur Elpiji berisi media uji. 4.2 Pengujian tera dan tera ulang 1. Persyaratan Umum a. Sistem pengukuran Meter BBM dan Pompa Ukur Elpiji harus diuji untuk memverifikasi kesesuaian dengan persyaratan kemetrologian dan persyaratan teknis. b. Pengujian dapat dilakukan di laboratorium Metrologi atau di tempat sistem pengukuran Meter BBM dan Pompa Ukur Elpiji terpasang tetap (in-situ). 2. Pengujian penyetel nol Pengujian ini untuk memastikan penunjukan aliran pada badan hitung menunjuk angka nol ketika sistem pengukuran Meter BBM dan Pompa Ukur Elpiji dalam kondisi tidak bekerja. 3. Pengujian Sistem pengukuran Meter BBM dan Pompa Ukur Elpiji Jenis standar uji yang digunakan untuk melakukan pengujian tergantung pada kapasitas sistem pengukuran Meter BBM dan Pompa Ukur Elpiji dan metode pengujian sebagai berikut: a. Metode Volumetrik 1) Sistem Pengukuran Meter Arus Volumetrik, Meter Arus Turbin dan Meter Arus Massa. Standar uji yang dapat digunakan pada metode pengujian ini adalah Bejana Ukur Standar, Master Meter, atau Meter Prover. 2) Pompa Ukur BBM Standar Uji yang digunakan pada metode pengujian ini adalah Bejana Ukur Standar. 3) Pompa Ukur Elpiji Standar Uji yang digunakan pada metode pengujian ini adalah Master Meter atau Mass Flowmeter. 21

26 b. Metode Gravimetri Standar uji yang dapat digunakan pada metode adalah Timbangan. pengujian ini 4. Pengujian Perlengkapan Sistem Pengukuran Meter Arus Volumetrik, Meter Arus Turbin dan Meter Arus Massa a. Pengujian Pressure Transmitter Beberapa perangkat uji yang digunakan dalam pengujian ini adalah: 1) Dead Weight Tester (DWT) yang bersertifikat dan sesuai dengan rentang ukur. 2) Pressure Calibrator yang bersertifikat dan sesuai dengan rentang ukur. 3) Sumber tegangan yang sesuai. b. Pengujian Temperature Transmitter Beberapa perangkat uji yang digunakan dalam pengujian ini adalah: 1) Thermobath yang bersertifikat dan sesuai dengan rentang ukur. 2) Sumber tegangan yang sesuai. 22

27 BAB V PEMBUBUHAN TANDA TERA 5.1 Pembubuhan 1. Tanda Daerah, Tanda Pegawai Berhak, dan Tanda Sah dibubuhkan pada lemping tanda tera yang terbuat dari aluminium atau logam dengan kualitas yang tahan karat. 2. Tanda Jaminan dibubuhkan atau dipasang pada bagian-bagian sistem pengukuran Meter BBM dan Pompa Ukur Elpiji untuk mencegah penukaran dan/atau perubahan. 3. Bentuk dan ukuran tanda tera sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. 5.2 Tempat Pembubuhan 1. Penempatan Lemping tanda tera dipasang pada bagian sistem pengukuran Meter BBM dan Pompa Ukur Elpiji yang mudah dilihat, tidak mudah lepas dan dapat menjamin keutuhan tanda-tanda tersebut. 2. Tera a. Meter Arus Volumetrik, Meter Arus Turbin, dan Meter Arus Massa: 1) Tanda Daerah ukuran 4 mm (D4), Tanda Pegawai Berhak (H), dan Tanda Sah Logam ukuran 4 mm (SL4) dibubuhkan pada lemping Tanda Tera. Lemping tersebut dipasang pada meter dengan kawat segel dan dijamin dengan Jaminan Plombir ukuran 8 mm (JP8). 2) Tanda Jaminan ukuran 8 mm (JP8) dibubuhkan pada bagianbagian meter yang tidak boleh dilakukan perubahan, tutup transmitter, tutup bagian elektronik dan badan hitung yang terpisah dari meter. b. Pompa Ukur BBM dan Pompa Ukur Elpiji 1) Tanda Daerah ukuran 4 mm (D4), Tanda Pegawai Berhak (H), dan Tanda Sah Logam ukuran 4 mm (SL4) dibubuhkan pada lemping Tanda Tera. Lemping tersebut dipasang pada Pompa Ukur BBM dan Pompa Ukur ELPIJI dengan kawat segel dan dijamin dengan Jaminan Plombir ukuran 8 mm (JP8). 2) Tanda Pegawai Berhak Plombir (HP) dan Tanda Sah Plombir ukuran 6 mm (S P6) dibubuhkan secara bolak-balik pada perangkat justir. 3) Tanda Sah Plombir ukuran 6 mm (S P6) dibubuhkan pada perangkat penunjukan dan kelihatan dari luar. 4) Tanda Jaminan ukuran 8 mm (JP8) dibubuhkan pada pembangkit pulsa ( pulser), pada tutup Pompa Ukur BBM dan Pompa Ukur Elpiji dan bagian-bagian meter yang harus dilindungi dari perubahan. 23

