KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR l5lw$ lkep/3/2010 TENTANG SYARA TEKNIS METER PROVER

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR l5lw$ lkep/3/2010 TENTANG SYARA TEKNIS METER PROVER"

Transkripsi

1 DEPARTE U EN PEHDAGANGAN REPUBLII( IND()NESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan M I Ridwan Rais No 5 Jakarta Te la KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR l5lw$ lkep/3/2010 TENTANG SYARA TEKNIS METER PROVER DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI. Menimbang Mengingat ". a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor O8/M-DAGlPERl3l2010 tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP) Yang Wajib Ditera dan Ditera Ulang, perlu mengatur syarat teknis meter prover; b. bahwa penetapan syarat teknis meter prover, diperlukan untuk... mewujudkan kepastian hukum dalam pemeriksaan, pengujian, dan penggunaan meter prover sebagai upaya menjamin kebenaran pengukuran volume cairan ; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksudalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri; '. 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3193); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun '1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 3821), 3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor '135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4151) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4884), 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844)', 5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633);

2 Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor. t5 lwx rtmp /5/2010 b o *10 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus lbukota Jakarta Sebagai lbukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4744); Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1985 tentang Wajib dan Pembebasan Untuk Ditera dan/atau Ditera Ulang Serta Syarat-syarat Bagi Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 4,Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 3283); Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1987 tentang Satuan Turunan, Satuan Tambahan, dan Satuan Lain Yang Berlaku (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 1987 Nomor lt,iambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3351); Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4737), Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik lndonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2008; 11. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu ll; 12 Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara; 13. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 61/MPP/Ke p tentang Penyelengg araan Kemetrologian sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 251 IMPP lkep/6/1 999; 14. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 635/MPP/Kepl tentang Tanda Tera; 15. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 01/M-DAG/PER/3/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perdagangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24lM-DAG/PE R/6/2009 ; 16. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor S0/M-DAG/PER/ tentang Unit Kerja dan Unit Pelaksana Teknis Metrologi Legal; 17 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/ tentang Penilaian Terhadap Unit Pelaksana Teknis dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Metrologi Legal; 18. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 08/M-DAG lperl3l2010 tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP) Yang Wajib Ditera dan Ditera Ulang;

3 Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor. r1.lwv fikep /5 lzoto MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERTAMA : Memberlakukan Syarat Teknis Meter Prover yang selanjutnya disebut ST Meter Prover sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri ini., KEDUA : ST Meter Prover sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA merupakan pedoman bagi petugas dalam melaksanakan kegiatan tera dan tera ulang serta pengawasan meter prover. KETIGA : Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negerini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal J ltlaret 2010 DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI. SUBAGYO

4 LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMoR t t\lwy/mp/tlzato TANGGAL: I l4aret 2010 ' BAB I " BAB ll BAB lll BAB lv BAB V BAB Vl Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksudan Tujuan 1.3. Pengertian Persyaratan Administrasi 2.1. Ruang Lingkup 2.2. Penerapan 2.3. ldentitas Daftar lsi 2.4. Persyaratan Meter Prover Sebelum Peneraan Persyaratan Teknis dan Persyaratan Kemetrologian 3.1. Persyaratan Teknis 3.2. Persyaratan Kemetrologian Pemeriksaan dan Pengujian 4.1. Pemeriksaan 4.2. Pengujian Tera dan Tera Ulang Pembubuhan Tanda Tera 5.1. Penandaan Tanda Tera 5.2. Tempat Tanda Tera Penutup DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI, SUBAGYO

5 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pemakaian satuan ukuran, standar satuan, metode pengukuran, dan Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP). Dalam ketentuan Pasal 12 Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal, mengamanatkan pengaturan UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang, dibebaskan dari tera atau tera ulang, atau dari kedua-duanya, serta syarat-syarat yang harus dipenuhi. Dalam melaksanakan amanat tersebut di atas, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1985 tentang Wajib dan Pembebasan Untuk Ditera dan/atau Ditera Ulang Serta Syarat-syarat Bagi Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya. Adapun UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang adalah UTTP yang dipakai untuk keperluan menentukan hasil pengukuran, penakaran, atau penimbangan untuk kepentingan umum, usaha, menyerahkan atau menerima barang, menentukan pungutan atau upah, menentukan produk akhir dalam perusahaan, dan melaksanakan peraturan perundang-undangan. Untuk menjamin kebenaran hasil pengukuran dimaksud dan dalam upaya menciptakan kepastian hukum, maka terhadap setiap UTTP wajib dilakukan tera dan tera ulang yang berpedoman pada syarat teknis UTTP. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu disusun syarat teknis UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang yang merupakan pedoman bagi petugas dalam melaksanakan kegiatan tera dan tera ulang serta pengawasan UTTP. 1.2 Maksud dan Tujuan 1. Maksud Untuk mewujudkan keseragaman dalam pemeriksaan dan pengujian Meter Prover dalam upaya mencapai tertib ukur. 2. Tujuan Tersedianya pedoman bagi petugas dalam melaksanakan pemeriksaan dan pengujian Meter Prover. 1.3 Pengertian Dalam syarat teknis ini yang dimaksud dengan: 1. Meter Prover Konvensional yang selanjutnya disebut Meter Prover adalah standar penguji berbentuk pipa atau silinder dengan diameter tertentu, dengan volume yang terukur digunakan untuk menguji meter arus. 5

6 2. Volume yang terukur adalah volume yang dibatasi antara dua saklar detektor (detector switch). 3. Saklar detektor (detector switch) adalah suatu alat yang berfungsi untuk mendeteksi pendesak yang lewat. 4. Pendesak adalah alat untuk memindahkan volume tertentu antara 2 (dua) saklar detektor. 5. Meter Prover satu arah (unidirectional provers) adalah Meter Prover yang dilengkapi dengan pendesak yang bergerak bebas ke satu arah untuk memindahkan volume tertentu. 6. Meter Prover dua arah (bidirectional provers) adalah Meter Prover yang dilengkapi dengan pendesak yang bergerak bebas ke dua arah bolak-balik untuk memindahkan volume tertentu. 7. Volume dasar adalah volume Meter Prover antara dua saklar detektor pada suhu acuan dan tekanan atmosfir. 8. Pemeriksaan adalah keseluruhan tindakan yang dilakukan oleh pegawai berhak yang diberi hak menera dan menera ulang untuk mencocokan atau menilai persyaratan teknis dan administratif Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP) sesuai atau tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,sehingga dapat atau tidak dapat diuji. 9. Pengujian adalah keseluruhan tindakan sesudah UTTP lulus dalam pemeriksaan, berupa membandingkan penunjukan dengan standar yang dilakukan oleh pegawai yang berhak menera dan/atau menera ulang agar dapat diketahui apakah sifat-sifat ukur tersebut lebih besar, sama atau lebih kecil dari Batas Kesalahan yang Diizinkan (BKD). 6

