TENTANG SYARAT TEKNIS METER KADAR AIR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TENTANG SYARAT TEKNIS METER KADAR AIR"

Transkripsi

1 DEPAI TEMEN REPUBLII( vl {1t F > IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan Ny'.l Ridwan Rais No.5 Jakarta Tel , fil. 02' KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMoR ralmr/knp/llzoto TENTANG SYARAT TEKNIS METER KADAR AIR DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor O8/M-DAG lperl3l2olo tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (urrp) yang wajib Ditera dan Ditera Ulang, perlu mengatur syarat teknis meter kadar air; b. bahwa penetapan syarat teknis meter kadar air, diperlukan untuk mewujudkan kepastian hukum dalam pemeriksaan, pengujian, dan penggunaan meter kadar air sebagai upaya menjamin kebenaran pengukuran kadar air; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksudalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri; : 1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1gg1 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3193); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun '1999 tentang perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun l ggg Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4151) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4884); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun zoo4 Nomor 12s, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 f ahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844\ 5. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 6? Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633);

2 Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor : tslgrr{/knp/3/2o1o Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus lbukota Jakarta Sebagai lbukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4744), Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1985 tentang Wajib dan Pembebasan Untuk Ditera dan/atau Ditera Ulang Serta Syarat-syarat Bagi Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 4,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3283); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1987 tentang Satuan Turunan, Satuan Tambahan, dan Satuan Lain Yang Berlaku (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 1987 Nomor lt,tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3351); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4737); 10. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2008; 11. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu ll; 12. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara; 13. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 61/MPP/Kepl2l1998 tentang Penyelenggaraan Kemetrologian sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 251 IMPP lkep/6/1 999; 14. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 635/M PP/Kepl 1012Q04 tentang Tanda Tera; 15. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 01/M-DAG/PER/3/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perdagangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan N om or 24lM-D AG/PE R/6/2009 ; 16. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor S0/M-DAG/PER/ tentang Unit Kerja dan Unit Pelaksana Teknis Metrologi Legal; 17. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/1 0/2009 tentang Penilaian Terhadap Unit Pelaksana Teknis dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Metrologi Legal; 18. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor O8/M-DAGlPERl3l2010 tentang Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP) Yang Wajib Ditera dan Ditera Ulang;

3 Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor : 18IPD$/AFP/tl?g1o MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERTAMA KEDUA KETIGA : Memberlakukan Syarat Teknis Meter Kadar Air yang selanjutnya disingkat ST MKA sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri ini. : ST MKA sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA merupakan pedoman bagi petugas dalam melaksanakan kegiatan tera dan tera ulang serta pengawasan MKA. : Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negerini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal I Flaret 2010 DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI, 0l II SUBAGYO

4 LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR :'BlPff/1tgjP/tl2o1o TANGGAL: ] Haret 2010 BAB I BAB ll BAB lll BAB lv BAB V BAB Vl Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksudan Tujuan 1.3. Pengertian Persyaratan Administrasi 2.1. Ruang Lingkup 2.2. Penerapan 2.3. ldentitas Daftar lsi 2.4. Persyaratan MKA Sebelum Peneraan Persyaratan Teknis dan Persyaratan Kemetrologian 3.1. Persyaratan Teknis 3.2. Persyaratan Kemetrologian Pemeriksaan dan Pengujian 4.1. Pemeriksaan 4.2. Pengujian Tera dan Tera Ulang Pembubuhan Tanda Tera 5.1. Penandaan Tanda Tera 5.2. Tempat Tanda Tera Penutup DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI. SUBAGYO

5 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pemakaian satuan ukuran, standar satuan, metode pengukuran, dan Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP). Dalam ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal, mengamanatkan pengaturan UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang, dibebaskan dari tera atau tera ulang, atau dari keduaduanya, serta syarat-syarat yang harus dipenuhi. Dalam melaksanakan amanat tersebut di atas, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1985 tentang Wajib dan Pembebasan Untuk Ditera dan/atau Ditera Ulang Serta Syarat-syarat Bagi Alat-alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya. Adapun UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang adalah UTTP yang dipakai untuk keperluan menentukan hasil pengukuran, penakaran, atau penimbangan untuk kepentingan umum, usaha, menyerahkan atau menerima barang, menentukan pungutan atau upah, menentukan produk akhir dalam perusahaan, dan melaksanakan peraturan perundang-undangan. Untuk menjamin kebenaran hasil pengukuran dimaksud dan dalam upaya menciptakan kepastian hukum, maka terhadap setiap UTTP wajib dilakukan tera dan tera ulang yang berpedoman pada Syarat Teknis UTTP. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu disusun Syarat Teknis UTTP yang wajib ditera dan ditera ulang yang merupakan pedoman bagi petugas dalam melaksanakan kegiatan tera dan tera ulang serta pengawasan UTTP Maksud dan Tujuan 1. Maksud Untuk mewujudkan keseragaman dalam pelaksanaan kegiatan tera dan tera ulang Meter Kadar Air. 2. Tujuan Tersedianya pedoman bagi petugas dalam melaksanakan kegiatan tera dan tera ulang serta pengawasan Meter Kadar Air Pengertian Dalam syarat teknis ini yang dimaksud dengan: 1. Meter Kadar Air yang selanjutnya dapat disingkat MKA adalah suatu alat ukur yang dapat menetukan kadar air suatu komoditi seperti yang dimaksud pada bab II sub bab

6 2. MKA yang menunjuk langsung adalah MKA yang dapat menunjuk langsung pembacaan kadar air suatu komoditi yang diukur tanpa menggunakan tabel konversi. 3. MKA yang tidak menunjuk langsung adalah MKA yang tidak dapat menunjuk langsung pembacaan kadar air suatu komoditi yang diukur kecuali menggunakan tabel konversi. 4. Biji-bijian adalah biji-bijian yang tidak mengandung minyak atau zat yang mudah menguap, termasuk di dalamnya padi-padian dan palawija. 5. Biji-bijian berminyak adalah biji-bijian yang mengandung minyak atau zat yang tidak mudah menguap. 6. Kadar air dari biji-bijian atau biji-bijian berminyak adalah banyaknya kandungan air dalam suatu komoditi biji-bijian atau biji-bijian berminyak yang ditentukan dari pengurangan berat dalam presentase berat contoh komoditi basahnya yang ditentukan pada kondisi seperti pada bab IV sub bab 4.1 angka Contoh adalah sejumlah kecil komoditi yang dianggap mewakili atau menggambarkan sifat dan ciri-ciri dari suatu populasi komoditi. 8. Contoh primer adalah contoh awal yang diambil dari suatu populasi komoditi untuk ditentukan kadar airnya seperti yang dimaksud pada angka Metode referensi/standar atau metode destilasi adalah metode untuk menentukan kadar air dari suatu komoditi yang selanjutnya dipakai untuk menguji kebenaran penunjukan suatu MKA yang diuji. 10. Metode master meter adalah metode dengan cara membandingkan penunjukan MKA yang diuji dengan penunjukan MKA yang dianggap sebagai master meter dan mempunyai ketelitian yang lebih tinggi. MKA master meter ini diuji dengan metode referensi/standar atau metode destilasi. 11. Metode master contoh adalah metode pengujian dengan cara membandingkan penunjukan MKA yang diuji dengan contoh populasi komoditi yang telah diketahui kadar airnya dengan metode referensi/standar atau metode destilasi. 12. Tabel konversi adalah tabel pedoman yang berupa daftar, grafik, mistar hitung dan sebagainya yang digunakan untuk menunjukkan kadar air suatu komoditi yang diukur sesuai dengan pembacaan pada skala konvensionalnya. 13. Skala konvensional adalah skala yang terdapat pada alat penunjukan MKA tanpa dimensi atau satuan. 14. Tabel koreksi adalah tabel yang digunakan untuk menentukan kadar air dari nilai yang ditunjuk oleh MKA, jika nilai yang ditunjuk berubah karena suatu besaran yang berpengaruh tidak secara otomatis terhitung oleh MKA. 15. Persen adalah % massa contoh. 16. Kesalahan mutlak MKA adalah selisih antara penunjukan MKA dengan nilai kadar air sebenarnya yang ditentukan dengan metode referensi. 17. Nilai nol adalah nilai nol % yang dalam praktek tidak pernah dicapai oleh pengukuran kadar air. Nilai nol dapat mewakili hasil pengukuran apabila bagian pengukurannya adalah kosong atau penunjukan alat ini belum dioperasikan. 6

7 18. Alat yang dipakai menetapkan nilai uji adalah alat yang dimaksudkan untuk menentukan hasil pengujian MKA tanpa menggunakan contoh biji-bijian. 19. MKA kelompok A adalah MKA yang dapat bekerja secara otomatis dilengkapi dengan printer untuk mencatat hasil pengukuran dan bermacam-macam pengamanan seperti pada bab III sub bab 3.2. angka MKA kelompok B adalah MKA yang tidak dilengkapi seperti pada Kelompok A tetapi masih dilengkapi minimum pengamanan seperti pada bab III sub bab 3.2. angka 2. 7

8 BAB II PERSYARATAN ADMINISTRASI 2.1. Ruang Lingkup Syarat teknis ini mengatur tentang persyaratan teknis dan persyaratan kemetrologian untuk MKA Penerapan Syarat teknis ini berlaku bagi setiap MKA yang digunakan untuk mengukur kadar air dari: 1. biji-bijian; 2. biji-bijian berminyak; 3. kayu dan hasil kayu olahan industri; dan 4. komoditi lain selain yang dimaksud angka 1, 2, dan 3 yang metode pengujian dan persyaratannya sama dengan angka 1, 2, dan Identitas 1. Umum a. nama pabrik atau merek pabrik; b. tipe; c. nomor seri; d. nomor Surat Izin Tipe atau Izin Tanda Pabrik. 2. Identifikasi a. kelas ketelitian; b. jenis-jenis komoditi yang dapat diukur; c. petunjuk singkat cara penggunaanya; d. daerah temperatur pemakaian; e. nilai nominal dari nilai pengujian serta batas atas dan bawah dari nilai pengukuran; f. kategori/kelompok sesuai dengan bab III sub bab 3.2. angka Persyaratan MKA Sebelum Peneraan 1. MKA yang akan ditera harus memiliki Surat Izin Tipe atau Izin Tanda Pabrik. 2. Label tipe harus terlekat pada MKA asal impor yang akan ditera. 3. MKA yang diproduksi di dalam negeri harus memiliki label yang memuat merek pabrik dan nomor Izin Tanda Pabrik. 8