28 3. Tera Ulang a. Meter Arus Volumetrik, Meter Arus Turbin dan Meter Arus Massa: 1) Untuk meter yang tidak memiliki perangkat justir, Jaminan Plombir ukuran 8 mm (JP8) yang dipasang pada saat tera pada lemping diganti dengan Tanda Sah Plombir ukuran 6 mm (SP6). 2) Untuk meter yang memiliki perangkat justir, Jaminan Plombir ukuran 8 mm (JP8) yang dipasang pada perangkat justir pada saat tera diganti dengan tanda Sah Plombir ukuran 6 mm (SP6). 3) Tanda Jaminan ukuran 8 mm (JP8) dibubuhkan pada bagianbagian meter yang tidak boleh dilakukan perubahan, tutup transmitter, tutup bagian elektronik dan badan hitung yang terpisah dari meter. b. Pompa Ukur BBM dan Pompa Ukur Elpiji 1) Tanda Daerah ukuran 4 mm (D4), Tanda Pegawai Berhak (H), dan Tanda Sah Logam ukuran 4 mm (SL4) dibubuhkan pada lemping Tanda Tera. Lemping tersebut dipasang pada Pompa Ukur BBM dan Pompa Ukur Elpiji, diikat dengan kawat segel dan dijamin dengan Jaminan Plombir ukuran 8 mm (JP8). 2) Tanda Pegawai Berhak Plombir (HP) dan Tanda Sah Plombir ukuran 8 mm (S P8) dibubuhkan secara bolak-balik pada perangkat justir. 3) Tanda Sah Plombir ukuran 6 mm (SP 6) dibubuhkan pada perangkat penunjukan dan kelihatan dari luar. 4) Tanda Jaminan ukuran 8 mm (JP8) dibubuhkan pada pembangkit pulsa ( pulser), pada tutup Pompa Ukur BBM dan Pompa Ukur Elpiji dan bagian-bagian meter yang harus dilindungi dari perubahan.. 24

29 BAB VI PENUTUP Syarat Teknis Meter BBM dan Pompa Ukur Elpiji merupakan pedoman bagi Pegawai Berhak dalam melaksanakan pelayanan tera dan tera ulang serta Pengawas Kemetrologian dalam melaksanakan pengawasan Meter BBM dan Pompa Ukur Elpiji, untuk meminimalkan penyimpangan penggunaan Meter BBM dan Pompa Ukur Elpiji dalam transaksi serta upaya perwujudan tertib ukur sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal. 25

30 Lampiran I PROSEDUR PENGUJIAN SISTEM PENGUKURAN METER ARUS VOLUMETRIK, METER ARUS TURBIN DAN METER ARUS MASSA Pengujian dapat dilakukan dengan beberapa Standar Uji, antara lain: A. Menggunakan Bejana Ukur 1. Perangkat yang diperlukan: a. Bejana Ukur 1) Bejana ukur standar yang terpasang secara terintegrasi dengan sistem pengukuran Meter Arus Volumetrik, Meter Arus Turbin atau Meter Arus Massa berdiri sendiri, mampu telusur; 2) Bersertifikat dan masih berlaku. b. Termometer 1) Bersertifikat dan masih berlaku; dan 2) Ketelitian pembacaan 0,1 0 C. c. Stopwatch dengan penunjukan sekon 1) Bersertifikat dan masih berlaku; dan 2) Ketelitian pembacaan 0,1 s. d. Manometer 1) Bersertifikat dan masih berlaku; dan 2) Ketelitian pembacaan 0,1 kg/cm 2. e. Tabel koreksi 53, 54 dan Tabel II pada dokumen standar ASTM 2. Langkah-langkah Pengujian a. Persiapan dan pengujian 1) Siapkan semua perangkat uji di tempat pengujian, termasuk sertifikat yang diperlukan; 2) Catat data teknis bejana ukur; 3) Catat data teknis Sistem Pengukuran Meter Arus Volumetrik, Meter Arus Turbin atau Meter Arus Massa; 4) Kuantitas bejana ukur yang tersedia harus sesuai dengan laju alir maksimum dari Sistem Pengukuran Meter Arus Volumetrik, Meter Arus Turbin atau Meter Arus Massa yang diuji; 5) Letakkan bejana ukur pada landasan dan atur kedatarannya; 26

31 6) Basahi bejana ukur, keluarkan cairan dengan tetesan yang sesuai, apabila menggunakan pengujian dengan metode kering, maka bejana dikeringkan dengan kain bersih; 7) Alirkan cairan dan periksa kebocorannya; 8) Penunjukan Sistem Pengukuran Meter Arus Volumetrik, Meter Arus Turbin atau Meter Arus Massa dinolkan; 9) Alirkan cairan pada laju alir ( flow rate) sesuai dengan yang diinginkan dan catat laju alirnya; 10) Catat penunjukan tekanan saat cairan masuk dan keluar Sistem Pengukuran Meter Arus Volumetrik, Meter Arus Turbin atau Meter Arus Massa (Pm1, Pm2) dan rata-ratakan nilai tersebut (Pm); 11) Catat penunjukan tekanan saat cairan masuk dan keluar Sistem Pengukuran Meter Arus Volumetrik, Meter Arus Turbin atau Meter Arus Massa (Tm1, Tm2) dan rata-ratakan nilai tersebut (Tm); 12) Setelah kuantitas bejana ukur telah mencapai kuantitas nominal, tutup katup untuk menghentikan aliran; 13) Catat penunjukan kuantitas bejana ukur ( Vb1, Vb2) dan Sistem Pengukuran Meter Arus Volumetrik, Meter Arus Turbin atau Meter Arus Massa (Vm1, Vm2); 14) Baca penunjukan suhu bejana ukur (TB); 15) Lakukan pengujian sebagaimana langkah 8) s.d. langkah 14) sebanyak 3 (tiga) kali pada laju alir yang sama; 16) Ketidaktetapan (repeatability) se lisih terbesar antara dua pengujian yang berurutan tidak boleh melebihi BKD; 17) Rata-rata hasil pengujian yang dilakukan pada langkah 15) adalah kesalahan Sistem Pengukuran Meter Arus Volumetrik, Meter Arus Turbin atau Meter Arus Massa pada laju alir tersebut; 18) Lakukan pengujian sebagaimana langkah 8) s.d. langkah 15), pada laju alir tersebut; 19) Lakukan pengujian sebagaimana langkah 8) s.d. langkah 15), pada laju alir yang lain; dan 20) Pengujian minimal dilakukan pada laju alir minimum, transisi, operasional dan maksimum. 27