7 BAB II PERSYARATAN ADMINISTRASI 2.1 Ruang Lingkup Syarat Teknis ini mengatur mengenai persyaratan teknis dan persyaratan kemetrologian untuk Meter Prover. 2.2 Penerapan. Syarat Teknis ini berlaku untuk Meter Prover yang dipergunakan untuk pengujian terhadap meter arus. 2.3 Identitas Meter Prover harus dilengkapi tanda pengenal yang memuat keterangan sebagai berikut: 1. nama pabrik pembuat; 2. merek; 3. tipe/model; 4. nomor seri; 5. volume dasar; 6. bahan; dan 7. koefisien muai ruang. 2.4 Persyaratan Meter Prover Sebelum Peneraan 1. Meter Prover yang akan ditera harus memiliki Surat Izin Tipe atau Izin Tanda Pabrik. 2. Label tipe harus terlekat pada Meter Prover asal impor yang akan ditera. 3. Meter Prover yang diproduksi di dalam negeri harus memiliki label yang memuat merek pabrik dan nomor Surat Izin Tanda Pabrik. 4. Meter Prover yang diproduksi di dalam negeri harus memiliki label yang memuat merek pabrik dan nomor Surat Izin Tanda Pabrik dan label tipe untuk Meter Prover asal impor sebelum ditera. 5. Meter Prover yang akan ditera ulang harus sudah ditera sebelumnya. 7

8 BAB III PERSYARATAN TEKNIS DAN PERSYARATAN KEMETROLOGIAN 3.1 Persyaratan Teknis 1. Bahan Meter Prover harus terbuat dari bahan yang tahan karat dan tahan terhadap tekanan minimal 1 MPa. 2. Konstruksi a. Meter Prover dapat berbentuk pipa lurus, pipa berbentuk U, atau lipatan U. b. Meter Prover harus dirakit dan dipasang sedemikian rupa, sehingga pemakaiannya terjamin secara baik. c. Bagian dalam Meter Prover, sambungan pipa, dan bengkokan/lengkungan pipa yang terletak antara dua saklar detektor mempunyai kebundaran dan kehalusan yang merata. d. Dinding bagian dalam pipa mempunyai lapisan dari bahan yang keras, dengan permukaan sedemikian rupa, sehingga tidak mudah aus atau terkelupas oleh gesekan pendesak. e. Meter Prover memiliki pendesak yang berbentuk bola atau piston, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) pendesak berbentuk bola harus dibuat dari bahan elastis yang tahan terhadap suhu dan jenis cairan sesuai dengan pemakaian meter prover ; atau 2) pendesak berbentuk piston, pada bagian yang bersentuhan dengan dinding bagian dalam harus dilapisi oleh bahan yang elastis yang tahan terhadap suhu dan jenis cairan sesuai dengan pemakaian Meter Prover. f. Dalam hal pendesak berbentuk bola harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1) bola terbuat dari bahan yang kuat, elastis, dan tidak mudah aus atau rusak; 2) bola diisi cairan dengan tekanan, sehingga diameter bola mengembang lebih besar dari pada diameter dalam pipa; 3) diameter bola disesuaikan dengan spesifikasi pabrik; 4) jika tidak ada bola yang sesuai dengan spesifikasi pabrik, maka harus digunakan bola lain yang diameternya lebih besar 2% - 7% dari diameter dalam pipa; dan 8

9 5) bola tidak boleh terisi udara. g. Meter Prover dilengkapi dengan tempat-tempat penyambungan untuk pengujiannya atau penyambungan dengan meter arus; h. Meter Prover dilengkapi dengan tempat untuk memasang termometer dan manometer dekat saluran masuk dan saluran keluar i. Diameter pipa dan laju pendesak Meter Prover harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1) diameter dalam Meter Prover dibuat sedemikian rupa, sehingga hilang tekanan pada Meter Prover sesuai dengan hilang tekanan pada instalasi meter arus; 2) diameter Meter Prover dan sambungan-sambungannya (manifold) tidak boleh lebih kecil dari diameter saluran ke luar dari meter arus yang diuji; 3) diameter minimum memenuhi ketentuan mengenai laju maksimum pendesak, ketidakpastian posisi saklar detektor, dan debit meter arus yang diuji; 4) saluran masuk dan saluran keluar Meter Prover, termasuk krankran (valves) dan sambungan-sambungan harus cukup besar untuk mencegah perubahan kecepatan alir yang melewati meter arus ketika aliran ditujukan ke meter prover; 5) laju pendesak untuk Meter Prover dua arah tidak boleh melebihi 1,5 m/s; 6) laju pendesak untuk Meter Prover satu arah tidak boleh melebihi 3 m/s. j. Volume minimum antara dua saklar detektor harus memenuhi syarat sesuai dengan rentang ukur meter arus kerja yang akan diuji; k. Jarak minimum antara dua saklar detektor harus memenuhi ketentuan: 1) volume batas minimum antara dua saklar detektor; 2) ketidakpastian posisi bola; dan 3) ketidakpastian posisi saklar detektor. l. Kran-kran (valves) saluran masuk dan keluar pada Meter Prover, harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : 1) semua kran yang berhubungan dengan Meter Prover bebas dari gelembung udara dan tidak bocor; 2) posisi kran empat arah pada Meter Prover dua arah dan kran pemindah bola pada Meter Prover satu arah berada tepat pada kedudukannya selama penggunaan Meter Prover; 3) kran empat arah (four way valve) pada Meter Prover dua arah 9

10 dan kran pemindah bola (interchange valve) pada Meter Prover satu arah, harus tahan terhadap kebocoran pada tekanan pemakaiannya; dan 4) kran empat arah dan kran pemindah bola harus dilengkapi dengan alat untuk mendeteksi kebocoran. m. Saklar detektor Meter Prover harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1) dapat mendeteksi pendesak, pada saat pendesak lewat; dan 2) dapat memberikan sinyal untuk menggerakan penghitung elektronik; dan dibuat sedemikian rupa, sehingga dapat bekerja hanya oleh desakan pendesak saja. n. Konstruksi Meter Prover satu arah dan Meter Prover dua arah sebagaimana tercantum dalam lampiran. o. Meter Prover dapat dipakai untuk penggunaan beberapa jenis cairan sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan oleh pabriknya. 3.2 Persyaratan Kemetrologian 1. Ketidaktetapan Batas maksimal ketidaktetapan (repeatability) yang diperbolehkan pada hasil pengujian berurutan adalah 0,02 %. 2. Suhu dan tekanan Volume Meter Prover ditentukan pada suhu 28 o C dan/atau 15 o C serta pada tekanan atmosfir atau Pa. 10

11 BAB IV PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN 4.1. Pemeriksaan Pemeriksaan Meter Prover dilakukan untuk memastikan bahwa Meter Prover memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan dalam syarat teknis ini Pengujian Tera dan Tera Ulang 1. Prosedur pengujian Pengujian Meter Prover dalam rangka peneraan dan peneraan ulang sesuai dengan prosedur terlampir dalam Syarat Teknis ini. 2. Pengujian a. Penentuan volume Meter Prover 1) Meter Prover yang akan diuji harus sudah mempunyai volume dasar; 2) perhitungan volume dasar Meter Prover dibuat hingga 5 (lima) angka di belakang koma untuk satuan barrel, dan 3 (tiga) angka di belakang koma untuk satuan liter; b. Instalasi pengujian Meter Prover Instalasi pengujian Meter Prover harus dilengkapi dengan perlengkapan pengujian yang dirakit dan terpasang dengan kokoh serta terhindar dari cahaya matahari langsung. c. Metode pengujian Meter Prover 1) penakaran air (water draw), dengan ketentuan sebagai berikut: a) pada pengujian Meter Prover dua arah paling sedikit harus ada 3 (tiga) aliran bolak balik (round trip) berurutan terdiri dari 3 (tiga) trip searah dan 3 (tiga) trip berlawanan arah, yang masing-masing memenuhi ketentuan batas maksimum ketidaktetapan; dan b) pada pengujian Meter Prover satu arah paling sedikit harus ada 3 (tiga) trip searah yang memenuhi ketentuan batas maksimum ketidaktetapan. 2) meter induk (master meter) pada pengujian Meter Prover dua arah paling sedikit harus ada 5 (lima) aliran bolak balik (round trip) berurutan terdiri dari 5 (lima) trip searah dan 5 (lima) trip berlawanan arah yang masing-masing memenuhi ketentuan batas maksimum ketidaktetapan; dan pada pengujian Meter Prover satu arah paling sedikit harus ada 5 (lima) 11