9 4. MKA yang diproduksi di dalam negeri harus memiliki label yang memuat merek pabrik dan nomor izin tanda pabrik dan label tipe untuk MKA asal impor sebelum ditera. 5. MKA yang akan ditera ulang harus sudah ditera sebelumnya. 9

10 BAB III PERSYARATAN TEKNIS DAN PERSYARATAN KEMETROLOGIAN 3.1. Persyaratan Teknis 1. Bahan, Konstruksi dan Perlengkapan a. MKA harus dibuat sedemikian rupa, agar kuat dan terpasang dengan baik, dan bagian-bagian utamanya harus terbuat dari bahan yang menjamin cukup kuat dan stabil; b. penutup rangka MKA harus terpasang kuat dan disusun sedemikian rupa, sehingga dapat melindungi bagian-bagian utamanya dari debu dan air; c. MKA yang dilengkapi dengan alat pengering dan alat timbang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) massa contoh untuk pengukuran kadar air tidak boleh kurang dari 5 gram; 2) ketelitian timbangan dan anak timbangan harus sesuai dengan ketelitian MKA yang ditentukan oleh pabrik; 3) piring muatan untuk penimbangan dan pengeringan terbuat dari bahan yang tidak korosif dan tidak menyerap air; 4) perbedaan maksimum temperatur yang diperbolehkan di dalam oven harus ditentukan dengan keterangan pabrik dan perbedaan tersebut tidak boleh mempengaruhi hasil pengukuran; dan 5) apabila proses pengukuran tidak otomatis, maka akhir dari pengeringan harus ditandai dengan sinyal yang dapat didengar atau dapat dilihat. d. alat penunjukan MKA dapat berupa plat skala atau digital yang penunjukannya dapat dibagi dalam beberapa daerah ukur; e. MKA dapat dilengkapi dengan alat untuk mengetahui besarnya tegangan catu atau test baterai; f. MKA yang dilengkapi dengan termometer koreksi, skala terkecilnya harus lebih kecil atau sama dengan skala terkecil dari skala penunjukan kadar airnya; g. MKA dapat dilengkapi dengan buku panduan teknis yang memuat dengan jelas segala sesuatu tentang MKA seperti : jenis-jenis komoditi yang diukur, tabel konversi, tabel koreksi untuk pengaruh parameter tertentu, khususnya untuk MKA yang dilengkapi dengan alat koreksi otomatis dan sebagainya; h. MKA yang penunjukan kadar airnya langsung tanpa tabel konversi, maka untuk menunjukkan jenis komoditi yang berbeda-beda harus dilengkapi dengan alat pemindah penunjuk jenis komoditi yang sedang diukur kadar airnya. Alat ini pada saat dioperasikan harus cukup jelas menunjuk nama komoditi yang sedang diukur; i. MKA yang penunujukan kadar airnya tidak langsung, harus dilengkapi dengan tabel konversi yang diperlukan untuk setiap jenis kadar air. 10

11 Interval skalanya sesuai dengan angka 2. huruf a. dan batas kesalahan maksimum yang diizinkan sesuai dengan sub bab 3.2. angka 4; j. MKA yang dilengkapi dengan tabel konversi dan tabel koreksi harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1) tabel-tabel tersebut harus disetujui dan dilegalisir oleh instansi yang menangani metrologi legal; 2) pabrik harus menyertakan buku pedoman MKA yang jelas untuk alat penunjukannya dengan tabel tabel tersebut; dan 3) apabila pabriknya tidak menyertakan atau membuat tabel-tabel tersebut, maka pada MKA-nya harus dicantumkan keteranganketerangan untuk hal itu seperti tercantum pada bab II sub bab 2.3. k. MKA yang hanya menggunakan tabel koreksi tanpa menggunakan tabel konversi, maka pembagian skala penunjukannya harus dalam persen. 2. Alat Penunjukan a. nilai skala harus dipilih dari salah satu nilai berikut ini, yaitu 0,1%; 0,2% dan 0,5% massa untuk pembacaan langsung ataupun tidak langsung oleh MKA. Nilai ini harus lebih kecil atau sama dengan setengah kesalahan maksimum yang diizinkan untuk persetujuan tipe bagi MKA kelas I; b. MKA yang prinsip pengukurannya tidak dengan cara pengeringan dengan pemanas harus ditentukan dengan alat yang memberikan nilai uji; c. MKA yang dilengkapi dengan alat penyetel nol harus bekerja secara kontinyu; d. pada MKA harus ditentukan nilai skala nolnya agar dapat menentukan posisi penunjukan nolnya; e. pada MKA yang menggunakan sumber catu daya dari baterai, harus ditentukan skala catu dayanya; f. skala penunjukan dengan jarum penunjuk dan plat skala harus memenuhi ketentuan berikut: 1) jarak skala yaitu jarak antara dua skala berurutan sekurangkurangnya 1,25 mm, baik pembagian skala dalam persen maupun skala konvensionalnya; 2) garis skala harus tipis dan memiliki ketebalan yang sama; 3) jarum penunjuk harus tampak jelas dan ketebalannya tidak melebihi ¼ jarak skala; dan 4) ujung jarum penunjuk harus menutupi sekurang-kurangnya 1/3 panjang skala terpendek. g. skala untuk alat penunjukan yang menunjuk langsung nilai kadar air yang dinyatakan dalam persen diberi angka angka pada garis skala yang lebih panjang dari garis skala lainnya dan untuk penunjukan nol diberi tanda garis dan jarum penunjuk harus dapat berayun di bawah garis nol sekurang kurangnya 0,2%; 11

12 h. nilai skala dari nilai skala konvensional yang dikonversikan ke macam macam kadar air harus kurang atau sama dengan nilai skala seperti yang disebutkan pada huruf a. Garis skala yang diberi angka harus lebih panjang dari garis skala lainnya dan semua angka yang terbaca pada skala konvensional juga harus terbaca pada tabel konversinya; i. alat penunjukan digital, tinggi angkanya tidak kurang dari 10 mm, baik untuk penunjukan langsung maupun tidak langsung. Semua angka skala konvensional seperti yang tampak pada alat penunjuk digital harus ditunjukkan dalam tabal konversinya. 3. Faktor Pengaruh Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sifat ukur MKA dan harus diamankan adalah: a. alat penyetel harus dilindungi agar tidak mudah diubah; b. MKA harus dapat bekerja dengan baik terhadap pengaruh variasi tegangan antara -15% s.d. +10% dari tegangan nominal dan -2% s.d. +2% dari frekuensi nominalnya, kecuali MKA yang menggunakan catu daya baterai harus dilengkapi dengan alat penunjuk kondisi di bawah catu daya baterainya; c. pabrik pembuat harus melengkapi keterangan batas temperatur pemakaiannya, bila mungkin termasuk ketentuan lain yang dapat mempengaruhi sifat ukurnya Persyaratan Kemetrologian 1. MKA Kelompok A a. secara keseluruhan MKA harus bekerja secara otomatis, merupakan satu kesatuan dan seluruh bagian yang digunakan salah satu yang dipakai untuk sampel (alat penggiling, penggerus dan sebagainya) atau mengukur parameter fisik atau kimia mencakup hasil akhir perhitungan kadar air (alat timbang, sensor temperatur dan sebagainya), semuanya harus disatukan menjadi satu instrumen. Jika pemilihan dan pembersihan alatalat dilakukan, hal ini dapat dipisahkan dari MKA-nya sendiri; b. MKA yang dipadukan dengan printer, printer tersebut harus disatukan dengan MKA-nya atau diletakkan berdampingan. Hasil pengukuran harus tercetak pada gambar sejajar dan dibulatkan pada skala interval yang terdekat. Hasil cetakan harus sesuai dengan penunjukan, apabila penunjukannya digital; c. MKA harus dilengkapi dengan alat pengaman. Macam-macam alat pengaman dapat berupa: 1) pengaman pencetakan a) pencetakan harus tidak bekerja sebelum pengukuran berakhir apabila penunjukannya analog; dan 12

13 b) penunjukan dan pencetakan harus tidak bekerja sebelum pengukuran berakhir apabila penujukan digital. 2) pencetakan hasil pengukuran tidak akan bekerja apabila keluar dari daerah pengukuran; 3) jika MKA ini dilengkapi dengan alat penyetel nol maka tidak boleh mengakibatkan kecurangan; 4) MKA ini harus tidak bekerja lagi sebelum ruang pengukurannya dikosongkan dari sampel terlebih dahulu; 5) dalam hal MKA yang dilengkapi dengan alat pengering dengan pemanasan, suatu alat harus menunjuk bahwa itu tidak mungkin dilaksanakan sampai kondisi yang ditentukan pada petunjuk MKA. Hasil pengukuran tidak akan menunjuk selama proses pengeringan belum berakhir. 2. MKA Kelompok B MKA yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan pada MKA Kelompok A adalah termasuk kelompok B. Selain harus memenuhi sub bab 3.1. dapat bekerja secara otomatis, semi otomatis atau manual dan dapat pula dilengkapi dengan beberapa peralatan yang bekerja secara manual. a. Apabila prinsip pengukurannya membutuhkan contoh yang massanya tertentu untuk ruang pengukuran, maka alat timbang yang digunakan harus kuat dan sesuai dengan kebutuhan massa contoh. b. Apabila prinsip pengukurannya dipengaruhi oleh temperatur contoh yang diukur, maka sensor termometer harus dibuat kuat dan menyatu lewat lubang dengan ruang pengukuran. c. Apabila MKA dilengkapi dengan alat penyetel nol, maka alat ini dapat dengan mudah ditemukan oleh pemakai, tetapi dibuat agar penggunaannya tampak jelas. 3. Tingkat Ketelitian MKA dibedakan dalam kelas ketelitian berdasarkan tingkat kebenaran penunjukannya yaitu kelas I dan kelas II. 4. Batas Kesalahan a. Batas kesalahan maksimum yang diizinkan untuk tera dalam tanda plus dan tanda minus adalah: 1) Kelas I a) Biji-bijian dan biji-bijian selain jagung, padi-padian, sergum dan bunga matahari adalah : 0,3% dari massa basahnya jika kadar air yang dikandung 10% ditambah 0,2% dari massanya; 3/100 dari kadar airnya bila kadar air yang dikandung > 10% ditambah 0,2% dari massanya. 13