BAB I PENDAHULUAN Maksud Dan Tujuan 1. Maksud Untuk mewujudkan keseragaman dalam pelaksanaan kegiatan tera dan tera ulang meter air.

BAB I PENDAHULUAN Maksud Dan Tujuan 1. Maksud Untuk mewujudkan keseragaman dalam pelaksanaan kegiatan tera dan tera ulang meter air. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya

Lebih terperinci

METER GAS ROTARY PISTON DAN TURBIN

METER GAS ROTARY PISTON DAN TURBIN METER GAS ROTARY PISTON DAN TURBIN JENIS METER GAS INDUSTRI Meter gas industri yang umum digunakan dalam transaksi perdagangan adalah : Positif Displacement ( yang banyak digunakan adalah tipe rotary piston

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DTREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR fi/my/kr'e/t/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS POMPA UKUR BAHAN BAKAR GAS

KEPUTUSAN DTREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR fi/my/kr'e/t/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS POMPA UKUR BAHAN BAKAR GAS DEPARTE]U EN TIEPUBLII( AF PERDAGANGAN IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan N4.l Ridwan Rals No 5 Jakarta 10110 Ter. 0213440408, fil. 021-3858185 KEPUTUSAN DTREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

BAB V METER GAS ROTARY PISTON DAN TURBIN

BAB V METER GAS ROTARY PISTON DAN TURBIN BAB V METER GA ROTARY PITON DAN TURBIN Indikator Keberhasilan : Peserta diharapkan mampu menjelaskan konstruksi dan prinsip kerja meter gas rotary piston dan turbin. Peserta diharapkan mampu menjelaskan

Lebih terperinci

BEJANA UKUR. Tergolong alat ukur metrologi legal yang wajib ditera dan ditera ulang (Permendag No. 8 Tahun 2010);

BEJANA UKUR. Tergolong alat ukur metrologi legal yang wajib ditera dan ditera ulang (Permendag No. 8 Tahun 2010); Eka Riyanto Tanggo BEJANA UKUR Tergolong alat ukur metrologi legal yang wajib ditera dan ditera ulang (Permendag No. 8 Tahun 010); Bejana ukur wajib memiliki Ijin Tanda Pabrik atau Ijin Tipe; Tidak ada

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI

DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI DEPARTEMEN PERDAGANGAN. REPUBLIK IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jaan l\,4.1 Ridwan Rais No.5 Jakarta 10110 Tel. 021-3440408, fa. 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR ta /PDy{ llkvp h /2o1o TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS ROTA RY PISTON DAN TURBIN

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR ta /PDy{ llkvp h /2o1o TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS ROTA RY PISTON DAN TURBIN DEPARTEInEN PERDAGANGAN FEPUBLIK IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jdtr l\.4.1 Ridwan Ras No.5 Jakarla 10110 Iel. 02.1-3440408, fd. 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMoR eglpwlrepll lzoto TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS DIAFRAGMA

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMoR eglpwlrepll lzoto TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS DIAFRAGMA ? 4l/fi z vtln DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA > DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan M.l Ridwan Rais No.5 Jakarta 10110 Tel. 02'1-3440408. fa 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya

Lebih terperinci

lft\n KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMOR 26 lpd\t /KEp lt /zo1o TENTANG SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR WAGON

lft\n KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMOR 26 lpd\t /KEp lt /zo1o TENTANG SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR WAGON '41'//7',7/t.. t lft\n _ -.,tlf - DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jl. M.l. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110 rel. 021-2352A520(Langsung) Tel. 021-3858171

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya

Lebih terperinci

BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN

BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN 3.1 PERANCANGAN ALAT PENGUJIAN Desain yang digunakan pada penelitian ini berupa alat sederhana. Alat yang di desain untuk mensirkulasikan fluida dari tanki penampungan

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 08/M-DAG/PER/3/2010 TENTANG ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG, DAN PERLENGKAPANNYA (UTTP) YANG WAJIB DITERA DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Pengukuran kualitas dan kuantitas cairan Bahan Bakar Minyak atau sering disebut dengan BBM merupakan kegiatan yang sangat penting dalam hal serah terima perdagangan (custody

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang etrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya ketertiban

Lebih terperinci

a,\s :"'2, arnn 'rf F KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR 57 M{ /xep/1/201o TENTANG SYARAT TEKNIS METER ARUS VOLUMETRIK

a,\s :'2, arnn 'rf F KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR 57 M{ /xep/1/201o TENTANG SYARAT TEKNIS METER ARUS VOLUMETRIK :"'2, a,\s t arnn 'rf F DEPAI TEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREI$ORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan N4 Rdwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Te 021-3440408 Ia 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 639/MPP/Kep/10/2004 TENTANG KETENTUAN DAN SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR MOBIL