12 d. Sertifikasi trip searah yang memenuhi ketentuan batas maksimum ketidaktetapan. Hasil pengujian terhadap Meter Prover dituangkan dalam sertifikat yang ditandatangani oleh pejabat berwenang. 12

13 BAB V PEMBUBUHAN TANDA TERA 5.1. Penandaan Tanda Tera Pada Meter Prover dipasang lemping tanda tera sebagai tempat pembubuhan Tanda Daerah, Tanda Pegawai Yang Berhak, dan Tanda Sah. Tanda Jaminan dibubuhkan dan/atau dipasang pada bagian-bagian tertentu dari Meter Prover yang sudah disahkan pada waktu ditera dan ditera ulang untuk mencegah penukaran dan/atau perubahan. Bentuk tanda tera sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Tempat Tanda Tera 1. Tera a. Tanda Daerah ukuran sumbu panjang 8 mm, Tanda Pegawai Berhak (H), dan Tanda Sah Logam (SL) ukuran 6 mm dibubuhkan pada lemping dari logam tahan karat berbentuk segi empat yang dilekatkan dengan kuat atau diikat dengan kawat segel, serta dijamin dengan Tanda Jaminan Plombir (JP) ukuran 8 mm pada tempat yang mudah dilihat; dan b. Tanda Jaminan Plombir (JP) ukuran 8 mm dibubuhkan pada masingmasing tutup kedua saklar detektor sedemikian rupa, sehingga mencegah pembukaan atau penggantian saklar detektor. 2. Tera Ulang Satu buah Tanda Sah Plombir (SP) ukuran 6 mm pada tutup saklar detektor sebagai pengganti Tanda Jaminan Plombir (JP) ukuran 8 mm pada tera. 3. Jangka waktu tera ulang Jangka waktu tera ulang dan masa berlaku tanda tera sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 4. Dalam hal Meter Prover mengalami perbaikan yang menyebabkan perubahan volume dasar, tanda tera rusak, atau kawat untuk memasang tanda tera putus, Meter Prover wajib ditera ulang. 13

14 BAB VI PENUTUP Syarat Teknis Meter Prover merupakan pedoman bagi petugas dalam melaksanakan tera dan tera Meter Prover serta pengawasan Meter Prover, guna meminimalisir penyimpangan penggunaan Meter Prover dalam pengukuran volume cairan serta upaya perwujudan tertib ukur sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal. 14

15 Lampiran 1. Gambar Teknis Meter Prover Satu Arah (Unidirectional) Bola Pendesak Sambungan / Match- Bored Flanges Kabel Penyaring Sambungan Bola Detektor switch Kabel Penyaring Tempat Thermometer Master Meter (Tipe Bidirectional) Lintasan Bola Penghitung Meter Prover Elektronik Penghitung Meter Prover untuk Master Mater Catu Daya Keluaran Thermometer Well dan Sambungan Pressure Gauge Sambunganalternatif penakaran air dan isolasi Master flange Meter Pososi Bola PemasukanThermometer Well dan Sambungan Pressure Posisis Bola Pemasoh awal Sambungan / Match- Bored Flanges Thermometer Well dan Sambungan Pressure Gauge Genetaror Pulsa Bola Penghitung Totalisator Pipa Prover untuk kalibrasi Saringan Sambungan alternative Penakaran air Valve Lubang angin Detektor Switch Meter Blok dan Valve rembes Sambungan alternative Master Meter Pompa Jalur Kembali 15

16 Lampiran 2. Gambar Teknis Meter Prover Tipe Bidirectional (Tipe U) Keluaran Thermometer Well Sambungan Alternatif Penakaran Air dan Isolasi Flange Lubang Angin,Pressure Gauge dan Thermometer Well Lubang Angin dan Pressure Gauge Detektor bola Sambungan / Match Bored Flange Kalibrasi Volume Prover Sambungan alternative Meter Prover Keluaran Blok dan Valve Rembes Bola Pendesak Keluaran Thermometer Well Valve aliran pembalik dengan fasilitas pengecek segel Penghalang Aliran Genetaror Pulsa Sambungan Alternatif Master Meter Sambungan Thermometer Well dan Pressure Gauge Penghitung Totalisator Meter Aliran Kabel Penyaring ke Generator Meter Pulsa Penghitung Meter Prover Elektronik Kabel Power Kabel Penyaring Saringan 16

17 Lampiran 3. Instalasi Pengujian Meter Prover Dengan Metode Desakan Air (Water Draw Method) Kabel Penyaring Valve Lubang Angin Bola Kabel Penyaring Detektor switch Tangki Penampungan Ukuran kapasitas standar Tangki Penimbang Penghitung Meter Prover Valve manual Valve 3 arah Gelas Standar Blok dan Valve rembes Standari Penimbang Monitor Meter Flow Pompa Penyaring Tangki Air 17

18 Lampiran 4. Instalasi Meter Prover Metode Master Meter (Master Meter Method) Kabel Penyaring Detektor switch Valve aliran pembalik dengan fasilitas pengecek segel Master Meter (Tipe Bidirectional Penghitung Meter Prover untuk Master Mater Master Meter Penghitung Meter Prover Valve aliran pembalik dengan fasilitas pengecek segel Bola Pipa Prover untuk kalibrasi Valve Lubang angin Detektor Switch Tangki Penampungan Pompa Jalur Kembali 18

19 Lampiran 5. Pengujian Meter Prover Dengan Metode Water Draw 1. PERALATAN YANG DIPERLUKAN a. Bejana-bejana ukur standar yang telah disertifikasi Bejana-bejana ukur standar harus sudah disertifikasi oleh Direktorat Metrologi atau badan lain yang berwenang dan harus menjelaskan tentang suhu dasar, waktu tetesan dan koefisien muai ruang bahan bejana-bejana tersebut. Secara umum waktu tetesan untuk bejana ukur dengan volume sampai dengan 20 liter adalah 10 sekon dan volume lebih dari 20 liter adalah 30 sekon. Konfigurasi dari bejana-bejana ukur standar dipilih sedemikian rupa, agar volumenya sesuai dan memadai dengan volume dasar Meter Prover. b. Manometer-manometer yang telah disertifikasi Manometer dipergunakan untuk mengukur tekanan sistem water draw (Meter Prover dan test stand serta rangkaian pipa-pipanya). Pengukur tekanan harus mempunyai kemampuan mengukur tekanan dengan ketelitian pembacaan 0,2 bar. c. Termometer-termometer yang telah disertifikasi Termometer digunakan untuk mengukur suhu air pada bejana ukur standar dan pada bagian inlet dan outlet pipa Meter Prover. Pengukur suhu harus mempunyai kemampuan mengukur suhu dengan ketelitian pembacaan 0,1 C. d. Stopwatch dengan penunjukan sekon Stopwatch harus mempunyai alat penunjuk sekon dipergunakan untuk mengukur waktu tetesan pada pengosongan bejana ukur standar sesuai dengan yang ditentukan pada sertifikat bejana. e. Pita ukur atau ring gauge Pita ukur harus berupa alat ukur yang dapat mengukur keliling atau diameter bola dengan teliti atau apabila dipergunakan ring gauge harus disertai dengan keterangan yang menyatakan ukuran ring gauge tersebut. f. Alat pemeriksa kedataran Dipergunakan untuk memeriksa kedataran posisi permukaan air pada bejana ukur standar. g. Kaca pembesar Dipergunakan untuk memperjelas pembacaan permukaan air pada sight glass bejana ukur standar. 19

