BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan"

Transkripsi

1 1

2 2

3 3

4 4

5 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pemakaian satuan ukuran, standar satuan, metode pengukuran, dan Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP). Dalam ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal, mengamanatkan pengaturan UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang, dibebaskan dari tera atau tera ulang, atau dari kedua-duanya, serta syarat-syarat yang harus dipenuhi. Dalam melaksanakan amanat tersebut di atas, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1985 tentang Wajib dan Pembebasan Untuk Ditera dan/atau Ditera Ulang Serta Syarat-syarat Bagi Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya. Adapun UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang adalah UTTP yang dipakai untuk keperluan menentukan hasil pengukuran, penakaran, atau penimbangan untuk kepentingan umum, usaha, menyerahkan atau menerima barang, menentukan pungutan atau upah, menentukan produk akhir dalam perusahaan, dan melaksanakan peraturan perundang-undangan. Untuk menjamin kebenaran hasil pengukuran dimaksud dan dalam upaya menciptakan kepastian hukum, maka terhadap setiap UTTP wajib dilakukan tera dan tera ulang yang berpedoman pada syarat teknis UTTP. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu disusun Syarat Teknis UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang yang merupakan pedoman bagi petugas dalam melaksanakan kegiatan tera dan tera ulang serta pengawasan UTTP Maksud dan Tujuan 1. Maksud Untuk mewujudkan keseragaman dalam pelaksanaan kegiatan tera dan tera ulang Timbangan Bukan Otomatis. 2. Tujuan Tersedianya pedoman bagi petugas dalam melaksanakan kegiatan tera dan tera ulang serta pengawasan Timbangan Bukan Otomatis. 5

6 1.3. Pengertian Dalam syarat teknis ini yang dimaksud dengan: 1. Timbangan adalah alat ukur yang dipergunakan untuk menentukan massa suatu benda dengan memanfaatkan gravitasi yang bekerja pada benda tersebut. 2. Timbangan Bukan Otomatis adalah timbangan yang dalam proses penimbangannya dilakukan oleh operator secara langsung (misal: menaruh atau menurunkan muatan yang ditimbang dari dan/atau ke penerima muatan dan untuk mendapatkan hasilnya). 3. Timbangan berskala adalah timbangan yang memberikan penunjukan langsung hasil penimbangannya, baik secara keseluruhan maupun sebagian. 4. Timbangan tidak berskala adalah timbangan yang tidak dilengkapi angka skala, dalam satuan massa. 5. Timbangan dengan penunjukan otomatis adalah timbangan yang penunjukan kedudukan kesetimbangannya diperoleh secara langsung tanpa bantuan operator. 6. Timbangan dengan penunjukan semi otomatis adalah timbangan yang sebagian rentang ukurnya menggunakan penunjukan otomatis dan sebagian lainnya menunjukkan penunjukan bukan otomatis. 7. Timbangan dengan penunjukan bukan otomatis adalah timbangan yang penunjukan kedudukan kesetimbangannya sepenuhnya diperoleh dengan bantuan operator. 8. Timbangan elektronik adalah timbangan yang dilengkapi dengan peralatan elektronik. 9. Timbangan mekanik adalah timbangan yang berskala kontinyu atau yang tidak berskala yang seluruh komponennya tersusun dan bekerja secara mekanik. 10. Penunjukan utama adalah penunjukan sinyal dan simbol yang memenuhi ketentuan ini. 11. Penunjukan sekunder adalah yang bukan penunjukan utama. 12. Penerima muatan/lantai muatan adalah bagian dari timbangan yang dimaksudkan untuk menerima muatan. 13. Penerus muatan/tuas penghubung adalah bagian dari timbangan yang meneruskan gaya yang diakibatkan oleh muatan ke pengukur muatan. 14. Pengukur muatan adalah bagian timbangan yang mengukur massa muatan dengan suatu alat kesetimbangan sebagai penyeimbang gaya yang datang dari penerus muatan, dengan alat penunjuk atau pencetak. 15. Penunjuk muatan adalah bagian pengukur muatan yang menunjukkan besarnya nilai muatan. 6

7 16. Penunjuk kesetimbangan adalah bagian pengukur muatan untuk menunjukan kesetimbangan. 17. Indikator adalah perangkat elektronik pada timbangan yang dapat melakukan konversi sinyal output analog ke digital dari load cell, dan selanjutnya memproses data, dan menampilkan hasil penimbangan dalam satuan massa. 18. Tanda skala adalah suatu garis atau tanda lain pada penunjuk muatan sesuai dengan nilai massa tertentu. 19. Dasar skala adalah suatu garis khayal yang melalui tengah-tengah semua skala terpendek. 20. Penunjuk tambahan terdiri dari: a. alat penunggang adalah penyeimbang dari massa yang kecil yang dapat ditempatkan dan dipindahkan baik pada batang berskala yang bersatu dengan gandar atau pada gandarnya sendiri; b. pelengkap alat penunjuk adalah penunjuk yang dapat disetel yang memungkinkan untuk memperkirakan (dalam satuan massa) nilai muatan sesuai dengan jarak antara tanda skala dengan penunjuk muatan; dan 21. Penunjukan yang diperluas adalah penunjukan yang sewaktuwaktu (untuk sementara) mengubah interval skala terkecil (d) dengan nilai yang lebih kecil dari pada interval skala verifikasi (e) secara manual. 22. Pendatar adalah bagian dari timbangan untuk mendatarkan timbangan menurut kedudukan yang sebenarnya. 23. Alat penyetel nol adalah bagian pengukur muatan untuk menyetel penunjukan nol pada timbangan yang tidak bermuatan. 24. Alat penyetel nol bukan otomatis adalah alat penyetel nol yang bekerjanya dilakukan oleh operator. 25. Alat penyetel nol semi otomatis adalah alat penyetel nol yang bekerjanya secara otomatis berdasarkan perintah manual. 26. Alat penyetel nol otomatis adalah penyetel nol yang bekerjanya secara otomatis tanpa dilakukan oleh operator. 27. Alat penyetel nol awal adalah alat penyetel nol otomatis pada saat timbangan dihidupkan dan sebelum digunakan. 28. Perangkap nol adalah alat untuk mempertahankan penunjukan nol pada batas tertentu secara otomatis. 29. Tara adalah bagian pengukur muatan yang berfungsi untuk membuat penunjukan menjadi nol dalam keadaan timbangan bermuatan, baik yang tidak mengubah kapasitas maupun yang mengubah kapasitas. 30. Alat pengunci adalah alat untuk menghentikan berfungsinya sistem timbangan baik sebagian maupun secara keseluruhan. 7

8 31. Alat penstabil muatan adalah alat untuk menstabilkan penunjukan selama penimbangan. 32. Kapasitas maksimum (Max) adalah kekuatan nominal timbangan tanpa memperhitungkan tara penyetimbangnya. 33. Kapasitas minimum (Min) adalah nilai muatan yang bila menimbang dibawah nilai muatan itu cenderung menimbulkan kesalahan relatif yang besar. 34. Rentang ukur penimbangan adalah rentang ukur antara kapasitas minimum dan maksimum. 35. Perluasan interval penunjukan otomatis adalah nilai yang memungkinkan memperbesar rentang ukur penunjukan otomatis yang masih berada dalam rentang ukur penimbangan. 36. Jarak skala pada timbangan dengan penunjukan analog adalah jarak antara setiap dua tanda skala yang berurutan yang diukur sepanjang dasar skala. 37. Interval skala terkecil (d) adalah nilai dinyatakan dalam satuan massa: a. untuk penunjukan analog, yaitu perbedaan antara dua nilai dari dua tanda skala yang berurutan; dan b. untuk penunjukan digital, yaitu perbedaan antara dua nilai yang ditunjuk berurutan. 38. Interval skala verifikasi (e) adalah nilai yang dinyatakan dalam satuan massa, digunakan untuk pengklasifikasian timbangan dan pengujian timbangan. 39. Nilai skala yang memiliki angka adalah nilai perbedaan antara dua skala yang memiliki angka yang berurutan. 40. Jumlah interval skala verifikasi (n) adalah perbandingan kapasitas maksimum dengan interval skala verifikasinya. 41. Timbangan interval tunggal adalah timbangan yang daerah penimbangannya mempunyai interval skala verifikasi yang sama. 42. Timbangan dengan multi interval adalah timbangan yang mempunyai satu rentang ukur penimbangannya dibagi menjadi beberapa bagian rentang ukur penimbangan yang masing-masing mempunyai interval skala verifikasi yang berbeda. Rentang ukur penimbangannya berubah secara otomatis sesuai dengan muatan yang digunakan. 43. Timbangan multi rentang ukur adalah timbangan yang mempunyai dua atau lebih rentang ukur dengan kapasitas maksimum yang berbeda dan interval skala verifikasi yang berbeda untuk satu penerima muatan yang sama serta masingmasing rentang ukur mulai dari nol sampai maksimumnya. 44. Diskriminasi adalah kemampuan suatu timbangan untuk memberikan reaksi terhadap perubahan kecil dari muatan. 8

9 45. Kemampuan ulang (repeatability) adalah kemampuan timbangan untuk memberikan hasil-hasil penimbangan yang mendekati satu sama lain bila dimuati berulang dengan muatan dan cara yang sama ke atas penerima muatan pada kondisi pengujian yang relatif tetap. 46. Waktu pemanasan adalah waktu antara saat daya listrik digunakan terhadap timbangan dan saat timbangan tersebut mampu bekerja sebagaimana mestinya sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan. 47. Penunjukan analog adalah penunjukan yang memungkinkan perkiraan kedudukan kesetimbangan fraksi (fraction) dari interval skala. 48. Penunjukan digital adalah penunjukan yang tanda-tanda skalanya tersusun atas rangkaian/urutan angka-angka yang tidak bisa dilakukan interpolasi atas bagian dari interval skala. 49. Nilai bruto atau gross (B atau G) adalah penunjukan berat muatan yang ada pada timbangan, yang dalam proses penimbangannya tanpa mengoperasikan tara atau tara preset. 50. Nilai netto (N) adalah penunjukan berat muatan yang ditempatkan pada timbangan setelah mengoperasikan tara. 51. Nilai tara (T) adalah nilai berat muatan yang ditentukan dengan tara penimbang. 52. Perhitungan nilai netto adalah nilai perbedaan antara nilai berat gross atau nilai berat netto dengan nilai tara preset. 53. Perhitungan nilai berat total adalah perhitungan jumlah lebih dari satu nilai berat dan/atau perhitungan jumlah lebih dari satu nilai netto. 54. Kesalahan penunjukan adalah penunjukan timbangan dikurangi nilai massa yang sebenarnya/massa konvensionalnya. 55. Batas Kesalahan yang Diizinkanyang selanjutnya disebut BKD adalah perbedaan maksimum (positif atau negatif) yang diizinkan antara penunjukan timbangan dan nilai massa sebenarnya pada kedudukan referensinya. 56. Kepekaan adalah variabel perubahan lintasan ( ) yang diamati dan dibagi perubahan massa ( M) yang diukur. 9