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 639/MPP/Kep/10/2004 TENTANG KETENTUAN DAN SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR MOBIL 33 KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 639/MPP/Kep/10/2004 TENTANG KETENTUAN DAN SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR MOBIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI PELAYANAN TERA/TERA ULANG JENIS TERA

STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI PELAYANAN TERA/TERA ULANG JENIS TERA LAMPIRAN II PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2011 TANGGAL 6 DESEMBER 2011 STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI PELAYANAN / ULANG JENIS ULANG A. Jasa tera, tera ulang,

Lebih terperinci

,/r4f. filt\\s. KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR zl lwwftnp/r/2o10 TENTANG SYARAT TEKNIS METER TAKSI

,/r4f. filt\\s. KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR zl lwwftnp/r/2o10 TENTANG SYARAT TEKNIS METER TAKSI -t" // ==F,/r4F. 7Zt \- filt\\s. DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA Jl. M.l. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Tel. o21-23528520(langsung) Tel. 021-3858171

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR tg /PDN n<ep/5/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS MANOMETER

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR tg /PDN n<ep/5/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS MANOMETER DEPARTEMEN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan Ny'.l Ridwan Rals No.5 Jakarta 10110 Tel. 021-3440408, fa. 021'3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

ctarif BIAYA TERA Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1983 Tanggal 11 Juli 1983 Presiden Republik Indonesia,

ctarif BIAYA TERA Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1983 Tanggal 11 Juli 1983 Presiden Republik Indonesia, ctarif BIAYA TERA Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1983 Tanggal 11 Juli 1983 Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa susunan tarif uang tera yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS. Sebelum melakukan pengujian pada sistem Bottle Filler secara keseluruhan, dilakukan beberapa tahapan antara lain :

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS. Sebelum melakukan pengujian pada sistem Bottle Filler secara keseluruhan, dilakukan beberapa tahapan antara lain : BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS Bab ini akan membahas mengenai pengujian dan analisis pada alat Bottle Filter yang berbasis mikrokontroler. Tujuan dari pengujian adalah untuk mengetahui apakah alat yang

Lebih terperinci

Sistem Hidrolik. Trainer Agri Group Tier-2

Sistem Hidrolik. Trainer Agri Group Tier-2 Sistem Hidrolik No HP : 082183802878 Tujuan Training Peserta dapat : Mengerti komponen utama dari sistem hidrolik Menguji system hidrolik Melakukan perawatan pada sistem hidrolik Hidrolik hydro = air &

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN TERA/TERA ULANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN TERA/TERA ULANG WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN TERA/TERA ULANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

TARIF RETRIBUSI TERA, TERA ULANG ALAT ALAT UTTP, KALIBRASI ALAT UKUR SERTA PENGUJIAN BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS

TARIF RETRIBUSI TERA, TERA ULANG ALAT ALAT UTTP, KALIBRASI ALAT UKUR SERTA PENGUJIAN BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS LAMPIRAN V PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN RETRIBUSI DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH RETRIBUSI, ULANG ALAT ALAT UTTP, KALIBRASI ALAT UKUR SERTA PENGUJIAN BARANG DALAM KEADAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 2 TAHUN 2009

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 2 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI TERA/TERA ULANG DAN KALIBRASI ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 2 TAHUN 2016

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 2 TAHUN 2016 PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN STRUKTUR DAN BESARAN TARIF RETRIBUSI TERA/TERA ULANG DALAM LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 1 TAHUN 2016

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 1 TAHUN 2016 BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN TARIF RETRIBUSI DAERAH PADA PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR BANTEN

PERATURAN GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KEGIATAN PELAYANAN BALAI PENGELOLA LABORATORIUM METROLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang :

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR l5lw$ lkep/3/2010 TENTANG SYARA TEKNIS METER PROVER

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR l5lw$ lkep/3/2010 TENTANG SYARA TEKNIS METER PROVER DEPARTE U EN PEHDAGANGAN REPUBLII( IND()NESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan M I Ridwan Rais No 5 Jakarta 101 10 Te. 021-3440408 la 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

BAB IV PERAWATAN KOMPRESOR SENTRAL DI PT.PLN APP DURIKOSAMBI

BAB IV PERAWATAN KOMPRESOR SENTRAL DI PT.PLN APP DURIKOSAMBI BAB IV PERAWATAN KOMPRESOR SENTRAL DI PT.PLN APP DURIKOSAMBI 4.1 In Service / Visual Inspection 4.1.1 Pengertian Merupakan kegiatan inspeksi atau pengecekan yang dilakukan dengan menggunakan 5 sense (panca

Lebih terperinci

Penggunaan sistem Pneumatik antara lain sebagai berikut :

Penggunaan sistem Pneumatik antara lain sebagai berikut : SISTEM PNEUMATIK SISTEM PNEUMATIK Pneumatik berasal dari bahasa Yunani yang berarti udara atau angin. Semua sistem yang menggunakan tenaga yang disimpan dalam bentuk udara yang dimampatkan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Modul Praktikum Penentuan Karakterisasi Rangkaian Pompa BAB II LANDASAN TEORI