20 h. Test stand dengan pipa-pipa yg memadai dan alat-alat kontrol Instalasi test stand meliputi pipa-pipa dengan kran-kran pengisian, kran selenoida, kran kontrol dan alat kontrol/indikator listrik. Kran selenoida dipergunakan untuk mengatur mulai dan berakhirnya penakaran dalam proses water draw. i. Pompa air Pompa air harus mempunyai kapasitas yang memadai baik dalam hal volume maupun tekanannya sehingga dapat mendorong bola dengan lancar didalam pipa Meter Prover. j. Cadangan/penampung air Cadangan yang sekaligus sebagai penampung air adalah berupa suatu wadah dari mana air diisap oleh pompa air dan menampung air yang berasal dari pengosongan bejana-bejana ukur standar. Volume cadangan/penampung air minimal harus dua kali volume bejana ukur terbesar. k. Rangkaian pipa-pipa Rangkaian ini dapat berupa pipa-pipa atau slang-slang fleksibel maupun kombinasi dari keduanya, yang menghubungkan test stand dengan bagian inlet dan outlet pipa meter prover. Jika selang-selang fleksibel yang dipergunakan, harus dijaga agar tidak bergerak dan bergeser serta bagian-bagian sambungannya sepenuhnya bebas dari kebocoran. 2. PERSIAPAN a. Apabila Meter Prover sebelumnya telah dipergunakan, maka perlu dibersihkan dengan cermat dari kotoran-kotoran sebelum dihubungkan dengan perlengkapan test stand. Perlu beberapa kali pencucian dengan minyak diesel ringan atau detergen berbusa ringan dicampur dengan air tawar dan selanjutnya dilakukan pembilasan dengan air bersih. Jangan sampai ada minyak mentah atau bahan berbuih tertinggal di dalam pipa Meter Prover dan peralatan test stand, periksa bagian dalam Meter Prover dari kerusakan atau benda-benda asing yang tertinggal. b. Periksa secara visual setiap bejana ukur standar untuk meyakinkan tidak adanya penyok-penyok atau kerusakan lain yang dapat berakibat perubahan terhadap isi bejana ukur. Periksa juga untuk meyakinkan tidak adanya bendabenda asing di dalam bejana ukur standar. c. Periksa seluruh tanda tera pada bejana ukur standar baik yang ada pada skala maupun pada pipa kran pengeluaran. d. Periksa kedataran landasan (plat form) test stand dan seluruh bejana ukur standar. e. Jika dipergunakan bola sebagai displacer, gembungkan bola secukupnya 20

21 untuk menjadikannya sebagai alat pemindah (displacer) yang kedap air didalam pipa Meter Prover (berfungsi seperti squeege). Sebagai acuan umum, persentase diameter bola terhadap diameter dalam pipa untuk pipa-pipa dengan ukuran diameter nominal berikut adalah : 101,6 mm; 152,4 mm; 203,2 mm sebesar 102 % 254,0 mm; 304,8 mm sebesar 103 % 406,4 mm s/d 609,6 mm sebesar 104 % 762,0 mm sebesar 106 % 914,4 mm s/d 1066,8 mm sebesar 108 % Amati fisik bola secara visual dan periksa apabila terdapat robek, terpotong, bocor, lecet dan sebagainya yang dapat mempengaruhi unjuk kerja Meter Prover. f. Jika menggunakan piston sebagai displacer, amati secara visual sealnya dari kemungkinan terdapat sobek, terpotong, aus dan lain-lain. Ganti seal bila perlu, amati loop Meter Prover dari kemungkinan terdapatnya kerusakan atau bendabenda asing. g. Sebelum memasukkan bola ke dalam Meter Prover, lumuri terlebih dahulu secara cermat dengan bahan pelumas (grease). Perlu diperiksa lagi untuk menghindari lumpur dan bahan-bahan lainnya masuk ke dalam Meter Prover. h. Hubungkan pipa/selang penyambung test stand dengan Meter Prover, kemungkinan penyambungan dilakukan pada kran empat arah pada Meter Prover dua arah atau pada pemindah bola (interchanges) pada Meter Prover satu arah ataupun pada bagian upstream dan downstream yang sesuai. i. Isi Meter Prover, pipa/selang penyambung dan test stand dengan air. Selama pengisian air semua tutup ventilasi pada tempat-tempat yang paling tinggi dibuka sampai seluruh udara dalam sistem dibuang ke luar. Periksa keseluruhan sistem dari kebocoran dan perbaiki bila perlu, yakinkanlah slangslang, kran-kran dan sebagainya berada pada posisi tetap atau dibarikade untuk mencegah pergerakan, pergeseran atau terpental selama penakaran berlangsung, hal ini untuk mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan dalam proses pengujian. j. Hubungkan sumber daya listrik dengan test stand, periksa unjuk kerja pompa air, kedua detektor dan periksa pula reaksi kerja kran solenoida. 3. UJI COBA ALIRAN Uji coba ini mempunyai beberapa tujuan antara lain: a. membantu menentukan atau menetapkan konfigurasi bejana-bejana ukur standar yang dipergunakan, volumenya, jumlahnya dan urutan penakarannya; b. mengkondisikan dan membasahi bejana-bejana ukur standar; c. membuang dan menghilangkan udara dari sistem; dan d. memberi waktu bagi operator untuk mencoba pengoperasian sistem. 21

22 4. PELAKSANAAN PENGUJIAN a. Catat data-data yang berkenaan dengan item berikut: 1) pemilik; 2) lokasi; 3) tanggal pengujian; 4) merek dan pabrik; 5) tipe; 6) nomor seri; 7) diameter nominal pipa; 8) diameter dalam pipa; 9) tebal dinding; 10) bahan dan koefisien muai ruang bahan; 11) diameter bola (displacer); dan 12) keterangan tentang bejana ukur standar yang digunakan. b. Tempatkan bola (displacer) pada posisi awal. c. Ketika sinyal dari detektor switch menutup keran solenoida, sistem siap untuk mulai diuji, catat tekanan sistem. d. Buka keran pengisian bejana pertama dengan perlahan, catat suhu meter prover pada bagian inlet dan outlet. e. Jika permukaan air telah mendekati garis skala, tutup kran pengisian bejana pertama secara perlahan, buka kran pengisian bejana kedua secara perlahan sehingga kecepatan pengisian tetap konstan, hal tersebut untuk memperoleh laju perpindahan cairan/ bola yang relatif konstan pula. f. Urutan pengisian ini tetap dilakukan untuk bejana-bejana selanjutnya dengan memperhatikan laju perpindahan cairan/bola yang konstan tanpa henti (stagnasi). g. Buka kran pengosongan air pada bejana pertama, pada saat pengosongan telah mencapai separuh isi bejana, ukur suhu bejana dengan cara mengambil sampel air dengan mangkok pada lubang pengosongan, celupkan termometer ke dalam sampel air, lakukan pembacaan setelah berselang 10 detik untuk memberikan waktu bagi termometer untuk bereaksi. h. Untuk menjaga agar suhu termometer tetap dekat dengan suhu sistem maka simpanlah termometer dalam wadah yang airnya diganti secara berkala. i. Urutan penakaran dilanjutkan sampai bola menggerakkan switch detector kedua untuk mengaktifkan keran solenoida untuk menutup.tertutupnya keran 22