10 BAB II PERSYARATAN ADMINISTRASI 2.1 Ruang Lingkup Syarat teknis ini mengatur tentang persyaratan administrasi, persyaratan teknis, dan persyaratan kemetrologian untuk Timbangan Bukan Otomatis Penerapan Syarat teknis ini berlaku untuk semua: 1. Jenis Timbangan Bukan Otomatis, baik mekanik maupun elektronik. 2. Jenis Timbangan Bukan Otomatis, dengan penunjukan otomatis, semi otomatis dan bukan otomatis. 3. Bagian utama Timbangan Bukan Otomatis baik yang sudah terakit menjadi satu unit timbangan maupun yang masih terpisah Identitas 1. Timbangan harus dilengkapi identitas minimal sebagai berikut: a. Kelas keakurasian (harus sesuai lambang pada tabel 1); b. Kapasitas maksimum (Max); c. Kapasitas minimum (Min); d. Interval skala verifikasi (e); e. Interval skala (d), jika d<e; f. Merek; g. Negara pembuat (jika ada); h. Tipe/Model; dan i. Nomor seri. 2. Tulisan yang dimaksud pada angka 1 pada timbangan tersebut dapat terkumpul dalam suatu tempat, terlihat dengan jelas, mudah dibaca, tidak mudah dihapus/dihilangkan, dan menggunakan satuan Sistem Internasional; 3. Jika tulisan yang dimaksud pada angka 1 tidak ditempatkan pada plat tersendiri yang tetap pada timbangan, maka harus ditempatkan dekat alat penunjukan (display) hasil penimbangan, yang terdiri dari: 1) Max; 2) Min; 3) e; 4) d (jika d < e). 10

11 4. dalam hal-hal khusus, penulisan sebagaimana diatur pada angka 3 harus dibuat seperti contoh di bawah ini: 5. tinggi huruf kapital, paling sedikit 2 mm. 6. Untuk neraca obat lemping nominal berbentuk oval, sedangkan untuk neraca emas lemping nominal berbentuk persegi panjang Persyaratan Timbangan Sebelum Peneraan 1. Persyaratan sebelum dilakukan tera a. Untuk timbangan asal impor harus memiliki: 1) Nomor izin tipe; dan 2) Label tipe yang melekat pada timbangan. b. Untuk timbangan produksi dalam negeri harus memiliki: 1) Nomor izin tanda pabrik; dan 2) Merek tanda pabrik yang melekat pada timbangan. 2. Persyaratan sebelum dilakukan tera ulang Timbangan yang akan ditera ulang harus sudah ditera sebelumnya. 11

12 BAB III PERSYARATAN TEKNIS DAN PERSYARATAN KEMETROLOGIAN 3.1. Persyaratan Teknis 1. Bahan Timbangan harus dibuat dari bahan yang berkualitas, sehingga dapat menjamin keserasian, kekuatan, keawetan dan karakteristik serta sifat-sifat kemetrologiannya. 2. Konstruksi a. timbangan harus mempunyai penerimaan muatan, sehingga anak timbangan standar dapat diletakkan dengan mudah dan aman pada saat pengujian. Jika anak timbangan standar tidak dapat ditempatkan, maka perlu alat bantu penerima muatan; b. timbangan tidak boleh mempunyai karakteristik yang memudahkan untuk melakukan kecurangan; c. timbangan harus dibuat sedemikian sehingga gangguan yang mempengaruhi kebenaran fungsi timbangan dapat segera diketahui; d. timbangan harus dilengkapi dengan pengaman alat penyetel; e. timbangan boleh dilengkapi dengan alat penyetel rentang otomatis atau semi otomatis. Alat ini harus merupakan satu kesatuan dengan timbangan dan dapat disegel; f. timbangan boleh dilengkapi dengan alat untuk kompensasi pengaruh perubahan gravitasi dan dapat disegel. 3. Syarat-Syarat Timbangan Dengan Penunjukan Otomatis Atau Semi Otomatis a. Penunjukan hasil penimbangan 1) pembacaan hasil penimbangan harus mudah, jelas dan tidak meragukan a) semua ketidaktelitian pembacaan bagi alat penunjukan analog tidak boleh melebihi 0,2e; dan b) angka-angka yang ditunjuk pada hasil penimbangan harus satu ukuran dan satu bentuk, kecuali pada angka desimal boleh berbeda; 2) skala, angka, dan hasil pencetakan harus menggambarkan bentuk hasil penimbangan yang mudah terbaca; 3) hasil penimbangan harus dinyatakan dengan nama atau simbol satuan massa; 4) untuk setiap satu penunjukan berat, hanya boleh digunakan satu satuan massa; 12

13 5) nilai skala harus dinyatakan dalam bentuk satuan: 1x10 k, 2x10 k atau 5x10 k, dimana k adalah bilangan bulat positif, bilangan bulat negatif, atau nol; 6) semua penunjukan, pencetakan dan tara penimbang dari timbangan dalam setiap satu rentang ukur penimbangan harus mempunyai nilai skala yang sama. 7) penunjukan digital paling sedikit harus menampilkan satu angka permulaan pada bagian paling kanan; 8) jika nilai skala berubah secara otomatis, maka tanda desimal harus tetap pada posisi semula; 9) bagian desimal harus dipisah dari bilangan bulatnya (dengan koma atau titik). Penunjukan paling sedikit menampilkan satu angka pada bagian kiri tanda desimal dan semua angka pada bagian kanan tanda desimal; 10) angka penunjukan nol bisa ditampilkan dengan satu angka nol pada bagian paling kanan tanpa tanda desimal. 11) tidak boleh ada penunjukan di atas penunjukan maksimum sebesar +9e; 12) perluasan interval skala rentang ukur penunjukan otomatis pada timbangan dengan penunjukan semi otomatis tidak boleh lebih besar dari nilai kapasitas penunjukan otomatisnya. 13) perluasan interval skala rentang ukur penunjukan otomatis harus sama dengan kapasitas penunjukan otomatis, kecuali timbangan pembanding; 14) alat untuk memperluas interval skala rentang dengan sistem bobot ingsut mengacu pada ketentuan-ketentuan dalam Bab III Sub Bab 3.1. angka 4 huruf c angka 4) sampai angka 11); 15) alat untuk menambah kemampuan menimbang dengan menggunakan tombol pengatur, masing-masing penambah berada pada bagian kerangka tertutup yang dapat diamankan. Bila penambah tersebut menggunakan bobot ingsut atau bobot jatuh, maka keduanya harus dapat diamankan/disegel dan mempunyai lubang justir. b. Alat penunjuk analog Pada alat penunjuk analog ini, di samping ketentuanketentuan pada huruf a, berlaku juga ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 1) Skala harus dirancang dan diberi angka, sehingga pembacaan hasil penimbangan dapat dilakukan dengan mudah, jelas, dan tepat 13

14 a) tanda skala harus terdiri dari garis-garis dengan ketebalan yang seragam antara satu per sepuluh (1/10) dan satu per empat (1/4) dari jarak skala dan tidak kurang dari 0,2 mm. Panjang tanda skala terpendek paling sedikit harus sama dengan jarak skala; b) tanda skala harus disusun sesuai dengan salah satu contoh pada Gambar 3.1; Gambar 3.1 Contoh pemakaian tanda skala c) pada tanda skala timbangan, pemberian angka jarak skala harus: (1) seragam; (2) dalam bentuk satuan 1x10 k, 2x10 k, 5x10 k dimana k adalah bilangan bulat positif, bilangan bulat negatif, atau nol; (3) tidak lebih besar dari 25 kali jarak skala terkecil timbangan; (4) jika tanda skala diproyeksikan pada layar, maka paling sedikit dua tanda skala yang diberi angka harus bisa muncul secara penuh pada daerah proyeksinya; (5) tinggi angka paling sedikit 2 mm atau tidak boleh kurang dari 3 kali jarak pembacaan minimum, dipilih nilai terbesar. Tinggi angka harus seimbang terhadap panjang tanda skala yang bersangkutan. Lebar angka diukur paralel terhadap dasar skala harus kurang dari jarak antara dua tanda skala yang diberi angka berurutan. d) Lebar jarum penunjuk dari komponen penunjukan harus sama dengan lebar garis skala dan panjangnya, sehingga ujung penunjuk tersebut sekurang-kurangnya rata dengan tengah-tengah dari garis/tinggi skala terpendek (dasar skala). Jarak paling besar antara skala dan jarum penunjuk harus sama dengan jarak/ruang skala tetapi tidak lebih dari 2 mm. 14

15 2) jarak skala minimum (I0) antara dua tanda skala sama dengan: a) pada timbangan kelas I atau kelas II: (1) 1 mm untuk alat penunjukan, dan (2) 0,25 mm untuk alat penunjuk pelengkap. Dalam hal ini I0 adalah pergerakan relatif antara komponen penunjukan dan skala yang diproyeksikan sesuai dengan interval skala verifikasi (e) dari timbangan; b) pada timbangan kelas III atau kelas IIII: (1) 1,25 mm untuk alat penunjukan piringan, dan (2) 1,75 mm untuk alat penunjukan proyeksi optik. jarak skala I (dalam milimeter) sekurang-kurangnya harus sama dengan (L + 0,5) I0, dimana I0 adalah jarak skala minimum (dalam milimeter) dan L adalah jarak pembacaan minimum (dalam meter), L sekurangkurangnya = 0,5 m. 3) jarak skala terbesar tidak boleh melebihi 1,2 kali jarak skala terkecil untuk skala yang sama. 4) Pembatas gerak penunjukan harus membatasi gerakan penunjukan bergerak dibawah nol dan diatas kapasitas penunjukan otomatisnya. Hal ini tidak berlaku bagi timbangan piringan putaran ganda. 5) Pembatas gerakan komponen penunjukan harus bisa membiarkan komponen penunjukan bergerak melintasi daerah sekurang-kurangnya 4 ruang skala dibawah nol dan 4 skala diatas kapasitas penunjukan otomatisnya (daerah ini tidak dilengkapi dengan skala atau disebut daerah kosong). 6) Peredam ayunan komponen penunjukan atau skala yang dapat bergerak harus disetel sampai sedikit dibawah nilai titik kritis redam. a) redaman harus mencapai penunjukan stabil setelah tiga, empat atau lima kali osilasi setengah periode; b) elemen peredam hidrolik yang sensitif terhadap perubahan temperatur harus dilengkapi dengan alat pengatur otomatis atau alat pengatur manual yang dapat dicapai/diperoleh dengan mudah; c) fluida dari elemen peredam hidrolik pada timbangan portable harus tidak memungkinkan tertumpah bila timbangan dimiringkan 45º. 15

16 c. Penunjukan digital dan pencetak Pada penunjukan digital ini disamping ketentuan-ketentuan pada huruf a, juga berlaku ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 1) setelah perubahan muatan, penunjukan sebelumnya tidak boleh bertahan lebih dari satu detik; 2) kesetimbangan dianggap stabil bila: a) dalam pencetakan dan/atau penyimpanan data, selama periode lima detik yang diikuti dengan pencetakan, tidak lebih dari dua nilai berdekatan yang ditunjuk dan hanya satu nilai saja yang dicetak (dalam hal timbangan dengan d<e, maka pembagian skala yang dibedakan dapat diabaikan); b) dalam hal penunjukan nol atau sedang bekerjanya tara (huruf d angka 6), 11), 12) dan huruf e angka 8)), hal ini cukup mendekati kesetimbangan akhir yang memberikan suatu kerja yang benar dari alat itu dalam hubungannya dengan ketentuan kesaksamaan. 3) alat penunjukan yang diperluas tidak boleh digunakan pada timbangan dengan pembagian skala yang dibedakan; 4) jika timbangan dilengkapi dengan alat penunjukan yang diperluas, maka penampilan penunjukan dengan nilai skala lebih kecil dari interval skala verifikasi (e) harus hanya mungkin selama melakukan penekanan tombol atau selama periode yang tidak melebihi 5 detik setelah perintah manual. Dalam hal ini pencetakan tidak boleh terjadi. 5) penunjukan selain penunjukan utama boleh ditampilkan dalam alat penunjukan yang sama, selama memenuhi ketentuan berikut: a) besaran lain dari nilai berat ditunjukkan dengan satuan yang sesuai atau simbolnya atau tanda khusus; b) nilai berat yang bukan hasil penimbangan (nilai bruto, nilai netto dan nilai tara) harus ditunjukkan dengan jelas atau boleh ditampilkan hanya pada saat perintah manual dilakukan dan tidak boleh untuk dicetak. 6) pencetakan harus jelas dan permanen sesuai dengan maksud penggunaannya, dan angka-angka yang dicetak tingginya sekurang-kurangnya 2 mm; 7) jika pencetakan dilakukan, maka nama atau simbol satuan ukuran harus berada disebelah kanan nilai atau diatas kolom nilai; 16