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Modul Praktikum Penentuan Karakterisasi Rangkaian Pompa BAB II LANDASAN TEORI 3 BAB II LANDASAN TEORI II.1. Tinjauan Pustaka II.1.1.Fluida Fluida dipergunakan untuk menyebut zat yang mudah berubah bentuk tergantung pada wadah yang ditempati. Termasuk di dalam definisi ini adalah

Lebih terperinci

BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA

BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA Untuk mendapatkan koefisien gesek dari saluran pipa berpenampang persegi, nilai penurunan tekanan (pressure loss), kekasaran pipa dan beberapa variabel

Lebih terperinci

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 74/M-DAG/PER/ 12/2012 TENTANG ALAT-ALAT

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. berdasarkan prosedur yang telah di rencanakan sebelumnya. Dalam pengambilan data

III. METODOLOGI PENELITIAN. berdasarkan prosedur yang telah di rencanakan sebelumnya. Dalam pengambilan data 26 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Instalasi Pengujian Pengujian dengan memanfaatkan penurunan temperatur sisa gas buang pada knalpot di motor bakar dengan pendinginan luar menggunakan beberapa alat dan

Lebih terperinci

V4tN. z^{/a'2- tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan

V4tN. z^{/a'2- tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan z^{/a'2- > =< V4tN KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL STANDARDISASI DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN Jl. M.l. Ridwan Rais No. 5 Gedung I Lt.6 Jakarta 101 10 Telp. 021-3840986 Fax.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan 1 2 3 4 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan

Lebih terperinci

PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 1983 TENTANG TARIF BIAYA TERA Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1986 Tanggal 22 Maret 1986

PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 1983 TENTANG TARIF BIAYA TERA Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1986 Tanggal 22 Maret 1986 PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 1983 TENTANG TARIF BIAYA TERA Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1986 Tanggal 22 Maret 1986 Menimbang : Presiden Republik Indonesia, a. bahwa dengan semakin

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 635/MPP/Kep/10/2004 TENTANG TANDA TERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 635/MPP/Kep/10/2004 TENTANG TANDA TERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 33 KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 635/MPP/Kep/10/2004 TENTANG TANDA TERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

MENGGUNAKAN LPG - SECARA AMAN

MENGGUNAKAN LPG - SECARA AMAN MENGGUNAKAN LPG - SECARA AMAN APAKAH ELPIJI ITU ELPIJI adalah merek dagang dari produk Liquefied Petroleum Gas (LPG) PERTAMINA, merupakan gas hasil produksi dari kilang minyak (Kilang BBM) dan Kilang gas,

Lebih terperinci

WALIKOTA LUBUKLINGGAU PROVINSI SUMATERA SELATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA LUBUKLINGGAU PROVINSI SUMATERA SELATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG - SALINAN WALIKOTA LUBUKLINGGAU PROVINSI SUMATERA SELATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI

Lebih terperinci

Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor : 4g/pD$/kap /t/zo1o

Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor : 4g/pD$/kap /t/zo1o > "'l/2 -_!- fi/\\$ -'"4 l. DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI '101 Jl. M.l, Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10 fel. 021-23528520(Langsung) Tel. 021-385817'l

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1150, 2012 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Metrologi Legal. UTTP. Tanda Tera. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69/M-DAG/PER/10/2012 TENTANG TANDA TERA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. turbulen, laminar, nyata, ideal, mampu balik, tak mampu balik, seragam, tak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. turbulen, laminar, nyata, ideal, mampu balik, tak mampu balik, seragam, tak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aliran Aliran dapat diklasifikasikan (digolongkan) dalam banyak jenis seperti: turbulen, laminar, nyata, ideal, mampu balik, tak mampu balik, seragam, tak seragam, rotasional,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Alat ukur level adalah alat-alat instrumentasi yang dipergunakan untuk. 1. Mencegah kerusakan dan kerugian akibat air terbuang

BAB II DASAR TEORI. Alat ukur level adalah alat-alat instrumentasi yang dipergunakan untuk. 1. Mencegah kerusakan dan kerugian akibat air terbuang BAB II DASAR TEORI II. 1 Pengertian Alat Ukur Level Alat ukur level adalah alat-alat instrumentasi yang dipergunakan untuk mengukur dan menunjukkan tinggi permukaan air. Dimana alat ukur ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. bahan dan alat uji yang digunakan untuk pengumpulan data, pengujian, diagram

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. bahan dan alat uji yang digunakan untuk pengumpulan data, pengujian, diagram BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Deskripsi Penelitian Metode penelitian menjelaskan tentang tempat dan waktu pelaksanaan, bahan dan alat uji yang digunakan untuk pengumpulan data, pengujian, diagram

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PENGUJIAN

BAB III SISTEM PENGUJIAN BAB III SISTEM PENGUJIAN 3.1 KONDISI BATAS (BOUNDARY CONDITION) Sebelum memulai penelitian, terlebih dahulu ditentukan kondisi batas yang akan digunakan. Diasumsikan kondisi smoke yang mengalir pada gradien

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Studi Pustaka. Persiapan Dan Pengesetan Mesin. Kondisi Baik. Persiapan Pengujian. Pemasangan Alat Ukur

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Studi Pustaka. Persiapan Dan Pengesetan Mesin. Kondisi Baik. Persiapan Pengujian. Pemasangan Alat Ukur BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Metodologi Penelitian Didalam melakukan pengujian diperlukan beberapa tahapan agar dapat berjalan lancar, sistematis dan sesuai dengan prosedur dan literatur