23 solenoida dan terhentinya aliran air melengkapi volume setengah round trip bagi Meter Prover bidirectional ataupun volume satu trip bagi Meter Prover unidirectional. j. Volume Meter Prover jenis bidirectional dinyatakan sebagai jumlah volume dua trip yang berurutan dengan arah yang berlawanan. k. Volume Meter Prover jenis unidirectional dinyatakan sebagai volume satu trip. l. Volume dasar Meter Prover jenis bidirectional ditentukan sebagai rata-rata dari tiga volume round trip berurutan yang telah dikoreksi, dan mememihi ketentuan toleransi sebagai berikut : 1) beda tiga volume round trip yang berturutan maksimum 0,02 %; dan 2) beda tiga volume trip searah yang berturutan maksimum 0,02 %. m. Volume dasar Meter Prover jenis unidirectional ditentukan sebagai rata-rata dari tiga volume one way trip berurutan yang telah dikoreksi memenuhi ketentuan toleransi, beda tiga volume one way trip yang berurutan maksimum 0,02%. 5. PERHITUNGAN FAKTOR KOREKSI Ada 5 (lima) faktor koreksi yang diperhitungkan dalam penentuan volume dasar Meter Prover, yaitu: a. CTL CTL, koreksi akibat beda antara suhu air pada bejana ukur standar dengan suhu air pada Meter Prover, berdasarkan API Manual Chapter ketentuan tentang CTL adalah sebagai berikut : 1) Jika suhu bejana ukur lebih rendah dari suhu rata-rata Meter Prover, menggunakan tabel bagian separuh pertama dari manual; 2) Jika suhu bejana ukur lebih tinggi dari suhu rata-rata Meter Prover, menggunakan tabel bagian separuh kedua dari manual; 3) Koreksi diterapkan sebagai faktor pengali volume masing-masing bejana ukur. b. CTS 1) CTSM adalah koreksi akibat beda antara suhu ambien bejana ukur standar dengan suhu dasar bejana menurut sertifikatnya. 2) CTSM dirumuskan sebagai berikut : CTS = 1 + α (tm - T) α = muai ruang bahan bejana tm = suhu ambien bejana T = suhu dasar bejana ukur standar sesuai sertifikat (15,6 C atau 28 C) 3) Koreksi ini diterapkan sebagai faktor pengali terhadap volume masing- 23

24 masing bejana yang telah terkoreksi oleh CTL. 4) Jumlah volume keseluruhan bejana yang terkoreksi CTL dan CTS disebut sebagai volume terkoreksi temperatur( Vt ). c. CPSP 1) CPSP adalah koreksi akibat beda antara tekanan di dalam pipa Meter Prover dengan tekanan atmosfir. 2) CPSP dirumuskan sebagai berikut : d. CPLP P. D CPSP = 1+ E. WT P p = tekanan statik terhadap dinding pipa D = diameter dalam pipa E = modulus elastisitas bahan pipa W t = tebal dinding pipa 1) CPLP adalah koreksi akibat tekanan terhadap air di dalam pipa Meter Prover. 2) CPLP dirumuskan sebagai berikut : 1 CPLP = 1 Pp. F e. CTSP P p = tekanan statik terhadap air F = faktor kompresibitas air 1) CTSP adalah koreksi akibat beda antara suhu ambien Meter Prover dengan suhu dasar meter prover 2) CTSP ditentukan dengan rumus berikut : CTSP = 1 + β(tp T) dimana: β = koefesien muai ruang bahan Meter Prover tp = suhu ambien rata-rata Meter Prover T = suhu dasar Meter Prover (15.6 C atau 28 C) 6. PERHITUNGAN VOLUME DASAR Volume dasar Meter Prover pada suhu dasar ditentukan dengan rumus berikut : V VO ( CTS * CTL), = CPSP. CPLP. CTSP ( T atm) 24

25 Lampiran 6. Cerapan Untuk Menghitung Volume Dasar Meter Prover Tipe Bidirectional dengan Menggunakan Water Draw KOP INSTANSI Direktorat Metrologi, UPTD Metrologi 25

26 KOP INSTANSI 26

27 KOP INSTANSI 27

28 KOP INSTANSI 28

29 KOP INSTANSI 29

30 KOP INSTANSI 30

31 KOP INSTANSI 31

32 KOP INSTANSI 32

33 KOP INSTANSI 33

34 KOP INSTANSI 34

35 Lampiran 7. Berita Acara Pengujian Meter Prover Ditjen Migas 35

DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI

DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI DEPARTEMEN PERDAGANGAN. REPUBLIK IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jaan l\,4.1 Ridwan Rais No.5 Jakarta 10110 Tel. 021-3440408, fa. 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

lft\n KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMOR 26 lpd\t /KEp lt /zo1o TENTANG SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR WAGON

lft\n KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMOR 26 lpd\t /KEp lt /zo1o TENTANG SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR WAGON '41'//7',7/t.. t lft\n _ -.,tlf - DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jl. M.l. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110 rel. 021-2352A520(Langsung) Tel. 021-3858171

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DTREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR fi/my/kr'e/t/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS POMPA UKUR BAHAN BAKAR GAS

KEPUTUSAN DTREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR fi/my/kr'e/t/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS POMPA UKUR BAHAN BAKAR GAS DEPARTE]U EN TIEPUBLII( AF PERDAGANGAN IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan N4.l Ridwan Rals No 5 Jakarta 10110 Ter. 0213440408, fil. 021-3858185 KEPUTUSAN DTREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR ta /PDy{ llkvp h /2o1o TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS ROTA RY PISTON DAN TURBIN

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR ta /PDy{ llkvp h /2o1o TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS ROTA RY PISTON DAN TURBIN DEPARTEInEN PERDAGANGAN FEPUBLIK IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jdtr l\.4.1 Ridwan Ras No.5 Jakarla 10110 Iel. 02.1-3440408, fd. 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMoR eglpwlrepll lzoto TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS DIAFRAGMA

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMoR eglpwlrepll lzoto TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS DIAFRAGMA ? 4l/fi z vtln DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA > DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan M.l Ridwan Rais No.5 Jakarta 10110 Tel. 02'1-3440408. fa 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR tg /PDN n<ep/5/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS MANOMETER

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR tg /PDN n<ep/5/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS MANOMETER DEPARTEMEN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan Ny'.l Ridwan Rals No.5 Jakarta 10110 Tel. 021-3440408, fa. 021'3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

BEJANA UKUR. Tergolong alat ukur metrologi legal yang wajib ditera dan ditera ulang (Permendag No. 8 Tahun 2010);

BEJANA UKUR. Tergolong alat ukur metrologi legal yang wajib ditera dan ditera ulang (Permendag No. 8 Tahun 2010); Eka Riyanto Tanggo BEJANA UKUR Tergolong alat ukur metrologi legal yang wajib ditera dan ditera ulang (Permendag No. 8 Tahun 010); Bejana ukur wajib memiliki Ijin Tanda Pabrik atau Ijin Tipe; Tidak ada

Lebih terperinci

,/r4f. filt\\s. KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR zl lwwftnp/r/2o10 TENTANG SYARAT TEKNIS METER TAKSI

,/r4f. filt\\s. KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR zl lwwftnp/r/2o10 TENTANG SYARAT TEKNIS METER TAKSI -t" // ==F,/r4F. 7Zt \- filt\\s. DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA Jl. M.l. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Tel. o21-23528520(langsung) Tel. 021-3858171