17 8) jika kesetimbangan belum stabil, maka pencetakan tidak boleh terjadi; 9) kesetimbangan yang stabil dianggap tercapai apabila selama periode 5 detik yang diikuti pencetakan, tidak lebih dari dua nilai berdekatan yang ditunjuk hanya satu nilai saja yang dicetak. Dalam hal ini timbangan dengan d<e, maka pembagian skala yang dibedakan dapat diabaikan. 10) penyimpanan penunjukan utama untuk penunjukan berikutnya, penerusan data, penjumlahan dan sebagainya tidak diperkenankan bila kesetimbangan tidak stabil; d. Alat penyetel nol dan alat perangkap nol Timbangan boleh mempunyai satu atau lebih alat penyetel nol dan tidak boleh mempunyai lebih dari satu alat perangkap nol. 1) pengaruh setiap alat penyetel nol tidak boleh mengubah kapasitas penimbangan maksimum dari timbangan; 2) semua pengaruh alat penyetel nol dan perangkap nol tidak boleh lebih dari 4%, dan alat penyetel nol awal tidak lebih dari 20% kapasitas maksimumnya (ketentuan ini tidak berlaku bagi timbangan kelas IIII, kecuali bila timbangan tersebut digunakan untuk transaksi perdagangan); 3) rentang ukur yang lebih lebar dimungkinkan bagi alat penyetel nol awal jika hasil tes menunjukkan bahwa timbangan tersebut memenuhi ketentuan pada Sub Bab 3.2 angka 5, 6, 8, dan 9 untuk setiap muatan yang dikompensasi oleh alat tersebut didalam rentang ukur yang ditentukan. 4) setelah penyetelan nol, maka pengaruh penyimpangan nol pada hasil penimbangan tidak boleh lebih dari ± 0,25 e; 5) penyetelan nol dalam setiap rentang ukur penimbangan harus berlaku juga dalam rentang ukur penimbangan yang lebih besar, jika terjadi pemindahan ke rentang ukur penimbangan yang lebih besar dapat dilakukan dalam keadaan timbangan bermuatan; 6) suatu timbangan (kecuali yang dimaksud dalam Sub Bab 3.1. angka 3 huruf h dan huruf i baik dilengkapi dengan alat penyetel nol awal atau tidak, boleh mempunyai kombinasi alat penyetel nol semiotomatis dan alat tara penyetimbang semi otomatis yang dilakukan dengan tombol yang sama; 7) jika timbangan mempunyai alat penyetel nol dan alat tara penimbang, maka tombol alat penyetel nol harus terpisah dari tombol tara penimbang; 17

18 8) alat penyetel nol semi otomatis harus hanya berfungsi: a) bila timbangan dalam keadaan kesetimbangan yang stabil; b) jika membatalkan setiap penggunaan tara sebelumnya. 9) timbangan dengan penunjukan digital harus mempunyai alat yang menampilkan sinyal khusus jika penyimpangan nol tidak lebih dari 0,25 e. Alat ini bisa juga bekerja jika nol ditunjuk setelah penggunaan tara; 10) alat ini tidak diharuskan pada timbangan yang mempunyai penunjukan tambahan atau alat perangkap nol asalkan angka atau kecepatan perangkap nol tidak kurang dari 0,25 d/detik. 11) alat penyetel nol otomatis harus bekerja hanya jika: a) kesetimbangannya stabil; dan b) penunjukan telah stabil dibawah nol untuk sekurangkurangnya 5 detik. 12) alat perangkap nol harus bekerja hanya jika: a) penunjukan pada nol atau pada nilai negatif yang setara dengan nol; b) kesetimbangan stabil; dan c) koreksinya tidak lebih dari 0,5 d/detik. 13) jika nol ditunjuk setelah kerja tara, maka alat perangkap nol boleh bekerja dalam rentang ukur 4% dari maksimum sekitar nilai nol aktual. e. Tara tara harus dibuat sedemikian rupa dan sesuai dengan ketentuan yang berhubungan dengan Sub Bab 3.1. angka 2, angka 3 huruf a, huruf b, huruf c syarat teknis ini; 1) interval skala alat tara penimbang harus sama dengan interval skala timbangan untuk setiap muatan uji; 2) tara harus mampu menyetel penunjukan nol dengan ketelitian yang tidak boleh lebih besar dari: a) ± 0,25 e untuk timbangan elektronik dan setiap timbangan denganpenunjukan analog; b) ± 0,5 d untuk timbangan mekanik dengan penunjukan digital. 3) pada timbangan multi-interval, e harus diganti dengan e 1. 4) rentang ukur pada timbangan yang dilengkapi dengan tara, tara tidak boleh digunakan pada rentang ukur di bawah nol atau di atas maksimumnya; 18

19 5) bekerjanya tara harus terlihat pada penunjukan timbangan. Dalam hal timbangan dengan penunjukan digital, maka penunjukan nilai netto harus disertai dengan tanda NET, Net atau net ; a) Jika timbangan dilengkapi dengan alat penunjuk nilai bruto dan tara dalam keadaan bekerja, maka tanda NET tidak boleh muncul selama nilai bruto ditampilkan. Hal ini tidak diperlukan bagi timbangan dengan kombinasi alat penyetel nol semi otomatis dan alat tara penyetimbang semi otomatis yang dilakukan dengan tombol yang sama. b) tanda NET dan T dapat diganti dengan kata yang lengkap dalam Bahasa Indonesia; c) penggunaan alat tambahan tara mekanik harus diperlihatkan dengan penunjukan nilai tara atau dengan menampilkan tanda huruf (misal T ) pada timbangan. 6) jika menggunakan tara pengurang, maka tidak boleh mengubah rentang ukur penimbangan yang semestinya, untuk mencegah penggunaan timbangan diatas kapasitas maksimumnya; 7) pada timbangan yang mempunyai beberapa rentang ukur, tara harus berlaku juga dalam rentang ukur yang lebih besar, jika terjadi pemindahan posisi ke rentang ukur penimbangan yang lebih besar sementara timbangan bermuatan; 8) tara yang bekerja otomatis atau semi otomatis hanya bekerja jika timbangan dalam keadaan setimbang stabil; 9) jika alat penyetel nol semi otomatis dan alat tara penyetimbang semi otomatis dilakukan dengan tombol yang sama, harus memenuhi ketentuan Sub Bab 3.1. angka 3 huruf d angka 4), 9), 10), 12) dan angka 13) pada muatan uji; 10) jika lebih dari satu alat tara bekerja pada waktu yang sama, maka masing-masing berat tara harus diberi tanda dengan jelas ketika ditunjuk atau dicetak; 11) nilai berat bruto boleh dicetak tanpa sesuatu penandaan. Jika ada penandaan bruto hanya diperkenankan dengan symbol B atau G ; 12) jika nilai-nilai berat netto dicetak tanpa ada hubungannya dengan nilai bruto atau tara, hal tersebut dicetak tanpa suatu tanda. Jika ada penandaan netto hanya diperkenankan dengan symbol N. Hal ini berlaku juga jika penyetel nol semi otomatis dan tara penyeimbang semi otomatis menggunakan tombol yang sama; 19

20 13) nilai-nilai bruto, netto atau tara yang ditentukan dengan timbangan multi rentang ukur atau multi-interval tidak perlu ditandai dengan penandaan khusus yang menunjukkan bagian rentang ukur penimbangan; 14) jika nilai berat netto dicetak bersamaan dengan nilai bruto dan/atau nilai-nilai tara, maka nilai-nilai netto dan tara setidak-tidaknya harus ditunjukkan dengan simbol N dan T ; 15) simbol-simbol G atau B, N dan T dapat diganti dengan kata-kata yang komplit sesuai dengan bahasa Indonesia (berat kotor atau bruto, berat bersih dan tara); 16) jika nilai berat netto dan nilai tara ditentukan dengan alat tara berbeda yang dicetak secara terpisah, maka hal tersebut harus ditunjukkan dengan benar. f. Posisi penguncian 1) jika timbangan mempunyai alat pengunci satu atau lebih, maka harus mempunyai dua posisi yaitu terkunci dan menimbang ; 2) kedudukan sebelum menimbang diperbolehkan ada pada timbangan kelas satu dan dua, kecuali yang telah diatur dalam Sub Bab 3.1. angka 3 huruf h dan huruf j. 3) kedudukan terkunci dan kedudukan menimbang harus ditunjukkan dengan jelas. g. Alat uji tambahan 1) dengan satu lantai atau lebih: a) nilai nominal perbandingan antara anak timbangan penyeimbang dan muatan tidak boleh lebih kecil dari 1/5000; b) massa nominal anak timbangan diperlukan untuk menyeimbangkan muatan yang sama dengan interval skala verifikasi harus merupakan kelipatan bilangan bulat 0,1 gram. 2) gandar berskala Interval skala dari alat uji tambahan harus sama dengan atau lebih kecil dari 1/5 interval skala verifikasi dari timbangan yang dimaksud. 20

21 h. Timbangan untuk berdagang eceran Persyaratan-persyaratan berikut berlaku untuk timbangan kelas II, III dan IIII dengan kapasitas maksimum tidak lebih besar dari 100 kg yang dirancang bagi timbangan untuk berdagang eceran. 1) timbangan untuk berdagang, penunjukan utamanya adalah hasil penimbangan dan informasi kedudukan nol yang benar, penggunaan tara dan tara preset; 2) timbangan untuk berdagang tidak boleh dilengkapi alat penyetel nol bukan otomatis, kecuali hanya dapat dilakukan dengan alat; 3) timbangan mekanik dengan piring anak timbangan tidak boleh dilengkapi alat tara; 4) timbangan dengan satu penerima muatan boleh dilengkapi dengan alat tara, jika masyarakat dapat dengan mudah melihat: a) apakah alat tersebut dalam keadaan digunakan; dan b) apakah alat tersebut dilakukan perubahan. 5) hanya satu alat tara yang harus digunakan pada setiap penimbangan; 6) timbangan tidak boleh dilengkapi dengan alat yang dapat memanggil kembali nilai brutonya, sementara alat tara atau tara preset dalam keadaan bekerja; 7) pergeseran sebesar 5 mm dari titik pengamatan pada alat tara bukan otomatis paling besar harus sama dengan 1 e; 8) timbangan boleh dilengkapi dengan alat tara semi otomatis jika: a) kerja alat tara tidak mereduksi nilai tara; dan b) pengaruh alat tara tersebut hanya dapat dibatalkan jika tidak ada muatan pada penerima muatan. 9) timbangan dengan alat tara semi otomatis harus memenuhi sekurang-kurangnya satu dari syarat-syarat berikut: a) nilai tara ditunjuk secarapermanen dalam satu alat penunjukan terpisah; b) nilai tara ditunjuk dengan tanda - (minus) bila tidak ada muatan pada penerima muatan; atau c) pengaruh alat tara dibatalkan secara otomatis dan penunjukan kembali ke nol, bila setelah hasil penimbangan netto telah ditunjuk stabil dan diturunkan dari lantai muatan. 10) timbangan tidak boleh dilengkapi dengan alat tara otomatis; 21