Lebih terperinci

TARIF RETRIBUSI TERA, TERA ULANG ALAT ALAT UTTP, KALIBRASI ALAT UKUR SERTA PENGUJIAN BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS

TARIF RETRIBUSI TERA, TERA ULANG ALAT ALAT UTTP, KALIBRASI ALAT UKUR SERTA PENGUJIAN BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS LAMPIRAN VIII LAMPIRAN VIII PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA NOMOR NOMOR TANGGAL TANGGAL RETRIBUSI, ULANG ALAT ALAT UTTP, KALIBRASI ALAT UKUR SERTA PENGUJIAN BARANG DALAM KEADAAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Fenomena Dasar Mesin (FDM) Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 3.2.Alat penelitian

Lebih terperinci

VI : PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI NOMOR 4 TAHUN 2012 TANGGAL 23 JULI 2012

VI : PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI NOMOR 4 TAHUN 2012 TANGGAL 23 JULI 2012 STRUKTUR DAN BESARAN TARIF RETRIBUSI PELAYANAN TERA/TERA ULANG No Uraian LAMPIRAN VI : PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI NOMOR 4 TAHUN 2012 TANGGAL 23 JULI 2012 Tarif Tera Tarif Tera Ulang ( Rp )

Lebih terperinci

BAB II PENGUKURAN ALIRAN. Pengukuran adalah proses menetapkan standar untuk setiap besaran yang

BAB II PENGUKURAN ALIRAN. Pengukuran adalah proses menetapkan standar untuk setiap besaran yang BAB II PENGUKURAN ALIRAN II.1. PENGERTIAN PENGUKURAN Pengukuran adalah proses menetapkan standar untuk setiap besaran yang tidak terdefinisi. Standar tersebut dapat berupa barang yang nyata, dengan syarat

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 12: Penentuan total partikel secara isokinetik

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 12: Penentuan total partikel secara isokinetik Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 12: Penentuan total partikel secara isokinetik ICS 13.040.40 Badan Standardisasi Nasional 1 SNI 19-7117.12-2005 Daftar isi Daftar

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI PELAYANAN TERA/TERA ULANG

STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI PELAYANAN TERA/TERA ULANG LAMPIRAN IX PERATURAN DAERAH KOTA BINJAI NOMOR : 4 TAHUN 2011 TANGGAL : 20 JANUARI 2011 TENTANG : RETRIBUSI JASA UMUM STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI PELAYANAN TERA/TERA ULANG TERA TERA ULANG PENGUJIAN/

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian saat ini sangat tergantung pada pengukuran dan pengujian yang handal, terpercaya, dan diakui secara internasional. Jadi secara langsung maupun tidak langsung

Lebih terperinci

Pengujian/ No Jenis Retribusi Satuan Pengesahan/ Pembatalan. buah 18, buah 3, d. Tongkat duga

Pengujian/ No Jenis Retribusi Satuan Pengesahan/ Pembatalan. buah 18, buah 3, d. Tongkat duga LAMPIRAN PERATURAN DAERA NOMOR TANGGAL STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI TERA / TERA ULANG TERA Pengujian/ No Jenis Retribusi Satuan Pengesahan/ Pembatalan Tarif (Rp) Penjustiran Tarif (Rp) 1 2 3 4

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dapat dilakukan berdasarkan persamaan kontinuitas yang mana prinsif dasarnya

BAB II LANDASAN TEORI. dapat dilakukan berdasarkan persamaan kontinuitas yang mana prinsif dasarnya BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengukuran Laju Aliran Fluida dapat dilakukan berdasarkan persamaan kontinuitas yang mana prinsif dasarnya berasal dari hukum kekekalan massa seperti yang terlihat pada Gambar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tidak terdefinisi. Standar tersebut dapat berupa barang yang nyata, dengan syarat

BAB II LANDASAN TEORI. tidak terdefinisi. Standar tersebut dapat berupa barang yang nyata, dengan syarat BAB II LANDASAN TEORI II. 1. Teori Pengukuran II.1.1. Pengertian Pengukuran Pengukuran adalah proses menetapkan standar untuk setiap besaran yang tidak terdefinisi. Standar tersebut dapat berupa barang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II PENDAHULUAN BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motor Bakar Bensin Motor bakar bensin adalah mesin untuk membangkitkan tenaga. Motor bakar bensin berfungsi untuk mengubah energi kimia yang diperoleh dari

Lebih terperinci

TARIF RETRIBUSI TERA ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA (UTTP)

TARIF RETRIBUSI TERA ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA (UTTP) LAMPIRAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR : 7 TAHUN 2009 TANGGAL : 26 AGUSTUS 2009 TARIF RETRIBUSI TERA ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA (UTTP) TERA A Biaya Peneraan

Lebih terperinci

BAB II. LANDASAN TEORI

BAB II. LANDASAN TEORI BAB II. LANDASAN TEORI 2.1. Mengenal Motor Diesel Motor diesel merupakan salah satu tipe dari motor bakar, sedangkan tipe yang lainnya adalah motor bensin. Secara sederhana prinsip pembakaran pada motor

Lebih terperinci

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per 04/MEN/1980 Tentang Syarat Syarat Pemasangan dan Pemeliharan Alat Pemadam Api Ringan

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per 04/MEN/1980 Tentang Syarat Syarat Pemasangan dan Pemeliharan Alat Pemadam Api Ringan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per 04/MEN/1980 Tentang Syarat Syarat Pemasangan dan Pemeliharan Alat Pemadam Api Ringan MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. No : PER.04/MEN/1980 TENTANG SYARAT-SYARAT PEMASANGAN DAN PEMELIHARAN ALAT PEMADAM API RINGAN.