Lebih terperinci

Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor : 4g/pD$/kap /t/zo1o

Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor : 4g/pD$/kap /t/zo1o > "'l/2 -_!- fi/\\$ -'"4 l. DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI '101 Jl. M.l, Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10 fel. 021-23528520(Langsung) Tel. 021-385817'l

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1150, 2012 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Metrologi Legal. UTTP. Tanda Tera. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69/M-DAG/PER/10/2012 TENTANG TANDA TERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang etrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya ketertiban

Lebih terperinci

TENTANG SYARAT TEKNIS METER KADAR AIR

TENTANG SYARAT TEKNIS METER KADAR AIR DEPAI TEMEN REPUBLII( vl {1t F > IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan Ny'.l Ridwan Rais No.5 Jakarta 10110 Tel. 021-3440408, fil. 02'1-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1533, 2016 KEMENDAG. Tanda Sah. Tahun 2017. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 70/M-DAG/PER/10/2016 TENTANG TANDA SAH TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Maksud Dan Tujuan 1. Maksud Untuk mewujudkan keseragaman dalam pelaksanaan kegiatan tera dan tera ulang meter air.

BAB I PENDAHULUAN Maksud Dan Tujuan 1. Maksud Untuk mewujudkan keseragaman dalam pelaksanaan kegiatan tera dan tera ulang meter air. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 635/MPP/Kep/10/2004 TENTANG TANDA TERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 635/MPP/Kep/10/2004 TENTANG TANDA TERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 33 KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 635/MPP/Kep/10/2004 TENTANG TANDA TERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1321, 2014 KEMENDAG. Tanda Sah. Tera. Penggunaan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54/M-DAG/PER/9/2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1989, 2015 KEMENDAG. Tanda Sah. Tahun 2016. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96/M-DAG/PER/11/2015 TENTANG TANDA SAH TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB V METER GAS ROTARY PISTON DAN TURBIN

BAB V METER GAS ROTARY PISTON DAN TURBIN BAB V METER GA ROTARY PITON DAN TURBIN Indikator Keberhasilan : Peserta diharapkan mampu menjelaskan konstruksi dan prinsip kerja meter gas rotary piston dan turbin. Peserta diharapkan mampu menjelaskan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.80,2012 PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44/M-DAG/PER/12/2011 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

2017, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1718, 2017 KEMENDAG. Tanda Sah. Tahun 2018. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 89 TAHUN 2017 TENTANG TANDA SAH TAHUN 2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 08/M-DAG/PER/3/2010 TENTANG ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG, DAN PERLENGKAPANNYA (UTTP) YANG WAJIB DITERA DAN

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara

2 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1565, 2014 KEMENDAG. Alat Ukur. Takar. Timbang. Perlengkapan. Tera dan Tera Ulang. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/M-DAG/PER/10/2014 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya

Lebih terperinci

2015, No Indonesia Nomor 3193); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 19

2015, No Indonesia Nomor 3193); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 19 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1988, 2015 KEMENDAG. Tanda Tera. Perubahan PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95/M-DAG/PER/11/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 639/MPP/Kep/10/2004 TENTANG KETENTUAN DAN SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR MOBIL

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 639/MPP/Kep/10/2004 TENTANG KETENTUAN DAN SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR MOBIL 33 KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 639/MPP/Kep/10/2004 TENTANG KETENTUAN DAN SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR MOBIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 52/M-DAG/PER/10/2009 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

METER GAS ROTARY PISTON DAN TURBIN

METER GAS ROTARY PISTON DAN TURBIN METER GAS ROTARY PISTON DAN TURBIN JENIS METER GAS INDUSTRI Meter gas industri yang umum digunakan dalam transaksi perdagangan adalah : Positif Displacement ( yang banyak digunakan adalah tipe rotary piston

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR 25/wN IKEP/t/2a1o TENTANG SYARA TEKNIS TANGKI UKUR TETAP SILINDER TEGAK

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR 25/wN IKEP/t/2a1o TENTANG SYARA TEKNIS TANGKI UKUR TETAP SILINDER TEGAK > '--t/ F..at 'a DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jl. N/.1. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Iel. O21-2352a520(Lan gsu n g) Tel. 021-3858171 (Sentral),

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tent

2 Mengingat : 1. c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tent BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1566, 2014 KEMENDAG. Alat Ukur. Takar. Timbang. Perlengkapannya. Satuan Ukur. Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71/M-DAG/PER/10/2014

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tamba

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.674, 2017 KEMENDAG. Pengawasan Metrologi Legal. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/M-DAG/PER/5/2017 TENTANG PENGAWASAN METROLOGI LEGAL

Lebih terperinci

a,\s :"'2, arnn 'rf F KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR 57 M{ /xep/1/201o TENTANG SYARAT TEKNIS METER ARUS VOLUMETRIK

a,\s :'2, arnn 'rf F KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR 57 M{ /xep/1/201o TENTANG SYARAT TEKNIS METER ARUS VOLUMETRIK :"'2, a,\s t arnn 'rf F DEPAI TEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREI$ORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan N4 Rdwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Te 021-3440408 Ia 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 522/MPP/Kep/8/2003

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 522/MPP/Kep/8/2003 KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 522/MPP/Kep/8/2003 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2004 MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a. bahwa untuk

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI PELAYANAN TERA/TERA ULANG JENIS TERA

STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI PELAYANAN TERA/TERA ULANG JENIS TERA LAMPIRAN II PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2011 TANGGAL 6 DESEMBER 2011 STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI PELAYANAN / ULANG JENIS ULANG A. Jasa tera, tera ulang,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN2006 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2006 GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN2006 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2006 GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN2006 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2006 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa dengan terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 16/ M - DAG/

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN NOMOR : 180/MPP/Kep/5/2000. TENTANG TANDA TERA TAHUN 2001 MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN

BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN 3.1 PERANCANGAN ALAT PENGUJIAN Desain yang digunakan pada penelitian ini berupa alat sederhana. Alat yang di desain untuk mensirkulasikan fluida dari tanki penampungan

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN TERA/TERA ULANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN TERA/TERA ULANG WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN TERA/TERA ULANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambaha

7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambaha WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG TERA DAN ATAU TERA ULANG ALAT UKUR, ALAT TAKAR, ALAT TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 4.

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 4. WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG TERA DAN ATAU TERA ULANG ALAT UKUR, ALAT TAKAR, ALAT TIMBANG DAN PERLENGKAPANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

Lebih terperinci

at"z, =< KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMOR 25IPDN/KEP /5/?ua TENTANG SYARAT TEKNIS BEJANA UKUR

atz, =< KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMOR 25IPDN/KEP /5/?ua TENTANG SYARAT TEKNIS BEJANA UKUR at"z, < DEPARTEW EN PERDAGANGAN EPUBLTK IND('NESIA vtlndi REKTO RAT J EN DERAT PERDAGANGAN NALAIVI N EG ER I Jalan [,4.] Bidwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Tel. 021-3440408, fa. 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

ctarif BIAYA TERA Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1983 Tanggal 11 Juli 1983 Presiden Republik Indonesia,

ctarif BIAYA TERA Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1983 Tanggal 11 Juli 1983 Presiden Republik Indonesia, ctarif BIAYA TERA Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1983 Tanggal 11 Juli 1983 Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa susunan tarif uang tera yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya

Lebih terperinci

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun.