22 11) timbangan dapat dilengkapi alat tara preset jika nilai tara preset yang ditunjuk sebagai suatu penunjukan utama pada tayangan terpisah yang dibedakan dengan jelas dari penunjukan beratnya, dalam hal ini berlaku juga ketentuan pada angka 8); 12) tidak boleh ada kemungkinan untuk mengoperasikan alat tara preset jika alat tara tersebut sedang digunakan; 13) jika tara preset bersatu dengan bagian untuk melihat harga (PLU-Price Look Up), maka nilai tara preset dapat dibatalkan pada saat yang sama dengan pembatalan PLU ; 14) semua penunjukan utama harus ditampilkan dengan jelas dan serempak kepada kedua belah pihak (penjual dan pembeli); 15) pada alat digital yang menampilkan penunjukan utama, maka angka-angkanya harus berukuran sama sekurangkurangnya mempunyai tinggi 9,5 mm; 16) pada timbangan yang menggunakan anak timbangan, harus dapat membedakan nilai nominal anak timbangan; 17) timbangan tidak boleh dilengkapi dengan alat penunjuk tambahan atau alat penunjuk yang diperluas; 18) timbangan kelas II harus memenuhi persyaratanpersyaratan sebagaimana disebutkan dalam Sub Bab 3.2. angka 9 untuk timbangan kelas III; 19) timbangan elektronik harus dilengkapi dengan alarm yang dapat dilihat atau didengar untuk mendeteksi adanya penyimpangan yang berarti, dan penerusan data pada peralatan sekitarnya harus dapat dicegah. Alarm harus tetap bekerja sampai adanya tindakan dari operator atau sampai penyebabnya hilang; 20) perhitungan rasio pada timbangan penghitung mekanik harus 1:1, 1:10 atau 1:100. i. Syarat-syarat tambahan bagi timbangan dengan penunjukan harga yang digunakan untuk berdagang eceran 1) pada timbangan dengan penunjukan harga, yang dilengkapi: a) harga satuan; b) dan harga yang harus dibayar. 2) jika memungkinkan dapat digunakan untuk menentukan: a) jumlah hitungan; b) harga satuan dan harga yang harus dibayar dan harga total. 22

23 3) untuk skala harga satuan dan harga yang harus dibayar, harus sesuai dengan Sub Bab 3.1. angka 3 huruf a dan huruf b; 4) penunjukan berat, harga satuan dan harga yang harus dibayar, harus tetap terlihat setelah penunjukan berat stabil dan harga satuan dimasukan untuk waktu sekurangkurangnya satu detik pada saat muatan berada di atas penerima muatan; 5) penunjukan pada angka 3) di atas boleh tetap terlihat untuk waktu tidak boleh lebih dari tiga detik setelah muatan diturunkan dan setelah itu penunjukan harus kembali menjadi nol. Apabila masih ada penunjukan berat setelah muatan kosong, maka timbangan harus tidak dapat dilakukan perubahan harga satuan atau memasukkan harga satuan lainnya; 6) jika transaksi dicetak oleh timbangan, maka berat, harga satuan dan harga yang harus dibayar semuanya harus dapat dicetak; 7) data boleh disimpan dalam memori timbangan sebelum dilakukan pencetakan. Data yang sama tidak boleh dicetak dua kali pada tiket untuk pelanggan; 8) timbangan yang menggunakan sistem pelabelan harga harus memenuhi Sub Bab 3.1. angka 3 huruf j; 9) jika semua transaksi ditunjukan oleh timbangan atau oleh alat yang berhubungan dengannya, apabila dicetak pada tiket atau label yang dimaksudkan bagi pelanggan, maka timbangan penghitung harga boleh menampilkan fungsi tambahan yang memudahkan perdagangan dan manajemen. Fungsi ini tidak boleh membingungkan tentang hasil penimbangan dan penghitungan harga; 10) kerja atau penunjukan lain yang tidak disebutkan oleh ketentuan-ketentuan berikut, boleh ditampilkan atau ditunjukkan selama tidak ada penunjukan yang dapat membuat salah pengertian seperti penunjukan utama yang diperuntukkan bagi pelanggan: a) timbangan boleh menerima atau mencatat harga untuk dibayar positif atau negatif dari satu atau beberapa barang yang tidak ditimbang selama display berat tetap menunjuk nol atau fungsi penimbangan tidak diaktifkan. Harga untuk dibayar bagi satu atau lebih barang-barang yang tidak ditimbang harus diperlihatkan di dalam display harga untuk dibayar; b) jika penunjukan harga untuk dibayar digunakan untuk lebih dari satu barang yang sama, maka jumlah barang harus dapat ditampilkan pada display berat, dan harga 23

24 untuk jenis-jenis barang tersebut ditampilkan pada display harga satuan, kecuali kalau display tambahan dapat digunakan untuk memperlihatkan jumlah barang dan harga barang; c) timbangan yang digunakan untuk menjumlahkan keseluruhan transaksi, baik pada satu atau beberapa tiket, dimana total harga akan ditunjukan pada penunjukan harga harus dibayar dan dicetak bersamaan dengan simbol khusus, baik pada akhir kolom harga yang harus dibayar atau pada tiket terpisah dengan acuan pada jumlah harga komoditi yang harus dibayar, semua harga yang harus dibayar akan dijumlahkan secara aljabar dan harus tercetak; d) timbangan dapat menjumlahkan transaksi yang ditampilkan pada timbangan yang dihubungkan dengannya dan telah diuji secara metrologis sesuai dengan Sub Bab 3.1 angka 3 huruf n angka 12) untuk menampilkan keseluruhan transaksi, jika interval skala harga yang harus dibayar dari alat tersebut sama; e) timbangan boleh dirancang sedemikian rupa untuk digunakan oleh lebih dari satu penjual atau melayani lebih dari satu pelanggan pada saat yang sama, selama hubungan antara transaksi-transaksi dan penjual atau pelanggan yang bersangkutan diidentifikasikan dengan jelas; f) transaksi sebelumnya yang tercetak pada timbangan boleh dibatalkan, maka harga yang harus dibayar yang berhubungan dengan pembatalan tersebut harus dicetak dengan alasan yang dapat diterima. Jika transaksi yang dibatalkan pada penunjukan bagi pelanggan, maka hal tersebut harus dapat dibedakan dengan jelas dari transaksi normalnya; g) timbangan boleh mencetak suatu informasi tambahan jika hal ini berhubungan dengan jelas terhadap transaksi dan tidak mempengaruhi penentuan nilai berat terhadap simbol tersebut. 11) timbangan yang dioperasikan sendiri oleh konsumen tidak perlu mempunyai dua penunjukan; 12) jika tiket dicetak, maka pada tiket harus menyebutkan jenis produk yang ditimbang. j. Timbangan yang dilengkapi dengan tiket harga 1) timbangan yang dilengkapi dengan label, maka harus memenuhi Sub Bab 3.1. angka 3 huruf h angka 18), huruf i angka 4), angka 8), angka 13) huruf a) dan huruf g); 24

25 2) timbangan yang dilengkapi dengan tiket harga sekurangkurangnya harus mempunyai satu display untuk berat, yang dapat digunakan sewaktu-waktu untuk penyetelan seperti penyetelan batas-batas penimbangan, harga satuan, nilai tara preset dan nama komoditi; 3) selama timbangan digunakan harus memungkinkan untuk dilakukan pemeriksaan nilai sebenarnya harga satuan dan nilai tara preset; 4) pencetakan dibawah kapasitas minimum harus tidak dimungkinkan; 5) pencetakan tiket-tiket dengan nilai berat, harga satuan dan harga yang harus dibayar yang tetap diperkenankan selama fungsi penimbangan tidak dalam keadaan aktif. k. Timbangan penghitung mekanik dengan penerima muatan Dalam pengujian, timbangan ini dianggap sebagai timbangan dengan penunjukan semi otomatis. 1) untuk pengujian, timbangan ini harus mempunyai skala sekurang-kurangnya satu bagian skala d=e pada salah satu sisi titik nol; nilai yang bersangkutan harus diperlihatkan pada skala tersebut; 2) penghitungan rasio harus dicantumkan dengan jelas di atas masing-masing penerima muatan penghitung atau masing-masing skala penghitung. 4. Syarat-syarat timbangan dengan penunjukan bukan otomatis a. persyaratan umum Timbangan dengan penunjukan bukan otomatis selain harus memenuhi Sub Bab 3.2. persyaratan kemetrologian dan Sub Bab 3.1. angka 3 persyaratan timbangan dengan penunjukan otomatis atau semi otomatis juga syarat-syarat tambahan yang diatur dalam Sub Bab 3.1. angka 4 ini. b. kepekaan minimum Imbuh sebesar nilai absolut BKD untuk suatu muatan, yang ditempatkan pada timbangan dalam keadaan setimbang, sekurang-kurangnya harus menyebabkan pergerakan permanen dari alat penunjukan sebesar: 1) 1 mm untuk timbangan kelas II; 2) 2 mm untuk timbangan kelas III atau kelas IIII dengan Max; Pengujian kepekaan harus dilakukan dengan menempatkan imbuh secara perlahan; 25

26 c. alat penunjukan 1) dalam hubungan pergerakan relatif antara satu komponen penunjukan dengan lainnya, kedua indeks penunjukan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a) mempunyai ketebalan yang sama; b) jarak antara kedua indeks tidak boleh lebih dari ketebalannya; c) untuk indeks penunjukan yang tebalnya kurang dari 1 mm maka jarak antara kedua indeks penunjukan tersebut boleh 1 mm. 2) bobot ingsut yang dilengkapi dengan lubang justir harus tidak mudah diubah; 3) jika bobot ingsut dilengkapi dengan alat pencetak, maka pencetakan hanya dimungkinkan jika batang geser, bobot ingsut masing-masing dalam posisi sesuai dengan bilangan bulat pembagian skala. Kecuali bagi batang geser atau bobot ingsut yang dapat dilepas, pencetakan hanya dapat dimungkinkan jika komponen penunjukan kesetimbangan dalam kedudukan referensi yang mendekati 1/2 nilai skala; 4) timbangan yang skala pengujiannya terletak pada gandar, maka skalanya harus terdiri dari garis-garis dengan ketebalan yang konstan. Pada gandar yang besar atau kecil lainnya, maka skala bisa berupa takik; 5) jarak antara garis skala tidak boleh kurang dari 2 mm dan untuk takik sebaiknya cukup panjang. Toleransi hasil pengerjaan untuk takik-takik atau garis skala tidak menyebabkan kesalahan dalam hasil penimbangan yang melebihi 0,2 interval skala verifikasi (e); 6) pergeseran bobot ingsut dan batang kecil harus dibatasi terhadap bagian yang berskala dari batang kecil danbatang besar; 7) setiap bobot ingsut harus dilengkapi dengan alat penunjuk; 8) di dalam bobot ingsut tidak boleh ada bagian-bagian yang dapat bergerak-gerak, kecuali batang-batang kecil geser; 9) bobot ingsut dibuat sedemikian rupa, sehingga bendabenda lainnya tidak dapat menempel dan mempengaruhi massanya; 10) bagian-bagian yang dapat dilepas dari bobot ingsut harus dapat disegel; 11) bobot ingsut dan batang-batang kecil harus tetap pada posisinya, kecuali digeserkan oleh operator; 26