14 b) Bijii-bijian jagung dan padi-padian, sergum dan bunga matahari adalah : 0,4% dari massa basahnya jika kadar air yang dikandung 10% ditambah 0,2% dari massanya; 4/100 dari kadar airnya bila kadar air yang dikandung > 10% ditambah 0,2% dari massanya. 2) Kelas II a) Biji-bijian dan biji-bijian yang berminyak selain jagung, padipadian, sergum dan bunga matahari adalah : 0,4% dari massa basahnya jika kadar air yang dikandung 10% ditambah 0,2% dari massanya; 4/100 dari kadar airnya bila kadar air yang dikandung > 10% ditambah 0,2% dari massanya. b) Biji-bijian jagung, padi-padian, sergum dan bunga matahari adalah : 0,5% dari massa basahnya, jika kadar air yang dikandung 10% ditambah 0,2% dari massanya. 5/100 dari kadar airnya jika kadar air yang dikandung > 10% ditambah 0,2% dari massanya b. Batas kesalahan maksimum yang diizinkan untuk tera ulang dalam tanda plus dan tanda minus adalah: 1) Kelas I a) Biji-bijian dan biji-bijian selain jagung, padi-padian, sergum dan bunga matahari adalah : 0,3% dari massa basahnya jika kadar air yang dikandung 10% ditambah 0,4% dari massanya; 3/100 dari kadar airnya bila kadar air yang dikandung > 10% ditambah 0,4% dari massanya. b) Bijii-bijian jagung dan padi-padian, sergum dan bunga matahari adalah : 0,4% dari massa basahnya jika kadar air yang dikandung 10% ditambah 0,4% dari massanya; 4/100 dari kadar airnya bila kadar air yang dikandung > 10% ditambah 0,4% dari massanya. 2) Kelas II a) Biji-bijian dan biji-bijian yang berminyak selain jagung, padipadian, sergum dan bunga matahari adalah : 0,4% dari massa basahnya jika kadar air yang dikandung 10% ditambah 0,4% dari massanya; 4/100 dari kadar airnya bila kadar air yang dikandung > 10% ditambah 0,4% dari massanya. 14

15 b) Biji-bijian jagung, padi-padian, sergum dan bunga matahari adalah: 0,5% dari massa basahnya, jika kadar air yang dikandung 10% ditambah 0,4% dari massanya. 5/100 dari kadar airnya jika kadar air yang dikandung > 10% ditambah 0,4% dari massanya c. Batas kesalahan maksimum yang diizinkan terhadap MKA untuk kayu, kayu olahan, selain biji-bijian berminyak adalah sama dengan batas kesalahan maksimum yang diizinkan pada: 1) Biji-bijian dan biji-bijian yang berminyak selain jagung, padi-padian, sergum dan bunga matahari adalah : a) 0,4% dari massa basahnya jika kadar air yang dikandung 10%; b) 4/100 dari kadar airnya bila kadar air yang dikandung > 10%. 2) Biji-bijian jagung, padi-padian, sergum dan bunga matahari adalah : a) 0,5% dari massa basahnya, jika kadar air yang dikandung 10%. b) 5/100 dari kadar airnya jika kadar air yang dikandung > 10% 3) Huruf a dan b. 15

16 BAB IV PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN 4.1 Pemeriksaan Pemeriksaan MKA dilakukan untuk memastikan bahwa MKA memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan dalam syarat teknis ini. 4.2 Pengujian Tera dan Tera Ulang 1. Metode Pengujian a. Pengujian MKA dalam rangka peneraan dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut: 1) Membandingkan penunjukan MKA yang akan ditera dengan hasil penentuan kadar yang didapat dengan metode referensinya; 2) Membandingkan penunjukan MKA yang akan ditera dengan penunjukan dari MKA yang dianggap sebagai master meter yang mempunyai ketelitian (accuracy) yang lebih tinggi dan telah diuji terlebih dahulu dengan metode standar. Cara ini selanjutnya disebut metode master meter; 3) Penunjukan MKA yang diuji langsung dengan contoh biji-bijian yang telah diketahui harga standar kadar airnya, yang selanjutnya disebut metode master sample. b. Metode pengujian satu titik adalah pengujian yang dilakukan terhadap satu titik penunjukan saja. Hal ini ditetapkan sesuai dengan kebutuhan pemakaian dari MKA tersebut. 2. Tempat Pengujian a. Di Direktorat Metrologi, Kantor/Unit Pelayanan Teknis Kemetrologian setempat pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi dan Kabupaten/Kota. b. Laboratorium/instalasi uji MKA milik instansi pemerintah lainnya dilakukan atas kerjasama dengan Direktorat Metrologi dan Kantor/Unit Pelayanan Teknis Kemetrologian setempat pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi dan Kabupaten/Kota. c. Di tempat pakai MKA tersebut apabila diperlukan. 16

17 BAB V PEMBUBUHAN TANDA TERA 5.1. Penandaan Tanda Tera Pada Meter Kadar Air dipasang lemping tanda tera sebagai tempat pembubuhan Tanda Daerah, Tanda Pegawai Yang Berhak, dan Tanda Sah. Tanda Jaminan dibubuhkan dan/atau dipasang pada bagian-bagian tertentu dari Meter Kadar Air yang sudah disahkan pada waktu ditera dan ditera ulang untuk mencegah penukaran dan/atau perubahan. Bentuk tanda tera sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Tempat Tanda Tera 1. Tera a. Tanda Daerah ukuran 8 mm, Tanda Pegawai yang Berhak (H) dan Tanda Sah Logam (SL) ukuran 6 mm dibubuhkan pada lemping tanda tera yang terbuat dari aluminium atau kuningan yang ditempatkan dekat indikator sehingga dapat mudah terlihat atau pada sumbat cap yang telah disediakan oleh pabriknya; b. Tanda Jaminan Plombir (JP) ukuran 8 mm dibubuhkan pada bagian yang dapat menyebabkan perubahan dari sifat-sifat kemetrologiannya; c. Lemping tersebut pada huruf a harus dipasang dengan cara disekrup yang dibubuhi Tanda Jaminan Plombir (JP) ukuran 8 mm, kecuali bagi konstruksi MKA yang tidak memungkinkan dipasang lemping tanda tera dengan cara yang disekrup dapat dilem, sedangkan untuk MKA yang sudah dilengkapi dengan sumbat cap, maka pemasangan harus sedemikian rupa, sehingga sumbat cap tidak dapat dilepas dan mudah terlihat; d. Ukuran lemping tersebut adalah : Panjang : 30 mm Lebar : 10 mm Tebal minimum : 1 mm Tebal maksimum : 2 mm Toleransi dari ukuran-ukuran di atas : ± 0,5 mm 2. Tera Ulang a. Tanda Sah Plombir (SP) ukuran 6 mm dibubuhkan dengan kawat meterai pada sekrup penguat lemping tanda tera sebagai pengganti Tanda Jaminan Plombir (JP) ukuran 8 mm pada waktu tera; b. Untuk lemping tanda tera yang pemasangannya tidak disekrup (tetapi dilem), atau dengan sumbat cap, maka Tanda Sah Plombir (SP) ukuran 6 mm dibubuhkan pada bagian yang mudah terlihat. 3. Jangka Waktu Tera Ulang Jangka waktu tera ulang dan masa berlaku tanda tera sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. 17

18 BAB VI PENUTUP Syarat Teknis MKA merupakan pedoman bagi petugas dalam melaksanakan tera dan tera ulang MKA serta pengawasan MKA, guna meminimalisir penyimpangan penggunaan MKA dalam transaksi komoditi yang menggunakan nilai kadar air dalam penentuan kualitasnya, serta upaya perwujudan tertib ukur sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal. 18

19 Lampiran 1. Metode referensi praktis untuk menentukan kadar air biji-bijian untuk pengujian MKA 1. Ruang Lingkup Metode ini digunakan untuk menentukan kadar air biji-bijian seperti: beras, gabah dan bahan lain yang mempunyai karakteristik hampir sama, sebagai standar untuk menguji penunjukan MKA komoditi tersebut. 2. Definisi Kadar air biji-bijian adalah banyaknya air, dinyatakan dalam persentase massa contoh basahnya seperti yang diuraikan di bawah ini. 3. Prinsip Metode Pengurangan berat suatu biji-bijian yang dipanaskan pada suhu 130 C 133 C, disebabkan oleh hilangnya air, sehingga berkurangnya berat tersebut dianggap sebagai berat air. 4. Peralatan a. Kondisi pertama terdiri dari : 1) neraca analitik atau sejenisnya dengan ketelitian yang disesuaikan dengan kebutuhan; 2) alat penggiling yang dilengkapi dengan pengatur kecepatan; 3) oven listrik yang mempunyai ventilasi efektif dilengkapi dengan thermoset agar temperatur ruangan pemanas dapat dipertahankan stabil pada temperatur 130 C 133 C; 4) wadah dari logam tahan karat yang tidak menyerap air dengan penutup, diameter ± 50 mm dan dalamnya mm; 5) desikator diberi zat pengering seperti silicagel dan sebagainya; 6) alat saringan; dan 7) alat kerja bantu lainnya yang diperlukan. b. Kondisi kedua : 1) Moisture Balance (timbangan yang berfungsi sebagai MKA); dan 2) alat-alat seperti pada huruf a, angka 4) dan 7); 19