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN PEMANAS AIR (WATER HEATER) DOMO Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. Bacalah buku petunjuk pengoperasian

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tamb

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tamb No.1199, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. UTTP. Izin Pembuatan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/M-DAG/PER/7/2016 TENTANG IZIN PEMBUATAN ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG,

Lebih terperinci

PERAWATAN DAN PERBAIKAN AC MOBIL

PERAWATAN DAN PERBAIKAN AC MOBIL M O D U L PERAWATAN DAN PERBAIKAN AC MOBIL Oleh: Drs. Ricky Gunawan, MT. Ega T. Berman, S.Pd., M.Eng. BIDANG KEAHLIAN TEKNIK REFRIGERASI DAN TATA UDARA JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN FAKULTAS PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor. 7 Gambar Sistem kalibrasi dengan satu sensor. Besarnya debit aliran diukur dengan menggunakan wadah ukur. Wadah ukur tersebut di tempatkan pada tempat keluarnya aliran yang kemudian diukur volumenya terhadap

Lebih terperinci

MODEL F56A/F56F/F56D MANUAL VALVE FILTER

MODEL F56A/F56F/F56D MANUAL VALVE FILTER SEKILAS PRODUK MODEL F56A/F56F/F56D MANUAL VALVE FILTER 1.1. Aplikasi Utama & Penerapan Digunakan untuk sistem penyaringan perawatan air. Sangat cocok untuk: Sistem Penyaringan Perumahan Perlengkapan Penyaringan

Lebih terperinci

Cara uji penetrasi aspal

Cara uji penetrasi aspal SNI 2432:2011 Standar Nasional Indonesia Cara uji penetrasi aspal ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA

BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA Untuk mendapatkan koefisien gesek pada saluran pipa berpenampang persegi, nilai penurunan tekanan (pressure loss), kekasaran pipa dan beberapa variabel

Lebih terperinci

BUKU PETUNJUK DWP 375A - 1 -

BUKU PETUNJUK DWP 375A - 1 - BUKU PETUNJUK UNTUK TIPE: SP 127, SP 129A, SP 130A, SWP 100, SWP 250A, DWP 255A,DWP DWP 375A DWP 505A, DPC 260A - 1 - Pembukaan Sebelum menyalakan pompa harap membaca buku petunjuk ini terlebih dahulu

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 62/M-DAG/PER/12/2009 TENTANG KEWAJIBAN PENCANTUMAN LABEL

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bahan Penelitian Pada penelitian ini refrigeran yang digunakan adalah Yescool TM R-134a.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bahan Penelitian Pada penelitian ini refrigeran yang digunakan adalah Yescool TM R-134a. 3.1. Lokasi Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Motor Bakar Jurusan Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3.2. Bahan Penelitian Pada penelitian

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 62/M-DAG/PER/12/2009 TENTANG KEWAJIBAN PENCANTUMAN LABEL

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN

BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN Setiap melakukan penelitian dan pengujian harus melalui beberapa tahapan-tahapan yang ditujukan agar hasil penelitian dan pengujian tersebut sesuai dengan standar yang ada. Caranya

Lebih terperinci

Sistem Hidrolik. Trainer Agri Group Tier-2

Sistem Hidrolik. Trainer Agri Group Tier-2 Sistem Hidrolik No HP : 082183802878 Tujuan Training Peserta dapat : Mengerti komponen utama dari sistem hidrolik Menguji system hidrolik Melakukan perawatan pada sistem hidrolik Hidrolik hydro = air &

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS. Sebelum melakukan pengujian pada sistem Bottle Filler secara keseluruhan, dilakukan beberapa tahapan antara lain :

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS. Sebelum melakukan pengujian pada sistem Bottle Filler secara keseluruhan, dilakukan beberapa tahapan antara lain : BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS Bab ini akan membahas mengenai pengujian dan analisis pada alat Bottle Filter yang berbasis mikrokontroler. Tujuan dari pengujian adalah untuk mengetahui apakah alat yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pirolisator merupakan sarana pengolah limbah plastik menjadi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pirolisator merupakan sarana pengolah limbah plastik menjadi BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Perencanaan Alat Alat pirolisator merupakan sarana pengolah limbah plastik menjadi bahan bakar minyak sebagai pengganti minyak bumi. Pada dasarnya sebelum melakukan penelitian

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1985 TENTANG WAJIB DAN PEMBEBASAN UNTUK DITERA DAN/ATAU DITERA ULANG SERTA SYARAT-SYARAT BAGI ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG, DAN PERLENGKAPANNYA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Alat ukur level adalah alat-alat instrumentasi yang dipergunakan untuk. 1. Mencegah kerusakan dan kerugian akibat air terbuang

BAB II DASAR TEORI. Alat ukur level adalah alat-alat instrumentasi yang dipergunakan untuk. 1. Mencegah kerusakan dan kerugian akibat air terbuang BAB II DASAR TEORI II. 1 Pengertian Alat Ukur Level Alat ukur level adalah alat-alat instrumentasi yang dipergunakan untuk mengukur dan menunjukkan tinggi permukaan air. Dimana alat ukur ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

BAB III PEMERIKSAAN DAN PEMELIHARAAN PADA MESIN KOMPRESOR

BAB III PEMERIKSAAN DAN PEMELIHARAAN PADA MESIN KOMPRESOR BAB III PEMERIKSAAN DAN PEMELIHARAAN PADA MESIN KOMPRESOR 3.1 Pemeriksaan Pada Operasi Harian Operasional kompresor memerlukan adanya perawatan tiap harinya, perawatan tersebut antara lain: a. Sediakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. terbuka, dengan penjelasannya sebagai berikut: Test section dirancang dengan ukuran penampang 400 mm x 400 mm, dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. terbuka, dengan penjelasannya sebagai berikut: Test section dirancang dengan ukuran penampang 400 mm x 400 mm, dengan III METODOLOGI PENELITIAN A Peralatan dan Bahan Penelitian 1 Alat Untuk melakukan penelitian ini maka dirancang sebuah terowongan angin sistem terbuka, dengan penjelasannya sebagai berikut: a Test section

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 2 TAHUN 2016

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 2 TAHUN 2016 PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN STRUKTUR DAN BESARAN TARIF RETRIBUSI TERA/TERA ULANG DALAM LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 74/M-DAG/PER/ 12/2012 TENTANG ALAT-ALAT

Lebih terperinci

Verifikasi Standar Massa. Diklat Penera Tingkat Ahli 2011

Verifikasi Standar Massa. Diklat Penera Tingkat Ahli 2011 Verifikasi Standar Massa Diklat Penera Tingkat Ahli 2011 Indikator Keberhasilan Peserta diharapkan dapat menerapkan pengelolaan laboratorium massa dan metode verifikasi standar massa Agenda Pembelajaran

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1985

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1985 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1985 TENTANG WAJIB DAN PEMBEBASAN UNTUK DITERA DAN/ATAU DITERA ULANG SERTA SYARAT-SYARAT BAGI ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG, DAN PERLENGKAPANNYA PRESIDEN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.39, 2013 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Alat Ukur. Perlengkapan. Impor. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74/M-DAG/PER/12/2012 TENTANG ALAT-ALAT UKUR,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Peralatan 3.1.1 Instalasi Alat Uji Alat uji head statis pompa terdiri 1 buah pompa, tangki bertekanan, katup katup beserta alat ukur seperti skema pada gambar 3.1 : Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Metrologi adalah ilmu pengetahuan tentang pengukuran. Pengukuran terjadi sejak manusia lahir sampai meninggal. Hal ini membuktikan bahwa seluruh fase kehidupan manusia