27 12) perbandingan tuas untuk timbangan yang menggunakan anak timbangan harus memenuhi ketentuan 10 k, k adalah bilangan bulat atau sama dengan nol; 13) pada timbangan yang digunakan untuk berdagang eceran, tinggi tepi dari piring anak timbangan tidak boleh melebihi 1/10 dari ukuran piring anak timbangan terbesar dengan tidak lebih dari 25 mm. d. konstruksi 1) timbangan harus dilengkapi dengan dua indeks penunjuk yang bergerak dansatu indeks penunjuk yang lainnya tetap. Salah satu atau kedua indeks tersebut merupakan acuan posisi kesetimbangan; 2) pada timbangan kelas III atau kelas IIII yang dirancang penggunaannya untuk berdagang eceran, indeks penunjuk dan tanda skala harus memperlihatkan kesetimbangan yang dapat dilihat dari kedua sisi atau dari sisi-sisi yang berlawanan; 3) tuas-tuas harus dipasang hanya dengan pisau-pisau, dan pisau-pisau ini harus bertumpu pada bantalan-bantalan; 4) garis singgung antara pisau-pisau dan bantalan-bantalan harus merupakan satu garis lurus; 5) pisau-pisau harus terpasang pada tuas-tuas dengan cara sedemikian rupa sehingga ketepatan perbandingan lenganlengan tuasnya terjamin; 6) pemasangan pisau-pisau pada tuas tidak boleh dilas atau dipatri; 7) mata pisau dari satu tuas yang sama harus sejajar dan terletak pada satu bidang datar; 8) bantalan-bantalan tidak boleh dilas atau dipatri pada dudukannya atau sekitarnya; 9) pemasangan bantalan yang berhubungan dengan lantai muatan harus sedemikian rupa, sehingga dapat berayun ke semua arah pada dudukannya. Pada timbangan dipasang alat yang dapat mencegah menempelnya bagianbagian tersebut pada bagian lainnya; 10) gerakan mendatar pisau-pisau harus dibatasi oleh plat penahan. Kontak antara pisau dengan plat penahan harus berbentuk titik dan segaris dengan garis kontak antara mata pisau dan bantalannya; 11) plat penahan harus berbentuk bidang datar dan tegak lurus terhadap garis kontak antara mata pisau dan bantalan. Plat penahan tidak boleh dilas atau dipatri terhadap bantalan-bantalan atau dudukannya; 27

28 12) pisau-pisau, bantalan-bantalan, plat-plat penahan, dan penyangga yang bersinggungan langsung harus mempunyai kekerasan sekurang-kurangnya 58 Rockwell C; 13) lapisan pelindung boleh digunakan terhadap bagian-bagian kontak dari komponen-komponen yang disambung, selama tidak menyebabkan perubahan dari sifat-sifat kemetrologiannya; 14) pada alat tara tidak boleh dipasang alat lain. e. Neraca sama lengan 1) lengan neraca harus mempunyai dua bidang rata yang simetris, baik membujur maupun melintang. Dalam keadaan dengan atau tanpa piringan, lengan diusahakan dalam keadaan setimbang. Bagian-bagian yang dapat dilepas, dapat diberi tanda untuk memudahkan dalam perakitan; 2) lengan neraca boleh dilengkapi alat penyetel nol, berupa sekrup pada kedua belah ujungnya. f. Neraca dengan perbandingan lengan 1/10 1) perbandingan harus ditunjuk dengan jelas dan permanen pada lengan dalam bentuk 1:10 atau 1/10 ; 2) lengan harus mempunyai bidang rata baik membujur maupun melintang yang simetris; 3) lengan neraca boleh dilengkapi alat penyetel nol, berupa sekrup pada kedua belah ujungnya. g. Timbangan dacin logam 1) tanda skala harus berupa garis-garis atau takikan baik pada tepi atau pada plat bagian datar dari gandar berskala. Jarak minimum antar skala takikan 2 mm dan antar garis skala 4 mm; 2) muatan persatuan panjang pada pisau harus tidak lebih dari pada 10 kg/mm. Lebar takikan bantalan harus sekurang-kurangnya sama dengan 1,5 kali ukuran terbesar dari potongan melintang pisau; 3) panjang indeks penunjuk kesetimbangan sekurangkurangnya 1/15 dari panjang gandar utama yang berskala (diambil dari titik tumpu mata pisau); 4) bobot lawan pada ujung batang dan bobot ingsut yang dapat dilepas, harus dibubuhi tanda khusus; 28

29 5) untuk timbangan dengan kapasitas tunggal: a) jarak minimum antar mata pisau sebagai berikut : (1) 25 mm untuk kapasitas maksimum yang lebih kecil atau sama dengan 30 kg; (2) 20 mm untuk kapasitas maksimum yang melebihi 30 kg. b) pembagian skala harus dari nol sampai kapasitas maksimum; c) jika timbangan kelas tiga atau kelas empat dilengkapi dengan alat penyetel nol, maka harus berupa sekrup penahan atau susunan mur dengan pengaruh maksimum satu perputaran adalah 4 kali interval skala verifikasi. 6) untuk timbangan dengan kapasitas ganda: a) jarak minimum antar mata pisau sebagai berikut: (1) 45 mm untuk kapasitas rendah; (2) 20 mm untuk kapasitas besar. b) alat penggantung dari timbangan harus dibedakan dari alat penggantung untuk muatan; c) skala-skala penimbangan untuk setiap kapasitas timbangan harus mampu menimbang dari nol sampai kapasitas maksimumnya tanpa terputus; d) interval skala pada masing-masing rentang ukur timbangan harus mempunyai nilai yang tetap; e) tidak diperbolehkan ada alat penyetel nol. h. Timbangan Roberval dan Timbangan Beranger (Timbangan Meja) 1) bagian simetris yang berpasangan yang dapat dilepas, boleh diberi tanda untuk memudahkan dalam perakitan; 2) jika timbangan dilengkapi dengan alat penyetel nol, maka alat penyetel nol ini harus berupa mangkuk yang berada di bawah piring anak timbangan; 3) jarak antara ujung sisi luar dari mata pisau muatan sekurang-kurangnya harus sama dengan lebar atau diameter dasar piringan; 4) jarak antara sisi luar mata pisau tengah sekurangkurangnya harus sama dengan 0,7 kali panjang mata pisau muatan; 5) timbangan gambar ganda harus mempunyai stabilitas mekanik sama dengan yang diperoleh timbangan gandar tunggal/sederhana. 29

30 Gambar 3.2 Timbangan Gandar Tunggal dan Ganda i. Timbangan dengan perbandingan lantai muatan 1) kapasitas maksimum timbangan harus lebih besar dari pada 30 kg; 2) perbandingan antara muatan yang ditimbang dan kesetimbangan muatan (contoh: lemping penyeimbang), harus dapat dibaca secara jelas dan permanen pada gandar dalam bentuk 1:10 atau 1/10 ; 3) timbangan harus mempunyai alat penyetel nol baik berupa mangkuk dengan tutup cembung, atau berupa sekrup, atau susunan mur dengan pengaruh maksimum sebesar 4e untuk setiap putaran; 4) jika timbangan dilengkapi dengan alat tambahan yang dimaksudkan untuk menghindari/mencegah digunakannya anak timbangan dengan nilai yang relatif kecil dibandingkan terhadap kapasitas maksimumnya, maka alat ini harus berupa gandar berskala dengan bobot ingsut dan pengaruh penambahannya tidak boleh lebih dari 10kg; 5) timbangan harus mempunyai alat manual untuk mengunci lengan (gandar); 6) jika bagian tertentu dari timbangan (seperti: rumah, lantai muatan, tiang) terbuat dari kayu, maka material tersebut harus kering dan bebas dari kerusakan atau cacat, untuk itu harus dilapisi dengan cat atau pernis yang bersifat melindungi secara efektif. Dan untuk rakitan akhir bagian dari kayu ini tidak boleh digunakan paku. j. Timbangan dengan bobot ingsut 1) syarat-syarat pada Sub Bab 3.1. angka 4 huruf c yang berhubungan dengan bobot ingsut harus dipenuhi; 2) skala pada timbangan pada bobot ingsut harus dapat digunakan menimbang secara kontinyu dari muatan nol sampai kapasitas maksimumnya; 30

31 3) jarak skala minimum (ix) pada suatu gandar dari timbangan dengan bobot ingsut adalah: d ix x. 0,05 mm, tetapi ix 2 mm e dx adalah interval skala (dalam satuan massa) pada suatu gandar timbangan dengan bobot ingsut (x = 1,2,3, ); 4) jika timbangan dilengkapi dengan alat dengan suatu perbandingan piring anak timbangan dan penerima muatan untuk memperluas rentang ukur penunjukan skala yang diberi angka, maka perbandingan antara nilai anak timbangan yang ditempatkan pada piring anak timbangan untuk menyeimbangkan anak muatan, besarnya harus 1/10 atau 1/100. Perbandingan ini harus dibubuhkan dengan jelas dan permanen pada gandar dalam kedudukan yang dekat dengan piring anak timbangan dalam bentuk 1:10 ; 1:100 ; atau 1/10; 1/100; 5) timbangan dengan bobot ingsut ini mengikuti pula persyaratan pada huruf I angka 3) tentang alat penyetel nol, angka 5) tentang alat pengunci dan angka 6) tentang bagian-bagian dari kayu. 3.2 Persyaratan Kemetrologian 1. Dasar klasifikasi a. kelas keakurasian Kelas Satu (khusus) Tabel 3.1. Kelas Keakurasian Lambang pada timbangan I Penulisan I Dua (halus) II II Tiga (sedang) Empat (biasa) III IIII III IIII 31

32 b. interval skala verifikasi (e) Tabel 3.2. Interval Skala Verifikasi Jenis timbangan Berskala, tanpa alat penunjuk tambahan Berskala, dengan alat penunjuk tambahan e=d Interval skala verifikasi e ditentukan oleh pabrik sesuai dengan ketentuan dalam Sub Bab 3.2. angka 2 klasifikasi timbangan dan Sub Bab 3.2. angka 4 alat penunjukan tambahan pada angka 4) Tidak berskala e ditentukan oleh pabrik sesuai dengan Izin Tipe atau Izin Tanda Pabrik sebagaimana pada Sub Bab 3.2. angka 2 klasifikasi timbangan 2. Klasifikasi a. hubungan kelas keakurasian timbangan dengan interval skala verifikasi, jumlah interval skala verifikasi dan kapasitas minimum adalah seperti tercantum, dalam Tabel 3.3; Kelas Tabel 3.3. Klasifikasi Timbangan Interval skala verifikasi (e) 32 Jumlah interval skala Max Verifikasi ( n ) e Minimum Maksimum Kapasitas minimum I 0,001 g e *) e II III 0,001g e 0,05 g 0,1g e 0,1g e 2g 5g e e 50e 20e 20e IIII 5g e e *) Peneraan timbangan yang mempunyai interval skala verifikasi (e) < 1 mg (kelas I), tidak dapat dilakukan karena ketidakpastian standarnya tidak terpenuhi. Timbangan ini tidak termasuk timbangan wajib tera dan tera ulang.