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. No : PER.04/MEN/1980 TENTANG SYARAT-SYARAT PEMASANGAN DAN PEMELIHARAN ALAT PEMADAM API RINGAN. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI No : TENTANG SYARAT-SYARAT PEMASANGAN DAN PEMELIHARAN ALAT PEMADAM API RINGAN. MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI: Menimbang : Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR 36 TAHUN 2016 TENTANG TARIF RETRIBUSI PELAYANAN TERA/ TERA ULANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB II PRINSIP-PRINSIP DASAR HIDRAULIK

BAB II PRINSIP-PRINSIP DASAR HIDRAULIK BAB II PRINSIP-PRINSIP DASAR HIDRAULIK Dalam ilmu hidraulik berlaku hukum-hukum dalam hidrostatik dan hidrodinamik, termasuk untuk sistem hidraulik. Dimana untuk kendaraan forklift ini hidraulik berperan

Lebih terperinci

BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA

BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA Untuk mendapatkan koefisien gesek pada saluran pipa berpenampang persegi, nilai penurunan tekanan (pressure loss), kekasaran pipa dan beberapa variabel

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN TARIF RETRIBUSI PELAYANAN TERA/TERA ULANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

Lebih terperinci

PERAWATAN DAN PERBAIKAN AC MOBIL

PERAWATAN DAN PERBAIKAN AC MOBIL M O D U L PERAWATAN DAN PERBAIKAN AC MOBIL Oleh: Drs. Ricky Gunawan, MT. Ega T. Berman, S.Pd., M.Eng. BIDANG KEAHLIAN TEKNIK REFRIGERASI DAN TATA UDARA JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN FAKULTAS PENDIDIKAN

Lebih terperinci

TENTANG SYARAT TEKNIS METER KADAR AIR

TENTANG SYARAT TEKNIS METER KADAR AIR DEPAI TEMEN REPUBLII( vl {1t F > IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan Ny'.l Ridwan Rais No.5 Jakarta 10110 Tel. 021-3440408, fil. 02'1-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI PELAYANAN TERA/TERA ULANG

STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI PELAYANAN TERA/TERA ULANG LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI PELAYANAN TERA/TERA ULANG PENGUJIAN No URAIAN SATUAN PENGESAHAN PENJUSTIRAN

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI ALAT UJI DAN PROSEDUR PENGUJIAN

BAB III DESKRIPSI ALAT UJI DAN PROSEDUR PENGUJIAN BAB III DESKRIPSI ALAT UJI DAN PROSEDUR PENGUJIAN 3.1. Rancangan Alat Uji Pada penelitian ini alat uji dirancang sendiri berdasarkan dasar teori dan pengalaman dari penulis. Alat uji ini dirancang sebagai

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alir metodologi pengujian

Gambar 3.1 Diagram alir metodologi pengujian BAB III METODOLOGI PENGUJIAN 3.1 Diagram Alir Metodologi Pengujian MULAI STUDI PUSTAKA PERSIAPAN MESIN UJI PEMERIKSAAN DAN PENGESETAN MESIN KONDISI MESIN VALIDASI ALAT UKUR PERSIAPAN PENGUJIAN PEMASANGAN

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Plastik LDPE ukuran 5x5 cm

Gambar 3.1. Plastik LDPE ukuran 5x5 cm BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.1.1 Waktu Penelitian Penelitian pirolisis dilakukan pada bulan Juli 2017. 3.1.2 Tempat Penelitian Pengujian pirolisis, viskositas, densitas,

Lebih terperinci

Lampiran A : Perangkat Percobaan Kontaktor Gas Cair

Lampiran A : Perangkat Percobaan Kontaktor Gas Cair Lampiran A : Perangkat Percobaan Kontaktor Gas Cair A.1 Deskripsi Perangkat Percobaan Perangkat percobaan Kontaktor Gas Cair ini diarahkan untuk pelaksanaan percobaaan yang melibatkan kontak udara-air

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara

2 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1565, 2014 KEMENDAG. Alat Ukur. Takar. Timbang. Perlengkapan. Tera dan Tera Ulang. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/M-DAG/PER/10/2014 TENTANG

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMBAHASAN

BAB V ANALISA PEMBAHASAN BAB V ANALISA PEMBAHASAN Proses pengontrolan peralatan ukur dan pantau (Control of Monitoring and Measuring Device Elemen ISO7.6 ISO 9001 2008) di PT Torabika Eka Semesta dilakukan dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

TROUBLE SHOOTING SISTEM INJEKSI MESIN DIESEL MITSUBISHI L300 DAN CARA MENGATASINYA

TROUBLE SHOOTING SISTEM INJEKSI MESIN DIESEL MITSUBISHI L300 DAN CARA MENGATASINYA TROUBLE SHOOTING SISTEM INJEKSI MESIN DIESEL MITSUBISHI L300 DAN CARA MENGATASINYA Suprihadi Agus Program Studi D III Teknik Mesin Politeknik Harapan Bersama Jln. Mataram No. 09 Tegal Telp/Fax (0283) 352000

Lebih terperinci

BAB V Pengujian dan Analisis Mesin Turbojet Olympus

BAB V Pengujian dan Analisis Mesin Turbojet Olympus BAB V Pengujian dan Analisis Mesin Turbojet Olympus Pada bab ini akan dibahas mengenai pengujian serta analisis hasil pengujian yang dilakukan. Validasi dilakukan dengan membandingkan hasil pengujian terhadap

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. langkah 110 cc, dengan merk Yamaha Jupiter Z. Adapun spesifikasi mesin uji

METODOLOGI PENELITIAN. langkah 110 cc, dengan merk Yamaha Jupiter Z. Adapun spesifikasi mesin uji 4 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Alat dan Bahan Pengujian. Spesifikasi motor bensin 4-langkah 0 cc Dalam penelitian ini, mesin uji yang digunakan adalah motor bensin 4- langkah 0 cc, dengan merk Yamaha

Lebih terperinci

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor. 7 Gambar Sistem kalibrasi dengan satu sensor. Besarnya debit aliran diukur dengan menggunakan wadah ukur. Wadah ukur tersebut di tempatkan pada tempat keluarnya aliran yang kemudian diukur volumenya terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan untuk mengetahui fenomena yang terjadi pada mesin Otto dengan penggunaan bahan bakar yang ditambahkan aditif dengan variasi komposisi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 4 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Alat dan Bahan Penelitian. Alat penelitian a. Sepeda motor. Dalam penelitian ini, mesin yang digunakan untuk pengujian adalah motor bensin 4-langkah 0 cc. Adapun spesifikasi

Lebih terperinci

SESSION 12 POWER PLANT OPERATION

SESSION 12 POWER PLANT OPERATION SESSION 12 POWER PLANT OPERATION OUTLINE 1. Perencanaan Operasi Pembangkit 2. Manajemen Operasi Pembangkit 3. Tanggung Jawab Operator 4. Proses Operasi Pembangkit 1. PERENCANAAN OPERASI PEMBANGKIT Perkiraan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah :

BAB III METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah : BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat 3.1.1. Bahan Penelitian Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah : Air 3.1.2. Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat

Lebih terperinci

PerMen 04-1980 Ttg Syarat2 APAR

PerMen 04-1980 Ttg Syarat2 APAR PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI No : PER.04/MEN/1980 TENTANG SYARAT-SYARAT PEMASANGAN DAN PEMELIHARAN ALAT PEMADAM API RINGAN. MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI: PerMen 04-1980 Ttg

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pirolisator merupakan sarana pengolah limbah plastik menjadi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pirolisator merupakan sarana pengolah limbah plastik menjadi BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Perencanaan Alat Alat pirolisator merupakan sarana pengolah limbah plastik menjadi bahan bakar minyak sebagai pengganti minyak bumi. Pada dasarnya sebelum melakukan penelitian

Lebih terperinci

2012, No.661.

2012, No.661. 25 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 39 TAHUN 2012 TENTANG PENGGUNAAN BAHAN BAKAR GAS JENIS COMPRESSED NATURAL GAS (CNG) PADA KENDARAAN BERMOTOR Contoh 1 GAMBAR INSTALASI

Lebih terperinci

Cara uji berat isi, volume produksi campuran dan kadar udara beton

Cara uji berat isi, volume produksi campuran dan kadar udara beton Standar Nasional Indonesia Cara uji berat isi, volume produksi campuran dan kadar udara beton ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang

Lebih terperinci

Cara uji penetrasi aspal

Cara uji penetrasi aspal SNI 2432:2011 Standar Nasional Indonesia Cara uji penetrasi aspal ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun.

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN PEMANAS AIR (WATER HEATER) DOMO Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. Bacalah buku petunjuk pengoperasian

Lebih terperinci

PENGANTAR SISTEM PENGUKURAN

PENGANTAR SISTEM PENGUKURAN PENGANTAR SISTEM PENGUKURAN Teknik pengukuran telah berperan penting sejak awal peradaban manusia, ketika pertama kali digunakan untuk mengatur transfer barang dalam perdagangan barter agar terjadi pertukaran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA 3.1 Metode Pengujian 3.1.1 Pengujian Dual Fuel Proses pembakaran di dalam ruang silinder pada motor diesel menggunakan sistem injeksi langsung.

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Skema alat uji Head Loss Mayor

Gambar 3.1 Skema alat uji Head Loss Mayor BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Skema Alat uji Data yang diambil berasal dari pipa PVC ½" dengan panjang 1 meter yang dialiri aliran fluida dengan debit aliran tertentu sehingga menghasilkan pola aliran

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 1983 TENTANG TARIF BIAYA TERA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 1983 TENTANG TARIF BIAYA TERA Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1986 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 1983 TENTANG TARIF BIAYA TERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa dengan

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1533, 2016 KEMENDAG. Tanda Sah. Tahun 2017. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 70/M-DAG/PER/10/2016 TENTANG TANDA SAH TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB 12 INSTRUMEN DAN SISTEM PERINGATAN

BAB 12 INSTRUMEN DAN SISTEM PERINGATAN BAB 12 INSTRUMEN DAN SISTEM PERINGATAN 12.1. Pendahuluan Bab ini berisi sistem kelistrikan bodi yang berhubungan dengan suatu pengukur bagi pengemudi yang sebagian atau keseluruhannya berada pada panel

Lebih terperinci