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR BANTEN

PERATURAN GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KEGIATAN PELAYANAN BALAI PENGELOLA LABORATORIUM METROLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/M-DAG/PER/10/2011 TENTANG BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/M-DAG/PER/10/2011 TENTANG BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/M-DAG/PER/10/2011 TENTANG BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya

Lebih terperinci

Lampiran A : Perangkat Percobaan Kontaktor Gas Cair

Lampiran A : Perangkat Percobaan Kontaktor Gas Cair Lampiran A : Perangkat Percobaan Kontaktor Gas Cair A.1 Deskripsi Perangkat Percobaan Perangkat percobaan Kontaktor Gas Cair ini diarahkan untuk pelaksanaan percobaaan yang melibatkan kontak udara-air

Lebih terperinci

at"z, =< KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMOR 25IPDN/KEP /5/?ua TENTANG SYARAT TEKNIS BEJANA UKUR

atz, =< KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMOR 25IPDN/KEP /5/?ua TENTANG SYARAT TEKNIS BEJANA UKUR at"z, < DEPARTEW EN PERDAGANGAN EPUBLTK IND('NESIA vtlndi REKTO RAT J EN DERAT PERDAGANGAN NALAIVI N EG ER I Jalan [,4.] Bidwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Tel. 021-3440408, fa. 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR

Lebih terperinci

TARIF RETRIBUSI TERA, TERA ULANG ALAT ALAT UTTP, KALIBRASI ALAT UKUR SERTA PENGUJIAN BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS

TARIF RETRIBUSI TERA, TERA ULANG ALAT ALAT UTTP, KALIBRASI ALAT UKUR SERTA PENGUJIAN BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS LAMPIRAN VIII LAMPIRAN VIII PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA NOMOR NOMOR TANGGAL TANGGAL RETRIBUSI, ULANG ALAT ALAT UTTP, KALIBRASI ALAT UKUR SERTA PENGUJIAN BARANG DALAM KEADAAN

Lebih terperinci

Gambar struktur fungsi solenoid valve pneumatic

Gambar struktur fungsi solenoid valve pneumatic A. PNEUMATIK 1. Prinsip Kerja Peralatan Pneumatik Prinsip kerja dari solenoid valve/katup (valve) solenoida yaitu katup listrik yang mempunyai koil sebagai penggeraknya dimana ketika koil mendapat supply

Lebih terperinci

BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA

BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA BAB III PEMBUATAN ALAT UJI DAN METODE PENGAMBILAN DATA Untuk mendapatkan koefisien gesek dari saluran pipa berpenampang persegi, nilai penurunan tekanan (pressure loss), kekasaran pipa dan beberapa variabel

Lebih terperinci

1. Bagian Utama Boiler

1. Bagian Utama Boiler 1. Bagian Utama Boiler Boiler atau ketel uap terdiri dari berbagai komponen yang membentuk satu kesatuan sehingga dapat menjalankan operasinya, diantaranya: 1. Furnace Komponen ini merupakan tempat pembakaran

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR z{ffin/tapblzala TENTANG SYARAT TEKNIS METER KWh

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR z{ffin/tapblzala TENTANG SYARAT TEKNIS METER KWh DEPARTE]i,IEN PERDAGANGAN REPUBLII( INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DAAM NEGERI Jalan M I Ridwan Rais No. 5 Jakafta 101 10 Tel. 021-3440408 fa. 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1719, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Unit Metrologi Legal. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78/M-DAG/PER/11/2016 TENTANG UNIT METROLOGI LEGAL DENGAN

Lebih terperinci

MENGGUNAKAN LPG - SECARA AMAN

MENGGUNAKAN LPG - SECARA AMAN MENGGUNAKAN LPG - SECARA AMAN APAKAH ELPIJI ITU ELPIJI adalah merek dagang dari produk Liquefied Petroleum Gas (LPG) PERTAMINA, merupakan gas hasil produksi dari kilang minyak (Kilang BBM) dan Kilang gas,

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 1 TAHUN 2016

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 1 TAHUN 2016 BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN TARIF RETRIBUSI DAERAH PADA PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/M-DAG/PER/10/2011 TENTANG BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/M-DAG/PER/10/2011 TENTANG BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/M-DAG/PER/10/2011 TENTANG BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

SPESIFIKASI TEKNIK KOMPOR GAS BAHAN BAKAR LPG SATU TUNGKU DENGAN SISTEM PEMANTIK MEKANIK KHUSUS UNTUK USAHA MIKRO

SPESIFIKASI TEKNIK KOMPOR GAS BAHAN BAKAR LPG SATU TUNGKU DENGAN SISTEM PEMANTIK MEKANIK KHUSUS UNTUK USAHA MIKRO LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 56/M-IND/PER/5/2009 TANGGAL : 28 Mei 2009 ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 2 TAHUN 2009

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 2 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI TERA/TERA ULANG DAN KALIBRASI ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG

Lebih terperinci

Penggunaan sistem Pneumatik antara lain sebagai berikut :

Penggunaan sistem Pneumatik antara lain sebagai berikut : SISTEM PNEUMATIK SISTEM PNEUMATIK Pneumatik berasal dari bahasa Yunani yang berarti udara atau angin. Semua sistem yang menggunakan tenaga yang disimpan dalam bentuk udara yang dimampatkan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 1983 TENTANG TARIF BIAYA TERA Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1986 Tanggal 22 Maret 1986

PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 1983 TENTANG TARIF BIAYA TERA Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1986 Tanggal 22 Maret 1986 PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 1983 TENTANG TARIF BIAYA TERA Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1986 Tanggal 22 Maret 1986 Menimbang : Presiden Republik Indonesia, a. bahwa dengan semakin

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Refrigerant Refrigeran adalah zat yang mengalir dalam mesin pendingin (refrigerasi) atau mesin pengkondisian udara

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Refrigerant Refrigeran adalah zat yang mengalir dalam mesin pendingin (refrigerasi) atau mesin pengkondisian udara BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Refrigerant Refrigeran adalah zat yang mengalir dalam mesin pendingin (refrigerasi) atau mesin pengkondisian udara (AC). Zat ini berfungsi untuk menyerap panas dari benda/media

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR: 300.K/38/M.PE/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI,

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR: 300.K/38/M.PE/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI, [Home] KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR: 300.K/38/M.PE/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI, MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI Menimbang: a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tent

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tent BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1217, 2016 KEMENDAG. UPT. Bidang Kemetrologian dan Bidang Standardisasi dan Pengendalian Mutu. Orta PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60/M-DAG/PER/8/2016

Lebih terperinci

2012, No.661.

2012, No.661. 25 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 39 TAHUN 2012 TENTANG PENGGUNAAN BAHAN BAKAR GAS JENIS COMPRESSED NATURAL GAS (CNG) PADA KENDARAAN BERMOTOR Contoh 1 GAMBAR INSTALASI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan Pirolisis Bahan yang di gunakan dalam pirolisis ini adalah kantong plastik es bening yang masuk dalam kategori LDPE (Low Density Polyethylene). Polietilena (PE)

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 50/M-DAG/PER/10/2009 TENTANG UNIT KERJA DAN UNIT PELAKSANA TEKNIS METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PENERAPAN KONSEP FLUIDA PADA MESIN PERKAKAS

PENERAPAN KONSEP FLUIDA PADA MESIN PERKAKAS PENERAPAN KONSEP FLUIDA PADA MESIN PERKAKAS 1. Dongkrak Hidrolik Dongkrak hidrolik merupakan salah satu aplikasi sederhana dari Hukum Pascal. Berikut ini prinsip kerja dongkrak hidrolik. Saat pengisap

Lebih terperinci