33 b. Interval skala verifikasi timbangan penunjukan bukan otomatis seperti tercantum dalam Tabel 3.4; Tabel 3.4. Interval skala verifikasi Timbangan Penunjukan Bukan Otomatis Jenis Timbangan Dacin Timbangan Meja Neraca Obat (kelas II) Neraca Emas (kelas II) Interval Skala Max Verifikasi (e) 1000 Max 1000 Max Max 5000 c. pada timbangan multi rentang nilai interval skala verifikasinya e1,e2 er dengan e1<e2< <er. Min, n dan Max diberi indeks sesuai dengan yang dimaksud; d. pada timbangan multi rentang, pada dasarnya masing-masing rentang ukur diperlakukan sebagai satu timbangan dengan satu rentang ukur; e. Pada timbangan multi interval, nilai interval skala verifikasinya berubah secara otomatis sesuai dengan muatan yang digunakan. f. sebuah timbangan dimungkinkan mempunyai rentang ukur dalam kelas I dan kelas II atau dalam kelas II dan kelas III, timbangan tersebut secara keseluruhan harus memenuhi persyaratan dalam Sub Bab 3.2. angka 9; g. untuk timbangan yang nilai d e, maka untuk menentukan kapasitas minimum, nilai e pada kolom kapasitas minimum Tabel 3.3 diganti dengan d. h. Untuk timbangan kelas III dan IIII, maka nilai d harus sama dengan e (d = e), kecuali timbangan dengan penunjukan bukan otomatis. 3. Persyaratan tambahan untuk timbangan multi-interval*) a. bagian rentang ukur. Setiap bagian rentang ukur (indeks i = 1,2 ) ditentukan oleh: 1) Interval skala verifikasi adalah ei, ei+1> ei a) Kapasitas maksimum adalah Maxi. b) Kapasitas minimum adalah Mini = Maxi-1 untuk i=1 min i = min 2) Jumlah interval skala verifikasi (n) untuk setiap bagian rentang ukur adalah: Max n i e i i 33

DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI

DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI DEPARTEMEN PERDAGANGAN. REPUBLIK IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jaan l\,4.1 Ridwan Rais No.5 Jakarta 10110 Tel. 021-3440408, fa. 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMoR eglpwlrepll lzoto TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS DIAFRAGMA

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMoR eglpwlrepll lzoto TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS DIAFRAGMA ? 4l/fi z vtln DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA > DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan M.l Ridwan Rais No.5 Jakarta 10110 Tel. 02'1-3440408. fa 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

LOGO. Teori. Timbangan. Oleh: ADI CANDRA PURNAMA

LOGO. Teori. Timbangan. Oleh: ADI CANDRA PURNAMA LOGO Teori Timbangan Oleh: ADI CANDRA PURNAMA PENGERTIAN TIMBANGAN : Timbangan didefinisikan juga sebagai suatu alat untuk menentukan massa suatu benda dengan memanfaatkan gaya gravitasi yang bekerja pada

Lebih terperinci

A,/2, 7r1N. tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan. Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan

A,/2, 7r1N. tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan. Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan A,/2, =< 7r1N KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL STANDARDISASI DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN Jl. M.l. Ridwan Rais No. 5 Gedung I Lt.6 Jakarta 101 10 Telp. 021-3840986 Fax. 021-384098G

Lebih terperinci

Verifikasi Standar Massa. Diklat Penera Tingkat Ahli 2011

Verifikasi Standar Massa. Diklat Penera Tingkat Ahli 2011 Verifikasi Standar Massa Diklat Penera Tingkat Ahli 2011 Indikator Keberhasilan Peserta diharapkan dapat menerapkan pengelolaan laboratorium massa dan metode verifikasi standar massa Agenda Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang etrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya ketertiban

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR ta /PDy{ llkvp h /2o1o TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS ROTA RY PISTON DAN TURBIN

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR ta /PDy{ llkvp h /2o1o TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS ROTA RY PISTON DAN TURBIN DEPARTEInEN PERDAGANGAN FEPUBLIK IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jdtr l\.4.1 Ridwan Ras No.5 Jakarla 10110 Iel. 02.1-3440408, fd. 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya

Lebih terperinci

NERACA. Neraca Ohauss

NERACA. Neraca Ohauss NERACA Adalah suatu alat untuk mengukur massa benda. Massa adalah banyaknya zat yang terkandung di dalam suatu benda. Satuan SInya adalah kilogram (kg). Sedangkan berat adalah besarnya gaya yang dialmi

Lebih terperinci

V4tN. z^{/a'2- tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan

V4tN. z^{/a'2- tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan z^{/a'2- > =< V4tN KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL STANDARDISASI DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN Jl. M.l. Ridwan Rais No. 5 Gedung I Lt.6 Jakarta 101 10 Telp. 021-3840986 Fax.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DTREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR fi/my/kr'e/t/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS POMPA UKUR BAHAN BAKAR GAS

KEPUTUSAN DTREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR fi/my/kr'e/t/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS POMPA UKUR BAHAN BAKAR GAS DEPARTE]U EN TIEPUBLII( AF PERDAGANGAN IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan N4.l Ridwan Rals No 5 Jakarta 10110 Ter. 0213440408, fil. 021-3858185 KEPUTUSAN DTREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR tg /PDN n<ep/5/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS MANOMETER

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR tg /PDN n<ep/5/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS MANOMETER DEPARTEMEN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan Ny'.l Ridwan Rals No.5 Jakarta 10110 Tel. 021-3440408, fa. 021'3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

Ada beberapa jenis timbangan yang sering digunakan akan tetapi secara garis besar timbangan yang digunakan dibedakan menjadi 3 yaitu :

Ada beberapa jenis timbangan yang sering digunakan akan tetapi secara garis besar timbangan yang digunakan dibedakan menjadi 3 yaitu : Dasar Teori Alat ukur adalah alat yang digunakan untuk mengukur suatu besaran dalam fisika. Pada umumnya ada tiga besaran yang paling banyak diukur dalam dunia fisika untuk tingkat SMA yaitu panjang, massa

Lebih terperinci

NERACA A. TUJUAN B. DASAR TEORI a. Neraca Ohauss

NERACA A. TUJUAN B. DASAR TEORI a. Neraca Ohauss NERACA A. TUJUAN Tujuan praktikum ini adalah: 1. Mengetahui macam, tipe, kapasitas maksimal, dan kapasitas minimal 2. Dapat atau mampu membaca neraca 3. Membandingkan hasil penimbangan antara dua neraca

Lebih terperinci

Bagaimana Menurut Anda

Bagaimana Menurut Anda Bagaimana Menurut Anda Dapatkah kita mencabut paku yang tertancap pada kayu dengan menggunakan tangan kosong secara mudah? Menaikkan drum ke atas truk tanpa alat bantu dengan mudah? Mengangkat air dari

Lebih terperinci

Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor : 4g/pD$/kap /t/zo1o

Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor : 4g/pD$/kap /t/zo1o > "'l/2 -_!- fi/\\$ -'"4 l. DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI '101 Jl. M.l, Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10 fel. 021-23528520(Langsung) Tel. 021-385817'l

Lebih terperinci

BEJANA UKUR. Tergolong alat ukur metrologi legal yang wajib ditera dan ditera ulang (Permendag No. 8 Tahun 2010);

BEJANA UKUR. Tergolong alat ukur metrologi legal yang wajib ditera dan ditera ulang (Permendag No. 8 Tahun 2010); Eka Riyanto Tanggo BEJANA UKUR Tergolong alat ukur metrologi legal yang wajib ditera dan ditera ulang (Permendag No. 8 Tahun 010); Bejana ukur wajib memiliki Ijin Tanda Pabrik atau Ijin Tipe; Tidak ada

Lebih terperinci

DINAMIKA (HKM GRK NEWTON) Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT.

DINAMIKA (HKM GRK NEWTON) Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT. DINAMIKA (HKM GRK NEWTON) Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT. HUKUM-HUKUM GERAK NEWTON Beberapa Definisi dan pengertian yang berkaitan dgn hukum gerak newton

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Maksud Dan Tujuan 1. Maksud Untuk mewujudkan keseragaman dalam pelaksanaan kegiatan tera dan tera ulang meter air.

BAB I PENDAHULUAN Maksud Dan Tujuan 1. Maksud Untuk mewujudkan keseragaman dalam pelaksanaan kegiatan tera dan tera ulang meter air. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 08/M-DAG/PER/3/2010 TENTANG ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG, DAN PERLENGKAPANNYA (UTTP) YANG WAJIB DITERA DAN

Lebih terperinci

SIFAT LOGO TIMBANG DAN BATAS KESALAHAN YANG DIIJINKAN. Oleh : Adi Candra Purnama, ST.

SIFAT LOGO TIMBANG DAN BATAS KESALAHAN YANG DIIJINKAN. Oleh : Adi Candra Purnama, ST. SIFAT LOGO TIMBANG DAN BATAS KESALAHAN YANG DIIJINKAN Oleh : Adi Candra Purnama, ST. Sifat Timbangan Timbangan memiliki karakteristik atau sifat timbang yang sesuai dengan batasbatas yang dipersyaratkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metrologi adalah ilmu tentang ukur-mengukur secara luas. Di Indonesia, metrologi dikelompokkan menjadi 3 kategori utama yaitu metrologi legal, metrologi industri dan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1985 TENTANG WAJIB DAN PEMBEBASAN UNTUK DITERA DAN/ATAU DITERA ULANG SERTA SYARAT-SYARAT BAGI ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG, DAN PERLENGKAPANNYA PRESIDEN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Semua mekanisme yang telah berhasil dirancang kemudian dirangkai menjadi satu dengan sistem kontrol. Sistem kontrol yang digunakan berupa sistem kontrol loop tertutup yang menjadikan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 42 TAHUN 2005 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 42 TAHUN 2005 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 42 TAHUN 2005 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN LABORATORIUM KEMETROLOGIAN

Lebih terperinci

Toleransi& Implementasinya

Toleransi& Implementasinya Toleransi& Implementasinya Daftar Isi 1. Toleransi Linier... 3 a) Suaian-suaian (Fits)... 6 b) Jenis jenis Suaian... 6 c) Toleransi Khusus dan Toleransi Umum... 6 1) Toleransi Khusus... 6 2) Toleransi

Lebih terperinci

ALAT UKUR PRESISI 1. JANGKA SORONG Jangka sorong Kegunaan jangka sorong Mengukur Diameter Luar Benda Mengukur Diameter Dalam Benda

ALAT UKUR PRESISI 1. JANGKA SORONG Jangka sorong Kegunaan jangka sorong Mengukur Diameter Luar Benda Mengukur Diameter Dalam Benda ALAT UKUR PRESISI Mengukur adalah proses membandingkan ukuran (dimensi) yang tidak diketahui terhadap standar ukuran tertentu. Alat ukur yang baik merupakan kunci dari proses produksi massal. Tanpa alat

Lebih terperinci

SPESIFIKASI TEKNIK KOMPOR GAS BAHAN BAKAR LPG SATU TUNGKU DENGAN SISTEM PEMANTIK MEKANIK KHUSUS UNTUK USAHA MIKRO

SPESIFIKASI TEKNIK KOMPOR GAS BAHAN BAKAR LPG SATU TUNGKU DENGAN SISTEM PEMANTIK MEKANIK KHUSUS UNTUK USAHA MIKRO LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 56/M-IND/PER/5/2009 TANGGAL : 28 Mei 2009 ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

lft\n KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMOR 26 lpd\t /KEp lt /zo1o TENTANG SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR WAGON

lft\n KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMOR 26 lpd\t /KEp lt /zo1o TENTANG SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR WAGON '41'//7',7/t.. t lft\n _ -.,tlf - DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jl. M.l. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110 rel. 021-2352A520(Langsung) Tel. 021-3858171

Lebih terperinci

BAB IV PROSES PEMBUATAN, HASIL PEMBUATAN

BAB IV PROSES PEMBUATAN, HASIL PEMBUATAN BAB IV PROSES PEMBUATAN, HASIL PEMBUATAN 4.1 Konsep Pembuatan Mesin Potong Sesuai dengan definisi dari mesin potong logam, bahwa sebuah mesin dapat menggantikan pekerjaan manual menjadi otomatis, sehingga

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 TENTANG METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 TENTANG METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1981 TENTANG METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk melindungi kepentingan umum perlu adanya

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tamba

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.674, 2017 KEMENDAG. Pengawasan Metrologi Legal. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/M-DAG/PER/5/2017 TENTANG PENGAWASAN METROLOGI LEGAL

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN

IV. PENDEKATAN DESAIN IV. PENDEKATAN DESAIN A. Kriteria Desain Alat pengupas kulit ari kacang tanah ini dirancang untuk memudahkan pengupasan kulit ari kacang tanah. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa proses pengupasan

Lebih terperinci

BAB I BESARAN SATUAN DAN PENGUKURAN

BAB I BESARAN SATUAN DAN PENGUKURAN BAB I BESARAN SATUAN DAN PENGUKURAN 1. Apa perbedaan antara besaran pokok dan besaran turunan? 2. Mengapa setiap besaran harus memiliki satuan? 3. Apa yang dimaksud dengan sistem satuan internasional?