20 5. Cara Kerja a. Persiapan contoh 1) Contoh yang dipakai dalam pengujian adalah contoh primer; 2) Contoh harus memenuhi syarat kualitas dan kuantitas yang ditentukan yaitu : tidak berhama, tidak rusak, tidak bau, bersih dan sebagainya; 3) Siapkan contoh untuk beberapa tingkatan kadar air yang berbeda sekurang-kurangnya tiga tingkatan yaitu untuk penunjukan rendah, tengah dan atas, dengan jumlah kurang lebih 250 g; 4) Contoh-contoh tersebut disimpan dalam beberapa wadah berbeda yang dilengkapi dengan sirkulasi udara agar kondisi udara dalam wadah tersebut konstan atau dapat pula disimpan dalam wadah-wadah yang dapat dijamin tertutup rapat dan kedap air. b. Persiapan peralatan 1) Pelajari cara menggunakan MKA yang akan diuji dengan saksama; 2) Periksa kelengkapan MKA tersebut seperti alat timbang, elektroda, catu dayanya dan sebagainya; 3) Siapkan semua peralatan laboratorium yang akan dipakai seperti neraca analitis, oven diatur pada temperatur 130 C 133 C, wadah yang akan digunakan dibersihkan dan disimpan dahulu dalam desikator kira-kira 1 jam. c. Cara melakukan 1) Ambil contoh biji-bijian yang dimaksud pada huruf a dan ukur kadar airnya dengan MKA yang akan ditera sebanyak tiga kali, catat hasil penunjukannya setelah dikoreksi terhadap pengaruh temperatur, misalnya A%; 2) Syarat contoh biji-bijian yang harus dilembutkan yaitu memenuhi diameter 1,7 mm; 1 mm dan 0,5 mm, bila jumlah diameter 1,7 mm terdiri dari diameter > 1 mm 10% dan diameter < 0,5 mm lebih dari 50 % maka tidak perlu dilembutkan dan sebaliknya dalam hal ini untuk beras dan gabah harus dilembutkan; 3) Dalam hal biji-bijian yang tidak perlu dilembutkan, timbanglah contoh tersebut seberat 5 g beserta wadah tertutup sesuai pada angka 4, huruf a, angka 4) sebanyak 2 wadah untuk tiap tingkatan kadar air yang sama, misalnya berat basahnya = mb; 4) Dalam hal biji-bijian yang perlu dilembutkan, timbanglah seberat contoh tersebut 7 g kemudian digiling selama 1 menit dengan kecepatan rendah agar memenuhi angka 2) kemudian diaduk supaya rata selanjutnya lakukan seperti pada angka 3); 5) Masukkan contoh-contoh ke dalam oven dengan temperatur 130 C dengan wadah terbuka selama 2 jam. Setelah mencapai 2 jam pindahkan ke dalam desikator selama 30 s.d. 40 menit agar temperatur contoh sesuai dengan temperatur ruangan, kemudian contoh tersebut ditimbang, misalnya berat keringnya = Mk; 20

21 6) Lakukan penimbangan ini dengan cermat terhadap contoh masingmasing tingkatan. 6. Perhitungan a. Kadar air (KA) tiap-tiap contoh dinyatakan dalam persentase berat basahnya yaitu: Mb Mk KA = x100% Mb dimana: Mb = Massa basah contoh tanpa wadah (g) Ma = Massa kering contoh tanpa wadah (g) b. Apabila perbedaan kadar air dari 2 contoh pada tingkatan yang sama berbeda > 0,2% pengujian angka 5 huruf c, harus diulang untuk contoh yang berbeda > 0,2%. c. Perhitungan kesalahan penunjukan 1) Untuk mendapatkan kesalahan penunjukan tiap-tiap skala MKA, maka menggunakan rumus regresi linier seperti tercantum dalam cerapan. 2) Untuk pengujian satu titik, besarnya kesalahan penunjukan skala MKA (E) adalah : E = (A KA) % A = Penunjukan MKA KA = Nilai kadar air yang ditentukan dengan metode ini. 21

22 Lampiran 2. Metode referensi praktis untuk menentukan kadar air biji-bijian berminyak untuk pengujian MKA 1. Ruang Lingkup Metode ini digunakan untuk menentukan kadar air biji-bijian berminyak dan bahan lainnya yang mempunyai karakteristik hampir sama, sebagai standar untuk menguji penunjukan MKA komoditi tersebut. 2. Definisi Kadar air biji-bijian berminyak adalah banyaknya air dan zat yang mudah menguap dinyatakan dalam persentase massa contoh basahnya, seperti yang diuraikan di bawah ini. 3. Prinsip Metode Pengurangan berat suatu biji-bijian berminyak yang dipanaskan pada temperatur 103 C, disebabkan oleh hilangnya air sehingga berkurangnya berat tersebut dianggap sebagai berat air. 4. Peralatan a. Kondisi pertama terdiri dari : 1) neraca analitik atau sejenisnya dengan ketelitian yang disesuaikan dengan kebutuhan; 2) alat penggiling yang dilengkapi dengan pengatur kecepatan; 3) oven listrik yang mempunyai ventilasi efektif dilengkapi dengan thermoset agar temperatur ruangan pemanas dapat dipertahankan stabil pada temperatur 103 C ± 2 C; 4) wadah dari logam tahan karat yang tidak menyerap air dengan penutup, diameter ± 70 mm dan tinggi mm; 5) desikator diberi zat pengering seperti silicagel dan sebagainya; 6) alat saringan; 7) alat kerja bantu lainnya yang diperlukan. b. Kondisi kedua : 1) Moisture Balance (timbangan yang berfungsi sebagai MKA); dan 2) alat-alat seperti pada huruf a. angka 4) dan 7). 5. Cara Kerja a. Persiapan contoh 1) Contoh yang dipakai dalam pengujian adalah contoh primer; 22

23 2) Contoh harus memenuhi syarat kualitas dan kuantitas yang ditentukan yaitu : tidak berhama, tidak rusak, tidak bau, bersih dan sebagainya; 3) Siapkan contoh untuk beberapa tingkatan kadar air yang berbeda sekurang-kurangnya tiga tingkatan yaitu untuk penunjukan rendah, tengah dan atas, dengan jumlah kurang lebih 250 g; 4) Contoh-contoh tersebut disimpan dalam beberapa wadah berbeda yang dilengkapi dengan sirkulasi udara agar kondisi udara dalam wadah tersebut konstan atau dapat pula disimpan dalam wadah-wadah yang dapat dijamin tertutup rapat dan kedap air. b. Persiapan peralatan 1) Pelajari cara menggunakan MKA yang akan diuji dengan saksama; 2) Periksa kelengkapan MKA tersebut seperti alat timbang, elektroda, daya catunya dan sebagainya; 3) Siapkan semua peralatan laboratorium yang akan dipakai seperti neraca analitis, oven diatur pada temperatur 103 C ± 2 C, wadah yang akan digunakan dibersihkan dan disimpan dahulu dalam desikator kira-kira 1 jam. c. Cara melakukan 1) Ambil contoh biji-bijian yang dimaksud pada huruf a. dan ukur kadar airnya dengan MKA yang akan ditera sebanyak tiga kali, catat hasil penunjukannya setelah dikoreksi terhadap pengaruh temperatur, misalnya A%; 2) Syarat contoh biji-bijian seperti kacang tanah, kedelai dan yang sejenis perlu dilembutkan yaitu memenuhi diameter 2 mm, dengan cara digiling pada kecepatan rendah, buang 1/20 bagian dari bubuknya, sisanya diaduk sampai homogen dan ditimbang seberat 5 g dengan wadah tertutup seperti pada angka 4. huruf a. angka 4) sebanyak 2 wadah untuk tiap-tiap tingkatan kadar air yang sama, misal berat basahnya = Mb; 3) Dalam hal contoh yang tidak perlu dilembutkan, lakukan penimbangan seperti pada angka 2); 4) Masukkan contoh-contoh tersebut dalam oven dengan wadah terbuka pada temperatur ruangan 103 C ± 2 C, selama 3 jam. Setelah mencapai 3 jam pindahkan ke dalam desikator selama 30 s.d. 40 menit agar temperatur contoh sesuai dengan temperatur ruangan, kemudian contoh tersebut ditimbang misal berat keringnya = Mk 1 ; 5) Masukkan kembali contoh-contoh tersebut ke dalam oven selama 1 jam dan lakukan seperti pada angka 4) dan misal berat keringnya Mk 2 demikian diulangi lagi hingga didapat berat kering Mk n ; 6) Apabila selisih berat kering antara Mk n-1 dan Mk n 0,005 g, maka Mk n dianggap sebagai berat kering konstan dan dipakai sebagai perhitungan untuk menentukan kadar air; 7) Lakukan penimbangan ini dengan cermat terhadap contoh masingmasing tingkatan. 23

24 6. Perhitungan a. Kadar air (KA) tiap-tiap contoh dinyatakan dalam persentase berat basahnya yaitu: Mb Mkn KA = x100% Mb Mb = Massa basah contoh tanpa wadah (g) Mk n = Massa kering contoh tanpa wadah (g) b. Apabila perbedaan kadar air dari 2 contoh pada tingkatan yang sama berbeda > 0,2% pengujian pada angka 5 huruf c, maka harus diulang untuk contoh yang berbeda > 0,2% c. Perhitungan kesalahan penunjukan 1) Untuk mendapatkan kesalahan penunjukan tiap-tiap skala MKA, maka menggunakan rumus regresi linear seperti tercantum dalam cerapan. 2) Untuk pengujian satu titik, besarnya kesalahan penunjukan skala MKA (E) adalah : E = ( A KA)% A = Penunjukan MKA KA = Nilai kadar air yang ditentukan dengan metode ini. 24

25 Lampiran 3. Metode referensi praktis untuk menentukan kadar air jagung untuk pengujian MKA 1. Ruang Lingkup Metode ini digunakan untuk menentukan kadar air jagung dan dipakai sebagai standar untuk mengisi penunjukan MKAnya. 2. Definisi Kadar Air Jagung adalah banyaknya air, dinyatakan dalam persentase massa contoh banyaknya seperti diuraikan di bawah ini. 3. Prinsip Metode Pengurangan berat komoditi jagung yang dipanaskan pada temperatur 130 C, disebabkan oleh hilangnya air sehingga berkurangnya berat tersebut dianggap sebagai berat air. 4. Peralatan a. Kondisi pertama terdiri dari : 1) neraca analitik atau sejenisnya dengan ketelitian yang disesuaikan dengan kebutuhan; 2) alat penggiling yang dilengkapi dengan pengatur kecepatan; 3) oven listrik yang mempunyai ventilasi efektif dilengkapi dengan thermoset agar temperatur ruangan pemanas dapat dipertahankan stabil pada temperatur 103 C; 4) wadah dari logam tahan karat yang tidak menyerap air dengan penutup, diameter ± 50 mm; 5) desikator diberi zat pengering seperti silicagel dsb; 6) alat saringan; dan 7) alat kerja bantu lainnya yang diperlukan. b. Kondisi kedua : 1) Moisture Balance (timbangan yang berfungsi sebagai MKA); dan 2) alat-alat seperti pada angka 4 huruf a. angka 4) dan 7). 5. Cara Kerja a. Persiapan contoh 1) Contoh yang dipakai dalam pengujian adalah contoh primer; 2) Contoh harus memenuhi syarat kualitas dan kuantitas yang ditentukan yaitu : tidak berhama, tidak rusak, tidak bau, bersih dan sebagainya; 25