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Potato peeler atau alat pengupas kulit kentang adalah alat bantu yang digunakan untuk mengupas kulit kentang, alat pengupas kulit kentang yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1985

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1985 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1985 TENTANG WAJIB DAN PEMBEBASAN UNTUK DITERA DAN/ATAU DITERA ULANG SERTA SYARAT-SYARAT BAGI ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG, DAN PERLENGKAPANNYA PRESIDEN

Lebih terperinci

DIAL TEKAN (DIAL GAUGE/DIAL INDICATOR)

DIAL TEKAN (DIAL GAUGE/DIAL INDICATOR) DIAL TEKAN (DIAL GAUGE/DIAL INDICATOR) Alat ukur dalam dunia teknik sangat banyak. Ada alat ukur pneumatik, mekanik, hidrolik maupun yang elektrik. Termasuk dalam dunia otomotif, banyak juga alat ukur

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tent

2 Mengingat : 1. c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tent BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1566, 2014 KEMENDAG. Alat Ukur. Takar. Timbang. Perlengkapannya. Satuan Ukur. Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71/M-DAG/PER/10/2014

Lebih terperinci

BIDANG STUDI : FISIKA

BIDANG STUDI : FISIKA BERKAS SOAL BIDANG STUDI : MADRASAH ALIYAH SELEKSI TINGKAT PROVINSI KOMPETISI SAINS MADRASAH NASIONAL 013 Petunjuk Umum 1. Silakan berdoa sebelum mengerjakan soal, semua alat komunikasi dimatikan.. Tuliskan

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN TERA/TERA ULANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN TERA/TERA ULANG WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN TERA/TERA ULANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

MODUL 12 WESEL 1. PENGANTAR

MODUL 12 WESEL 1. PENGANTAR MODUL 12 WESEL 1. PENGANTAR Telah disebutkan bahwa pada jalan rel perpindahan jalur dilakukan melalui peralatan khusus yang dikenal sebagai wesel. Apabila dua jalan rel yang terletak pada satu bidang saling

Lebih terperinci

(Ir. Hernu Suyoso, MT., M. Akir.) A. Komponen Jembatan. 1. Tipe Jembatan. a) Jembatan Pelat Beton Berongga. b) Jembatan Pelat. c) Jembatan Girder

(Ir. Hernu Suyoso, MT., M. Akir.) A. Komponen Jembatan. 1. Tipe Jembatan. a) Jembatan Pelat Beton Berongga. b) Jembatan Pelat. c) Jembatan Girder 1 PEKERJAAN JEMBATAN (Ir. Hernu Suyoso, MT., M. Akir.) A. Komponen Jembatan 1. Tipe Jembatan a) Jembatan Pelat Beton Berongga b) Jembatan Pelat c) Jembatan Girder d) Jembatan Beton Balok T e) Jembatan

Lebih terperinci

Oleh: Nurul Yahady Tahir Mide Penera Tingkat Terampil

Oleh: Nurul Yahady Tahir Mide Penera Tingkat Terampil Oleh: Nurul Yahady Tahir Mide Penera Tingkat Terampil Latar Belakang Jangka sorong merupakan alat ukur yang banyak digunakan dalam berbagai industri baik industri kecil ataupun industri besar. Kebenaran

Lebih terperinci

Cara uji kuat tekan beton dengan benda uji silinder

Cara uji kuat tekan beton dengan benda uji silinder Standar Nasional Indonesia ICS 91.100.30 Cara uji kuat tekan beton dengan benda uji silinder Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan

Lebih terperinci

FORMAT GAMBAR PRAKTIKUM PROSES MANUFAKTUR ATA 2014/2015 LABORATURIUM TEKNIK INDUSTRI LANJUT UNIVERSITAS GUNADARMA

FORMAT GAMBAR PRAKTIKUM PROSES MANUFAKTUR ATA 2014/2015 LABORATURIUM TEKNIK INDUSTRI LANJUT UNIVERSITAS GUNADARMA FORMAT GAMBAR PRAKTIKUM PROSES MANUFAKTUR ATA 2014/2015 LABORATURIUM TEKNIK INDUSTRI LANJUT UNIVERSITAS GUNADARMA A. Perlengkapan Gambar 1. Drawing Pen ukuran 0,3 dan 0,5 mm 2. Maal 3 mm 3. Penggaris /

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan perilaku struktur bambu akibat beban rencana. Pengujian menjadi penting karena bambu merupakan material yang tergolong

Lebih terperinci

BAB V METER GAS ROTARY PISTON DAN TURBIN

BAB V METER GAS ROTARY PISTON DAN TURBIN BAB V METER GA ROTARY PITON DAN TURBIN Indikator Keberhasilan : Peserta diharapkan mampu menjelaskan konstruksi dan prinsip kerja meter gas rotary piston dan turbin. Peserta diharapkan mampu menjelaskan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.283, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pengukuran Kapal. Tata cara. Metode. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGUKURAN KAPAL

Lebih terperinci

Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan

Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan Standar Nasional Indonesia Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian

Lebih terperinci

PERTEMUAN 12 TOLERANSI LINIER DAN TOLERANSI SUDUT

PERTEMUAN 12 TOLERANSI LINIER DAN TOLERANSI SUDUT 12.1. Toleransi Standar Internasional PERTEMUAN 12 TOLERANSI LINIER DAN TOLERANSI SUDUT Toleransi adalah suatu penyimpangan ukuran yang diperbolehkan atau diizinkan. Kadangkadang seorang pekerja hanya

Lebih terperinci

FISIKA. Kelas X PENGUKURAN K-13. A. BESARAN, SATUAN, DAN DIMENSI a. Besaran

FISIKA. Kelas X PENGUKURAN K-13. A. BESARAN, SATUAN, DAN DIMENSI a. Besaran K-13 Kelas X FISIKA PENGUKURAN TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan. 1. Memahami definisi besaran dan jenisnya. 2. Memahami sistem satuan dan dimensi besaran.

Lebih terperinci

Alat ukur sudut. Alat ukur sudut langsung

Alat ukur sudut. Alat ukur sudut langsung Alat ukur sudut Merupakan sebuah alat ukur yang digunakan untuk mengukur suatu sudut. Sudut dapat diartikan sebagai harga besar kecilnya pembukaan antara dua garis (lurus) yang bertemu pada suatu titik.

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS 4.1 Deskripsi Produk Produk yang telah dibuat dalam peta-peta kerja ini adalah meja lipat. Komponennya terdiri dari alas yang berukuran 50 cm x 33 cm, kaki meja yang berukuran

Lebih terperinci

TEKNIK GAMBAR DASAR A. PERALATAN DAN PERLENGKAPAN GAMBAR

TEKNIK GAMBAR DASAR A. PERALATAN DAN PERLENGKAPAN GAMBAR TEKNIK GAMBAR DASAR A. PERALATAN DAN PERLENGKAPAN GAMBAR 1. MEJA GAMBAR Meja gambar yang baik mempunyai bidang permukaan yang rata tidak melengkung. Meja tersebut dibuat dari kayu yang tidak terlalu keras

Lebih terperinci

SPESIFIKASI KHUSUS-2 INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS PENETRASI MACADAM ASBUTON LAWELE (LPMAL)

SPESIFIKASI KHUSUS-2 INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS PENETRASI MACADAM ASBUTON LAWELE (LPMAL) SPESIFIKASI KHUSUS-2 INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS PENETRASI MACADAM ASBUTON LAWELE (LPMAL) SKh-2. 6.6.1 UMUM 1) Uraian a) Yang dimaksud dengan Lapis Penetrasi Macadam Asbuton Lawele adalah lapis perkerasan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alur Penelitian Tahapan pelaksanaan penelitian ini dapat ditunjukkan pada diagram alur penelitian yang ada pada gambar 3-1. Mulai Identifikasi Masalah Penentuan Kriteria Desain

Lebih terperinci

MESIN BOR. Gambar Chamfer

MESIN BOR. Gambar Chamfer MESIN BOR Mesin bor adalah suatu jenis mesin gerakanya memutarkan alat pemotong yang arah pemakanan mata bor hanya pada sumbu mesin tersebut (pengerjaan pelubangan). Sedangkan Pengeboran adalah operasi

Lebih terperinci

TOLERANSI LINIER Basori

TOLERANSI LINIER Basori TOLERANSI LINIER Basori Toleransi adalah suatu penyimpangan ukuran yang diperbolehkan atau diijinkan. Karena penyimpangan ini, benda yang dibuat dengan memakai toleransi masih dapat dipasang atau diasembling.

Lebih terperinci

PRAKTIKUM 1 KALIBRASI DAN PEMAKAIAN JANGKA SORONG

PRAKTIKUM 1 KALIBRASI DAN PEMAKAIAN JANGKA SORONG PRAKTIKUM 1 KALIBRASI DAN PEMAKAIAN JANGKA SORONG A. KOMPETENSI DASAR Mengkalibrasi, menggunakan dan membaca hasil pengkuran jangka sorong dengan prosedur yang benar B. SUB KOMPETENSI DASAR 1. Mengkalibrasi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana

Lebih terperinci

Jaringan kawat baja las untuk tulangan beton

Jaringan kawat baja las untuk tulangan beton Jaringan kawat baja las untuk tulangan beton 1. Ruang lingkup Standar ini meliputi definisi bentuk, juntaian, jenis, syarat bahan baku, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat lulus uji,

Lebih terperinci

PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 1983 TENTANG TARIF BIAYA TERA Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1986 Tanggal 22 Maret 1986

PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 1983 TENTANG TARIF BIAYA TERA Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1986 Tanggal 22 Maret 1986 PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 1983 TENTANG TARIF BIAYA TERA Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1986 Tanggal 22 Maret 1986 Menimbang : Presiden Republik Indonesia, a. bahwa dengan semakin

Lebih terperinci

Pertemuan I, II I. Gaya dan Konstruksi

Pertemuan I, II I. Gaya dan Konstruksi Pertemuan I, II I. Gaya dan Konstruksi I.1 Pendahuluan Gaya adalah suatu sebab yang mengubah sesuatu benda dari keadaan diam menjadi bergerak atau dari keadaan bergerak menjadi diam. Dalam mekanika teknik,

Lebih terperinci

a,\s :"'2, arnn 'rf F KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR 57 M{ /xep/1/201o TENTANG SYARAT TEKNIS METER ARUS VOLUMETRIK

a,\s :'2, arnn 'rf F KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR 57 M{ /xep/1/201o TENTANG SYARAT TEKNIS METER ARUS VOLUMETRIK :"'2, a,\s t arnn 'rf F DEPAI TEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREI$ORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan N4 Rdwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Te 021-3440408 Ia 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 6.6

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 6.6 REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS MAKADAM ASBUTON LAWELE (SKh-3.6.6.1) SPESIFIKASI KHUSUS-3 INTERIM SEKSI 6.6.1 LAPIS

Lebih terperinci

DASAR-DASAR METROLOGI INDUSTRI Bab III Pengukuran Sudut

DASAR-DASAR METROLOGI INDUSTRI Bab III Pengukuran Sudut BAB III Tujuan : Setelah mempelajari materi pelajaran pada bab III, diharapkan mahasiswa dapat : 1. Menyebutkan bermacam-macam alat ukur sudut, baik alat ukur sudut langsung maupun alat ukur sudut tak

Lebih terperinci

JANGKA SORONG I. DASAR TEORI

JANGKA SORONG I. DASAR TEORI JANGKA SORONG I. DASAR TEORI Jangka sorong merupaakan salah satu alat ukur yang dilengkapi dengan skala nonius, sehingga tingkat ketelitiannya mencapai 0,02 mm dan ada juga yang ketelitiannya 0,05 mm.