26 3) Siapkan contoh untuk beberapa tingkatan kadar air yang berbeda sekurang-kurangnya tiga tingkatan yaitu untuk penunjukan rendah, tengah dan atas, dengan jumlah kurang lebih 260 g; 4) Contoh-contoh tersebut disimpan dalam beberapa wadah berbeda yang dilengkapi dengan sirkulasi udara agar kondisi udara dalam wadah tersebut konstan atau dapat pula disimpan dalam wadah-wadah yang dapat dijamin tertutup rapat dan kedap air. b. Persiapan peralatan 1) Pelajari cara menggunakan MKA yang akan diuji dengan saksama; 2) Periksa kelengkapan MKA tersebut seperti alat timbang, elektroda, daya catunya dan sebagainya; 3) Siapkan semua peralatan laboratorium yang akan dipakai seperti neraca analitis, oven diatur pada temperatur 130 C ± 2 C, wadah yang akan digunakan dibersihkan dan disimpan dahulu dalam desikator kira-kira 1 jam. c. Cara melakukan 1) Ambil contoh biji-bijian yang dimaksud pada angka 5 huruf a dan ukur kadar airnya dengan MKA yang akan ditera sebanyak 3 (tiga) kali, catat hasil penunjukannya setelah dikoreksi terhadap pengaruh temperatur, misalnya A%; 2) Contoh tersebut kemudian diambil 30 g lembutkan selama 1,5 s.d. 2 menit dengan kecepatan rendah. Aduklah bubuk jagung tersebut hingga homogen dan timbang seberat 8 g dalam wadah tertutup sebanyak 2 wadah dari masing-masing tingkatan kadar air misal berat basahnya = Mb; 3). Masukkan contoh-contoh tersebut dalam oven dengan wadah terbuka pada temperatur ruangan 130 C ± 2 C, dengan wadah terbuka selama 4 jam pindahkan ke dalam desikator selama 30 s.d. 40 menit agar temperatur contoh sesuai dengan temperatur ruangan, kemudian contoh tersebut ditimbang misal berat keringnya = Mk; 4). Lakukan penimbangan ini dengan cermat terhadap contoh masingmasing tingkatan. 6. Perhitungan a. Kadar air (KA) tiap-tiap contoh dinyatakan dalam persentase berat basahnya yaitu: KA = Mb Mk Mb x100% Mb = Massa basah contoh tanpa wadah (g) Ma = Massa kering contoh tanpa wadah (g) 26

27 b. Apabila perbedaan kadar air dari 2 contoh pada tingkatan yang sama berbeda > 0,2% pengujian pada angka 5 huruf c, maka harus diulang untuk contoh yang berbeda > 0,2%. c. Perhitungan kesalahan penunjukan 1). Untuk mendapatkan kesalahan penunjukan tiap-tiap skala MKA, maka menggunakan rumus regresi linier seperti pada cerapan terlampir. 2). Untuk pengujian satu titik, besarnya kesalahan penunjukan skala MKA (E) adalah : E = ( A KA)% A = Penunjukan MKA KA = Nilai kadar air yang ditentukan dengan metode ini. 27

28 Lampiran 4. Metode destilasi untuk menentukan kadar biji-bijian, bumbu dan rempahrempah untuk pengujian MKA 1. Ruang Lingkup Metode ini digunakan untuk menentukan kadar air biji-bijian berminyak bumbu dan rempah-rempah sebagai standar untuk menguji penunjukan MKA untuk komoditi tersebut. 2. Definisi Yang dimaksud kadar air adalah banyaknya air, dinyatakan dalam persentase massanya, yang disuling dan ditampung sesuai dengan metode yang diuraikan di bawah ini. 3. Prinsip Metode Penentuan banyaknya air yang dipisahkan dengan cara destilasi dengan bantuan suatu cairan organik yang tidak bercampur dengan air, ditampung dalam sebuah tabung berskala. 4. Bahan-Bahan Kimia Toluena adalah bahan kimia yang digunakan sebagai destilat untuk penentuan kadar air. Pelarut-pelarut lain dapat pula digunakan untuk penentuan kadar air, kecuali dinyatakan lain dalam suatu spesifikasi bahan tertentu, maka harus digunakan toluena untuk penentuan ini. 5. Peralatan a. Neraca analitis dengan ketelitian yang disesuaikan dengan kebutuhan; b. Alat destilasi terdiri dari bagian-bagian di bawah ini, dipasang bersama-sama dengan menggunakan sambungan-sambungan kaca asah: 1) Labu leher pendek paling sedikit berkapasitas 500 ml; 2) Pendingin refluks; 3) Penampung berupa tabung berskala ditempatkan antara labu dan pendingin c. Wadah dari bahan logam tahan karat yang tidak menyerap air dengan penutup dan diameter 70 mm dan dalamnya mm; d. Alat bantu kerja laboratorium lainnya seperti : pinset, sendok dan sebagainya; e. Cairan kimia berupa toluena, cairan kimia yang dapat berfungsi sebagai toluena dan kalium dikromat-asam sulfat. 28

29 6. Cara Kerja a. Persiapan contoh 1) Contoh yang dipakai dalam pengujian adalah contoh primer; 2) Contoh harus memenuhi syarat kualitas dan kuantitas yang ditentukan yaitu : tidak berhama, tidak rusak, tidak bau, bersih dan sebagainya; 3) Siapkan contoh untuk beberapa tingkatan kadar air yang berbeda yaitu sekurang-kurangnya tiga tingkatan dan jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan; 4) Contoh-contoh tersebut disimpan dalam beberapa wadah berbeda yang dilengkapi dengan sirkulasi udara agar kondisi udara dalam wadah tersebut konstan atau dapat pula disimpan dalam wadah-wadah yang dapat dijamin tertutup rapat dan kedap air. b. Persiapan peralatan 1) Pelajari cara menggunakan MKA yang akan diuji dengan saksama; 2) Periksa kelengkapan MKA tersebut seperti alat timbang, elektroda, catu dayanya dan sebagainya; 3) Siapkan semua peralatan laboratorium yang akan dipakai; 4) Bersihkan dengan larutan kalium dikromat-asam sulfat, semua alat destilasinya untuk menghindari kemungkinan melekatnya tetes-tetes kecil air pada sisi dinding pendingin dan penampung berskala. c. Cara melakukan 1) Timbang contoh-contoh biji-bijian, bumbu dan rempah-rempah seperti pada huruf a seberat 40 g; 2) Masukkan contoh tersebut ke dalam labu dengan toluena, tambahkan toluena secukupnya agar menutupi contoh tersebut seluruhnya kira-kira 75 ml dan dikocok hingga rata. 3) Pasang atau rakitkan alat destilasi tersebut dan isi penampung berskala dengan toluena sampai meluap ke dalam labu destilasi. Untuk menghindari uap air keluar dari tabung pendingin sisipkan sumbat kapas yang longgar pada tabung pendingin bagian atas. 4) Panaskan labu sedemikian rupa, sehingga kecepatan destilasi 100 tetes per menit. Bila sebagian besar air telah tersuling, naikkan kecepatan tetes hingga 200 tetes per menit hingga tak ada lagi air yang tersuling. Sekali-sekali dinding tabung disirami dengan toluena selama destilasi berlangsung dari lubang atas tabung pendingin. 5) Reflukslah hingga tinggi air dalam tabung penampung berskala tidak berubah selama 30 menit baru kemudian hentikan sumber panasnya. 6) Sebelum tabung penampung berskala dicelupkan ke dalam air pada suhu kamar selama kurang lebih 15 menit bila perlu tabung pendinginnya dibilas dengan toluena dan kawat tembaga spiral untuk melepaskan tetesan air yang ada. Setelah tercelup pada air suhu kamar maka baca volume air pada tabung berskala. 29

30 7. Perhitungan a. Cara menyatakan hasil-hasil kadar air (KA) dalam persentase massa adalah : V KA = X100% M dimana : V = Volume air yang ditampung dalam ml. M = Massa basah contoh yang didestilasi dalam g. = Massa jenis air yang dianggap 1 g/ml b. Untuk mendapatkan kesalahan penunjukan tiap-tiap skala MKA, maka menggunakan rumus regresi linier seperti pada cerapan. c. Untuk pengujian satu titik, besarnya kesalahan penunjukan skala MKA E adalah : dimana : E = ( A KA)% A = Penunjukan MKA KA = Nilai kadar air yang ditentukan dengan metode ini. 30

31 Lampiran 5. Metode master MKA untuk pengujian MKA 1. Ruang Lingkup Metoda ini merupakan metoda alternatif digunakan menguji kebenaran MKA yang ditera dengan menggunakan MKA yang sejenis dengan kelas penguji yang lebih tinggi. 2. Definisi Kadar air adalah banyaknya air dalam suatu bahan yang ditujukan oleh hasil perubahan dari master MKA yang telah diuji lebih dulu terhadap metode referensinya. 3. Prinsip Metode Membandingkan penunjukan master MKA dengan penunjukan suatu MKA yang sedang ditera. Master MKA tersebut harus mempunyai kelas ketelitian lebih tinggi dan kesalahan 1/3 dari MKA yang ditera. 4. Peralatan a. Master MKA; b. Contoh yang dipakai sebagai media uji; c. Alat kerja bantu lainnya yang diperlukan. 5. Cara Kerja a. Persiapan contoh 1) Contoh yang dipakai dalam pengujian adalah contoh primer; 2) Contoh harus memenuhi syarat kualitas dan kuantitas yang ditentukan yaitu : tidak berhama, tidak rusak, tidak bau, bersih dan sebagainya; 3) Siapkan contoh untuk beberapa tingkatan kadar air yang berbeda yaitu sekurang-kurangnya tiga tingkatan untuk penunjukan rendah, tengah dan atas dengan jumlah disesuaikan dengan kebutuhan; 4) Contoh-contoh tersebut disimpan dalam beberapa wadah berbeda yang dilengkapi dengan sirkulasi udara agar kondisi udara dalam wadah tersebut konstan atau dapat pula disimpan dalam wadah-wadah yang dapat dijamin tertutup rapat dan kedap air. b. Persiapan peralatan 1) Pelajari cara menggunakan MKA yang akan diuji dengan saksama; 2) Periksa kelengkapan MKA tersebut seperti alat timbang, elektroda, catu dayanya dan sebagainya; 31

32 3) Master MKA harus sudah diuji dahulu dengan metode referensi yang berlaku dan surat keterangan pengujiannya masih berlaku; 4) Siapkan semua peralatan laboratorium yang dipakai termasuk pinset, sendok dan sebagainya. c. Cara melakukan 1) Ambil contoh-contoh biji-bijian yang dimaksud pada angka 5. huruf a. dan ukur kadar airnya pada master MKA sebanyak 3 kali hingga didapat pembacanya Y o %; 2) Dengan pengujian yang cepat maka MKA yang diuji segera dibaca pengukurannya dengan media contoh tadi sebanyak 3 kali hingga didapat pembacaannya X o %; 3) Pada akhir pengujian pada MKA ulangi contoh itu pada penunjukan master MKA bila didapat pembacaan Y o %, maka perhitungan pembacaannya adalah Y o % sedangkan bila terjadi perubahan menjadi Y 1 % maka untuk perhitungan pembacaannya adalah rata-ratanya yaitu : YO + Y Y % = 1 % 2 4) Pengujian dengan metode ini dapat dilakukan terhadap lima unit MKA bersama-sama; 5) Lakukan pengukuran ini dengan cermat terhadap MKA dengan contohcontoh masing-masing tingkatan yang berbeda. 6. Perhitungan a. Untuk mendapatkan kesalahan penunjukan tiap-tiap skala MKA, maka menggunakan rumus regresi linier seperti pada cerapan. b. Untuk pengujian satu titik, besarnya keslahan penunjukan skala MKA (E) adalah : E = ( X Y )% dimana : E = Kesalahan penunjukan MKA (%) X = Penunjukan MKA yang diuji (%) Y = Penunjukan Master MKA (%) 32

33 Lampiran 6. Metode referensi praktis dan metode master sample penentuan kadar air kayu untuk pengujian MKA 1. Ruang Lingkup Metode ini digunakan untuk menentukan kadar air kayu sebagai standar untuk pengujian penunjukan MKA komoditi tersebut. 2. Definisi Kadar air kayu adalah rasio antara massa air yang dikandung oleh contoh kayunya dengan massa kayu itu setelah dikeringkan dalam oven yang dinyatakan dalam persentasenya. 3. Prinsip Metoda Pengurangan berat kayu yang dipanaskan pada temperatur (103±2) C, selama maksimum 2 jam disebabkan oleh hilangnya air sehingga berkurangnya berat kayu tersebut dianggap sebagai berat air. 4. Peralatan a. Kondisi pertama terdiri dari: 1) Neraca analitik atau sejenisnya dengan ketelitian yang disesuaikan dengan kebutuhan; 2) Oven listrik yang mempunyai ventilasi efektif, dilingkungan dengan thermoset agar temperatur ruang pemanas dapat dipertahankan stabil pada temperatur (103±2) o C; 3) Wadah dari logam tahan karat yang tidak menyerap air dengan penutup berdiameter 50 mm dan dalam 10 mm; 4) Desikator diberi zat pengering seperti silicagel dan sebagainya; 5) Satu set semacam larutan garam-garam mineral dalam air yang digunakan untuk pengkondisian contoh kayu; 6) Peralatan laboratorium lainnya seperti termometer, higrometer, gergaji untuk memotong contoh kayu dan sebagainya. b. Kondisi kedua: 1) Master MKA kayu, untuk menguji MKA kayu dengan jenis yang sama, guna mengetahui contoh kayu yang dipakai untuk pengujian. Syarat kesalahan master MKA tidak melebihi 1/3 dari kesalahan MKA yang diuji. 2) Peralatan seperti pada angka 4. huruf a. angka 4) sampai dengan 6). 33

DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI

DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI DEPARTEMEN PERDAGANGAN. REPUBLIK IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jaan l\,4.1 Ridwan Rais No.5 Jakarta 10110 Tel. 021-3440408, fa. 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR ta /PDy{ llkvp h /2o1o TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS ROTA RY PISTON DAN TURBIN

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR ta /PDy{ llkvp h /2o1o TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS ROTA RY PISTON DAN TURBIN DEPARTEInEN PERDAGANGAN FEPUBLIK IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jdtr l\.4.1 Ridwan Ras No.5 Jakarla 10110 Iel. 02.1-3440408, fd. 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

lft\n KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMOR 26 lpd\t /KEp lt /zo1o TENTANG SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR WAGON

lft\n KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMOR 26 lpd\t /KEp lt /zo1o TENTANG SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR WAGON '41'//7',7/t.. t lft\n _ -.,tlf - DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jl. M.l. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110 rel. 021-2352A520(Langsung) Tel. 021-3858171

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR tg /PDN n<ep/5/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS MANOMETER

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR tg /PDN n<ep/5/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS MANOMETER DEPARTEMEN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan Ny'.l Ridwan Rals No.5 Jakarta 10110 Tel. 021-3440408, fa. 021'3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DTREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR fi/my/kr'e/t/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS POMPA UKUR BAHAN BAKAR GAS

KEPUTUSAN DTREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR fi/my/kr'e/t/2010 TENTANG SYARAT TEKNIS POMPA UKUR BAHAN BAKAR GAS DEPARTE]U EN TIEPUBLII( AF PERDAGANGAN IND('NESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan N4.l Ridwan Rals No 5 Jakarta 10110 Ter. 0213440408, fil. 021-3858185 KEPUTUSAN DTREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMoR eglpwlrepll lzoto TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS DIAFRAGMA

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NoMoR eglpwlrepll lzoto TENTANG SYARAT TEKNIS METER GAS DIAFRAGMA ? 4l/fi z vtln DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA > DIREKTORAT JENDERAT PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan M.l Ridwan Rais No.5 Jakarta 10110 Tel. 02'1-3440408. fa 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor : 4g/pD$/kap /t/zo1o

Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor : 4g/pD$/kap /t/zo1o > "'l/2 -_!- fi/\\$ -'"4 l. DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI '101 Jl. M.l, Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10 fel. 021-23528520(Langsung) Tel. 021-385817'l

Lebih terperinci

,/r4f. filt\\s. KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR zl lwwftnp/r/2o10 TENTANG SYARAT TEKNIS METER TAKSI

,/r4f. filt\\s. KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR zl lwwftnp/r/2o10 TENTANG SYARAT TEKNIS METER TAKSI -t" // ==F,/r4F. 7Zt \- filt\\s. DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA Jl. M.l. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Tel. o21-23528520(langsung) Tel. 021-3858171

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1150, 2012 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Metrologi Legal. UTTP. Tanda Tera. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69/M-DAG/PER/10/2012 TENTANG TANDA TERA

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Lada hitam. Badan Standardisasi Nasional ICS

SNI Standar Nasional Indonesia. Lada hitam. Badan Standardisasi Nasional ICS SNI 01-0005-1995 Standar Nasional Indonesia Lada hitam ICS Badan Standardisasi Nasional i SNI 01 0005-1995 Daftar Isi 1. Ruang lingkup... 2 2. Acuan Normatif... 2 3. Istilah dan definisi... 2 4. Klasifikasi/penggolongan...

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

a,\s :"'2, arnn 'rf F KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR 57 M{ /xep/1/201o TENTANG SYARAT TEKNIS METER ARUS VOLUMETRIK

a,\s :'2, arnn 'rf F KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR 57 M{ /xep/1/201o TENTANG SYARAT TEKNIS METER ARUS VOLUMETRIK :"'2, a,\s t arnn 'rf F DEPAI TEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREI$ORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jalan N4 Rdwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Te 021-3440408 Ia 021-3858185 KEPUTUSAN DIREKTUR

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tamba

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.674, 2017 KEMENDAG. Pengawasan Metrologi Legal. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/M-DAG/PER/5/2017 TENTANG PENGAWASAN METROLOGI LEGAL

Lebih terperinci

BEJANA UKUR. Tergolong alat ukur metrologi legal yang wajib ditera dan ditera ulang (Permendag No. 8 Tahun 2010);

BEJANA UKUR. Tergolong alat ukur metrologi legal yang wajib ditera dan ditera ulang (Permendag No. 8 Tahun 2010); Eka Riyanto Tanggo BEJANA UKUR Tergolong alat ukur metrologi legal yang wajib ditera dan ditera ulang (Permendag No. 8 Tahun 010); Bejana ukur wajib memiliki Ijin Tanda Pabrik atau Ijin Tipe; Tidak ada

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tent

2 Mengingat : 1. c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tent BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1566, 2014 KEMENDAG. Alat Ukur. Takar. Timbang. Perlengkapannya. Satuan Ukur. Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71/M-DAG/PER/10/2014

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 635/MPP/Kep/10/2004 TENTANG TANDA TERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 635/MPP/Kep/10/2004 TENTANG TANDA TERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 33 KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 635/MPP/Kep/10/2004 TENTANG TANDA TERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya

Lebih terperinci

Cara uji kelarutan aspal

Cara uji kelarutan aspal Standar Nasional Indonesia Cara uji kelarutan aspal ICS 91.100.50 Badan Standardisasi Nasional SNI 2438:2015 BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 08/M-DAG/PER/3/2010 TENTANG ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG, DAN PERLENGKAPANNYA (UTTP) YANG WAJIB DITERA DAN

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara

2 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1565, 2014 KEMENDAG. Alat Ukur. Takar. Timbang. Perlengkapan. Tera dan Tera Ulang. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/M-DAG/PER/10/2014 TENTANG

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN KADAR AIR DAN KADAR FRAKSI RINGAN DALAM CAMPURAN PERKERASAN BERASPAL

METODE PENGUJIAN KADAR AIR DAN KADAR FRAKSI RINGAN DALAM CAMPURAN PERKERASAN BERASPAL METODE PENGUJIAN KADAR AIR DAN KADAR FRAKSI RINGAN DALAM CAMPURAN PERKERASAN BERASPAL BAB I DESKRIPSI 1.1 Ruang Lingkup Metode pengujian ini membahas ketentuan persiapan dan tata cara pengujian kadar air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang etrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya ketertiban

Lebih terperinci

Cara uji kelarutan aspal

Cara uji kelarutan aspal Cara uji kelarutan aspal 1 Ruang lingkup Cara uji kelarutan aspal secara khusus menguraikan alat dan bahan yang digunakan serta prosedur kerja untuk mendapatkan hasil kelarutan aspal. Cara uji ini dilakukan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 639/MPP/Kep/10/2004 TENTANG KETENTUAN DAN SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR MOBIL

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 639/MPP/Kep/10/2004 TENTANG KETENTUAN DAN SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR MOBIL 33 KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 639/MPP/Kep/10/2004 TENTANG KETENTUAN DAN SYARAT TEKNIS TANGKI UKUR MOBIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

Cara uji kadar sari (ekstrak alcohol - benzena) dalam kayu dan pulp

Cara uji kadar sari (ekstrak alcohol - benzena) dalam kayu dan pulp Standar Nasional Indonesia Cara uji kadar sari (ekstrak alcohol - benzena) dalam kayu dan pulp ICS 67.080.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i 1 Ruang lingkup... 1 2 Definisi... 1

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Nopember 2012 sampai Januari 2013. Lokasi penelitian di Laboratorium Riset dan Laboratorium Kimia Analitik

Lebih terperinci

Pengujian Meter Kadar Air

Pengujian Meter Kadar Air Pengujian Meter Kadar Air 1 POKOK BAHASAN 1 2 Meter Kadar Air (MKA) Pengujian MKA Pengujian MKA Metode Referensi Pengujian MKA Metode Master Meter Pengujian MKA Metode Master Sample 2 Review 1 2 Definisi

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 52/M-DAG/PER/10/2009 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1. Bahan Penelitian Penelitian ini menggunakan daging ayam broiler sebanyak 8 ekor yang berasal dari CV. Putra Mandiri, dan strain

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. 2. Air yang berasal dari Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik

III. METODE PENELITIAN. 2. Air yang berasal dari Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik 26 III. METODE PENELITIAN A. Bahan Bahan Penetilian 1. Sampel tanah yang digunakan pada penelitian ini yaitu berupa tanah lempung yang berasal dari Kecamatan Yosomulyo, Kota Metro, Provinsi Lampung. 2.

Lebih terperinci

TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM

TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM SNI 03-6798-2002 BAB I DESKRIPSI 1.1 Ruang Lingkup Tata cara ini meliputi prosedur pembuatan dan perawatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI 03-1968-1990 RUANG LINGKUP : Metode pengujian ini mencakup jumlah dan jenis-jenis tanah baik agregat halus maupun agregat kasar. RINGKASAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.80,2012 PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44/M-DAG/PER/12/2011 TENTANG TANDA TERA TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN

Lebih terperinci

PANDUAN PRAKTIKUM PROBLEMATIKA HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN

PANDUAN PRAKTIKUM PROBLEMATIKA HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN PANDUAN PRAKTIKUM PROBLEMATIKA HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN Oleh : Ir. Hariyono, MP. PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016 MATERI PRAKTIKUM PROBLEMATIKA HUBUNGAN AIR,

Lebih terperinci

Cara uji berat jenis tanah

Cara uji berat jenis tanah Standar Nasional Indonesia Cara uji berat jenis tanah ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan.. iii 1 Ruang lingkup.. 1 2 Acuan normatif. 1 3 Istilah

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU Proses penggorengan keripik durian dengan mesin penggorengan vakum dilakukan di UKM Mekar Sari di Dusun Boleleu No. 18 Desa Sido Makmur Kecamatan Sipora Utara

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung yang berasal dari. daerah Karang Anyar, Lampung Selatan.

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung yang berasal dari. daerah Karang Anyar, Lampung Selatan. III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian 1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung yang berasal dari daerah Karang Anyar, Lampung Selatan. Gambar 5. Denah Lokasi Pengambilan Sampel Tanah Lempung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Desember 2013 di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Desember 2013 di BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Desember 2013 di Laboratorium Daya dan Alat, Mesin Pertanian, dan Laboratorium Rekayasa Bioproses

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN

METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN 1. Ruang Lingkup a. Metode ini meliputi pengujian untuk mendapatkan hubungan antara kadar air dan kepadatan pada campuran

Lebih terperinci

BAGAIMANA HUBUNGAN ANTARA SIFAT BAHAN KIMIA SEHARI-HARI DENGAN STRUKTUR PARTIKEL PENYUSUNNYA? Kegiatan 2.1. Terdiri dari

BAGAIMANA HUBUNGAN ANTARA SIFAT BAHAN KIMIA SEHARI-HARI DENGAN STRUKTUR PARTIKEL PENYUSUNNYA? Kegiatan 2.1. Terdiri dari Setelah mempelajari dan memahami konsep atom, ion, dan molekul, kini saatnya mempelajari ketiganya dalam bahan kimia sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak pernah dapat melihat atom, ion,

Lebih terperinci

Cara uji kadar air total agregat dengan pengeringan

Cara uji kadar air total agregat dengan pengeringan Standar Nasional Indonesia Cara uji kadar air total agregat dengan pengeringan ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini seperti mengumpulkan hasil dari penelitian terdahulu yang berkaitan

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini seperti mengumpulkan hasil dari penelitian terdahulu yang berkaitan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Pengumpulan Data Penelitian dimulai dari melakukan studi pustaka tentang embung dan megumpulkan data-data yang digunakan sebagai pedoman dalam penelitian ini seperti mengumpulkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung pipil kering dengan varietas Pioneer 13 dan varietas Srikandi (QPM) serta bahanbahan kimia yang

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN KADAR RESIDU ASPAL EMULSI DENGAN PENYULINGAN

METODE PENGUJIAN KADAR RESIDU ASPAL EMULSI DENGAN PENYULINGAN METODE PENGUJIAN KADAR RESIDU ASPAL EMULSI DENGAN PENYULINGAN SN I 03-3642-1994 BAB I DESKRIPSI 1.1 Maksud dan Tujuan 1.1.1 Maksud Metode ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam melakukan pengujian

Lebih terperinci

Cara uji penetrasi aspal

Cara uji penetrasi aspal SNI 2432:2011 Standar Nasional Indonesia Cara uji penetrasi aspal ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. a. Motor diesel 4 langkah satu silinder. digunakan adalah sebagai berikut: : Motor Diesel, 1 silinder

III. METODOLOGI PENELITIAN. a. Motor diesel 4 langkah satu silinder. digunakan adalah sebagai berikut: : Motor Diesel, 1 silinder III. METODOLOGI PENELITIAN A. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat penelitian a. Motor diesel 4 langkah satu silinder Dalam penelitian ini, mesin yang digunakan untuk pengujian adalah motor disel 4-langkah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya : 1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung yang berasal dari

METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya : 1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung yang berasal dari 27 III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya : 1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung yang berasal dari daerah Karang Anyar Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Maksud Dan Tujuan 1. Maksud Untuk mewujudkan keseragaman dalam pelaksanaan kegiatan tera dan tera ulang meter air.

BAB I PENDAHULUAN Maksud Dan Tujuan 1. Maksud Untuk mewujudkan keseragaman dalam pelaksanaan kegiatan tera dan tera ulang meter air. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal adalah untuk melindungi kepentingan umum melalui jaminan kebenaran pengukuran dan adanya

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dantempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UKM Mekar Sari di Dusun Boleleu No. 18 Desa Sidomakmur Kecamatan Sipora Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai. Sementara

Lebih terperinci

Cara uji viskositas aspal pada temperatur tinggi dengan alat saybolt furol

Cara uji viskositas aspal pada temperatur tinggi dengan alat saybolt furol Standar Nasional Indonesia SNI 7729:2011 Cara uji viskositas aspal pada temperatur tinggi dengan alat saybolt furol ICS 93.080.20; 19.060 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata...

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.40 Badan Standardisasi

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN KADAR AIR ASPAL EMULSI

METODE PENGUJIAN KADAR AIR ASPAL EMULSI METODE PENGUJIAN KADAR AIR ASPAL EMULSI SNI 03-3641-1994 BAB I DESKRIPSI 1.1 Maksud dan Tujuan 1.1.1 Maksud Metode ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam melaksanakan pengujian kadar air aspal

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN PARTIKEL RINGAN DALAM AGREGAT

METODE PENGUJIAN PARTIKEL RINGAN DALAM AGREGAT METODE PENGUJIAN PARTIKEL RINGAN DALAM AGREGAT SNI 03-3416-1994 BAB I DESKRIPSI 1.1 Maksud dan Tujuan 1.1.1 Maksud Metode ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam melakukan pengujian partikel ringan

Lebih terperinci

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor. 7 Gambar Sistem kalibrasi dengan satu sensor. Besarnya debit aliran diukur dengan menggunakan wadah ukur. Wadah ukur tersebut di tempatkan pada tempat keluarnya aliran yang kemudian diukur volumenya terhadap

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN TERA/TERA ULANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN TERA/TERA ULANG WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN TERA/TERA ULANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dengan topik Desain Cetakan Tapioca Based Puffed Snack Panggang Dengan Bahan Dasar Stainless Steel dan Aluminium dilakukan di Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah lempung lunak yang. diambil dari Desa Yosomulyo, Kecamatan Metro Timur, Kota Metro.

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah lempung lunak yang. diambil dari Desa Yosomulyo, Kecamatan Metro Timur, Kota Metro. 24 III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah lempung lunak yang diambil dari Desa Yosomulyo, Kecamatan Metro Timur, Kota Metro. 2. Bahan campuran yang akan

Lebih terperinci

Cara uji sifat kekekalan agregat dengan cara perendaman menggunakan larutan natrium sulfat atau magnesium sulfat

Cara uji sifat kekekalan agregat dengan cara perendaman menggunakan larutan natrium sulfat atau magnesium sulfat Standar Nasional Indonesia Cara uji sifat kekekalan agregat dengan cara perendaman menggunakan larutan natrium sulfat atau magnesium sulfat ICS 91.100.15 Badan Standardisasi Nasional Daftar Isi Daftar

Lebih terperinci

PEMELIHARAAN PERALATAN LABORATORIUM

PEMELIHARAAN PERALATAN LABORATORIUM PEMELIHARAAN PERALATAN LABORATORIUM Verifikasi Pipet Volumetri 10 ml Disusun oleh : Kelompok 4/E 2 Luthfia Nurul Anwar 116 Muhammad Rizky Prasetyo 116165 Sakina Fidyastuti 116231 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN KEPADATAN BERAT ISI TANAH DI LAPANGAN DENGAN BALON KARET

METODE PENGUJIAN KEPADATAN BERAT ISI TANAH DI LAPANGAN DENGAN BALON KARET METODE PENGUJIAN KEPADATAN BERAT ISI TANAH DI LAPANGAN DENGAN BALON KARET SNI 19-6413-2000 1. Ruang Lingkup 1.1 Metode ini mencakup penentuan kepadatan dan berat isi tanah hasil pemadatan di lapangan atau

Lebih terperinci

Nama Alat Fungsi Cara Kerja Alat Cara Membersihkan 1. Labu Ukur Untuk mengencerkan suatu larutan.

Nama Alat Fungsi Cara Kerja Alat Cara Membersihkan 1. Labu Ukur Untuk mengencerkan suatu larutan. Nama Alat Fungsi Cara Kerja Alat Cara Membersihkan 1. Labu Ukur Untuk mengencerkan suatu larutan. Cara menggunakannya adalah dibersihkan, dikalibrasi, lalu dikeringkandengan lap. Kemudian dimasukkan larutan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR 25/wN IKEP/t/2a1o TENTANG SYARA TEKNIS TANGKI UKUR TETAP SILINDER TEGAK

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI NOMOR 25/wN IKEP/t/2a1o TENTANG SYARA TEKNIS TANGKI UKUR TETAP SILINDER TEGAK > '--t/ F..at 'a DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI Jl. N/.1. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110 Iel. O21-2352a520(Lan gsu n g) Tel. 021-3858171 (Sentral),

Lebih terperinci

Nama Alat Fungsi Cara Kerja Alat Cara Membersihkan 1. Labu Ukur Untuk mengencerkan suatu larutan.

Nama Alat Fungsi Cara Kerja Alat Cara Membersihkan 1. Labu Ukur Untuk mengencerkan suatu larutan. Nama Alat Fungsi Cara Kerja Alat Cara Membersihkan 1. Labu Ukur Untuk Cara nya Pembersihan sangat mengencerkan suatu larutan. adalah dibersihkan, dikalibrasi, lalu disarankan busa / dikeringkandengan lap.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat Bab III Metodologi Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu isolasi selulosa dari serbuk gergaji kayu dan asetilasi selulosa hasil isolasi dengan variasi waktu. Kemudian selulosa hasil isolasi dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Sampel tanah yang digunakan adalah tanah lempung yang terdapat yang terdapat di Kecamatan Kemiling,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia teknik sipil, teknologi mengenai beton merupakan hal yang wajib untuk dipahami secara teoritis maupun praktis mengingat bahwa beton merupakan salah satu

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERDAGANGAN. Metrologi. Legal. Unit Kerja. UPT. Pelaksana. Pelayanan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERDAGANGAN. Metrologi. Legal. Unit Kerja. UPT. Pelaksana. Pelayanan. No.390, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERDAGANGAN. Metrologi. Legal. Unit Kerja. UPT. Pelaksana. Pelayanan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 50/M-DAG/PER/10/2009

Lebih terperinci

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas BABHI METODA PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat 3.1.1. Bahan-bahan yang digunakan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas yang diperoleh dari salah satu rumah makan di Pekanbaru,

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Agustus Analisa laboratorium dilakukan di Laboratorium Penelitian dan

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Agustus Analisa laboratorium dilakukan di Laboratorium Penelitian dan III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni 2016 sampai dengan Agustus 2016. Analisa laboratorium dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Tanah

Lebih terperinci

Desikator Neraca analitik 4 desimal

Desikator Neraca analitik 4 desimal Lampiran 1. Prosedur Uji Kadar Air A. Prosedur Uji Kadar Air Bahan Anorganik (Horwitz, 2000) Haluskan sejumlah bahan sebanyak yang diperlukan agar cukup untuk analisis, atau giling sebanyak lebih dari

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 42 TAHUN 2005 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 42 TAHUN 2005 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 42 TAHUN 2005 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN LABORATORIUM KEMETROLOGIAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik dan sesuai, maka diperlukan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik dan sesuai, maka diperlukan III. METODOLOGI PENELITIAN Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik dan sesuai, maka diperlukan langkah-langkah sistematis yang harus dilakukan diantaranya adalah : A. Populasi Populasi adalah subyek

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 3. Zat additif yaitu berupa larutan ISS 2500 (ionic soil stabilizer).

METODE PENELITIAN. 3. Zat additif yaitu berupa larutan ISS 2500 (ionic soil stabilizer). 27 III. METODE PENELITIAN A. BAHAN BAHAN PENETILIAN 1. Sampel tanah yang digunakan pada penelitian ini yaitu berupa tanah lempung yang berasal dari daerah Karang Anyar Lampung Selatan. 2. Air yang berasal

Lebih terperinci

BAB V METER GAS ROTARY PISTON DAN TURBIN

BAB V METER GAS ROTARY PISTON DAN TURBIN BAB V METER GA ROTARY PITON DAN TURBIN Indikator Keberhasilan : Peserta diharapkan mampu menjelaskan konstruksi dan prinsip kerja meter gas rotary piston dan turbin. Peserta diharapkan mampu menjelaskan

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 50/M-DAG/PER/10/2009 TENTANG UNIT KERJA DAN UNIT PELAKSANA TEKNIS METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III. 2 Rancangan Eksperimen

Bab III Metodologi. III. 2 Rancangan Eksperimen 21 Bab III Metodologi Penelitian ini dirancang untuk menjawab beberapa permasalahan yang sudah penulis kemukakan di Bab I. Dalam penelitian ini digunakan 2 pendekatan, yaitu eksperimen dan telaah pustaka.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini sampel tanah yang digunakan adalah jenis tanah organik

III. METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini sampel tanah yang digunakan adalah jenis tanah organik III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian Pada penelitian ini sampel tanah yang digunakan adalah jenis tanah organik yang berasal dari Rawa Sragi, Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Timur. Dan Cornice

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel tanah Pasir ini berada di Kecamatan Pasir Sakti,

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel tanah Pasir ini berada di Kecamatan Pasir Sakti, III. METODE PENELITIAN A. Metode Pengambilan Sampel Lokasi pengambilan sampel tanah Pasir ini berada di Kecamatan Pasir Sakti, Lampung Timur. Pengambilan sampel tanah pasir menggunakan tabung pipa paralon

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur dan Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca

Lebih terperinci

Metode uji residu aspal emulsi dengan penguapan (ASTM D , IDT)

Metode uji residu aspal emulsi dengan penguapan (ASTM D , IDT) Standar Nasional Indonesia SNI ASTM D6934:2012 Metode uji residu aspal emulsi dengan penguapan (ASTM D 6934 04, IDT) ICS 93.080.20 Badan Standardisasi Nasional BSN 2012 Hak cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah Standar Nasional Indonesia Cara uji kepadatan ringan untuk tanah ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan. 3.2 Alat dan Bahan Bahan Alat

METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan. 3.2 Alat dan Bahan Bahan Alat METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilakukan di Laboratorium Ergonomika dan Elektronika Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian dan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung selama bulan Oktober sampai Desember 2013.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung selama bulan Oktober sampai Desember 2013. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini berlangsung selama bulan Oktober sampai Desember 2013. Ikan teri (Stolephorus sp) asin kering yang dijadikan sampel berasal dari

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 50/M-DAG/PER/10/2009 TENTANG UNIT KERJA DAN UNIT PELAKSANA TEKNIS METROLOGI LEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1321, 2014 KEMENDAG. Tanda Sah. Tera. Penggunaan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54/M-DAG/PER/9/2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. JenisPenelitian, Rancangan Penelitian atau Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah quasi experiment (eksperimen semu) dengan rancangan penelitian non randomized pretest-postest

Lebih terperinci

Cara uji kelarutan aspal modifikasi dalam toluen dengan alat sentrifus

Cara uji kelarutan aspal modifikasi dalam toluen dengan alat sentrifus Standar Nasional Indonesia Cara uji kelarutan aspal modifikasi dalam toluen dengan alat sentrifus ICS 91.100 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini, mesin uji yang digunakan adalah motor diesel empat

III. METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini, mesin uji yang digunakan adalah motor diesel empat III. METODOLOGI PENELITIAN A. Alat dan Bahan Pengujian 1. Spesifikasi Motor Diesel 4-Langkah Dalam penelitian ini, mesin uji yang digunakan adalah motor diesel empat langkah satu silinder dengan spesifikasi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan september 2011 hingga desember 2011, yang bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel tanah lempung berpasir ini berada di desa

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel tanah lempung berpasir ini berada di desa III. METODE PENELITIAN A. Metode Pengambilan Sampel Lokasi pengambilan sampel tanah lempung berpasir ini berada di desa Kampung Baru Bandar Lampung. Pengambilan sampel tanah menggunakan karung dan cangkul

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel tanah lempung lunak ini berada di Rawa Seragi,

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel tanah lempung lunak ini berada di Rawa Seragi, III. METODE PENELITIAN A. Metode Pengambilan Sampel Lokasi pengambilan sampel tanah lempung lunak ini berada di Rawa Seragi, Lampung Timur. Pengambilan sampel tanah menggunakan tabung pipa paralon sebanyak

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. daerah Rawa Sragi, Lampung Timur. Lokasi pengujian dan pengambilan. sampel tanah dapat dilihat pada Gambar 5

METODE PENELITIAN. daerah Rawa Sragi, Lampung Timur. Lokasi pengujian dan pengambilan. sampel tanah dapat dilihat pada Gambar 5 III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian Bahan sampel tanah yang digunakan adalah tanah lempung yang terdapat di daerah Rawa Sragi, Lampung Timur. Lokasi pengujian dan pengambilan sampel tanah dapat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah lempung lunak yang

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah lempung lunak yang III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah lempung lunak yang diambil dari Desa Sumber Agung, Kecamatan Seputih Mataram, Lampung Tengah. Gambar 3. Denah Lokasi

Lebih terperinci