Lebih terperinci

PRAKTIKUM 1 KALIBRASI DAN PEMAKAIAN JANGKA SORONG A. KOMPETENSI DASAR Mengkalibrasi, menggunakan dan membaca hasil pengkuran jangka sorong dengan prosedur yang benar B. SUB KOMPETENSI DASAR 1. Mengkalibrasi

Lebih terperinci

MATERI/MODUL MATA PRAKTIKUM

MATERI/MODUL MATA PRAKTIKUM PENGUJIAN BETON 4.1. Umum Beton adalah material struktur bangunan yang mempunyai kelebihan kuat menahan gaya desak, tetapi mempunyai kelebahan, yaitu kuat tariknya rendah hanya 9 15% dari kuat desaknya.

Lebih terperinci

BAB IV PROSES PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

BAB IV PROSES PEMBUATAN DAN PENGUJIAN BAB IV PROSES PEMBUATAN DAN PENGUJIAN 4.1 Proses Pengerjaan Proses pengerjaan adalah tahapan-tahapan yang dilakukan untuk membuat komponen-komponen pada mesin pembuat lubang biopori. Pengerjaan yang dominan

Lebih terperinci

Baja lembaran lapis seng (Bj LS)

Baja lembaran lapis seng (Bj LS) Standar Nasional Indonesia Baja lembaran lapis seng (Bj LS) ICS 77.14.5 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DESAIN PENGGETAR MOLE PLOW Prototip mole plow mempunyai empat bagian utama, yaitu rangka three hitch point, beam, blade, dan mole. Rangka three hitch point merupakan struktur

Lebih terperinci

ctarif BIAYA TERA Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1983 Tanggal 11 Juli 1983 Presiden Republik Indonesia,

ctarif BIAYA TERA Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1983 Tanggal 11 Juli 1983 Presiden Republik Indonesia, ctarif BIAYA TERA Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1983 Tanggal 11 Juli 1983 Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa susunan tarif uang tera yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

Cara uji slump beton SNI 1972:2008. Standar Nasional Indonesia

Cara uji slump beton SNI 1972:2008. Standar Nasional Indonesia Standar Nasional Indonesia Cara uji slump beton ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

PEKERJAAN PERAKITAN JEMBATAN RANGKA BAJA

PEKERJAAN PERAKITAN JEMBATAN RANGKA BAJA PEKERJAAN PERAKITAN JEMBATAN RANGKA BAJA 1. Umum Secara umum metode perakitan jembatan rangka baja ada empat metode, yaitu metode perancah, metode semi kantilever dan metode kantilever serta metode sistem

Lebih terperinci

,/r4f. filt\\s. KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR zl lwwftnp/r/2o10 TENTANG SYARAT TEKNIS METER TAKSI

,/r4f. filt\\s. KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR zl lwwftnp/r/2o10 TENTANG SYARAT TEKNIS METER TAKSI -t" // ==F,/r4F. 7Zt \- filt\\s. DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA Jl. M.l. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Tel. o21-23528520(langsung) Tel. 021-3858171

Lebih terperinci

Dimana : g = berat jenis kayu kering udara

Dimana : g = berat jenis kayu kering udara 1. TEGANGAN-TEGANGAN IZIN 1.1 BERAT JENIS KAYU DAN KLAS KUAT KAYU Berat Jenis Kayu ditentukan pada kadar lengas kayu dalam keadaan kering udara. Sehingga berat jenis yang digunakan adalah berat jenis kering

Lebih terperinci

commit to user BAB II DASAR TEORI

commit to user BAB II DASAR TEORI 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Kerja Bangku Kerja Bangku adalah teknik dasar yang harus dikuasai oleh seseorang dalam mengerjakan benda kerja. Pekerjaan kerja bangku menekankan pada pembuatan benda kerja dengan

Lebih terperinci

ALAT UKUR DAN PENANDA DALAM KERJA BANGKU

ALAT UKUR DAN PENANDA DALAM KERJA BANGKU ALAT UKUR DAN PENANDA DALAM KERJA BANGKU Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mempelajari bahan ajar ini peserta diklat akandapat : 1. Menjelaskan jenis-jenis alat-alat ukur dalam kerja bangku 2. Menjelaskan

Lebih terperinci

Pemindah Gigi Belakang

Pemindah Gigi Belakang (Indonesian) DM-MBRD001-04 Panduan Dealer JALANAN MTB Trekking Keliling Kota/ Sepeda Nyaman URBAN SPORT E-BIKE Pemindah Gigi Belakang SLX RD-M7000 DEORE RD-M6000 DAFTAR ISI PENGUMUMAN PENTING... 3 UNTUK

Lebih terperinci

TARIF RETRIBUSI TERA, TERA ULANG ALAT ALAT UTTP, KALIBRASI ALAT UKUR SERTA PENGUJIAN BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS

TARIF RETRIBUSI TERA, TERA ULANG ALAT ALAT UTTP, KALIBRASI ALAT UKUR SERTA PENGUJIAN BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS LAMPIRAN V PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN RETRIBUSI DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH RETRIBUSI, ULANG ALAT ALAT UTTP, KALIBRASI ALAT UKUR SERTA PENGUJIAN BARANG DALAM KEADAAN

Lebih terperinci

Neraca Ohaus Tiga Lengan

Neraca Ohaus Tiga Lengan Neraca Ohaus Tiga Lengan neraca ohaus 3 lengan Neraca Ohaus, salah satu timbangan yang umum dipakai di laboratorium sekolah Sepeti namanya, neraca ini mempunyai tiga lengan dan satu cawan tempat benda.

Lebih terperinci

SPESIFIKASI TEKNIS TENDA SERBAGUNA TYPE-1 Nomor : Kain filament polyester 100% double side coated.

SPESIFIKASI TEKNIS TENDA SERBAGUNA TYPE-1 Nomor : Kain filament polyester 100% double side coated. MARKAS BESAR ANGKATAN DARAT DIREKTORAT PEMBEKALAN ANGKUTAN SPESIFIKASI TEKNIS TENDA SERBAGUNA TYPE-1 Nomor : 20-251 I. BAHAN. 1. Kain filament polyester 100% double side coated. a. Lebar kain,cm (inchi)

Lebih terperinci

MEMBERI UKURAN PADA GAMBAR KERJA

MEMBERI UKURAN PADA GAMBAR KERJA MEMBERI UKURAN PADA GAMBAR KERJA DASAR-DASAR PEMBERIAN UKURAN Membaca gambar adalah salah satu kemampuan yang harus dimiliki seorang teknisi, oleh karena itu dalam menyajikan gambar, kita perlu memperhatikan

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. secara ilmiah. Penelitian ini menggunakan metode analisa, yaitu suatu usaha

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. secara ilmiah. Penelitian ini menggunakan metode analisa, yaitu suatu usaha 32 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian adalah suatu cara yang digunakan dalam penelitian, sehingga pelaksanaan dan hasil penelitian bisa untuk dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I BESARAN DAN SATUAN

BAB I BESARAN DAN SATUAN BAB I BESARAN DAN SATUAN A. STANDAR KOMPETENSI :. Menerapkan konsep besaran fisika, menuliskan dan menyatakannya dalam satuan dengan baik dan benar (meliputi lambang, nilai dan satuan). B. Kompetensi Dasar

Lebih terperinci

Penempatan marka jalan

Penempatan marka jalan Penempatan marka jalan 1 Ruang lingkup Tata cara perencanaan marka jalan ini mengatur pengelompokan marka jalan menurut fungsinya, bentuk dan ukuran, penggunaan serta penempatannya. Tata cara perencanaan

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara

2 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1565, 2014 KEMENDAG. Alat Ukur. Takar. Timbang. Perlengkapan. Tera dan Tera Ulang. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/M-DAG/PER/10/2014 TENTANG

Lebih terperinci

PENGUKURAN KAPAL (Tonnage Measurement)

PENGUKURAN KAPAL (Tonnage Measurement) PENGUKURAN KAPAL (Tonnage Measurement) OLEH : LUKMAN HIDAYAT NRP. 49121110172 PROGRAM DIPLOMA IV JURUSAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA

Lebih terperinci

Lembar Latihan. Lembar Jawaban.

Lembar Latihan. Lembar Jawaban. DAFTAR ISI Daftar Isi Pendahuluan.. Tujuan Umum Pembelajaran.. Petunjuk Penggunaan Modul.. Kegiatan Belajar 1 : Penggambaran Diagram Rangkaian.. 1.1 Diagram Alir Mata Rantai Kontrol. 1.2 Tata Letak Rangkaian.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian hampir seluruhnya dilakukan di laboratorium Gedung Fisika Material

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian hampir seluruhnya dilakukan di laboratorium Gedung Fisika Material BAB III METODE PENELITIAN Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah rancang bangun alat. Penelitian hampir seluruhnya dilakukan di laboratorium Gedung Fisika Material Pusat Teknologi Nuklir Bahan

Lebih terperinci

KESEIMBANGAN BENDA TEGAR

KESEIMBANGAN BENDA TEGAR KESETIMBANGAN BENDA TEGAR 1 KESEIMBANGAN BENDA TEGAR Pendahuluan. Dalam cabang ilmu fisika kita mengenal MEKANIKA. Mekanika ini dibagi dalam 3 cabang ilmu yaitu : a. KINEMATIKA = Ilmu gerak Ilmu yang mempelajari

Lebih terperinci

PERTEMUAN 6 PENYAJIAN GAMBAR KHUSUS

PERTEMUAN 6 PENYAJIAN GAMBAR KHUSUS PERTEMUAN 6 PENYAJIAN GAMBAR KHUSUS 6.1. Cara menunjukkan bagian khusus Disamping gambar-gambar yang dihasilkan dengan cara proyeksi orthogonal biasa, terdapat juga cara-cara khusus untuk memperjelas gambar

Lebih terperinci

Tujuan. Pengolahan Data MOMEN INERSIA

Tujuan. Pengolahan Data MOMEN INERSIA Tujuan Pengolahan Data Pembahasan Kesimpulan MOMEN INERSIA MOMEN INERSIA Tujuan Percobaan Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa diharapkan mampu: 1. Menentukan konstanta pegas spiral dan momen inersia

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 4.

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 4. WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG TERA DAN ATAU TERA ULANG ALAT UKUR, ALAT TAKAR, ALAT TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

Lebih terperinci

IV. PERANCANGANDAN PEMBUATAN INSTRUMENTASI PENGUKURAN SLIP RODA DAN KECEPATAN

IV. PERANCANGANDAN PEMBUATAN INSTRUMENTASI PENGUKURAN SLIP RODA DAN KECEPATAN IV. PERANCANGANDAN PEMBUATAN INSTRUMENTASI PENGUKURAN SLIP RODA DAN KECEPATAN 4.1. Kriteria Perancangan Pada prinsipnya suatu proses perancangan terdiri dari beberapa tahap atau proses sehingga menghasilkan

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di 22 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan 20 22 Maret 2013 di Laboratorium dan Perbengkelan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci